Hari Bakti Mardikantoro, PergeserHanUBMahAasNa JIaOwRa dAalam Ranah Keluarga pada Masyarakat Multibahasa VOLUME 19 No. 1 Februari 2007 Halaman 43 − 51 PERGESERAN BAHASA JAWA DALAM RANAH KELUARGA PADA MASYARAKAT MULTIBAHASA DI WILAYAH KABUPATEN BREBES Hari Bakti Mardikantoro* ABSTRACT Language contact and dialectal contact of social interaction at multilingual society in Brebes repre- sent phenomenon draw to be studied from the perspective of sociolinguistics because this phenomenon has a correlation not only with language aspect, but also with social aspect of culture. This research aims toexpress1)thepatternofJavaneseshiftinBrebesand 2)thesocialfactoreffectofcultureinJavanese shiftinBrebes. The result of this Research find that there is a Javanese shift of domain family multilingual society in Brebes. The Javanese shift happens in the pattern of Javanese shift including (a) the pattern of husband relation with wife, (b) the pattern of wife relation with husband, (c) the pattern of parents relation with child, (d) the pattern of child relation with pattern, and (d) the pattern of child relation with child. The Javanese shift in the domain family in Brebes is influenced by some social factors. The factor are (a) the speaking situation, (b) the ethnic background, (c) the ability of family members language, (d) the consanquinity relation, and (e) the topic of discussion. Key words:languageshift, multilingual,Javanese PENGANTAR negara dan mereka menggunakan bahasa penutur setempat, terjadilah fenomena per- Keberagaman bahasa dalam masyarakat geseran bahasa. Bahasa ibu mereka harus yang dwibahasa atau multibahasa dapat digeserkan dan penggunaan bahasa ibu memunculkan adanya kontak bahasa ataupun dibolehkan sewaktu mereka berkomunikasi kontak dialek dalam masyarakat tuturnya. Kontak sesama kelompok. bahasa dan kontak dialek dalam konteks masyarakat multikultural berpotensi menimbul- Menurut Amar (2004), proses pergeseran kan gejala pergeseran bahasa. Pergeseran bahasa merupakan satu peristiwa sejarah bahasa (language shift) merupakan satu peristiwa karena lambat laun bahasa ibu bagi kelompok sejarah. Pergeseran bahasa sebenarnya me- penutur ini akan mengalami kepunahan sama nyangkut masalah penggunaan bahasa oleh sekali. Hal ini selaras dengan pendapat Mbete seseorang penutur atau sekelompok penutur (2003:14), yaitu pergeseran bahasa berawal yang terjadi akibat perpindahan dari satu dari penyusutan fungsi-fungsi dasarnya yang masyarakat tutur ke masyarakat tutur yang baru. umumnya terjadi dalam rentang waktu yang Apabila seseorang penutur atau sekelompok lama dan perlahan-lahan, melampaui beberapa penutur bermigrasi ke sesuatu daerah atau generasi. * Staf Pengajar Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang 43
Humaniora, Vol. 19, No. 1 Februari 2007: 43−51 Lebih lanjut, Mbete (2003:14-15) meng- di wilayah pesisir utara Kabupaten Brebes. ilustrasikan bahwa punahnya suatu bahasa Pemilihan masyarakat tersebut didasarkan pada ditandai dengan berkurangnya atau bahkan asumsi bahwa secara umum mereka sekurang- hilangnya bahasa lokal yang dipakai dalam kurangnya mempunyai dua bahasa, yaitu (1) pertuturan di dalam keluarga, misalnya antara bahasa ibu atau bahasa daerah, yakni bahasa orang tua dan anak-anak. Terlebih lagi, hal itu Jawa daerah Brebes dan bahasa Sunda daerah ditandai dengan menghilangnya budaya Brebes, dan (2) bahasa Indonesia sebagai dongeng, sirnanya kebiasaan bercerita kepada bahasa nasional. Selain itu, masyarakat tersebut anak-anak sebelum tidur, dan tidak berfungsinya mendiami daerah-daerah perbatasan, yaitu lembaga-lembaga tradisional sebagai benteng antara daerah yang didiami oleh kelompok etnik budaya dan tradisi. Di samping itu, generasi Jawa dan kelompok etnik Sunda. Kelompok etnik muda sekarang tidak mampu lagi memahami ini merupakan kelompok etnik yang unik karena makna pesan dan konsep pandangan hidup yang budaya dan tradisi mereka merupakan hasil terkandung dalam naskah-naskah lama, percampuran antara budaya Jawa dan Sunda. dongeng-dongeng, ungkapan-ungkapan, dan Asumsi itu diperkuat oleh hasil penelitian ragam beku (frozen style). Tanda-tanda serius Sasangka (1999) yang menyimpulkan bahwa di kematian bahasa yang dilakukan oleh guyup daerah Brebes terdapat dua bahasa yang saling tuturnya sendiri semakin jelas. Selain itu, pada bersinggungan, yaitu bahasa Jawa (bJ) dan masa kini ataupun masa mendatang sangatlah bahasa Sunda (bS). Menurutnya, kedua bahasa terbuka peluang bagi bahasa Inggris, Mandarin, tersebut mempunyai kekhasan apabila di- atau mungkin bahasa asing lainnya yang bandingkan dengan bahasa Jawa standar dan potensial akan menggeser, bahkan menggusur bahasa Sunda standar. Lebih lanjut dijelaskannya bahasa Indonesia yang secara halus juga akan bahwa bahasa Sunda Brebes banyak menyerap menggeser bahasa daerah. kosakata bahasa Jawa Brebes. Sementara itu, penelitian Noor (1999) di antaranya menemukan Penelitian ini akan memfokus pada lingkup bahwa berdasarkan penghitungan dialektometri bidang kajian perencanaan bahasa (language dalam bahasa Jawa Brebes ditemukan adanya planning), khususnya ihwal pergeseran bahasa bahasa, dialek, dan subdialek. Lebih lanjut, Noor (language shift) yang termasuk dalam perspektif (1999:190) menyatakan bahwa kelima titik sosiolinguistik. Untuk itu, topik penelitian ini akan pengamatan yang mempunyai perbedaan difokuskan pada pergeseran bahasa Jawa di bahasa—Kubangpari, Baros, Sarireja, Malahayu, wilayah Kabupaten Brebes. Pamulihan—-berada pada wilayah perbatasan antara daerah pemakai bahasa Jawa dan bahasa Secara geografis, Kabupaten Brebes Sunda. berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat. Di sebelah barat, kabupaten ini berbatasan dengan Berkaitan dengan konteks penelitian di atas, Kabupaten Cirebon, sedangkan di sebelah Timur tujuan penelitian yang akan dicapai, yaitu (1) berbatasan dengan Kabupaten Tegal. Di sebelah mengungkap pola pergeseran bahasa Jawa di selatan, kabupaten ini berbatasan dengan eks- wilayah Kabupaten Brebes dan (2) mengungkap Karisidenan Banyumas sedangkan di sebelah pengaruh faktor sosial budaya dalam pergeseran utara berbatasan dengan Laut Jawa. Masyarakat bahasa Jawa di wilayah Kabupaten Brebes. di daerah Kabupaten Brebes merupakan kelom- Tujuan itu akan diwujudkan melalui pendekatan pok masyarakat yang multietnik. Kelompok sosiolinguistik. masyarakat yang terdapat di daerah itu adalah kelompok etnik Jawa, Jawa-Sunda, Sunda, serta Sosiolinguistik mengkaji hubungan antara kelompok etnik yang lainnya (Tim Bappeda Kab. bahasa dan masyarakat yang mengkaitkan dua Brebes, 2000). bidang yang dapat dikaji secara terpisah, yaitu struktur formal bahasa oleh lingustik dan Masyarakat yang menjadi kajian dalam struktur masyarakat oleh sosiologi (Wardhaugh penelitian ini adalah masyarakat yang berada 44
Hari Bakti Mardikantoro, Pergeseran Bahasa Jawa dalam Ranah Keluarga pada Masyarakat Multibahasa 1986:4; Holmes 1992:1; Hudson 1996:2). nilai sosiokultural dan variasi penggunaan bahasa Bahasa dalam kajian sosiolinguistik tidak didekati dalam interaksi sosial. sebagai bahasa dalam kajian linguistik teoretis, melainkan didekati sebagai sarana interaksi di Pada dasarnya, pemakaian bahasa dalam dalam masyarakat. Istilah sosiolinguistik muncul masyarakat tidaklah monolitis, tetapi variatif (Bell pada tahun 1952 dalam karya Haver C. Currie 1976). Pernyataan ini berarti bahwa bahasa atau (Dittmar 1976:27) yang menyatakan bahwa perlu bahasa-bahasa yang dimiliki oleh satu masya- adanya kajian mengenai hubungan antara rakat tutur dalam khasanah bahasanya selalu perilaku ujaran dan status sosial. Pada akhir memiliki variasi. Alasannya adalah bahasa yang tahun 1954, sosiolinguistik mulai berkembangan hidup dalam masyarakat selalu digunakan dalam yang dipelopori oleh Committee on Socio- peran-peran sosial tempat penggunaan bahasa linguistics of the Social Science Research atau variasi bahasa itu. Peran-peran sosial itu Council (1964) dan Research Committee on berkaitan dengan berbagai aspek sosial Sociolinguistics of the International Sociology psikologis yang kemudian dirinci dalam bentuk Association (1967). Dari kenyataan ini, komponen-komponen tutur (Poedjosoedarmo sosiolinguistik dapat dipandang sebagai disiplin 1982). Adanya fenomena pemakaian variasi ilmu yang relatif baru. Berkaitan dengan hal itu, bahasa dalam masyarakat tutur dikontrol oleh konferensi sosiolinguistik yang pertama di faktor-faktor sosial, budaya, dan situasional University of California, LosAngeles, tahun 1964 (Kartomihardjo 1981; Fasold 1984; Hudson 1996; telah merumuskan adanya tujuh dimensi dalam Wijana 1997:5). Dalam kajian pemilihan bahasa, penelitian sosiolinguistik, yaitu: (1) identitas sosial tugas sosiolinguistik adalah berusaha men- penutur, (2) identitas peserta tutur, (3) lingkungan deskripsikan hubungan antara gejala pemilihan sosial, (4) analisis sinkronik dan diakronik dari bahasa dan faktor-faktor sosial, budaya, dan dialek sosial, (5) penilaian sosial yang berbeda situasional dalam masyarakat dwibahasa atau oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran, multibahasa, baik secara korelasional maupun (6) tingkatan variasi linguistik, dan (7) penerapan implikasional. praktis penelitian sosiolinguistik (Dittmar 1976: 128). Kondisi umum yang terjadi di Indonesia adalah dalam satu masyarakat digunakan lebih Kartomihardjo (1984:4) mengemukakan dari satu bahasa. Situasi demikian disebut situasi bahwa sosiolinguistik mempelajari hubungan bilingualisme. Untuk itu, kajian pemilihan bahasa antara pembicara dan pendengar, berbagai dalam masyarakat di Indonesia berkaitan dengan macam bahasa dan variasinya, penggunaannya permasalahan pemakaian bahasa pada masya- sesuai dengan berbagai faktor penentu, baik rakat dwibahasa atau multibahasa. Hal ini faktor kebahasaan maupun lainnya, serta disebabkan situasi kebahasaan pada masyara- berbagai bentuk bahasa yang hidup dan diper- kat Indonesia sekurang-kurangnya ditandai oleh tahankan di dalam suatu masyarakat. Gagasan pemakaian dua bahasa, yaitu bahasa daerah ini dapat ditafsirkan bahwa pengertian bahwa sebagai bahasa pertama (bahasa ibu), bahasa sosiolinguistik mencakupi bidang kajian yang Indonesia sebagai bahasa nasional, dan atau luas, tidak hanya menyangkut wujud formal bahasa asing. Kajian pemilihan bahasa dalam bahasa dan variasi bahasa, melainkan juga masyarakat seperti ini lebih mengutamakan menyangkut penggunaan bahasa di masyarakat. aspek tutur daripada aspek bahasa. Sebagai Penggunaan bahasa itu berkaitan dengan aspek tutur, pemakaian bahasa relatif berubah- berbagai faktor, baik faktor kebahasaan maupun ubah sesuai dengan perubahan unsur-unsur faktor nonkebahasaan, seperti faktor sosial- dalam konteks sosial budaya. Dell Hymes (via budaya. Hal ini berarti bahwa setiap kelompok Wardhaugh, 1986:238-239) merumuskan unsur- masyarakat mempunyai keunikan dalam hal nilai- unsur itu dalam akronim SPEAKING, yang meliputi (1) the setting and scene (latar dan 45
Humaniora, Vol. 19, No. 1 Februari 2007: 43−51 suasana tutur), (2) the participants (peserta terjadi sebagai akibat perpindahan dari satu tutur), (3) ends (tujuan tutur), (4) act sequence masyarakat tutur ke masyarakat tutur yang lain. (topik tutur), (5) key (nada tutur), (6) instrumen- Apabila seorang atau sekelompok penutur talities (sarana tutur), (7) norms of interaction pindah ke tempat lain yang menggunakan and interpretasion (norma-norma tutur), dan (8) bahasa yang berbeda dan bercampur dengan genre (jenis tutur), yang merupakan salah satu kelompok baru dan dengan bahasa yang baru topik dalam etnografi komunikasi, yang oleh pula akan terjadilah pergeseran bahasa ini. Labov (1972:283) dan Fishman (1976:15) Untuk keperluan berkomunikasi, kelompok disebut variabel sosiolinguistik. pendatang mau tidak mau harus menyesuaikan diri dengan menggunakan bahasa penduduk PERGESERAN DAN PEMERTAHANAN setempat dan menanggalkan bahasanya BAHASA sendiri. Dalam kenyataan berbahasa, bahasa Pergeseran bahasa biasanya terjadi di dapat menggeser bahasa lain atau bahasa negara, daerah atau wilayah yang memberi yang tidak tergeser oleh bahasa lain. Bahasa harapan untuk kehidupan sosial ekonomi yang yang tergeser adalah bahasa yang tidak lebih baik, sehingga mengundang imigran atau mampu mempertahankan diri (Sumarsono dan transmigran untuk mendatanginya. Alasan lain Partana 2002:231). Kedua kondisi ini merupa- mengapa terjadi pergeseran bahasa adalah kan akibat dari pilihan bahasa dalam jangka karena faktor pendidikan, yaitu orang-orang dari panjang (paling tidak tiga generasi) dan bersifat berbagai tempat datang ke suatu tempat untuk kolektif (dilakukan oleh seluruh warga guyub). belajar. Pergeseran bahasa berarti suatu guyub atau komunitas meninggalkan suatu bahasa sepe- Bergeser atau bertahannya sebuah bahasa nuhnya untuk memakai bahasa lain. Apabila terjadi dipengaruhi oleh banyak faktor. Industriali- pergeseran sudah terjadi, para warga guyub sasi dan urbanisasi dipandang sebagai penye- itu secara kolektif memilih bahasa baru. Dalam bab utama bergeser atau punahnya sebuah pemertahanan bahasa, guyub itu secara kolektif bahasa. Faktor lain, misalnya, adalah jumlah menentukan untuk melanjutkan pemakaian penutur, konsentrasi pemukiman, ada tidaknya bahasa yang sudah biasa dipakai. Ketika guyub keterpaksaan (politik, sosial, ekonomi) bagi tutur mulai memilih bahasa baru dalam ranah penutur untuk memakai bahasa tertentu. Selain yang semula diperuntukkan bagi bahasa lama, itu, sekolah juga sering dianggap sebagai itulah mungkin merupakan tanda bahwa penyebab bergesernya bahasa karena sekolah pergeseran sedang berlangsung. Jika para sealu memperkenalkan bahasa kedua kepada warga itu monolingual dan secara kolektif tidak anak didiknya yang semula monolingual menjadi menghendaki bahasa lain, mereka jelas mem- dwibahasawan dan akhirnya meninggalkan atau pertahankan pola penggunaan bahasa mereka. menggeser bahasa pertama mereka. Faktor lain Namun, pemertahanan bahasa itu sering yang cukup banyak dikaji adalah faktor yang merupakan ciri guyub dwibahasa atau eka- berhubungan dengan usia, jenis kelamin, dan bahasa. Pemertahanan bahasa akan terjadi jika keseringan kontak dengan bahasa lain. guyub itu diglosik. Guyub itu memperuntukkan ranah tertentu untuk setiap bahasa sedemikian Pergeseran bahasa dapat terjadi di mana rupa sehingga batas ranah suatu bahasa tidak saja ketika bahasa itu digunakan. Dalam kajian melampaui atau diterobos oleh bahasa lain. ini, pergeseran bahasa yang menjadi fokus penelitian terjadi di wilayah Kabupaten Brebes. Pergeseran bahasa berkaitan erat dengan Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan masalah penggunaan bahasa oleh seorang situasi kebahasaan di wilayah Brebes yang mul- penutur atau sekelompok penutur yang dapat tilingual dengan kehadiran bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan bahasa Indonesia yang digunakan dalam interaksi sosial. 46
Hari Bakti Mardikantoro, Pergeseran Bahasa Jawa dalam Ranah Keluarga pada Masyarakat Multibahasa Daerah Brebes yang dimaksud sebagai triangulasi data maupun dengan trianggulasi lokasi penelitian adalah wilayah yang secara teknik pengambilan data. Langkah proses geografis merupakan perbatasan Jawa Tengah analisis tersebut disebut analisis model inter- dan Jawa Barat. Pengamatan dilakukan pada aktif (interaktive model) oleh Miles dan Huberman dua situs penelitian yang terdiri atas (1) daerah (1992:21-25). Prosedur kedua dilakukan dengan perkotaan dengan asumsi lebih heterogen langkah: (i) transkripsi data hasil rekaman; (ii) pemakaian bahasanya dan (2) daerah pedesaan pengelompokkan atau kategorisasi data yang atau pegunungan dengan asumsi lebih homo- berasal dari perekaman dan catatan lapangan gen pemakaian bahasanya. Dengan per- berdasarkan ranah sosial terjadinya peristiwa timbangan demikian, daerah yang menjadi titik tutur; (iii) penafsiran pergeseran bahasa; dan pengamatan dalam penelitian ini yaitu wilayah (iv) penyimpulan atau perampatan tentang Losari yang mewakili daerah perkotaan dan pergeseran bahasa. wilayah Banjarharjo yang mewakili daerah pedesaan atau pegunungan. Pembagian dua POLA PERGESERAN BAHASA JAWA lokasi ini tidak dimaksudkan untuk mem- PADA RANAH KELUARGA DI KABUPATEN banding-bandingkan pemilihan bahasa antartitik BREBES pengamatan, tetapi semata-mata untuk men- dapatkan data yang beragam dan lengkap. Bahasa daerah yang dipakai oleh para Penelitian ini memanfaatkan metode kualitatif penutur dalam komunikasi sehari-hari di etnografi. Data dikumpulkan dengan meng- Provinsi Jawa Tengah adalah bahasa Jawa. gunakan metode simak, baik dengan teknik Kabupaten Brebes yang merupakan salah satu simak libat cakap (SLC) maupun teknik simak daerah di Jawa Tengah para penuturnya juga bebas libat cakap (SBLC). menggunakan bahasa Jawa, apalagi dalam ranah keluarga. Namun, penggunaan bahasa Analisis data dalam penelitian etnografi Jawa itu di beberapa wilayah di Kabupeten lazimnya dilakukan melalui dua prosedur, yaitu Brebes sudah mengalami pergeseran. Per- (1) analisis selama proses pengumpulan data geseran bahasa Jawa tersebut dapat dilihat dan (2) analisis setelah pengumpulan data dalam pola hubungan antaranggota keluarga (Miles dan Huberman 1992:21-25). Kedua pada masyarakat multilingual di Kabupaten prosedur itu dilakukan pula dalam penelitian Brebes, yaitu (1) pola hubungan suami ke istri, ini. Prosedur pertama dilakukan dengan lang- (2) pola hubungan istri ke suami, (3) pola kah: (i) reduksi data (data reduction), yaitu hubungan orang tua ke anak, (4) pola hubungan melakukan identifikasi tentang pergeseran anak ke orang tua, dan (5) pola hubungan bahasa; (ii) sajian data (data display); dan (iii) antara anak dengan anak. Secara lengkap, pola pengambilan simpulan/verifikasi yang sifatnya hubungan tersebut dapat dilihat dalam tabel 1 tentatif untuk diverfikasikan, baik dengan berikut ini. Tabel 1. Pola Pergeseran Bahasa Jawa dalam Ranah Keluarga pada Masyarakat Pedesaan Brebes Keterangan : bJ: bahasa Jawa, bJK: bahasa Jawa Krama, bJN: bahasa Jawa Ngoko, bS: bahasa Sunda, bSH: bahasa Sunda Halus, bSK: bahasa Sunda Kasar, bI: bahasa Indonesia, bIF: bahasa Indonesia Formal, bINF: bahasa Indnesia Nonformal, CK: Campur Kode, AK:Alih Kode 47
Humaniora, Vol. 19, No. 1 Februari 2007: 43−51 Berdasarkan tabel 1 di atas, pola hubungan tidak mengunakan bahasa Jawa lagi. Bahasa suami ke istri dalam berinteraksi menggunakan yang digunakan untuk berinteraksi istri ke bahasa memperlihatkan bahwa bahasa Jawa suami adalah bahasa Sunda Kasar. Dari 20 telah mengalami pergeseran. Pergeseran itu peristiwa tutur yang diamati, semuanya ditandai dengan perubahan pemakaian bahasa menggunakan bahasa Sunda Kasar. Hal ini Jawa ke bahasa Sunda yang diperlihatkan dilakukan karena mereka menginginkan suami ke istrinya. Dalam hal ini, sesuai dengan peristiwa pertuturan tersebut berlangsung data yang diamati, dari 20 peristiwa tutur dengan akrab dan dimengerti oleh masing- ternyata bahasa Jawa tidak digunakan lagi. masing partisipan. Mereka cenderung menggunakan bahasa Sunda Kasar. Hal ini dilakukan karena suami Sementara itu, dalam hubungan antara yang beretnis Jawa menginginkan apa yang orang tua ke anak, bahasa yang digunakan juga disampaikannya dapat dimengerti oleh istri didominasi bahasa Sunda Kasar. Dari 25 yang kebetulan beretnis Sunda. Di samping itu, peristiwa tutur yang diamati, hanya ada 4 penggunaan bahasa Sunda dimaksudkan agar peristiwa tutur yang menggunakan bahasa Jawa komunikasi mereka lebih akrab, santai, dan Ngoko. Itu pun tidak seluruhnya menggunakan mudah dipahami. Untuk itu, suami menggeser bahasa Jawa Ngoko. Bahasa Jawa Ngoko penggunaan bahasa Jawa yang biasa dipakai bercampur kode dengan bahasa Sunda Kasar. dalam komunikasi sehari-hari menjadi bahasa Selain itu, dalam penggunaan bahasa Jawa Sunda. Dengan demikian, suami mengikuti juga beralih kode dengan bahasa Sunda Kasar. bahasa yang digunakan istri. Pergeseran Dengan demikian, tetap terjadi pergeseran bahasa seperti itu terjadi dalam konteks suami bahasa Jawa ke bahasa Sunda dalam hubungan beretnis Jawa dan istri beretnis Sunda sesuai antara orang tua ke anak. Adapun bahasa dengan apa yang diamati. Sunda yang digunakan ditemukan pada 21 peristiwa tutur. Dalam konteks ini, suami cenderung mengikuti bahasa yang digunakan oleh istri Sebaliknya, dalam hubungan antara anak dalam setiap pertuturan di keluarga karena ke orang tua bahasa yang digunakan juga suami menyadari bahwa penggunaan bahasa bahasa Sunda Kasar. Dari 25 peristiwa tutur, Jawa dalam keluarga itu cenderung akan hanya ada 5 peristiwa tutur yang bercampur menghambat komunikasi, tidak akrab, dan dan beralih kode dengan bahasa Indonesia tidak santai. Hal ini disebabkan bahasa Jawa ragam nonformal. Hal ini dapat terjadi karena kurang dimengerti oleh istri dan anak-anak anak-anak di sana merupakan anak yang maupun anggota keluarga lain. Demikian pula sekolah, sehingga bahasa Indonesia kadang seorang suami yang beretnis Sunda dan istri juga digunakan. Dengan demikian, ada 20 beretnis Jawa ternyata mereka akan tetap peristiwa tutur yang tetap menggunakan menggunakan bahasa Sunda ketika ber- bahasa Sunda Kasar. Dalam hubungan ini, komunikasi. Pergeseran terjadi pada pihak istri bahasa Jawa sama sekali tidak digunakan. yang bertenis Jawa. Hal ini dikarenakan bahasa yang dipakai untuk berkomunikasi sehari-hari Dalam hubungan antara anak dengan anak di keluarga adalah bahasa Sunda Kasar. Untuk dalam suatu keluarga ternyata bahasa yang itu, suami tidak menggeser bahasanya, tetapi digunakan juga didominasi bahasa Sunda justru istri yang mengambil sikap untuk Kasar. Dalam hubungan ini, bahasa Jawa menggeser bahasanya dari bahasa Jawa ke sama sekali tidak digunakan. Bahasa yang bahasa Sunda Kasar. kadang digunakan justru bahasa Indonesia ragam nonformal. Bahasa Indonesia nonformal Seperti halnya dalam hubungan suami ke digunakan bercampur dan beralih kode dengan istri, pola hubungan istri ke suami juga sudah bahasa Sunda Kasar. Hal ini terjadi karena topik yang dibicarakan oleh anak-anak adalah 48
Hari Bakti Mardikantoro, Pergeseran Bahasa Jawa dalam Ranah Keluarga pada Masyarakat Multibahasa topik yang sesuai dengan jiwa mereka, se- Dari peristiwa tutur tersebut, ternyata hingga kadang-kadang menghadirkan bahasa bahasa Sunda Kasar lebih dominan digunakan Indonesia. dalam hubungan antaranggota keluarga di wilayah perkotaan Kabupaten Brebes. Padahal, Pergeseran bahasa Jawa ternyata tidak sebelumnya bahasa Jawa juga banyak dipakai hanya terjadi dalam ranah keluarga di wilayah dalam hubungan antaranggota di wilayah pedesaan saja. Pergeseran bahasa Jawa juga perkotaan Kabupaten Brebes. Bahasa Jawa terjadi dalam hubungan antaranggota keluarga dan bahasa Sunda merupakan dua bahasa (ranah keluarga) di wilayah perkotaan. Hal ini yang banyak digunakan dalam ranah keluarga dapat dilihat dalam tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Pola Pergeseran Bahasa Jawa dalam Ranah Keluarga pada Masyarakat Perkotaan Brebes Tabel 2 menunjukkan pola pergeseran dan masing-masing anggota keluarga mem- bahasa Jawa antaranggota keluarga dalam punyai kompetensi menggunakan kedua ranah keluarga pada masyarakat Brebes di bahasa tersebut. Namun, dalam perkembang- wilayah perkotaan. Pergeseran tersebut terjadi annya bahasa Jawa mulai bergeser dan tidak pada semua peserta tutur, yakni antara suami- digunakan lagi di daerah tersebut. istri, istri-suami, orang tua-anak, anak-orang tua, dan anak-anak. Dari 20 peristiwa tutur FAKTOR-FAKTOR YANG antara suami-istri dan istri-suami , terdapat 20 MEMPENGARUHI PERGESERAN peristiwa tutur yang menggunakan bahasa BAHASAJAWA PADARANAH KELUARGA Sunda Kasar. Sementara itu, dari 25 peristiwa DI BREBES tutur antara orang tua-anak hanya terdapat 2 peristiwa tutur yang mnggunakan bahasa Jawa Dalam berkomunikasi, setiap anggota (ngoko) dan 23 peristiwa tutur menggunakan masyarakat bahasa harus memilih salah satu bahasa Sunda Kasar. Dalam peristiwa tutur bahasa atau ragam bahasa yang akan diguna- tersebut juga terjadi peristiwa alih kode dan kan dalam berinteraksi. Pemilihan bahasa atau campur kode. Hal yang sama juga terjadi ragam bahasa tersebut tidaklah dilakukan dalam peristiwa tutur antara anak-orang tua. secara acak, melainkan harus memper- Ada 25 peristiwa tutur yang terjadi, 19 peristiwa timbangkan berbagai faktor, seperti siapa yang tutur menggunakan bahasa Sunda Kasar, berbicara, kepada siapa, tentang topik apa, di sedangkan 6 peristiwa tutur menggunakan mana peristiwa tutur tersebut berlangsung. bahasa Inodonesia nonformal. Dalam peristiwa Dengan demikian, penggunaan suatu bahasa ini juga terjadi alih kode dan campur kode. tentu tidak dapat dilepaskan dari faktor sosial Adapun peristiwa tutur antara anak dan anak budaya masyarakat penuturnya. Hal yang terdapat 17 peristiwa tutur yang menggunakan sama juga terjadi dalam peristiwa pergeseran bahasa Sunda Kasar dan 8 peristiwa tutur bahasa Jawa di Brebes. Pergeseran bahasa menggunakan bahasa Indonesa nonformal. Jawa ini juga dipengaruhi oleh berbagai macam faktor sosial budaya masyarakat penuturnya. 49
Humaniora, Vol. 19, No. 1 Februari 2007: 43−51 Faktor-faktor tersebut adalah (1) situasi, (2) gunakan bahasa Sunda Kasar. Kemampuan latar belakang etnik, (3) kemampuan bahasa berbahasa anggota keluarga dapat menjadi faktor angota keluarga, (4) hubungan kekerabatan, pergeseran bahasa Jawa. Kemampuan bahasa dan (5) topik pembicaraan. masing-masing anggota keluarga akan menentukan bahasa yang digunakan. Semakin Peristiwa tutur yang terjadi dalam ranah banyak anggota keluarga yang menggunakan keluarga bila dilihat dari situasinya dapat bahasa Sunda Kasar, maka bahasa itulah yang dikategorikan dalam situasi nonformal. Dalam dipilih para anggota keluarga untuk berkomuni- situasi seperti ini, bahasa yang digunakan juga kasi karena mereka menginginkan hubungan bahasa nonformal. Dalam penggunaan bahasa yang akrab, tidak kaku, dan bahasa yang antaranggota keluarga, para penutur tersebut digunakan adalah bahasa yang sama-sama menghendaki hubungan yang akrab, intim, dan dipahami oleh para anggota keluarga tersebut. tidak kaku. Dari data yang dikumpulkan, terlihat Dalam hal ini terjadilah pergeseran bahasa bahwa faktor situasi sangat mempengaruhi Jawa. pergeseran bahasa dari bahasa Jawa ke bahasa Sunda karena dalam ranah keluarga Hubungan kekerabatan yang dekat juga di Brebes, para annggota keluarga meng- dapat menjadi faktor pergeseran bahasa Jawa hendaki bahasa yang sama-sama dimengerti, pada masyarakat multilingual di daerah Brebes. yang menimbulkan keakraban dan keintiman, Penggunaan bahasa Sunda Kasar oleh anggota serta tidak kaku. Maka kemudian dipilihlah keluarga menunjukkan hubungan kekerabatan bahasa Sunda Kasar. mereka yang sangat dekat. Sebaliknya, peng- gunaan bahasa Jawa atau bahasa Indonesia Selain faktor situasi tuturan, pergeseran menunjukkan hubungan kekerabatan mereka bahasa Jawa juga dipengaruhi oleh faktor latar kurang dekat. Oleh sebab itu, dalam komunikasi belakang etnik. Secara geografis, Kabupaten pada keluarga dengan latar belakang bahasa Brebes terletak di wilayah pantai utara yang ibu yang berbeda, mereka akan mengambil berbatasan dengan provinsi Jawa Barat. Di sikap menggeser bahasanya menjadi bahasa sebelah barat, kabupaten ini berbatasan dengan Sunda Kasar. Hal ini dilakukan untuk menjaga eks-Karisidenan Cirebon. Masyarakat di daerah hubungan kekerabatan yang sudah akrab. kabupaten Brebes merupakan kelompok masyarakat yang multietnik. Kelompok masya- Faktor lain yang mempengaruhi pergeseran rakat yang terdapat di daerah itu adalah kelom- bahasa Jawa adalah faktor topik pembicaraan. pok etnik Jawa, Jawa-Sunda, Sunda, serta Dlam berkomunikasi, para penutur bahasa tentu kelompok etnik yang lainnya. Kelompok etnik dibatasi oleh topik tuturan. Topik tuturan inilah ini merupakan kelompok etnik yang unik karena yang akan mengarahkan komunikasi tersebut. budaya dan tradisi mereka merupakan hasil Bergesernya bahasa Jawa dalam komunikasi percampuran antara budaya Jawa dan Sunda. antaranggota keluarga di wilayah Brebes juga Dengan kondisi yang seperti ini, bahasa Jawa dipengaruhi oleh faktor topik pembicaraan. dan bahasa Sunda merupakan dua bahasa yang Dalam komunikasi keluarga, topik yang dipakai untuk komunikasi. Namun, bahasa yang dibicarakan adalah topik tentang kehidupan dominan digunakan adalah bahasa Sunda sehari-hari. Topik ini merupakan topik yang Kasar. Bahasa Jawa tergeser pemakaiannya, ringan dan tidak formal. Untuk menyampaikan padahal wilayah itu termasuk wilayah Jawa topik-topik seperti itu, dipilihlah bahasa Sunda Tengah. Kasar, bukan bahasa yang lain, bahasa Jawa, atau bahasa Indonesia, misalnya. Masyarakat di daerah Brebes bagian barat cenderung menggunakan bahasa Sunda SIMPULAN dalam berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya. Dengan kondisi seperti ini, kemampuan Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpul- anggota masyarakat dalam berbahasa meng- kan bahwa telah terjadi pergeseran bahasa 50
Hari Bakti Mardikantoro, Pergeseran Bahasa Jawa dalam Ranah Keluarga pada Masyarakat Multibahasa Jawa dalam ranah keluarga pada masyarakat D, No. 39, The Australian National University. multilingual di wilayah Kabupaten Brebes. Canberra. Pergeseran bahasa Jawa itu tampak dalam Labov, Williams.1972. Sociolinguistics Patterns. pola hubungan antaranggota dalam keluarga. Philadelphia : University of Pennsylvania Press. Pola hubungan itu meliputi (i) pola hubungan Mbete, Aron Meko. 2003. Bahasa dan Budaya Lokal suami ke istri, (ii) pola hubungan istri ke suami, Minoritas: Asal-Muasal, Ancaman Kepunahan, dan (iii) pola hubungan orang tua ke anak, (iv) pola Ancangan Pemberdayaan dalam rangka PIP Kebudayaan hubungan anak ke orang tua, dan (v) pola Universitas Udaya. Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru hubungan anak ke anak. Pergeseran bahasa Besar Universitas Udayana, Bali. Jawa dalam ranah keluarga di wilayah Kabupa- Miles, Matthew B dan A. Michael Huberman. 1992. ten Brebes itu dipengaruhi oleh beberapa faktor AnalisisDataKualitatif. Terjemahan Tjetjep Rohendi sosial. Faktor tersebut adalah (i) situasi tuturan, Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia. (ii) latar belakang etnik, (iii) kemampuan Noor, Abdul Jawat. 1999. “Bahasa Jawa di Wilayah bahasa angota keuarga, (iv) hubungan keke- Kabupaten Brebes: Kajian Geografi Dialek”. TesisS- rabatan, dan (v) topik pembicaraan. 2 (belum diterbitkan). Yogyakarta: Program Pascasarjana UGM Yogyakarta. DAFTAR RUJUKAN Poedjosoedarmo, Soepomo. 1982. “Kode dan Alih Kode” dalam Widyaparwa No. 22 Tahun 1982. Yogyakarta: Amar, Rahim. 2004. Pergeseran dan Pemertahanan Bahasa. Balai Penelitian Bahasa, halaman 1-43. dalam situs http://dbp.gov.my/dbp98/majalah/ Sasangka, S.S.T.W. 1999. “Bahasa-bahasa Daerah di pelita99/pb0399jurai.htm .12 Juni 2004. Kabupaten Brebes”. Jurnal Linguistik Indonesia. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya, halaman Bell,R.T.1976. Sociolinguististic: Goal, Approaches, and 23-39. Problems. London: Bastford. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Dittmar,Norbert.1976. Sociolinguistics:Goals,Approaches, secaraLinguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University. and Problems.London:Bastford. Sumarsono dan Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda dan Pustaka Pelajar. Fasold,Ralph.1984. TheSociolinguisticsof Society.Oxford: Tim Bappeda Kabupaten Brebes 2000. Potensi Desa/ Basil Blackwell Kelurahan Kabupaten Daerah Tingkat II Brebes.Brebes: Bappeda - BPS Kabupaten Brebes. Fishman, Joshua R. 1976. The Sociology of Language. Wardhaugh, Ronald.1986. An Introduction to Socio- Rowley: Newbury House. linguistics. Oxford: Basil Blackwell. Wijana, I Dewa Putu. 1997. “Linguistik, Sosiolinguistik, Holmes, Janet. 1992. AnIntroductiontoSociolinguistics. dan Pragmatik”. Makalah Temu Ilmiah Bahasa dan New York: Longman. Sastra di Balai Penelitian Bahasa Yogyakarta. Hudson, R.A. 1996. Sociolinguistics (Second Edition). Cambridge: Cambridge University Press. Kartomihardjo,Soeseno.1981. Etnography of Communicative Codes in East Java.Disertasi,PasificLinguistics,Series 51
Search
Read the Text Version
- 1 - 9
Pages: