Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore PEDOMAN STANDAR AKREDITASI KEMKES 2022

PEDOMAN STANDAR AKREDITASI KEMKES 2022

Published by khalidsaleh0404, 2022-04-27 09:26:36

Description: PEDOMAN STANDAR AKREDITASI KEMKES 2022

Search

Read the Text Version

- 501 - dari WHO terkini pada tindakan operasi termasuk tindakanmedis invasif. 5. Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan a. Standar SKP 5 Rumah sakit menerapkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk menurunkan risiko infeksi terkait layanan kesehatan. b. Maksud dan Tujuan SKP 5 Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan hal yang sangat membebani pasien serta profesional pemberi asuhan (PPA) pada pelayanan kesehatan. Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih- terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Kegiatan utama dari upaya eliminasi infeksi ini maupun infeksi lainnya adalah dengan melakukan tindakan cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene yang berlaku secara internasional dapat diperoleh di situs web WHO. Rumah sakit harus memiliki proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi pedoman hand hygiene yang diterima secara luas untuk implementasinya di rumah sakit. c. Elemen Penilaian SKP 5 1) Rumah sakit telah menerapkan kebersihan tangan (hand hygiene) yang mengacu pada standar WHO terkini. jdih.kemkes.go.id

- 502 - 2) Terdapat proses evaluasi terhadap pelaksanaan program kebersihan tangan di rumah sakit serta upaya perbaikan yang dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan program. 6. Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Jatuh a. Standar SKP 6 Rumah sakit menerapkan proses untuk mengurangi risiko cedera pasien akibat jatuh di rawat jalan. b. Standar SKP 6.1 Rumah sakit menerapkan proses untuk mengurangi risiko cedera pasien akibat jatuh di rawat inap. c. Maksud dan Tujuan SKP 6 dan 6.1 Risiko jatuh pada pasien rawat jalan berhubungan dengankondisi pasien, situasi, dan/atau lokasi di rumah sakit. Di unit rawat jalan, dilakukan skrining risiko jatuh pada pasien dengan kondisi, diagnosis, situasi, dan/atau lokasi yang menyebabkan risiko jatuh. Jika hasil skrining pasien berisiko jatuh, maka harus dilakukan intervensi untuk mengurangi risiko jatuh pasien tersebut. Skrining risiko jatuh di rawat jalan meliputi: 1) kondisi pasien misalnya pasien geriatri, dizziness, vertigo, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, penggunaan obat, sedasi, status kesadaran dan atau kejiwaan, konsumsi alkohol. 2) diagnosis, misalnya pasien dengan diagnosis penyakit Parkinson. 3) situasi misalnya pasien yang mendapatkan sedasi atau pasien dengan riwayat tirah baring/perawatan yang lama yang akan dipindahkan untuk pemeriksaan penunjang dari ambulans, perubahan posisi akan meningkatkan risiko jatuh. 4) lokasi misalnya area-area yang berisiko pasien jatuh, yaitu tangga, area yang penerangannya jdih.kemkes.go.id

- 503 - kurang atau mempunyai unit pelayanan dengan peralatan parallel bars, freestanding staircases seperti unit rehabilitasi medis. Ketika suatu lokasi tertentu diidentifikasi sebagai area risiko tinggi yang lebih rumah sakit dapat menentukan bahwa semua pasien yang mengunjungi lokasi tersebut akan dianggap berisiko jatuh dan menerapkan langkah-langkah untuk mengurangi risiko jatuh yang berlaku untuk semua pasien. Skrining umumnya berupa evaluasi sederhana meliputi pertanyaan dengan jawaban sederhana: ya/tidak, atau metode lain meliputi pemberian nilai/skor untuk setiap respons pasien. Rumah sakit dapat menentukan bagaimana proses skrining dilakukan. Misalnya skrining dapat dilakukan oleh petugas registrasi, atau pasien dapat melakukan skrining secara mandiri, seperti di anjungan mandiri untuk skrining di unit rawat jalan. Contoh pertanyaan skrining sederhana dapat meliputi: 1) Apakah Anda merasa tidak stabil ketika berdiri atauberjalan?; 2) Apakah Anda khawatir akan jatuh?; 3) Apakah Anda pernah jatuh dalam setahun terakhir? Rumah sakit dapat menentukan pasien rawat jalan mana yang akan dilakukan skrining risiko jatuh. Misalnya, semua pasien di unit rehabilitasi medis, semua pasien dalam perawatan lama/tirah baring lama datang dengan ambulans untuk pemeriksaan rawat jalan, pasien yang dijadwalkan untuk operasi rawat jalan dengan tindakan anestesi atau sedasi, pasien dengan gangguan keseimbangan, pasien dengan gangguan penglihatan, pasien anak di bawah usia 2 (dua) tahun, dan seterusnya. Untuk semua pasien rawat inap baik dewasa maupun anak harus dilakukan pengkajian risiko jatuh jdih.kemkes.go.id

- 504 - menggunakan metode pengkajian yang baku sesuai ketentuan rumah sakit. Kriteria risiko jatuh dan intervensi yang dilakukan harus didokumentasikan dalam rekam medis pasien. Pasien yang sebelumnya risiko rendah jatuh dapat meningkat risikonya secara mendadak menjadi risiko tinggi jatuh. Perubahan risiko ini dapat diakibatkan, namun tidak terbatas pada tindakan pembedahan dan/atau anestesi, perubahan mendadak pada kondisi pasien, dan penyesuaian obat- obatan yang diberikan sehingga pasien memerlukan pengkajian ulang jatuh selama dirawat inap dan paska pembedahan. d. Elemen Penilaian SKP 6 1) Rumah sakit telah melaksanakan skrining pasien rawat jalan pada kondisi, diagnosis, situasi atau lokasi yang dapat menyebabkan pasien berisiko jatuh, dengan menggunakan alat bantu/metode skrining yang ditetapkan rumah sakit 2) Tindakan dan/atau intervensi dilakukan untuk mengurangi risiko jatuh pada pasien jika hasil skrining menunjukkan adanya risiko jatuh dan hasil skrining serta intervensi didokumentasikan. e. Elemen Penilaian SKP 6.1 1) Rumah sakit telah melakukan pengkajian risiko jatuh untuk semua pasien rawat inap baik dewasa maupun anak menggunakan metode pengkajian yang baku sesuai dengan ketentuan rumah sakit. 2) Rumah sakit telah melaksanakan pengkajian ulang risiko jatuh pada pasien rawat inap karena adanya perubahan kondisi, atau memang sudah mempunyai risiko jatuh dari hasil pengkajian. 3) Tindakan dan/atau intervensi untuk mengurangi risiko jatuh pada pasien rawat inap telah dilakukan dan didokumentasikan. jdih.kemkes.go.id

- 505 - D. Program Nasional Gambaran Umum Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang kesehatan telah ditentukan prioritas pelayanan kesehatan dengan target yang harus dicapai. Salah satu fungsi rumah sakit adalah melaksanakan program pemerintah dan mendukung tercapainya target target pembangunan nasional. Pada standar akreditasi ini Program Nasional (Prognas) meliputi: 1. Peningkatnan kesehatan ibu dan bayi. 2. Penurunan angka kesakitan Tuberkulosis/TBC. 3. Penurunan angka kesakitan HIV/AIDS. 4. Penurunan prevalensi stunting dan wasting. 5. Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit. Pelaksanaan program nasional oleh rumah sakit diharapkan mampu meningkatkan akselerasi pencapaian target RPJMN bidang kesehatan sehingga upaya mingkatkan derajat kesehatan masyarakat meningkat segera terwujud. 1. Peningkatan Kesehatan Ibu dan Bayi a. Standar Prognas 1 Rumah sakit melaksanakan program PONEK 24 jam dan 7(tujuh) hari seminggu. b. Maksud dan Tujuan Prognas 1 Rumah sakit melaksanakan program PONEK sesuai dengan pedoman PONEK yang berlaku dengan langkah langkah sebagaiberikut: 1) Melaksanakan dan menerapkan standar pelayananperlindungan ibu dan bayi secara terpadu. 2) Mengembangkan kebijakan dan standar pelayanan ibu danbayi. 3) Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi. 4) Meningkatkan kesiapan rumah sakit dalam jdih.kemkes.go.id

- 506 - melaksanakan fungsi pelayanan obstetric dan neonates termasuk pelayanan kegawatdaruratan (PONEK 24 jam). 5) Meningkatkan fungsi rumah sakit sebagai model dan Pembina teknis dalam pelaksanaan IMD dan ASI Eksklusif serta Perawatan Metode Kanguru (PMK) pada BBLR 6) Meningkatkan fungsi rumah sakit sebagai pusat rujukan pelayanan kesehatan ibu dan bayi bagi sarana pelayanankesehatan lainnya. 7) Melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program RSSIB 10 langkah menyusui dan peningkatankesehatan ibu 8) Melakukan pemantauan dan analisis yang meliputi: a) Angka keterlambatan operasi section caesaria b) Angka kematian ibu dan anak c) Kejadiantidak dilakukannya inisiasi menyusui dini(IMD) pada bayi baru lahir c. Elemen Penilaian Prognas 1 1) Rumah sakit menetapkan regulasi tentang pelaksanaanPONEK 24 jam. 2) Terdapat Tim PONEK yang ditetapkan oleh rumah sakit dengan rincian tugas dan tanggungjawabnya. 3) Terdapat program kerja yang menjadi acuan dalam pelaksanaan program PONEK Rumah Sakit sesuai maksud dan tujuan. 4) Terdapat bukti pelaksanaan program PONEK Rumah Sakit. 5) Program PONEK Rumah Sakit dipantau dan dievaluasisecara rutin. d. Standar Prognas 1.1 Untuk meningkatkan efektifitas sistem rujukan maka Rumah jdih.kemkes.go.id

- 507 - sakit melakukan pembinaan kepada jejaring fasilitas Kesehatan rujukan yang ada. e. Maksud dan Tujuan Prognas 1.1 Salah satu tugas dari rumah sakit dengan kemampuan PONEK adalah melakukan pembinaan kepada jejaring rujukan seperti Puskesmas, Klinik bersalin, praktek perseorangan dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Pembinaan jejaring rujukan dapat dilakukan dengan mengadakan pelatihan kepada fasilitas kesehatan jejaring, berbagi pengalaman dalam pelayanan ibu dan anak serta peningkatanan kompetensi jejaring rujukan secara berkala. Rumah sakit memetakan jejaring rujukan yang ada dan membuat program pembinaan setiap tahun. f. Elemen Penilaian Standar Prognas 1.1 1) Rumah sakit menetapkan program pembinaan jejaringrujukan rumah sakit. 2) Rumah sakit melakukan pembinaan terhadap jejaringsecara berkala. 3) Telah dilakukan evaluasi programpembinaan jejaringrujukan. 2. Penurunan Angka Kesakitan Tuberkulosis/TBC a. Standar Prognas 2 Rumah sakit melaksanakan program penanggulangan tuberkulosis. b. Maksud dan Tujuan Prognas 2 Pemerintah mengeluarkan kebijakan penanggulangan tuberkulosis berupa upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif, preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecatatan atau jdih.kemkes.go.id

- 508 - kematian, memutuskan penularan mencegah resistensi obat dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat tuberkulosis. Rumah sakit dalam melaksanakan penanggulangan tubekulosis melakukan kegiatan yang meliputi: 1) Promosi kesehatan yang diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan yang benar dan komprehensif mengenai pencegahan penularan, penobatan, pola hidup bersih dan sehat (PHBS) sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku sasaran yaitu pasien dan keluarga, pengunjung serta staf rumah sakit. 2) Surveilans tuberkulosis, merupakan kegiatan memperoleh data epidemiologi yang diperlukan dalam sistem informasi program penanggulangan tuberkulosis, seperti pencatatan dan pelaporan tuberkulosis sensitif obat, pencatatan dan pelaporan tuberkulosis resistensi obat. 3) Pengendalian faktor risiko tuberkulosis, ditujukan untuk mencegah, mengurangi penularan dan kejadian penyakit tuberkulosis, yang pelaksanaannya sesuai dengan pedoman pengendalian pencegahan infeksi tuberkulosis di rumah sakit pengendalian faktor risiko tuberkulosis, ditujukan untuk mencegah, mengurangi penularan dan kejadian penyakit tuberkulosis, yang pelaksanaannya sesuai dengan pedoman pengendalian pencegahan infeksi tuberkulosis di rumah sakit. 4) Penemuan dan penanganan kasus tuberkulosis. Penemuan kasus tuberkulosis dilakukan melalui pasien yang datang kerumah sakit, setelah pemeriksaan, penegakan diagnosis, penetapan klarifikasi dan tipe pasien tuberkulosis. Sedangkan jdih.kemkes.go.id

- 509 - untuk penanganan kasus dilaksanakan sesuai tata laksana pada pedoman nasional pelayanan kedokteran tuberkulosis dan standar lainnya sesuai dengan peraturan perundang- undangan. 5) Pemberian kekebalan Pemberian kekebalan dilakukan melalui pemberian imunisasi BCG terhadap bayi dalam upaya penurunan risiko tingkat pemahaman tuberkulosis sesuai dengan peraturan perundang- undangan. 6) Pemberian obat pencegahan. Pemberian obat pencegahan selama 6 (enam) bulan yang ditujukan pada anak usia dibawah 5 (lima) tahun yang kontak erat dengan pasien tuberkulosis aktif; orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) yang tidak terdiagnosis tuberkulosis; populasi tertentu lainnya sesuai peraturan perundang- undangan. Untuk menjalankan kegiatan tersebut maka rumah sakit dapat membentuk tim/panitia pelaksana program TB Paru Rumah Sakit. c. Elemen Penilaian Prognas 2 1) Rumah sakit menerapkan regulasi tentang pelaksanaanpenanggulangan tuberkulosis di rumah sakit. 2) Direktur menetapkan tim TB Paru Rumah sakit besertaprogram kerjanya. 3) Ada bukti pelaksanaan promosi kesehatan, surveilans danupaya pencegahan tuberkulosis 4) Tersedianya laporan pelaksanaan promosi Kesehatan. d. Standar Prognas 2.1 Rumah sakit menyediakan sarana dan prasarana pelayanan tuberkulosis sesuai peraturan perundang- undangan. e. Maksud dan Tujuan Prognas 2.1 jdih.kemkes.go.id

- 510 - Dalam melaksanakan pelayanan kepada penderita TB Paru dan program TB Paru di rumah sakit, maka harus tersedia sarana dan prasarana yang memenuhi syarat pelayanan TB Paru sesuai dengan Pedoman Pelayanan TB Paru. f. Elemen Penilaian Prognas 2.1 1) Tersedia ruang pelayanan rawat jalan yang memenuhi pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi tuberkulosis. 2) Bila rumah sakit memberikan pelayanan rawat inap bagi pasien tuberkulosis paru dewasa maka rumah sakit harus memiliki ruang rawat inap yang memenuhi pedoman pencegahan danpengendalian infeksi tuberkulosis. 3) Tersedia ruang pengambilan spesimen sputum yang memenuhi pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi tuberkulosis. g. Standar Prognas 2.2 Rumah sakit telah melaksanakan pelayanan tuberkulosis dan upaya pengendalian faktor risiko tuberkulosis sesuai peraturan perundang-undangan. h. Elemen Penilaian Prognas 2.2 1) Rumah sakit telah menerapkan kepatuhan staf medisterhadap panduan praktik klinis tuberkulosis. 2) Rumah sakit merencanakan dan mengadakan penyediaanObat Anti Tuberkulosis. 3) Rumah sakit melaksanakan pelayanan TB MDR (bagirumah sakit rujukan TB MDR). 4) Rumah sakit melaksanakan pencatatan dan pelaporankasus TB Paru sesuai ketentuan. 3. Penurunan Angka Kesakitan HIV/AIDS a. Standar Prognas 3 Rumah sakit melaksanakan penanggulangan HIV/AIDS jdih.kemkes.go.id

- 511 - sesuai dengan peraturan perundang-undangan. b. Maksud dan Tujuan Prognas 3 Rumah sakit dalam melaksanakan penanggulangan HIV/AIDS sesuai standar pelayanan bagi rujukan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan satelitnya dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Meningkatkan fungsi pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT). 2) Meningkatkan fungsi pelayanan Antiretroviral Therapy (ART) atau bekerja sama dengan rumah sakit yang ditunjuk. 3) Meningkatkan fungsi pelayanan Infeksi Oportunistik (IO). 4) Meningkatkan fungsi pelayanan pada ODHA dengan factor risiko Injection Drug Use (IDU). 5) Meningkatkan fungsi pelayanan penunjang yang meliputi pelayanan gizi, laboratorium dan radiologi, pencatatan dan pelaporan. c. Elemen Penilaian Prognas 3 1) Rumah sakit telah melaksanakan kebijakan programpenanggulangan HIV/AIDS sesuai ketentuan perundangan. 2) Rumah sakit telah menerapkan fungsi rujukan HIV/AIDSpada rumah sakit sesuai dengan kebijakan yang berlaku. 3) Rumah sakit melaksanakan pelayanan PITC dan PMTC. 4) Rumah sakit memberikan pelayanan ODHA dengan faktorrisiko IO. 5) Rumah sakit merencanakan dan mengadakan penyediaanART. 6) Rumah sakit melakukan pemantauan dan evaluasi programpenanggulangan HIV/AIDS. 4. Penurunan Prevalensi Stunting dan Wasting a. Standar Prognas 4 Rumah Sakit melaksanakan program penurunan prevalensi stunting dan wasting. jdih.kemkes.go.id

- 512 - b. Standar Prognas 4.1 Rumah Sakit melakukan edukasi, pendampingan intervensi dan pengelolaan gizi serta penguatan jejaring rujukan kepada rumah sakit kelas di bawahnya dan FKTP di wilayahnya serta rujukan masalah gizi. c. Maksud dan Tujuan Prognas 4 dan Prognas 4.1 Tersedia regulasi penyelenggaraan program penurunan prevalensi stunting dan prevalensi wasting di rumah sakit yang meliputi: 1) Program penurunan prevalensi stunting dan prevalensi wasting. 2) Panduan tata laksana. 3) Organisasi pelaksana program terdiri dari tenaga kesehatanyang kompeten dari unsur: a) Staf Medis. b) Staf Keperawatan. c) Staf Instalasi Farmasi. d) Staf Instalasi Gizi. e) Tim Tumbuh Kembang. f) Tim Humas Rumah Sakit. Organisasi program penurunan prevalensi stunting dan wasting dipimpin oleh staf medis atau dokter spesialis anak. Rumah sakit menyusun program penurunan prevalensi stunting dan wasting di rumah sakit terdiri dari: 1) Peningkatan pemahaman dan kesadaran seluruh staf, pasien dan keluarga tentang masalah stunting dan wasting; 2) Intervensi spesifik di rumah sakit; 3) Penerapan Rumah Sakit Sayang Ibu Bayi; 4) Rumah sakit sebagai pusat rujukan kasus stunting dan wasting; 5) Rumah sakit sebagai pendamping klinis dan manajemenserta merupakan jejaring rujukan jdih.kemkes.go.id

- 513 - 6) Program pemantauan dan evaluasi. Penurunan prevalensi stunting dan prevalensi wasting meliputi: 1) Kegiatan sosialisasi dan pelatihan staf tenaga kesehatan rumah sakit tentang Program Penurunan Stunting dan Wasting. 2) Peningkatan efektifitas intervensi spesifik. a) Program 1000 HPK. b) Suplementasi Tablet Besi Folat pada ibu hamil. c) Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada ibu hamil. d) Promosi dan konseling IMD dan ASI Eksklusif. e) Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA). f) Pemantauan Pertumbuhan (Pelayanan TumbuhKembang bayi dan balita). g) Pemberian Imunisasi. h) Pemberian Makanan Tambahan Balita Gizi Kurang. i) Pemberian Vitamin A. j) Pemberian taburia pada Baduta (0-23 bulan). k) Pemberian obat cacing pada ibu hamil. 3) Penguatan sistem surveilans gizi a) Tata laksana tim asuhan gizi meliputi Tata laksana Gizi Stunting, Tata Laksana Gizi Kurang, Tata Laksana Gizi Buruk (Pedoman Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita). b) Pencatatan dan Pelaporan kasus masalah gizi melalui aplikasi ePPGBM (Aplikasi Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat). c) Melakukan evaluasi pelayanan, audit kesakitan dan kematian, pencatatan dan pelaporan gizi buruk dan stunting dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS). Rumah sakit melaksanakan pelayanan sebagai pusat jdih.kemkes.go.id

- 514 - rujukan kasus stunting dan kasus wasting dengan menyiapkan sebagai: 1) Rumah sakit sebagai pusat rujukan kasus stunting untuk memastikan kasus, penyebab dan tata laksana lanjut oleh dokter spesialis anak. 2) Rumah sakit sebagai pusat rujukan balita gizi buruk dengan komplikasi medis. 3) Rumah sakit dapat melaksanakan pendampingan klinis dan manajemen serta penguatan jejaring rujukan kepada rumah sakit dengan kelas di bawahnya dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di wilayahnya dalam tata laksana stunting dan gizi buruk. d. Elemen Penilaian Prognas 4 1) Rumah sakit telah menetapkan kebijakan tentangpelaksanaan program gizi. 2) Terdapat tim untuk program penurunan prevalensistunting dan wasting di rumah sakit. 3) Rumah sakit telah menetapkan sistem rujukan untukkasus gangguan gizi yang perlu penanganan lanjut. e. Elemen Penilaian Prognas 4.1 1) Rumah sakit membuktikan telah melakukan pendampingan intervensi dan pengelolaan gizi serta penguatan jejaring rujukan kepada rumah sakit kelas di bawahnya dan FKTP di wilayahnya serta rujukan masalah gizi. 2) Rumah sakit telah menerapkan sistem pemantauan dan evaluasi, bukti pelaporan, dan analisis. 5. Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit a. Standar Prognas 5 Rumah sakit melaksanakan program pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi di rumah sakit beserta pemantauan dan evaluasinya. jdih.kemkes.go.id

- 515 - b. Standar Prognas 5.1 Rumah sakit menyiapkan sumber daya untuk penyelenggaraan pelayanan keluarga dan kesehatan reproduksi. c. Maksud dan Tujuan Prognas 5 dan Prognas 5.1 Pelayanan Keluarga Berencana di Rumah Sakit (PKBRS) merupakan bagian dari program keluarga berencana (KB), yang sangat berperan dalam menurunkan angka kematian ibu dan percepatan penurunan stunting. Kunci keberhasilan PKBRS adalah ketersediaan alat dan obat kontrasepsi, sarana penunjang pelayanan kontrasepsi dan tenaga kesehatan yang sesuai kompetensi serta manjemen yang handal. Rumah sakit dalam melaksanakan PKBRS sesuai dengan pedoman pelayanan KB yang berlaku, dengan langkah-langkah pelaksanaan sebagai berikut: 1) Melaksanakan dan menerapkan standar pelayanaan KBsecara terpadu dan paripurna. 2) Mengembangkan kebijakan dan Standar Prosedur Operasional (SPO) pelayanan KB dan meningkatkan kualitas pelayanan KB. 3) Meningkatkan kesiapan rumah sakit dalam melaksanakanPKBRS termasuk pelayanan KB Pasca Persalinan dan Pasca Keguguran. 4) Meningkatkan fungsi rumah sakit sebagai model dan pembinaan teknis dalam melaksanakan PKBRS. 5) Meningkatkan fungsi rumah sakit sebagai pusat rujukan pelayanan KB bagi sarana pelayanan kesehatan lainnya. 6) Melaksanakan sistem pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PKBRS. 7) Adanya regulasi rumah sakit yang menjamin pelaksanaanPKBRS, meliputi SPO pelayanan KB per jdih.kemkes.go.id

- 516 - metode kontrasepsi termasuk pelayanan KB Pasca Persalinan dan Pasca Keguguran. 8) Upaya peningkatan PKBRS masuk dalam rencana strategis (Renstra) dan rencana kerja anggaran (RKA) rumah sakit. 9) Tersedia ruang pelayanan yang memenuhi persyaratan untuk PKBRS antara lain ruang konseling dan ruang pelayanan KB. 10) Pembentukan tim PKBR serta program kerja dan bukti pelaksanaanya. 11) Terselenggara kegiatan peningkatan kapasitas untuk meningkatkan kemampuan pelayanan PKBRS, termasuk KB Pasca Persalinan dan Pasca Keguguran. 12) Pelaksanaan rujukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. 13) Pelaporan dan analisis meliputi: a) Ketersediaan semua jenis alat dan obat kontrasepsi sesuai dengan kapasitas rumah sakit dan kebutuhan pelayanan KB. b) Ketersediaan sarana penunjang pelayanan KB. c) Ketersediaan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan KB. d) Angka capaian pelayanan KB per metode kontrasepsi, baik Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) danNon MKJP. e) Angka capaian pelayanan KB Pasca Persalinan dan Pasca Keguguran. f) Kejadian tidak dilakukannya KB Pasca Persalinan pada ibu baru bersalin dan KB Pasca Keguguran pada Ibupasca keguguran. d. Elemen Penilaian Prognas 5 1) Rumah sakit telah menetapkan kebijakan tentangpelaksanaan PKBRS. 2) Terdapat tim PKBRS yang ditetapkan oleh direktur jdih.kemkes.go.id

- 517 - disertaiprogram kerjanya. 3) Rumah sakit telah melaksanakan program KB PascaPersalinan dan Pasca Keguguran. 4) Rumah sakit telah melakukan pemantauan dan evaluasipelaksanaan PKBRS. e. Elemen Penilaian Prognas 5.1 1) Rumah sakit telah menyediakan alat dan obat kontrasepsidan sarana penunjang pelayanan KB. 2) Rumah sakit menyediakan layanan konseling bagi pesertadan calon peserta program KB. 3) Rumah sakit telah merancang dan menyediakan ruangpelayanan KB yang memadai. jdih.kemkes.go.id

- 518 - BAB IV PENUTUP Penyelenggaraan akreditasi rumah sakit sesuai dengan standar dilaksanakan agar tercapainya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien serta tata kelola rumah sakit yang baik, sehingga terwujudnya penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang bermutu, profesional, dan bertangggung jawab. Dengan disusunnya standar akreditasi rumah sakit, diharapkan semua pihak baik rumah sakit, lembaga penyelenggara akreditasi rumah sakit, pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, tenaga kesehatan, maupun pemangku kepentingan lainnya dapat melaksanakan akreditasi rumah sakit dengan efektif, efisien dan berkelanjutan. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BUDI G. SADIKIN jdih.kemkes.go.id

-2- KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PELAYANAN KESEHATANNOMOR : HK. 02.02/I/1130/2022 TENTANG PEDOMAN SURVEI AKREDITASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa dalam penyelenggaraan akreditasi rumah sakit di Indonesia dilaksanakan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri; b. bahwa untuk memberikan acuan bagi lembaga indepeden penyelenggara akreditasi dalam menyusun tahapan pelaksanaan survei akreditasi perlu mengesahkan pedoman survei akreditasi rumah sakit; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan tentang Pedoman Survei Akreditasi Rumah Sakit; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan

-3- Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072) 2. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran Bidang Perumahsakitan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6659); 3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Akreditasi Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 586); 4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun2022 Nomor 156); Menetapkan MEMUTUSKAN: : KEPUTUSANDIREKTUR JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN TENTANG PEDOMAN SURVEI AKREDITASI RUMAH SAKIT. KESATU : Menetapkan Pedoman Survei Akreditasi Rumah Sakit KEDUA sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan KETIGA Direktur Jenderal ini. : Pedoman Survei Akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU digunakan sebagai acuan bagi lembaga independen penyelenggara akreditasi, rumah sakit, dan surveior dalam pelaksanaan survei akreditasi rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. : Direktur Jenderal dan masing-masing lembaga indepeden penyelenggara akreditasi melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Keputusan Direktur Jenderal ini.

-4- KEEMPAT : Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggalditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Maret 2022 DIREKTUR JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN, ttd. ABDUL KADIR

-5- LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERALPELAYANAN KESEHATAN NOMOR : HK.02.02/I/1130/2022 TENTANG PEDOMAN TATA LAKSANA SURVEIAKREDITASI RUMAH SAKIT PEDOMAN TATA LAKSANA SURVEI AKREDITASI RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULU AN Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Dalam memberikan pelayanan, rumah sakit harus memperhatikan mutu dan keselamatan pasien. Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan yang memiliki karakter aman, tepat waktu, efisien, efektif, berorientasi pada pasien, adil dan terintegrasi. Pemenuhan mutu pelayanan di rumah sakit dilakukan dengan dua cara yaitu peningkatan mutu secara internal dan peningkatan mutu secara eksternal. Peningkatan Mutu Internal (Internal Continous Quality Improvement) yaitu Rumah sakit melakukan upaya peningkatan mutu secara berkala antara lain penetapan, pengukuran, pelaporan dan evaluasi indikator mutu serta pelaporan insiden keselamatan pasien. Peningkatan mutu secara internal ini menjadi hal terpenting bagi rumah sakit untuk menjamin mutu pelayanan. Peningkatan

-6- Mutu Eksternal (External Continous Quality Improvement) merupakan bagian dari upaya peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit secara keseluruhan. Beberapa kegiatan yang termasuk peningkatan mutu eksternal adalah perizinan, sertifikasi, lisensi dan akreditasi. Rumah sakit melakukan peningkatan mutu internal dan eksternal secara berkesinambungan (continuous quality improvement). Akreditasi adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan rumah sakit setelah dilakukan penilaian bahwa rumah sakit telah memenuhi standar akreditasi yang disetujui oleh Pemerintah. Pada bulan Desember 2021 Kementerian Kesehatan mencatat 3.120 rumah sakit telah teregistrasi. Sebanyak 2.482 atau 78,8% rumah sakit telah terakreditasi dan 638 rumah sakit atau 21,2% belum terakreditasi. Upaya percepatan akreditasi rumah sakit mengalami beberapa kendala antara lain adanya isu atau keluhan terkait lembaga penilai akreditasi yangjuga melakukan workshop atau bimbingan, penilaian akreditasi dianggap mahal, masih kurangnya peran pemerintah daerah dan pemilik rumah sakit dalam pemenuhan syarat akreditasi, akuntabilitas lembaga independen penyelenggara akreditasi, dan lain-lain. Pemerintah mengharapkan pada tahun 2024 seluruh rumah sakit di Indonesia telah terakreditasi sesuai dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020- 2024. Dalam upaya meningkatkan cakupan akreditasi rumah sakit, pemerintah mendorong terbentuknya lembaga independen penyelenggara akreditasi serta transformasi sistem akreditasi rumah sakit. Sejalan dengan terbentuknya lembaga independen penyelenggara akreditasi maka Kementerian Kesehatan menetapkan standar akreditasi rumah sakit yang akan dipergunakan oleh seluruh lembaga independen penyelenggara akreditasi rumah sakit dalam melaksanakan penilaian akreditasi. Proses penyusunan standar akreditasi rumah sakit telah melalui beberapa proses dengan mempertimbangkan penyederhanaan standar akreditasi agar lebih mudah dipahami dan dapat

-7- dilaksanakan oleh rumah sakit. Dalam hal memberikan suatu acuan terkait penyelenggaraan akreditasi rumah sakit, yaitu meliputi berbagai definisi, tata cara survei, penilaian dan kelulusan, metodologi telusur, serta jadwal survei, maka diperlukan adanya suatu pedoman. Berdasarkan hal tersebut Kementerian Kesehatan membentuk Pedoman Tata Laksana Survei Akreditasi.

-8- BAB II TATA CARA SURVEI A. Ketentuan Survei 1. Standar Akreditasi Standar Akreditasi yang digunakan dalam pelaksanaan survei akreditasi mengacu kepada standar akreditasi rumah sakit yang ditetapkan oleh Menteri. 2. Kategori Surveior Terdapat dua kategori surveior yaitu surveior manajemen rumah sakit dan surveior pelayanan berpusat pada pasien denganpembagian bab sebagai berikut: a. Surveior Manajemen Rumah Sakit 1) Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS); 2) Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK); 3) Kualifikasi dan Pendidikan Staf (KPS); 4) Manajemen Rekam Medik dan Informasi Kesehatan(MRMIK); 5) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI); 6) Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP); 7) Pendidikan dalam Pelayanan Kesehatan (PPK); dan 8) Program Nasional (Prognas). b. Surveior Pelayanan Berpusat Pada Pasien /Patient Centre Care (PCC) 1) Akses dan Kontiunitas Pelayanan (AKP); 2) Hak Pasien dan Keluarga (HPK); 3) Pengkajian Pasien (PP); 4) Pelayanan dan Asuhan Pasien (PAP); 5) Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB); 6) Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO); 7) Komunikasi dan Edukasi (KE); dan 8) Sasaran Keselamatan Pasien (SKP). B. Kualifikasi Surveior

-9- Untuk menjamin pelaksanaan akreditasi yang berkualitas dan memilikidaya ungkit bagi peningkatan mutu rumah sakit maka penetapan surveior harus dilakukan secara selektif dan sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Adapun kriteria surveior: 1. Kriteria Umum a. Warga negara Indonesia; b. Berusia > minimal 35 tahun; c. Berbadan sehat sehingga mampu melaksanakan tugas sebagaisurveior akreditasi; d. Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik; dan e. Tidak pernah terlibat dalam tindak pidana atau melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh keputusan hukum tetap. 2. Kriteria Professional Kualifikasi Profesional Surveior rumah sakit harus memiliki latar belakang pengalaman bekerja di rumah sakit, mengikuti pelatihan sebagai surveior akreditasi rumah sakit, dan memiliki pendidikan: a. Dokter Spesialis; b. Dokter/Dokter Gigi dengan S2 bidang Kesehatan yang relevan; atau c. Perawat dengan kualifikasi Ners dan/atau S2 bidang kesehatan yang relevan; Apabila dibutuhkan tenaga kesehatan lain dengan keahlian khusus seperti Apoteker, Ahli Gizi, dan beberapa jenis tenaga kesehatan lain dapat menjadi surveior dengan mempertimbangkan kemampuan untuk mampu mengampuh standar akreditasi tertentu sesuai kebutuhan dalam melaksanakan survei akreditasi rumah sakit. Lembaga indepeden penyelenggara akreditasi dapat

- 10 - menetapkan surveior pembimbing dalam rangka persiapan dan/atau pendampingan yang berbeda dengan surveior pelaksana survei. Pembimbing ini merupakan surveior akreditasi yang sudah berpengalaman dan/atau kompeten untuk memberikan bimbingan kepada rumah sakit. 3. Dalam pemilihan surveior, lembaga independen penyelenggara akreditasi tidak dapat menugaskan surveior yang memiliki potensi conflict of interest dengan rumah sakit yang akan di survei dengan kriteria: a. Surveior pernah bekerja dan/atau pernah menjadi bagian dariunsur organisasi di rumah sakit tersebut; b. Surveior mempunyaihubungan saudara/keluarga dengandireksi rumah sakit; c. Surveior pernah melakukan survei akreditasipada siklussebelumnya; d. Surveior pernah melakukan bimbingan di rumah sakit secaramandiri; e. Pernah terjadi konflik antara surveior dengan rumah sakit; dan f. Potensi conflict of interest lain dengan rumah sakit yang disurvei. C. Jumlah Surveior dan Hari Survei Jumlah surveior dan hari survei tergantung kompleksitas rumah sakit dengan mengacu kepada ketentuan sebagai berikut: Jenis RS Kelas RS Jumlah Hari Jumlah Surveior RS Umum A Darin Lurin 4 RS Khusus B gg 3 C 13 2 D 12 2 A 3 B 12 2 C 2 12 12 12 12 Dalam rangka efektivitas dan efisiensi, survei dilakukan

- 11 - secara daring dan luring. Survei secara daring dilakukan untuk kegiatan presentasi direktur, telusur dokumen dan kegiatan lain yang dapat dilakukan secara daring, sedangkan survei secara luring dilakukan pada saat telusur lapangan, wawancara petugas, simulasi, dan kegiatan lain yang harus dilakukan secara luring. D. Pelaksanaan Survei 1. Persiapan a. Memiliki perizinan berusaha yang masih berlaku danteregistrasi di Kementerian Kesehatan. b. Kepala atau direktur rumah sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian dibidang perumahsakitan (memiliki pengalaman kerja di rumah sakit dan atau pendidikan manajemen). c. Memiliki Izin Pengelolaan Limbah Cair (IPLC) yang masihberlaku. d. Kerja sama dengan pihak ketiga yang mempunyai izin sebagai pengolah dan/atau sebagai transporter limbah B3 yang masih berlaku atau izin alat pengolah limbah B3 (Insenerator, Autoclave, Microwave). e. Seluruh tenaga medis di rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan (pemberi asuhan) memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktek (SIP) yang masih berlaku atau surat tugas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. f. Pemenuhan sarana, prasarana dan alat kesehatan minimal 60% dari standar yang ditetapkan dan di inputkan pada Aplikasi Sarana, Prasarana Dan Alat Kesehatan (ASPAK). g. Rumah sakit bersedia melaksanakan kewajiban dalam meningkatkan mutu dan keselamatan pasien dalam bentuk surat pernyataan.

2. Pendaftaran - 12 - a. Rumah sakit yang akan melaksanakan survei dapat memperoleh aplikasi survei dengan mengakses aplikasi elektronik lembaga independen penyelenggara akreditasi di situs resmi Lembaga independen penyelenggara akreditasi. b. Proses akreditasi dimulai dengan cara, rumah sakit mengunjungi situs lembaga penyelenggara akreditasi untuk melakukan pendaftaran dengan memberikan informasi yang diminta. c. Setelah pendaftaran diterima dan disetujui, lembaga independen penyelenggara akreditasi akan memberikan nama narahubung yang menjadi kontak utama untuk informasi, pertanyaan danpersiapan lebih lanjut antara lain data rumah sakit dan self assessment standar akreditasi. 3. Kesepakatan a. Rumah sakit harus mengajukan waktu pelaksanaan survei minimal 3-6 bulan sebelum pelaksanaan survei. b. Setelah permohonan survei diterima, dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja lembaga independen penyelenggara akreditasi akan melakukan verifikasi terhadap pemenuhan persyaratan yang diajukan oleh rumah sakit. c. hasil verifikasi berupa dapat dilakukan survei atau rumah sakit harus melakukan perbaikan pemenuhan persyaratan. d. Jika hasil verifikasi dapat dilakukan survei, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja, rumah sakit dan lembaga indepeden penyelenggara akreditasi membuat kesepakatan tertulis berupa kontrak yang paling sedikit berisi tanggal pelaksanaan, pembiayaan, dan ketentuan lain yang dibutuhkan terkait pelaksanaan survei. e. Lembaga independent penyelenggara akreditasi

- 13 - menetapkan nama surveior dan menunjuk ketua tim yang akan berkoordinasi dengan rumah sakit terkait pelaksanaan dan kesiapan survei dan memberitahukan kepada rumah sakit paling lambat 4 (empat) minggu sebelum survei dilaksanakan. f. Ketua tim survei akan menghubungi penanggung jawab survei rumah sakit untuk mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan survei. 4. Pelaksanaan Setelah tanggal pelaksanaan disepakati, rumah sakit menyampaikan dokumen kepada lembaga independen penyelenggara akreditasi paling lambat 1 (satu) minggu sebelum dilaksanakannya survei. Dokumen yang disampaikan paling sedikit: a. Struktur Organisasi Rumah Sakit; b. Daftar nama lengkap direksi; c. Denah rumah sakit; d. Daftar nama seluruh staf rumah sakit beserta jabatan; e. Daftar perizinan fasilitas rumah sakit yang masih berlaku; f. Daftar nama unit dan indikator mutu prioritas unit; g. Daftar jadwal praktik dokter di rawat jalan dan jadwal on call; h. Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) dan laporan hasil kegiatan program PMKP (laporan triwulan untuk survei awal dan laporan 12 (dua belas) bulan terakhir untuksurvei ulang); dan i. Surat pemberitahuan kepada dinas kesehatan daerah provinsi dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota bahwa rumah sakit akan melaksanakan survei akreditasi yang dilaksanakan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi rumah sakit. Seluruh dokumen disampaikan secara online dengan menggunakan media elektronik atau aplikasi survei akreditasi yang disediakan lembaga independen penyelenggara akreditasi. Lembaga independen

- 14 - penyelenggara akreditasi melalui surveior dapat meminta tambahan dokumen yang harus disampaikan oleh rumah sakit sesuai kebutuhan pada saat telusur dokumen. Lembaga independen penyelenggara akreditasi berkewajiban menjaga data yang disampaikan rumah sakit dengan baik, tidak menggunakan data-data tersebut dan tidak menyebarluaskan kepada pihak yang tidak berwenang selain surveior rumah sakit 5. Pelaporan dan Keputusan Hasil Survei Akreditasi Rumah Sakit Laporan hasil survei akreditasi rumah sakit dibuat oleh Surveior sesuai dengan format yang sudah diberikan lembaga independen penyelenggara akreditasi. Laporan tersebut dikirim melalui mediaelektronik atau aplikasi lembaga independen penyelenggaraakreditasi. Hal-hal yang harus dilaporkan sebagai berikut: a. Hasil Penilaian diisi pada format yang sudah diberikan, dinilai untuk masing-masing Bab berikut capaiannya; b. Rekomendasi atas penilaian yang skor kurang dari 10 (sepuluh);dan c. Data atau dokumen pendukung lainnya. Laporan yang sudah di kirimkan melalui media elektronik atau aplikasi, akan ditelaah dan dianalisa oleh tim penilai lembaga independen penyelenggara akreditasi, yang selanjutnya tim penilai memberikan rekomendasi dan status survei kepada ketua lembaga/pihak berwenang. Selanjutnya akan diterbitkan sertifikat kelulusan akreditasi oleh Lembaga independen penyelenggara akreditasi dan diketahui oleh Kementerian Kesehatan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah survei dilakukan. Berdasarkan hasil rekomendasi survei, rumah sakit wajib membuat rencana perbaikan atas rekomendasi yang di sampaikan paling lama 45

- 15 - (empat puluh lima) hari kerja setelah rekomendasi diterima. Rumah sakit wajib mengisi formulir umpan balik pelaksanaan survei akreditasi rumah sakit yang telah tersedia dan dikembalikan ke lembaga independen penyelenggara akreditasi dan Kementerian Kesehatan selambat lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah hasil akreditasi diterima melalui sistem informasi penyelenggara akreditasi. Apabila rumah sakit akan melakukan perbaikan status akreditasi sesuai dengan rekomendasi yang diberikan, rumah sakit dapat mengajukan remedial kepada lembaga indepeden penyelenggara akreditasi untuk dilakukan survei ulang sesuai dengan rekomendasi. Apabila rumah sakit berkeberatan terhadap status akreditasi, rumah sakit dapat mengajukan banding kepada lembaga indepeden penyelenggara akreditasi dengan tembusan kepada Kementerian Kesehatan. 6. Perubahan Sertifikat Akreditasi Rumah Sakit Lembaga independen penyelenggara akreditasi akan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan atau institusi pemberi izin apabila terjadi perubahan perizinan berusaha rumah sakit E. Penundaan Survei Rumah sakit dapat menunda jadwal survei tanpa denda atau ganti rugi apabila tejadi: 1. Keadaan kahar (force majeure) antara lain bencana alam atau peristiwa besar lain yang tidak terduga yang menganggu operasional;dan/atau 2. Mogok kerja massal yang menyebabkan rumah sakit harus berhenti menerima pasien, membatalkan operasional dan/atau prosedur elektif lainnya dan memindahkan pasien ke rumah sakit lain. Keadaan penundaan jadwal harus dituangkan dalam

- 16 - kesepakatan pelaksanaan akreditasi. Penyampaian adanya penundaan survei disampaikan rumah sakit kepada lembaga independent penyelenggara akreditasi paling sedikit 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal pelaksanaan survei, dan ditembuskan kepada Kementerian Kesehatan. F. Penghentian Survei Kegiatan survei akreditasi akan dihentikan apabila rumah sakit menyampaikan dokumen yang tidak sesuai sebagaimana di persyaratkan atau melakukan pemalsuan data, dan/atau tidak memenuhi ketentuan kesepakatan pelaksanaan survei yang telah ditanda tangani antara rumah sakit dengan lembaga indepeden penyelenggara akreditasi. Lembaga independen penyelenggara akreditasi kemudian menyampaikan penghentian survei kepada Kementerian Kesehatan dilengkapi dengan alasan penghentian survei tersebut, serta ditembuskan kepada rumah sakit yang bersangkutan dan dinas kesehatan daerah provinsi dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota setempat. Selanjutnya Kementerian Kesehatan akan menindaklanjuti laporan yang disampaikan oleh lembaga indepeden penyelenggara akreditasi dengan melakukan mediasi, agar pelaksanaan akreditasi dapat tetap dilanjutkan. G. Mekanisme Remedial Pengajuan remedial dapat dilakukan oleh rumah sakit kepada lembaga indepeden penyelenggara akreditasi dalam rangka memperbaiki status akreditasi. Pengajuan dilakukan dalam waktu 3-6 bulan setelah penetapan kelulusan. Remedial dilakukan terhadap bab yang pemenuhan standarnya 60%- 79%. H. Mekanisme Banding Rumah sakit dapat melakukan banding kepada lembaga indepeden penyelenggara akreditasi, apabila berkeberatan atas hasil penilaian survei akreditasi paling lambat 14 (empat belas) hari setelah penetapan kelulusan. Pengajuan banding

- 17 - rumah sakit kepada lembaga indepeden penyelenggara akreditasi ditembuskan kepada Kementerian Kesehatan. I. Kewajiban Lembaga Indepeden Penyelenggara Akreditasi Lembaga Independen Penyelenggara Akreditasi wajib melakukan pemantauan mutu pelayanan paska akreditasi melalui teknologi informasi. Pemantauan dan evaluasi mutu pelayanan yang dilakukan oleh lembaga independent penyelenggara akreditasi berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan daerah propvinsi dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota setempat sesuai dengan kelas rumah sakit. Pemantauan dan evaluasi mutu pelayanan rumah sakit paska akreditasi menggunakan hasil rekomendasi perbaikan dari lembaga independen penyelenggara akreditasi, Perencanaan Perbaikan Strategis (PPS), data indikator mutu, pelaporan insiden keselamatan pasien, dan hasil pengamatan atau masukan dari Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS)/masyarakat. J. Sertifikat akreditasi dinyatakan tidak berlaku atau dapat ditarik, denganalasan: 1. telah habis masa berlakunya; dan/atau 2. perubahan sertifikat akreditasi rumah sakit. K. Publikasi Status Akreditasi Rumah sakit dapat mempublikasikan status akreditasi ini kepada masyarakat, media massa, pihak rekanan dan asuransi (third-party payers), dan pihak lainnya sesuai dengan kebutuhan rumah sakit setelah rumah sakit menerima sertifikat akreditasi dari lembaga indepeden penyelenggara akreditasi. Untuk keperluan publikasi, rumah sakit dapat menggunakan logo Lembaga independen penyelenggara akreditasi Rumah Sakit. Informasi tentang status akreditasi akan dimuat di web site lembaga independen penyelenggara akreditasi yang memungkinkan setiap orang untuk mengetahui lokasi rumah sakit dan status akreditasinya. Setiap hasil

- 18 - keputusan status akreditasi rumah sakit oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi dilaporkan ke Kementerian Kesehatan untuk di publikasi sesuai ketentuan berlaku.

- 19 - BAB III PENILAIAN DAN KELULUSAN AKREDITASI RUMAH SAKIT A. Ketentuan Penilaian Tujuan dari penilaian ini adalah untuk memberikan pemahaman dan konsistensi pada penetapan skor, dengan mengakui bahwa banyak jenis bukti akan diperiksa sebelum tim survei mencapai skor akhir untuk setiap Elemen Penilaian (EP). Penilaian Akreditasi Rumah Sakit dilakukan berdasarkan penerapan standar akreditasi rumah sakit dari Kementerian Kesehatan menjadi 4(empat) kelompok, yaitu: 1. Pelayanan Berfokus pada Pasien, terdiri dari 7 (tujuh) bab; 2. Manajemen Rumah Sakit, terdiri dari 6 (enam) bab; 3. Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit, terdiri dari 1 (satu) bab;dan 4. Program Nasional terdiri dari 1 (satu) bab. Selama survei dilaksanakan setiap elemen terukur/elemen penilaian (EP) dari suatu standar diberi skor sebagai \"Tercapai Penuh\", \"Tercapai Sebagian\", \"Tidak Terpenuhi\", atau \"Tidak Tercapai\". Dan terdapat elemen yang “Tidak Dapat Diterapkan”, dapat dinyatakan sebagai berikut : No Kriteria Skor 10 (TP) Skor 5 (TS) Skor 0 (TT) TDD 1. Pemenuhan Minimal 80% 20 sampa Kurang 20% Tidak elemen dapat penilaian i diterapkan <80%

2. Bukti Bukti - 20 - Bukti kepatuhan Bukti kepatuhan kepatuhan kepatuhan ditemukan ditemukan tidak secara tidak ditemukan konsisten konsisten pada padasemua / sem bagian/unit hanya ua dimana pada bagian/uni persyaratan sebagian t di - unit di man persyaratan mana a tersebut persyarata persyarata berlaku. n- n- Catatan: persyarata persyarata Hasil n tersebut n tersebut pengamat berlaku berlaku an (misalnya tidak ditemukan t dapa kepatuhan di IRI, dianggap namu n tidak di IRJ,

- 21 - No Kriteria Skor 10 (TP) Skor 5 (TS) Skor 0 (TT) TDD sebagai patuh temuan pada apabila ruang han operasi ya terjadi namun pada 1 tidak patuh pengamatan di unit (observasi). rawat seha ri(day surgery), patuh pada area-area yang mengguna kansedasi namun tidak patuh di 3. Hasil klinik gigi). Hasil Hasil Hasil wawancara wawancara wawancar wawancar dari menjelaska a a tidak pemenuhan n sesuai menjelaska sesu persyaratan standardan n sebagian aistandar yang ada di EP dibuktikan sesuai dan dengan standar dibuktikan dokumen da dengan da n dokumen n dibuktikan dan pengamatan dengan pengamata dokumen n dan pengamata n

4. Regulasi sesua Regulasi - 22 - Regulasi yang Regulasi i yang yang dengan meliputi meliputi meliputi yan Kebijakan Kebijakan Kebijakan g dijelaskan dan SPO dan dan di lengk SP SP maksud dan apsesuai Osesuai Osesuai tujuan denga dengan dengan maksud maksud astandar pad nmaksud dan dan dan tujuan tujuan tujuan pad pad pad astandar astandar astandar hanya tidak ada sebagian / 5. Dokumen Kelengkapa tidak Kelengkap lengkap Kelengkap rapat/pertem n bukti an bukti an bukti uan: seperti dokumen dokumen dokumen undangan, rapat >80 rapat 50- rapat materi - 80%) kurang dari rapat, 100% (cross 50% absensi/daftar check hadir, dengan notul wawancara) en rapat. Kelengkapa Kelengkapa Kelengkapa 6. Dokumen pelatihan n bukti nbukti nbukti seper dokumen dokumen dokumen tikerangka pelatihan > pelatihan pelatihan 50% acua 80 - n 100% (TOR) pelatiha n

- 23 - No Kriteria (STkPor) 10 (STkSo)r 5 S(TkTor) 0 TDD yang dilamp – 80 % % 5ku0r%ang iri jadwal acar a, undangan, materi/baha n pelatihan, absensi/daft ar hadir, lapor an pelatihan Kelengkap Kelengka Kelengka 7. Dokumen orientasi an bukti pan bukti panbukti staf dokumen dokumen dokumen seperti orientasi orientasi orientasi keran >80 - 50% kurang gka acuan 100% – 80 % 50% (TOR) orientasi yang dilampiri jadw al acara, undangan, absensi/daft ar hadir, lapor an, penilaian hasil orientasi dar i

- 24 - kepala SD M (orientasi umum) atau kepala unit (orientasi khusus) 8. Hasil Pelaksana Pelaksan Pelaksan obser an aan aan vasi kegiatan/ kegiatan/ kegiatan/ pelaksanaan pelayanan pelayana pelayana kegiatan/ sesuai n sesuai n sesuai pelayanan regulasi regulasi regulasi sesuai dan da da regulasi stand n n dan ard standard standard standard >80% - 50 – Kurang 100% Contoh: 9 80% 50% dari 10 Contoh: Contoh: 8 5- hanya 4 kegiat dari 10 dari an/ kegiata 10 pelayanan n/ kegiatan/ yang pelaya pelayana diobserva nan n yang si sudah yang diobserv memenuhi diobser asi EP vasi memenu sudah hi EP memenuh i EP

- 25 - No Kriteria S(TkPor) 10 (STkSo)r 5 (STkTor) 0 TDD 9. Hasil Staf Staf Staf simulasi staf dap dap dap sesuai at at at regulasi / memperag mempera mempera standar akan gaka n gaka n / // mensimul mensimu mensimu asika n lasik an lasik an ses ses ses uai uai uai regulasi regulasi regulasi // /standar : standar standar 50- Kurang >80% 50% kurang Contoh: - 100% 80% hanya 4 Contoh: 9 dari dari Contoh: 10 staf 10 staf 5- 8 yang diminta yang dari 10 simulasi sudah diminta staf yang memenu hi diminta regulasi simulasi simulasi sudah sudah memenuhi memenu regulasi hi / regulasi standar / standar / standar

.10 Rekam - 26 - Kepatuha Kepatuha Kepatuha jej n nn ak pelaksana pelaksan pelaksan kepatuhan an aan aan pada survei kegiatan/ kegiatan/ kegiatan/ akreditasi pelayanan pelayana pelayana pertama secara n secara n secara berkesina berkesin berkesin mbungan ambu ambu sejak ngan ngan 3 sejak 2 sejak 1 (tiga) (dua) (satu) bulan bul bul sebelum an an survei sebelum sebelum .11 Rekam survei survei Kepatuha Kepatuha Kepatuha jej n nn ak pelaksana pelaksan pelaksan kepatuhan an aan aan pada survei kegiatan/ kegiatan/ kegiatan/ akreditasi pelayanan pelayana pelayana ulang sejak 12 n sejak 4- n sejak 1- (dua 11 3 belas) (empat (satu - bul tiga) an - sebelas) bulan sebelum bulan sebelum survei sebelum survei survei

- 27 - No Kriteria S(TkPor) 10 (STkSo)r 5 S(TkTor) 0 TDD Rekam Rekam Rekam .12 Kelengkapan medik medik medik rekam me lengkap lengkap lengkap dik >80,- 50 kurang (Telaah 100% saat ,- da reka di lakukan 80% saat ri50% m medik telaah. di saat di tertutup), Contoh lakukan lakukan pada survei hasil telaah. telaah. awal 4 bulan telaah : 9 Contoh Contoh sebel dari ha ha um survei, 10 siltelaah siltelaah: reka : 5 - 8 pada survei m hanya ulang 12 medik dari 10 4 dari 10 bulan ya rekam rekam sebelum nglengkap medik medik survei yang yang lengkap lengkap Keterangan: TP : Tercapai Penuh TS : Tercapai Sebagian TT : Tidak Terpenuhi atau Tidak TercapaiTDD : Tidak Dapat Diterapkan B. Hasil Survei: 1. Lulus Akreditasi dengan status: Paripurna, Utama dan Madya 2. Tidak terakreditasi Hasil Kriteri Akreditasi a Paripurna Seluruh Bab mendapat nilai minimal 80%

Utama - 28 - Madya a. 12 sampai 15 Bab mendapat nilai minimal Tidak terakreditasi 80%, dan Bab SKP mendapat nilai minimal 80%, bagi rumah sakit pendidikan atau wahanapendidikan. b. 12 sampai 14 bab mendapat nilai minimal 80%, dan Bab SKP mendapat nilai minimal 80%, bagi rumah sakit yang bukan rumah sakit pendidikan atau wahana pendidikan. 8 sampai 11 Bab mendapat nilai minimal 80% dan nilai SKP minimal 70% a) Kurang dari 8 Bab mendapat nilai minimal80%; dan/atau b) Bab SKP mendapat nilai kurang dari 70%

- 29 - BAB IV METODOLOGI TELUSUR Metodologi Telusur adalah suatu metode yang efektif untuk memahami proses atau sistem di rumah sakit. Kegiatan operasional dan pelayanan di rumah sakit yang kompleks menjadikan metode telusur sebagai salah satu metode yang tepat untuk memahami proses yang terjadi serta melakukan penilaian di dalam survei. Metode telusur dapat menggunakan dokumen atau rekam medik pasien sebagai alat bantu untuk memahami proses yang terjadi. Setelah melakukan metode telusur, data dan informasi yang digunakan untuk: 1. Memahami proses pelayanan yang kompleks di rumah sakit (komplekskarena terdiri dari serangkaian sistem dan subsistem); 2. Memahami koordinasi yang terjadi didalam sistem/sub sistem/ antar unitdi rumah sakit; 3. Memahami bagaimana staf memberikan pelayanan; 4. Mengidentifikasi adanya kesenjangan atau kekurangan di dalam sistem, misalnya antara kebijakan yang ditetapkan dengan apa yang diharapkan terjadi, serta hal-hal lainnya, untuk selanjutnya dilakukan upaya perbaikan; 5. Melakukan observasi terhadap lingkungan pelayanan; 6. Mendapatkan pengalaman pasien di dalam menerima pelayanan di rumahsakit; 7. Menganalisa pelayanan yang berfokus pada pasien sesuai standarakreditasi; dan/atau 8. Mengintegrasikan temuan hasil telusur untuk merancang perbaikan. Terdapat beberapa jenis metodologi telusur, diantaranya adalah: 1. Individual Patient tracer (telusur pasien individual): mengikuti pengalaman pasien di beberapa area pelayanan di rumah sakit. 2. System tracer (telusur sistem): telusur terhadap suatu sistem yang kompleks di rumah sakit, seperti telusur manajemen

- 30 - penggunaan obat, telusur pencegahan dan pengendalian infeksi, dan sebagainya. 3. Telusur unit/departemen: telusur terhadap unit atau departemen tertentu sesuai kebutuhan. A. Telusur Pasien Individual Telusur pasien ini digunakan untuk melakukan analisa sistem yang digunakan rumah sakit dalam memberikan asuhan, tindakan dan pelayanan untuk menilai kepatuhan terhadap standar. Selama telusur pasien individual ini surveior akan melakukan hal-hal dibawah ini: 1. Mengikuti alur asuhan, tindakan, pelayanan yang diberikan kepada pasien oleh rumah sakit dengan menggunakan catatan rekam medik terkini, jika memungkinkan. 2. Evaluasi hubungan antar disiplin dan departemen, program, pelayanan, unit kerja dan fungsi penting dalam asuhan, pelayanan dan pengobatan yang diberikan. 3. Evaluasi kinerja proses pelayanan dengan fokus pada integrasi dan koordinasi yang dilakukan pada proses berbeda namun terkait dalam pelayanan yang diberikan. 4. Identifikasi masalah di berbagai proses. Pasien yang dipilih adalah yang menerima layanan kompleks karena mempunyai pengalaman yang lebih banyak dalam interaksi dengan berbagai unit di rumah sakit. Interaksi ini akan memberikan informasi adanya masalah terkait kesinambungan pelayanan. Jika dimungkinkan, surveior akan berusaha menghindari memilih telusur pada waktu dan tempat yang bersamaan dengan surveior yang lain. 2. Kriteria Telusur Pasien Secara Individual Pemilihan telusur pasien dapat berdasar tetapi tidak terbatas, pada kriteria berikut: a. Pasien dengan diagnosis 5 (lima) besar. b. Pasien risiko tinggi atau menerima pelayanan risiko tinggi. c. Pasien terkait dengan Program Nasional.

- 31 - d. Pasien terkait sistem telusur, seperti pencegahan danpengendalian infeksi danmanajemen dan penggunaan obat. e. Pasien dengan pelayanan lanjutan/transfer, contoh : 1) Pasien yang direncanakan follow-up/kontrol di rawat jalan;dan/atau 2) Pasien yang dirujuk dari RS lain atau yang akan dirujuk keRS lain. Surveior akan mengikuti pengalaman pasien, memeriksa berbagai pelayanan yang diberikan oleh berbagai staf dan unit didalam rumah sakit. 3. Elemen-elemen dalam telusur ini sebagai berikut: a. Telaah rekam medis pasien dengan staf yang bertanggang jawab atas asuhan, tindakan, atau layanan yang diterima pasien tersebut. Jika staf yang bertanggung jawab ini tidak ada, surveior dapat menanyakan pada staf yang lain, mencakup perawat, dokter, mahasiswa kedokteran, peserta pelatihan/magang, terapis, manajer pelayanan pasien, staf farmasi, staf laboratorium, staf pendukung lainnya serta pengantar pasien. Supervisi pada tingkat penelusuran ini harus dibatasi. Pada saat telusur, professional pemberi asuhan yang terlibat dalam asuhan pasien ini bertemu dengan surveior. Contoh, surveior akan berdiskusi dengan ahli gizi jika ditelusuri pasien mempunyai masalah gizi. b. Observasi secara langsung pada asuhan pasien. c. Observasi pada proses pengobatan. d. Observasi pada masalah pencegahan dan pengendalian infeksi. e. Observasi pada proses perencanaan asuhan. f. Diskusi tentang data yang digunakan. Ini termasuk cara meningkatkan mutu, informasi yang digunakan sebagai bahan pembelajaran, perbaikan dengan menggunakan data, dan desiminasi data.

- 32 - g. Observasi terhadap peralatan yang akan digunakan pada kondisi kedaruratan, misalnya peralatan evakuasi pasien pada kondisi bencana. h. Observasi dampak lingkungan terhadap keamanan dan keselamatan serta peran staf untuk mengurangi risiko terhadap lingkungan. i. Observasi terhadap pemeliharaan peralatan medis. j. Wawancara dengan pasien dan atau dengan keluarga pasien (jika dibenarkan dan di izinkan pasien dan/atau keluarga). Diskusi difokuskan pada alur asuhan, dan jika memungkinkan mencocokkan masalah yang diidentikasi selama proses telusur. k. Membahas pengelolaan kedaruratan dan masalah alur pasien di unit gawat darurat. Masalah alur pasien mungkin juga dibahas di area penunjang yang terkait dengan pasien yang ditelusur. Sebagai contoh, pasien menerima transfusi darah, surveior dapat mengunjungi bank darah. Apabila dalam telusur pasien diatas ditemukan masalah maka Surveior dapat melanjutkan dengan memilih dan menelaah 2 sampai 5 rekam medis secara tertutup untuk memverifikasi masalah yang ditemukan. Surveior dapat bertanya pada staf di unit, program, atau layanan untuk melengkapi telaah rekam medis. Kriteria dibawah ini dapat digunakan sebagai panduan memilih tambahan rekam medis yang tergantung pada situasi: a. Diagnosis sama atau mirip; b. Pasien hampir keluar dari rumah sakit; c. Diagnosis sama tetapi dokternya berbeda; d. Tes yang sama tetapi lokasi berbeda; e. Usia dan jenis kelamin sama; f. Pasien dengan masa rawat inap yang lama; g. Wawancara dengan staf; h. Telaah prosedur dan notulen jika dibutuhkan; dan/atau

- 33 - i. Hubungan dengan survei lainnya. Masalah yang diketemukan dari telusur pasien secara individual dapat mengarah pada eksplorasi lebih lanjut dari sistem telusur atau kegiatan survei lainnya, seperti pemeriksaan fasilitas dan wawancara dengan pimpinan. Temuan dari telusur kunjungan menghasilkan fokus pada lain telusur dan dapat berpengaruh terhadap pemilihan telusur lainnya. Temuan juga dapat mengidentifikasi masalah terkait koordinasi dan komunikasi dari informasi relevan dengan mutu dan keselamatan layanan. B. Telusur Sistem Telusur sistem dilakukan untuk menilai sistem atau proses spesifik yang kompleks di dalam rumah sakit. Proses yang kompleks ini dapat meliputi satu atau beberapa sistem, dan dapat diterapkan untuk proses yang berisiko. Telusur ini berfokus pada perawatan, pengobatan, atau layanan perawatan lainnya. Berbeda dengan telusur individu, telusur sistem mengevaluasi sistem itu sendiri yang berkaitan dengan individu yang menerima perawatan. Telusur ini berbeda dengan telusur individual dalam hal selama telusur individual dilakukan, dimana surveior mengikuti pasien melalui alur pelayanan, evaluasi semua aspek dari asuhan dan bukan sistem asuhannya. Selama telusur sistem, surveior melaksanakan hal-hal sebagai berikut: 1. Evaluasi kinerja dari sistem atau proses dengan fokus tertentu pada integrasi dan koordinasi dari proses berbeda tetapi terkait; 2. Evaluasi komunikasi antara berbagai disiplin dan departemen; dan 3. Identifikasi masalah pada masing-masing proses terkait. Telusur sistem mencakup kegiatan kunjungan ke unit/departemen untuk melakukan evaluasi dari


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook