Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006 ISSN : 0854-7108 Kajian Psikologis Kebermaknaan Hidup Sumanto mendapat respon dari „normative theorists“ (Metz, 2002). Debats (1995) berpendapat bahwa kebermaknaan merupakan persoalan penting dalam eksistensi manusia, terlebih lagi dalam Perubahan dunia sekitar, baik yang masyarakat modern sehingga akhir‐ bersifat konstruktif maupun destruktif, akhir ini menurut Reker, Wong, and Fry menjadi bagian yang tak terpisahkan mulai mendapat perhatian dalam dengan kehidupan manusia. Setiap psikologi kontemporer (Harries, 2003). terjadi perubahan lingkungan, manusia Meskipun kebermaknaan hidup penting harus mengambil keputusan intrinsik‐ untuk dibahas, akan tetapi oleh karena pribadi sebagai konsekuensi interaksi masih sedikitnya penelitian di bidang manusia dengan dunia sekitarnya. tersebut, prediksi‐prediksi sebagian Kegagalan manusia dalam menemukan besar harus dilakukan secara teoritis orientasi intrinsik di tengah berbagai (Harries, 2004). kemungkinan yang tak terhitung banyaknya berpotensi menimbulkan Menurut Myers (2003), psikologi kecemasan yang menjadi salah satu sebenarnya dapat berperan membantu ancaman terhadap kebermaknaan hidup menemukan jawaban atas pertanyaan manusia. Sebaliknya, keberhasilan mene‐ faktor‐faktor yang menyebabkan orang mukan orientasi dan membuat kepu‐ berbahagia di tengah pelbagai tusan prbadi dalam mengatasi krisis perubahan. Meskipun hal tersebut dapat mendatangkan pengalaman‐pengalaman dilakukan, selama hampir satu abad, emosi positif yang merupakan salah satu pertanyaan tentang aspek yang menda‐ unsur penting dalam kebermaknaan tangkan dan meningkatkan kebahagiaan hidup. Yang menjadi masalah bagi setiap hampir tidak pernah dijawab, orang adalah bagaimana cara pertanyaan lebih banyak difokuskan memperoleh kebermaknaan hidup di pada aspek negatif dari kehidupan tengah lajunya percepatan perubahan manusia. Perhatian psikolog terhadap akibat modernisasi seperti sekarang ini. Kebutuhan akan kebermaknaan sangat mendesak bagi masyarakat modern, tetapi nampaknya kurang 115
116 Sumanto penyakit lebih besar dibanding terhadap 1998 mengatakan bahwa tugas kepre‐ kesehatan. Masalah rasa takut juga lebih sidenannya adalah menumbuhkan ilmu mendapat perhatian dibanding kebera‐ pengetahuan baru yang diperkenalkan nian, dan perilaku agresi lebih banyak dengan nama psikologi positif. Psikologi diteliti dibanding cinta‐kasih. positif dinyatakan sebagai suatu ilmu yang ingin mengubah penekanan dalam Menurut penelusuran Csikszentmi‐ psikologi dari suatu model penyakit ke halyi (1999) pada abstrak psikologi, sejak suatu model sehat untuk melengkapi tahun 1887 hingga tahun 1997 apa yang sudah dikembangkan ahli ditemukan artikel‐artikel aspek positif psikologi terdahulu. Tujuan psikologi dan negatif kehidupan manusia dalam positif adalah memahami, membangun, perbandingan yang tidak seimbang; dan memberdayakan kekuatan‐kekuatan terdapat 8.072 artikel kemarahan, 57.800 manusia (Diener & Diener, 2003). Sejak artikel kecemasan, dan 70.856 artikel psikologi positif diperkenalkan sampai depresi dan hanya 851 artikel tentang saat ini jawaban atas pertanyaan apa kegembiraan, 2.958 artikel kesejahteraan yang membuat kehidupan bermakna subyektif, dan 5.701 artikel kepuasan masih kurang mendapat perhatian dari hidup. Perbandingannya adalah 17:1. para ahli “there is relatively little philo‐ sophical literature on life’s meaning” Jauh sebelum dampak persaingan (Metz, 2002). global ini menjadi masalah di tengah masyarakat, masalah yang sejenis MODERNISASI SEBAGAI ANCA‐ dengan kebahagiaan sudah mulai MAN TERHADAP KEBERMAKNAAN menjadi perhatian ahli‐ahli psikologi. HIDUP Seligman (1988) berpendapat bahwa psikologi dapat melakukan peran yang Menjelang dan pasca Perang Dunia I, penting untuk menolong mencarikan gejala meningkatnya kecemasan yang jalan keluar bagi umat manusia untuk dialami umat manusia sudah dirasakan dapat memiliki kehidupan yang (Wulf, 1999 hal 1). Wulf mencatat bermakna meski hidup dalam dunia pendapat ahli filsafat Jerman, Max yang penuh dengan ketidak‐pastian dan Scheler (1928), yang menulis dalam masa persaingan. Gagasan tersebut mendapat kemelut menjelang pecahnya Perang sambutan positif dari APA (American Dunia I, bahwa umat manusia Psychological Association), suatu organi‐ mengalami kesulitan yang belum pernah sasi ilmuwan terbesar di dunia, yang dialami sebelumnya sepanjang sejarah. memiliki 159.000 anggota. Seligman Menurut sumber tersebut, di Amerika (1998), yang juga sebagai presiden APA, pada waktu yang bersamaan, Walter dalam sambutan pada konferensi Horton menyoroti adanya gelombang tahunan APA di San Fransisco tahun ISSN : 0854-7108 Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006
Kajian Psikologis Kebermaknaan Hidup 117 depresi spiritual dan sikap skeptis mesin dan teknologi. Ia meramalkan terhadap agama yang melanda masya‐ bahwa manusia akan sarat dengan rakat luas. Beberapa tahun kemudian, penyamarataan sehingga akan memus‐ Rollo May (1953) mengamati kenyataan nahkan keunikan manusia sebagai yang tak dapat disangkal bahwa pribadi dan akan menyebabkan timbul‐ manusia hidup dalam abad kecemasan, nya frustasi. Menurut Kirkegaard, dalam pergolakan standar dan nilai, dan manusia massa membuat individu dalam ancaman keamanan hidup yang terasing dari dirinya sendiri, mengalami serius (Wulf, 1999 hal 1). aliensi diri, dan tidak mengalami eksistensinya yang sejati. Eksistensi bagi Bahaya yang dihadapi manusia pada manusia adalah tugas pribadi sehingga abad mesin dan teknologi sudah harus disertai tanggung jawab; tidak disampaikan oleh beberapa tokoh sekedar berada dalam massa eksistensi eksistensialis sejak awal abad 19. Mereka yang tidak memungkinkan individu juga memiliki berbagai pandangan memilih dan mengambil keputusan serta tentang kebermaknaan hidup untuk bertindak atas tanggung jawab pribadi menyongsong kedatangan abad modern. (hal. 31). Tokoh eksistensial lain yang Menurut tokoh eksistensialisme sudah menyadari bahaya dampak Denmark, Kierkegaard (1813‐1855), hidup perubahan akibat modernisasi jauh‐jauh bukanlah sekedar sesuatu sebagaimana hari sebelum hal itu menjadi kenyataan kita fikirkan, melainkan sebagaimana antara lain adalah Nietzsche (1844‐1900), kita hayati (Fuad Hassan, 1992 h.24). Nicholas Alexandrovitch Berdyaev Makin mendalam penghayatan sese‐ (1874‐1948), Karl Jaspers (1910‐1969), dan orang terhadap perihal kehidupan, Jean‐Paul Sartre, tokoh eksistensial makin bermaknalah kehidupannya. Perancis yang lahir pada awal abad 20 Menurut pendapatnya, penghayatan (Hassan, 1992) eksistensial adalah kedekatan dengan Tuhan; makin seseorang mendekati Pada dewasa ini terbukti bahwa kesempurnaan, makin ia membutuhkan modernisasi telah menggeser budaya Tuhan. tradisional menuju budaya modern yang materialistis. Ekploitasi sumber daya Dalam karyanya yang berjudul „The alam dengan memanfaatkan teknologi Present Age“ (hal 8) Kierkegaard sudah canggih menghasilkan kekayaan materi mengingatkan akan adanya bahaya yang yang tidak merata. Akibat kerakusan akan dihadapi manusia akibat muncul‐ manusia, baik yang berkelimpahan mau‐ nya zaman yang penuh penyamarataan. pun yang kekurangan saling bersaing Dengan wawasan yang tajam ia sudah sehingga tidak dapat menikmati kesejah‐ mengingatkan akan terjadinya masalah teraan seperti yang diharapkan. Tepat yang akan dihadapi manusia pada abad seperti yang diramalkan Nietzsche pada Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006 ISSN : 0854-7108
118 Sumanto tahun 1887 bahwa pada abad modern kondisikan masyarakat cenderung persamaan hak dan derajat antar menderita secara kejiwaan dan cende‐ manusia dan antar bangsa itu omong rung melakukan bunuh diri (Jundi, 1991 kosong; yang ada adalah persaingan h. 87). Ancaman tersebut menimpa atau “perang”. Kehidupan modern masyarakat negara‐negara maju. Di membuat manusia semakin egois Swedia, Denmark, Amerika Serikat, dan sehingga hasil ekploitasi sumber daya Jepang yang merupakan negara tingkat alam dengan teknologi modern tidak kesejahteraannya sangat tinggi justru mampu meningkatkan kemakmuran angka bunuh diri di sana terus secara merata tetapi justru menciptakan bertambah secara signifikan. Jumlah kesenjangan; yang kuat semakin kuat orang bunuh diri semakin meningkat di yang lemah semakin lemah. Penguasaan negara‐negara maju tersebut seiring teknologi di zaman globalisasi telah dengan semakin kompleksnya masalah menjadi senjata ampuh bagi negara‐ masyarakat yang mengalami pening‐ negara maju untuk memperkuat katan kesejahteraan (Kartono, 2000 h. dominasinya. 142). Persaingan untuk saling menguasai TEORI‐TEORI KEBERMAKNAAN semacam itu merambah sampai level HIDUP individu. Perebutan untuk saling menguasai semakin terbuka dan sering Meskipun manusia membutuhkan menimbulkan ketegangan antar bangsa, kebermaknaan hidup, Leath (1999) kesenjangan sosial di masyarakat, serta mengutip pendapat Skinner bahwa ada menyebabkan depresi, frustasi, dan kekaburan dalam membahasakan keresahan pada tingkat individual. Budi konsep kebermaknan hidup sehingga Winarno memberikan istilah globalisasi perlu pengkajian mendalam untuk neoliberal untuk persaingan era global mengoperasionalkannya. Debats (1995), sekarang ini dan menurutnya persaingan juga berpendapat bahwa kebermaknaan tersebut telah menyumbangkan timbul‐ hidup dipandang sebagai konsep yang nya krisis pembangunan di negara kurang jelas untuk kepentingan psiko‐ berkembang (KR, 6‐12‐2005) yang menu‐ logi baik secara teoritis maupun empiris rut Baswier (KR, 2‐10‐2005) menim‐ sehingga sedikit ahli yang tertarik untuk bulkan kecemasan bagi masyarakat luas mengembangkannya. Diantara teori‐ karena penyesuaian harga (misal harga teori kebermaknaan hidup yang seka‐ bahan bakar minyak) dengan harga rang berkembang, pada dasarnya pasar internasional. diilhami hanya oleh dua teori pokok yaitu teori Frankl dan Maslow. Di Di negara maju, persaingan memun‐ samping kedua teori utama tersebut ada culkan peradaban hedonis yang meng‐ ISSN : 0854-7108 Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006
Kajian Psikologis Kebermaknaan Hidup 119 sebuah teori yang berbeda dengan kedua seperti ketidak‐adilan, penyakit, pende‐ teori tersebut, yaitu teori Yalom, namun ritaan dan kematian. Situasi‐situasi yang kalau dicermati teori tersebut lebih sangat buruk yang menimbulkan condong mengikuti teori Frankl. keputus‐asaan dan tampak tanpa ada harapan dapat juga memberi kesem‐ Teori Victor Frankl. Victor Frankl patan yang sangat besar pada individu memahami kebermaknaan hidup seba‐ untuk menemukan kebermaknaan‐ gai proses penemuan isi dunia sekitar hidup. yang bermakna intrinsik secara indi‐ vidual. Menurut teorinya kebermaknaan Menurut Frankl, kebermaknaan tidak diciptakan tetapi ditemukan di luar hidup bukan kreasi manusia yang individu. Pencarian kebermaknaan berubah‐ubah, tetapi merupakan suatu hidup yang unik merupakan motif yang realitas obyektif dari dirinya. Hanya ada melekat pada diri tiap manusia. satu kebermaknaan hidup untuk setiap Pemenuhan kebermaknan hidup selalu situasi dan itulah kebermaknaan yang mengimplikasikan pembuatan kepu‐ sejati. Individu dituntun oleh kata tusan dan tidak mengikuti prinsip hatinya untuk secara intuitif mendapat‐ homeostasis seperti kepuasan akan kan kebermaknaan yang sebenarnya. kebutuhan. Kebermaknaan hidup dapat Meskipun lingkungan mendesak dengan dicapai melalui nilai kreatif, pengaruh yang kuat dalam penciptaan pengalaman, dan sikap. dan pemenuhan akan kebermaknaan hidup, hal itu sangat tergantung pada Menurut Frankl (Schiltz, 1991) nilai sikap pribadi masing‐masing. Menurut kreatif memberikan inspirasi kepada Frankl jika seseorang tidak berjuang individu untuk menghasilkan, mencip‐ untuk kebermaknaan hidup akan takan dan mencapai keberhasilan, yang mengalami eksistensi‐hampa atau biasanya berhubungan dengan karya “meaninglessness”. Kondisi tersebut dan pekerjaan. Nilai pengalaman terma‐ apabila berkepanjangan dapat menye‐ suk pengalaman positif seperti babkan “noogenic neurosis”, suatu menemukan kebenaran, cinta, dan kondisi yang ditandai dengan gejala apresiasi terhadap keindahan. Dalam hal kebosanan dan apatisme. Sebaliknya, ini kemungkinan ada individu untuk apabila kebermaknaan terus diperjuang‐ memenuhi kebermaknaan‐hidup dengan kan maka yang bersangkutan akan mengalami berbagai segi kehidupan mengalami transendensi‐diri dan secara intensif, meski dia tidak melaku‐ memperoleh pengalaman emosi positif kan tindakan‐tindakan yang produktif. oleh adanya kecocokan dalam Nilai sikap yaitu berkaitan dengan sikap pemenuhan. yang diberikan individu terhadap kondisi‐kondisi yang tak dapat diubah, Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006 ISSN : 0854-7108
120 Sumanto Victor Frankl adalah tokoh yang Dunia II. Dalam penyiksaan dan mula‐mula mendalami kebermaknaan‐ penderitaan tersebut Frankl merasakan hidup. Secara khusus dalam karir betapa pentingnya kebermaknaan hidup profesinya, Frankl memfokuskan (Earnshaw, 2004). Dikatakan bahwa minatnya pada peran kebermaknaan‐ meskipun hubungan antara kesejah‐ hidup dalam psikopatologi dan terapi. teraan dan kebermaknaan‐hidup Frankl, psikiater asal Wina, pertama kali didukung beberapa penelitian (Debats, menggunakan istilah logoterapi pada 1990; King & Napa, 1998) perlu disadari tahun 1920 an. Kemudian menggunakan bahwa kebermaknaan‐hidup dapat analisis eksistensial sebagai sinonimnya. muncul tanpa kesejahteraan. Seperti Frankl (Yalom, 1980), lalu menyebut yang digambarkan Frakl (Earnshaw, pendekatannya, baik dalam konteks 2004) bahwa menderita; hidup dalam teoritis maupun terapiutis, dengan penyiksaan sebagai tawanan bukan logoterapi.(logos dalam bahasa Yunani halangan untuk memiliki kebermak‐ artinya makna). Logoterapi berbicara naan‐hidup. tentang arti eksistensi manusia dan kebutuhan manusia akan makna dan Menurut Frankl, kebermaknaan‐ juga teknik‐teknik terapiutis khusus hidup adalah salah satu prinsip dari untuk menemukan makna dalam tiga‐prinsip logoterapi yaitu kebebasan kehidupan (Schiltz, 1991). berkeinginan, kebebasan akan keber‐ maknaan, dan kebermaknaan‐hidup Kebermaknaan‐hidup merupakan (Koesworo, 1992). Menurut Frankl, tema sentral teori kepribadian‐eksisten‐ manusia tak bebas kondisi‐kondisi sial dari Victor Frankl (Earnshaw, 2004). biologis, psikologis, dan sosiologis; Frankl percaya bahwa kesehatan kondisi yang benar‐benar mengubah seseorang terutama didukung oleh manusia, namun manusia memiliki semangat untuk menemukan kebermak‐ reaksi dan mengambil sikap dalam naan‐hidup dan tujuan eksistensi menangani kondisi‐kondisi tersebut. pribadinya. Frankl berpendapat bahwa Manusia tak hanya mampu mengambil idealisme setiap orang adalah ingin sikap terhadap dunia namun juga menemukan inti dari kebermaknaan‐ sanggup dan bebas mengambil sikap hidup meskipun dalam kenyataannya untuk mengambil jarak terhadap hidup membawa manusia dalam dirinya, manusia dapat keluar dari berbagai penderitaan dan bahkan ruang biologis dan psikologisnya dan kematian. Dari sumber tersebut masuk ke ruang noologis atau ruang dikatakan bahwa Frankl melaporkan spiritual. Dimensi inilah yang pengalamannya pribadinya sebagai menyebabkan manusia hadir sebagai tawanan, yang mengalami penyiksaan dalam fenomena yang berbeda dengan luar biasa oleh tentara Nazi pada Perang machluk ciptaan Tuhan yang lain. ISSN : 0854-7108 Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006
Kajian Psikologis Kebermaknaan Hidup 121 Dalam ruang noologis ini terletak individu oleh karena suatu kepribadian yang sehat mengandung tingkat kebebasan berkeinginan yang merupakan tegangan tertentu antara apa yang telah dicapai atau diselesaikan dengan apa ciri unik dari keberadaan dan yang harus dicapai atau diselesaikan. Dengan adanya tegangan ini individu pengalaman manusia. Frankl juga yang sehat selalu memperjuangkan tujuan yang memberikan kebermak‐ berpendapat bahwa manusia dalam naan‐hidup. Dengan perjuangan yang terus‐menerus ini menghasilkan berperilaku tidak melulu didorong dan kehidupan yang penuh semangat dan gembira. Tanpa adanya kebermaknaan‐ terdorong untuk mengurangi hidup, manusia tidak memiliki alasan untuk meneruskan kehidupan. ketegangan agar memperoleh Kebermaknaan‐hidup adalah kualitas penghayatan individu terhadap seberapa keseimbangan melainkan mengarahkan besar dirinya dapat mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi‐potensi dirinya sendiri menuju tujuan tertentu serta kapasitas yang dimilikinya dan terhadap seberapa jauh dirinya telah yang layak bagi dirinya, yakni mencapai tujuan‐tujuan hidupnya, dalam rangka memberi makna kepada kebermaknaan‐hidup (keinginan akan kehidupannya. kebermaknaan‐hidup). Kebermaknaan‐ Frankl (Koesworo, 1987) berpen‐ dapat bahwa manusia secara hakiki hidup muncul ketika seseorang memulai mampu menemukan kebermaknaan‐ hidup melalui transendensi‐diri. pematangan spiritual (sejak masa Pendapat tersebut sejalan dengan Paloutzian (1981) yang mengemukakan pubertas). bahwa perasaan keagamaan yang matang akan membantu individu Kebermaknaan‐hidup juga bersifat memuaskan “keinginan akan makna” dengan mengambil ajaran agama yang personal dan unik sebab individu bebas diterapkan dalam seluruh aspek kehidupannya. menentukan pilihan caranya sendiri Teori Abraham Maslow. Berbeda dalam menemukan dan meniciptakan dengan Frankl, Maslow berpendapat kebermaknaan‐hidup. Menciptakan kebermaknaan‐hidup menjadi tanggung jawab individu dan tidak dapat dipercayakan kepada orang lain sebab dia sendiri yang merasakan/mengalami kebermaknaan‐kehidupannya. Keber‐ maknaan‐hidup berbeda dari orang ke orang lain, dan bahkan dari momen ke momen yang lain. Meskipun demikian, manusia memiliki kemampuan untuk menemukan kebermaknaan‐hidup dalam kondisi apapun bahkan ketika harus menghadapi situasi yang sungguh tak menyenangkan. Pencarian keber‐ maknaan‐hidup merupakan tugas yang menyebabkan adanya peningkatan tegangan batin yang merupakan prasyarat bagi kesehatan psikologis Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006 ISSN : 0854-7108
122 Sumanto bahwa kebermaknaan hidup adalah akan menjadi lebih sehat jika ia memilih suatu sifat yang muncul dari dalam diri kebermaknaan yang membantunya seseorang. Teorinya disusun dengan memenuhi sifat dasar “inner” nya. Hasil pemikiran bahwa hingga kebutuhan yang paling mendukung kesehatan yang lebih rendah dipenuhi, nilai dan adalah apabila yang bersangkutan kebermaknaan hidup mempunyai memilih kegiatan yang cocok dengan dampak yang kecil terhadap motivasi. nilai intrinsiknya. Meskipun demikian, ketika kebutuhan yang lebih rendah terpuaskan, nilai Teori Maslow berpendapat bahwa menjadi pendorong motivasi dalam diri tanpa pemenuhan dari nilai‐nilai, seseorang dalam mendedikasikan pada individu dalam tingkatan yang lebih beberapa misi (tugas) atau maksud pada tinggi, menjadi tidak sehat. Manusia tingkatan yang lebih tinggi. memerlukan pemahaman kerangka nilai, filsafat hidup, atau agama untuk Kebermaknaan hidup adalah “meta kehidupannya, pada perasaan yang motives” atau “meta needs” atau hampir sama dengan ia membutuhkan kebutuhan yang berkembang, yang sinar matahari, kalsium atau cinta. bekerja sesuai dengan aturan yang Maslow (Brouwer dkk, 1982) menya‐ berbeda dengan teori „drive reduction“. takan bahwa manusia akan berkembang Meta motives memerlukan pemenuhan menjadi pribadi yang utuh apabila untuk fungsi kesehatan dan berhasil merealisasikan potensi dengan menghasikan sakit‐penyakit jika tak sebaik‐baiknya. Stagnasi dalam perkem‐ terpenuhi. Dalam beberapa kasus, meta bangan yang disebabkan individu yang needs berbeda dengan deficit needs; tidak berani mengembangkan dirinya sering meta needs tidak mengacu pada atau dihalangi oleh lingkungannya defisit internal sebab tegangan yang dapat menimbulkan kemunduran fisik, ditimbulkan “pleasurable”. Kenyataan‐ penyakit, bahkan bisa sampai kematian. nya, kegembiraan dari meta needs Maslow (Crapps, 1993) berpendapat menambah kekuatan motivasi, bahwa kodrat alamiah manusia kepuasannya menciptakan “growth” mencakup kemampuan spiritual dan dibanding mencegah “unpleasurable” kemampuan itu dapat diwujudkan pada semata‐mata. Meta needs tidak dapat saat seseorang bersedia menggali keluar sepenuhnya dipenuhi. Sejalan dengan dirinya yang lebih dalam, yaitu itu, pemenuhan kebermaknaan hidup mencapai aktualisasi diri melalui secara total adalah idealisme. keputusan‐keputusan yang semakin Kelembutan hati atau keindahan yang meningkat isi dan mutunya. sempurna dari seorang wanita hanyalah ada dalam idealisme. Individu secara Teori Irvin Yalom. Meski ada bebas memilih kebermaknaan, tetapi ia perbedaan, teori Yalom nampak ISSN : 0854-7108 Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006
Kajian Psikologis Kebermaknaan Hidup 123 terpengaruh dengan aliran eksistensialis. menghadapi “meaninglessness” sering Pendekatannya dimulai dengan basis diperparah dengan perasaan takut konflik eksistensial yang timbul pada menghadapi kematian. Tidak ada lagi konfrontasi individu dengan empat inti kebermaknaan yang diharapkan bagi eksistensi yang mencemaskan atau yang merasa semua lenyap dengan “ultimate concerns ʺ, yaitu kematian, kematian (meaninglesness). Setiap orang kebebasan, isolasi, dan “meaning‐ perlu memiliki perasaan “meaning‐ lessness”. Menurut Yalom, munculnya fulness” dalam hidup karena hal ini psikopathologi difahami sebagai akibat berkaitan dengan esensi kesehatan cara bertahan (defensive) dalam mental. Manusia memerlukan mengatasi empat hal yang paling kebermaknaan hidup. Hidup yang tanpa mencemaskan tersebut. Sebaliknya, kebermaknaan, tujuan, nilai, atau kebermaknaan hidup dipertimbangkan idelisme menimbulkan keputus‐asaan. respon kreatif seseorang terhadap dunia Dalam bentuk yang parah hal ini absolute “meninglessness”. Pada dasar‐ mendorong manusia memutuskan untuk nya manusia memilih dan menciptakan mengakhiri hidup. Manusia membutuh‐ lingkungan masing‐masing. kan kepastian, idealisme yang kuat; diwujudkan menjadi cita‐cita dan Kebermaknaan hidup tidak muncul petunjuk yang mengarahkan hidupnya. di luar individu, individu sendiri yang sepenuhnya menciptakan kebermaknaan Jadi, teori Yalom berpendapat bahwa hidup masing‐masing. Kebermaknaan pemberian atribusi kebermaknaan hidup hidup individual diperlukan untuk terhadap even eksternal memelihara menghindarkan adanya alam semesta (menyediakan sendiri) keamanan dan “meaningless” melalui berbagai cara, stabilitas yang cukup banyak pada misal kebajikan, dedikasi untuk suatu manusia. Sebaliknya, kesimpulan bahwa tugas, kreatifitas, atau hedonisme. Oleh lingkungan di sekitarnya tidak dapat karena sebagian besar manusia memberikan kebermaknaan hidup menyadari kenyataan bahwa kebermak‐ membuat yang bersangkutan kecewa naan itu diciptakan sendiri dengan dan mengakibatkan perasaan gagal kebermaknaan hidup pribadi masing‐ dalam melaksanakan tanggung jawab‐ masing maka tindakan kedua yang nya atau menyebabkan keputus asaan. dibutuhkan adalah komitmen. Kebermaknaan‐hidup, menurut Yalom, bersumber pada keyakinan dalam diri Tiap‐tiap orang perlu bekerja dengan sehingga manusia seharusnya berjuang tulus (commit) untuk mencapai untuk mengaktualisasikan dirinya bah‐ kebermaknaan hidup yang dipilih jika wa seharusnya manusia membaktikan ingin terhindar dari kegelisahan akibat dirinya untuk merealisasikan potensi‐ nihilisme. Kegelisahan seseorang dalam potensi yang dimiliki (Koesworo, 1987). Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006 ISSN : 0854-7108
124 Sumanto PERBANDINGAN TEORI‐TEORI yang dipilih sebagai satu‐satunya solusi mengatasi nihilisme dan keputus‐asaan. Kesamaan dari ketiga teori adalah bahwa baik teori Frankl, Maslow, Berdasarkan perbedaan tersebut maupun Yalom mengakui bahwa jika disimpulkan bahwa upaya personal muncul eksistensi hampa akan muncul untuk mencapai rasa kebermaknaan gejala gangguan jiwa misal keputus‐ hidup dalam kehidupan secara asaan, kecemasan, kekerasan, dan hedonistik tidak akan diterima menurut sebagainya. Konsep “meaninglessness” pendekatan logotherapeutis Frankl. dari mereka bertiga sesuai dengan Menurut teori Frankl hanya nilai tran‐ pendapat Maddi (1967) yaitu status sendensi diri yang dipercaya menye‐ hampir menembus nihilisme atau tidak babkan kepenuhan dalam kebermaknan pengharapan. Maddi menggolongkan hidup. Sebaliknya, orang religius yang meaninglessness dengan gejala pada secara personal percaya pada perlin‐ level kognitif, afektif, dan perilaku. Pada dungan Tuhan akan sulit mendapatkan level kognitif ditandai dengan gejala terapi eksistensi seperti yang dilakukan kronis ketidakpercayaan pada keber‐ Yalom yang berkeyakinan bahwa maknaan atau hasil dari upaya apapun. kemampuan yang bersumber dari diri Pada level afektif ditandai dengan sendiri adalah pertahanan mendasar kekosongan jiwa, kebosanan, depresi dalam menghadapi meaninglessnes. dan pada level perilaku dengan Teori Maslow juga dikritik oleh Frankl lemahnya daya selektivitas dalam sebab dengan kakunya hierarki yang melakukan tindakan. dirancang. Berdasarkan pengalamannya sendiri sebagai tawanan tentara Nazi, Meskipun ada kesepakatan pada Frankl telah berulangkali menyatakan aspek klinis konsep kebermanaan hidup, bahwa berbeda dengan binatang masing‐masing teori tersebut memiliki manusia cukup mampu jauh melampaui konstrak yang berbeda secara teotistis. kepuasan dari kebutuhan yang lebih Frankl menekankan “meaningfulness rendah dengan mulus dan langsung intrinsic” dan mendeskripsikan keber‐ mengalami transendens untuk maknaan hidup sebagai suatu proses memenuhi nilai yang lebih tinggi pencarian. Sedangkan Maslow memberi‐ misalnya tidak tercukupi kebutuhan kan perspektif kebermanaan hidup yang makan dan pakaian atau tidak mendapat berkembang di mana proses aktualisasi cinta. Sebaliknya, Maslow mengkritik diri dan kreasi dari kebermanaan adalah pendirian Frankl bahwa transendensi sebagai pusatnya. Sementara itu, Yalom diri, yang dapat terjadi setiap saat, itu memulai dengan asumsi meaning‐ baik bagi setiap orang. Maslow lessness mutlak dalam eksistansi dan menganggap ada bahaya terhadap menekankan komitmen terhadap nilai transendensi diri yang dini sebab ini ISSN : 0854-7108 Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006
Kajian Psikologis Kebermaknaan Hidup 125 dapat menyebabkan kegagalan meme‐ kali mampu mempertanyakan kecu‐ nuhi “deficit needs” pada waktu yang kupan kebermaknaan hidup secara tepat yang lambat‐laun dapat meng‐ sosial yang ia serap melalui kehidupan hambat pertumbuhan psikologis. pribadinya. Krisis emosional dan intelektual pada pertengahan dan akhir Perbedaan lain yang berkaitan masa dewasa dapat menimbulkan kebutuhan individu yang memulai dengan sifat dasar kebermaknaan hidup sistem kebermaknaan hidup yang diperoleh secara sosial dan dapat adalah bahwa kebermaknaan hidup itu memulai pencarian untuk kreasi dari kebermaknaan hidup yang lebih unik diciptakan versus ditemukan Perbedaan dan personal. Pendapat tersebut mem‐ berikan masukan terhadap konsepsi pendapat kecakapan manusia untuk Frankl dan Maslow yang menekankan pada nilai kebajikan dan transendensi diri menciptakan atau menemukan agar dapat lebih baik dengan mendes‐ kripsi perkembangan kebermaknaan kebermaknaan dengan bebas adalah pada pertengahan dan akhir masa dewasa ketika kebutuhan lebih rendah komponen sentral teori eksistensialis dan telah dipenuhi tidak pada taraf perkembangan sebelumnya. humanistis. Pengembangan kebermak‐ Dari perbandingan teori di atas naan menurut Redekop disejajarkan disimpulkan bahwa penelitian tentang kebermaknaan hidup akan menun‐ dengan penambahan bahasa. Menurut jukkan hasil yang lebih konsisten jika memfokuskan kebermaknaan hidup pendapat tersebut bahasa diperoleh pada aspek penyembuhan dan fenomenologi pada subyek yang berada melalui interaksi sosial dan tiap anak pada satu tahap perkembangan yaitu remaja, pertengahan atau akhir dewasa. yang mendapat kemampuan bahasa Juga diakui bahwa masing‐masing dari tiga teori dari kebermaknaan hidup adalah pencarian bentuk dan proses dari tersebut mempunyai keunggulan baik dari pandangan teori dan penyembuhan masyarakat bahasanya. Anak seperti yang masing‐masing membe‐ rikan aspek yang relevan dan unik dari menghubungkan usahanya terhadap gejala yang kompleks dan multi dimensional. Meskipun demikian, tidak pencarian simbol bahasa yang diterima secara sosial melalui pergaulan sosial bukan dengan penciptaan simbol‐simbol sendiri. Dari perspektif kebermaknaan hidup dapat dijelaskan bahwa kebermaknaan hidup tidak bekembang dalam kehampaan tetapi itu seperti halnya bahasa berasal dari saling mempengaruhi dalam interaksi. Blocker dengan menyakinkan mengajukan bahwa pada taraf awal pengembangan kebermaknaan hidup manusia harus dimengerti sebagai yang terlihat dari dunia, bukan kreasi pribadi. Dalam pendapatnya porsi pertama dari hidup dihabiskan dengan pencarian kebermak‐ naan bukan penciptaan. Remaja pertama Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006 ISSN : 0854-7108
126 Sumanto ada alasan yang logis untuk memilih dikuatkan dengan pertanyaan: salah satu teori sebagai kerangka untuk Bagaimana seseorang dapat membuat penelitian sebab belum ada investigasi relasi dengan kenyataan keberadaannya yang telah dilakukan yang mengukuh‐ di dunia? Giliran yang kedua sekitar kan ada salah satu yang lebih unggul. pertanyaan: Bagaimana seseorang Oleh karena itu, dalam konseptuali‐ membuat relasi dengan kenyataan sasinya diperlukan kerangka pemikiran dengan hidupnya? Yang ketiga: agar lebih komprehensif Bagaimana seseorang membuat relasi dengan kenyataan dengan identitas PENGEMBANGAN TEORI DAN pribadi masing‐masing. Kebermaknaan‐ PENYUSUNAN KONSEP BARU eksistensi seseorang (logoterapi) diturunkan dari prinsip bahwa setiap Beberapa ahli mengembangkan orang pada dasarnya mengembangkan hubungan dan nilai untuk apa mereka konsep kebermaknaan hidup dengan hidup. landasan tiga teori sebelumnya. Di antara konsep‐konsep yang muncul ada beberapa konsep pantas untuk Kebermaknaan‐hidup menurut dipertimbangkan, diantaranya yang Frankl (Langle, 2005) difahami sebagai dikembangkan oleh Langle (2005), korelasi antara dua kenyataan yaitu Battista & Almond (1973), dan Leath tuntutan situasi dan pemahaman diri, (1999). Alfried Langle (2005) mengem‐ misalnya apa yang seseorang fikirkan bangkan konsep kebermaknaan juga dan rasakan dalam pengertian siapa dia dengan sudut pandang eksistensial. dan sebaiknya bagaimana. Pendapat itu Menurut Langle (2005) kebemaknaan‐ sejalan dengan pendapat Reker, Peacock hidup adalah pencapaian yang kompleks & Wong, Yalom (Scannel et al, 2002) dari spirit manusia (potensial noetic) bahwa kebermaknaan‐hidup bersumber yang diperoleh melalui pergumulan pada rasa penerimaan individu terhadap seseorang menghadapi tantangan dunia eksistensi dan tujuan hidup atas dasar dengan keberadaannya. Bagaimana prioritas pribadi sasaran yang diingin‐ seseorang dapat menemukan orientasi di kan. Kebermaknaan‐hidup adalah tengah kemungkinan yang tak terhitung kekuatan non‐fisik yang dilandasi banyaknya yang memberi ciri hari‐hari kesadaran, atau jiwa, atau kapasitas kita dan bagaimana orientasi tersebut untuk mengalami dan merasakan dan direalisasikan. Menurut pendapat bahkan kapasitas badan kita. Sifat Langle ada tiga‐motivasi eksistensial mendasar dari spirit adalah adanya yang mengawali motivasi ke empat dialog. Pada waktu muncul dialog berkaitan dengan pencarian dalam diri kita, akan membawa kita kebermaknaan‐hidup. Yang pertama pada konfrontasi yang terus‐menerus dengan orang lain, sesuatu , dan dengan ISSN : 0854-7108 Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006
Kajian Psikologis Kebermaknaan Hidup 127 kita sendiri. Interaksi dialogis psikoterapi fenomenologis pribadi meletakkan dasar untuk prasyarat dari dengan tujuan memampukan seseorang eksistensi: untuk mendeteksi kemung‐ mengalami kehidupan dengan bebas kinan di tengah realitas yang ada. Semua pada level spiritual dan emosional, yang belum pasti tersebut merupakan sehingga sampai pada keputusan otentik bagian eksistensial yang menunggu dan sampai pada cara yang bertanggung untuk direalisasikan. Melalui spirit jawab terhadap dirinya dan dunia tersebut kita diarahkan menuju dialog sekitarnya (Langle 2005). Pengertian dan kontak (relasi keluar), dimana kita tersebut sejalan dengan pengajaran menyadari kemungkinan‐kemungkinan‐ Frankl yang menyatakan bahwa nya, menyadari yang menunggu direa‐ eksistensi seseorang ditandai dengan lisasikan, apa yang menjadi tantangan, kebebasan dengan kapasitas dan dan apa yang akan dicapai. Melalui tanggung jawab untuk membuat kepu‐ spirit kita mampu memisahkan yang tusan. Kunci untuk memenuhi eksistensi faktual, apa yang diberi, dari kemung‐ dalam menemukan jalan kehidupan kinan yang ada dengan demikian melalui ’’inner consent“ (persetujuan merupakan penciptaan dimensi diri) yang merupakan aktifitas terus‐ eksistensi manusia secara khusus. menerus dengan meletakkan setiap eksistensi yang terpenuhi dan pencarian Kemungkinan dalam kehidupan di kebermaknaan yang melibatkan dua sisi dunia ini menunjuk pada potensi dialog (ke luar dan ke dalam). Perse‐ kemanusiaan kita; kita membangun tujuan diri memampukan kita bertumpu eksistensi melalui kemungkinan‐ pada kita sendiri, berdiri sebagai pribadi kemungkinan tersebut. Eksistensi berarti yang unik dan menyadari diri kita memiliki kesempatan untuk merubah sendiri dengan mempertemukan segala sesuatu menjadi lebih baik, untuk tuntutan situasi. Kebermaknaan‐hidup mengalami apa yang bernilai dan menciptakan keselarasan antara menghindari atau membatasi apa yang pengalaman diri dan tindakan ke luar. dapat merusak. Kemungkinan‐kemung‐ kinan memberikan arah pada mana kita Pengembangan lain adalah yang dapat mengorientasikan diri kita. Kunci dilakukan oleh Battista dan Almond untuk mencapai kebermaknaan‐hidup (1973). Battista dan Almond melakukan menurut Frankl lebih merupakan studi dari teori‐teori kebermaknaan pendekatan filosofis, menguraikan sikap hidup yang sudah ada. Dari hasil yang tepat dan setelah itu memberikan studinya, walaupun ada perbedaan substansinya yang penting. berkaitan dengan sifat dasar keber‐ maknaan hidup dia setuju pada bebe‐ Analisis eksistensial mendeskrip‐ rapa isu penting. Dengan mengambil sikan kebermaknaan‐hidup sebagai perspektif mendalam terhadap berbagai Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006 ISSN : 0854-7108
128 Sumanto teori kebermaknaan hidup, Battista dan takan bahwa komitmen pada sistem nilai Almond menemukan bahwa ada empat apapun dapat memberikan kerangka dasar yang melandasi konsepsi tujuan hidup untuk pengembangan kebermaknaan hidup yang dimiliki oleh kebermaknaan hidup. Pendekatan ini tiap‐tiap teori. Ketika seseorang dapat menghindari diskusi filosofis yang menyatakan bahwa kehidupannya abstrak dan mengakomodasi sistem nilai bermakna ini mengimpliksikan bahwa yang lebih luas karena metode ilmiah yang bersangkutan:. (a) memperjuang‐ mengembangkan toleransi terhadap kan (commit) dengan beberapa konsep variasi sistem nilai yang dianut masing‐ kebermaknaan hidup, (b) memiliki masing individu. Pendekatan ini meng‐ sebuah kerangka kerja atau memperoleh akui adanya banyak cara mengambil tujuan hidup, (c) melihat diri sendiri kebermaknaan hidup. terpenuhi atau sedang dalam proses pemenuhan tujuan hidup, dan (d) Untuk kesejahteraan‐subyektif, merasakan “fulfilment” atau kesempatan untuk pengalaman emosi yang kesulitan menentukan aspek‐aspek mendatangkan kebermaknaan hidup. universal diatasi dengan menggunakan Pendekatan Battista dan Almond memberikan perspektif relativistis. enam‐aspek kesejahteraan subyektif Battista dan Almond berpendapat bahwa tidak ada kebermaknaan hidup sejati yang diajukan oleh Ryff (1995). Untuk yang sama untuk setiap orang dan mereka mengakui adanya cara berbeda‐ kebermaknaan hidup diatasi menampil‐ beda dalam pencarian rasa hidup bermakna. Berbeda dengan teori‐teori kan aspek‐aspek yaitu memperjuangkan lain, teori ini menekankan peranan kritis individu dalam proses mempercayai nilai‐nilai kebermaknaan hidup bukan isi yang ia percayai. (pengalaman transendens dan kepastian Pendapat di atas didukung hasil perbandingan ketiga teori yang meng‐ memiliki hidup menyenangkan sesudah ajukan model orientasi filosofis keber‐ maknaan hidup hanya dari komitmen mati sehingga ada penerimaan diri dan pemenuhan kebermaknaan hidup intrinsik, misal Tuhan (model religius), (terhadap kematian). Mengakomodasi keberadaan (model eksistensial), atau individu (model humanistis). Model nilai‐nilai individual dan kultural bukan relativistis yang diajukan ini menya‐ jaminan sebagai aspek‐aspek yang menciptaan kebermaknaan hidup yang sebenarnya. Yang penting adalah berupaya mengakomodasi isu‐isu pokok yang sudah dikaji secara ilmiah sebe‐ lumnya. Untuk mengantisipasi muncul‐ nya aspek lain yang tidak terakomodir, dikompensasi dengan menambah konstrak Perceives Opportunities for Rewarding Emotional Experiences (POREE) atau tingkat penerimaan kesempatan untuk “pengalaman emosi sukacita” (Leath, 1999). ISSN : 0854-7108 Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006
Kajian Psikologis Kebermaknaan Hidup 129 POREE atau alat ukur kebermaknaan mana pengalaman emosi yang penuh hidup harus berkaitan dengan organisasi perilaku hierarkis dari seseorang. pengharapan dapat disadari. Oleh Seseorang yang kuat dalam organisasi perilaku hierarkis akan menampilkan karena itu, dalam mengukur penga‐ sikap misal ketabahan, usaha terus menerus, bersemangat, atau fokus. Alat laman kebermaknaan hidup seseorang ukur kebermaknaan hidup harus tidak didasarkan pada kualitas pengalaman harus mempertimbangkan (a) berapa seseorang sekarang ‐ seseorang yang sekarang sedang memiliki waktu yang kali kesempatan orang merasakan untuk tidak menyenangkan tetapi masih merasakan kesempatan untuk penga‐ pengalaman emosi sukacita (kuantitas / laman emosi sukacita karena ada yang diharapkan yang lebih bernilai. keberagaman); (b) seberapa bergairah Dibandingkan dengan harapan, orang tersebut/seberapa sungguh‐ POREE adalah harapan yang lebih konkrit. Contoh: Saya pikir kehidupan sungguh orang tersebut menunggu‐ saya akan lebih baik (harapan) untuk POREE contohnya: Gaji saya akan nunggu kesempatan tersebut dinaikkan. Syarat utama dari konsep POREE adalah komponen‐komponennya (intensitas); (c) berapa lama kesempatan harus didalam pengalaman sadar manusia. Jika seseorang mengalami sejenis telah diharapkan menjadi kebermaknaan hidup dalam kehidu‐ pannya, pengalaman sadarnya ditandai pengalaman emosi sukacita untuknya dengan sering tertuju pada (a) penga‐ laman emosi sukacita atau (b) untuk (lamanya/stabilitas/ kepermanenan); (d) mencapai pengalaman emosi sukacita. Sebaliknya, jika seseorang mengalami berapa kali kesempatan tersebut telah kekurangan kebermaknaan hidup, kesadarannya didominasi dengan hal‐ diharapkan menjadi pengalaman emosi hal tidak terpenuhinya yang diharap‐ harapkan. sukacita (frekuensi). Tiap sifat tersebut Alat ukur kebermaknaan hidup dengan segera dan tanpa disadari harus harus tidak hanya berdasarkan POREE sekarang tetapi juga tingkatan pada menjadi pertimbangan ketika mengevaluasi pengalaman. POREE lebih mendekati dalam hal sifat dasar pengalaman kebermaknaan hidup yang sebenarnya. Konsep kebermaknaan hidup yang benar adalah apabila pengalaman kebermaknaan hidup yang disebutkan itu merupakan gejala penting yang berlaku universal; tiap orang harus setuju bahwa konsep tersebut sama dengan hal‐hal yang dianggap penting oleh tiap‐tiap oarang. Konsekuensinya, pertanyaan yang diajukan harus cocok dengan karakte‐ ristik dari pengalaman semua orang. Di samping itu, menurut Leath (1999) perlu juga untuk menilai apakah kesempatan orang dalam merasakan Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006 ISSN : 0854-7108
130 Sumanto pengalaman emosi sukacita tersebut sama. Namun aspek‐aspek kebermak‐ adalah jenis emosi karena takut, benci, naan hidup yang sudah diajukan dalam atau cinta. Yang lebih bagus adalah yang teori‐teori di atas tidak dapat diabaikan diberi motivasi dengan cinta bukan begitu saja karena semua sudah melalui dengan kebencian atau ketakutan sebab pengkajian yang mendalam. Pengukuran kebencian dan ketakutan menghan‐ dengan menggunakan konsep ciri khas curkan apa yang memotivasi mereka. unversal dan POREE dipergunakan Orang yang mengalami meaningless, untuk memperhitungkan kemungkinan emotionless dan hampa dari munculnya aspek penting lain untuk kemungkinan pengalaman emosi yang seseorang pada waktu, situasi, atau penuh pengharapan, emosinya dikuasai budaya yang berbeda. Hal itu dengan kebencian dan ketakutan. disebabkan kita semua mempunyai masukan dari memori pengalaman masa Perjuangan dan pengorbanan juga lalu dan sekarang, sekarang, termasuk memiliki nilai tersendiri dalam misalnya apa yang telah kita baca atau kebermaknaan hidup. Banyak orang dikatakan orang lain. Mekanisme yang dengan sengaja membuat pengalaman mendasari penilaian terdiri atas yang tidak menyenangkan untuk tanggapan emosi kita dari pengalaman menciptakan suatu kehidupan yang yang lalu dan yang sekarang. Dari mereka percaya menjadi berarti. Oleh evaluasi itu kita berusaha membentuk karena itu, sangat tepat menggunakan perencanaan tindakan untuk mencapai pengalaman emosi sukacita yang penuh tahap emosi yang diinginkan. pengharapan sebagai pengganti ukuran kebermaknaan hidup. Konsep baru berdasarkan ciri‐khas universal dan POREE digambarkan Kebermaknaan hidup dengan dengan diagram pada Gambar 1. ukuran POREE merupakan jawaban atas tuntutan universalitas proses dengan KESIMPULAN jalan mana pengalaman emosi sukacita dicapai. Proses yang kita ikuti untuk Penghayatan dan perjuangan yang mencapai kebermaknaan hidup adalah terus‐menerus dalam berinteraksi melalui proses hidup kita masing‐ dengan dunia sekitar akan menghasilkan masing, seperti yang diperhitungkan kehidupan yang dinamis, penuh oleh Batista dan Almond. Proses tersebut semangat, dan gembira. Dalam merupakan instrumen untuk mencapai hubungan ini, kebermaknaan‐hidup masing‐masing tujuan yang menjadi adalah kualitas penghayatan individu pengharapan kita. Suatu hal yang terhadap seberapa besar seseorang dapat mustahil kita semua bekerja untuk mengaktualisasikan dan mengembang‐ mencapai jenis kebermaknaan yang kan potensi serta kapasitas yang ISSN : 0854-7108 Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006
Kajian Psikologis Kebermaknaan Hidup 131 KUALITAS PENGALAMAN PENGALAMAN kehidupan sehari‐ KARAKTER KESEMPATAN keragaman hari dan yang intensitas, akan datang ketakutan, stabilitas, kebencian, frekuensi KEBERMAKNAAN HIDUP Memperjuangkan nilai kebermaknaan hidup cinta (pengalaman transendens, kepastian memiliki hidup menyenangkan sesudah kematian sehingga ada penerimaan terhadap kematian) Memiliki tujuan hidup Merasa terpenuhi tujuan hidupnya atau sedang dalam proses terpenuhi Merasakan POREE Gambar 1. Konsep baru berdasarkan ciri khas universal dan POREE dimilikinya dan terhadap seberapa jauh melalui kebebasan emosional maupun dirinya telah mencapai tujuan‐tujuan spiritual dalam memilih orientasi hidupnya dengan kebebasannya emo‐ kehidupan, membuat keputusan‐kepu‐ sional dan spritual, dalam rangka tusan dalam upaya untuk aktualisasi memberi makna kepada kehidupannya dan pengembangan diri, memiliki dalam berineteraksi dengan lingkungan keberhasilan dan optimisme dalam yang terus berubah. Menghadapi pencapaian tujuan hidup, memiliki tuntutan kehidupan yang terus berubah, kepasrahan dalam menerima keputusan penghayatan dan kemampuan individu akhir dalam perjuangannya memper‐ dalam merespons perubahan menen‐ baiki kehidupan dan mempertahankan tukan tingkatan kebermaknaan‐hidup hidup melalui pengalaman transendens. yang dimilikinya. Orang memiliki kebermaknaan hidup hidupnya penuh dengan pengalaman‐ Lebih konkritnya, orang yang pengalaman emosi positif dalam memiliki kebermaknaan hidup memper‐ berinteraksi dengan lingkungan yang juangkan nilai‐nilai intrinsik yang terus berubah; apapun yang dialaminya diyakini mendatangkan pengalaman tetap bersukacita karena memiliki “emosi positif ” yaitu melalui relasi yang kepastian bahwa semua akan berujung baik dengan sesama dan lingkungan, Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006 ISSN : 0854-7108
132 Sumanto pada kehidupan yang menyenangkan Crapps, R.W. (1993). Dialog Psikologi bahkan ketika mengalami kematianpun. Agama: Sejak William James hingga Gordon W. Allport (terj.AR. Harjana). Dari penjelasan di atas dapat diru‐ Yogyakarta: Kanisius, 1993. muskan definisi operasional kebermak‐ naan hidup yaitu tingkat POREE (tingkat Davis, T.L., Kerr, B.A. and Kurpius, keragaman, intensitas, stabilitas, fre‐ R.S.E., (2003). Meaning, Purpose, and kuensi, dan karakter penerimaan kesem‐ Religiousity in At‐Risk Youth: The patan untuk pengalaman emosi suka‐ Relationship Between Anxiety and cita), tingkat pencapaian dan keyakinan Spiritualiy. Journal Psychology and pencapaian tujuan hidup, tingkat Theology, Vol 31 4, 356‐365. kepuasan / kemandirian dalam membuat keputusan, penerimaan penerimaan Debats, L.D., Drost and Hansen, P. pengalaman transendens, kemampuan (1995). Experiences of Meaning in mengapresiasi diri secara positif dan Life: A Combined Qualitative and realistis, dan penerimaan diri terhadap Quantitative Approach. British apapun yang dialaminya bahkan Journal of Psichology, Vol 86 terhadap kematianpun karena keyakinan bahwa jalan hidup yang dipilihnya akan Diener, E. & Diener, C. Most People Are membawa pada akhir yang diharapkan. Happy. Psichological Science, 7, 181‐ 185. DAFTAR PUSTAKA Diener, E. and Diener, R.B. (2003). Baswier, R. (2005). Harga BBM Belum Finding on Subjective Well‐Being and Final. Kedaulatan Rakyat, 2 Oktober Their Implications for Empowerment. 2005. Paper presented at the Workshop on Measuring Empowerment: Cross‐ Brouwer, dkk. (1982). Kepribadian dan Diciplinary Perspective. Washington Perubahannya. Jakarta: PT Gramedia. DC: World Bank February 4 and 5, 2003. Budi Winarno. (2005). Neoliberal Penyumbang Krisis Pembangunan. Diener, E. and M. Suh, E. (2000). Culture Kedaulatan Rakyat, 6 Desember 2005. and Subjective Well‐Being. Massa‐ chusetts: MIT. Csikszentmihalyi, M. (1999). If we are so rich, why aren’t we happy? American Diener, E. and Lucas, R.E. (1997). Psychologist, 55, 821‐827. Personality and Subjective Well‐Being (draft). University of Illinois at Craft, J.B. and Grasser, C.S. (1998). The Urbana‐Champaign. Relationship of Reciprocity to Self Health Care in Older Wowan. Journal Diener, E., M. Suh, E., Lucas, R.E., & of Woman & Aging. Vol 10 (2). Smith, H.L. (1999). Subjective Well‐ Being: Three Decades of Progress. Psychological Bulletin, 125, 276‐302. ISSN : 0854-7108 Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006
Kajian Psikologis Kebermaknaan Hidup 133 Diponegoro, M. (2004). Peran Nilai Hassan, F. (1976). Berkenalan dengan Ajaran Islam terhadapKesejahteraan Eksistensialisme. Jakarta: PT Dunia Subyektif Remaja Islam. Yogyakarta: Pustaka Jaya. Fakultas Psikologi UGM, Disertasi. Hogan, J. and Briggs. (1997). Handbook of Duriez, B., Soenens, B., and Beyers W. Personality Psichology. (2004). Personality, Identity Styles, and Religiosity An integartive study among Hurlock, E. B. (1997). Psikologi Perkem‐ late adolescents in Flanders (Belgium). bangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Department of Psychology, KU Rentang Kehidupan (Terj. Iswidayanti Leuven, Belgium. Soedjarwo dan Sijabat). Jakarta: Erlangga. Earnshaw, E.L. (2004). Religious Oreien‐ tation and Meaning in Life: An Jalaludin. (2001). Psikologi Agama. Exploratory Study. MWSC Dept of Jakarta: Raja Grafindo Persada. Psychology Central Methodist College. Johnson, D.P. (1986). Teori Sosiologi (terj Robert M. Z. Lawung). Jakarta: Emmons, R.A. and Paloutzian, R.F. Gramedia. (2003). The Psychology of Religion. doi: 10.1146/annrev.psych Jundi, A. (1991). Islam Agama Dunia(Terj 54.101601.145054 Kathir Suhardi). Solo: Pustaka Mantiq, 1991. Frankl, V.E. (1964). Man’s Searching for Meaning An Introduction to Kartono, K. (2000). Hygiene Mental. Logotherapy. London: Hoddder and Bandung: Mandar Maju. Stoughton Ltd. Kennedy, J.E. and Kanthamani, H. Halama, P. (2000). Dimensions of Life Meaning as Factors of Coping. Studia (1995). Emperical Support for a Model Psychologia: Journal Article, Vol 42 of Well Being,Meaning in Life, Impor‐ Halonen, J.S. and Santrock, J.W. (1999). Psychology Context & Applications. tance of Religion, and Transcendent Boston: third edition, McGraw‐Hill College. Experiences. Unpublished Manuscipt. Harris, P.R. and Lightsey, Jr.,O.R. (2005). meaning in life\\Meaning in Life; Constructive Thinking as Mediator of the Relationship Between Extra‐ References.pdf http:// version, Neuroticism, and Subjective Well‐Being. Memphis: European dissertations.ub.rug.nl/FILES/facultie Journal of Personality 19: 409‐426. s/ppsw/1996/d.l.h.m.debats referenc.pdf . Kennedy, J.E, Kanthamani, dan Palmer, J. (1994). Psychic and Spiritual Experiences, Health, Well‐Being and Meaning in Life. Junla Parapsychology, vol. 58, Desember, 1994. Koesworo, E. (1987). Psikologi Eksis‐ tensial: Suatu Pengantar. Bandung: Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006 ISSN : 0854-7108
134 Sumanto Eresco Langle, Alfried. (2005). The Myers, David G. (2000). Funds, Friends, Search for Meaning in Life. and Faith of Happy People. American Existential Analysis 16.1: January Psychologist, 55, 56‐67. 2005. Myers, David. G. (2003). Social Leath, Colin. (1999). The Experience of Psychology. Boston: McGraw‐Hill. Meaning in Life from Psichological Perspective. University of Washing‐ Paloutzian, R.F. (1981). Purpose in Life ton: 10 Januari 1999. Internet and Value Changes Following http://purl.oclc.org/net/cleath/writing Conversion. Journal of Personality and meaning htm. Social Psychology 41 (6), 1153‐160. Luh Ketut Suryani. (2005). Reiki Ling Chi: Paloutzian, R.F. (1996). Invitation to the Media Komunikasi Eksklusif Medi‐ Psychology of Religion. Boston: Allyn tasi untuk Kesehatan dan Keba‐ and Bacon. hagiaan. Edisi 02 tahun 2005. Prager, E. (1997). Sources of Personal Lin, Annie. (2001). Exploring Sources of Meaning in Life. Journal of Women Life Meaning Among Chinese. Tesis &Aging. Vol 9(3). the Faculty of Graduate Studies Graduate Counceling Psychology Progr, Scannell, D.E., Allen, F.C.L., and Burton, Trinity Western University, Sept J. (2002). Meaning in Life and 2001. Positive and Negative Well‐Being. North American Journal Psychology, Maddi, S.R. (1967). The Existential Vol 4, No 1. Neurosis. Journal of Abnormal Psychology, 72(4), 311‐325. Schiltz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Metz T. (2002). Recent Work on The Meaning of Life. Ethics 112 (July 2002): Seligman, M.E.P. (1998). Building 78‐814. Human Strength: Psychology’s Forgotten Mission. APA Monitor, 29, Musgrave, Catherine F. and Mc Farlane, (1) January. E. (2004). Intrinsic and Extrinsic Religiosity, Spiritual Well‐Being & Shimmack, U. et al. (2003). Personality Attitudes Toward Spiritual Care. and Life Satisfaction: A Facet Level Oncology Nursing Forum‐Vol 31, No Analysis. Ontario: Departement of 6, 2004. Psychology, University of Toronto. Myers, David G. dan Diener Ed. (1995). Strinzenec, Michal. (2002). Religiocity Who is Happy? Psychological Science, and Cognitive Processes. Dialog and 1995, 6, 10‐19. Universalism No 8‐10/2002. Slauwarjaya, A. dan Huber (1987). Mengenal Iman Katholik, Jakarta: PD. Penerbit Obor. ISSN : 0854-7108 Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006
Kajian Psikologis Kebermaknaan Hidup 135 Taugher, T. Reverend. (2002). Helping Happiness, and Meaning of Life. The Patients Search for Meaning in Their Scientific World Journal, Vol 3. Lives, Clinical Journal of Oncology Nursing, Volume 6, Number 4, Worthington, E. (2000). Understanding July/August. the Values of Religious Clients: A Model and Its Application to Ventegodt, S., Anderson, N.J., and Counseling. Juornal of Counceling Merrick, J. (2003). Quality of Life Psychology, 36, 2000 hal 166‐174. Philosophy I. Quality of Life, Wulf, D.M. (1999). Psychology of Religion. New York: John Willey and Sons. Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006 ISSN : 0854-7108
Search
Read the Text Version
- 1 - 21
Pages: