Warta Sepekan, 29 Maret 2020 Gereja yang Berdoa, Menyem- bah, Bersaksi dan Melayani BETHANY CHURCH PERAK MALAYSIA 73A, Jln Perempuan Mazwin, Roundabout, Silibin; 64A, Jln Pengkalan Indah 1, Bandar Pengkalan (05-3212812); 67A, Jalan Laluan Klebang Restu 3, Medan Klebang Restu, Ipoh ; 45, Jalan Sejahtera 4, 32000 Sitiawan-: Desa Merbau Air Tawar, No 22, Taman Pertama 2, Taman Pertama, Taiping Pastor in charge : Ps. Robert James (email : [email protected]) Hp ; 016-5120731, : +6281372037839 (Indonesia) RENUNGAN KHUSUS “Co” singkatan dari Corona, “Vi” singkatan dari COVID-19 MERUPAKAN WAKE UP CALL Virus, sedangkan “d” singkatan dari Disease. BAGI KELUARGA Sementara “19” adalah untuk tahun 2019 karena wabah pertama kali diidentifikasi pada tanggal \"Setiap orang yang mendengarkan perkataan-Ku 31 Desember 2019, dan melaksanakannya, ia sama dengan orang yang (Tedros Adhanom, WHO, Jenewa, 11 Pebruari bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. 2020). Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu Hari-hari terakhir ini banyak orang mengalami melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh kekuatiran dan ketakutan, sejak Indonesia dinya- sebab didirikan di atas batu. takan telah terpapar dengan Virus Corona. Tetapi setiap orang yang mendengarkan perkataan- Bagaimanakah sikap kita terhadap wabah ini? Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan Alkitab menggambarkan melalui pengajaran Ye- orang yang bodoh yang mendirikan rumahnya di sus kisah membangun rumah di atas dua atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah macam dasar yang berbeda, serta angin dan ban- banjir, lalu angin melanda rumah itu dan hebatlah jir yang melandanya. (Matius 7:24-27) kerusakannya.\" Mengapa Yesus melukiskan melalui rumah? Matius 7:24-27 Rumah adalah sesuatu yang penting, bukan han- Keluarga merupakan institusi pertama yang Allah ya menjadi tempat tinggal, tetapi juga tempat ciptakan dalam dunia ini. Melalui keluarga Allah pembentukan, pembelajaran yang pertama bagi menyatakan kehendak-Nya juga memakai keluarga setiap pribadi yang lahir ke dalam dunia ini. Dan sebagai mitra kerja-Nya. Hal ini terlihat dalam ke- juga sebagai tempat yang pertama dalam mena- hidupan keluarga Abram dan Sarai, Nuh, isteri dan burkan nilai-nilai kebenaran. Seseorang se- anak menantunya, bahkan sampai kepada kelahiran bagaimana dia ada saat ini, tidak dapat dilepas- Juruselamat, Allah memakai keluarga Yusuf dan Ma- kan dari bagaimana ia dibesarkan dan dididik di ria. Tuhan Yesus mengakhiri khotbah di bukit dalam rumahnya. dengan memberi gambaran membangun rumah dan Dalam nats di atas digambarkan dua orang yang badai. Berarti tiap keluarga harus siap menghadapi sama-sama membangun rumah. Yang satu mem- badai. bangun di atas dasar batu, sedangkan yang lain Saat ini ada badai yang kita hadapi yakni Virus Co- membangun di atas pasir. Kemudian mereka rona yang disebut WHO COVID-19 , berasal dari
mengalami hal yang sama, yakni datanglah hujan, banjir, lalu angin melanda rumah itu. Perbedaannya ter- lihat saat badai datang. Rumah yang dibangun di atas batu tetap tegar, tetapi yang dibangun di atas pasir rubuh dan hebatlah kerusakannya. Setiap orang yang mendengar Firman Allah dan melakukannya, digambarkan seperti orang yang mem- bangun rumah di atas batu dan orang ini disebut sebagai orang yang bijaksana. Tetapi yang mendengar Firman Allah, tetapi tidak melakukannya, digambarkan dengan orang yang membangun rumah di atas pasir, mereka disebut sebagai orang bodoh. Bagaimana dengan ‘rumah’ yang sedang kita bangun selama ini, apakah di atas batu atau pasir? Prinsip penting dalam nats ini adalah melakukan Firman Allah. Bukan seberapa banyak mengetahui atau mempelajari Firman Allah. Mengetahui dan mempelajari banyak Firman Allah belum tentu berarti pasti melakukannya. Kata ‘hujan’, ‘banjir’, dalam nats ini melukiskan tentang masalah, persoalan, kesulitan yang sedang terjadi. Virus Corona yang melanda dunia dan Indonesia saat ini, merupakan masalah global yang sedang terjadi, sehingga telah menjadi pandemi. Bagaimana dengan “rumah” yang kita bangun selama ini? Apakah kita membangunnya di atas Firman dengan melakukannya? Bila kita membangunnya berdasarkan harta, kekayaan, pengetahuan, kekuatan sendiri, maka semuanya akan rubuh dan hebatlah kerusakannya di saat badai datang, (Matius 7:27) Setiap orang yang mendengar Firman Allah dan melakukannya, mereka jugalah yang disebut membangun rumah di atas batu. Bagaimana hal ini diterapkan dalam keluarga? Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI telah menghimbau masyarakat untuk sekolah, bekerja dan beribadah di rumah demi untuk menghindari penularan COVID-19. Selama ini kesibukan sering menyita waktu dalam keluarga, sehingga waktu bersama keluarga sangat min- im. Tetapi saat ini, merupakan waktu yang penting, ada banyak waktu di rumah. Apa artinya menjadi pelaku Firman? Seorang suami/bapa sebagai kepala keluarga hari-hari ini dituntut untuk melakukan perannya sebagai imam, nabi dan kepala bagi keluarganya, memimpin ibadah bersama istri dan anak. Mengasihi istri, seperti Kristus mengasihi jemaat, menjadi figur teladan, mentor bagi anak. Saat seorang ayah mem- impin mezbah keluarga, saat itu ia sedang menegakkan otoritasnya sebagai seorang imam untuk keluarganya. (Efesus 5:25) Bagi seorang istri/ibu, hari-hari seperti ini merupakan waktu untuk merenungkan perannya selama ini, apakah telah dijalankan secara maksimal sebagai penolong, pendamping, penghibur/penopang bagi suami dan anak? Bagi seorang seorang anak, ini adalah waktu untuk melakukan introspeksi; seberapa alkitabiahnya hub- ungan kita selama ini dengan kedua orangtua. Adanya banyak waktu untuk berada di rumah akan merupakan saat yang indah bila hubungan dalam keluarga selama ini baik. Tetapi justru merupakan siksaan, pergumulan berat, apabila hubungan satu dengan yang lain sedang bermasalah. Melakukan Firman merupakan cara untuk menyelesaikan masalah, merendahkan diri satu dengan yang lain dan meminta maaf dan saling mengampuni. (Matius 6:14-15). Melalui kebersamaan saat ini, merupakan waktu yang indah untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah dalam kelurga. Saat ini merupakan 'Wake Up Call' bagi keluarga untuk membangun kembali dan menjalankan fungsi se- bagai institusi rencana Allah dinyatakan. Melalui mezbah keluarga, beribadah bersama dengan keluarga, mengundang hadirat Allah hadir dalam keluarga. Kita tidak tahu untuk berapa lama kita tidak dapat beriba- dah bersama, karena itu ibadah keluarga merupakan hal yang sangat penting. Tuhan mau pakai keluarga sebagai pembawa kabar baik, pembawa api Pentakosta Ketiga dalam goncangan ini. Kita berdoa agar wabah ini cepat berakhir, namun terus bangun benteng pertahanan rohani dengan memperkuat ibadah bersama keluarga. Perhatikan seruan Gembala Sidang untuk ikut Doa Puasa Raya sejak tanggal 1 Maret 2020 sampai 9 April 2020. Mari kita satukan tekad berdoa puasa bersama, mujizat pasti terjadi, melalui goncangan maka pen- uaian akan terjadi. Firman Tuhan mengingatkan kita: \"Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka. (Matius 18:19-20) (J S).
Lima indra penginjilan Allah memanggil orang Kristen untuk menjadi saksi hidup dan menyatakan kasih Allah dalam Ye- sus Kristus kepada dunia. Pertanyaannya, bagaimana cara kita bersaksi? Fransiskus dari Asisi pernah berkata, ‘Di segala waktu beritakan Injil; jika perlu gunakan kata-kata.’ Ini berarti member- itakan Injil bisa melalui perkataan tetapi juga perbuatan. Paul Borthwick dalam bab akhir bukunya Great Commission Great Compassion menyebut hal ini sebagai Penginjilan Indrawi. Al- lah memanggil kita untuk menjadi saksi Yesus Kristus dalam hidup kita yang ‘berbicara’ kepada kelima indra manusia. Pertama, indra pendengaran. Roma 10:17 menyebutkan: “… iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.”Injil harus diberitakan supaya orang-orang bisa mendengarnya. Tentunya pemberitaan itu harus diekspresikan dalam kasih sehingga kata-kata tidak menjadi ‘gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing’ (1 Kor 13:1). Kita mengatakan kebenaran dalam kasih (Ef 4:15). Inilah alasan mengapa kita perlu mendapat pelatihan tentang bagaimana menginjili: memulai percakapan penginjilan, melakukan PA penginjilan, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sulit dan sebagainya. Kita perlu mendorong teman-teman kita untuk mendengar khotbah dalam KKR, ibadah Natal, Paskah, dan sebagainya. Kita juga perlu mendukung berbagai pelayanan seperti pelayanan melalui media seperti di Youtube atau pelayanan penerjemahan Alkitab ke dalam ba- hasa lokal supaya orang dapat mendengar Injil dalam bahasa asli mereka. Kedua, indra pengecap. Matius 5:13 mencatat perkataan Yesus: “Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibu- ang dan diinjak orang.”Tuhan Yesus mengatakan bahwa murid-murid-Nya adalah garam. Analo- gi ini bisa mengandung beberapa arti: Garam dipakai sebagai pengawet, maka orang Kristen berfungsi untuk menekan kejahatan dan ‘mengawetkan’ kebaikan dalam dunia ini. Garam juga digunakan sebagai sebuah ekspresi untuk kemurnian: kebeningan garam menjadikannya menarik untuk diberikan sebagai persembahan dalam ibadah. Orang Kristen berfungsi se- bagai pemurni dalam dunia yang telah tercemar ini. Tetapi mungkin penggunaan utama dari garam yang Tuhan Yesus rujuk adalah sebagai peningkat rasa. Orang Kristen berfungsi se- bagai menambah rasa pada kehidupan. Komunitas Kristen seharusnya menjalani hidup sedemikian rupa sehingga hidup menjadi memiliki rasa dan layak dihidupi, sebuah hidup yang mewujudkan karakter Kristus. Di dalam Alkitab versi The Message, ayat ini diterjemahkan, “Kamu di sini untuk menjadi garam penambah rasa sehingga rasa-Allah bisa nyata dalam dunia ini.” Hidup yang seperti ini adalah hidup yang bersukacita dan dibangun di atas fondasi pengharapan untuk meningkatkan kualitas hidup orang lain. Orang Kristen yang hidup seperti ini akan be- rusaha mencari beragam cara untuk menambahkan sesuatu, misalnya sesekali membawa ma- kanan ringan ke tempat kerja mereka, membantu ekonomi orang lain melalui pelatihan usaha kecil dan sebagainya. Ketiga, indra penglihatan. Yesus mengatakan, “Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletak- kannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di da- lam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka
melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” (Matius 5:14-16). Ter- ang berfungsi untuk menerangi, memberi bimbingan, mengingatkan kita akan bahaya. Itu berarti orang Kristen berperan untuk mengenyahkan kegelapan. Kita datang sebagai terang ke dalam dunia yang gelap karena dosa. Alkitab versi the Message mengatakan: “Allah bukan rahasia yang perlu disimpan. Kita perlu menyatakannya ke semua orang, seperti halnya kota di atas bukit … Bersinarlah! Bukalah rumahmu, bermurah-hatilah dalam hidupmu. Dengan terbuka kepada orang lain, Anda bisa membuat banyak orang terbuka kepada Allah, Bapa di surga yang murah hati.”Oswald Chambers mengatakan bahwa menjadi terang berarti menjadi orang Kristen yang menyolok, mengizinkan orang banyak melihat iman kita. Terang mewujud melalui per- buatan kasih yang terlihat. Keempat, indra peraba. Matius 25:40 mencatat perkataan Yesus, “… Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”Tuhan Yesus menegaskan bahwa kita per- lu menggunakan indra peraba untuk melayani kebutuhan manusia. Kita dipanggil untuk menjadi tangan belas kasihan Allah kepada dunia dan manusia yang sedang terluka. Tuhan Yesus mengatakan, “semua sentuhan dan pelayanan yang kamu lakukan bagi salah seorang yang pal- ing hina ini, kamu sedang menyentuh Aku.” Sebagai contoh, ada seorang dokter gigi yang memberi satu bulan dalam setahun untuk mem- berikan pelayanan gratis di tempat misi dan itu memberinya banyak kesempatan bersaksi di tem- pat kerja asalnya. Seperti pelayanan Tuhan Yesus di dunia maka pelayanan kita perlu melibat- kan sentuhan, bukan hanya kepada orang yang nyaman dipandang atau bisa berterima kasih atau meningkatkan derajat kita, tetapi juga kepada orang-orang yang tidak berdaya, najis, yang dibuang oleh masyarakat, dan yang miskin. Kelima, indra penciuman. Rasul Paulus mengatakan dalam 2 Kor 2:14-16, “Tetapi syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenangan-Nya. Dengan perantaraan kami Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana. Sebab bagi Allah kami adalah bau yang harum dari Kristus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan di antara mereka yang binasa. Bagi yang terakhir kami adalah bau kematian yang mematikan dan bagi yang pertama bau kehidupan yang menghidupkan. Tetapi siapakah yang sanggup menunaikan tugas yang demikian?” Ia mengajarkan bahwa kita harus menjadi bau yang harum dari Kristus, baik dalam perilaku, sikap, kebiasaan kerja, relasi, pelayanan terhadap orang lain. Semuanya harus menyebar laksana parfum yang menyenangkan. Namun jangan lupa bahwa bau harum kita tidak selalu diterima dengan baik. Bagi sebagian orang, kita adalah ‘bau kematian’ karena perilaku kita yang seperti Kristus membuat mereka merasa dihakimi.Menjadi bau harum dari Kristus dalam dunia berarti berkarya nyata yang dapat meninggalkan bau kasih Kristus sehingga orang lain bisa merenungkannya. Roh Kudus memberi kita kuasa untuk menjadi saksi. Karena itu kita perlu menjadi saksi yang lengkap dengan memanfaatkan semua indra yang ada. Inilah tantangan bagi kita untuk selalu bertanya: Bagaimana saya bersuara hari ini? Bagaimana saya menambah rasa hari ini? Bagaimana saya terlihat hari ini? Siapa yang bisa saya jamah hari ini? Bagaimana saya bisa meninggalkan bau harum Kristus hari ini?
Belajar Penginjilan Dari Yesus (Yohanes 4:3-26) Orang-orang Kristen tidak hanya dihidupkan oleh Injil dan dipanggil untuk menghidupi Injil, melainkan juga un- tuk hidup bagi Injil. Memberitakan Injil adalah salah satu wujud kehidupan yang dipersembahkan bagi Injil. Sa- yangnya, tidak semua orang Kristen bergairah dalam membagikan Injil. Banyak dalih dimajukan sebagai pembenaran. Sifat pemalu. Tidak fasih bicara. Tidak tahu caranya. Takut di- tolak. Kuatir tidak dapat melaksanakan dengan baik. Dan masih banyak segudang dalih yang lain. Teks hari ini akan mengajarkan prinsip-prinsip penting dalam pekabaran Injil. Ada dua bagian besar yang akan kita pelajari: prinsip dan strategi. Prinsip bersifat teoritis (konsep). Strategi bersifat praktis (cara). Prinsip pekabaran Injil Percakapan antara Yesus dan perempuan Samaria bukan ditulis sebagai buku panduan pekabaran Injil. Ada tujuan teologis lain di balik penulisan kisah ini. Bagaimanapun, beberapa prinsip penting tentang penginjilan tetap dapat ditarik dari cerita yang terkenal ini. Yang terutama, penginjilan merupakan keharusan. Pemunculan kata “harus” (edei) di ayat 4 cukup mengaget- kan. Secara geografis, perjalanan dari Yudea ke Galilea (4:3) tidak harus melewati daerah Samaria. Banyak orang Yahudi justru memilih jalan lain yang agak memutar supaya mereka tidak usah melintasi Samaria. Kita sebaiknya memahami keharusan ini sebagai keharusan ilahi. Maksudnya, ada rencana Allah yang me- mang harus digenapi melalui Yesus Kristus. Penafsiran seperti ini juga mendapat dukungan dari konteks. Di
ayat 34 Tuhan Yesus mengajarkan bahwa melakukan kehendak Bapa adalah makanan-Nya. Sesuatu yang harus ada, bukan pili- han. Lalu Dia menerangkan lebih lanjut bahwa kehendak itu berkai- tan dengan penuaian jiwa-jiwa yang terhilang (4:35-38). Yang lebih menarik, keharusan ilahi ini (4:4) muncul sesudah kesuksesan pelayanan Yesus Kristus di Yudea (3:28; 4:1-2). Pela- yanan publik di depan banyak orang tidak meniadakan pelayanan pribadi pada seseorang. Yesus bukan hanya secara sengaja menghindari sorotan dari golongan Farisi (4:1; bdk. 1:19-25). Dia juga secara sengaja mendatangi perempuan Samaria. Berikutnya, penginjilan membutuhkan kepekaan kultural dan personal. Tidak sukar untuk menemukan bahwa percakapan dengan perempuan Samaria (4:3-26) sangat berbeda dengan percakapan dengan Nikodemus (3:1-21). Yang satu perempuan, yang satu laki-laki. Yang satu di siang hari, yang lain di malam hari. Yang satu kepada orang yang tidak terpandang, yang satu kepada pemimpin agama Yahudi. Yang satu orang Samaria, yang satu orang Yahudi. Tidak heran, strategi penginjilan yang dilakukan pun berlainan. Dalam dunia teologi, strategi seperti ini disebut kontekstualisasi, yaitu bagaimana membagikan Injil dengan cara-cara yang sesuai dengan budaya dan situasi pendengar. Berita Injil sendiri tidak diubah. Hanya kemasan dan strategi pemberitaan yang disesuaikan. Injil tetap satu dan untuk semua orang. Namun, penyampaiannya harus dilakukan secara bijaksana sesuai keadaan seseorang. Strategi pekabaran Injil Alkitab memberikan beberapa contoh pekabaran Injil. Masing-masing mengajarkan tentang strategi penginjilan yang berbeda-beda. Hari ini kita hanya akan berfokus pada teks kita saja. Ada beberapa strategi penting yang perlu digarisbawahi. Pertama, kita harus mau melewati batasan-batasan sosial dan kultural (ayat 6-9). Pem- bacaan yang teliti akan menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh Yesus dalam cerita ini sebenarnya tidak lazim. Seorang Yahudi tidak akan mau bercakap-cakap dengan orang Samaria, apalagi meminta air dari dia (4:7, 9). Menurut budaya Yahudi pada waktu itu, menggunakan alat yang sama dengan yang digunakan oleh orang Samaria (timba) akan menjadikan seorang Yahudi najis. Sebagai seorang rabi (bdk. 3:10), Yesus juga tidak akan mau berbinncang-bincang dengan seorang perempuan, apalagi yang bukan dari antara orang Ya- hudi. Bahkan murid-murid-Nya sendiri merasa heran ketika mereka melihat Yesus bercakap-cakap dengan seorang perempuan (4:27). Secara umum bangsa Yahudi memang tidak bergaul dengan bangsa Samaria. Akar historis permusuhan ini sudah lama ada. Bangsa Yahudi dari kerajaan Yehudi di selatan, sedangkan Samaria dari kerajaan Israel di utara. Berkali-kali dua bangsa ini saling berperang. Pada waktu dikalahkan oleh bangsa Asyur, kerajaan Israel disebar ke berbagai tempat kekuasaan Asyur, sementara bangsa-bangsa lain ditempatkan di wilayah utara. Tidak terelakkan, perkawinan campur terjadi antar bangsa-bangsa tersebut. Itulah sebabnya orang-orang Sa- maria dipandang rendah oleh bangsa Yahudi. Ditambah dengan beberapa kali pertikaian yang terjadi bebera- pa abad sesudah kelahiran Yesus Kristus, pertikaian ini menjadi semakin kuat. Perbedaan teologis di antara mereka (jumlah kitab suci, pusat ibadah, dsb) juga mempertebal kebencian masing-masing. Kedua, kita harus memanfaatkan situasi konkrit untuk menarik perhatian orang lain pada Injil (ayat 10-15). Pembicaraan tentang air hidup di dekat sebuah sumur merupakan strategi yang jitu. Sangat relevan. Di tengah
terik matahari siang dan iklim Palestina yang sangat panas, siapa yang tidak memahami betapa pentingnya air? Semua orang membutuhkan air. Dengan demikian keberadaan sumur (atau sungai) juga menjadi satu ele- men kehidupan yang terpenting. Yesus memulai pekabaran Injil dari sana. Dari sesuatu yang sama-sama diketahui. Dari sesuatu yang sama-sama dibutuhkan dan dipentingkan. Yesus Kristus tidak hanya menyinggung tentang air sumur. Dia memahami betapa pentingnya sumur ini bagi bangsa Samaria. Sumur Yakub lebih dari sekadar sumber air. Sumur ini adalah sumber kebanggaan. Mereka adalah keturunan Yakub (Israel), terlepas dari bagaimana bangsa Yahudi memahami mereka. Tidak heran, perempuan ini langsung membandingkan Yesus dengan Yakub (4:11-12). Jadi, sumur ini memiliki nilai penting yang ganda bagi perempuan Samaria. Di tengah situasi seperti inilah Yesus mencoba untuk menarik perhatiannya. Dia menjanjikan air walaupun Dia tidak membawa timba (4:11). Bagaimana Dia bisa memberikan air sedangkan Dia sendiri tidak membawa tim- ba dan bahkan baru saja meminta air dari perempuan itu? Air yang Dia janjikan juga jauh lebih menarik da- ripada air sumur Yakub (4:13-14). Apakah Dia benar-benar lebih besar daripada Yakub? Ketiga, kita perlu mengungkapkan keberdosaan seseorang secara tepat (ayat 16-19). Momen menimba air mungkin menjadi momen yang paling menyiksa bagi perempuan ini. Dia tidak bergabung dengan perempuan- perempuan lain yang biasa ke sumur pada waktu sore hari. Dia memilih terkena sinar matahari yang terik da- ripada berkumpul bersama perempuan-perempuan lain. Dia sadar siapa dirinya. Dia tahu bahwa masyarakat sukar untuk menerima dia apa adanya. Itulah sebabnya dia begitu tertarik dengan tawaran Yesus tentang air hidup. Dia tidak perlu lagi pergi ke sumur Yakub (4:15). Momen kesendirian, ketertolakan, dan kepanasan se- tiap kali mengambil air dari sumur akan segera berlalu. Perempuan ini tidak menyadari bahwa kasih karunia Allah yang besar dan indah akan terlihat lebih kentara pada saat seseorang menyadari kehinaan dirinya. Mereka yang tidak memahami keindahan kasih karunia tid- ak akan menginginkannya (4:10). Mereka yang tidak menyadari keberdosaannya tidak akan memahami kasih karunia Allah. Semakin besar pemahaman dan kesadaran kita terhadap keberdosaan diri kita semakin besar pula pemahaman dan kesadaran kita terhadap kasih karunia Allah yang menutupi dosa tersebut. Itulah sebabnya, Yesus sengaja menunjukkan keberdosaannya. Dia mengungkapkan ini dengan cara yang ajaib, persuasif, dan lembut. Sama seperti Dia mengenal Natanael (1:47-51) dan hati semua orang (3:23-25), demikian pula Dia mengenal perempuan ini. Namun, Dia tidak langsung menanyai perempuan ini tentang sua- minya atau langsung menegur perempuan itu. Dia meminta perempuan ini untuk memanggil suaminya. Per- mintaan ini jelas sangat mengagetkan. Tatkala perempuan ini mengatakan bahwa dia tidak mempunyai suami, Yesus mengapresiasi jawaban itu. Dua kali Yesus menimpali: “Tepat katamu” (4:17) dan “engkau berkata benar” (4:18). Namun, justru di balik “kebenaran” inilah terkuak kehidupan yang tidak benar. Perempuan ini tinggal serumah dengan laki-laki yang bukan suaminya. Dia juga sebelumnya sudah memiliki lima suami. Kemungkinan besar dia berkali-kali men- galami kawin-cerai. Keempat, kita sebaiknya menghindari perbedaan yang tidak esensial (ayat 20-24). Sesudah mengakui Yesus sebagai seorang nabi gara-gara bisa mengetahui kehidupan pribadinya, perempuan Samaria itu langsung menggeser topik ke arah pusat ibadah (4:20). Tidak terlalu jelas apakah dia sengaja menghindari dari perb- incangan tentang suaminya ataukah dia memang secara tulus ingin menyakan isu teologis ini kepada Yesus
Gereja dan Corona: Tradisi Kristen Tangani Wabah Selama Ribuan Tahun Teologi praktis yang menegaskan aspek kepedulian, pengorbanan, dan komunitas kini berperan sangat penting di tengah pandemi COVID-19. Sepanjang sejarah wabah, umat Kristiani menunjukkan pengorbanan dan pengabdian kepada sesama, di luar komunitas Kristen sekalipun. Dengan adanya wabah corona, Gereja kini dituntut untuk kembali menginspirasi dan meredakan kekalutan jemaat. Dunia modern tiba-tiba menjadi akrab dengan teman perjalanan tertua dalam sejarah manusia: ketakutan eksistensial serta ketakutan akan kematian yang tak terhindarkan dan tak dapat dielakkan. Belum ada vaksin atau antibiotik yang ditemukan untuk menyelamatkan umat manu- sia dari wabah virus corona baru saat ini. Pengalaman ini cukup asing bagi orang-orang modern, sehingga kita pada umumnya kurang mendapatkan dukungan psikologis dan budaya untuk pencegahan pandemi COVID-19 saat ini. Untuk menemukan sumber daya moral demi mengatasi COVID-19, seperti potensi tingkat ke- matian dan ketakutan yang membayangi masyarakat serta sumber daya yang dibangun di masa lalu. Artinya, kita bisa mempelajari kembali bagaimana orang-orang Kristiani dari tradisi Gereja Lutheran telah menangani wabah semacam ini di masa lalu. Sementara orang-orang dari semua kelompok agama dan bahkan kalangan tidak beragama menghadapi penyakit ini, pendekatan khusus terhadap epidemi yang telah diadopsi orang Kristen dari waktu ke waktu layak diungkap- kan kembali. Respons umat Kristen terhadap wabah dan malapetaka dimulai dengan beberapa ajaran Yesus yang paling terkenal: “Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka” (Lukas 6:31); “Kasihilah sesamamu manu- sia seperti mengasihi dirimu sendiri. ” (Markus 12:31), atau “Tidak ada kasih yang lebih be- sar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yohanes 15:13). Sederhananya, etika Kristen di masa wabah menganggap hidup kita sendiri harus selalu dianggap kurang penting daripada kehidupan sesama manusia. Selama periode wabah di era Kekaisaran Romawi, orang-orang Kristen terkenal dengan tradisi kasih semacam itu. Para sejarawan mencatat, Wabah Antonine mengerikan dari abad ke-2 yang mungkin telah membunuh seperempat Kekaisaran Romawi pada akhirnya menyebabkan penyebaran agama Kristen. Umat Kristiani saat itu konon merawat orang sakit dan menawarkan model spiritual ketika wabah bukanlah pekerjaan dewa-dewa yang marah dan berubah-ubah, tetapi hasil dari Penciptaan yang rusak dalam pemberontakan melawan Kasih Allah.
Epidemi yang lebih terkenal adalah Wabah Siprianus. Namanya berasal dari seorang uskup yang menyampaikan kisah penuh warna tentang penyakit tersebut dalam khotbah-khotbahnya. Diduga sebagai penyakit yang berhubungan dengan Ebola, Wabah Siprianus membantu memicu Krisis Abad Ketiga di peradaban Romawi. Namun, wabah itu juga memicu ledakan pertumbuhan Kristen. Khotbah Siprianus memberi tahu orang-orang Kristen untuk tidak berduka bagi para korban wa- bah (yang telah tinggal di surga), tetapi untuk melipatgandakan upaya dalam merawat yang masih hidup. Rekan uskupnya Dionysius menggambarkan bagaimana orang-orang Kristen, “Tanpa peduli bahaya mengambil alih perawatan orang sakit dan memenuhi setiap kebutuhan mereka.” Bukan hanya orang-orang Kristen yang mencatat reaksi umat Kristiani terhadap wabah. Satu abad kemudian, Kaisar Julianus yang secara aktif menganut pagan mengeluh dengan sengit ten- tang bagaimana “orang-orang Galilea” merawat bahkan orang-orang sakit yang bukan Kristen. Sementara itu, sejarawan gereja Pontianus menceritakan bagaimana orang-orang Kristen me- mastikan, “Kebaikan telah dilakukan untuk semua orang, tidak hanya di keluarga umat beriman.” Sosiolog dan ahli demografi agama dari Amerika Serikat Rodney Stark mengklaim, tingkat ke- matian di kota-kota dengan komunitas Kristen mungkin hanya setengah dari kota-kota lain. Kebiasaan perawatan yang penuh pengorbanan ini telah muncul sepanjang sejarah. Pada 1527, ketika wabah pes melanda Wittenberg, Jerman, profesor teologi dan pendiri gerakan Protestan Martin Luther menolak panggilan untuk melarikan diri dari kota dan melindungi dirinya sendiri. Sebaliknya, ia tetap tinggal dan melayani orang sakit. Penolakan untuk melarikan diri tersebut telah mengorbankan putrinya Elizabeth. Namun, pengor- banan itu juga menghasilkan risalah, “Whether Christians Should Flee the Plague”, ketika ia me- nuturkan secara jelas tentang respons epidemi oleh umat Kristen: Kita mati di pos-pos kita. Para dokter Kristen tidak dapat meninggalkan rumah sakit mereka, gubernur Kristen tidak dapat meninggalkan distrik mereka, para pendeta Kristen tidak dapat meninggalkan jemaat mereka. Wabah tidak akan membatalkan tugas kita, menurutnya Martin Luther, melainkan mengubah tu- gas kita menjadi jalan salib, yang dengannya kita harus siap untuk mati. Bagi orang Kristen, lebih baik mati melayani tetangga daripada dikelilingi oleh tumpukan masker yang tidak pernah digunakan. Jika peduli dengan satu sama lain, jika kita berbagi masker dan sabun serta makanan kaleng, jika kita menjadi “penjaga saudara kita”, kita sebenarnya dapat mengurangi jumlah kematian juga. Bagi orang-orang modern yang mengenal teori penyakit akibat kuman, ini semua bisa terdengar agak bodoh. Merawat orang sakit kedengarannya menyenangkan, tetapi kemungkinan besar
menginfeksi orang lain demi menyelamatkan nyawa. Dalam lingkungan medis yang sangat profesional, haruskah orang awam benar-benar menanggung beban perawatan? Di sini, elemen kedua dari pendekatan Kristen muncul: aturan ketat terhadap bunuh diri dan me- lukai diri sendiri. Tubuh adalah anugerah dari Tuhan dan harus dilindungi. Atau, seperti yang dikatakan Martin Luther dalam esainya tentang topik tersebut, manusia tidak boleh “mencobai Tuhan.” Katekismus yang ditulis Luther untuk pengajaran Kristen menguraikan Perintah Kelima “Jangan Membunuh” dengan mengatakan hal ini sebenarnya berarti kita tidak boleh membahayakan orang lain melalui kelalaian atau kecerobohan kita. Esai Luther mendorong orang percaya untuk mematuhi perintah karantina, mengendalikan hama di rumah mereka melalui fumigasi, dan mengambil tindakan pencegahan untuk menghindari penyebaran penyakit. Motif Kristen untuk kebersihan dan sanitasi tidak muncul dalam pemeliharaan diri tetapi dalam etika pelayanan kepada tetangga. Kita ingin merawat orang yang menderita, yang pertama dan terpenting berarti dengan tidak menginfeksi yang sehat. Orang-orang Kristen menciptakan berbagai rumah sakit pertama di Eropa sebagai tempat yang higienis untuk menyediakan perawatan selama masa wabah, dengan memahami kelalaian dapat menyebarkan penyakit lebih lanjut, yang pada kenyataannya tergolong pembunuhan. Perintah-perintah tersebut patut diingat ketika badan-badan keagamaan di Amerika Serikat, Ko- rea Selatan, Singapura, Iran, Hong Kong, Malaysia, dan bahkan Indonesia telah berada di garis depan dalam penularan penyakit COVID-19 secara pesat. Termotivasi oleh keprihatinan ini, Lyman Stone dari Foreign Policy telah menyiapkan buku pegangan yang lengkap untuk gereja-gereja tentang bagaimana mereka dapat memperkuat layanan untuk mengurangi penularan virus corona baru, yang diinformasikan oleh pedoman dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS dan pengalamannya bekerja sebagai misionaris di Hong Kong. Pengorbanan pertama yang harus dilakukan orang Kristen untuk me- melihara sesama adalah kenyamanan diri sendiri, ketika kita dengan antusias berpartisipasi da- lam langkah-langkah sanitasi yang agresif dan menjaga jarak (social distancing). Jenis kerendahan hati semacam ini untuk orang lain adalah kekuatan yang kuat. Masker yang ada di mana-mana mungkin sebenarnya tidak sepenuhnya mencegah infeksi, tetapi berfungsi sebagai pengingat nyata, kita semua saling menjaga satu sama lain. Ketika prosedur sanitasi yang baik tak lagi tentang menyelamatkan kebersihan diri kita sendiri dan mulai mencintai sesa- ma, hal itu tidak hanya menyelamatkan jiwa tetapi juga menghibur jiwa. Terdapat salah satu elemen yang lebih kontroversial dari etika Kristen sepanjang sejarah wabah: Gereja tidak membatalkan pertemuan. Seluruh motivasi pengorbanan pribadi untuk merawat
orang lain dan langkah-langkah lain yang terkait untuk mengurangi infeksi mengandaikan keberadaan komunitas ketika kita semua menjadi pemangku kepentingan. Bahkan ketika kita mengambil komuni dari piring dan gelas yang terpisah untuk meminimalisir risiko, tak lagi berjab- at tangan atau berpelukan, dan duduk berjauhan dari satu sama lain, sesama jemaat masih sal- ing berkomunikasi. Beberapa pengamat akan melihat ini sebagai semacam fanatisme: Orang-orang Kristen sangat terobsesi dengan pergi ke gereja sehingga mereka akan berisiko memicu kemunculan epidemi penyakit. Namun, kasusnya bukan seperti itu sama sekali. Virus corona baru membuat lebih dari 95 per- sen korbannya masih dapat bernapas. Meski demikian, hampir setiap anggota masyarakat mera- sa takut, cemas, terasing, sendirian, dan bertanya-tanya apakah ada yang akan merasa ke- hilangan jika mereka kelak tiada. Dalam masyarakat yang semakin individualis, pandemi COVID-19 dapat dengan cepat bermutasi menjadi epidemi keputusasaan. Kehadiran Gereja berfungsi sebagai panggilan sosial, terutama untuk orang lanjut usia: Mereka yang tidak muncul selama kebaktian harus diperiksa keadaann- ya segera pekan itu. Ketika pekerjaan, sekolah, pertemuan publik, olahraga, perkumpulan hobi, atau bahkan dunia luar sama sekali membatasi pertemuan dan interaksi, kehidupan manusia tak lagi berjalan sebagaimana mestinya. Lyman Stone dari Foreign Policy menyimpulkan, kita mem- butuhkan dukungan moral dan mental dari masyarakat untuk menjadi orang-orang baik yang kita cita-citakan. Pilihan orang Kristen untuk mempertahankan pertemuan mingguan di gereja bukan merupakan sebuah takhayul yang mewah. Ini adalah pilihan yang jernih dan rasional untuk menyeim- bangkan diri. Kita melupakan kegiatan lain dan bersusah payah untuk menjaga diri sebersih mungkin agar dapat berkumpul secara bermakna dan saling mendukung. Tanpa dukungan moral ini, sebagaimana yang dibuktikan warga Kota Wuhan, China dan mungkin orang-orang Italia saat ini, kehidupan dapat menjadi tak tertahankan. Bahkan orang-orang non-Kristen yang menghindari pergi ke gereja dapat menghargai pentingnya mempertahankan interaksi dengan komunitas yang saling peduli dan mendukung. Bersemangatlah untuk berkorban demi orang lain, bahkan dengan mengorbankan hidup kita sendiri. Kita perlu bersikap obsesif dalam menjaga rutinitas higienis yang cermat untuk menghindari menulari orang lain. Kita harus mengandalkan komunitas untuk merawat pikiran dan jiwa. Mereka adalah bintang-bintang pemandu yang telah menggembalakan umat Kristiani me- lalui banyak wabah selama ribuan tahun. Ketika dunia terlambat menyadari fakta era epidemi be- lum berakhir, gagasan-gagasan kuno ini jelas masih relevan di zaman modern. Pdt.Yakub Tri Handoko, Th.M
Daftar Community Of Love (COoL) Daftar Community Of LoVe (COoL) BCM PENGKALAN BCM SILIBIN Kord A/Shift : Cassie Ratih 1. COoL Filadelfia : Vivi L 2. COoL Alfa&Omega : Kiki Maria Kordinator Asmur dan Meru : Esterlina Hutasoit 3. COoL Gloria : Natalia Sembiring 0116153704 4. COoL Immanuel ; Joan Butar Butar 2 5. COoL Sangkakala A : Evelyn 1. COoL Keluarga 1 ; Ibu Kezia Sri 6. COoL Faith : Rina Ambarita 2. COoL Taman Meru : Dorcas Dewi 7. COoL Rajawali ; Rinta 3. Taman Meru BB 2 : Laura Elfrida 8. COoL Anak Baru; Cassie Ratih 4. Asrama Murni AA1 : Marissa Hillary 5. Asrama Murni AA2 : Sari Zega Kord B/Shift : Sartika Napitu 6. Asrama Murni AA3 : Esterlina Hutasoit 7. Asmur BB1– Victory : Indah 1. COoL Sangkakala B : Sartika Napitu 8. Asmur BB3- : Ester Nellly 2. COoL Bethesda : Betaria Lumban Batu 9. Asmur BB4 —Glory : Sarmiani Damanik 3. COOL Ekklesia ; Ibu Lydia Ginting 10. Asmur CC1-Grace : Ruth Ira 4. COoL Anugerah : Rebecca Situmorang 11. Asmur CC2-Alena : Ika Alexandra Saragi 5. COoL Glory ; Annaria Sihombing 12. Asmur CC3-Helsa : Rina Tambunan 13. COOl Mapa : Eninta Florentina Kord C/Shift : Ibu Roma Aritonang Daftar Community Of Love (COoL) 1. COoL Maranatha :Siska Telaumbanua Sitiawan 2. COoL Haleluya1 : Martha Indri 3. COoL Haleluya2: Ibu Roma Aritonang 1. Keluarga Sitiawan ; Ibu Novi Simanjuntak 4. COoL Putri Sion : Naomi Triana 2. COoL Cengkat jering ; 5. COoL Igreya : Lindy Tetty R 3. COoL Merbau : 6. COoL Grace boru ni Raja : Helmi S 7. COoL Yobel 1 : Berliana Limbong 8. COoL Yobel 2 : Tabitha Helmi 9. COoL Elshadai : Renia Sihombing 10. COoL Sangkakala C : Riwani Kord Panorama dan Pinji : Yenida Sinaga No HP Kordinator Lainnya Kordi Ibadah Sitiawan ; Ibu Novi 01131741224 1. COoL Eirene : Yenida 2. COoL Agape : Agustria Tamborine : Amelia Bestaria 89530694 3. COoL Hebron : Ibu Saut 4. COoL Batsyeba : Firma Dancer : Nahum 01121511736 Tiang Doa : Naomi Triana 0184628027 5. COoL Agatha : Melidar Simbolon Sek Minggu Silibin: Dorcas Dewi 01136139590 6. COoL Emmanuel ; Lestary 7. COoL Joy : Novita 8. COoL Talent : Laura Unisem A/S ; Cassie Ratih 011114210060 9. COoL Gift : Frida Unisem B/S : Nia Suardina 01137882528 10. COoL Atarah : Risda Manik Unisem C/S : Ibu Roma 01137810720 11. COoL Filadelfia : Susiwanti Panorama & Salutica ; Yenida 0102912209 12. COoL Betsaida : Asri Manurung 13. COoL Liora : Juwita 14. COoL Grace : Astri Hutapea 15. COoL Angela 1 ; Ivana 16. COoL Angela 2 : Fitri Eka 17. COoL Alpha : Irawati 18. COoL Wanita Teladan : Uli Ulina P 19. COoL CC3 : Samot 20.COoL Pinji Anak Baru: Elma Theana
Daftar Community Of Love (COoL) No HP Kordinator KLEBANG RESTU 1. Finisar Q/S : Mida Sagala 0142381370 Kord Finisar S/Shift : Lena Veronica 1. Putri Sion 1 : Elisabateh 2. Finisar R/ S : Hilda Neni 01151937101 2. Putri Sion 2 ; Tirza Manalu 3. Putri Sion 4 ; Cornelia 2 3. Finisar S/S : Veronica Lena 01136138864 4. Putri Sion 5 : Hanna Sirait Kord Kamaya X : Lamria Nababan 4. Yamaha ; Irma Hariyati —0123439536 1. COoL Kemenangan: Irma Aritonang 5. Kamaya 1 : Lamria — 0 11116393061 2. COoL Kasih : Fitry Simatupang 6. Kamaya 2 : Christina —01139529821 3. COoL Yehovah Shalom: Lamria N 7. MMC ; Saurma Sinaga—01139520436 4. COoL Yehovah Jireh : Yohana Kord Yamaha ; Irma Hariyati Napitupulu Kord Kamaya Y : Christina 1. COoL Gab Yamaha ; Siska Maria 1. COoL Tehilah : Mery Aritonang Kord Finisar R/Shift: Hilda 2. COoL Kelbang Ria : Dina Sihombing 1. Cool Wing Onn : Aramintha 3. COoL Immanuel ; Risma 2. COoL Anugrah 1 : Rokaya Simanjuntak 4. Putri Sion : Nurhayati 3. COoL Anugrah 2 : Hilda 5. Filadelfia : Christina 4. COoL Anugrah 3 ; Roindah Tamba 5. COoL Anugrah 4 : Satriani Kord Finisar Q /Shift : Helmida Sagala 1. Wing Onn 1 : Zelda Kata Bijak Untuk Para Pemimpin dan Gembala 2. Khantan Immanuel 1 : Rini Sinaga 3. Khantan Immanuel 2 : Mastinar S “Seorang pemimpin mampu menyen- 4. Khantan Immanuel 3 : Martha S tuh hati orang lain sebelum meminta 5. Khantan Immanuel 4 : Winda N mereka melakukan sesuatu.” Kord MMC; Saurma Sinaga 1. COoL Eklesia : Romaito – John Maxwell 2. COoL Eliezer : Debora Purba 3. COoL Putri Sion : Nira Ambarita Kamu harus menjadi pribadi yang baik. 4. MMC Gefira : Dewinta Purba Kamu harus mampu mendekati orang lain se- 5. MMC Talitakum : Yusnita hingga mereka bisa menyukaimu. Apabila hal 6. MMC Kasih : Lydia Simanjuntak ini sudah kamu lakukan, meminta mereka un- Imperial Tambun & Klebang tuk melakukan sesuatu akan sangat mudah bagimu. Hasil yang diberikan pun tentunya Kord : Tamara Esti akan lebih baik karena mereka ikhlas dan se- 1. Blok Unshakeable Woman ; Emelia mangat dalam menjalankannya. Sinaga 2. Blok A Tambun : Evi Sialagan “Seorang pemimpin adalah seorang 3. Blok F Tambun : Mai Santa Clara penjual harapan.“ 4. Imperial Kasih : Tamara 5. Imperial Hosana : Debora Hutasoit – Napoleon Bonaparte 6. Imperial YES ; Mida Manurung 7. Imperial Blok H ; Romma Haloho Pemimpin yang baik ialah pemimpin yang 8. Ibu Ibu Bijaksana ; Ibu Hertina S bisa menumbuhkan sebuah harapan pada pengikutnya. Dengan adanya harapan yang tumbuh di hati, akan tergerak untuk melakukan suatu tindakan nyata demi mereal- isasikan suatu harapan tersebut menjadi ken- yataan.
SELURUH IBADAH RAYA MINGGU SAMPAI TANGGAL 12 APRIL 2020 DIL- AKUKAN SECARA ONLINE—LINK ONLINE AKAN DI BAGIKAN SETIAP JUMAT/SABTU PERJAMUAN KUDUS BULAN APRIL AKAN DISATUKAN DENGAN IBA- DAH JUMAT AGUNG SECARA ONLINE DEMIKIAN JUGA DENGAN IBA- DAH PASKAH . SAATNYA KEGERAKAN DOA SYAFAAT DAN PELAYANAN PROFETIK DILAKUKAN SEKARANG INI. MARI LAYANI TUHAN DAN TEIMA KARUNIA ROH KUDUS Matthew 18:19-20 19 Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. 20 Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.\" ❤2Tawarikh 7:14❤ Mari ber PUASA 40 HARI —-1 Maret - s/ d Jumat Agung.—-10 April-2020. Pray-syafaat - praise -Worship- & words ( firman) - mendengar suaraNYA. ❤- Hampiri TUHAN dan masuk dlm HadiratNYA. ❤-Alami kemuliaan NYA: Keluaran 33:18-19 ; Exodus 33:18-19 ; -His goodness -The name of JESUS -His mercy n -compassion. ❤- rindukan untuk mulai punya pengalaman Supranatural dgn YESUS melalui lawatan Roh KudusNYA. ❤- Bersyafaat dan bangun keintiman dgn TUHAN utk tau hatiNYA buat jiwa2. —1 Tim 2:1-4.( ay 4) —2 petrus 3:9. ❤-Doakan utk wabah yg melanda dunia- COVID- 19.- Pray for INDONESIA, umatNYA- Sesuai : -Mazmur 62:8 ; -Mazmur 18:2. ; Yeremia 33:6 ; Mazmur 121 ; -Mazmur 91. ❤- Doa buat pencurahan Roh kudus dizaman dan generasi ini - doa buat Tuaian besar di akhir zaman..
MO T I V A S I & ART I KE L VISI, MISI DAN TUJUAN LOKAL BETHANY CHURCH IPOH PERAK 2020 Y VISI LOKAL : GENERASI MILENIAL MEMENUHI PANGGILAN SPESIAL PANTEKOSTA KETIGA DI AKHIR ZAMAN. MISI : MENJADI GENERASI GENERASI MUDA YANG AKAN MEMIMPIN GEREJA – GEREJA TUHAN AKHIR ZAMAN DENGAN KAPASITAS KERAJAAN SURGA DALAM DOA, PUJIAN DAN PENYEMBAHAN YANG INTIM DENGAN TUHAN SEHINGGA MENJADI GENERASI PENEROBOS DALAM KEHIDUPAN ROHANI DI SELURUH ASPEK KEHIDUPAN . GEN- ERASI MILENIAL MENJADI GENERASI YANG PROFETIK , TAJAM DAN PEKA DENGAN ROH KUDUS DALAM KARUNIA KARUNIA PELAYANAN YANG PADA AKHIRNYA MEN- JADI GENERASI YANG MENUAI JIWA JIWA UNTUK KEMULIAAN TUHAN. TUJUAN : 1. SUPAYA GENERASI INI MENERIMA WARISAN GEREJA DALAM MATIUS 16:18-19, YAITU ALAM MAUT TIDAK AKAN MENGUASAINYA DAN KEDUA MEREKA AKAN MENERIMA KUNCI KERAJAN SURGA. 2. SUPAYA GENERASI INI BERPALING KEPADA ORANG TUA MEREKA DAN ORANGTUA MEREKA JUGA BERPALING KEPADA ANAK ANAK SEHINGGA MENERIMA WARISAN KELUARGA YANG PERNAH HILANG KARENA DOSA DAN KUTUK (KEJADIAN 1:26- 28).
Search
Read the Text Version
- 1 - 17
Pages: