Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore SPIRITUALITAS DALAM KONTEKS KONSELING

SPIRITUALITAS DALAM KONTEKS KONSELING

Published by fauliamuthmainah, 2022-04-05 14:50:16

Description: SPIRITUALITAS DALAM KONTEKS KONSELING

Search

Read the Text Version

Journal of Innovative Counseling : Theory, Practice & Research (2017), 1(1), pp. 1-8 INNOVATIVE Program Studi Bimbingan dan Konseling | Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan | COUNSELING Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya (UMTAS) ISSN (Print): 2548-3226 SPIRITUALITAS DALAM KONTEKS KONSELING Aam Imaduddin*) *) Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya  (e-mail) [email protected] Abstract. Spirituality in the context of counseling have the same potential both positive or negative, counselors need to have a standardized competencies to integrating spiritual and religious dimension in the counseling process. Spirituality is a part of the individual's development that characterizes humanity and as an indicator of mental health. Standarized competencies in integrating spiritual dan religious in counseling process can be achieved with education. Keywords : Spirituality, Religiousity, Counseling Rekomendasi Citasi: Imaduddin, Aam. (2017). Spiritualitas dalam Konteks Konseling. Journal of Innovative Counseling : Theory, Practice & Research, 1 (1): pp. 1-8 Article History: Received on 12/12/2016; Revised on 12/23/2016; Accepted on 01/08/2017; Published Online: 01/16/2017. This is an open access article distributed under the Creative Commons Attribution License, which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited. © 2017 Journal of Innovative Counseling : Theory, Practice & Research Pendahuluan 2010), hal ini dikarenakan konseling merupakan proses transfer nilai-nilai antara “ Human beings are not only konselor dan konseli, sehingga konselor psychosexual and psychosocial, they are also perlu memperhatikan nilai-nilai yang dimiliki oleh konseli dan nilai-nilai yang akan psychospiritual” (Jung dalam Stanard, dibangun dalam proses konseling, hal ini Sandhu, & Painter, 2000). didasarkan pada hasil penelitian yang menunjukan bahwa konseli mengadopsi Perkembangan kajian spiritualitas dalam nilai-nilai yang dianut oleh konselor konteks konseling dan psikologi menunjukan (Zinnbauer& Pargament,2000). Sehingga perkembangan pesat (Zinnbauer & menjadi penting bagi konselor memahami Pargament, 2000; Corey, 2000; Ingersol, nilai-nilai yang dianut oleh konseli, termasuk 2004), hal ini didasarkan pada ragam nilai-nilai spiritual dan religiusitas. penelitian yang menunjukan dampak positif dari praktik pemanfaatan spiritualitas dalam Pengintegrasian dimensi spiritual dalam penanganan permasalahan fisik dan mental ( konteks bimbingan dan konseling baik Gallup, 2007; Young, Wiggins-Frame, & sebagai bagian dari pertumbuhan dan Cashwell, 2007). perkembangan individu, maupun sebagai bentuk terapeutik saat ini telah memasuki era Spiritualitas dalam praktek layanan baru dimana dimensi spiritual menjadi bagian konseling merupakan bagian integral yang mendasar dalam perkembangan individu. penting dalam perkembangan individu (Corey, 2000), konselor perlu mengenali dan Pelibatan spiritualitas dalam layanan memahami nilai-nilai spiritual dan konseling ketika dimanfaatkan dengan tepat keagamaan konseli (Peck dalam Forman, 1

JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCH Vol.1, No.1, Januari 2017 Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Imaduddin, Aam dapat menjadi pendekatan yang efektif dalam Hakikat Spiritualitas rangka memfasilitasi perubahan, harapan, dan pencerahan dalam diri konseli (Ingersol, Seluruh manusia pada hakikatnya 2004; Bowen-Reid & Harrell dalam Dailey, tercipta sebagai makhluk spiritual, untuk 2011). dapat melihat perbedaan kualitas spiritual seseorang dapat dilihat dari tingkat kesadaran Kemunculan berbagai kajian mengenai dan cara merespons dan daya juang dalam dimensi spiritual dalam konteks bimbingan proses transendensi diri, kepasrahan, dan konseling serta kajian psikologis lainnya integrasi, dan identitas diri(Banner dalam telah mendorong beragam penelitian, seperti Stanard, Sandhu, & Painter, 2000 :204). kajian konseling spiritual theistic (Yusuf, 2007; Richard & Bergin, 2005), konseling Kajian dan pembahasan mengenai isu untuk kesejahteraan spiritual (Chandler, spiritualitas tidak luput dari upaya pemetaan Holden, & Kolander,1992), spiritualitas hakikat dari spiritualitas itu sendiri, terjadi sebagai sumber energi penggerak dalam keragaman dalam memaknai konsep dimensi kesejahteraan (Myers & Sweeney, spiritualitas dalam konteks perkembangan 2008), spiritualitas dan kesejahteraan individu. Namun demikian, upaya yang bisa (Cashwell, 2005), Wellness Counseling dilakukan agar konsep spiritualitas dapat (Myers & Sweeney, 2005; Granello, 2013). diterima dalam konteks pendidikan adalah dengan mengkonseptualisasikan spiritual Konsep spiritualitas yang dibangun sebagai bagian dari perkembangan individu dalam riset yang berkembang saat ini (Ingersol, 2004). merujuk pada dua sudut pandang, pertama menegaskan spiritualitas sebagai bagian dari Myers (2000:252) mendefinisikan perkembangan individu dan bukan bagian spiritualitas sebagai sebuah kesadaran dari konsep religiusitas (Chandler, Holden, terhadap suatu kekuatan yang melampaui dan Kolander,1992; Myers, 1992; Wasgate, aspek-aspek material dalam kehidupan di 1996; Banks dalam Wasgate, 1996), luar diri individu dan kesadaran yang sedangkan sudut pandang kedua membawa pada kedalam rasa terhadap memposisikan dimensi spiritual beririsan keutuhan dan keterhubungan diri dengan dengan dimensi religiusitas meskipun tidak alam semesta. Spiritualitas memiliki konotasi secara tegas mengatakan sebagai bagian dari saling terhubung dan transendensi diri dimensi religiusitas (Fisher,2010; Purdey & sebagai bentuk yang berlawanan dengan self- Dupey (2005). centeredness. Pesatnya kajian mengenai spiritualitas Makna spiritual dapat dimaknai dalam konteks konseling mendorong asosiasi sebagai transendensi yang merupakan konseling di America (ACA) membentuk capaian tertinggi dalam perkembangan divisi khusus mengenai isu spiritual yang individu, sebagai motivasi yang mendorong dikenal dengan ASERVIC ( Association for individu dalam mencari makna dan tujuan Spiritual, Ethic, and Religious Values In hidup, sebagai ciri kemanusiaan yang Counseling). membedakan individu dengan makhluk yang lainnya, dan sebagai dimensi kemanusiaan Pembahasan yang dapat menjadi indikator tingkat kesehatan mental seseorang (Maslow, 1971; Konteks Spiritualitas dalam Konseling Ellison 1983; dan Banner, 1991; Ingersol & Bauer, 2004). Kajian spiritualitas dalam artikel ini difokuskan pada beberapa hal, diantaranya : Yusuf (2007:7) menyarikan beberapa a) hakikat spiritual, b) dimensi-dimensi pendapat mengenai spiritualitas kedalam spiritualitas, c) perbedaan spiritualitas dan tujuh poin utama, yaitu : 1) spitual religiusitas, d) spiritual dalam konteks merupakan ekspresi kegiatan spirit manusia, bimbingan dan konseling, dan e) kompetensi 2) proses personal dan sosial yang merujuk spiritual konselor. pada gagasan, konsep, sikap, dan tingkah laku yang berasal dari dalam diri individu, 3)kesadaran transendental yang ditandai dengan nilai-nilai tertentu, 4) pengalaman 2

Spiritualitas dalam Konteks Konseling Imaduddin, Aam intra, inter dan transpersonal yang dibentuk, Dimensi-dimensi Spiritualitas diarahkan oleh pengalaman individu, 5) aktivitas manusia yang mencoba untuk Pemetaan dimensi spiritualitas dalam mengekspresikan pengalaman-pengalaman konteks bimbingan dan konseling dapat yang mendalam dan bermakna, 6) kapasitas dilihat dalam beberapa literatur yang dan kecenderungan yang bersifat unik dan mengkaji tentang kesejahteraan spiritual bawaan, dan 7) kecerdasan ke-Tuhanan ( (Chandler, Holden, & Kolander, 1992; Divine Intelligence) yang membangun Wasgate, 1996; model Ellison Tahun 1983 keharmonisan diri, alam, dan Tuhan yang dalam Brigss & Shoffner, 2006; Myers, Maha Kuasa. Witmer, dan Sweeney, 1992; Wasgate (1996), Ingersoll (1996), Fisher (Fisher, Sedangkan dalam kajian Fisher (2011) 2000), dan Purdey & Dupey (2005). ditemukan beberapa simpulan mengenai hakikat spiritualitas, yaitu 1) spiritualitas Hasil analisis terhadap dimensi- merupakan bagian inti dari jatidiri dimensi kesejahteraan spiritual di atas kemanusiaan, 2) spiritulitas berkaitan erat menunjukan dari delapan teori atau konsep dengan dimensi emosional individu, hal ini kesejahteraan spiritual menunjukan dimensi- dikarenakan dimensi spiritual bersentuhan dimensi yang senada yang dapat dengan rasa dan hati manusia yang dikerucutkan menjadi empat dimensi yaitu : merupakan bagian dari esensi keberadaan (1) keimanan terhadap Tuhan Yang Maha individu, 3) spiritualitas bersifat dinamis, hal Kuasa, (2) makna dan tujuan hidup, (3) ini menunjukan bahwa dimensi spiritual sumber daya internal, dan (4) harmoni dalam diri individu dapat tumbuh dan dengan lingkungan. berkembang sebagai indikator kualitas kesehatan spiritualitas diri individu. Pertama dimensi keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, merupakan dimensi Spiritualitas tidak hanya merujuk pada yang dapat ditemukan dalam semua model pengalaman keagamaan secara tradisional, kesejahteraan spiritual dengan istilah dan akan tetapi merupakan seluruh bentuk penekanan yang berbeda, diantara indikator perwujudan dari kesadaran, semua bentuk dimensi keimanan, yaitu : (1) komitmen keberfungsian manusia sebagai makhluk terhadap Tuhan, (2) meyakini hal yang gaib, dalam rangka mencapai nilai kehidupan yang (3) menjalankan ibadah ( Banks dalam lebih tinggi. Dorongan kebutuhan spiritual Wasgate, 1996; Ingersol, 1998; Fisher dalam merupakan sesuatu yang mendasar, Fisher, 2000; dan Purdey & Dupey, 2005), fundamental, dan nyata dalam perkembangan (4) menjalin hubungan dengan Tuhan Yang diri individu. (Assagioli dalam Chandler, Maha Kuasa ( Ellison dalam Brigss & Holden, & Kolander, 1992:168). Shoffner, 2006; Myers, Witmer, dan Sweeney,1992), (5) keyakinan terhadap Spiritualitas merupakan identitas kekuatan yang mengatur alam semesta, (6) fundamental individu yang merupakan kemampuan memaknai kematian ( Purdey & puncak capaian perkembangan dimana Dupey, 2005), dan (g) memunculkan individu mampu mencari makna dan tujuan indikator transendensi (Wasgate,1996). hidup, sehingga mampu hidup dengan mental yang sehat. Spiritualitas bukan sekedar Kedua dimensi makna dan tujuan bagian integral dan signifikan dalam hidup yang memiliki empat indikator, yaitu pengalaman individu, melainkan bagian dari (1) memaknai kehidupan ( Banks dalam perkembangan individu itu sendiri, Wasgate, 1996; Myers, Witmer, dan pengabaian terhadap aspek spiritualitas Sweeney, 1992; Chandler, Holden & dalam kehidupan merupakan tindakan Kolander, 1992; Wasgate, 1996; Ingersoll, memisahkan bagian fundamental dalam 1998; Fisher dalam Fisher, 2000; Purdey & identitas dan kehidupan individu(Maslow Dupey, 2005, (2) memiliki tujuan hidup dalam Chandler, Holden, & Kolander, (Myers, 1990; Wasgate, 1996; Fisher,1998), 1992:168; Banner dalam Stanard, Sandhu, & (3) bersyukur atas kehidupan (apresiasi) Painter, 2000 :204, dan Ingersol & Bauer, (Myers,1990), dan (4) Memiliki harapan 2004; Cates, 2009:5). yang positif (Ingersoll, 1998). 3

JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCH Vol.1, No.1, Januari 2017 Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Imaduddin, Aam Ketiga dimensi sumber daya internal, (Dittes, Ellis dalam Tsang & McCullough, istiliah ini meminjam istilah dari indikator 2003 ) . kesejahteraan spiritual yang dikembangkan oleh Wasgate (1996), karena melihat makna Kedua kelompok yang memandang dari indikator-indikator yang digagas dalam agama dan keberagamaan secara positif, setiap model menunjukan makna yang kelompok ini diwakili oleh Allport (Tsang & senada. Adapun indikator dari sumber daya McCullough, 2003) yang berpendapat bahwa internal antara lain : (1) memiliki prinsip kematangan dan beragama dapat menyatukan dalam menjalani kehidupan, (2) tidak kepribadian individu, bahkan dengan tegas mementingkan diri sendiri, (3) bertahan Allport berpendapat bahwa agama bukan hidup ( Banks dalam Wasgate, 1996), (4) hanya mampu menjadi dasar filosofis memiliki kesadaran intrapersonal ( Ellison kehidupan yang memungkinkan untuk dalam Brigss & Shoffner, 2006; Fisher, mengembangkan dan menjaga kematangan 1998), (5) memiliki sistem keyakinan pribadi kepribadian individu, dan yang paling (believe system) (Myers, 1990), (6) kendali mendasar adalah “religion is the search for diri, (7) meningkatan rasa cinta dan kasih value underlying all things”. sayang, (8) keinginan untuk berkembang (Chandler, Holden & Kolander, 1992; Purdey Munculnya pandangan negatif dari & Dupey, 2005), (9) fokus pada masa kini beberapa psikolog mengenai religiusitas (Chandler, Holden & Kolander, 1992; dalam perkembangan psikologi perlu Ingersoll, 1996), (10) memiliki rasa dipahami dari banyak aspek dan latar kebebasan, dan (11) memiliki dorongan belakang para penggagas teori tersebut. untuk mengembangkan pengetahuan (Ingersoll, 1998). Hal yang mendasar dari munculnya pandangan negatif terhadap konsep agama Dimensi keempat adalah kemampuan dalam psikologi adalah permasalahan sudut membangun harmoni dengan lingkungan pandang dan cara memperoleh kebenaran yang ditandai dengan indikator : (1) mengenai konsep agama dan keberagamaan, dorongan untuk membantu orang lain (Bank, karena ketika para psikolog mengkaji agama 1980), (2) mampu mencari lingkungan yang dan keberagamaan tentunya menggunakan mendukung perkembangan dan menghargai perspektif, paradigma dan standar kebenaran keutuhan pribadi (Ellison, 1983), (3) yang merujuk pada konsep keilmuan dalam terhubung dengan alam (Myers, 1990; bidang psikologi, bukan dari dalam agama itu Ingersoll, 1998), (4) memiliki kemampuan sendiri, sehingga jelas tidak akan interpersonal, dan (5) menjaga kelangsungan mendapatkan kebenaran yang sesuai alam dan lingkungan sekitar (Wasgate, 1996; (Soelaeman, 1988). Fisher, 1998). Jika ditelusuri secara hakikat, terdapat Perbedaan spiritualitas dan Religiusitas benang merah antara spiritualitas dan religiusitas, bahkan kedua istilah ini sering Memahami konsep religiusitas dalam dipertukarkan penggunaannya baik sebagai konteks bimbingan dan konseling, psikologi, sebuah istilah maupun secara pemaknaan. dan pendidikan pada umumnya dapat ditinjau dari dua sudut pandang, pertama Religuisitas dapat dipahami sebagai kelompok yang memandang religiusitas rasa beragama atau ekspresi yang ditunjukan sesuatu yang negatif, seperti pendapat Freud oleh seseorang dalam kehidupan beragama (Tsang & McCullough, 2003) yang yang berhubungan dengan praktik menyebut bahwa religiusitas sebagai keberagamaan, spiritualitas, dan kualitas ‘universal obsessional neurosis of humanity’ moral yang tinggi sebagai dampak ketaatan dalam pandangan Freud religi dianggap terhadap ajaran agama (Kavros, 2014:764). sebagai perilaku impulsif, selain itu dari pandangan negatif mengenai religi Zinnbauer & Pargament (2005:23 ) berpendapat bahwa religiusitas sebagai melakukan analisis terhadap delapan definisi kelemahan mental dan keterbelakangan religiusitas dan sembilan definisi spiritualitas yang hasilnya menunjukan bahwa pertama hakikat religiusitas adalah sistem keyakinan tentang Tuhan, praktik ibadah, kesadaran diri 4

Spiritualitas dalam Konteks Konseling Imaduddin, Aam sebagai makhluk, keimanan terhadap konseli lebih memilih konselor yang kematian, pengalaman diri, harmoni diri memiliki kejelasan orientasi spiritual dan dengan lingkungan dan Tuhan, serta religius, terutama bagi konseli dengan permasalahan etika. Kedua hakikat permasalahan yang berat. spiritualitas adalah kekuatan yang dapat membangun hubungan diri dengan Tuhan, Konselor tidak boleh abai terhadap kekuatan untuk menjalani kehidupan, proses pencarian kebermaknaan diri, transendensi, isu-isu nilai pribadi, spiritualitas, dan dan respon terhadap seruan Tuhan. religiusitas, karena pada saat konselor abai Zinnbauer & Pargament (2005:23) telah memetakan beberapa pendapat secara tidak langsung telah melanggar etik mengenai definisi religiusitas dan spiritualitas, yang menemukan terdapat dan bahkan melakukan tindakan subversif kesepahaman dan kesepakatan umum yang menyatakan bahwa kedua konsep tersebut (Bergin dalam Zinnbauer & bersifat multidimensi. Para psikolog menjelaskan bahwa konsep agama (religion) Pargament,2000:162). merupakan konstruk yang lebih luas akan tetapi tidak secara eksplisit dipisahkan dari Proses konseling bukanlah layanan konsep spiritualitas (Hill et al., Pargament, yang bebas nilai, melainkan layanan yang dalam Zinnbauer & Pargament, 2005). Dari syarat nilai (Zinnbauer& Pargament konstruk tersebut dapat dipahami bahwa (2000:162). Nilai-nilai pribadi konseli dan konsep religiusitas dan spritualitas konselor meliputi dimensi spiritualitas dan merupakan bagian dari agama itu sendiri, dan religiusitas. Bahkan dengan tegas Peck kedua konsep ini secara operasional serang (Ingersol, 1996) menyatakan bahwa seorang digunakan secara bergantian baik secara terapis harus mengenali dan menggali makna atau istilah (Spilka & Mcintosh dalam informasi mengenai agama klien yang Zinnbauer & Pargament, 2005 ). ditangani, bahkan jika kliennya menyatakan tidak beragama. Konteks Spiritual dalam Bimbingan dan Konseling Urgensi pelibatan dimensi spiritual dan religius dalam proses konseling muncul dari Potensi positif pemanfaatan spiritulitas kebutuhan mendasar yaitu melibatkan fitrah dalam proses konseling seimbang dengan kemanusiaan. Survey Gallup menunjukan potensi kerawanan dan dampak negatifnya. bahwa warga Amerika meyakini keberadaan Integrasi spiritualitas dalam layanan Tuhan atau keyakinan lainnya, serta agama konseling ketika dimanfaatkan dengan tepat merupakan sesuatu yang penting dalam dapat menjadi pendekatan yang efektif dalam kehidupan, agama dapat menjawab rangka memfasilitasi perubahan, harapan, permasalahan hidup (Chou & Bermender, dan pencerahan dalam diri konseli ( Bowen- 2011: 1). Hal ini menegaskan bahwa secara Reid & Harrell dalam Dailey at.al, 2011). ilmiah seperti dikatakan para ahli seperti Oleh karena itu Kahle & Robbins (Chou & Hegel hingga Erikson bahwa secara fitrah Bermender, 2011: 2) memaparkan manusia adalah mahluk religius yang secara pentingnya penyiapan kompetensi spiritual eksistensial memiliki dorongan untuk konselor untuk mengurangi potensi negatif mencapai transendensi, kebebasan, dari pelibatan dimensi spiritual dalam proses kemampuan memaknai, terlepas dari ragam konseling. agama atau keyakinan yang dijalani (DuBose, 2014:1). Penelitian yang dilakukan oleh Cates (2009: 4) terhadap sejumlah penelitian Konselor perlu memperhatikan nilai- mengenai kecenderungan alasan memilih nilai pribadi konseli, dan nilai-nilai yang konselor berdasarkan profil orientasi spiritual akan dibangun dalam sebuah proses dan religius menunjukan bahwa 79-81% konseling, karena dalam sebuah proses konseling terjadi transfer nilai-nilai konselor kepada konseli, dari hasil riset menunujukan bahwa konseli mengadopsi nilai-nilai yang dianut oleh konselor (Zinnbauer & Pargament, 2005:23) Pentingnya memperhatikan aspek spiritualitas dan religiusitas dalam proses 5

JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCH Vol.1, No.1, Januari 2017 Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Imaduddin, Aam konseling dan psikoterapi diatur dalam kode religiusitas dalam proses konseling, terdiri etik American Counseling Association tahun dari 14 kompetensi yang dikelompokan ke 2005 dan pedoman etik American dalam enam kelompok kompetensi, yaitu : Psychological Association 1992 ( dalam Culture and Worldview, Counselor Self- Johansen, 2010:8) dimana konselor maupun Awareness, Human and Spiritual psikoterapis harus sadar, menghargai, dan Development, Communication, Assessment, tidak melakukan diskriminasi terhadap Diagnosis and Treatment. konseli dalam berbagai aspek, termasuk dimensi spiritualitas dan religiusitas. Merujuk kompetensi ASERVIC (Cashwell & Watts, 2010) setiap konselor Aturan mengenai aspek spiritualitas harus memiliki sudut pandang yang jelas dan religiusitas dalam konseling mendorong mengenai dimensi spiritual dan religius diri kajian-kajian yang melatar belakangi dan konseli, sehingga konselor harus terus munculnya divisi yang khusus mengkaji isu aktif menggali informasi dan minat dalam hal spiritual dan religiusitas yaitu Association for pengembangan spiritualitas dan religiusitas, Spiritual, Ethical and Religious Values in sehingga konselor mampu dengan bijak Counseling (ASERVIC) memetakan sejumlah memanfaatkan dimensi spiritual dan religi kompetensi spiritual yang harus dikuasi oleh dalam proses konseling. Selain itu konselor konselor pada tahun 2005, dan pada tahun harus mampu mengevaluasi dampak dari 2009 the Counsel for Accreditation of pemanfaatan dimensi spiritual dan religi Counseling and Related Educational dalam proses konseling. Programs (CACREP) memasukan kompetensi spiritual kedalam standar Simpulan akreditasi pendidikan konselor. Spiritualitas dan religiusitas Kompetensi Spiritual Konselor merupakan bagian integral dari diri individu yang menjadi ciri kemanusiaan dan menjadi Permasalahan mendasar dalam indikator kualitas kesehatan mental individu. penerapan & pemanfaatan dimensi spiritualitas dan religiusitas dalam proses Proses konseling adalah sebuah konseling adalah kompetensi konselor yang layanan yang sarat nilai, sehingga kondisi ini belum memadai, terutama dalam hal (1) mengharuskan konselor memiliki sikap, mengenali dan mengelola perbedaan nilai pengetahuan, dan keterampilan yang dalam sebuah proses konseling, (2) mumpuni, termasuk dalam mengintegrasikan melakukan proses konseling yang melibatkan dimensi spiritual dan religi dalam proses nilai dan isu religiusitas-spiritualitas, dan (3) konseling. mengidentifikasi potensi dampak nilai keberagamaan konselor terhadap proses Kecenderungan konseli memilih konseling (Zinnbauer& Pargament ,2000). konselor yang menunjukan sikap dan kapasitas spiritual dan religi menunjukan Kompetensi spiritual yang perlu kebutuhan akan pelayanan konselor yang dikuasai oleh konselor merupakan jabaran memenuhi kompetensi spiritual dalam dari kode etik konselor yaitu mengenali konseling. keberagaman dan menguasai ragam pendekatan lintas-budaya dalam rangka Dimensi spiritual dan religi ketika mendukung nilai-nilai, harga diri, potensi, digunakan dengan porsi, cara, dan sikap yang dan keunikan setiap individu dalam konteks utuh dalam proses konseling akan membantu sosiokultural (ACA Code of Ethics, 2005 meningkatkan efektivitas proses layanan. dalam ASERVIC, :1). Kompetensi spiritual konselor perlu The Association for Spiritual, Ethical disiapkan melalui proses pendidikan dan and Religious Values in Counseling latihan yang tepat, sehingga setiap calon (ASERVIC) merumuskan komptensi dasar konselor yang dihasilkan dari proses yang harus dikuasi oleh konselor yang terkait pendidikan memiliki kompetensi standar. dengan pengintegrasian spiritualitas dan 6

Spiritualitas dalam Konteks Konseling Imaduddin, Aam Referensi DuBose, T., (2014). Homo Religiosus. dalam Leeming, D.A., Madden, K., Marlan, Cates, K.A. (2009). Counselor Spiritual S. (Eds.) Encyclopedia of Psychology and Religion. Competencies: an Examination of Fisher, j. (2011). The Four Domains Model: Counselor Practices.Disertation. Connecting Spirituality, Health and Auburn – Alabama : Auburn Well-Being. Religions 2011, 2, 17-28; University doi:10.3390/rel2010017. [online] tersedia di : Cashwell, C.S., & Watts, R.E. (2010). The www.mdpi.com/journal/religions. New ASERVIC Competencies for Addressing Spiritual and Religious Ingersol, R.E. (1996). Spiritual Wellness Test Issues in Counseling. Jurnal : The Spiritual Wellnes Inventory Counseling and Values, October 2010, http://elliottingersoll.com/Spiritual_W Volume 55. ellness_Test.html Chandler, C.K., Holden, J.M., Kolander, Ingersoll, R.E & Bauer, AL. (2004). An C.A. (1992). Counseling For Spiritual Integral Approach to Spiritual Wellness : Theory And Practice. Wellness in School Counseling Journal of Counseling and Settings. Journal Professional School Development November/December Counseling : ASCA. 7:5 Juni 2004. 1992. Volume 71. Jackson, S.A (2012). Children, Spiirituality, Chou, W. –M., & Bermender, P. A. (2011). dan Counseling. American Journal of Spiritual integration in counseling Applied Psychology. Vol.1, No.1, training: A study of students’ 2012, pp.1-5. perceptions and experiences. Retrieved from http://counselingoutfitters.com/ Kavros, P.M. (2014) Religiosity. Dalam vistas/vistas11/Article_98.pdf David A. Leeming, Kathryn Madden, Stanton Marlan (Eds.) Encyclopedia of Corey, G. (2000). Journal Of Counseling & Psychology and Religion. New York : Development, Spring 2000 ,Vol 78. Springer Dailey, S. F., Curry, J. R., Harper, M. C., Stanard, R.P, Sandhu, D.S., & Painter, L.C. Hartwig Moorhead, H. J., & Gill, C. S. (2000). Assessment of Spirituality in (2011). Exploring the spiritual domain: Counseling. Journal Of Counseling & Tools for integrating spirituality and Development, Spring 2000, Volume religion in counseling.[online] tersedia 78. America : American Counseling di :http://counselingoutfitters.com/ Association. vistas/vistas11/Article_99.pdf Dedert, E.A., et.al. (2004). Religiosity May Tsang, Jo-Ann &McCullough, M.E. (2003). Help Preserve The Cortisol Rhythm In Measuring Religious Constructs: A Women With Stress-Related Illness. Hierarchical Approach to Construct International Journal of Psychiatry in Organization and Scale Selection. Medicine, vol. 34(1) 61-77, 2004. Dalam Lopez, S.J & Snyder, C.R. editor (2003). Positive psychological assessment: A handbook of models and measures. Washington, DC, US: American Psychological Association. 7

JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCH Vol.1, No.1, Januari 2017 Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Imaduddin, Aam Zinnbauer, B.J. & Pargament, K.I. (2000) Working with The Sacred : Four Approaches to religous & Spiritual Issues in Counseling. Journal of counseling and depelovment Spring 2000, Volume 78, hal 162-171 Zinnbauer, B.J. & Pargament, K.I. (2005) Religiousness and spirituality. Dalam Raymond f. Paloutzian, R.F. & Park, C.I. Editor. (2005) Handbook of the Psychology of religion And spirituality. New York : The Guilford Press. 8


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook