“Santai aja sama gue, La. Yaudah yok berangkat.” Ucap Kayla dengan senyuman manisnya. “Ayok!” Balas Ashyila dengan senyuman cerahnya seperti biasa. Ashyla dan Kayla kini sudah berada di mobil Ayah. Mereka berdua tertahan di mobil ini karena kata Ayah mereka harus ikut pergi ke sekolah mereka yang dulu untuk menyerahkan beberapa bukti mengenai penindasan yang terjadi kepada beberapa siswa dan siswi kurang mampu disana. Namun, setelah sampai disana, mereka berdua akhirnya malah menetap di mobil dan tidak jadi ikut menyerahkan bukti-bukti itu kepada sekolah. “Ini kenapa kita jadi nunggu gabut gini di mobil sih.” Keluh Ashyla dengan dengusannya. “Sabar, La. Mungkin memang kita seharusnya tidak ikut Ayahmu tadi.” Ucap Kayla pasrah. “Kannn! Makanya tadi gue bilang ke lo buat ikut Kak Zahen aja..” Balas Ashyla dengan nada bicaranya yang terdengar kesal. “Ya maaf, La. Kan permintaan orang tua. Ga enak kalo nolak gitu aja.” Jelas Kayla yang disetujui oleh Ashyla di sampingnya. “Bener juga sih. Yaudah lah kita nunggu aja.” Balas Ashyla dan mendapat anggukan dari Kayla. Tepat setelah Ashyla berkata seperti itu, sang Ayah pun terlihat keluar dari gerbang sekolah dan masuk ke mobil. “Gimana,Yah?” Tanya Ashyla penasaran. “Anak-anaknya dapet hukuman kok. Ada yang dikeluarkan dari sekolah dan ada juga yang hanya mendapat skors dari sekolah.” Jelas Ayah sembil bersiap menjalankan mobilnya menuju sekolah baru mereka. Ashyla dan Kayla tidak ingin menanyakan hal itu lebih jauh lagi. Mereka pun mengganti topik pembicaaran mereka hingga tiba di sekolah. 51
15 Luctor Et Emergo Minggu pagi ini, Ashyla sedang bersiap-siap untuk lari pagi sebelum ia pergi ke Kebun Binatang Ragunan. Ia pergi ke Kebun Binatang Ragunan bersama dengan keluarganya, Revan, dan Kayla. Hal itu sudah biasa dilakukan sebagai bentuk refreshing setelah melaksanakan ujian akhir semester. “Loh? Jadi lari pagi, La?” Tanya Sandra sambil mendudukkan diri disamping Ashyla yang tengah memakai sepatunya. “Iyanih, Kak. Udah lama juga aku ngga lari pagi.” Jawab Ashyla yang kini berdiri dari duduknya. Sandra pun hanya mengangguk-anggukan kepalanya sebagai tanda mengerti akan apa yang Ashyla katakan. Saat Ashyla berjalan ke jalanan komplek di depan rumahnya, Revan pun muncul mengejutkannya. “Dorr!” Seru Revan dari belakang Ashyla. Ashyla yang terkejut pun refleks menendang kaki Revan di belakangnya. Hal itu membuat Revan mengaduh kesakitan dan membuat Ashyla mendekat karena merasa bersalah. “Aduh! Sakit, La!” Seru Revan sambil mengangkat kaki kanannya yang terkena tendangan Ashyla dan mengusapnya berulang kali. “E-ehh? Maaf, Van. Lagian lo pake acara ngagetin gue si. Kan gue jadi refleks.” Balas Ashyla dengan ekspresi wajah prihatinnya. “Sejak kapan refleks lo jadi nendang kek gitu? Perasaan dulu ngga kayak gitu refleksnya.” Tanya Revan sambil berusaha meluruskan kakinya lagi. “Sejak di ajarin boxing sama Kak Sandra hehehe.” Jawab Ashyla diiringi cengirannya. “Serius? Pantes aja.” Ujar Revan memahami hal tersebut. 52
Revan yang sedang fokus melihat apakah kakinya baik-baik saja pun merasa aneh karena tidak ada respon lagi dari Ashyla. Setelah ia mengalihkan pandangannya ke posisi dimana Ashyla tadi berada, Ashyla sudah tidak ada disana. Revan pun mengedarkan pandangannya dan menemukan Ashyla yang sudah berlari mendahuluinya. Tanpa pikir panjang, dirinya pun menyusul Ashyla. “Kok gue ditinggalin si, La? Kan gue juga mau lari pagi.” Tanya Revan setelah sejajar dengan Ashyla. “Ya emang kenapa? Masalah? Lagian lo kok sering banget terlihat di mata gue si?” Balas Ashyla dengan terus fokus pada larinya. “La, apa selama ini lo lupa kalo rumah gue itu sebelahan? Kan gue udah pindah ke daerah sini sejak SMP.” Jelas Revan dengan tatapan tidak percaya pada Ashyla. “E-eh iyakah? Gue lupa kayaknya hehehe.” Balas Ashyla yang kini mempercepat larinya. Jawaban Ashyla itu membuat Revan berpikir bahwa Ashyla benar- benar lupa akan dirinya yang tinggal di sebelah rumahnya. Sedangkan Ashyla, dirinya diam-diam sedang merutuki dirinya sendiri yang bisa- bisanya lupa akan hal itu. Keduanya pun akhirnya melanjutkan lari pagi mereka diiringi candaan-candaan dari Revan. Ashyla dan Revan kini sudah berada di teras rumah Ashyla untuk merilekskan otot-otot tegang mereka setelah berlari. Beberapa menit kemudian, Ibu keluar dan memberikan minuman dingin kepada mereka. “Ashyla, Revan, ini air minumnya. Jangan lupa ya nanti pukul sembilan harus udah siap.” Ucap Ibu yang langsung masuk ke dalam rumah lagi. “Iya, Bu.” Jawab Ashyla dan Revan bersamaan. Keheningan kembali tercipta dan Revan yang tidak tahan akan hal itu akhirnya bertanya kepada Ashyla. “La, orang tua lo beneran ga jadi pisah kan?” Tanya Revan dengan suara berbisiknya. 53
“Engga kok.” Jawab Ashyla singkat setelah meneguk air minumnya beberapa kali. “Kan gue udah kasih tau waktu itu, Van. Jangan ngungkit lagi deh. Gue masih belum bersahabat sama kata-kata pisah nih.” Lanjut Ashyla menatap kesal Revan. “Iya iya maaf deh.” Balas Revan sambil memainkan botol minumannya yang sudah habis. “Hmm. By the way, kok gue jarang liat Ayah lo, Van?” Tanya Ashyla sambil mengedarkan pandangannya ke rumah Revan. “Ayah sama Ibu gue udah pisah dua tahun lalu, La.” Jawab Revan dengan senyum yang menghiasi wajahnya. “Hah? Jangan bercanda deh.” Balas Ashyla yang masih terkejut akan kenyataan tersebut. “Serius kok. Kayaknya cuma lo yang gatau deh hahaha. Kak Sandra, Zahen, Ayah sama Ibu lo aja tau.” Ucap Revan diiringi tawanya. “Ih parah banget si. Ngomong-ngomong maaf ya kalo kata-kata gue tadi mungkin ada yang menyinggung lo.” Balas Ashyla dengan rasa tidak enaknya pada Revan. “Yoii. Santai aja. Emm… lo udah ga sakit lagi, kan?” Tanya Revan sambil menatap Ashyla yang tengah membuka kedua sepatunya. “Emm untuk sekarang si gue alhamdulillah ngga sakit. Kan gue ada motto “Luctor Et Emergo” ehehehe.” Jawab Ashyla yang membuat Revan bertanya-tanya. “Maksudnya?” Balas Revan. “Luctor et emergo. Itu semboyan dari bahasa Latin gitu. Sebenernya arti dari semboyan itu ada banyak tapi mirip-mirip gitu. Dan dari pemahaman gue, artinya itu saya berjuang untuk bangkit atau saya sakit dan saya bertahan. Jadi, maksudnya itu segala perjuangan dan rasa sakit yang datang dalam kehidupan kita itu harus bisa membuat kita bangkit dan terus bertahan dalam menghadapinya.” Jelas Ashyla yang membuat Revan sedikit tersentuh. “Selain itu, dalam berjuang kan juga perlu usaha dan doa kan? Dan usaha keras kita itu tidak menghianati hasil. Jadi, menurut gue itu 54
semboyan membuat gue lebih bangkit lagi hehehe.” Lanjut Ashyla dengan tawa cerianya. “Wah.. gue sampe hanyut sama penjelaan lo. Dapet dari mana ngomong-ngomong?” Tanya Revan penasaran. “Hmmm kalo ga salah nemu di Twitter deh. Ada akun fanbase gitu yang ngartiin tatto artisnya.” Jawab Ashyla diikuti anggukan kepa Revan. “Ohh..Boleh gue pake juga gak, La?” Tanya Revan sambil berdiri dari duduknya. “Lah kok izin? Pake aja kali, Van. Itukan termasuk kata-kata semangat. Bagi gue sih hehehe.” Balas Ashyla yang ikut berdiri dari duduknya. “Hmm okedeh.” Ucap Revan dengan senyum tampannya. Setelah itu, Revan pun pamit untuk bersiap-siap karena waktu sudah menunjukkan pukul 08:30 AM. Ashyla yang masih berada di teras pun mendudukan dirinya lagi di pinggiran teras. Dirinya menatap langit biru cerah diatasnya yang dihiasi oleh indahnya awan-awan putih. Sekilas dirinya mengingat kejadian-kejadian yang dulu pernah menimpanya. Ia merasa sangat bersyukur karena bisa melewati semua itu. Memang benar, rasa sakit dan putus asa yang menghiasi suatu permasalahan itu ada. Tetapi, jangan biarkan hal itu berlarut-larut hingga menghancurkan diri sendiri dan orang lain. “Ashyla! Siap-siap sana!” Teriakan Ibu dari dalam rumah membuyarkan pikiran Ashyla tadi. “Iya, Buu!” Balas Ashyla sambil berlari menuju kamarnya dan bersiap-siap untuk pergi ke destinasi pariwisata favoritnya. ~Selesai~ 55
Tentang Penulis Hamidah Nurrochmah, lahir di Jakarta, 01 Desember 2003. Ia adalah seseorang yang menyukai novel-novel bertema ringan seperti slice of life. Menurutnya, novel dengan tema itu lebih mudah untuk diambil nilai kehidupannya. Selain itu, hal-hal yang di ceritakan pun lebih terkesan realistis. Selain tema slice of life, dirinya juga menyukai novel-novel bertema romance, komedi, dan juga misteri sebagai hiburan saat waktu senggang. Penulis mulai membaca novel sejak umur 11 tahun dengan membaca novel misteri berjudul “Sherlock Begins : A Study In Scarlet” milik Sir Arthur Conan Doyle. Setelah membaca itu, dirinya mulai membaca novel-novel dengan beragam tema. Namun, yang paling sering ia baca adalah tema romace atau komedi. Novel ini adalah novel pertama yang ditulis olehnya. Dengan tema keluarga yang diberikan sedikit persabatan, komedi dan romance serta slice of life di dalamnya. Selamat membaca! 56
57
Search