Koneksi antar materi modul 1.4 Oleh: Ketut Suastikayasa CGP Angakatan 7 Kab. Sumba Timur
Profil Pelajar Pancasila Menuntun Visi Guru Penggerak Merdeka Belajar Inkuiri Apresiatif Filosofi Tahapan BAGJA KHD Budaya Positif Nilai dan Peran Guru Penggerak Berpihak Pada Menjadi pemimpin Murid pembelajaran Mandiri Menjadi coach bagi orang lain Reflektif Mendorong kolaborasi Kolaboratif Mewujudkan kepemimpinan Inovatif murid Menggerakkan komunitas praktisi
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470): “dimana ada kemerdekaan, di situlah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja, sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplinkan diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka.
Berdasarkan penggalan kalimat tersebut, Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri yang munsul dari dalam diri (motivasi internal). Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita (motivasi eksternal), karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita sendiri. Budaya positif adalah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggungjawab. Dalam mewujudkan budaya positif di lingkungan sekolah tidak dapat berdiri sendiri. Diperlukan adanya kolaborasi dari seluruh kekuatan yang ada baik dari dalam maupun dari luar sekolah antara lain Kepala Sekolah, rekan guru, murid, komite sekolah dan orang tua serta lembaga kemasyarakatan lainnya yang dapat mendukung terlaksananya budaya positif. Penerapan budaya positif dalam aktivitas pembelajaran sehari-hari di sekolah sangat berkaitan dengan nilai-lainnya.
Apabila kita merujuk dari materi modul 1.1 sampai dengan modul 1.4 ini, maka sangat erat kaitannya dan saling mendukung antara satu dengan yang lainnya. Budaya positif dilaksanakan sesuai dengan tujuan pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Oleh karena itu menurut KHD, pendidikan adalah tempat bersemainya benih-benih kebudayaan. Selain itu, guru juga perlu menguasai dan mengaplikasikan nilai dan peran guru penggerak dalam melaksanakan budaya positif di sekolah. Adapun nilai guru penggerak diantaranya seperti nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid. Sedangkan peran guru penggerak yang dimaksud yaitu menjadi pemimpin pembelajaran, menjadi coach bagi orang lain, mendorong kolaborasi, mewujudkan kepemimpinan murid, serta menggerakkan komunitas praktisi
Budaya positif merupakan bagian dari visi guru penggerak. Budaya positif harus dikembangkan sehingga mampu untuk mewujudkan visi guru penggerak yang nantinya juga akan lebih luas lagi menjadi visi sekolah salah satunya adalah terwujudnya murid yang memiliki profil pelajar Pancasila. Untuk mewujudkan visi yang demikian diperlukan adanya kolaborasi kekuatan positif yang ada baik dari luar maupun dari dalam sekolah (pemetaan kekuatan). Dalam hal ini dapat dilakukan melalui suatu pendekatan yaitu pendekatan Inkuiri Apresiatif dengan tahapan BAGJA yang dimulai dari Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali impian, Jabarkan rencana, Atur eksekusi. Inkuiri Apresiatif adalah suatu pendekatan berbasis kekuatan positif.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka peran guru penggerak sangat penting dalam menularkan kebiasaan baik kepada guru lain dalam membangun budaya positif di sekolah antara lain: 1.Guru penggerak harus mampu menjadi teladan dalam menumbuhkan dan mewujudkan kepemimpinan murid. 2.Menjalin kolaborasi dengan rekan guru lain dan seluruh warga sekolah dalam melaksanakan budaya positif 3.Menggerakkan komunitas praktisi yang ada di sekolah 4.Menjadi coach bagi guru lain serta mampu menjadi pemimpin dalam pembelajaran yang berpihak pada murid Guru penggerak juga harus bisa menumbuhkan budaya positif di kelas menjadi budaya positif di sekolah dan menjadi visi di sekolah. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara memulai dari diri sendiri dalam menumbuhkan budaya positif di kelas dan menajdi teladan bagi seluruh warga sekolah. Mensosialisasikan dan berkolaborasi dengan rekan guru serta Kepala Sekolah. Penuh kesabaran, keuletan, dan positif thinking terhadap penolakan ide dan pelanggaran . serta terus melakukan refleksi dan perbaikan.
Dalam upaya mewujudkan Budaya Positif, peran guru di kelas dapat dilakukan dengan membuat Kesepakatan kelas bersama murid dalam mencapai visi dan tujuan bersama. Memberi kesadaran kepada murid untuk menanamkan motivasi atas kesadaran sendiri (motivasi instrinsik)
Guru menerapkan Segitiga Resitusi yaitu menciptakan kondisi yang mengajarkan solusi dan bertanggung jawab atas masalahnya. Untuk itu guru perlu memilih posisi kontrol Manajer dalam mengontrol prilaku anak sehingga memberikan motivasi intrinstik kepada murid. Adapun tahapan dari segitiga restitusi ini adalah dimulai dari menstabilkan identitas, Memvalidasi tindakan yang salah dan diakhiri dengan menanyakan keyakinan.
Refleksi Pertanyaan
Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan? Jawaban: Disiplin positif merupakan pendekatan mendidik anak untuk melakukan kontrol diri dan pembentukan kepercayaan diri. Dalam Teori Kontrol diketahui ada lima posisi kontrol yaitu Posisi pemberi hukuman, pembuat rasa bersalah, teman, pemantau, dan manager. Hukuman dan penghargaan dalam jangka panjang sama-sama memiliki dampak yang kurang baik terhadap perkembangan anak. Kebutuhan dasar manusia adalah bertahan hidup, kasih sayang dan arasa diterima, penguasaan, kebebasan, kesenangan. Keyakinan kelas adalah mengacu pada nilai atau prinsip kebajikan. Segitiga restitusi adalah langkah-langkah dalam penyelesaian masalah yang terdiri dari menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah dan menanyakan keyakinan. Hal yang menarik dan di luar dugaan saya yaitu bahwa penghargaan ternyata memiliki dampak negatif yang sama dengan hukuman. Teori ini benar-benar di luar dugaan saya karena selama ini saya pikir dengan memberi penghargaan kepada anak akan memotivasinya untuk melakukan sesuatu yang lebih baik, namun ternyata hal ini sama saja kita membiasakan anak melakukan sesuatu karena berharap mendapat imbalan, pujian dang sebagainya
Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini? Jawaban: Perubahan cara berpikir saya bahwa untuk menciptakan Budaya Positif di kelas atau sekolah harus melibatkan siswa. Siswa dilibatkan dalam membuat keyakinan kelas agar sesuai dengan harapan yakni mewujudkan kelas atau sekolah yang nyaman, aman dan berbudaya positif. Perubahan lainnya yaitu posisi kontrol saya selama ini cenderung berada pada posisi teman atau pemantau. Ke depan saya harus mampu berubah menuju posisi kontrol manager dengan menerapkan segitiga resitusi
Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda? Jawaban: Pengalaman saya dalam menghadapi murid yang melakukan perilaku menyimpang maupun pelanggaran disiplin, saya tidak mempertimbangkan lima kebutuhan dasar manusia. Melalui pembelajaran modul ini mampu menyadarkan saya kembali untuk mempertimbangkan kebutuhan dasar murid ketika menghadapinya.
Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut? Jawaban: Saya merasa bersalah, dan segera berbenah diri untuk berusaha memposisikan diri sebagai kontrol Manajer dan menerapkan segitiga resitusi dalam menghadapi maupun menangani permasalahan murid ke depannya.
Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki? Jawaban: Hal baik yang ada di sekolah saya adalah mengenai Budaya Positif. Lingkungan sekolah sudah mengupayakan untuk menerapkan Budaya Positif dengan kebiasaan-kebiasan baik seperti penerapan 5S , disiplin positif, dll. Di kelas saya juga melibatkan murid dalam membuat kesepakatan kelas. Hal yang perlu diperbaiki yaitu mengubah posisi kontrol saya dari posisi teman dan pemantau menjadi posisi kontrol menejer. Dalam membuat kesepakatan kelas perlu mengaitkan atau menjadikannya sebagai keyakinan kelas.
Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya? Jawaban: Sebelum mempelajari modul ini ketika berinteraksi dengan murid saya cenderung menggunakan posisi kontrol teman dan kadang-kadang pemantau. Saat itu saya merasa hal itu merupakan cara terbaik dan tidak menyakitkan bagi murid. Namun, setelah mempelajari modul 1.4 ini khususnya terkait 5 posisi kontrol, saya baru menyadari bahwa ada posisi ynag lebih ideal yaitu posisi manajer dan posisi inilah yang coba saya terapkan dalam berinteraksi dengan siswa. Dengan posisi ini saya merasa lebih dewasa, dan bijaksana dalam menyikapi permasalahan murid di sekolah.
Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya? Jawaban: Secara tidak sadar Saya telah menerapkan segitiga resitusi ini, namun terkadang tidak menerapkan ketiga tahapan secara utuh atau tidak berurut. Tahapan yang sering saya lakukan adalah pada tahapan validasi tindakan yang salah. Pada tahapan ini saya menanyakan mengapa hal itu dilakukan dan meminta murid memberikan solusi atau tindak lanjut sebagai perbaikan atas permasalahannya tersebut.
Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah? Jawaban: Mengenai konsep atau contoh nyata dalam penerapan Budaya Positif di sekolah.
Terima Kasih Salam & Bahagia
Search
Read the Text Version
- 1 - 19
Pages: