kan. Keberakhiran personal adalah nyata dengan memperhati- kan awal dan akhir kejadiannya. Demikian juga dengan 'aradh (bentukan dari esensi atau materi-pen.) akan binasa dengan binasanya person yang membawa atau mengandung'aradh iw. Berakhirnya zaman ada (terjadi) dengan kemunculan zaman lain setelahnya. Dengan demikian,Ibnu Hazm menegaskan bah- wa alam semesta akan berkesudahan bersamaan dengan bagian- bagiannya yang binasa. Jika tidak, berarti alam senantiasa ber- ganti binasa, dan ini berarti ia tidak pernah berakhir. Ini mus- tahil dimiliki alam semesta, karena ia memiliki awalan; dan ini berarti bahwa alam itu adalah makhluk dan diciptakan.2ET Dr. Yahya Huwaidi menyebut pendapat Ibnu Hazm ini sebagai \"argumentasi keberakhiran alam.\"2E8 2) Argumentasi Ibnu Hazmtentang barunya alam juga didasarkan pada terjadinya keberakhiran alam, karena setiap yang dicip- takan dengan perbuatan, berarti ia dibatasi oleh bilangan dan tabiatnya sendiri; keduanya memiliki kesudahan. Ini juga karena sesuatu yang tidak berbilang berarti tidak berbatas, dan sesuatu yang tidak berbatas berarti tidak berbilang. Sedangkan alam tercipta dengan bilangan, yang berarti terbatas dan ber- kesudahan. Setiap sesuatu adalah berbilang dan berbatas (ber- kesudahan), sepeni termaktub dalam firman-Nya, \" D an s etiap sesuatu di sisi-Nya ada ukurannya (berbilang).\"28e Ibnu Hazm mendasarkan argumentasinya itu pada prinsip rea- litas yang dapat disaksikan dan dirasa. \"Setiap sesuatu yang ada, dalam pandangannya, adalah diciptakan dengan perbuatan dan ber- bilang, yang karenanya, ia berkesudahan. Ibnu Hazm juga ber- pegang pada konsep dimensional dengan mengatakan bahwa alam semesta terjadi karena adanya hubungan antara bagian yang satu dengan lainnya. Karenanya, jika sebagiannya binasa, maka bagian lainnya, cepat atau lambat, juga akan binasa, karena berkesudahan dan memiliki awalan.\"2s Dr. Huwaidi menyebut argumentasi Ibnu Hazm ini sebagai \"setiap sesuatu di sisi-Nya ada bilangannyet' (Kull Syai' 'indahu bi-Miqdar dianrbil dari ayat (QS. al-Ra'd:9-pen.). 2t7Al-Fashl, V14-15. 2ttYahya Huwaidi, M uhadharat fi al- Falsafah al-lslamiyyah- zmq.S. al-Ra'd [3]:9. znAl-Fashl, Vl5-16. -354 Ibnu Hazm
Jika pada argumen pertama didasarkan pada konsep berakhirnya bagian-bagian alam dari sisi ruang dan waktu, maka pada argumen kedua didasarkan pada sisi bilangan atau kadar ukuran.2er 3) Argumen ketiga Ibnu Hazm tentang barunya alam semesta didasarkan pada konsep \"bertambah dan berkurang', (ziyadah wa nuqshan). la berkata, \"sesuatu yang tidak berkesudahan berarti tidak akan mengalami tambahan, karena arti bertambah adalah menyandarkannya sesuatu pada yang memiliki akhiran, baik dalam bentuk bilangan maupun interval 1rynl6gg.,2e2 Apabila zarnan tidak berawal dan berarti tidak berakhir dalam hinungannya, berarti ia tidak menerima tambahan. Hanya saja Ibnu Hazmmembuat perumpamaan tentang kenyataan yang menetapkan bahwa zaman menerima tambahan. Bukanlah dalam persaksian indera dapat dikatakan bahwa setiap masa atau zaman sejak ber- abad-abad yang lalu sampai zatnan kita, adalah lebih banyak dari pada zaman sejak berabad-abad sampai zaman hijarahnya nabi Muhammad saw? Bila statemen ini tidak benar, berarti ketika itu terdapat satu durasi zaman yang bergeser dalam tiap-tiap 30 ta- hunian pergeseran itu senantiasa berputar--di mana dunia ang- kasa bergerak lebih besar atau cepat dalam 30 tahun sebanyak 11.000 durasi. Padahal benda angkasa senantiasa bergerak, dan jelas bahwa jumlah I 1.000 durasi lebih besar dari satu durasi. Maka jika ketidakberakhiran yang terjadi dalam satu durasi itu dikatakan lebih besar dari ketidakberakhiran 11.000 durasi adalah mustahil. oleh karena ketidakberakhiran yang terjadi dalam satu durasi itu lebih besar jumlahnya, maka wajib ada suatu durasi rain sebe- lumnya sebagai permulaan, dan ini tidak dapat dihindar.i.2e3 Argumentasi ketiga yang dikemukakan Ibnu Hazm tersebut, menurut pandangan saya, berdasar pada konsep ..lebih banyak dan lebih sedikit.\" Hanya saja konsepnya itu tidak jauh berbeda dengan dua konsep sebelumnya. Dalam arti terdapat sharing konsep antara yang pertama dan kedua dalam konteks kebersudahan atau keber- akhiran secara kuantitas. Dan Ibnu Hazm memiliki concern besar dalam menganalisa konsep zaman dan menetapkan adanya keber- D'rYzAalh-FyaashHl,uwll1a6id.i, Muhadlwrat fi al-Falsafah al-lslamiyyah. asAl-Fashl,U16. -Ibnu Haon dan Filsafat 355
sudahan. Dalam pandangannya, zaman itu memiliki awalan, ter- masuk alam semesta, dan keduanya adalah baharu, tidak dahulu. Al-Ghazali dan para filosof muslim lainnya banyak mengambil manfaat dari argumentasi Ibnu Hazm tersebut. Mereka menegaskan batrwa zaman dan alam adalah baharu. Dalam hubungan ini, al- Ghazali berkata, \"sedangkan pendapat tentang zaman seperti yang dikemukakan para filosof adalah berangkat dari prasangka yang karenanya, memiliki kelemahan dalam menggambarkan maujud yang awal, kecuali dengan (mendatangkan) suatu ukuran sebelum (permulaan) itu.\"zsa Ibnu Hazm menegaskan bahwa zaman itu berbilang menurut perputaran astronomi yang bertambah (banyak) bersama berputar- nya zaman. Seorang manusia bisa berkata, \"Rentang waktu (fatrah) suatu zaman ini bisa lebih lama atau lebih pendek dari lainnya, karena zaman memiliki bagian-bagian (dalam perhitungan) yang harus ditentukan, dan ini berarti ia memiliki kesudahan. Keber- sudahan atau keberaktriran suatu zaman tidak lain adalatr kumpulan dari titik edar (orbit) benda-benda angkasa (astronomi). Tiap-tiap bagian dari zaman itu bersambung antara yang satu dan lainnya.\" Selanjutnya Ibnu Hazm menjelaskan langgam konsepnya de- ngan mengatakan, \"Tidak diragukan lagi bahwa suatu zaman yang beredar sampai masa hijratr Nabi saw adalah bagian atau penggalan dari zaman yang dimulai (dari hijrah Nabi) samapi zaman kita sekarang ini. Demikian juga zarnar. dari kita ke zaman hijrah Nabi adalah penggalan dari peredaran zaman itu, dan zatnatl. (sesudatr hijrah Nabi) sampai zaman kita juga sama.\" Ketentuan ini hanya mengandung tiga kemungkinan: pertama, awal mula peredaran zaman yang sampai ke masa kita sekarang, berjumlatr lebih besar dari zaman yang sampai pada masa hijrah Nabi saw; kedua, bisa jadi jumlah itu (yakni awal mula peredaran zaman ke masa seka- rang-pen.) lebih kecil dari yang ke masa hijrah Nabi saw; ketiga, perbandingan antara keduanya adalah sama. Apabila kemungkinan kedua di atas dapat dibenarkan, berarti unsur totalitas (kulliyyah) dipandang lebih kecil dan sedikit dari pada parsialitas Quz'iyyah). Dan argumentasi seperti ini jelas keliru dan mustatril. Apabila kemungkinan ketiga (yaitu sama besar) yang Y Talwfut al - F ala s ifah. -356 Ibnu Hazm
dibenarkan, berarti antara totalitas dan parsialitas sama. Argumen ini juga keliru dan mustahil. Jadi, yang dapat dibenarkan adalah kemungkinan pertama yang berarti totalitas lebih besar atau banyak dari pada parsialitas. Adapun makna parsialitas dalam konteks ini adalah bagian-bagian dari peredaran zaman, sedangkan makna totalitas adalah jumlah keseluruhan dari masing-masing bagian peredaran zaman itu. Totalitas dan parsialitas adalah suatu kenya- taan yang dimiliki setiap alam. Dan alam sendiri memiliki bagian- bagian (ab'adh) yang di dalamnya terkadung parsialitas seka-ligus totalitas. Karenanya, setiap sesuatu yang mengadung ab,adh pasi berkesudahan.2e5 Namun begitu, Ibnu Hazm juga memasukkan adanya unsur- unsur kesamaan dalam zaman dengan mengatakan, \"Tidak dapat dibantah bahwa bisa jadi terdapat jumlah peredaran anrara dua in- terval zarnan yang sama, misalnya antara rentang peredaran dari suatu zaman yang sampai kepada kita dan jumlah peredaran zaman sebaliknya. Namun demikian, setelah inr, pasti terjadi pertambahan waktu pada zaman itu. Kesamaan jumlah peredaran zaman tidak akan tercipta kecuali ketika terjadi kebersudahan, dan zaman pasti berkesudahan.\"2% Dalam hubungan ini, Ibnu Hazm berpendapat bahwa Allah swr sebenarnya memberi isyarat atas dalil ini dalam firman-Nya, 'Allah menambahlcan pada ciptaan-Nya sesuai dengan yang dilrchendaki-Nys\"zm 4) Argumetnasi Ibnu Hazm yang keempat tentang barunya alam semesta bisa kami sebut dengan \"menghitung setiap sesuatu', (aluha kulla syai' 'afuA.Ini merupakan bagian dari bentuk argumentasi yang memulai dengan kewajiban adanya kebalikan tuntutan. Artinya kewajiban batrwa alam semesta tidak berawal, tetapi menuntut adanya hitungan dari kita kapan ia memulai agar sampai pada tuntutan. Ringkasnya adalah demikian: \"Andaikata alam itu tidak berawal, niscaya kita tidak mampu menghitung bagian-bagiannya dan waktunya yasng lampau, MAI-Fashl,U16. xAl-Fashl,Vl6. '?Q.S. Fathir [35]: l. -Ibnu Haan dan Filsafat 357
tetapi kenyataannya kita mampu menghitungnya. Oleh karena- nya, alam itu pasti berawal dan memiliki titik awal permulaan yang berarti pula baharu. Inilatr yang disebut dengan tuntu- 1311.\"298 5) Argumetnasi Ibnu Hazm yang kelima tentang barunya alam semesta dida-sarkan pada konsep saling ketergantungan atau keterpautan (fikrah al-tadhayufl. Artinya bahwa wujud kedua tidak mungkin terjadi kecuali setelatr adanya wujud Pertama, dan wujud ketiga tidak mungkin terjadi kecuali aetelah adanya wujud kedua, dan demikianlah seterusnya. Seandainya bagian- bagian alam semesta tidak berawal, niscaya tidak akan ada bagian kedua dari alam itu, juga jika tidak ada bagian kedua, niscaya tidak akan ada bagian ketiga, dan demikianlah seterus- nya. Seandainya persoalannya demikian, berarti alam itu adalatt hitungan dan dapat dihitung ('adad wa ma'dud). Keberadaan kita semua yang dapat dihitung dalam alam semesta adalah jawaban adanya (ciptaan) ketiga setelah kedua, dan setelah kesatu. Argumentasi ini mewajibkan adanya yang awal.2e Dalam hubungan dengan dalil itu,Ibnu Hazm menegaskan bah- wa sebenarnya Allah SWT telatr memberi isyarat tentang hal terse- but dalam firman-Nya, -Dan Dia menghirung segala sesuatu satu-persatu.\" (QS. al- Jinn: 28) Selanjutnya Ibnu Hazm memperjelas tentang konsep keter- pautan (idhafah) ini, \"Yang awal dan akhir itu termasuk dari tema bahasan \"yang dipertautkan\" (mudhafl; maka yang akhir dapat disebut akhir bagi yang awal, dan yang awal dapat disebut awal bagi yang akhir. Seandainya tidak ada yang awal, niscaya tidak ada yang akhir.\"m MAI-Fashl,U18. DAI-Fashl,Ul8. nAl-Fashl,Ul9. -358 Ibnu Hazm
Bab VI Kesimpulan Setelah melalui pengkajian panjang tentang beragam mazhab dan pemikiran keagamaan, perdebatan seputar sekte dan aliran ke- agamaan, dan pembahasan tentang agama yahudi, Nasrani, al_ Shabi'ah, beserta mazhab-mazhab filsafat yang telah kami sajikan sebagai pencarian kebenaran dan menghindari kebatilan, maka kami dapat menyajikan dua kesimpulan: umum dan khusus sebagai berikut: l. Kesimpulan Umum: a. Memperkuat kepeloporan dan eksplorasi yang dilakukan Ibnu Hazm dalam disiplin \"ilmu perbandingan agama\" dan penjelasannya dengan dalil-dalil ilmiah, khususnya dalam al-Fashl, mengalahkan karya-karya lain di bidang sejarah agama-agama. b. Penjelasan yang benar atas nama judul kitab, yaitu al-Fashl (dengan tanda fathah pada huruf fa.), bukan at-Fishal (de_ ngan tanda kasrah pada huruf fa.) sebagai penolakan atas keraguan yang mungkin terpendam dalam hati sekaligus di_ ajukan dalil-dalil yang memperkuat kebenaran judul tema it, dengan metode yang lebih tepat. c. Mengungkap faktor-faktor yang mendorong Ibnu Hazm me_ ninggalkan mazhab Maliki dan imam-imam lainnya, dan Kesimpulan - 359
menganut mazhab ahli dzahir. Sungguh telah jelas pemba- hasannya tentang keberadaan mazhab ini pada masa Ibnu Hazm dan ia telah memakai metode Zhahiri ini secara seim- bang dalam ilmu ushul danfuru'. d. Pembahasan ini memperkuat bahwa pergolakan yang terjadi antara umat Islam dan umat Nasrani di Andalusia, telah mendorong Ibnu Hazm memperdalirm agama Nasrani beser- ta kitab-kitabnya. Karyanya, al-Fashl, bisa disebut sebagai hasil dari pergolakan berkepanjangan antara umat Islam dan Nasrani di negeri Andalusia itu. 2. Kesimpulan Khusus a. Pembahasan ini menyingkap fase perkembangan agama al- Shabi'ah, karena dengan mengetatrui fase ini, akan diperoleh pemahaman yang jelas tentang agama ini dan terhindar dari kekeliruan yang banyak diatami para peneliti. Ibnu Hazm membahas tentang akidah keagamaan kaum al-Shabi'ah dan negeri-negeri tempat tersebarnya mereka, juga menentukan bahwa pengikut yang masih tersisa dari agama ini ada di wilayah Irak di mana Al-Qur'an al-Karim menyebut mereka sebagai Ahli Kitab. b. Pembahasan ini menjelaskan firqah-firqah kaum Sophisme dan menegaskan bahwa kelompok Skeptisisme tidak ter- masuk dari kaum ini, karena mereka adalatr para pengikut Birun, seorang tokoh yang hidup setelalr Aristoteles, sedang Sophisme muncul sebelum Socrates (gw Plato). Pendapat ini memang terkesan asing di benak kebanyakan peneliti. c. Ibnu Hazm menentang (pendapat) batrwa kenabian bisa hadir pada seorang pendusta dan menjelaskan dengan dalil-dalil bahwa seorang pendusta tidak akan menerima kenabian itu, secara akal maupun kesadaran; berbeda dengan kebanyakan pendapat para peneliti. d. Dalam kajian tentang agama Nasrani, diperoleh penelitian kuat akan batalnya akidah-akidah dasar kaum Nasrani, seper- ti doktrin trinitas, penyaliban, dan penebusan dosa. Ibnu Hazm mengemukakan puluhan contoh yang memperkuat bahwa dalam injil-injil yang diyakini mereka itu telah terjadi perubahan. -360 Ibnu Hazm
e. Ketika membahas tentang agama yahudi, diperoleh metode yang dipakai Ibnu Hazm dalam mengkritik sekaligus men_ jelaskan adanya perubahan dan pemalsuan pada kitab raurat. Ia juga mengajukan banyak argumentasi yang memperkuat bahwa kitab Taurat yang ada di tangan kaum yahudi se_ karang ini, telah mengalami banyak pendustaan dan per_ tentangan, juga mempertegas bahwa kitab ini bukan datang (diturunkan) dari Allah SWT. * -Kesimpulan 361
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271
- 272
- 273
- 274
- 275
- 276
- 277
- 278
- 279
- 280
- 281
- 282
- 283
- 284
- 285
- 286
- 287
- 288
- 289
- 290
- 291
- 292
- 293
- 294
- 295
- 296
- 297
- 298
- 299
- 300
- 301
- 302
- 303
- 304
- 305
- 306
- 307
- 308
- 309
- 310
- 311
- 312
- 313
- 314
- 315
- 316
- 317
- 318
- 319
- 320
- 321
- 322
- 323
- 324
- 325
- 326
- 327
- 328
- 329
- 330
- 331
- 332
- 333
- 334
- 335
- 336
- 337
- 338
- 339
- 340
- 341
- 342
- 343
- 344
- 345
- 346
- 347
- 348
- 349
- 350
- 351
- 352
- 353
- 354
- 355
- 356
- 357
- 358