MODUL DIKLAT PENATAANBATAS WILAYAH ASPEK TEKNIS DALAM PENATAAN BATAS WILAYAH DISUSUN OLEH ASADI BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN GEOSPASIAL BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Jl. Raya Jakarta Bogor KM.46 Cibinong Telepon: 0218754601, Faks. 021-8763856 www.big.go.id 2016
MODUL DIKLATPENATAAN BATASWILAYAHASPEK TEKNIS DALAM PENATAAN BATASWILAYAHDisusun Oleh:Asadi 2016BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHANGEOSPASIALBADAN INFORMASI GEOSPASIALJl. Raya Jakarta Bogor KM.46 CibinongTelepon: 0218754601, Faks. 021-8763856www.big.go.id i
AsadiAspek Teknis Dalam Penataan Batas WilayahPenerbit:Balai Diklat Geospasial-Badan Informasi GeospasialJl. Raya Jakarta Bogor KM.46 CibinongJawa Barat 16911Telepon: +62 21-8754601, Faksimili +62 218763856ii
KATA PENGANTARPuji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atastersusunnya modul yang akan digunakan dalam kegiatanpendidikan dan pelatihan (diklat) Penataan Batas Wilayah. Secaraumum, modul ini bertujuan untuk memberikan peningkatankompetensi dan pemahaman bagi peserta diklat yang terkait denganpenataan batas wilayah. Adapun komposisi mata ajar yangdiberikan adalah 35% teori dan 65% praktek dengan total waktu 40Jam Pelajaran. Perlu digarisbawahi bahwa modul ini bukanlah satu-satunya rujukan dalam mempelajari materi diklat yang terkaitdengan penataan batas wilayah, namum demikian, modul ini dapatdijadikan pemicu dan mendorong semangat peserta untuk menggalilebih dalam pengetahuan dan keterampilan pada bidang dimaksud.Diakui, modul ini masih banyak kekurangannya, dan kami dengansenang hati akan menerima kritik, saran dari pembaca untukperbaikan.Akhir kata, kami ucapankan terima kasih kepada para penulismodul diklat ini, para Kepala Seksi di lingkungan Balai DiklatGeospasial beserta jajarannya yang telah banyak mendorong danmemfasilitasi penyelesaian modul ini.Mudah-mudahan modul ini bermanfaat bagi semua pihak. Cibinong, Oktober 2016. Balai Diklat Geospasial Kepala, Ir. Dadang Arifin, M.P iii
DAFTAR ISIKATA PENGANTAR .................................................................. iiiDAFTAR ISI ................................................................................ ivBAB I PENDAHULUAN.............................................................. 1 A. Latar Belakang ...........................................................................1 B. Deskripsi Singkat.......................................................................2 C. Manfaat Modul...........................................................................2 D. Tujuan Pembelajaran ................................................................2 E. Materi Pokok...............................................................................3 F. Petunjuk Penggunaan Modul .................................................3BAB II BATAS WILAYAH ADMINISTRASI............................ 5 A. Aspek Geometrik.......................................................................5 B. Boundary Making......................................................................6 C. Peta Kerja.....................................................................................8 D. Proses Penataan Batas Wilayah.......................................... 10BAB III IDENTIFIKASI GARIS BATAS.................................. 19 A. Batas Alam dan Batas Buatan............................................. 20 B. Pelacakan Garis Batas Secara Kartometrik..................... 25 C. Tugu Batas Wilayah .............................................................. 26 D. Berita Acara Kesepakatan.................................................... 32iv
E. Pengukuran Posisi Tugu Batas............................................32 F. Pengukuran Detil.....................................................................36BAB IV PENUTUP ..................................................................... 37SOAL-SOAL LATIHAN............................................................. 39GLOSARIUM.............................................................................. 40DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 42 v
BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang Penataan batas wilayah administrasi merupakanrangkaian kegiatan dalam melakukan penataan suatu bataswilayah administrasi. Seperti diketahui, kegiatan penataanbatas wilayah ada yang bersifat teknis dan ada yangbersifat non teknis dan keduanya dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Kegiatan yang bersifat teknisdalam penataan batas wilayah memerlukan pengetahuandan keterampilan yang terkait dengan aspek geospasialseperti pengukuran dan pemetaan, prosedur dan prosesteknis penyiapan dokumen pendukung dalam mencarikesepakatan antar dua belah pihak terkait. Didalampenataan batas wilayah, setidaknya ada dua pihak yangterlibat, yaitu pemerintah di masing-masing wilayahadministrasi tersebut dan masyarakat.Modul ini akan membahas hal-hal yang terkait secarateknis dalam penyelenggaraan penataan batas wilayah,khususnya batas wilayah darat. Didalam proses penataanbatas wilayah, antara batas provinsi, kabupaten,kecamatan dan desa/kelurahan, aspek teknis yang menjadidasar penataan batas, boleh dikatakan sama. 1
Setidaknya, ada dua rujukan yang menjadi bahandalam penulisan modul ini, yaitu Peraturan MenteriDalam Negeri (Permendagri) Nomor 76 Tahun 2012tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah danPermendagri Nomor 45 Tahun 2016 tentang PedomanPenetapan dan Penegasan Batas Desa. Adapun materiyang akan dibahas dalam modul ini adalah sampai kepadaterjadinya kesepakatan di lapangan dalam bentukterinventarisasi garis batas dan tugu batas yang ditandaidengan pengukuran posisi batas.B. Deskripsi Singkat Mata diklat ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan aspek teknis dalam kegiatan penataan batas wilayah darat.C. Manfaat Modul Modul ini diharapkan dapat membantu peserta dalamproses belajar mengajar pada diklat penataan bataswilayah.D. Tujuan Pembelajaran 1. Kompetensi Dasar Setelah mengikuti mata diklat ini peserta diharapkan dapat memahami aspek teknis,2
mengidentifikasi batas dan pembuatan berita acara kesepakatan. 2. Indikator Keberhasilan Setelah selesai pembelajaran diharapkan peserta dapat menerangkan proses teknis penataan batas wilayahE. Materi Pokok 1. Batas Wilayah Administrasi 2. Identifikasi Titik dan Garis BatasF. Petunjuk Penggunaan Modul Untuk dapat menggunakan modul ini dengan baik,peserta harus: 1. Mempunyai pengetahuan tentang regulasi dan peraturan perundang-undangan yang terkait batas wilayah; 2. Mempunyai pengetahuan tentang Informasi Geospasial seperti pengetahuan peta, pembacaan koordinat peta dan sistem koordinat; 3. Mempunyai pengetahuan tentang citra satelit penginderaan jauh. 3
4. Mempelajari materi lain yang terkait dengan modul Penataan Batas Wilayah4
BAB II BATAS WILAYAH ADMINISTRASI Secara umum, garis batas suatu wilayah administrasiyang dijadikan sebagai acuan banyak menggunakan danmengikuti bentuk-bentuk unsur alami dan unsur buatan.Banyak kita jumpai sungai, punggung bukit, jalan raya,jalan kereta api dan saluran irigasi dijadikan sebagai garisbatas. Namun demikian diakui bahwa tidak semua tandabatas tersebut menggunakan unsur alami dan unsur buatanseperti telah disebutkan diatas. Di atas peta, garis batastersebut berupa garis khayal yang digambarkan dengansimbol tertentu.A. Aspek Geometrik Dalam penataan batas wilayah selalu kita bersentuhandengan data keruangan dan oleh karena itu sudah pastiberkaitan dengan koordinat. Mengacu kepada PeraturanKepala BIG Nomor 15 Tahun 2013, tentang SistemReferensi Geospasial Indonesia, setiap kegiatanpengelolaan data geospasial harus menggunakan datumSRGI 2013 (Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013).Sistem proyeksi yang digunakan adalah TransverseMercator dengan sistem grid (koordinat) Universal 5
Transver Mercator (UTM). Hal yang lebih detil terkaitdengan pemahaman koordinat dapat dipelajari pada matadiklat “Sistem Koordinat”.B. Boundary Making Teori boundary making dipublikasikan oleh StephenB Jones (1945) melalui buku berjudul Boundary making:A Handbook for Statesmen, Treaty Editors and BoundaryCoomissioners (Sumaryo, 2014). Ada 4 hal utama dalampenerapan teori ini, yaitu (1) keputusan politik untukmengalokasi wilayah teritorial (alokasi), (2) delimitasibatas wilayah di dalam perjanjian (delimitasi), (3)demarkasi batas wilayah di lapangan (demarkasi) dan (4)mengadministrasikan batas wilayah (administrasi).Walaupun teori boundary making lebih diperuntukkanbagi permasalahan batas negara, namun, menurut Sutisna(2007), teori ini dapat juga diterapkan untuk penataanbatas wilayah dalam negeri.6
Sumber: Sutisna (2007) Gambar 2.1. Ilustrasi Teori Boundary MakingBerikut akan diuraikan keempat teori bondary making. 1) Alokasi. Istilah alokasi dalam pemekaran wilayah bisa juga disebut “cakupan wilayah”, yaitu diwujudkan secara fisik berupa wilayah teritorial. Dalam Pasal-18 ayat (1) UUD 1945, menyebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi dalam wilayah kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang- undang. Alokasi ini hanya berlaku untuk wilayah darat, sedangkan untuk wilayah laut ada undang- undang lain yang mengatur secara tersendiri. 7
2) Delimitasi. Istilah delimitasi disebut juga penetapan yang merupakan keputusan hukum. Namun demikian, sebelum dilakukan penetapan, tetap ada konsultasi dan musyawarah yang melibatkan pihak-pihak terkait. 3) Demarkasi. Istilah ini sering juga disebut penegasan. Penegasan batas lebih difokuskan kepada upaya untuk terwujudnya batas wilayah yang pasti, baik ditinjau pada aspek yuridis, maupun keberadaannya secara fisik di lapangan. 4) Administrasi. Hasil dari kegiatan penataan batas akan menuju kepada kejelasan dan kepastian hukum suatu wilayah administrasiC. Peta Kerja Peta kerja digunakan dalam mendisain rencana garisbatas antara wilayah terkait. Penyediaan peta kerjasebaiknya berasal dari peta resmi (Peta RBI, RupabumiIndonesia) dan disetujui oleh kedua belah pihak yangterkait. Peta kerja yang digunakan paling tidak disesuaikandengan tingkat wilayah administrasi. Untuk penataanbatas desa, menggunakan peta skala 1:5000. Demikianpula pada penataan batas wilayah kabupaten/kota atauprovinsi, yaitu peta dengan skala terbesar dan edisi8
terbaru yang digunakan. Jika peta RBI belum tersedia diwilayah dimana akan dilakukan petanaan batas, maka bisadigunakan citra satelit resolusi tinggi (CSRT) yang sudahortogonal (orthorectified) dan sudah mempunyaikoordinat dalam sistem referensi koordinat yangdigunakan secara nasional (lihat butir A, AspekGeometrik). Pada saat proses pendisainan garis batas, kedua pihakterkait dapat berdiskusi mencari kesepakatan bersamatentang penarikan garis batas. Penarikan garis batas dicobaterlebih dahulu dari hasil penelusuran di atas peta kerjayang sudah disepakati sebagaimana disebutkan diatas.Dalam banyak hal, penelusuran garis batas menggunakanCSRT memberikan kemudahan bagi kedua belah pihak,karena objek yang terdapat pada CSRT lebih mudahdikenali dibandingkan menggunakan penelusuranmenggunakan peta RBI. Sebaiknya proses penelusurangaris batas diatas peta kerja dilakukan segmen persegmen,artinya, kedua belah pihak perlu terlebih dahulu mendisainrencana garis-garis batas secara segmentasi. Ini semata-mata bertujuan untuk memudahkan dalam penyusunanrencana kegiatan. Pada peta kerja juga perlu direncanakanpenempatan tugu beserta penomoran tugu. Rencana 9
penempatan tugu batas didisain sedemikian rupa sehinggasecara keseluruhan sudah bisa diperkirakan jumlah tugubatas yang akan dibangun di sepanjang garis batas. Baik tugu batas maupun garis batas yang telahdidisain datas peta kerja, atau diatas CSRT kemudianditentukan kordinatnya dan daftar koordinat beserta petakerja tersebut digunakan untuk menelusuri keberadaangaris batas dan rencana tugu batas. Penelusuran garis batasdi lapangan dikenal dengan istilah pelacakan batas. Hasildari penelusuran garis batas pada peta kerja perludibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh semuapihak yang berkepentingan sebagaimana ditentukan dalamPermendagri Nomor 76/2012 dan Permendagri Nomor45/2016.D. Proses Penataan Batas Wilayah 1) Koordinasi Koordinasi adalah tahapan awal yang sangat penting dari seluruh atau sekian banyak tahapan yang harus dilalui dalam proses penyelenggaran penataan batas. Dalam proses penataan batas setidaknya ada dua pihak yang berkepentingan. Kedua pihak tentunya perlu melakukan koordinasi agar penyelesaian penataan batas bisa berjalan dengan10
sebaik-baiknya. Satu hal yang perlu dicatat dalamproses penataan batas adalah adanya arah yangmenuju kepada kesepakatan. Kesepakatan disini bisadianggap merupakan kata kunci dalam melaksanakanpenataan batas wilayah. Setelah kesepakatan untukmenyelenggarakan penetapan dan penegasan batasdaerah tercapai, barulah tahapan berikutnya dapatdilaksanakan. Koordinasi tidak hanya dilakukan kepada pihakyang terlibat, namun perlu juga dilakukan koordinasidengan tokoh masyarakat, tokoh agama setempat danketua adat setempat yang dipandang perlu untukdilibatkan.2) Penelitian Dokumen Pada dasarnya semua dokumen yang terkaitdengan batas sebaiknya dikumpulkan dan dilakukanpenelaahan. Dokumen tersebut bisa saja berupaperaturan daerah, dokumen sejarah dan lainsebagainya. Penelitian dokumen, baik yang tertulismaupun yang tidak tertulis, dilakukan terhadapdokumen yang sudah disepakati pada tahapankoordinasi didepan, dengan sendirinya apabiladitemukan dokumen baru yang ada hubungannya 11
dengan proses penyelenggaraan penetapan dan penegasan batas daerah, sebaiknya perlu dilakukan dikoordinasikan kembali. Penelitian dokumen dilakukan oleh Tim Teknis yang dibentuk untuk menangani hal-hal yang bersifat teknis. Hasil dari penelitian dokumen akan menuju kepada suatu kesepakatan penggunaan data dokumen dalam bentuk berita acara. 3) Disain Garis Batas Pada Peta Kerja Hasil penelitian dokumen yang dituangkan dalam bentuk berita acara, kemudian dicoba untuk diterjemahkan kedalam peta kerja, yaitu berupa disain garis batas antara kedua wilayah yang bersangkutan. Disain garis batas akan menghasilkan garis batas yang diplotkan secara kartometrik di atas peta kerja. Dari gambaran disain garis batas yang telah diplotkan di atas peta kerja, selanjutnya dicoba dilakukan penandaan perkiraan lokasi mana saja yang dianggap perlu untuk dipasang pilar batas. Harap dicatat bahwa rencana pemasangan pilar batas dilakukan sangat selektif. Pilar batas yang sudah terpilih, kemudian diberi nomor pilar sesuai dengan ketentuan dan kaidah pemasangan pilar. Dari disain garis batas dan12
rencana pemasangan tugu, dicoba untuk dilakukanpembacaan koordinat sesuai dengan sistem koordinatdari peta kerja. Pembacaan koordinat rencanapenempatan tugu batas dilakukan secara manual,kemudian ditulis dalam suatu formulir seperti Tabel2.1. Koordinat hasil pembacaan koordinat di atas petakerja digunakan sebagai data awal pelacakan, yaituproses pencarian rencana tugu batas dilapangan.Proses pelacakan lebih detil akan disampaikan padamateri “Pelacakan Batas Wilayah”. Tabel 2.1. Rencana Pilar Batas di atas Peta Kerja 13
14
15
Berikut contoh formulir Berita Acara Pelacakan (Permendagri No.76/2012 dan Permendagri Nomor 45/2012).16
17
18
BAB III IDENTIFIKASI GARIS BATAS Garis batas wilayah yang selama ini dipahamidilapangan bukanlah berujud garis, namun, garis batastersebut terdapat pada peta dengan simbol khusus. Dilapangan garis batas atau tanda batas hanya ditandai dalambentuk tugu dengan ukuran tertentu sebagaimana diaturdalam Permendagri Nomor 76 Tahun 2012 atauPermendagri Nomor 45 Tahun 2016. Bentuk dan ukurantugus batas akan disampaikan pada Bab ini. Dalam mengidentifikasi garis batas dan rencanapemasangan tugu batas di atas peta, atau di atas citrasatelit, merupakan kegiatan yang dikenal dengan istilahkartometrik. Sepanjang prosedur dan proses identifikasigaris batas, kemudian para pihak yang terkait dapatmenyetujui proses yang dilakukan, maka hal inimempercepat proses pentaan batas. Seperti telahdisampaikan, hasil penelusuran garis batas secarakartometrik di atas peta kerja yang telah disepakati,dimana peta kerja tersebut telah sesuai dengan persyaratanpeta sebagaimana ditentukan dalam Permendagri, maka 19
garis batas hasil kartometrik tersebut dapat diplotkankedalam peta batas yang resmi. Hanya saja, prosespenelusuran garis batas secara kartometrik harus disertaidengan pembuatan berita acara yang menjelaskankesepakatan penarikan garis batas.A. Batas Alam dan Batas BuatanDalam banyak kenyataan yang terjadi di Indonesia, bataswilayah administrasi umumnya terbangun dalam bentukbatas alam dan batas buatan. 1. Batas Alam Batas alam banyak dijumpai dan dijadikan sebagai garis batas wilayah. Diantara batas alam adalah sungai, punggung bukit. Untuk batas berdasarkan sungai, biasanya disebut talweg yang mengikuti bentuk dasar sungai. Bentuk dasar sungai sebetulnya belum tentu sama dengan garis tengah yang membelah permukaan air sungai menjadi dua. Namun, dalam penentuan garis tengah lebar sungai jarang dilakukan ketentuan sebagaimana definisi talweg. Barangkali kaidah talweg dilakukan untuk kasus-kasus batas negara. Untuk batas wilayah provinsi, kabupaten/kota sampai batas desa agaknya kaidah talweg jarang digunakan. Garis batas pada20
sungai biasanya diambil pada titik-titik tengahsepanjang sungai yang bersangkutan. Penarikan garisbatas pada sungai biasanya dilakukan secarakartometrik diatas peta kerja atau bisa juga dilakukandengan pengukuran langsung. Sumber: Permendagri No.45/2016 Gambar 3.1. Garis batas pada median sungaiBentuk batas wilayah alami yang kedua adalah yangterbangun mengikuti punggung bukit (watershed).Watershed merupakan garis khayal sebagai pemisahair dan watershed ini tidak mungkin memotongsungai. Ilustrasi garis batas wilayah berupa watersheddapat dilihat pada Gambar 3.2. Pada Gambar 3.2dapat dilihat dengan jelas garis pemisah air yangterpendek adalah garis putus-putus watershed antara 21
daerah B dengan daerah C yang ditunjukkan dengan warna hitam. Watershed yang terputus dihubungkan dengan garis lurus atau yang disepakati bersama. Sumber: Permendagri No.76/2012 Gambar 3.2. Watershed antar daerah Pada Gambar 3.3 memperlihatkan pembagian wilayah terhadap sebuah danau yang dibagi menjadi tiga desa. Penarikan garis batas menggunakan metode sama jarak yang dilakukan diatas peta kerja.22
Sumber: Permendagri No.45/2016 Gambar 3.3. Penarikan garis batas desa secara kartometrik 2. Batas Buatan Batas buatan yang dimaksudkan disini adalahgaris batas atau segmen batas yang dibentuk dariunsur-unsur buatan manusia, seperti jalan raya, jalankereta api, dan saluran irigasi. Garis batas yangdibangun berdasarkan batas buatan umumnyamenempatkan posisi garis batas pada median darijalan raya, jalan kereta api atau salran irigasi. Tidakmungkin menempatkan tanda batas berupa tugu persispada garis batas buatan. Ilustrasi bentuk batas buatanseperti gambar-gambar berikut. 23
Sumber: Permendagri No.45/2016 Gambar 3.4. Batas buatan berupa jalan raya Gambar 3.4 menunjukkan jalan dijadikan sebagai baras wilayah administrasi. Garis batas dilukiskan pada peta kerja terletak di sepanjang median jalan. Apabila median jalan disepakati sebagai garis batas maka hal ini bisa lebih mempercepat proses penataan batas. Tinggal saja yang perlu dicatat bahwa persetujuan menggunakan gari median jalan harus dibuatkan berita acara. Berita acara ini harus mendeskripsikan dari mana awal garis batas tersebut, menelusuri jalan-24
jalan apa saja garis batas tersebut, dan sampai Sumber: Permendagri No.45/2016 Gambar 3.5. Batas buatan berupa jalan rayaB. Pelacakan Garis Batas Secara KartometrikMengacu kepada Permendagri Nomor 76 Tahun 2012,Metode Kartometrik adalah penelusuran/penarikan garisbatas pada peta kerja dan pengukuran/penghitungan posisititik, jarak serta luas cakupan wilayah denganmenggunakan peta dasar dan peta-peta lain sebagaipelengkap. Untuk pelacakan garis batas secarakartometrik dilakukan di atas peta kerja yang sudahdisepakati. Peta kerja dapat juga menggunakan citra satelitresolusi tinggi yang sebelumnya sudah dilakukan prosesortorektifikasi. Seperti diketahui, ortorektifikasi adalahproses koreksi geometrik citra satelit untuk memperbaikikesalahan geometrik citra yang bersumber dari pengaruhtopografi, geometri sensor. 25
C. Tugu Batas Wilayah Seperti telah dijelaskan bahwa garis batas merupakangaris khayal yang digambarkan di atas peta. Di lapangan,garis batas tersebut tidak ada, dan hanya disepakatiberdsarkan tanda-tanda alam atau tanda buatan yang telahdisepakati. Namun demikian, garis batas itu bisadiidentifikasi berdasarkan nilai koordinat yang sudahdimiliki oleh garis tersebut. Untuk memberikan identifikasi secara fisik dilapangan,dibuat tugu dengan ukuran tertentu pada garis batas atausekitar garis batas. Apabila tugu tersebut persisditempatkan pada garis batas, maka tugu tersebut disebutPilar Batas (PB). Jika pemasangan tugu bukan pada garisbatas, karena tidak memungkinkan dipasang pada garisbatas, seperti pada garis batas sungai, pada garis batasmedian jalan raya, jalan kereta api, maka tugu semacamini disebut Pilar Kontrol Batas (PKB), ada kalanya seringdisebut Pilar Acuan Batas (PAB). PKB atau PABditempatkan di sisi sungai, jalan raya atau disisi jalankereta api. Dalam hal ini, secara fisik PKB atau PABmempunyai ukuran yang sama. Harap dicatat bahwa nama dan penomoran terhadapkedua pilar tersebut berbeda dan sering terjadi masyarakat26
mengganggap bahwa pilar tersebut merupakan pilar bataswilayah. Penempatan PKB atau PAB mengindikasikanbahwa sungai, jalan raya atau jalan kereta api di sekitarpilar merupakan batas wilayah administrasi. Seperti diketahui batas wilayah terdiri dari batasprovinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan.Secara fisik, ukuran dan tipe pilar-pilar batasnya punberbeda. Untuk batas provinsi menggunakan pilar tipe A,batas kabupaten/kota menggunakan pilar tipe B, bataskecamatan menggunakan pilar tipe C dan batasdesa/kelurahan menggunakan pilar tipe D seperti gambar-gambar berikut. Pada setiap pilar selalu ada identitas daripilar tersebut dalam bentuk brass-tablet yang dipasangpada bagian atas pilar. Tanda (+) di tengah brass-tabletadalah letak posisi tugu batas dalam suatu sistemkoordinat. Gambar 3.6. Brass tablet dipasang di bagian atas pilar 27
Secara umum pilar tipe A, B, C dan D mempunyai bentuk fisik yang sama dan hanya dibedakan pada ukuran pilar. 1. Pilar Batas Desa/Kelurahan (Tipe D) Gambar 3.7. Pilar Batas Tipe D Gamabr 3.7 menunjukkan konstruksi fisik pilar batas desa (tipe D) dengan ukuran pilar sebagai berikut: • Lebar 20 cm • Panjang 20 cm • Tinggi 25 cm di atas permukaan tanah • Kedalaman kontruksi 60 cm • Kedalaman SIRTU 15 cm28
2. Pilar Batas Kecamatan (Tipe C) Gambar 3.8. Pilar Batas Tipe C Gamabr 3.8 menunjukkan konstruksi fisik pilarbatas kecamatan (tipe C) dengan ukuran sebagaiberikut: • Lebar 30 cm • Panjang 30 cm • Tinggi 50 cm di atas permukaan tanah • Kedalaman kontruksi 75 cm • Kedalaman SIRTU 25 cm 29
3. Pilar Batas Kabupaten/Kota (Tipe B) Gambar 3.9. Pilar Batas Tipe B Gamabr 3.9 menunjukkan konstruksi fisik pilar batas kabupaten/kota (tipe B) dengan ukuran sebagai berikut: • Lebar 40 cm • Panjang 40 cm • Tinggi 75 cm di atas permukaan tanah • Kedalaman kontruksi 100 cm • Kedalaman SIRTU 40 cm30
4. Pilar Batas Provinsi (Tipe A) Gambar 3.10. Pilar Batas Tipe A Gamabr 3.10 menunjukkan konstruksi fisik pilarbatas provinsi (tipe A) dengan ukuran sebagai berikut: • Lebar 50 cm • Panjang 50 cm • Tinggi 100 cm di atas permukaan tanah • Kedalaman kontruksi 150 cm • Kedalaman SIRTU 40 cm 31
D. Berita Acara Kesepakatan Seperti diketahui, penataan batas wilayah merupakansuatu proses yang dilakukan tahap demi tahan. Setiapkesepakatan yang telah disetujui oleh pihak-pihak terkait,harus diujudkan dengan pembuatan berita acarasebagaimana ditentukan dalam Permendagri. Berita acarakesepakan dibuat oleh Tim yang mewakili kedua belahpihak. Setiap anggota dan ketua yang terlibat dalam Tim,wajib membubuhi tanda tangan dan disetujui juga olehaparatur setempat. Untuk proses penataan batas desamisalnya, dua kepala desa yang terkait harus memberikanpersetujuan dengan membubuhkan tanda tangan padaberita acara. Setiap berita acara dibuat dalam rangkapcukup dan diisi lengkap dengan tingkat kesesuaian dengankondisi di lapangan. Harap dicatat bahwa dokumen-dokumen yang menyertai berita acara merupakan bagianyang tidak terpisahkan dengan berita acara tersebut.Seluruh dokumen perlu disimpan pada arsip daerah.E. Pengukuran Posisi Tugu Batas Pengukuran posisi tugu batas dilakukan jika secarafisik tugu batas tersebut sudah dibangun dan seluruh32
atribut yang menyertainya, seperti brass tablet, sudahterpasang dengan baik. Pengukuan posisi yangdimaksudkan adalah pengukuran dalam rangka untukmenentukan nilai koordinat dari pilar batas. Harap dicatatbahwa jika tugu terpasang persis berada di garis batas,maka tugu tersebut merupakan tugu batas. Apabila tuguterpasang bukan digaris batas, misalnya garis batas adalahmedian sungai, atau median jalan, maka tugu tersebutbukanlah tugu batas, akan tetapi tugu kontrol batas. Keduajenis tugu tersebut harus tetap diukur posisinya untukmendapatkan nilai koordinat. Penentuan posisi tugu bisa dilakukan mengunakanmetode pengukuran tanah konvensional atau metodeGPS. Adanya kemajuan teknologi, penentuan posisitugu batas banyak menggunakan teknologi GPS.Berikut akan disampaikan secara singkat penentuanposisi dengan teknologi GPS untuk digunakan padapengukuran tugu batas. Dalam Permendagri Nomor 45 Tahun 2016disebutkan bahwa ketelitian posisi horisontal yangdipersyaratkan pada koordinat tugu batas adalah ≤ 5 cmdan saat ini, sistem koordinat mengacu pada sistemkoordinat dalam datum SRGI 2013 (Sistem Referensi 33
Geospasial Indonesia Tahun 2013). Untukmendapatkan ketelitian sebagaimana dipersyaratkan,maka kriteria pengukuran dengan teknologi GPSadalah sebagai berikut: 1) Pengukuran GPS menggunakan peralatan GPS tipe geodetik satu frekuensi atau dua frekuensi dengan durasi waktu pengukuran seperti tertera pada Tabel 3.1; 2) Konfigurasi pengukuran minimal secara radial, bisa secara real time atau post processing, harus terikat ke titik Jaring Kontrol Geodesi (JKG) agar nilai koordinat tugu batasnya mengacu ke SRGI 2013; 3) Jika proses hitungan yang digunakan dalam bentuk post processing, maka aplikasi hitungan cukup menggunakan software commercial, misalnya TBC (Trimble Business Center), LGO (Leica Geomatic Office); 4) Nilai koordinat JKG dapat diakses melalui website http://srgi.big.go.id/peta/jkg.jsp;34
Tabel 3.1. Durasi pengamatan GPSPanjang Lama Pengamatan UntukBaseline Receiver GPS (km) Satu Dua Frekuensi Frekuensi 1–3 3–5 15 menit 10 menit 5 –10 10–20 20 menit 15 menit 20 –100100–200 30 menit 20 menit 2 jam 1 jam 4 jam 2 jam 6 jam 3 jam Sumber; Permendagri No.27/2006 Pada Tabel 3.1, panjang baseline adalah jarak antartitik. Jika pengukuran secara radial post processing, makajarak baseline disini adalah jarak antara titik ikat dengantugu batas. Pengukuran pilar batas menggunakan GPS CORS(Continuously Operating Reference Stations) secara realtime dapat dilakukan jika alat yang digunakan memilikiteknologi penentuan posisi secara real time. Adanyakemajuan teknologi informasi (internet, dll.), maka durasipengukuran secara real time jauh lebih singkat daripengukuran secara post processing. 35
F. Pengukuran Detil Pengukuran detil adalah pengukuran situasi yangdapat dilakukan untuk memperoleh informasi detil disekitar garis batas. Pengukuran ini umumnya terdiri daripengukuran kerangka utama dan kerangka detailmenggunakan alat-alat ukur sudut, alat ukur jarak dan alatukur beda tinggi. Pengukuran detil garis batas dilakukandengan koridor 50 meter ke kiri dan 50 meter ke kanangaris batas, dapat menggunakan tracking (pelacakan danperekaman) GPS, terestrial menggunakan Teodolit atauTotal Station. Gambar 3.11. Pengukuran Detil di koridor 50 m36
BAB IV PENUTUP Aspek teknis dalam penataan batas wilayahmerupakan salah satu hal penting yang perlu dipahamioleh pihak-pihak terkait. Dalam proses penataan bataswilayah, baik penataan batas wilayah desa, maupunpenataan batas wilayah daerah, ada jenis kegiatan yangtidak dikerjakan oleh pihak terkait secara langsung, akantetapi dilaksanakan melalui pihak ketiga, yaitu pihakkonsultan atau pihak kontraktor. Walaupun jenis kegiatanini tidak dikerjakan secara langsung, akan tetapi tetapharus dibawah kendali pihak terkait yang dalam hal iniBiro Tata Pemerintahan atau Bagian Tata Pemerintahanatau dengan sebutan lain. Beberapa jenis kegiatan yang barangkali dikerjakanoleh pihak ketiga adalah pemasangan pilar batas,pengukuran posisi pilar batas, perhitungan datapengukuran pilar batas. Disamping ketiga jenis kegiatanyang kemungkinan dikerjakan oleh pihak ketiga tersebut,pemetaan wilayah dimungkinkan juga akan dikerjakanoleh pihak ketiga tersebut. Oleh sebab itu, pemberipekerjaan diharapkan mampu untuk mmeberikan 37
petunjuk dan kerangka acuan kerja agar peta dan bataswilayah yang akan dilakukan kegitannya sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan.38
SOAL-SOAL LATIHAN 1. Sebutkan empat hal utama dalam teori boundary making 2. Apa yang dimaksud dengan Peta Kerja 3. Apakah bisa garis batas yang tertera di peta RBI digunakan sebagai garis batas resmi?, kenapa 4. Apa yang dimaksud dengan batas alami 5. Apa yang dimaksud dengan batas buatan 6. Pada umumnya pengukuran posisi tugu batas menggunakan teknologi GPS. Jelaskan metode pengukuran posisi dengan teknologi GPS. 39
GLOSARIUMBatas daerah administrasi: pemisah daerah penyelenggaraan kewenangan suatu daerah dengan daerah lainBatas daerah darat: pemisah daerah administrasi pemerintahan antara daerah yang berbatasan berupa pilar batas dilapangan dan daftar koordinat dipetaBrass tablet: tanda yang terpasang pada permukaan atas pilar batas terbuat dari bahan kuningan berbentuk lingkaran dengan diameter 10 cm. Pada brass tablet terdapat nomor identitas pilar.Delimitasi: Penentuan garis batasDemarkasi: Penegasan garis batasDeliniasi: Memberi deskripsi garis batas secara ilustratif dengan sketsa di atas petaGaris Batas: garis khayal yang menandai batas antara dua atau lebih daerah tertentu. Di lapangan tidak ada kenampakan garis batas, hanya berupa titik yang diujudkan dalam bentuk tugu batas40
Watershed: pemisah air. Ketika air hujun turun, pada punggung bukit seolah-olah satu tetes air hujan yang persis jatuh di punggung bukit tersebut akan terbelah menjadi dua bagian. Talweg: alur pada dasar sungai. Biasanya talweg merupakan dasar sungai yang paling dalam membentuk garis yang menyusuri dasar sungai. Talweg sangat bergantung kepada karakteristik batuan sungai dan tidak selalu mempunyai jarak yang sama terhadap bibir sungai. 41
DAFTAR PUSTAKAAdikresna P, Yanto B. Penentuan Batas Wilayah Dengan Menggunakan Metode Kartometrik (Studi Kasus Daerah Kec. Gubeng Dan Kec. Tambaksari). Jurnal Teknik Pomits Vol. X, No. X, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271)Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012 tentang Pedoman Batas DaerahPeraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 45 Tahun 2016 tentang Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas DesaPeraturan Kepala BIG Nomor 3 Tahun 2016 tentang Spesifikasi Teknis Penyajian Peta DesaSumaryo, dkk. (2014). Penaksiran Informasi Geospasial, Aspek Datum Geodesi Dalam Penetapan Dan Penegasan Batas Daerah Pada Era Otonomi Daerah Di Indonesia. Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 20 No. 1 Agustus 2014 : 7 9 – 842
Search
Read the Text Version
- 1 - 49
Pages: