informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin. Standar V. Peran kepemimpina dalam meningkatkan keselamatan pasien Standar: Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organsasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah sakit”, pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi kejadian tidak diharapkan, pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan oordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien, pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan menigkatkan kinerja rumah sait serta meningkatkan keselamatan pasien dan pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien. Kriteria: Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien, tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis kejadian yang memerlukan perhatian, mulai dari “kejadian nyaris cedera (near miss) sampai dengan “Kejadian Tidak Diharapkan” (adverse event), Tersedia mekanisme kerja untuk menjmin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintregrasi dan berpatisipasi dalam program keselamatan pasien, tersedia Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 44
prosedur “cepat tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis. Standar VI: mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas Standar: rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien. Kriteria: Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing- masing, setiap rumah sakit harus megintregasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan in- service training dan memberi pedoman yan jelas tentang pelaporan insiden dan setiap rumah sakit harus menyelenggarkan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien. Standar VII: Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien Standar: Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keelamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal, transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat. Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 45
Kriteria: Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien, tesedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada. Indikator Patient Safety Indikator patient safety merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkat keselamatan pasien selama dirawat di rumah sakit. Indikator ini dapat digunakan bersama dengan data pasien rawat inap yang sudah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. Indikator patient safety bermanfaat untuk menggambarkan besarnya masalah yang dialami pasien selama dirawat di rumah sakit, khususnya yang berkaitan dengan berbagai tindakan medik yang berpotensi menimbulkan risiko di sisi pasien. Dengan mendasarkan pada IPS ini maka rumah sakit dapat menetapkan upaya- upaya yang dapat mencegah timbulnya outcome klinik yang tidak diharapkan pada pasien. (Dwiprahasto, 2008). Secara umum IPS terdiri atas 2 jenis, yaitu IPS tingkat rumah sakit dan IPS tingkat area pelayanan. 1. Indikator tingkat rumah sakit (hospital level indicator) digunakan untuk mengukur potensi komplikasi yang sebenarnya dapat dicegah saat pasien mendapatkan berbagai tindakan medik di rumah sakit. Indikator ini hanya mencakup kasus-kasus yang Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 46
merupakan diagnosis sekunder akibat terjadinya risiko pasca tindakan medik. 2. Indikator tingkat area mencakup semua risiko komplikasi akibat tindakan medik yang didokumentasikan di tingkat pelayanan setempat (kabupaten/kota). Indikator ini mencakup diagnosis utama maupun diagnosis sekunder untuk komplikasi akibat tindakan medik. Tujuan penggunaan Indikator Patient Safety Indikator patient safety (IPS) bermanfaat untuk mengidentifikasi area- area pelayanan yang memerlukan pengamatan dan perbaikan lebih lanjut, seperti misalnya untuk menunjukkan: 1. adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu. 2. bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik atau terapi sebagaimana yang diharapkan 3. tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanan 4. disparitas geografi antar unit-unit pelayanan kesehatan (pemerintah vs swasta atau urban vs rural). (Dwiprahasto, 2008). Selain penjelasan di atas metode tim perlu menjadi strategi dalam penanganan patient safety karena metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok pasien melalui upaya kooperatif dan Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 47
kolaboratif. (Sitorus, 2006). Pada metode ini juga memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh. Adanya pemberian asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. (Nursalam, 2002). Jadi dengan pemberian asuhan keperawatan yang menyeluruh kepada pasien diharapkan keselamatan pasien dapat diperhatikan, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan. Daftar Pustaka 1. Departemen Kesehatan R.I (2006). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta: Bhakti Husada 2. Depertemen Kesehatan R.I (2006). Upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. (konsep dasar dan prinsip). Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta. 3. Kozier, B. Erb, G. & Blais, K. (1997) Professional nursing practice concept, and prespective. California: Addison Wesley Logman, Inc. 4. Muninjaya, Gde, A.A.(1999). Manajemen kesehatan. Jakarta. EGC 5. Nursalam, (2002). Manajemen keperawatan. aplikasi dalam praktik keperawatan profesional. Salemba Medik. Jakarta. 6. PERSI – KARS, KKP-RS. (2006). Membangun budaya keselamatan pasien rumah sakit. Lokakarya program KP-RS. 17 Nopember 2006 7. Potter, P.A and Perry , A.G. (1997). Fundamental of nursing concept; process and Practice. St. Louis: Mosby. Jilid 2 8. Supranto.(2001). Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan untuk menaikkan pangsa pasar. Jakarta: Rieneka Cipta 9. Sitorus, R. (2006). Metode praktik keperawatan pofessional di rumah sakit. penataan struktur & proses (sistem) pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat.EGC. Jakarta. Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 48
10. Tomey. A.M. dan Alligoog, M.R.(2006). Nursing theorist and their work. 6th ed. St. Louis:Mosby. 11. Wijono, D. (1999). Manajemen mutu pelayanan kesehatan . teori, strategi dan aplikasi. Volume 1 dan 2. Airlangga University Press. Surabaya. 12. Yahya, A. A.(2007). Kecurangan dalam jaminan asuransi kesehatan. Fraud dan Patient Safety. Jakarta.Seminaar PAMJAKI. Hotel Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 49
BAB III PRIMUM NON NOCERE Di kala masih menjadi mahasiswa kedokteran dahulu, beredar gurauan enaknya menjadi dokter dibandingkan, katakanlah, dengan insinyur teknik sipil. Dalam gurauan ini diambil kasus ekstrim saat masing- masing ‘gagal’ dalam pekerjaannya. Insinyur teknik sipil yang bertanggung jawab membangun jembatan dihujani dengan cemoohan dan menanggung beban derita begitu jembatan tersebut runtuh tidak lama setelah proyek selesai. Di saat yang lain ada dokter yang tidak dapat menyelamatkan nyawa pasiennya tidak lama setelah ia tangani. Tidak seperti insinyur tadi yang menanggung derita, sang dokter masih mendapatkan ucapan terima kasih dari keluarga dan handai taulan pasien yang meninggal dunia tersebut. Tetapi, kembali, ini hanya sekedar gurauan saja. Ilustrasi di atas tidak berarti tidak adanya tuntutan terhadap keselamatan dalam dunia medis. Bahkan di kalangan profesional medis, selalu didengungkan diktum dari Hippocrates (kira-kira 460-377 SM) yang menjadi prinsip pertama dunia medis, primum non nocere. Slogan berbahasa latin ini kurang lebih dapat diartikan sebagai ”Yang terpenting adalah tidak merugikan” dalam setiap aspeknya, baik secara sosial maupun ekonomis. Dalam hal ini profesional medis dituntut untuk menempatkan kepentingan pasien di atas kepentingan yang lain-lainnya. Prinsip ini sering disandingkan dengan motto ”Aegroti Salus Lex Suprema” yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi. Interaksi Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 50
profesional medis dengan pelanggannya menuntut kepercayaan dan kesetiaan yang tidak dapat ditawar lagi. Sehingga muncul satu slogan lain yang relevan dalam hal ini berupa ”Uberrima fides” yang berarti kesetiaan diatas segala-galanya. Dalam diktum ”Primum non nocere” terkandung tiga implikasi yang antara satu dengan yang lainnya saling menjalin menjadi satu mata rantai yang tak terpisahkan. Pertama, bahwa profesional medis harus menyadari kenyataan bahwa mereka mampu melakukan segala sesuatunya dengan lebih baik. Artinya, secara kontinu selalu ada ruang untuk melakukan perbaikan. Tingkatan kedua adalah menemukan cara, bagaimana perbaikan dapat dilakukan. Yang terakhir tentu saja menerima tanggung jawab untuk menunaikan tugas. Kata kuncinya dalam hal ini adalah kendali mutu. Dalam konteks layanan rumah sakit misalnya, proses kendali mutu dituntut untuk sudah harus melibatkan pelanggan. Model proses tertutup rapat yang menempatkan pelanggan dalam posisi gelap tidak tahu apa-apa sudah tidak jamannya lagi. Pelanggan sekarang ini bukan lagi pasien yang orang Jawa bilang “pasrah bongkokan” atau “pejah gesang monggo kemawon,” pasif menerima saja apa pun perlakuan dari penyedia layanan. Makin kritisnya pelanggan nampak dari orientasi mereka dalam mencari ’value’. Value di sini dimaksudkan sebagai ’fungsi’ dari hasil pemeriksaan dan atau perawatan medis beserta jajaran pendukungnya (medical output) serta layanan yang mereka terima dibandingkan dengan biaya yang harus Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 51
ditanggung. Kesemua bersifat subyektif, berdasarkan persepsi masing- masing orang. Mahal bagi seseorang bisa berarti murah bagi yang lain. Aspek layanan sendiri mengacu kepada proses yang kompleks. Francis W. Body dalam Journal of American Medical Association menyatakan bahwa hubungan antara profesional medis dan pelanggannya harus terbentuk secara personal dengan memperhatikan aspek waktu, simpati, dan saling pengertian. Kualitas esensial yang tidak boleh ketinggalan adalah kepedulian yang berperikemanusiaan. Kepedulian yang membuat pelanggan merasa diperlakukan secara manusiawi. Value ini menjadi parameter dalam memilih penyedia layanan, manakah yang dipersepsikan sebagai penyedia layanan yang berkualitas dan sesuai dengan kemampuan pelanggan untuk membayarnya. Persepsi terhadap kualitas ini didapatkan berdasarkan informasi dan pengalaman yang mereka miliki. Informasi betapa mudahnya menyebar dalam iklim keterbukaan seperti sekarang ini. Lagipula, bukankah dalam era ini pelanggan memiliki peran yang tidak lagi tunggal? Pasien misalnya tidak hanya berperan sebagai pemberi umpan dengan menceritakan kondisi yang dihadapi ketika bertemu dengan dokter. Pasien berhak untuk mendapatkan informasi yang jelas terkait dengan apa yang menjadi kepentingannya. Pelanggan harus mendapat kejelasan informasi tentang prosedur yang harus diikutinya sehingga mereka dapat memutuskan sendiri tindakan yang akan diambil, sesuai hak asasinya. Bilamana perlu, pelanggan berhak mengambil opini lain sebagai alternatif (second opinion). Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 52
Kejelasan informasi tersebut penting bagi pelanggan dalam mempertimbangkan rasio antara keuntungan dan resiko yang akan dihadapainya. Tidak jarang, adanya kesalahan, infeksi, dan terpaparnya resiko terjadi karena antara profesional medis dan pelanggan terjadi masalah komunikasi. Perbedaan bahasa menjadi salah satu kendalanya, disamping keengganan sebagian pelanggan untuk proaktif dan kecenderungan sebagian profesional yang mengejar target. Padahal, membodohi pasien adalah tindakan ilegal karena sudah menjadi tugas profesional medis untuk mendidik pelanggannya secara pelan tapi pasti. Pelanggan yang kurang dilibatkan dan kurang mendapatkan informasi yang cukup cenderung kurang mendapatkan perlakuan yang efektif. Sebagai akibatnya pelanggan kurang mengetahui apa yang harus dilakukan untuk mencegah timbulnya masalah seperti resiko timbulnya alergi, infeksi, kecelakaan, atau bahkan kematian. Sehingga jika terjadi masalah selama ini praktisinya yang dipersalahkan. Padahal seringkali sistemlah yang seringkali membuat semua ini terjadi, termasuk di dalamnya budaya organisasi. Untuk itu, pengkambinghitaman tentu bukan tindakan yang bijaksana dan tidak menyelesaikan permasalahan. Yang lebih diperlukan adalah desain ulang sistem lama menjadi sistem baru yang lebih baik dengan budaya organisasi yang lebih kondusif. Dengan demikian, sebenarnya setiap pihak mempunyai porsi tanggung jawab dalam mendukung keselamatan pasien. Profesional medis tidak akan sanggup menanggungnya sendirian, dan mereka memang tidak dalam posisi sebagai pemegang otoritas tunggal. Tidak heran jika Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 53
sekarang ini suara pelanggan juga mempunyai kekuatan tersendiri dalam kaitannya dengan regulasi, baik melalui asosiasi maupun perwakilan di lembaga legislatif karena sangat terkait dengan kepentingannya. Selain peran-peran yang sudah disebutkan di atas pelanggan juga mempunyai peran sebagai agen dalam penyebaran informasi dari mulut ke mulut (words of mouth) yang efektif. Peran terakhir ini menjadi semakin strategis jika dikaitkan dengan ketatnya regulasi dalam iklan komersial industri medis. Untuk meningkatkan keselamatan pasien pada khususnya dan kualitas layanan pada umumnya, modernisasi peralatan memang penting, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah menyediakan layanan yang prima. Layanan yang layaknya diberikan kepada orang yang kita cintai seperti misalnya ibu kita sendiri. Di kalangan ahli bioetika prinsip layanan seperti ini dikenal sebagai Papworth Principle. Dalam hal ini penulis punya akronim MOTHER yang belum lama ini penulis sampaikan dalam Seminar Nasional VII Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia. Akronim MOTHER terdiri atas layanan medis (Medical services), dedikasi (Outstanding dedication), menghargai waktu (Time awareness), perlakuan yang manusiawi dan penuh respek (Humanity treatment and respect), Empathy, sympaty and understanding, serta harga yang masuk akal (Reasonable cost). <Eksekutif> Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 54
BAB IV MEDICAL ERROR, SOLUSI PERSONAL DAN SOLUSI SISTEMIK Pendahuluan Institusi pelayanan kesehatan merupakan sistem yang kompleks yang ditandai dengan penggunaan teknologi tinggi dan \"kebebasan\" profesi. Kompleksitas itu menimbulkan kerawanan kesalahan medik (medical error) yang dapat mengakibatkan tragedi kemanusiaan. Sebagian besar intervensi medik dan bedah mengandung risiko1. Kesalahan medik berada di mana-mana dan biaya yang diakibatkan sangat substansial. Sejumlah studi akhir-akhir ini di Amerika Serikat, Australia, dan Inggris memperingatkan terjadinya ketidakamanan kronis pelayanan kesehatan di seluruh dunia2-5. Di Amerika Serikat --negara maju dimana segala sesuatu berjalan tertib dan teratur serta pelayanan medik menghadapi kemungkinan tuntutan pasien-- kesalahan medik mengakibatkan 44.000--98.000 kematian setiap tahun, di samping 1.000.000 cedera6. Di Australiaa, kesalahan medik mengakibatkan 18.000 kematian yang tak perlu, dan lebih dari 50.000 pasien menjadi cacat setiap tahun6. Studi Harvard dan studi Australia berbasis populasi menunjukkan bahwa separoh dari kesalahan medik terjadi pada pasien rawat inap pasca bedah6. Jenis kesalahan medik non-operatif yang terbanyak adalah komplikasi akibat pengobatan, kecelakaan terapi, dan kesalahan diagnosis. Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 55
Di Australia, kesalahan-kesalahan kognitif seperti kekeliruan membuat diagnosis atau kesalahan memilih pengobatan sebenarnya dapat dicegah, tetapi kesalahan itu mengakibatkan cacat permanen7. Keselamatan adalah hak pasien, dan para profesional pelayanan kesehatan berkewajiban memberikan pelayanan kesehatan yang aman1. Karena itu, upaya meningkatkan keselamatan pasien harus menjadi prioritas utama para pemimpin pelayanan kesehatan1. Kausa dan solusi kesalahan medik dapat dijelaskan melalui dua cara, yaitu pendekatan personal dan pendekatan sistem. Masing-masing pendekatan memiliki model kausasi kesalahan, dan masing-masing model memiliki filosofi manajemen kesalahan yang berbeda. Artikel ini bertujuan memperkenalkan pendekatan personal dan sistemik untuk menjelaskan kausa dan solusi kesalahan medik. Secara khusus, dibahas model kausasi kecelakaan \"Keju Swis\", kumpulan gejala patologis organisasional yang disebut \"Vulnerable System Syndrome\", dan solusi \"Double Loop Learning\". Pendekatan Personal Pendekatan personal masih mendominasi tradisi organisasi pelayanan kesehatan8. Pendekatan ini memusatkan perhatian pada tindakan-tindakan tidak aman, baik kesalahan-kesalahan maupun pelanggaran prosedural, yang dilakukan orang-orang yang bertugas di garis depan, seperti perawat, dokter, ahli bedah, anestesi, apoteker, dan sebagainya. Pendekatan ini memandang tindakan tidak aman sebagai Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 56
hasil dari proses gangguan kognisi seperti lupa, kekurangan perhatian, motivasi buruk, kecerobohan, dan kelalaian. Organisasi pelayanan kesehatan umumnya mencurahkan energinya kepada masing-masing pasien1. Masalah yang dijumpai biasanya diselesaikan secara terpisah satu dengan lainnya, bukannya secara paralel. Pelayanan perorangan tentu saja penting, tetapi jika perhatian tidak diberikan kepada sistem maka pasien-pasien tetap saja akan berada dalam risiko mendapatkan pelayanan yang salah. Sebagai contoh, peralihan tugas (handover) yang tidak memadai dapat mengakibatkan hilangnya informasi vital di antara berbagai pemberi pelayanan sehingga menempatkan pasien berada dalam risiko. Solusi terhadap tindakan salah diarahkan terutama untuk mengurangi keragaman perilaku manusia yang tidak diinginkan. Metode ini mencakup kampanye dengan poster untuk menimbulkan rasa takut berbuat salah, membuat prosedur baru (atau menambah prosedur yang ada), tindakan hukuman disipliner, ancaman litigasi (peradilan), melatih ulang, mengumumkan nama, menyalahkan, dan membuat malu pembuat kesalahan. Pengikut pendekatan ini memperlakukan kesalahan sebagai isu moral, dengan mengasumsikan bahwa sesuatu yang buruk (hanya) terjadi pada orang yang buruk - oleh psikolog disebut \"hipotesis dunia yang adil\"9,10. Selain itu, diasumsikan bahwa manusia merupakan agen bebas yang memiliki diskresi untuk memilih antara perilaku aman dan tidak aman9. Ketika ada sesuatu yang berjalan tidak semestinya, maka jelas bahwa seseorang atau kelompok orang harus bertanggung jawab. Para Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 57
manajer lalu mencoba sedapat mungkin memisahkan tindakan tak aman yang dilakukan seseorang dari tanggung jawab institusi8. Pendekatan personal mengandung kelemahan, dan tidak cocok untuk dunia pelayanan medik8. Seperti halnya di dunia penerbangan, sekitar 90% dari kesalahan minor sesungguhnya tidak dapat disalahkan, misalnya hanya karena kurang konsentrasi. Pada saat yang sama, efektivitas manajemen risiko tergantung dari sejauh mana organisasi mampu menerapkan budaya melaporkan (kesalahan). Tanpa analisis terinci tentang kecelakaan kecil, insiden, dan peristiwa nyaris kecelakaan (nearmisses), organisasi tidak dapat mengungkap tabir kesalahan berulang dan mengenali kapan peristiwa-peristiwa itu sesungguhnya dapat dicegah. Pendekatan personal membuat orang tidak berani melaporkan kesalahan kecil maupun besar. Dengan demikian, pendekatan ini malah kontraproduktif bagi pengembangan institusi pelayanan kesehatan yang lebih aman. Dengan memusatkan perhatian kepada kesalahan perorangan, maka organisasi telah mengisolasi tindakan tidak aman dari konteks sistem. Akibatnya, dua ciri-ciri human error akan terlepas dari perhatian. Pertama, kesalahan bukan monopoli segelintir orang yang kebetulan memang lagi sial, melainkan dapat dan sering terjadi pada orang-orang terbaik. Kedua, kecelakaan tidak bersifat random melainkan sistemik, ditandai pola-pola tertentu yang berulang. Situasi yang sama dapat menyulut kesalahan serupa pada siapapun. Dus, upaya mengejar keamanan yang lebih baik menjadi sangat terhambat oleh pendekatan personal yang tidak mampu Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 58
mengidentifikasi maupun mengontrol keadaan-keadaaan sistemik yang menyulut kesalahan. Pendekatan Sistem Sebagian besar kausa dan solusi kesalahan medik terletak dalam sistem pelayanan1. Premis dasar yang digunakan dalam pendekatan sistem adalah bahwa manusia dapat berbuat salah dan kesalahan dapat saja terjadi pada organisasi terbaik serta orang terbaik. Kesalahan individual dilihat sebagai akibat ketimbang penyebab, dan bukan berasal dari kelemahan sifat manusia. Pendekatan sistem menganggap kesalahan berasal dari proses organisasional yang membawa kepada suatu keadaan yang rawan bagi terjadinya kesalahan-kesalahan. Institusi pelayanan kesehatan merupakan sistem yang kompleks. Kompleksitas itu mencakup berbagai faktor, tetapi yang paling penting adalah adanya sistem berlapis meliputi pertahanan, barier, dan perlindungan keselamatan8,11. Sebagai contoh, sistem teknologi tinggi memberikan lapisan pertahanan berupa alarm tanda bahaya yang berbunyi ketika mendeteksi asap, listrik mati dengan otomatis jika terdapat hubungan pendek, dan sebagainya. Sistem pertahanan juga mengandalkan manusia (ahli bedah, anestesi, operator pengendali ruang operasi, dan sebagainya), maupun kontrol prosedural dan administratif (petunjuk pelaksanaaan klinis, dan sebagainya). Semua sistem itu bertujuan melindungi manusia dan aset-aset agar tidak menjadi korban bahaya lokal. Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 59
Sistem pertahanan berlapis dalam organisasi pelayanan kesehatan dapat diibaratkan irisan keju Swis yang memiliki banyak lubang8,11. Lihat Gambar 1 tentang model kausasi kecelakaan \"Keju Swis\". Berbeda dengan keju sesungguhnya, lubang-lubang pada setiap \"irisan\" sistem perlindungan keselamatan secara terus-menerus membuka, menutup, dan bergeser lokasinya. Dalam keadaan biasa, lubang-lubang itu tidak menghasilkan akibat buruk. Akibat buruk terjadi jika lubang-lubang di berbagai lapisan terletak dalam satu garis yang membuka peluang terjadinya trayek kecelakaan, sedemikian rupa sehingga bahaya diteruskan menjadi kecelakaan. Makin kompleks sistem sebuah organisasi, makin besar kemungkinan bahaya dilanjutkan menjadi kecelakaan. Lubang-lubang dalam sistem perlindungan keselamatan merepresentasikan dua keadaan8, yaitu kegagalan aktif (lubang dinamis), dan keadaan laten (lubang tidur). Hampir semua kejadian kesalahan terjadi karena kombinasi kedua keadaan tersebut. Kegagalan aktif merupakan tindakan tak aman yang dilakukan manusia yang berhubungan langsung dengan pasien atau sistem. Tindakan tak aman dapat berupa terpeleset, benda jatuh dari genggaman tangan, kesalahan memutuskan, pelanggaran prosedur, dan sebagainya. Kegagalan aktif mempunyai dampak langsung terhadap integritas sistem pertahanan, tetapi biasanya berlangsung singkat. Keadaan laten merupakan \"patogen laten\" di dalam sistem, timbul dari keputusan-keputusan yang dibuat perencana sistem, perancang desain, pembuat prosedur, dan manajemen tingkat atas. Keadaan laten Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 60
menyebabkan dua keadaan yang tidak diinginkan. Pertama, menyulut kesalahan di tempat kerja (misalnya, tekanan waktu, kekurangan staf, kekurangan peralatan, kelelahan, dan kekurangan pengalaman petugas). Kesalahan sering terjadi ketika para klinisi kurang berpengalaman dan ketika diperkenalkan prosedur baru6. Kedua, menciptakan lubang-lubang atau kelemahan dalam jangka waktu lama terhadap sistem pertahanan (misalnya, alarm yang tidak dapat diandalkan, prosedur yang tidak dapat dilaksanakan, defisiensi dalam desain serta konstruksi, dan sebagainya). Sesuai namanya, keadaan laten dapat terus \"tidur\" di dalam sistem selama bertahun-tahun sebelum berpadu dengan kegagalan aktif untuk menciptakan peluang kecelakaan. Tidak seperti kegagalan aktif yang bentuk spesifiknya sering kali sulit diramalkan, keadaan laten dapat diiidentifikasi, diantisipasi, dan diperbaiki sebelum menimbulkan kesalahan. Pengenalan keadaan laten memungkinkan pengelolaan risiko secara lebih proaktif ketimbang reaktif. Vulnerable System Syndrome Vulnerable System Syndrome (VSS) adalah kumpulan patologi yang melanda suatu organisasi, ditandai dengan tiga macam entitas patologis11: (1) menyalahkan individu-individu garis depan; (2) mengingkari kesalahan sistemik yang menyebabkan kelemahan; dan (3) mengejar tujuan kesempurnaan organisasi yang keliru (wrong kind of excellence). VSS hadir di semua organisasi dengan derajat yang berbeda-beda. Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 61
Kemampuan untuk mengenal VSS sangat diperlukan dalam memperbaiki keselamatan pasien. Menyalahkan Individu Patologi pertama yang perlu disoroti adalah kecenderungan menggunakan \"human error\" sebagai alasan kesalahan medik. Kecenderungan ini tidak hanya meluas di bidang perkereta-apian, kecelakaan lalu-lintas, dan masalah banjir (semuanya merupakan penyakit kronis dan rekuren yang melanda Indonesia), tetapi juga dalam setting penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Manusia cenderung melemparkan kesalahan kepada orang yang langsung mengakibatkan kecelakaan. Menyalahkan orang memang lebih mudah dan secara emosional lebih \"memuaskan\" ketimbang menjadikan institusi sebagai sasaran kesalahan8,12. Tetapi, reaksi tersebut berpengaruh buruk kepada keamanan sistem. Para manajer merasa telah \"membereskan\" orang- orang yang berbuat salah, sehingga muncul pandangan bahwa peristiwa itu tidak akan terjadi lagi. Patologi menyalahkan individu selanjutnya mendorong penyangkalan kesalahan sistem. Menyangkal Kesalahan Sistemik Patologi kedua adalah penyangkalan terhadap adanya kesalahan sistemik. Sosiolog Amerika Serikat, Ron Westrum, membedakan tiga jenis budaya keselamatan yang mewarnai organisasi11,13: generatif, birokratis, dan patologis. Ciri-ciri utama yang membedakan ketiganya adalah sikap Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 62
organisasi dalam memperlakukan informasi keselamatan. Organisasi generatif (keterandalan tinggi) mendorong individu maupun kelompok untuk mengamati, bertanya, dan membuat kesimpulan tentang aspek- aspek penting sistem pertahanan, kemudian membawa kesimpulan mereka kepada manajemen yang lebih tinggi. Kebalikannya, organisasi patologis membungkam, memanipulasi, memarginalisasi orang-orang yang mencoba melaporkan aspek penting keselamatan, menghindari tanggung jawab kolektif, menghukum atau menutup-nutupi (cover up) kegagalan, dan mengecilkan gagasan-gagasan baru. Penelitian pada NHS di Inggris mengungkapkan adanya sensor kultural berupa \"gerakan tutup mulut\" (\"conspiracy of silence\") yang menghambat pembelajaran organisasi, sebab menyembunyikan kesalahan dan menghambat komunikasi14-17. Pendek kata, organisasi patologis tidak peduli dengan informasi keselamatan. Organisasi birokratis merupakan kelompok organisasi mayoritas, terletak di antara kedua ekstrim tadi dalam menyikapi informasi keselamatan. Mereka tidak selalu memojokkan atau menghukum pembawa pesan keselamatan, tetapi gagasan baru sering mengakibatkan masalah bagi pencetus ide. Manajemen keselamatan cenderung terkotak-kotak, kegagalan diisolasi ketimbang dibuat generalisasi kesimpulan. Perbaikan dilakukan secara lokal ketimbang sistemik. Dengan merasa telah membebaskan posisi institusi dari masalah keselamatan pasien, para manajer puncak organisasi patologis maupun organisasi birokratis dengan \"gagah berani\" mengejar efisiensi, Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 63
produktivitas, dan keuntungan. Mengejar efisiensi dan produktivitas tidak salah, dan performa para manajer memang diukur sejauh mana mereka mampu meraih tujuan-tujuan tersebut. Tetapi, jika \"kacamata kuda\" digunakan dalam melihat tujuan organisasi pelayanan kesehatan tanpa meletakkan keprihatinan keselamatan pasien sebagai tujuan prioritas organisasi, maka yang terjadi adalah manajemen terjerumus kepada pengejaran tujuan kesempurnaan yang salah (wrong kind of excellence). Tujuan Kesempurnaan yang Keliru Dalam industri, banyak perusahaan yang masih mengukur keberhasilan berdasarkan parameter produktivitas dan efisiensi semata, tidak terkecuali organisasi pelayanan kesehatan, misalnya rumah sakit. Masalah keselamatan pasien adalah urusan marginal, insidentil, dan sporadis. Kalaupun ada perhatian terhadap masalah keselamatan manusia, maka isu tersebut diukur berdasarkan parameter \"waktu yang hilang akibat cedera\". Ukuran ini hanya merujuk kepada kecelakaan- kecelakaan personal dan tidak memberikan informasi atau petunjuk tentang tanggung jawab sistem pada kecelakaan kecil maupun bencana besar. Yang terjadi kemudian, organisasi terbuai secara kronis oleh rendahnya angka \"waktu yang hilang akibat cedera\". Manajer rumah sakit terpesona dengan angka-angka kinerja, tetapi tidak menyadari keterbatasan parameter-parameter itu. Mereka terpaku oleh parameter-parameter \"klasik\" seperti waktu tunggu klinik dan bedah, jumlah operasi yang dilakukan, bed occupancy rate (BOR), frekuensi Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 64
pembatalan prosedur, angka produktivitas pegawai, dan sebagainya. Tetapi, tidak memiliki parameter atau instrumen yang mampu mendeteksi kemungkinan interaksi sistem yang akan berakhir kepada kesalahan medik. Manajemen Kesalahan Dikenal dua macam manajemen kesalahan8. Pertama, pendekatan personal membatasi kejadian kesalahan yang berbahaya dengan individu- individu sebagai satu-satunya sasaran . Kedua, karena pendekatan personal ini tidak sepenuhnya efektif, pendekatan sistem menciptakan sistem yang dapat mengontrol kesalahan dan pengaruh yang merusak. Pengikut pendekatan personal mencurahkan sebagian besar energi manajemen untuk membuat individu-individu menjadi lebih kecil kemungkinan melakukan kekeliruan. \"Blaming, shaming, and retraining\" terhadap individu-individu merupakan \"formula\" klasik pendekatan personal. Sedang pengikut pendekatan sistem berusaha mengupayakan program manajemen komprehensif yang ditujukan pada berbagai sasaran organisasi: individu, kelompok, tugas, tempat kerja, institusi, dan kultur institusi (corporate culture) secara keseluruhan. Model yang akhir-akhir ini dianjurkan dalam pendekatan sistem adalah organisasi berkeandalan tinggi (high reliability organization). Organisasi berkeandalan tinggi merupakan sistem tangguh yang beroperasi dalam lingkungan berbahaya, tetapi memiliki kesalahan lebih kecil daripada keadaan normal. \"Kesehatan dan keselamatan\" merupakan Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 65
tujuan intrinsik yang dikejar organisasi ini, di samping tujuan-tujuan produktivitas dan efisiensi. Keterandalan tinggi merupakan \"dynamic non-event\"8. Disebut \"dinamik\" sebab keselamatan dipertahankan dengan cara mengatur manusia secara tepat waktu. Disebut \"non-event\" sebab keberhasilan- keberhasilan itu sendiri dipandang sebagai peristiwa biasa yang tidak perlu mendapat perhatian khusus. Organisasi berkeandalan tinggi dapat mengubah konfigurasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan lokal. Dalam situasi rutin, sistem keselamatan dalam organisasi dikendalikan dengan cara hirarki konvensional. Tetapi, pada situasi darurat, pengendalian bergeser kepada ahli keselamatan, analog dengan \"unit gawat darurat\" medik. Organisasi segera merampingkan diri kepada bentuk pengendalian rutin setelah krisis berlalu. Kedengaran agak paradoksal bahwa keluwesan semacam itu sesungguhnya juga dijumpai pada tradisi militer atau organisasi yang memiliki banyak staf eks-militer. Organsisasi militer mendefinisikan tujuannya tanpa ragu-ragu. Semua peserta dipastikan mengerti dan berbagi tujuan agar dapat mencapai tujuan dengan berhasil. Demikian halnya pada organisasi berkeandalan tinggi di bidang pelayanan kesehatan, para dokter, perawat, apoteker, dan lain-lain, berbagi tujuan yang sama untuk mengidentifikasi kesalahan medik, memahami kausanya, serta melakukan perubahan sistem untuk mengurangi risiko medik18. Organisasi berkeandalan tinggi memperbolehkan dan mendorong keragaman tindakan manusia, sembari berupaya keras mempertahankan Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 66
dengan konsisten tumbuhnya kesadaran yang cerdas tentang keselamatan pada setiap komponen organisasi. Salah satu ciri-ciri penting organisasi berkeandalan tinggi adalah preokupasi kolektif terhadap kemungkinan kegagalan yang menyebabkan kecelakaan8,11. Organisasi ini mengantisipasi dan mengasumsikan kesalahan terburuk serta melatih tenaga kerja untuk mengenali dan mengatasi kesalahan di setiap tingkat organisasi. Pelaporan kesalahan secara sukarela merupakan komponen penting dari tujuan tersebut18. Organisasi berkeandalan tinggi tidak melokalisir kegagalan melainkan membuat kesimpulan umum, tidak melakukan perbaikan lokal melainkan reformasi sistemik. Akhir-akhir ini, telah dikembangkan teori organisasi untuk memutuskan lingkaran setan VSS dengan \"Single Loop Learning\" atau \"Double Loop Learning\". Ketika terdapat kesenjangan antara hasil yang dicapai dengan hasil diinginkan, sehingga misalnya berupa kecelakaan pasien, maka pembelajar \"Single Loop Learning\" hanya melihat tindakan- tindakan yang langsung mendahului peristiwa itu untuk ditarik pelajaran. Akibatnya, yang menjadi sasaran perhatian adalah para profesional yang berinteraksi langsung dengan pasien. Tindakan yang diambil adalah menyalahkan, membuat malu, dan melakukan pelatihan ulang. \"Pembelajaran\" seperti itu hanya akan melestarikan lingkaran setan VSS. Sebaliknya, \"Double Loop Learning\" melihat masalah lebih dari sekedar tindakan-tindakan langsung yang mendahului kesalahan medik. Metode ini membuat asumsi-asumsi dasar tentang kondisi-kondisi yang Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 67
menyebabkan kesalahan medik. Dengan dasar itu, organisasi membuat antisipasi strategis dalam bentuk reformasi sistem secara menyeluruh yang ditujukan untuk mengurangi kesenjangan antara hasil diinginkan dan hasil dicapai. Dengan kata lain, untuk mengurangi kesalahan medik dengan proaktif dan sistemik. Kemampuan organisasi untuk mendeteksi indikator- indikator potensial kecelakaan dan kemauan kolektif di dalam sistem untuk melaksanakan berbagai tindakan korektif merupakan prasyarat penting bagi program manajemen risiko yang efektif. Kesimpulan Keselamatan dan keamanan adalah hak pasien. Penyelenggara pelayanan kesehatan berkewajiban memberikan pelayanan yang aman, dan organisasi pelayanan kesehatan yang berada dalam jalur yang benar adalah apabila meletakkan keselamatan pasien sebagai prioritas tertinggi tujuan organisasi. Sebagian besar kausa kesalahan terletak dalam sistem. Oleh karena itu, solusinya harus dilakukan secara sistemik pula. Organisasi pelayanan kesehatan perlu mengenali patologi organisasi - \"Vulnerable System Syndrome\" - agar dapat menyusun strategi organisasi yang menjamin keselamatan pasien dengan lebih baik. Pendekatan sistem dengan menggunakan model \"Double Loop Learning\" sangat dianjurkan sebab kesalahan-kesalahan terburuk diasumsikan dan diantisipasi dengan proaktif untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang sesungguhnya. Daftar Pustaka Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 68
1. Barach P, Moss F (2001). Delivering safe health care: safety is a patient's right and the obligation of all health professionals. Quality in Health Care, 10:199-203 2. Vincent C, Neale G, Woloshynowych M (2001). Adverse events in British hospitals: preliminary retrospective record review. BMJ, 322:501-2 3. Institute of Medicine (1999). To err is human: building a safety health system. Washington, DC: National Academic Press. 4. Department of Health (2001). An organisation with a memory: Report of an expert group on learning from adverse events in the NHS. www.doh.gov.uk/orgmemreport. 5. Wilson RM, Runciman WB, Gibberd RW, et al. (1995). The quality in Australian healthcare study. Med J Aust, 163: 458-71 6. Weingart SN, Wilson R McL, Gibberd RW, Harrison B (2000). Epidemiology of medical error. BMJ, 320: 774-777 7. Wilson RM, Harrison BT, Gibberd RW, Hamilton JD (1999). An analysis of the causes of adverse events from the quality in Australian health care study. Med J Aus, 170:411-5. 8. Reason J (2000). Human error: models and management. BMJ, 320:768-770. 9. Langer EJ (1983). The psychology of control. Beverly Hills: Sage. 10. Lerner MJ (1970). The desire for justice and reactions to victims. In McCauley J, Berkowitz L, eds. Altruism and helping behavior. New York: Academic Press. 11. Reason JT, Carthey J, de Leval MR (2001). Diagnosing \"vulnerable system syndrome\": an essential prerequisite to effective risk management. Quality in Health Care, 10(Suppl. II):ii21-ii25. 12. Firth-Cozens J (2001). Cultures for improving patient safety through learning: the role of teamwork. Quality in Health Care, 10(Suppl II):ii26-ii31 13. Westrum R (1992). Cultures with requisite imagination. In: Wise JA, Hopkins VD, Stager P, eds. Verification and validation of complex system: human factors issues. Berlin: Springer-Verlag. 401-16 Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 69
14. Hart E, Hazelgrove J (2001). Understanding the organisational context for adverse events in the health services: the role of cultural censorship. Quality in Health Care, 10:257-262 15. O'Neale Roach J. (2000). Management blamed over consultant's malpractice. BMJ, 320:1557 16. Commission for Health Improvement (2000). Investigation into the North Lakeland NHS Trust. November 2000. www.chi.nhs.uk/cng/ report/inv/lakeland/lakeland01.shtml 17. Anonymous comment (2001) The culture of secrecy that dooms our hospitals to failure. The Guardian Unlimited Archive, www.guardianco.uk/ Archieve/Article/0,4273 18. Cohen MR (2000). Why error reporting system should be voluntary: They provide better information for reducing errors. BMJ, 320:728-729 . Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 70
BAB V KONTEKS LINGKUNGAN DALAM IMPLEMENTASI PATIENT SAFETY The 100.000 Lives Campaign adalah salah satu inisiatif penggalakan patient safety dengan melibatkan rumah sakit-rumah sakit di Amerika Serikat dalam satu komitmen, yaitu mengimplementasikan upaya-upaya untuk meningkatkan keselamatan pasien dan mencegah kematian yang tidak perlu. Sebagai kampanye nasional pertama yang ditujukan untuk menyelamatkan sejumlah nyawa sampai jangka waktu tertentu, kampanye ini cukup ambisius. Dimulai pada bulan Desember 2004 dan berakhir pada 14 Juni 2006, kampanye ini menarget 1500-2000 rumah sakit untuk mengurangi jumlah kematian yang bisa dicegah sampai 100.000, dan mempertahankannya pada tahun berikutnya. Rumah sakit yang terlibat menerapkan beberapa atau keenam intervensi/best practices terbukti dapat mengurangi kecelakaan dan kematian pasien. Keenam intervensi ini antara lain : Mengaktifkan tim aksi cepat begitu munculnya tanda-tanda awal penurunan kondisi pasien (diterapkan 1.781 RS) Mencegah kematian akibat acute myocardial infarction dengan memberikan evidence-based care, seperti aspirin dan beta- blocker untuk mencegah kerusakan otot jantung lebih lanjut (diterapkan 2.288 RS) Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 71
Mencegah kesalahan medik dengan mendaftar dan mengevaluasi semua obat-obat yang diterima pasien untuk mencegah efek samping yang tidak diharapkan (diterapkan 2.185 RS) Mencegah infeksi akibat pemasangan infus sentral dengan 5 langkah, antara lain cuci tangan yang benar, dan membersihkan kulit pasien dengan “chlorhexidine” (diterapkan 1.925 RS) Mencegah infeksi pada pasien yang menjalani pembedahan, antara lain dengan memberikan antibiotika di saat yang tepat. (diterapkan 2.133 RS) Mencegah pneumonia akibat pemakaian ventilator, antara lain dengan menaikkan kepala tempat tidur pasien antara 30-45° (diterapkan 1.982 RS) Rumah sakit yang terlibat dalam kampanye ini harus melaporkan data mortalitas setiap tiga bulan sekali. Data yang ada diperhitungkan dengan data bulan yang sama pada tahun sebelumnya dengan rumus tertentu. Hasilnya dipublikasikan secara agregat berupa perkiraan pengurangan jumlah kematian yang bisa dicegah. Dengan begitu, inisiatif ini lebih berfokus pada perbaikan sistem berdasarkan bukti, dan bukannya pada mentalitas menyalahkan dan membuat malu yang justru menghambat peningkatan kualitas dan keselamatan pasien. Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 72
Dokter memegang peranan penting dalam inisiatif ini. Bagaimana? Awalnya adalah dengan melibatkan pimpinan rumah sakit dalam inisiatif ini, dan kemudian dokter berperan mengimplementasikan langkah-langkah perbaikan kualitas pelayanan kesehatan bersama dengan satu tim kerja yang solid. American Medical Association (AMA) juga ikut berpartisipasi dengan memberikan bahan-bahan edukasi dan komunikasi kepada para dokter yang terlibat. Keberhasilan kampanye ini cukup spektakuler karena jauh melebihi target awalnya. Pada tanggal 14 Juni 2006, telah bergabung lebih dari 3000 RS (mencakup sekitar 75% tempat tidur yang ada di AS) dan diperkirakan telah berhasil mencegah 123.300 kematian yang tidak perlu. Banyak pasien yang mulai menikmati standar pelayanan kesehatan baru dan lebih dari 20 RS melaporkan bahwa mereka tidak menemukan kasus pneumonia akibat pemakaian ventilator dalam 1 tahun terakhir. Rumah sakit yang mengikuti kampanye ini juga telah membuktikan bahwa perubahan yang cepat dalam sistem pelayanan kesehatan bisa terjadi jika disertai dengan semangat dan komitmen yang tinggi dari para staf itu sendiri dan bukan hanya dengan regulasi dan insentif. Lebih dari 50 organisasi kesehatan, asosiasi RS, organisasi pengembangan mutu, dan lembaga-lembaga kesehatan lainnya banyak yang menjadi koordinator kampanye di tingkat negara bagian atau di tingkat regional. Lebih dari 90 mitra nasional, seperti American Medical Association, Center for Diases Control and Prevention, dll., juga mendukung dan terlibat aktif dalam mempromosikan kampanye ini. Hampir 100 RS yang berhasil menjalankan Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 73
intervensi-intervensi spesifik sekarang menjadi RS ‘mentor’ bagi RS lainnya, dan berbagi pengetahuan serta pengalamannya. RS dan Departemen Kesehatan juga mulai membangun kemitraan yang lebih baik. Tidak diragukan lagi, kampanye ini merupakan satu loncatan besar dalam sistem kesehatan di Amerika. Resource : www.ihi.org Peran pemerintah: contoh kasus The National Patient Safety Agency di Inggris Di Inggris, setiap tahunnya diperkirakan terjadi sekitar 900.000 insiden kesalahan medis di rumah sakit pemerintah, yang mencederai ataupun yang hampir mencederai pasien. Tingginya angka ini menjadikan penurunan angka medical error dan peningkatan patient safety menjadi isu penting dalam pelayanan kesehatan di Inggris. Pada bulan April 2001, Departemen Kesehatan Inggris membuat program untuk meningkatkan patient safety, salah satunya adalah dengan mendirikan The National Patient Safety Agency (NPSA). NPSA bertugas mengkoordinasikan semua upaya-upaya peningkatan patient safety dari semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan dan yang terpenting adalah belajar dari insiden-insiden patient safety yang terjadi di NHS. Meskipun begitu, badan ini tidak bekerja sendiri, masih ada beberapa unit lain yang mendukung kerjanya, seperti komite etik. Kerangka tugas NPSA juga mencakup aspek keselamatan dari rancang bangun rumah sakit, kebersihan, makanan, memastikan penelitian-penelitian yang Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 74
melibatkan pasien berjalan aman, dan memastikan performa individual dokter dan dokter gigi. NPSA juga mengembangkan budaya keterbukaan dan kejujuran di rumah sakit dan di unitunit pelayanan kesehatan lainnya. Pelaporan tetap dijaga kerahasiaannya, tujuan utamanya adalah untuk mendorong dokter dan staf pelayanan kesehatan lainnya untuk segera melaporkan semua insiden, termasuk insiden yang hampir terjadi tanpa perasaan takut atau dicela orang lain. Diharapkan dengan begitu para staf tahu bahwa dengan berbagi pengalaman, orang lain bisa mendapatkan pelajaran dan karenanya akan meningkatkan patient safety. Dari sini bisa disimpulkan bahwa perubahannya lebih ditekankan pada “bagaimana” dan bukan “siapa”. Staf medis bisa melaporkan insiden yang terjadi ke National Reporting and Learning System (NRLS) melalui sistem pelaporan dalam organisasi masing-masing. Tetapi NPSA menyadari bahwa tidak semua staf akan merasa nyaman untuk melaporkan insiden ke organisasi lokalnya sehingga NPSA membuat juga form elektronik, eForm, yang tersedia di website NPSA. Form ini bisa dilengkapi hanya dalam waktu kurang dari 10 menit. Untuk mencapai tujuannya, NPSA, bekerjasama dengan tenaga medis dan pasien,melakukan beberapa intervensi, antara lain: Mengumpulkan dan menganalisis informasi-informasi insiden patient safety yang berasal dari organisasi NHS lokal, staff NHS, pasien dan penanggungjawabnya. Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 75
Memasukkan semua informasi-informasi terkait patient safety dari berbagai sistem pelaporan lainnya Belajar dari pengalaman yang ada dan memastikan bahwa umpan balik ke unit-unit pelayanan kesehatan bisa terlaksana dan terorganisir dengan baik. Dimana resiko ditemukan, dibuat solusi untuk mencegah bahaya, menetapkan tujuan nasional, dan mekanisme untuk melacak perkembangannya. NPSA sadar bahwa program patient safety ini tidak bisa dijalankan sendiri. Untuk mengembangkan kemitraan dengan semua sektor dibidang kesehatan, termasuk asuransi,farmasi, peneliti, mitra hukum, perwakilan konsumen, dan pembuat kebijakan, NPSA membuat inisiatif yang disebut Patient safety awareness week, yang sudah dimulai sejak tahun 2002. Pasien juga menjadi bagian integral dalam program patient safety di negara ini. Secara khusus NPSA membuat satu website yang didedikasikan untuk masyarakat umum dan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan patient safety dari dalam masyarakat itu sendiri. Dalam website tersebut tersedia informasi-informasi terkait patient safety, seperti aturan-aturan untuk pasien dan keluarganya jika dirawat dirumah sakit, bagaimana meminum obat dengan aman, apa saja yang perlu dipersiapkan untuk melakukan kunjungan ke unit gawat darurat, dll. Seperti di Amerika, NSPA juga membuat program kampanye untuk patient safety pada staf medis. Salah satunya adalah dengan Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 76
mengkampanyekan mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang pasien untuk mengurangi angka infeksi nosokomial. Kampanye tahun pertama, yang bertema cleanyourhands telah berjalan dengan sukses, dan akan dilanjutkan ke tahun kedua. Buku pedoman baru didistribusikan ke semua badan dibawah NHS yang mengimplementasikan kampanye ini. Buku ini memuat saran-saran mengenai bagaimana mempertahankan dan memperluas kampanye ini di tingkat lokal. Stiker dan poster juga didistribusikan untuk memperkuat kampanye ini. Mencuci tangan, kedengarannya sangat sepele, tetapi NHS, departemen kesehatan Inggris, salah satu negara yang paling maju sistem kesehatannya, menjadikannya tema kampanye nasional. Bisa dilihat, hal yang sederhana pun, jika terkait dengan keselamatan pasien, akan menjadi prioritas. Di Indonesia, mungkin hampir semua dokter saat melakukan visite tidak mencuci tangan setiap berpindah pasien, bahkan masih sering kita lihat petugas kesehatan yang tidak mengenakan handscoen saat melakukan tindakan medis. Menyadari kesalahan diri sendiri mungkin sulit dilakukan oleh sebagian tenaga kesehatan. Budaya kita yang masih menempatkan profesi kesehatan di tempat yang tinggi menyebabkan tumbuhnya arogansi di kalangan tenaga kesehatan. Akibatnya muncul pribadi-pribadi yang selalu merasa benar dan tidak mau dikritik dalam hal manajemen pasien. Hal ini akan mempersulit pengembangan budaya pelaporan kesalahan medis secara individual yang sangat penting untuk pengembangan patient safety. Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 77
Disini peran Departemen Kesehatan, Komite Etik, Asosiasi profesi (IDI, IBI, PPNI), PERSI dan manajemen RS atau unit pelayanan kesehatan lainnya untuk mendorong budaya prioritisasi keselamatan pasien menjadi sangat penting. Strategi-strategi inovatif, seperti kampanye, publikasi melalui berbagai media, pengembangan kemitraan, dll., perlu terus dikembangkan. Belajar langsung dari pengalaman negara-negara maju melalui artikel penelitian terbaru maupun dengan mengikuti pelatihan- pelatihan akan sangat membantu. Seperti yang telah dibuktikan di negara-negara maju, dengan dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk menerapkan budaya patient safety, keberhasilan bukan tidak mungkin dicapai Indonesia. Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 78
Kepustakaan : 1. www.npsa.nsh.uk 2. Stephenson T. 2005. The National Patient Safety Agency. Archive of Disease in Childhood. Vol.90:226-228 3. Lewis RQ, Fletcher M. 2005. Implementing a national strategy for patient safety: lesson from the National Health Service in England. Journal of Quality Safety and Healthcare. 14:135-139 4. Siegell E, Bennet P. 2006. Creating partnership through patient safety awareness week. Nursing Economics..Vol. 24:3 Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 79
BAB VI ROOT CAUSE ANALYSIS SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA A. PENDAHULUAN Keselamatan pasien atau patient safety merupakan hal yang marak dibicarakan dalam dunia medis belakangan ini. Pertemuan tahunan Joint Comission International tahun 2005 telah menekankan mengenai pentingnya pelayanan kesehatan yang aman. Kesalahan yang terjadi pada upaya pelayanan kesehatan adalah kesalahan dalam mendiagnosis, kesalahan dalam menggunakan alat bantu penegakan diagnosis, kesalahan dalam melakukan follow up, pengobatan yang salah atau kejadian yang tidak diharapkan setelah pemberian pengobatan. Permasalahan-permasalahan diatas dapat terjadi karena penggunaan teknologi yang tidak diimbangi kompetensi penggunanya, bertambahnya pemberi pelayanan kesehatan tanpa mengindahkan komunikasi antar individu serta tingginya angka kesakitan serta kecelakaan, perlunya pengambilan keputusan yang cepat dan tepat yang menyebabkan stressor tersendiri serta kelelahan yang dialami oleh para staff medis karena keterbatasan jumlah staff yang tersedia. Salah satu budaya patient safety adalah mengkomunikasikan kesalahan, melaporkan kesalahan dengan Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 80
tetap berpegang pada keselamatan pasien dan belajar dari kesalahan dan mendesain ulang sistem keselamatan pasien yang lebih baik. Untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi, dicetuskan suatu ide sistem analisis yang proaktif sebagai strategi pencegahan error. Menurut Wilson dkk (1993), root cause merupakan alasan yang paling mendasar terjadinya kejadian yang tidak diharapkan. Apabila permasalahan utama tidak dapat diidentifikasi, maka kendala-kendala kecil akan makin bermunculan dan masalah tidak akan berakhir. Oleh karena itu, mengidentifikasi dan mengeliminasi akar suatu permasalahan merupakan hal yang sangat penting (Dew, 1991; Sproul, 2001). Root cause analysis merupakan suatu proses mengidentifikasi penyebab-penyebab utama suatu permasalahan dengan menggunakan pendekatan yang terstruktur dengan teknik yang telah didesain untuk berfokus pada identifikasi dan penyelesaian masalah. Telah dilakukan 2840 root cause analysis pada berbagai bidang, seperti kasus bunuh diri pada pasien rawat jalan, komplikasi post operatif, kesalahan pemberian obat, kematian pasien karena keterlambatan penanganan, kematian perinatal, kasus infeksi, kasus anestesi dan lainnya. Penelitian tersebut dilakukan di RS umum, RS jiwa, unit gawat darurat, unit psikiatri, long term care facility, home care facility dan laboratorium klinis. Root cause analysis dipercaya mampu menurunkan terjadinya kejadian yang tidak diharapkan. Karena kecelakaan yang terjadi tidak dapat diprediksi, analisis root cause analysis tidak dapat dipastikan sebagai penyebab permasalahan. Lagipula masih sangat mungkin terjadi bias dalam proses peninjauan ke belakang, pada saat analisis maupun Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 81
perlakuan. Kesalahan teknologi telah digantikan oleh masalah tenaga kerja, kesalahan managemen dan sistem informasi, yang kesemuanya dapat menjadi bias tersendiri dikemudian hari. Meskipun terdapat beberapa kelemahan, tidak dipungkiri bahwa root cause analysis dipercaya sebagai sarana pemecahan masalah. Mempelajari root cause analysis secara tepat merupakan kajian yang penting untuk diperkenalkan kepada para pemberi pelayanan kesehatan Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 82
BAB VII MUTU PELAYANAN YANG BERORIENTASI PADA PATIENT SAFETY Pendahuluan Hampir setiap tindakan medik menyimpan potensi risiko. Hal ini paling tidak telah dibuktikan dari laporan the IOM (Institute of Medicine) yang menyebutkan bahwa setiap tahun sekitar 48.000 hingga 100.000 pasien meninggal dunia di Amerika Serikat akibat medical error yang terjadi di pusat-pusat pelayanan kesehatan. Studi paling ekstensif mengenai adverse event telah dilakukan oleh the Harvard Medical Practice yang melibatkan lebih dari 30.000 pasien yang dipilih secara acak dari 51 rumah sakit di New York pada tahun 1984 (Brennan et al, 1991). Adverse events yang manifestasinya antara lain berupa perpanjangan masa rawat inap atau timbulnya kecacatan pasien saat meninggalkan rumah sakit pasca perawatan, terjadi pada 3,7% pasien rawat inap. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa lebih dari 58% adverse event tersebut sebetulnya dapat dicegah (preventable adverse events), sedangkan 27,6% terjadi akibat kelalaian klinik (clinical negligence). Meskipun pelacakan berikutnya mengisyaratkan bahwa kecacatan akibat adverse event tersebut umumnya berlangsung tidak lebih dari 6 Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 83
bulan namun 13,6% di antaranya akhirnya meninggal dan 2,6% mengalami kecacatan permanen. Komplikasi akibat obat relatif paling sering dilaporkan (19%), disusul oleh infeksi luka operasi (14%) dan komplikasi akibat timbulnya masalah teknis selama tindakan operasi (13%) (Brennan et al, 1991). Temuan tersebut kemudian juga dikuatkan oleh studi di Utah dan Colorado pada tahun 1992 yang melaporkan bahwa adverse event terjadi pada 2,9% pasien rawat inap. Studi ini membukukan angka kelalaian klinik yang lebih besar (29,2%) dengan adverse event yang dapat dicegah mendekati 53% (Thomas et al, 1999). Robert and Robert (1988) melakukan telaah terhadap pasien rawat inap dengan infark myokard atau komplikasi pasca operasi. Di antara 182 kematian yang dialami oleh penderita pneumonia, infark myokard, dan gangguan serebrovaskular, sekitar 27%nya sebetulnya dapat dicegah (Dubois, 1988). Dari studi yang dilakukan McGuire et al (1992) terhadap lebih dari 44 ribu pasien yang menjalani tindakan operatif mulai tahun 1977 hingga 1990 dilaporkan bahwa 5,4% pasien mengalami komplikasi dan hampir setengahnya terjadi akibat error. Diantara 749 kematian yang terjadi di rumah sakit yang sama pada kurun waktu tersebut disimpulkan bahwa 7,5% kematian disebabkan oleh medical error. Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 84
Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua. Classen et al. (1997) misalnya hanya berhasil mengidentifikasi 731 medication error pada 648 pasien di antara 36.653 pasien yang menjalani rawat inap. Dari angka tersebut ternyata hanya sebagian kecil saja yang dilaporkan oleh dokter, perawat, maupun farmasis, sedangkan sebagian besar kasus dapat terdeteksi melalui automated signals yang dikembangkan oleh rumah sakit. Definisi dan dampak dari medical error Menurut Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of planning). kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan ( yaitu., kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan perencanaan). Definisi tersebut menggambarkan bahwa setiap tindakan medik yang dilaksanakan tetapi tidak sesuai dengan rencana atau prosedur sudah dianggap sebagai medical error. Di sisi lain melakukan upaya medik melalui prosedur yang keliru juga dianggap sebagai medical error. Sedangkan menurut Bhasale et al (1998) medical error didefinisikan sebagai “an unintended event . . . that could have harmed or did harm a patient.” Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 85
Data pasti mengenai medical error relatif sulit diperoleh, karena sebagian tidak dikenali, dianggap biasa (bukan suatu event), atau terjadi tetapi tidak dicatat. Salah satu studi yang relatif cukup representatif adalah yang dilaporkan oleh Brennan et al (1991) terhadap medical record dari 30.121 pasien yang yang masuk ke 51 rumah sakit di New York tahun 1984. Laporan tersebut menunjukkan bahwa efek samping terjadi pada 3,7% pasien, yang 69% di antaranya terjadi akibat medical error. Angka yang jauh lebih besar dilaporkan oleh Wilson et al (1995) di Australia. Dari 14.179 catatan medik pasien yang berasal dari 28 rumah sakit di New South Wales, medical error terjadi pada 16,6% pasien, yang mengakibatkan terjadinya kecacatan tetap (permanent disability) pada 13,7% pasien dan kematian sekitar 4,9%. Analisis selanjutnya menunjukkan bahwa lebih dari separuhnya sebetulnya bisa dicegah (preventable) Studi yang dilakukan oleh Bates et al8 mencatat angka kejadian efek samping 6,5% di dua rumah sakit di Boston yang 28% di antaranya terjadi akibat medical error. Sementara itu suatu studi observasional yang dlaporkan oleh Andrew et al (1997) menemukan angka medical error yang jauh lebih tinggi, yaitu 45,8%. Di antara semua kasus medical error yang dilaporkan tersebut diketahui bahwa 18%nya tergolong serius, yang antara lain berakibat terjadinya kecacatan sementara (temporary disability). Masalah medical error di ICU ternyata juga tidak sedikit. Sekitar seperempat pasien ICU yang tergolong critically ill dan terpaksa menggunakan ventilator, mengalami ventilator associated pneumonia Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 86
(VAP), yang angka kematian pada kelompok ini memberikan kontribusi sebesar 60% untuk kematian akibat hospital acquired infection. Akibat VAP ini pasien terpaksa harus dirawat rata-rata lebih lama 6 hari dengan biaya terapi yang meningkat hingga US$ 40.000 per pasien (Weber et al, 2002; CDC, 2004). Studi lainnya juga menemukan bahwa setiap tahun, dari sekitar 80.000 pasien ICU di Amerika yang menggunakan central-line catheter, 20.000 di antaranya meninggal, dengan dampak peningkatan biaya rata- rata sekitar US$ 56.00 per kasus (Mermel 2000; O’Grady et al, 2002) Dampak medical error dalam pelayanan kesehatan Dampak dari medical error sangat beragam, mulai dari yang ringan dan sifatnya reversible hingga yang berat berupa kecacatan atau bahkan kematian. Sebagian penderita terpaksa harus dirawat di rumah sakit lebih lama (prolonged hospitalization) yang akhirnya berdampak pada biaya perawatan yang lebih besar. Classen et al13 melaporkan bahwa untuk mengatasi masalah medical error pada 2,4% pasien yang masuk ke rumah sakit selain diperlukan biaya ekstra sebesar US$ 2262 (atau hampir Rp 23 juta) per pasien juga diperlukan perpanjangan hari rawat rata-rata 1,9 hari. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan melalui the Harvard study of adverse drug events. Dalam temuannya terbukti bahwa biaya yang harus dikeluarkan per pasien akibat adanya medical error adalah sekitar US $ 2595 (lebih dari Rp 25 juta) dengan perpanjangan masa rawat di rumah sakit rata-rata 2,2 hari. Namun demikian jika dilakukan analisis lebih rinci Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 87
maka untuk kasus-kasus yang sifatnya bisa dicegah (preventable) biaya ekstra yang harus dikeluarkan hampir 2 kalinya, yaitu US $ 4685 (hampir Rp 50 juta) sedangkan perpanjangan masa rawat inap rata-rata 4.6 hari.14 Perkiraan lebih lanjut menunjukkan bahwa untuk rumah sakit pendidikan dengan 700 tempat tidur maka rata-rata biaya yang harus dikeluarkan per tahun untuk mengatasi medical error adalah sekitar US 5,6 juta (sekitar Rp 56 milyar rupiah) Johnson et al, melakukan kalkulasi terhadap biaya obat yang erat kaitannya dengan terjadinya efek samping. Hasil kalkulasi menunjukkan bahwa medical error yang berkaitan dengan obat menyebabkan terjadinya 116 juta kunjungan ekstra ke dokter per tahun, berdampak pada penulisan resep secara ekstra sebanyak 76 juta lembar, 17 juta kunjungan pasien ke unit gawat darurat, 3 juta ekstra perawatan jangka panjang, dengan total biaya sebesar US$ 76,6 miliar, atau jauh lebih besar daripada anggaran yang diusulkan Presiden George W Bush ke Kongres untuk menggempur Afganistan. Dari uraian di atas sebetulnya terlihat bahwa medical error merupakan fenomena gunung es. Hanya kasus-kasus yang serius dan mengancam jiwa (life threatening) yang secara mudah terdeteksi dan tampak di permukaan, sedangkan kasus-kasus yang sifatnya ringan sampai sedang umumnya tidak terdeteksi, tidak dicatat, ataupun tidak dilaporkan (apalagi yang gejalanya hilang dengan penghentian pemberian terapi yang dicurigai sebagai penyebab efek samping) Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 88
Perlunya dikembangkan standar dan indikator untuk patient safety Sejak masalah medical error menggema di seluruh belahan bumi melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik hingga ke journal- journal ilmiah ternama, dunia kesehatan mulai menaruh kepedulian yang tinggi terhadap isu patient safety. Di Amerika Serikat misalnya, laporan yang diterbitkan oleh the Institute of Medicine merupakan pemicu yang efektif bagi gerakan patient safety ini (Kohn et al, 2000). Dalam laporan tersebut secara eksplisit disebutkan bahwa biaya nasional akibat medical error mencapai 17 milyar dollar per tahun. Di Australia, gerakan patient safety dimulai dari publikasi hasil studi the Quality in Australian Health Care Study yang menemukan bahwa adverse event dialami oleh 16,6% pasien yang dirawat di rumah sakit, dengan total biaya untuk mengatasinya yang mencapai lebih dari 1 milyar dolar per tahun (Wilson et al, 1995). Beberapa institusi kemudian mulai mengembangkan upaya-upaya patient safety seperti misalnya yang diawali oleh the ACHS (the Australian Council on Healthcare Standards), the Council for Safety and Quality in Health Care, the Institute for Clinical Excellence dan the National Institute for Clinical Studies. Di Inggris yang mengawali konsep clinical governance melalui the National Institute for Clinical Excellence (NICE), patient safety juga telah menjadi prioritas bagi upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan secara berkesinambungan (continuous quality improvement). Berbagai definisi mutu yang dikaitkan dengan patient safety selanjutnya diajukan, dan salah satu definisi yang umum digunakan antara lain menyebutkan bahwa mutu pelayanan kesehatan adalah “tingkat di Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 89
mana pelayanan kesehatan untuk individu maupun populasi mampu menghasilkan outcome pelayanan sesuai dengan yang diharapkan dan konsisten dengan pengetahuan profesional terkini” (IOM, 2001). Namun demikian mengingat definisi tersebut dianggap terlalu luas, berbagai peneliti telah mencoba mengembangkannya untuk menjamin agar pengukuran mutu pelayanan kesehatan lebih spesifik. Salah satunya adalah yang diajukan oleh Donabedian (1980), yaitu berpedoman pada struktur, proses, dan outcome. Sementara itu the IOM (1999) dan National Health Service menggunakan konsep mutu pelayanan kesehatan dalam 6 aspek, yaitu safety, effectiveness, timeliness, efficiency, equity, dan patient awareness. Chassin mengusulkan metode lain yang menekankan pada 3 area utama, yaitu under use, over use, dan misuse of health care services. Under use didefinisikan sebagai kegagalan untuk memberikan pelayanan yang efektif padahal jika dilakukan dapat menghasilkan outcome yang diharapkan (misalnya tidak memberikan imunisasi atau gagal untuk melakukan bedah katarak). Disebut overuse apabila pelayanan kesehatan yang dilakukan ternyata memberi dampak risiko yang lebih besar daripada potensi manfaat yang dapat ditimbulkan (misalnya memberikan antibiotika untuk kasus-kasus common cold). Sedangkan misuse didefinisikan sebagai komplikasi yang sebenarnya dapat dihindari jika pelayanan kesehatan dilakukan secara seksama. Dari beberapa konsep tersebut kemudian dikembangkan sejumlah indikator untuk mengkuantifikasikan mutu pelayanan kesehatan. Salah Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 90
satunya adalah indikator mutu pelayanan yang disusun oleh ACHS yang merupakan instrumen untuk mengidentifikasi area pelayanan kesehatan yang masih memerlukan perbaikan secara fundamental. Dengan metode kuantifikasi ini selanjutnya dapat dilakukan analisis statistik untuk menilai area-area pelayanan yang dianggap memiliki defisiensi dalam menghasilkan outcome yang diharapkan. Upaya yang sama juga dilakukan oleh The Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ) yang mengembangkan beberapa indikator yaitu Prevention Quality Indicators, Inpatient Quality Indicators, dan Patient Safety Indicators (PSIs). Apa yang dimaksud dengan indikator patient safety (IPS)? Indikator patient safety merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkat keselamatan pasien selama dirawat di rumah sakit. Indikator ini dapat digunakan bersama dengan data pasien rawat inap yang sudah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. Indikator patient safety bermanfaat untuk menggambarkan besarnya masalah yang dialami pasien selama dirawat di rumah sakit, khususnya yang berkaitan dengan berbagai tindakan medik yang berpotensi menimbulkan risiko di sisi pasien. Dengan mendasarkan pada IPS ini maka rumah sakit dapat menetapkan upaya- upaya yang dapat mencegah timbulnya outcome klinik yang tidak diharapkan pada pasien. Secara umum IPS terdiri atas 2 jenis, yaitu IPS tingkat rumah sakit dan IPS tingkat area pelayanan. Indikator tingkat rumah sakit (hospital level Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 91
indicator) digunakan untuk mengukur potensi komplikasi yang sebenarnya dapat dicegah saat pasien mendapatkan berbagai tindakan medik di rumah sakit. Indikator ini hanya mencakup kasus-kasus yang merupakan diagnosis sekunder akibat terjadinya risiko pasca tindakan medik. Indikator tingkat area mencakup semua risiko komplikasi akibat tindakan medik yang didokumentasikan di tingkat pelayanan setempat (kabupaten/kota). Indikator ini mencakup diagnosis utama maupun diagnosis sekunder untuk komplikasi akibat tindakan medik. Apa tujuan penggunaan Indikator Patient Safety? Indikator patient safety (IPS) bermanfaat untuk mengidentifikasi area- area pelayanan yang memerlukan pengamatan dan perbaikan lebih lanjut, seperti misalnya untuk menunjukkan: adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu, bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik atau terapi sebagaimana yang diharapkan tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanandisparitas geografi antar unit-unit pelayanan kesehatan (pemerintah vs swasta atau urban vs rural). Apa saja yang termasuk dalam indikator patient safety? Sesuai dengan tujuannya, IPS hendaknya memuat potensi-potensi risiko klinis yang relatif sering menimbulkan trauma di pihak pasien atau menimbulkan dampak medik, biaya, dan organisasi yang signifikan bagi pelayanan kesehatan/rumah sakit. Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 92
Penetapan IPS harus dilakukan melalui kajian-kajian serta analisis seksama terhadap berbagai adverse event yang banyak ditemukan di sistem pelayanan kesehatan yang ada. Berikut disajikan beberapa contoh IPS yang dapat digunakan untuk menilai sejauh mana konsep-konsep patient safety telah diterapkan secara konsisten di rumah sakit. Beberapa indikator patient safety 1. Luka tusuk atau luka iris yang tidak disengaja 2. Komplikasi akibat anestesi 3. Kematian pada diagnosis yang angka kematiannya rendah 4. Dekubitus 5. Kegagalan dalam menyelamatkan nyawa pasien 6. Benda asing tertinggal dalam tubuh pasca tindakan medik/bedah 7. Pneumotorak iatrogenik 8. Perdarahan atau hematom pasca operasi 9. Fraktur tulang panggul pasca operasi 10. Gangguan fisiologis dan metabolik pasca operas 11. Emboli paru pasca operasi atau trombosis vena 12. Kegagalan respirasi pasca operasi 13. Sepsis pasca operasi 14. Dehisensi luka pasca operasi 15. Infeksi akibat tindakan medik 16. Reaksi transfus 17. Trauma saat lahir Penerapan Program Keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit, 2021 93
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117