Kaila dan Kebaikannya
Kaila adalah anak yang berprestasi di kelas.Kaila selalu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru dengan baik. Selain pandai, Kaila selalu menolong teman-temannya. Hanya saja Kaila punya sifat tak enakan, ia selalu tak berani menolak permintaan temannya, sekalipun kadang permintaan temannya berlebihan. Ia hanya bisa mengerutu dan ngomel- ngomel sendiri. Untung Kaila punya bunda Ita yang sabar mendengar kekesalan Kaila. Sesekali bunda Ita akan member nasehat tanpa menyalahkan.
“Bukankah bunda menyuruh Kaila untuk selalu berbuat baik,” sela Kaila mendengar nasehat bunda Ita. “Iya, tapi harus pada tempatnya.” “Maksud Bunda?” “Kaila boleh kok membantu teman yang kesulitan belajar, tapi bukan Kaila yang mengerjakan.” “Terus?” “Kaila juga boleh berbagi jajan dengan teman, tapi juga bisa menolak kalau teman meminta semua jajan yang Kaila punya.”
“Iya bunda, Kaila janji lebih berani,” ucap Kaila menutup pembicaan sebelum akhirnya ia gosok gigi dan tidur. Sudah beberapa kali, Kaila mengeluhkan permintaan teman- temannya di sekolah. Sudah beberapa kali pula bunda Ita menasehati Kaila untuk lebih berani menolak permintaan teman, terutama yang akhirnya bisa merugikan Kaila sendiri. Kemaren ada teman yang meminta seluruh uang jajan Kaila, hari sebelumnya ada teman yang menyuruh Kaila menuliskan tugasnya, dan beberapa kejadian lainnya. Setiap dinasehati, Kaila selalu menyanggupi saja. Kaila tetap saja tidak enakan menolak permintaan teman.
“Assalamu’alaikum, bunda. ”Kaila mencium punggung tangan bunda Ita sambil sesunggutan. “Wa’alaikumussalam, kok cemberut begitu??” “Kaila sebel, Bunda.” “Kok bisa?” “Tadi ada teman yang minta tolong Kaila bantu piketnya, setelah ditolong, malah Kaila ditinggal pulang.”
Sembari member segelas air, bunda Ita menyuruh Kaila duduk dan pelan-pelan memberikan saran sembari mengingatkan kembali nasehat bunda kemaren dan beberapa hari sebelumnya, “Bunda tahu Kaila baik nak, tapi kebaikan Kaila jangan sampai dimanfaatkan.” “Kaila tak enak, Bunda, kalau menolak.” “Tapi akhirnya Kaila selalu sebal ketika selesai menyanggupi permintaan teman kan?” “Iya, Bunda
“Berarti itu kan tidak baik, nak. Kaila harus tegas ya, Nak! Bunda bisa kok datang ke sekolah terus bilang sama guru kelas Kaila.” “Jangan, Bunda! nanti Kaila malu.” “Iya, Bunda tahu, Kaila bisa kok menyelesaikan sendiri.Harus lebih berani ya, Nak!” Sambil berdiri, bunda Ita menyuruh Kaila untuk ganti baju, makan siang, dan istirahat.
Senin ini ada ulangan harian. Setiap akhir bulan memang ada ujian tertulis untuk menilai hasil dari tema yang diajarkan setiap bulan. Selain belajar dengan serius, sejak semalam Kaila sudah menyiapkan berbagai hal yang yang dibutuhkan selama ulangan. Penghapus, penggaris, rautan, dan pensil yang sudah diruncingkan. Tak lupa Kaila selalu membawa satu pensil baru untuk persediaan.
Sebelum berangkat sekolah, tak lupa Kaila meminta doa pada bunda Ita, agar dilancarkan mengerjakan soal-soal. Jam setengah tujuh, Kaila sudah berada di Sekolah. Teman-teman Kaila juga sudah dating semua.
Setelah upacara bendera, para siswa kembali ke kelas masing- masing, termasuk Kaila dan teman-temannya. Salam Bu Mima, guru kelas Kaila, membuyarkan keramaian anak-anak untuk duduk di kursi masing-masing. Sembari membagi soal ulangan, Bu Mima mengingatkan anak-anak untuk tak lupa meruncingkan pensil dan menyiapkan penghapus agar tidak menggangu selama proses mengerjakan soal.
Jam 7:15 WIB, anak-anak masih serius mengerjakan soal tema 4. Bu Mima juga masih berjalan mengelilingi kelas sambil sesekali menjelaskan soal yang tak dipahami anak-anak. “Kaila, aku pinjam pensilmu ya?”pinta Rani teman sebangku Kaila. “Ada di tasku, tapi runcingkan sendiri ya!”jawab Kaila yang masih serius mengerjakan soal.
“Aku pakai pensilmu yang ini saja.” Tiba-tiba Rani mengambil pensil yang dipakai Kaila, dan tanpa bersalah melanjutkan mengerjakan soal ulangan. “Rani, terus aku bagaimana? Kembalikan pensilku, ini ambil pensilku yang ini!” “Tidak Kaila, kau itu pintar, bisa mengerjakan soal dengan cepat.” “Tapi, Ran.” “Ayolah Kaila, kau,kan, teman yang baik.”
Kaila akhirnya meruncingkan pensilnya yang baru, ia menyesal kenapa tidak menyediakan dua pensil yang sudah diraut semalam. Ketika teman-temannya serius dengan soal ulangannya, Kaila masih sibuk dengan pencil dan rautannya. Lima menit setelah ia mengerjakan ulangannnya, tiba-tiba Bu Mima mengatakan waktu ulangan telah usai. Satu persatu Bu Mima mengambil lembar jawaban dari meja anak-anak. Kaila masih ragu untuk memberikan lembar jawabannya, sebab ada beberapa soal yang belum ia kerjakan. Gestur Bu Mima yang menunjuk jam di tangan membuat Kaila terpaksa menyodorkannya.
Hari selasa ini, semua anak sudah bersiap mengetahui hasil ulangan kemaren. Seperti biasa, Bu Mima akan memberikan hadiah untuk 3 anak yang mendapat nilai terbaik. Satu-persatu, Bu Mima memanggil nama anak-anak. Kaila hanya bisa menunduk, saat namanya dipanggil terakhir, yang berarti ia mendapat nilai terjelek di kelas.
“Edo, Sasha, dan Rina. Selamat,ya, kalian mendapat nilai bagus, yang lain harus belajar lebih rajin lagi ya!” ucap Bu Mima disambut dengan tepuk tangan dan jawaban serentak anak-anak, “Ya Bu Guru.”
Langkah Kaila lunglai. Sesampai di rumah ia bergegas ganti baju dan kemudian tidur di kamar. Ia tak takut kemarahan Bunda Ita, sebab nilainya. Hanya saja, ia merasa kecewa pada dirinya sendiri, tak bisa lebih berani menghadapi teman-temannya. Rina juga tak merasa bersalah dengan apa yang ia lakukan, bahkan kali ini nilainya menjadi yang terbaik.
“Kok anak Bunda tidak makan siang?” Suara Bunda Ita mengagetkan lamunannya. “Tidak, Bunda, Kaila lagi malas makan,” ujar Kaila jutek saja. “Lho kok gitu, Bunda dijutekin. Ada apa, Nak? Cerita yuk!” bujuk Bunda Ita melihat anaknya yang tiba-tiba murung. “Kaila, kesel … kesel … kesel … Bunda,” cerocos Kaila menceritakan kejadian di sekolah dengan penuh emosi.
“hemm, coba lihat nilai ulangannya? Bunda Ita melihat lembar ulangan Kaila. “Tak apa ya, Nak, kali ini tak dapat nilai bagus. Ini pembelajaran buat Kaila,ya.Harus lebih berani. Terutama menolak permintaan teman yang tidak baik.” “Siap, Bunda,” tegas Kaila dengan penuh keyakinan setelah mendengar nasehat Bunda Ita.
Rabu yang ceria, jadwal hari ini, anak-anak olahraga di luar kelas. Bu Mima mengajak anak-anak berlari kecil ke taman sekolah. Di sana, banyak berbagai macam jenis bunga. Setelah olah raga, anak- anak diperbolehkan istirahat. Tiba-tiba Ega mendekati Kaila.“Bagi uang saku dong, Kai!” desaknya.
“Gak mau, kamu kan sudah punya uang saku sendiri,” jawab Kaila. “Tapi uang sakuku habis Kaila.”Ega masih terus mendesak. “Salah sendiri, tadi kau belikan mainan.”Kaila masih dengan penolakannya. “Ayolah Kaila, bukannya kau anak baik,” bujuk Ega agar Kaila menyerah.
“Tidak Ega, kalau uangmu habis itu kan karena kesalahanmu sendiri. Aku tak mau membagi uang sakuku. Ini ku bagi separuh rotiku saja,ya!” jawab Kaila tak mau kalah. “Baiklah kalau begitu Kaila, terima kasih untuk rotinya, ya,” ucap Ega yang akhirnya menyerah membujuk Kaila.
Hari ini untuk pertama kalinya, Kaila bisa menolak permintaan temannya, walau ia tetap tak tega. Kaila sudah berjanji sama Bunda Ita dan dirinya sendiri, harus berani menolak permintaan teman, terutama yang tidak baik. Kebaikan itu harus membaikan, begitu kata Bunda Ita.
Tamat
Search
Read the Text Version
- 1 - 23
Pages: