Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan Rismala Dewi Pidato pada Upacara Pengukuhan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, 24 April 2021
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan Rismala Dewi Pidato pada Upacara Pengukuhan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, 24 April 2021
َﻓﺎ ْذ ُﻛ ُﺮ ْو ِﻧ ْٓﻲ اَ ْذ ُﻛ ْﺮ ُﻛ ْﻢ َوا ْﺷ ُﻜ ُﺮ ْوا ِﻟ ْﻲ َو َﻻ ﺗَ ْﻜﻔُ ُﺮ ْون “Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.” -Q.S. Al-Baqarah : 152 \"Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri, karena hasil akhir dari semua urusan di dunia ini sudah ditetapkan oleh Allah. Jika sesuatu ditakdirkan untuk menjauh darimu, maka ia tak akan pernah mendatangimu. Namun jika ia ditakdirkan bersamamu, maka kau tak akan bisa lari darinya.\" -Umar bin Khattab
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan Bismillaahirrahmaanirrahiim Yang saya hormati, • Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia • Menteri Kesehatan Republik Indonesia • Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia • Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia • Rektor dan Wakil Rektor Universitas Indonesia • Ketua dan Anggota Dewan Guru Besar Universitas Indonesia • Ketua dan Anggota Senat Akademik Universitas Indonesia • Ketua dan para Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia • Direktur Pascasarjana Universitas Indonesia • Dekan, Wakil Dekan, dan seluruh jajaran pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia • Ketua dan Anggota Senat Akademik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia • Ketua dan Anggota Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia • Direktur Utama, para Direktur RS dr. Cipto Mangunkusumo dan Direktur Rumah Sakit Pendidikan yang tergabung dalam Academic Health System Universitas Indonesia • Para Guru Besar Universitas Indonesia dan Guru Besar Tamu • Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, para Ketua Departemen dan Ketua Program Studi di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia • Para staf pengajar, peserta Program Studi Doktor, Magister, Dokter Spesialis I dan II, Pendidikan Dokter, serta seluruh teman sejawat dan karyawan FKUI-RSCM • Para tamu undangan dan hadirin yang saya muliakan 1
Rismala Dewi Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Alhamdulillahirabbil’alamin, pada kesempatan yang berbahagia ini pertama-tama saya memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah memberikan berkah, rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua sehingga kita dapat berkumpul di ruangan ini dalam keadaan sehat walafiat untuk mengikuti acara pengukuhan guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Republik Indonesia, Bapak Presiden dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk mengemban amanah menjadi guru besar dalam Bidang Ilmu Kesehatan Anak di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyampaikan pidato pengukuhan di hadapan sidang yang terhormat. Terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Ibu dan Bapak sekalian atas kesediaannya meluangkan waktu untuk hadir dalam acara ini. Kehadiran Ibu/Bapak tamu undangan sekalian merupakan kehormatan yang tidak ternilai bagi saya. Hadirin yang saya hormati, Pada kesempatan ini dengan kerendahan hati, izinkan saya menyampaikan pidato ilmiah dalam pengukuhan saya sebagai Guru Besar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan judul : KEGAWATDARURATAN PADA ANAK : SEBERAPA JAUH KITA MELANGKAH, MENENTUKAN KUALITAS GENERASI PENERUS DI MASA DEPAN 2
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan Pelayanan kesehatan merupakan salah satu indikator kemajuan suatu bangsa. Dalam hal ini, Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas bangsa, terutama pelayanan kesehatan di bidang ilmu kesehatan anak. Populasi anak di Indonesia sebesar 85 juta jiwa dengan angka kematian anak di Indonesia mencapai 32/1000.1 World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa kematian anak-anak biasanya terjadi pada 24 jam pertama setelah masuk rumah sakit.2 Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kondisi pasien saat datang, sistem triase, penanganan awal, dan waktu respons. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan, seperti kondisi pasien yang lebih buruk akan menyebabkan penanganan yang lebih kompleks, efektivitas penilaian di triase yang menunjang penatalaksanaan yang optimal, dan juga waktu respons yang sangat menentukan luaran klinis pasien. Anak adalah tahap kehidupan manusia yang sangat rentan karena mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan dewasa yang produktif. Peran orang tua sebagai pemerhati dan penentu dalam tumbuh kembang anak sangatlah penting, terutama jika muncul penyakit hingga kegawatdaruratan pada anak. Tata laksana yang salah dapat memberi dampak serius terhadap tumbuh kembang seorang anak. Penanganan yang cepat dan optimal akan memperbaiki klinis pasien sehingga dapat mencegah mortalitas dan sekuele yang mungkin timbul akibat penyakit yang diderita pasien. Tentunya hal tersebut sedapat mungkin dihindari karena akan memengaruhi kualitas hidup anak-anak kita yang merupakan generasi penerus bangsa yang akan berdampak pada pembangunan dan kemajuan negara Indonesia. Menilik Kembali Kasus Kegawatdaruratan yang Dijumpai Sehari-hari Anak yang mengalami gangguan akibat suatu penyakit memiliki fase kompensasi fisiologis. Hal ini muncul dalam tampilan tanda vital yang bervariasi seiring dengan kompensasi yang terus-menerus 3
Rismala Dewi berlanjut, akan tetapi dapat terjadi perubahan yang cepat ketika organ-organ tubuh tersebut tidak mampu bekerja lebih lama dalam mempertahankan kondisi tersebut sehingga terjadi henti kardiopulmoner.3 Identifikasi lebih awal dan manajemen yang efektif terhadap gangguan pernapasan, sirkulasi, dan neurologis dapat mencegah terjadinya henti jantung sehingga mengurangi morbiditas dan mortalitas pada anak sakit kritis. Dalam praktik sehari-hari, anak dengan kondisi kritis merupakan hal yang sering ditemui. Pasien yang datang ke rumah sakit dalam kondisi kritis dapat dibagi menjadi gawat darurat dan gawat tidak darurat. Gawat berarti mengancam nyawa dan darurat berarti membutuhkan penanganan segera.4 World Health Organization menyatakan bahwa penyebab terbanyak kematian anak antara lain kecelakaan, tenggelam, komplikasi akibat kelahiran prematur, pneumonia, sepsis, diare, malaria, dan malnutrisi.5 Penyakit menular ataupun penyakit tidak menular memiliki andil yang sama besar dalam penyebab kegawatdaruratan pada anak. Hal ini membuat klinisi di berbagai tingkatan pelayanan kesehatan, baik di triase, unit gawat darurat, ruang rawat biasa maupun intensif perlu mengupayakan penanganan yang optimal. Peran serta semua lini turut menyumbang angka kesembuhan atau pencegahan morbiditas pada pasien. Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, luaran klinis pasien sangat bergantung dimulai dari penanganan awal pasien di triase. Beberapa faktor yang menyebabkan luaran pasien anak sakit kritis dapat dilihat pada gambar 1. Penempatan pasien yang sesuai dengan klinis dan jenis penanganan yang dibutuhkan akan meminimalisir perburukan kondisi pasien. WHO mendefinisikan bantuan hidup dasar pada semua situasi emergensi sebagai Emergency Medical Services (EMS).6 4
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan Gambar 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi luaran pasien anak sakit kritis7 Waktu tanggap atau response time dapat menjadi salah satu indikator yang memadai dalam menilai seberapa baik penanganan di triase dan unit gawat darurat serta pengaplikasian EMS. Response time merupakan waktu antara pemberitahuan adanya kasus kegawatdaruratan dan datangnya penolong. Menurut WHO, lamanya response time yang ideal adalah kurang dari 8 menit.6,8 Adapun faktor-faktor yang dapat memengaruhi terpenuhinya response time antara lain jumlah tenaga medis yang tersedia, sarana dan prasarana yang memadai, pendidikan dan pengetahuan tentang kegawatdaruratan, serta faktor-faktor lain yang mendukung.8,9 Klinis pasien dapat dikaji dengan menggunakan sebuah sistem penilaian yaitu Pediatric Assesment Triangle (PAT). Pediatric Assessment Triangle merupakan sebuah penunjang yang membantu klinisi dalam menilai abnormalitas yang sedang terjadi pada pasien 5
Rismala Dewi dengan cepat atau “quick look”.10 Komponen yang dinilai antara lain tampilan, usaha bernapas dan sirkulasi (lihat Gambar 2). Gambar 2. Pediatric Assessment Triangle11 Dalam penerapannya, ketiga komponen tersebut saling berkaitan dalam menentukan gangguan yang muncul. Tampilan atau appearance merupakan klinis pasien sesuai umur, perkembangan, dan kemampuan berinteraksi dengan lingkungan. Hal yang dinilai antara lain tonus, interaksi, raut wajah, pandangan, dan bicara. Usaha bernapas menjelaskan kondisi pernapasan pasien, terutama pada oksigenasi dan ventilasi. Penilaian klinis pasien dengan adanya suara napas abnormal, retraksi, dan napas cuping hidung menjadi tanda adanya peningkatan usaha bernapas. Sirkulasi merefleksikan perfusi darah ke seluruh tubuh. Hal ini dapat dilihat dari warna kulit dan mukosa. Pada kondisi tubuh kekurangan darah atau cairan, terdapat 6
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan mekanisme yang memprioritaskan aliran darah ke organ vital dibandingkan ke organ luar atau kulit. Berdasarkan tiga komponen tersebut, kondisi yang terjadi dapat diklasifikasikan menjadi 6 kategori : stabil, distres pernapasan, gagal napas, renjatan (syok), gangguan metabolik dan sistem saraf pusat, dan gagal kardiopulmoner (lihat Tabel 1). Kegawatdaruratan yang muncul umumnya terdiri dari syok (kegawatan kardiovaskular), kegawatan respirasi seperti distres pernapasan hingga gagal napas dan gangguan sistem saraf pusat seperti penurunan kesadaran, kejang, dan peningkatan tekanan intrakranial yang diakibatkan oleh adanya keganasan, edema serebri, hidrosefalus, dan lain sebagainya. Tabel 1. Klasifikasi interpretasi Pediatric Assesment Triangle12 Kategori Tampilan Usaha Sirkulasi Bernapas Normal Stabil Normal Normal Distres napas Normal Normal Normal Gagal napas Abnormal Abnormal Abnormal Normal atau Abnormal Syok abnormal Normal Normal Gangguan saraf Abnormal Abnormal pusat dan Normal metabolik Abnormal Gagal Abnormal kardiopulmoner Syok merupakan kumpulan gejala akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam memenuhi suplai oksigen dan kebutuhan metabolik lainnya ke 7
Rismala Dewi jaringan.13 Berdasarkan sistemnya, syok terbagi atas 3, yaitu syok hipovolemik, syok kardiogenik, dan syok distributif. Syok hipovolemik adalah jenis syok yang paling umum dijumpai. Penyebab dari syok hipovolemik antara lain muntah yang berlebihan, diare, glikosuria, kebocoran plasma, sepsis, trauma perdarahan saluran cerna, dan perdarahan intrakranial.14 Sesuai dengan hukum Starling, akibat kehilangan cairan maka terjadi penurunan preload sehingga isi sekuncup dan curah jantung berkurang. Syok kardiogenik muncul akibat kegagalan pompa jantung yang dapat disebabkan oleh preload, afterload, ataupun kontraktilitas miokardium. Syok distributif disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti blok saraf otonom (neurogenik), anafilaksis, dan sepsis. Tubuh akan mempertahankan kondisi stabil dengan mengkompensasi kelainan yang terjadi termasuk dalam kondisi syok. Ketika terjadi hipoksia jaringan, tubuh memberi sinyal melalui sistem persarafan dan hormonal (epinefrin, norepinefrin, renin, vasopressin) untuk meningkatkan curah jantung dan vasokonstriksi. Kondisi ini dapat dilihat dari peningkatan laju jantung dan peningkatan isi sekuncup sehingga akan terjadi perbaikan suplai oksigen terutama pada organ-organ vital. Jika syok tidak ditangani segera, kompensasi tubuh akan berkurang sehingga pasien akan masuk ke dalam fase dekompensasi. Sindrom distres pernapasan akut pada anak-anak (PARDS) merupakan salah satu kegawatdaruratan pada sistem pernapasan yang umum ditemukan. Kondisi tersebut ditandai dengan onset yang akut (kurang dari 7 hari), adanya infiltrat baru, edema paru yang tidak berkaitan dengan kelebihan cairan atau gagal jantung, dan bukan merupakan akibat penyakit paru pada waktu perinatal.15 Pengukuran tingkat keparahan PARDS mengalami perubahan dari yang mengukur rasio PaO2/FiO2 menjadi indeks oksigenasi (OI) yaitu (FiO2 x mean airway pressure x 100)/PaO2 dan indeks saturasi oksigenasi (OSI) yaitu (FiO2 x mean airway pressure x 100)/SpO2 8
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan (lihat Tabel 2). Rerata mortalitas yang dilaporkan akibat PARDS berkisar 22-54%.16 Tabel 2. Stratifikasi keparahan PARDS17 Variabel Berisiko Ringan Sedang Berat ≥16 Indeks <4 dengan O2 untuk 4≤8 8≤16 ≥12,3 Oksigenasi mempertahankan 5≤7,5 7,5≤12,3 SpO2 >88% Indeks <5 dengan O2 untuk Saturasi mempertahankan Oksigenasi SpO2 >88% Penurunan kesadaran adalah manifestasi gangguan sistem saraf pusat yang mudah dinilai dan membutuhkan penatalaksanaan segera karena menunjukkan suatu gangguan yang sedang berlangsung. Kesadaran merupakan fungsi normal dari kedua hemisfer otak dan ascending reticular activating system (ARAS) mulai dari midpons sampai hipotalamus anterior.18 Sadar (alert) adalah keadaan bangun (wakefulness) dan tanggap (awareness) terhadap diri sendiri dan lingkungan. Korteks, saraf otonom, dan stimulus dari batang otak bertanggung jawab terhadap keadaan bangun dan tanggap. Pada keadaan ini anak dapat melakukan aktivitas kompleks yang sesuai dengan usianya dan dapat berorientasi baik terhadap orang lain, tempat, waktu, dan situasi. Penilaian tingkat kesadaran dapat dinilai menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).2 Ketika pasien sudah memasuki fase stabil, dilanjutkan dengan penilaian apakah pasien cukup dengan rawat biasa atau diperlukan rawat intensif anak/pediatric intensive care unit (PICU). Penilaian tersebut dapat dinilai dengan tanda vital seperti tekanan darah atau mean arterial pressure, laju jantung, dan pernapasan (dinilai dari PaO2 dan PaCO2) seperti pada Gambar 3. Adapun pedoman kriteria 9
Rismala Dewi pasien yang layak masuk rawat intensif didasarkan atas prioritas, antara lain sebagai berikut19 : 1. Prioritas satu, yaitu anak sakit kritis yang dengan terapi intensif dapat sembuh sempurna dan dapat tumbuh dan berkembang sesuai potensi genetiknya. 2. Prioritas dua, yaitu anak sakit kritis dengan penyakit dasar secara medis saat ini belum dapat ditanggulangi namun dengan terapi intensif dapat menanggulangi kritis sepenuhnya hingga anak kembali pada keadaan sebelum dirawat di PICU. 3. Prioritas tiga, yaitu anak sakit kritis dengan penyakit dasar menyebabkan anak tidak mempunyai kontak dengan lingkungannya secara permanen dan tidak mengalami tumbuh kembang. 4. Prioritas empat, yaitu anak sakit kritis dengan prognosis sangat buruk sehingga dengan terapi intensif pun proses kematian tidak dapat dicegah (tidak merupakan indikasi rawat PICU). Dalam situasi penanganan pasien di unit gawat darurat, rawatan biasa atau rawatan intensif, hendaknya monitoring pasien dilakukan secara berkala. Pada rawatan biasa, minimal dilakukan monitoring tiap 4 jam untuk memantau apakah terjadi perburukan akibat perjalanan penyakit atau bagaimana respon tubuh terhadap terapi yang sudah diberikan. Manajemen pasien dengan riwayat klinis yang buruk perlu dilakukan asesmen perkembangannya agar tidak jatuh pada kondisi yang lebih buruk lagi dengan menggunakan penunjang seperti Pediatric Early Warning Score (PEWS).21 Sistem skoring ini menilai perilaku, sistem respirasi, dan sistem kardiovaskular (lihat Tabel 3). 10
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan Gambar 3. Kurva waktu yang tepat untuk rawat intensif Sistem PEWS juga disertai dengan algoritma sebagai respon terhadap hasil penilaian akhir, yaitu : 1. Kode warna hijau (skor 0-2) membutuhkan penilaian ulang PEWS tiap 4 jam dan terapi sebelumnya dilanjutkan. 2. Kode warna kuning (skor 3) membutuhkan penilaian ulang PEWS tiap 1 jam, respon dan anjuran dokter spesialis anak dalam 1 jam untuk penatalaksanaan selanjutnya. 3. Kode warna oranye (skor 4) membutuhkan penilaian ulang PEWS tiap 30 menit, respon dan anjuran dokter spesialis anak dalam 10 menit untuk penatalaksanaan selanjutnya. 4. Kode warna merah (skor ≥5) membutuhkan penilaian ulang PEWS tiap 15 menit, respon dan anjuran dokter spesialis anak 11
Rismala Dewi segera untuk penatalaksanaan selanjutnya dan ada kemungkinan untuk dirawat di PICU. Tabel 3. Pediatric Early Warning Score22 Komponen 0 Skor 3 12 Perilaku Bermain/s Tidur Iritabel Letargi/bingung, atau Kardiovaskular esuai berkurangnya Pucat atau Abu-abu atau respons terhadap Respirasi Merah waktu pengisian waktu nyeri jambu atau kapiler 3 detik pengisian waktu kapiler 4 detik Abu-abu atau mottled pengisian atau takikardia atau waktu pengisian kapiler 1-2 >20 laju kapiler >5 detik atau detik normal takikardia >30 laju normal atau Normal, >10 diatas >20 diatas bradikardi tidak ada normal, normal, retraksi penggunaan retraksi atau >5 dibawah normal otot bantu FiO2 30% atau dengan retraksi, napas atau 6 L/menit merintih atau FiO2 FiO2 30% atau 50% atau 8 L/menit 6 L/menit Catatan : Bila didapatkan ¼ jam nebulisasi (terus-menerus) atau muntah persisten setelah operasi, tambahkan nilai skor 2. Sindrom disfungsi organ multipel (multiple organ dysfunction syndrome/MODS) merupakan salah satu penanda keparahan suatu penyakit dan merupakan penyebab utama kematian pada pasien di PICU. Penilaian derajat keparahan sakit sebagai salah satu faktor prognostik luaran pasien sakit kritis hingga saat ini masih menggunakan sistem skoring. Pediatric Logistic Organ Dysfunction Score (PELOD) merupakan suatu sistem skoring yang digunakan untuk mengetahui beratnya disfungsi organ pada anak dengan sakit kritis dan memberikan gambaran deskriptif mengenai luaran anak sakit kritis yang dirawat di PICU.23 Komponen PELOD-2 terdiri dari 12
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan 10 variabel yang mewakili 5 organ, antara lain sistem saraf, kardiovaskular, ginjal, respirasi, dan hematologi (lihat Tabel 4). Predicted death rate atau prediksi angka kematian dapat dinilai dari jumlah skor PELOD-2. Terdapat hubungan antara skor PELOD-2 yang tinggi dengan predicted death rate yang lebih tinggi dan atau lama rawat yang lebih lama (lihat Tabel 5). Didapatkan pula bahwa risiko mortalitas dan lama rawat yang lebih tinggi pada pasien anak sakit kritis yang tidak memiliki riwayat penyakit kronik sebelumnya.24 Sebuah penelitian di PICU RSCM menyatakan bahwa sebagian besar pasien anak sakit kritis yang dirawat memiliki penyakit kronik (70,4%).25 Penelitian di Amerika mengenai penyakit kronik pada pasien anak sakit kritis yang dirawat di PICU didapatkan 53% pasien menderita penyakit kronik sebagai komorbid. Skor PELOD-2 juga dapat membantu mendiagnosis sepsis pada anak bila skor PELOD-2 ≥11 pada rumah sakit tipe A atau ≥7 pada rumah sakit tipe B atau C.24 Kriteria lainnya yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi deteriorasi pasien terutama yang diperberat oleh infeksi adalah Pediatric Sequential Organ Failure Assessment (pSOFA). Sistem skoring ini dimodifikasi dari skor penilaian sepsis pada pasien dewasa sesuai dengan Third International Consensus Definition for Sepsis and Septic Shock (Sepsis-3) dengan menyesuaikan variabel kardiovaskuler dan ginjal yang tergantung pada usia pasien serta subskoring pernapasan dengan mempertimbangkan rasio SpO2 dan FiO2 untuk melihat kerusakan paru-paru (lihat Tabel 6).26,27 Penggunaan PELOD-2 dan pSOFA memiliki akurasi yang sama sehingga dapat dilakukan sesuai dengan ketersediaan data yang ada, akan tetapi penggunaan pSOFA dinilai lebih mudah digunakan dan memiliki nilai reliabilitas yang lebih tinggi.28,29,30 Hal ini akan memudahkan klinisi dalam membuat prediksi perburukan pasien dengan sarana yang terbatas. 13
Rismala Dewi Tabel 4. Pediatric Logistic Organ Dysfunction-2 (PELOD-2) Score23 Variabel disfungsi 0 Nilai berdasarkan keparahan 6 organ 1 2 34 5 ≥11 ≤16 Neurologis Positif ≤24 ≤30 Glasgow Coma Scale <5 5-10 3-4 ≤31 Negatif ≤35 Refleks pupil ≥46 ≤37 ≥55 Kardiovaskular ≥60 ≥62 Laktat (mmol/L) ≥65 5-10,9 ≥11 ≥67 Mean arterial pressure ≥69 (mmHg) (dalam bulan) ≥22 ≥34 0-<1 ≥50 31-45 17-30 ≥58 39-54 25-28 1-11 ≥92 44-59 31-43 46-61 32-44 12-23 ≥61 49-64 36-48 ≥58 52-66 38-51 24-59 Tidak 60-143 >2 ≥14 ≥144 Ginjal Kreatinin (µmol/L) (dalam bulan) 0-<1 ≥70 ≥23 1-11 ≥35 ≥51 12-23 ≥59 ≥93 24-59 60-143 ≥144 Pernapasan PaO2/FiO2 (mmHg) ≥60 PaCO2 (mmHg) 59-94 ≥95 Ya Ventilasi invasif Hematologi Leukosit (109/L) ≤2 77-141 ≤76 Trombosit (109/L) 14
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan Tabel 5. Korelasi jumlah disfungsi organ , skor PELOD-2 dan predicted death rate23 Jumlah organ Rata-rata Skor Predicted Death yang disfungsi PELOD-2 (Standar Rate (%) 0 Deviasi) 1 0,0 2 0 (0,0) 0,3 3 2,3 (0,8) 1,2 4 4,9 (1,3) 7,1 5 7,5 (2,0) 30,5 11,5 (4,4) 59,0 16,8 (5,2) Prediksi keparahan penyakit anak sakit kritis dapat juga menggunakan suatu skoring yang menggambarkan besarnya kemungkinan mortalitas yaitu Pediatric Risk of Mortality (PRISM) IV. Penilaian anak sakit kritis dengan sistem skoring tersebut dimulai dari empat jam pertama rawatan PICU berbeda dengan PRISM III yang mengambil data dari dua belas jam pertama rawatan. Waktu tersebut digunakan untuk mengurangi bias yang diakibatkan terapi.30 15
Rismala Dewi Tabel 6. Pediatric Sequential Organ Failure Assessment (pSOFA)27 Variabel Skor Pernapasan 0 12 3 4 PaO2 : FiO2; atau ≥400 300- 200-299 100-199 <100 dengan 399 dengan bantuan bantuan napas SpO2 : FiO2 ≥292 264- 221-64 napas 291 <148 dengan 148-220 bantuan dengan napas bantuan napas <20 Koagulasi ≥150 100- 50-99 20-49 >12 Trombosit 149 (103/µl) <1,2 Hepatik 1,2-1,9 2,0-5,9 6,0-11,9 Bilirubin (mg/dL) ≥46 Kardiovaskular ≥55 <46 Dopamin >5 Dopamin >15 Mean arterial ≥60 μg/kg/menit μg/kg/menit pressure (mmHg) ≥62 <55 Dopamin ≤ 5 atau atau <1 bulan ≥65 <60 μg/kg/menit Epinefrin ≤ 1-11 bulan ≥67 Epinefrin 12-23 bulan ≥70 <62 atau 24-59 bulan 0,1 >0,1 60-143 bulan μg/kg/menit μg/kg/menit 144-216 bulan <65 Dobutamin >216 bulan <67 dengan dosis atau atau <70 berapapun Norepinefrin Norepinefrin ≤0,1 >0,1 μg/kg/menit μg/kg/menit Neurologis 15 13-14 10-12 6-9 <6 Glasgow Coma Scale <0,8 0,8-0,9 1,0-1,1 1,2-1,5 ≥1,6 <0,3 0,3-0,4 0,5-0,7 0,8-1,1 ≥1,2 Renal <0,4 0,4-0,5 0,6-1,0 1,1-1,4 ≥1,5 Kreatinin <0,6 0,6-0,8 0,9-1,5 1,6-2,2 ≥2,3 (mg/dL) <0,7 0,7-1,0 1,1-1,7 1,8-2,5 ≥2,6 <1 bulan <1,0 1,0-1,6 1,7-2,8 2,9-4,1 ≥4,2 1-11 bulan <1,2 1,2-1,9 2,0-3,4 3,5-4,9 ≥5 12-23 bulan 24-59 bulan 60-143 bulan 144-216 bulan >216 bulan 16
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan Sistem Kegawatdaruratan pada Anak di Indonesia Indikator pembangunan suatu negara termasuk diantaranya adalah angka kematian anak. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengemukakan dalam Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDGs) Indonesia tahun 2015 memfokuskan untuk menurunkan angka kematian anak dengan target mengurangi angka kematian balita sebesar dua pertiganya,31 yang selanjutnya dilanjutkan ke Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Adapun indikator yang dinilai diantaranya adalah angka kematian balita dan bayi. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan bahwa angka kematian anak di Indonesia mencapai 32 per 1000 kelahiran hidup.1 Pemerintah Indonesia dan Kementerian Kesehatan telah merumuskan sebuah sistem cepat tanggap, pedoman alur, dan langkah-langkah yang perlu diambil dalam menangani sebuah kasus kegawatdaruratan yang tertuang dalam Permenkes No. 19 tahun 2016 tentang Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu.32 Sistem tersebut merupakan sebuah mekanisme pelayanan kegawatdaruratan yang terintegrasi dan berbasis call center dengan menggunakan kode akses telekomunikasi 119 yang mudah diakses masyarakat. Penanganan gawat darurat yang termasuk didalam sistem tersebut antara lain menjelaskan sistem komunikasi, penanganan pasien dan sistem transportasi gawat darurat. Dalam kasus kegawatdaruratan, terdapat banyak fasilitas kesehatan dalam penanganan kasus-kasus tersebut sesuai kapasitasnya. Edukasi kepada masyarakat tentang pertolongan pertama dan langkah awal yang dapat dilakukan perlu digiatkan agar mencegah kondisi pasien menjadi semakin memburuk. Di sebuah unit gawat darurat di Indonesia, koordinasi yang baik antara dokter jaga, perawat, dan dokter spesialis anak sangatlah penting dan akan menentukan kondisi pasien kedepannya. Sense of emergency yang baik dan didukung pengetahuan, sikap, dan attitude seorang dokter 17
Rismala Dewi sebagai leader sangat menentukan. Tentu saja selain sumber daya manusia, ketersediaan alat-alat penunjang seperti monitor, elektrokardiografi, pemeriksaan laboratorium, dan radiologi sangat diperlukan. Hal tersebut memudahkan kinerja dan ketepatan diagnosis yang mempengaruhi penatalaksaan yang efektif pada pasien. Tidak dapat dipungkiri, Indonesia sebagai negara berkembang dengan sistem pelayanan kesehatan masih cukup terpusat pada kota- kota besar dan belum merata seluruhnya menjadikan penanganan kasus emergensi di daerah-daerah terpencil menjadi sebuah tantangan yang perlu kita hadapi bersama. Angka mortalitas dan morbiditas masih mungkin terus meningkat akibat konsep manajemen kasus kegawatdaruratan yang ideal masih belum terwujud. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain sistem penanganan yang kurang efektif, pengetahuan dan pelatihan tenaga kesehatan yang masih kurang, konsultan intensivis pediatrik yang sedikit, sarana penunjang yang belum terstandarisasi, fasilitas rawat PICU yang sedikit, sistem rujukan yang kurang optimal pengaplikasiannya, RS rujukan yang jauh dan waktu tempuh yang lama, dan transportasi pindah rawat yang kurang memadai. Kondisi negara Indonesia yang bersifat kepulauan membuat pelayanan kegawatdaruratan menjadi sebuah tantangan bagi kita bersama. Banyaknya pulau-pulau kecil membuat pelayanan kesehatan menjadi terbatas, baik di segi sumber daya manusia maupun sarana, terlebih dalam sistem transportasi pasien yang membutuhkan penanganan lebih lanjut. Tenaga kesehatan khususnya dokter umum dan dokter spesialis anak masih terpusat di daerah perkotaan, sedangkan pada Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) masih sangat langka. Peran dokter sebagai penentu keadaan dan penatalaksanaan pada setiap pasien tentunya amat penting dalam kasus kegawatdaruratan pada anak. Transpor pasien pada kasus kegawatdaruratan anak juga memerlukan fasilitas yang memadai, seperti alat defibrilator, oksigen portabel, monitor 18
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan dan lain sebagainya Hal ini diupayakan untuk menjaga kondisi pasien tetap stabil dan terpantau sehingga aman di fasilitas kesehatan yang dituju. Sarana selanjutnya dalam penanganan kasus kegawatdaruratan adalah ruang rawatan sebagai tempat stabilisasi dan penatalaksanaan lanjut pasien. Kebutuhan monitoring pasien dan alat-alat bantu resusitasi yang lebih memadai dapat diberikan pada ruang rawat tertentu, seperti PICU yang memungkinkan pemasangan alat bantu napas dan pemantauan ketat lainnya seperti non-invasive cardiac output monitoring, ultrasonografi, dan lain sebagainya. Ketersediaan PICU di berbagai kota di Indonesia masih sangat terbatas, terlebih jika dibandingkan dengan ICU untuk pasien dewasa. Hal tersebut menjadi kendala dalam perawatan anak dengan sakit kritis. Pengadaan PICU dinilai perlu mengingat populasi anak di Indonesia cukup besar, yaitu 31,6% dari penduduk Indonesia.33 Selain itu, PICU yang ada juga harus terstandar untuk memenuhi kualifikasi PICU sesuai dengan strata primer, sekunder, dan tersier. Dengan adanya standar tertentu, pelayanan PICU menjadi optimal sebagaimana mestinya. Adanya pasien anak yang dirawat di PICU rumah sakit rujukan perlu dievaluasi apakah penyakit pasien tersebut sudah sesuai dengan kriteria masuk PICU. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan perawatan PICU untuk kondisi-kondisi yang memang sangat memerlukan rawat intensif. Pediatric Intensive Care Unit merupakan sebuah unit yang dipersiapkan khusus untuk pasien-pasien anak sakit kritis baik dengan gangguan medis, bedah atau trauma, dan kondisi-kondisi lain yang mengancam nyawa.13 Pelayanan PICU bersifat observasi komprehensif terhadap fungsi organ vital dan gangguan yang mendasarinya. Ruang PICU sendiri memiliki stratifikasi seperti pelayanan primer, sekunder, dan tersier. Pelayanan PICU primer merupakan pelayanan rawatan intensif minimal dengan target menunjang fungsi kardiorespirasi jangka pendek dan memantau 19
Rismala Dewi serta mencegah penyulit pada kasus medik dan bedah. Pada pelayanan PICU sekunder, terdapat standar pelayanan lebih tinggi seperti memungkinkan menunjang ventilasi mekanik baik invasif ataupun non-invasif lebih lama. Adapun kekhususan yang perlu ditambah antara lain adanya konsultan PICU, dokter jaga yang mampu melakukan resusitasi jantung paru, tenaga perawat yang bersertifikat terlatih perawatan intensif, serta pemeriksaan penunjang lainnya seperti laboratorium dan radiologi yang dapat digunakan kapanpun. Pelayanan PICU tersier sebagai tingkatan tertinggi hendaknya mampu menyediakan perawatan pediatrik definitif yang kompleks, progresif, serta mampu memberikan dukungan bantuan hidup multisistem yang kompleks dalam waktu yang tak terbatas. Pada tingkat ini, standar yang perlu dipenuhi antara lain tersedianya ventilasi mekanik canggih seperti Extracorporeal Membrane Oxygenation (ECMO), bantuan ginjal ekstrakorporal atau Continuous Renal Replacement Therapy (CRRT), dan pemantauan kardiovaskular invasif dalam jangka panjang atau Pulse Index Contour Continuous Cardiac Output (PICCCO). Sistem rujukan di Indonesia yang berjenjang dalam penanganan pasien dimulai dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL) dengan tipe rumah sakit yang berjenjang juga mungkin berpengaruh terhadap pelayanan kasus kegawatdaruratan anak. Sistem yang ideal hendaknya tidak membatasi, tetapi menempatkan pasien di fasilitas kesehatan yang sesuai dan mampu laksana dalam penanganan kasus kegawatdaruratan sesuai tingkat keparahan dengan cepat. Hal lain yang mempengaruhi dalam sistem rujukan adalah pengetahuan dokter yang bervariasi terkait waktu yang tepat untuk merujuk, kondisi yang dapat ditangani sesuai tingkat fasilitas kesehatan, tindakan, penatalaksanaan yang akan dilakukan, dan lain sebagainya. Dampak yang muncul akibat salah penanganan dalam kasus kegawatdaruratan perlu menjadi fokus perhatian dalam praktek kedokteran. Penatalaksanaan dan perawatan yang kurang optimal 20
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan dapat menimbulkan kematian dan sekuele di kemudian hari. Kecacatan yang muncul selain mengganggu individu tersebut akan menambah beban baik dari segi fisik, ekonomi, lingkungan dan masyarakat secara keseluruhan. Keterbatasan fisik akibat morbiditas tersebut selain mengakibatkan tidak dapat melakukan aktivitas sendiri (activities of daily living) juga menyulitkan perkembangan dan pembelajaran anak kedepannya, sehingga dikhawatirkan akan melahirkan generasi yang tidak berkualitas. Kondisi ini yang akan menjadi kendala terwujudnya pembangunan nasional yang lebih baik nantinya. Menerapkan Inovasi dan Strategi yang Optimal Berkaca dari pengalaman yang ditemukan di lapangan, masih banyak hal yang bisa dikembangkan agar pelayanan kegawatdaruratan pada anak lebih efisien dari sebelumnya. Hal ini dapat ditingkatkan di berbagai lini dan komponen seperti keilmuan, tenaga medis, sistem pelayanan kesehatan, sarana dan prasarana, serta hal-hal lain yang bersangkutan. Melihat pelayanan kegawatdaruratan yang umum ditangani, maka peningkatan kualitas dan kompetensi dokter umum sebagai frontliner menjadi alternatif yang sangat mungkin untuk diberdayakan dan dilatih pengetahuan, sikap, dan attitude dalam bidang kegawatdaruratan. Berbagai pelatihan dan kursus cukup rutin dilakukan seperti Advanced Pediatric Resuscitation Course (APRC), pelatihan resusitasi neonatus, Advanced Cardiac Life Support (ACLS), Advanced Trauma Life Support (ATLS), dan lain sebagainya. Dengan diadakannya pelatihan seperti ini, diharapkan ilmu-ilmu kedokteran khususnya di bidang kegawatdaruratan yang terus berkembang dapat langsung diaplikasikan oleh dokter dalam praktek sehari-hari. Walaupun beberapa materi yang diberikan sudah pernah diajarkan dalam pendidikan kedokteran sebelumnya, perlu dilakukan pelatihan berkala dan merata untuk mengasah keterampilan dan keilmuan yang dimiliki. Berdasarkan hal tersebut, 21
Rismala Dewi dokter yang bertugas telah disertifikasi kemampuannya dalam penanganan kasus kegawatdaruratan. Penggunaan prediktor perburukan klinis pasien anak yang belum teraplikasikan sepenuhnya juga dapat diperbaiki dengan menerapkan sistem skoring yang telah tersedia terutama PEWS sebagai penunjang di unit gawat darurat. Identifikasi lebih dini mampu menentukan langkah selanjutnya yang perlu diambil baik dengan pemberian obat-obatan, alat bantu maupun penanganan lebih lanjut oleh dokter spesialis anak dan intensivis pediatrik. Pemanfaatan PEWS dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas yang mungkin terjadi dengan menempatkan pasien di lokasi yang tepat untuk penanganan selanjutnya. Penggunaan PEWS saja tidak cukup menjadi panduan satu-satunya dalam mendeteksi perburukan pasien. Rekomendasi NHS Improvement dan The Royal College of Paediatrics and Child Health mengemukakan terdapat enam elemen utama dalam membangun struktur safe system untuk anak-anak yang dirawat di rumah sakit. Hal tersebut antara lain adalah pelaksanaan patient safety, koordinasi yang baik dengan keluarga pasien, mengenali tanda perburukan, cepat tanggap terhadap perburukan, pendidikan, serta pelatihan.34 Ketersediaan fasilitas penunjang seperti laboratorium dan radiologi yang memadai juga menentukan luaran pasien yang dirawat. Simpulan dan Saran Kegawatdaruratan pada anak merupakan masalah kesehatan yang sering ditemukan dan berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas yang muncul setelahnya. Data di Indonesia menunjukkan kondisi penanganan kegawatdaruratan yang terbatas pada sarana, prasarana, sumber daya manusia, pengetahuan, keterampilan, dan faktor-faktor pendukung lainnya. Efek yang muncul selain angka kematian yang dapat meningkat adalah sekuele yang mengakibatkan anak-anak yang telah sembuh tersebut tidak dapat menjalankan aktivitas normal. Untuk itu perlu dilakukan pengkajian berkala baik 22
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan di tingkat rumah sakit maupun pemerintah serta upaya-upaya penanganan kegawatdaruratan yang terpadu, sistematis, dan komprehensif agar meminimalkan dampak global yang sangat mungkin terjadi. 1. Untuk dapat mengidentifikasi lebih dini tanda-tanda kegawatdaruratan, perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat terutama orang tua tentang gejala yang perlu penanganan segera, penatalaksanaan awal yang dapat dilakukan di rumah secara mandiri, serta fasilitas kesehatan yang perlu dituju agar penanganan pasien dapat maksimal. Kegiatan preventif dan promotif tersebut sangat mungkin dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yaitu puskesmas sebagai pelaksana upaya kesehatan masyarakat. 2. Melakukan penambahan sarana-prasarana yang penting dalam perawatan pasien kegawatdaruratan baik di unit gawat darurat maupun PICU. Pentingnya pengadaan tabung oksigen, tempat tidur, elektrokardiografi, pulse oxymetry, dan alat-alat penunjang lainnya yang membantu penegakan diagnosis dan penatalaksanaan perlu menjadi perhatian terutama pada daerah-daerah yang terpencil. Keterbatasan tempat tidur di PICU mengakibatkan perawatan anak dengan sakit kritis tidak optimal karena tertunda, mengingat perlunya transpor pasien ke fasilitas kesehatan yang memadai dan sedia. Lama waktu untuk penatalaksanaan lanjutan akan mempengaruhi luaran pasien. 3. Menerapkan sistem penilaian kegawatdaruratan yang bisa digunakan di puskesmas dan rumah sakit. Unit Kerja Koordinasi (UKK) Emergensi dan Rawat Intensif Anak telah mengadaptasi dan menilai pemanfaatan sistem skoring yang ada di luar negeri menjadi istilah yang lebih nasionalis seperti SAGA (Segitiga Asesmen Gawat Anak) dan SADEWA (Skor Deteksi Awal Gawat Anak) yang masing-masing diadaptasi dari PAT dan PEWS. Dengan menggunakan sistem skoring ini, diharapkan kasus kegawat-daruratan pada anak dapat ditangani lebih dini (lihat Tabel 7) 23
Rismala Dewi Tabel 7. Skor Deteksi Awal Gawat Anak (SADEWA) Komponen 0 12 3 Perilaku Bermain/ak- Rewel, Rewel, sulit Letargis tivitas sesuai mudah ditenang- usia ditenang- kan kan Kardiovaskuler Merah/waktu Pucat atau Pucat atau Kutis pengisian CRT 3 CRT 4 detik kapiler (CRT) detik atau atau nadi marmorata 1-2 detik nadi ≥10 ≥20 laju (mottled) diatas normal atau atau CRT normal diaforesis ≥5 detik atau nadi ≥30 laju normal atau bradikardia Respirasi Laju napas Retraksi Laju napas Laju napas dan saturasi ringan ≥20 diatas dibawah O2 dalam normal atau normal batas normal saturasi O2 atau dan tidak ada 5 poin peningka- peningkatan dibawah tan usaha usaha napas normal atau napas atau retraksi saturasi O2 sedang ≥5 poin atau merintih atau retraksi berat 4. Menerapkan pendekatan HATI dalam menangani kasus kegawatdaruratan. Pendekatan tersebut merupakan usulan UKK ERIA IDAI terutama jika menemukan pasien tidak sadar (lihat Gambar 4). Kedepannya masyarakat awam dapat dilakukan edukasi dan pelatihan sehingga morbiditas dan mortalitas pada anak dapat berkurang. 24
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan Pasien tidak sadar HATI Hubungi bantuan Amankan diri, pasien, lingkungan Tidak membahayakan pasien Investigasi ABC Buka jalan napas Tidak bernapas normal 5 bantuan napas Raba nadi : nadi ≤60x/menit Evaluasi ulang setelah 1 menit Tidak ada tanda kehidupan Bila dalam 1 menit belum ada Kompresi dada 15 kali bantuan, panggil bantuan kembali 2 bantuan napas 15 kompresi dada Pasang monitor EKG VF/VT tanpa nadi Asistol Gambar 4. Pendekatan HATI pada pasien tidak sadar 5. Dalam rangka memaksimalkan penatalaksanaan kegawatdaruratan di puskesmas atau unit gawat darurat, diperlukan suatu sistem kegawatdaruratan terintegrasi yang bersifat interdisiplin dan interprofesional antara lain dengan adanya alur dan waktu 25
Rismala Dewi pengambilan keputusan yang tepat dengan mengelaborasi sistem skoring dan ketersediaan sarana prasarana yang ada di sebuah rumah sakit. Alur yang diusulkan dapat dilihat pada gambar 5. Gambar 5. Alur usulan elaborasi PEWS dan PICU 6. Melakukan seminar atau diseminasi serta kursus/pelatihan tentang kegawatdaruratan anak secara rutin dan berkala guna meningkatkan pengetahuan tenaga medis yang bertugas di unit gawat darurat. Pelatihan-pelatihan seperti ini rutin dilakukan di luar negeri seperti Pediatric Education for Prehospital Professionals (PEPP) yang diadakan oleh American Academy of Pediatrics (AAP). Kegiatan lain seperti Advanced Pediatric Life Support (APLS), Pediatric Emergency Medicine Course (PEMC), 26
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan Pediatric Advanced Life Support (PALS), dan Emergency Nursing Pediatric Course (ENPC) juga diadakan untuk memberikan pelatihan penanganan kasus-kasus kegawatdaruratan yang tidak terbatas hanya pada dokter tetapi tenaga medis lain seperti perawat yang bertugas di unit gawat darurat.35,36 Pelatihan-pelatihan tersebut telah diadaptasi di Indonesia seperti Advanced Pediatric Resuscitation Course (APRC), pelatihan resusitasi neonatus, Advanced Cardiac Life Support (ACLS), Advanced Trauma Life Support (ATLS), dan lain sebagainya. Hambatan utama yang muncul adalah pendidikan masih berpusat di tingkat nasional sehingga perlu diadakannya pusat pelatihan di tingkat regional sehingga mempermudah aksesibilitas, cost-effective, dan transportasi. Dengan kondisi pandemi COVID-19 sehingga pelaksanaan sangat sulit diadakan untuk mencegah penularan, mengingat kasus COVID-19 sudah mencapai 1.414.741 kasus (per 13 Maret 2021) dan terdapat varian B117 yang sudah ditemukan di Indonesia.37,38 Seminar- seminar daring dapat menjadi alternatif sehingga proses pendidikan dan pengembangan ilmu kegawatdaruratan anak dapat terus berjalan dengan pre-test dan post-test sebagai evaluasi pembelajaran. Selain itu, materi kegawatdaruratan dapat juga diwajibkan untuk dibahas pada setiap seminar kedokteran seperti materi etik. 7. Menerapkan pelayanan spesialis emergency medicine yang menitikberatkan pada pelayanan prehospital dan intrahospital. Penanganan prehospital berupa penanganan gawat darurat pada saat terjadinya bencana, sedangkan perawatan intrahospital dilakukan di gawat darurat. Idealnya spesialis emergency medicine melakukan kegiatan di unit gawat darurat sebelum ditangani oleh spesialis lain dalam 6-8 jam pertama. Saat dokter spesialis lain yang sesuai kasus tersebut datang dan menangani kasusnya, maka spesialis emergency medicine harus menyerahkan penanganannya kepada spesialis yang 27
Rismala Dewi bersangkutan. Tidak terhindarkan adanya tumpang tindih (sharing competence) antara spesialis emergency medicine dengan beberapa spesialis lain seperti spesialis anak, penyakit dalam, anestesi, dan lain-lain. Hal ini dapat dimulai dengan menginisiasi penyusunan dan pengkajian perlunya program studi tersebut, pembuatan standar kompetensi spesialis emergency medicine yang dibuat berdasarkan kesepakatan dengan spesialis terkait dan legitimasi oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Dengan adanya sumber daya manusia yang terpenuhi, diharapkan dapat dilakukan pemerataan sehingga pelayanan kegawatdaruratan dapat maksimal. 8. Melaksanakan pendidikan kedokteran berkelanjutan bagi dokter umum dan dokter spesialis anak untuk menambah wawasan terhadap ilmu-ilmu baru di bidang kegawatdaruratan pada anak. Pendidikan tersebut harapannya akan meningkatkan kualitas terutama sense of emergency dokter umum dan dokter spesialis anak yang umumnya menjadi garda terdepan dalam menangani kasus-kasus tersebut dan mengetahui saat yang tepat untuk merujuk ke PICU atau dokter spesialis anak subspesialistik emergensi dan intensivis pediatrik. Sense of emergency juga dapat diajarkan sejak pendidikan kedokteran formal dan diuji kembali pada ujian komprehensif. 9. Melakukan pengampuan ke rumah sakit jejaring oleh pusat pendidikan kedokteran/rumah sakit rujukan regional/rumah sakit rujukan. Pelatihan dan diskusi kasus bersama dokter spesialis anak dan dokter intensivis anak termasuk dalam sistem pengampuan tersebut. Hal lain yang dapat dilakukan adalah evaluasi sistem rujukan dan kasus-kasus yang memerlukan penanganan lanjut di PICU fasilitas rujukan yang dituju. Sistem pengampuan ini berperan terhadap pengembangan keilmuan, keterampilan, menempatkan kasus kegawatdaruratan sesuai dengan kebutuhannya, dan mengefektifkan sistem rujukan pasien gawat darurat sehingga tidak memberatkan di segi ekonomi dan ketersediaan sarana-prasarana. 28
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan 10. Membentuk sebuah sistem penanganan gawat darurat terpadu termasuk rujukan khusus pada kasus kegawatdaruratan anak. Sistem serupa sebelumnya sudah ada di berbagai negara kawasan Amerika yaitu Emergency Medical System for Children (EMS-C). Sistem ini merupakan koordinasi dan rujukan terpadu yang fokus pada kegawatdaruratan pada anak. Diperlukan adanya koordinasi dan inisiasi dari berbagai pihak terkait, terutama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Kementerian Kesehatan, dan pemerintah. Sistem EMS-C yang dibuat berdasarkan evidence-based medicine, dikaji dari segi ekonomi dan sumber daya yang tersedia sehingga dapat terbentuk sistem yang runut dan paripurna untuk meningkatkan kualitas penanganan kegawatdaruratan pada anak di Indonesia serta menciptakan generasi emas Indonesia yang lebih baik lagi. DAFTAR PUSTAKA 1. Badan Pusat Statistik. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan; 2017. 2. World Health Organization. Updated guideline: paediatric emergency triage, assessment and treatment : care of critically- ill children. Geneva:World Health Organization; 2016. 3. Bonafide CP, Brilli RJ, Tibbals J, Parshuram CS, Brady PW, Wheeler D. Rapid response systems. Dalam : Nichols DG, Shaffner DH, penyunting. Rogers’ textbook of Pediatric Intensive Care. Edisi ke-5. Philadelphia:Wolters Kluwer; 2016. hlm. 394- 403. 4. Peraturan Menteri Kesehatan No.47 Tahun 2018 tentang Pelayanan Kegawatdaruratan. Jakarta; 2018. 5. World Health Organization, United Nations Children’s Fund. Levels and trends in child mortality. Dalam : UNICEF 2020 Child Mortality Report. Geneva, United Nations Childrens’s Fund; 2020. 29
Rismala Dewi 6. Nogueira LC, Pinto LR, Silva PM. Reducing Emergency Medical Service response time via the reallocation of ambulance bases. Health Care Manag Sci. 2016;19:31-42. 7. Carmel Y, Kadmon R, Nirel R. Spatiotemporal predictive models of mediterranean vegetation dynamics. Ecolog App. 2001; 11: 268– 80. 8. Berrens ZJ, Gosdin CH, Brady PW, Tegtmeyer K. Efficacy and Safety of Pediatric Critical Care Physician Telemedicine Involvement in Rapid Response Team and Code Response in a Satellite Facility. Pediatr Crit Care Med. 2019;20:172-7. 9. Nehme Z, Andrew E, Smith K. Factors Influencing the Timeliness of Emergency Medical Service Response to Time Critical Emergencies. Prehosp Emerg Care. 2016; 20 :783-91. 10. Fernandez A, Benito J, Mintegi S. Is this child sick? Usefulness of the Pediatric Assessment Triangle in emergency settings. J Pediatr. 2017; 93: 60-7. 11. Dieckmann RA, Brownstein D, Gausche-Hill M. The pediatric assessment triangle: a novel approach for the rapid evaluation of children. Pediatr Emerg Care. 2010; 26:312-5. 12. Gausche-Hill M, Eckstein M, Horeczko T, McGrath N, Kurobe A, Ullum L, Kaji AH, Lewis RJ. Paramedics accurately apply the pediatric assessment triangle to drive management. Prehosp Emerg Care. 2014;18:520-30. 13. Kushartono H, Pudjiadi A. Syok. Dalam : Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. Unit Kerja Koordinasi ERIA : Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011. hlm. 108-11 14. Wheeler DS, Basu RK. Pediatric shock : an overview. Open Pediatric Med Jour. 2013;7:2-9. 15. Pediatric Acute Lung Injury Consensus Conference Group. Pediatric acute respiratory distress syndrome: consensus recommendations from the Pediatric Acute Lung Injury Consensus Conference. Pediatr Crit Care Med. 2015 Jun;16:428-39. 16. Ventre KM, Arnold JH. Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome. Dalam: Nichols DG, penyunting. Rogers’ 30
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan textbook of pediatric intensive care. Edisi ke-4. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2008. h. 731-51. 17. Orloff KE, Turner DA, Rehder KJ. The current state of pediatric acute respiratory distress syndrome. Pediatr All Immun Pulmo. 2019;32 : 35-44 18. Setyabudhy. Mangunatmadja I, Yuliarto S. Evaluasi diagnosis dan tatalaksanan penurunan kesadaran pada anak. Dalam : Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. Unit Kerja Koordinasi ERIA : Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011. hlm . 18-28. 19. Latief A, Pudjiadi AH, Kushartono H, Malisie R, editor (penyunting). Rawat intensif. Dalam: Buku panduan pelayanan emergensi, rawat intermediet dan rawat intensif anak. Jakarta : Unit Koordinasi Kerja Emergensi dan Rawat Intensif Anak IDAI;2016 hlm. 25-6. 20. Teheux L, Verlaat CW, Lemson J, Draaisma JMT, Fuijkschot J. Risk stratification to improve Pediatric Early Warning Systems: it is all about the context. Eur J Pediatr. 2019;178 :1589-96. 21. Monaghan A. Detecting and managing deterioration in children. Paediatr Nurs. 2005;17:32-5. 22. Leteurtre S, Duhamel A, Salleron J, Grandbastien B, Lacroix J, Leclerc F.. PELOD-2: an update of the Pediatric Logistic Organ Dysfunction Score. Crit Care Med. 2013;41:1761-73. 23. Latief A, Chairulfatah A, Alam A, Pudjiadi A, Malisie RF, Hadinegoro SR. Pedoman nasional pelayanan kedokteran Ikatan Dokter Anak Indonesia: diagnosis dan tatalaksana sepsis pada anak. Indonesia: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2016 : hlm. 1-47 24. Dewi R, Christie CD, Wardhana A, Fadhilah R, Pardede SO. Pediatric Logistic Organ Dysfunction-2 (Pelod-2) score as a model for predicting mortality in pediatric burn injury. Ann Burns Fire Disasters. 2019;32:135-42. 25. Dewi R, Fatimatuzuhroh F. Profil pasien sakit kritis yang dirawat di Pediatric Intensive Care Unit Rumah sakit Cipto 31
Rismala Dewi Mangunkusumo berdasarkan sistem skoring Pediatric Logistic Organ Dysfunction-2. Sari Pediatri. 2019;21 : 37-43 26. Menezes FS, Nogueira PCK. Malnutrition as an independent predictor of clinical outcome in critically ill children. Nutrition.. 2012;28:267-70. 27. Matics TJ, Sanchez-Pinto LN. Adaptation and Validation of a Pediatric Sequential Organ Failure Assessment Score and Evaluation of the Sepsis-3 Definitions in Critically Ill Children. JAMA Pediatr. 2017;17:e172352. 28. Singer M, Deutschman CS, Seymour CW, et al. The Third International Consensus Definitions for Sepsis and Septic Shock (Sepsis-3). JAMA. 2016;315 : 801-10. 29. Goncalves JP, Severo M, Rocha C, Jardim J, Mota T, Ribeiro A. Performance of PRISM III and PELOD-2 scores in a pediatric intensive care unit. Eur J Pediatr. 2015 ; 174 : 1305-10. 30. Dewi R. Pediatric Sequential Organ Failure Assessment Score: modifikasi sistem skor pada sepsis anak. J Indon Med Assoc. 2020;70:32-7 31. Badan Perencanaan Pengembangan Nasional. Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia 2015. Jakarta: Kementerian Perencanaaan Pembangunan Nasional; 2015 32. Peraturan Menteri Kesehatan No. 19 Tahun 2016 tentang Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu. Jakarta; 2016. 33. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. Profil Anak Indonesia 2020. Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia; 2020 34. Royal College of Paediatrics and Child Health, NHS Improvement. A safe system for recognising and responding to children at risk of deterioration, 2016. [diakses tanggal 6 Maret 2021]. Tersedia di http://www.rcpch. ac. uk/ safer- system- children- risk- deterioration. 32
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan 35. Gausche-Hill M, Fuchs S, Yamamoto L. APLS: The Pediatric Emergency Medicine Resource. Sudbury, MA: Jones & Bartlett, American Academy of Pediatrics and American College of Emergency Physicians; 2004. 36. Ralston M, Hazinski MF, Zaritsky A, Schexnayder SM, Kleinman ME, eds. PALS Provider Manual. Dallas: American Heart Association; 2006. 37. Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Peta Sebaran, 2021. [diakses tanggal 13 Maret 2021]. Tersedia di https://covid19.go.id/peta-sebaran. 38. Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Mutasi, varian dan strain virus, 2021. https://covid19.go.id/p/masyarakat-umum/mutasi-varian-dan- strain-virus. UNTAIAN UCAPAN TERIMA KASIH Hadirin yang saya hormati, Mengakhiri pidato ilmiah ini, sekali lagi saya memanjatkan puji syukur alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya kepada kami sekeluarga. Banyak sekali pihak yang berperan dan berjasa, memberikan dukungan dan bimbingan, kepada saya sehingga mengantar saya ke jenjang Guru Besar ini. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak, namun karena keterbatasan waktu yang tersedia, perkenankan saya dengan segala kerendahan hati memohon maaf karena tidak dapat menyebutkan satu persatu secara lengkap. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, B.A, M.B.A yang telah menetapkan dan mengangkat saya sebagai Guru Besar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Terima kasih banyak kepada 33
Rismala Dewi Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan Tinggi, Prof. Ir. Nizam, M.Sc. D.I.C, Ph.D. yang mendukung, menyetujui, dan memproses usulan dari Rektor Universitas Indonesia. Penghargaan yang tinggi saya haturkan kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia Ir. Budi Gunadi Sadikin, CHFC, CLU, yang mendukung saya memperoleh jabatan Guru Besar. Terima kasih banyak kepada Rektor Universitas Indonesia Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D beserta Majelis Wali Amanah Universitas Indonesia yang telah mengusulkan pengangkatan saya kepada Menristekdikti. Terima kasih pula untuk Dewan Guru Besar UI yang diketuai oleh Prof. Dr. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A., beserta seluruh anggota yang telah menyetujui dan menerima saya untuk menjadi salah satu anggota dewan yang terhormat ini. Demikian pula kepada Prof. Heru Suhartanto, Drs. M.Sc, Ph.D dan seluruh anggota Komite V Demosi dan Promosi Dewan Guru Besar UI yang telah mendukung usulan guru besar dari FKUI. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Ketua Senat Akademik Universitas Indonesia, Prof. Nachrowi Djalal Nachrowi, M.Sc., M.Phil., Ph.D dan seluruh anggota Senat Akademik UI yang telah mendukung usulan guru besar saya. Terima kasih saya sampaikan kepada Prof. Dr. dr. Ichramsyah Rahman, Sp.OG(K), sebagai tim penilai angka kredit, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI dan Prof. dr. Saleha Sungkar, DAP&E, MS, Sp.ParK sebagai Ketua Tim Penilai Angka Kredit calon lektor kepala dan profesor FKUI atas perhatian dan dukungannya selama ini. Terima kasih banyak kepada Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang diketuai oleh Prof. Dr. dr. Siti Setiati, Sp.PD, K-Ger, FINASIM beserta seluruh anggota Dewan Guru Besar FKUI yang mendukung pengusulan saya menjadi guru besar. Terima kasih banyak kepada Prof. Dr. dr. Hardiono D. Pusponegoro, Sp.A(K) dan Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K) sebagai promotor 34
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan guru besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI yang telah mendukung usulan guru besar ini. Begitu pula, kepada Prof. Dr. dr. Bambang Supriyatno, Sp.A(K) dan Prof. Dr. dr. Mulyadi M. Djer, Sp.A(K), saya ucapkan terima kasih atas kesediaannya meluangkan waktu sebagai reviewer makalah usulan guru besar saya. Terima kasih banyak kepada Dekan FKUI Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP, beserta Wakil Dekan Bidang Pendidikan Penelitian dan Kemahasiswaan Dr. dr. Dwiana Ocviyanti, Sp.OG(K) dan Wakil Dekan Bidang Sumber Daya, Ventura, dan Administrasi Umum dr. Anis Karuniawati, Sp.MK(K), Ph.D., yang telah mendukung dan mengusulkan saya kepada Rektor UI. Serta jajaran Dekanat FKUI Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K), Dr. dr. Yuli Budiningsih, Sp.F, Dr.dr. Murti Andriastuti, Sp.A(K), Dr. dr. Em Yunir, Sp.PD-KEMD, Dr. dr. Rahyussalim, Sp.OT(K), Dr. dr. Andon Hestiantoro, Sp.OG(K), M.P.H. atas segala perhatian dan dukungan yang diberikan kepada saya dalam pengusulan saya sebagai guru besar, dan Dini Trisnowati, SE, Koordinator Sumber Daya Manusia Dekanat FKUI beserta stafnya yang telah membantu memproses pengurusan guru besar saya. Kepada Dekan dan jajaran dekanat FKUI terdahulu saya ucapkan terima kasih atas dukungan terhadap saya. Terima kasih juga kepada Direktur Utama RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dr. Lies Dina Liastuti, Sp.JP(K), M.A.R.S, beserta seluruh jajaran direksi dan staf kepegawaian RSCM yang telah memberikan kesempatan untuk bekerja, belajar, dan mengembangkan keilmuan sesuai minat masing-masing. Demikian pula ucapan terima kasih saya sampaikan untuk Direktur utama dan jajaran direksi RSCM terdahulu. Terima kasih banyak kepada ketua Departemen IKA FKUI-RSCM, Prof. Dr. dr. Aryono Hendarto, Sp.A(K), M.P.H. dan jajaran koordinator serta staf medis dan non- medis atas segala dorongan, dukungan, dan kemudahan selama masa persiapan pengusulan guru besar sampai saat acara pengukuhan ini. 35
Rismala Dewi Terima kasih banyak kepada para mantan Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI Prof. Dr. dr. Iskandar Wahidiyat, Sp.A(K), Prof. dr. Sofyan Ismael, Sp.A(K), Prof. dr. Asril Aminullah, Sp.A(K), Prof. dr. Arwin A.P. Akib, Sp.A(K), Prof. Dr. dr. Bambang Supriyatno, Sp.A(K), yang mempercayai saya sebagai pengajar, dan memberi kesempatan untuk mengembangkan ilmu. Kepada Prof. dr. Sofyan Ismael, Sp.A(K), saya menghaturkan terima kasih yang setinggi-tingginya, telah menerima dan mendukung saya dimulai sebagai peserta program dokter spesialis anak, staf medik di Departemen IKA FKUI-RSCM hingga saat ini menjadi guru besar. Beliau adalah contoh panutan bagi staf muda yang patut diteladani. Saya juga menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Sudigdo Sastroasmoro, Sp.A(K), yang telah membimbing program doktoral saya dan memberikan banyak asupan, kritikan membangun yang memicu motivasi saya untuk terus berkarya, sekali lagi terima kasih bapak. Ucapan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada Prof. Dr. dr. Bambang Supriyatno, Sp.A(K), yang selalu memberikan semangat, motivasi dan sangat berperan dalam perjalanan saya sejak awal sebagai staf muda, memfasilitasi hingga saya bisa menjalani fellowship di Nebraska Medical Centre, University of Nebraska, USA, menjadi konsultan emergensi dan rawat intensif anak, serta membimbing program doktoral hingga sampai sekarang ini menjadi guru besar. Apresiasi yang setinggi-tingginya. Saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada guru besar lain di Departemen Ilmu Kesehatan Anak yang telah berjasa dan memberikan teladan yakni Prof. dr. Iskandar Wahidiyat, Sp,A(K), Prof. dr. Widhodho T. Karyomanggolo, Sp.A(K), Alm. Prof. dr. H. E. Monintja, Sp.A(K), Prof. dr. Rachma F. Boedjang, Sp.A(K), Alm. Prof. dr. Rulina Suradi, Sp.A(K), Alm. Prof. Dr. dr. Soemarmo, Sp.A(K), Alm. Prof. Dr. dr. S. Moeslichan Marzuki, Sp.A(K), Prof. dr. Asril Aminullah, Sp.A(K), Alm. Prof. dr. Corry S. Matondang, 36
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan Sp.A(K), Alm. Prof. Hardjono Abdurrachman, Sp.A(K), alm. Prof. dr. Bambang Madiyono, Sp,JP, Sp.A(K), Alm. Prof. dr. Husein Alatas, Sp.A(K), Prof. dr. Sofyan Ismael, Sp.A(K), Prof. dr. Taslim Soetomenggolo, Sp.A(K), Prof. dr. Mardjanis Said, Sp.A(K), Prof. dr. Taralan Tambunan, Sp.A(K), Prof. dr. Soepardi Sudibyo, Sp.A(K), Prof. dr. Djajadiman Gatot, Sp.A(K), Prof. dr. Sudigdo Sastroasmoro, Sp.A(K), Prof. dr. Arwin A.P. Akib, Sp.A(K), Prof. Dr. dr. Sri Rezeki H. Hadinegoro, Sp.A(K), Alm. Prof. Dr. dr. Agus Firmansyah, Sp.A(K), Prof. Dr. dr. Hardiono Pusponegoro, Sp.A(K), Prof. dr. Jose R. L. Batubara, Ph.D, Sp.A(K), Prof. Dr. dr. Zakiudin Munasir, Sp.A(K), Prof. Dr. dr. Sukman Tulus Putra, Sp.A(K), Prof. Dr. dr. Partini Pudjiastuti, Sp.A(K), Prof. Dr. dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A(K) M. Trop. Med., Prof. Dr. dr. Soedjatmiko, Sp.A(K), Prof. Dr. dr. Badriul Hegar Syarif, Ph.D, Sp.A(K), Prof. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K), Ph.D, Prof. Dr. dr. Bambang Supriyatno, Sp.A(K), Prof. Dr. dr. Aryono Hendarto, Sp.A(K), Prof. Dr. dr. Mulyadi M. Djer, Sp.A(K), Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K), Prof. Dr. dr. Hanifah Oswari, Sp.A(K), Prof. Dr. dr. Hartono Gunardi, Sp.A(K), Prof. Dr. dr. Najib Advani, Sp.A(K), Prof. Dr. dr. Pustika Amalia, Sp.A(K), MPH, Prof. Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp.A(K) FAAP, FRCPI (Hon.), Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A(K), dan Prof. Dr. dr. Pramita Gayatri, Sp.A(K). Demikian juga untuk staf yang telah purna bakti, terima kasih atas bimbingan dan tauladan yang diberikan selama ini. Kepada semua kepala divisi, staf senior, teman-teman dan adik-adik staf Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, saya mengucapkan terima kasih atas kerjasama yang sangat baik dan kebersamaan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak selama ini. Ucapan terima kasih saya yang sebesar-besarnya dan tiada batasnya kepada para sesepuh dan senior divisi ERIA IKA-FKUI/RSCM, Alm. dr. Yani Ahyar Kasim, Sp.An, Sp.A(K) yang telah mengajarkan dan memperkenalkan saya dasar-dasar ilmu anestesi dan perawatan intensif, beruntung sekali sempat bertemu beliau saat beliau masih hidup. Terima kasih yang dalam dihaturkan juga kepada dr. Darlan Darwis, Sp.A(K) yang selalu mendorong saya untuk terus maju dan 37
Rismala Dewi dengan sabar memberi nasehat untuk semua masalah yang dihadapi, merci mille fois. Kepada dr. Imral Chair, Sp.A(K), saya ucapkan terima kasih atas bimbingannya selama saya menjadi staf di ERIA FKUI- RSCM, semoga selalu diberi kesehatan dok. Terima kasih dihaturkan kepada dr. Abdul Latief, Sp.A(K) yang senang bercanda dan easy going sehingga beliau terlihat tidak stres sebagai intensivis, dan selalu mengajarkan saya untuk meningkatkan keterampilan dibidang ERIA. Terima kasih banyak saya sampaikan kepada Dr. dr. Antonius H. Pudjiadi, Sp.A(K), yang selalu memberi saran dan penyegaran terhadap keilmuan saya, meskipun terasa jauh untuk menjangkau keilmuan beliau. Terima kasih saya yang tiada henti untuk adik-adik saya di divisi ERIA, Dr. dr. Irene Yuniar, Sp.A(K), dr. Yogi Prawira, Sp.A(K), dr. Niken Wahyu Puspaningtyas, Sp.A(K), dr. Tartila, Sp.A, dan adik bungsu dr. Sharfina Fulki Sp.A, atas kerjasama yang harmonis, saling membantu, dan mendukung untuk melaksanakan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi dan pengembangan karir bersama, sehingga saya dapat mencapai jabatan ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan pada Ns. Asmaroh yang penyabar, Ns. Juanda Mutifa, Ns, Jojor Sihotang dan seluruh perawat PICU RSCM, yang telah bekerjasama dengan baik saling belajar untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi anak-anak yang membutuhkan perawatan intensif. Terima kasih juga kepada adik-adik yang sejak awal membantu kelengkapan proses usulan guru besar ini dr. Imanuela Hartono, dr. Rifka Fadhilah, dr. Lazuardi Fadhlulah, dr. Risa Imanillah dan dr. Reynaldo Rahima Putra yang membuat beban saya terasa ringan dengan segala kegiatan yang menyita waktu. Terima kasih tak terhingga kepada para guru besar, sesepuh, dan rekan sejawat, para pakar ERIA anggota Unit Kerja Koordinasi ERIA dari berbagai Fakultas Kedokteran di Indonesia dan RS jejaring yang telah banyak berperan dalam memajukan ERIA di Indonesia dan memperkaya pengetahuan saya mengenai ilmu kegawatdaruratan dan perawatan intensif anak. 38
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan Terima kasih banyak untuk pahlawan tanpa tanda jasa yaitu semua guru-guru saya sejak taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas di Bandung. Demikian pula, kepada pahlawan yang mendidik saya di FK UNPAD dan FKUI. Berkat jasa beliau-beliau di masa pendidikan maka saya dapat mencapai jabatan ini. Ungkapan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan setinggi- tingginya kepada almarhumah ibu saya Dra. Zismal Azis, seorang guru, yang telah melahirkan dan membesarkan saya dengan penuh kasih sayang dan doa, bekerja keras agar saya dapat mencapai jenjang pendidikan setinggi-tingginya, apalagi setelah bapak meninggal dunia. Beliau bekerja keras seorang diri untuk menghidupi dan menyekolahkan kelima anak-anaknya, terima kasih ‘mama’, maafkan belum sempat membalas semua pengorbanan mama. Kepada almarhum ayah saya Banua Matnali Harahap, sosok bapak yang tegas dan bertanggung jawab yang telah membesarkan saya dan meletakkan dasar-dasar kehidupan, walaupun bapak berpulang saat saya masih mahasiswa kedokteran. Semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosa, melapangkan kubur, dan memberikan tempat terbaik bagi Bapak dan Mama di sisi-Nya. Aamiin ya rabbal’alamin. Demikian pula, terima kasih yang tak terhingga kepada almarhumah ibu mertua saya Siti Alinah yang sangat disayangi mantu-mantunya karena kesabarannya, namun ibu meninggal menjelang pernikahan kami sehingga saya belum sempat merasakan sebagai mantunya. Kepada almarhum bapak mertua Marsudi Sudiro Pranoto, terima kasih selalu mendoakan dan dengan sabar mengajarkan tentang kehidupan. Terima kasih juga untuk adik-adik saya dan juga kakak dan adik ipar yang selalu mendukung dan kompak selalu. Terima kasih saya tiada henti kepada teman, sahabat saya dalam suka dan duka, imam keluarga kami, ayah dari anak-anak saya, suami tercinta Ir. Hary Sumitro, yang selalu siap siaga dengan penuh pengertian dan kesabaran mendampingi, mendukung, dan membantu saya dalam segala hal. Terima kasih honey. 39
Rismala Dewi Kepada anak-anak kami, Fachreza Imam Prathama, Faradilla Andiani Pratiwi, Farhandhito Irfan Prabowo dan Farhandhika Ikhsan Pramono, kalian adalah anugerah Allah SWT yang paling bernilai, penyejuk hati yang selalu memahami dan membahagiakan kami. Saya selalu berdoa agar kalian menjadi orang yang sholeh dan sholehah, selalu berusaha meningkatkan ilmu dan keterampilan agar berguna bagi masyarakat luas, dimanapun kalian berada nantinya. Doa bapak dan ibu bersama kalian, anak-anakku. Terima kasih yang setinggi-tingginya kepada seluruh panitia pengukuhan dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM yang diketuai oleh dr. Fatima Safira Alatas, Sp.A(K), Ph.D dan semua pihak yang terlibat dalam acara pengukuhan ini atas kerja kerasnya sehingga acara ini dapat berlangsung dengan sukses dan lancar. Bapak, Ibu, Saudara hadirin sekalian yang saya muliakan, saya juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan sekaligus permohonan maaf kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu saya selama ini, namun tidak terucap dalam pidato saya ini. Semoga kita semua selalu sehat, sukses, bahagia dan sejahtera dalam bimbingan dan lindungan-Nya. Hari ini menjadi awal amanah baru bagi saya sebagai Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Semoga segala usaha serta rencana kedepan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin ya robbal’alamin. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, saya memohon maaf atas segala kesalahan atau kekhilafan saya bila terdapat hal-hal yang tidak berkenan di hati Ibu dan Bapak sekalian. Semoga Allah melimpahkan hidayah dan rahmat-Nya kepada kita semua. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 40
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan RIWAYAT HIDUP A. DATA PRIBADI Nama : Prof. Dr. dr. Rismala Dewi, Sp.A(K) Pangkat/Golongan : Pembina/IVa NIP : 0108050367 NIDK : 0322076804 Jabatan : Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak FKUI Pekerjaan : Kepala Divisi, Staf Medis dan Pengajar Divisi ERIA, Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Tempat/Tanggal Lahir: Bandung, 22 Juli 1968 Alamat Rumah : Jl. Delman Asri IV No. 5 RT 5/ RW 11, Kebayoran Lama Utara, Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Suami : Ir. Hary Sumitro Anak : 1. Fachreza Imam Prathama, S.T. 2. Faradilla Andiani Pratiwi, S.T. 3. Farhandhito Irfan Prabowo 4. Farhandhika Ikhsan Pramono B. RIWAYAT PENDIDIKAN FORMAL 1981 : SDN Cihampelas 2, Bandung 1984 : SMPN 9 Bandung 1987 : SMAN 5 Bandung 1994 : S-1 Profesi Dokter, Universitas Padjadjaran, Bandung 2005 : Spesialis I IKA, Universitas Indonesia, Jakarta 41
Rismala Dewi 2011 : Fellow PGD/ICU Anak Departemen IKA FKUI, Jakarta 2011 : Fellow PICU, University of Nebraska Medical Center, Amerika Serikat 2015 : S-3 Ilmu Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta C. RIWAYAT PELATIHAN 2006 : Fundamental Critical Care Support, FCCS Jakarta 2009 : Pelatihan Pengembangan Keterampilan dan Teknik Instruksional, Universitas Indonesia 2009 : Pelatihan Rancangan Aplikasi, Universitas Indonesia 2010 : High Frequency Oscillatory Ventilation Course, Royal Child Hospital, Melbourne, Australia 2010 : Pediatric Fundamental Critical Care Support Course, PFCCS Jakarta 2010 : Teach the Teacher Course, APRC, Belanda 2010 : The 1st Indonesian Advanced Ventilator Workshop, IDAI, Jakarta 2010 : TOT European APLS, Amsterdam Medical Centre, Bali 2010 : Training of Trainer : Stabilisasi Neonatus, IDAI, Jakarta 2011 : Good Clinical Practise, Quintiles, Jakarta 2011 : Pelatihan Pembuatan Soal Pilihan Jamak, FKUI, Jakarta 2011 : TOT on Procedural and Surgical Skill Teaching, FKUI, Jakarta 2012 : Pelatihan Staf Pengajar sebagai Clinical Teacher, FKUI, Jakarta 2012 : Pelatihan Staf Pengajar sebagai Role Model, FKUI, Jakarta 2012 : Workshop Nasional Penguji sebagai Clinical Teacher, FKUI, Jakarta 42
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan 2013 : Pelatihan Penguji Nasional Uji Kompetensi Dokter Spesialis Anak, Kolegium IKA, Jakarta 2016 : Good Clinical Practice-refresher training, Quintiles Indonesia, Jakarta 2016 : Pediatric Bronchoscopy, Singapura 2018 : Ultrasound in Emergency, Singapura 2020 : Virtual Indonesian ECMO Course : How to Run from A to Z, RS Jantung Harapan Kita, Jakarta D. RIWAYAT PEKERJAAN 1996 -1999 : Dokter PTT, Puskesmas Waliwis, Tangerang 2008-sekarang : Staf Pengajar Departemen IKA FKUI/RSCM, Jakarta E. KEPENGURUSAN DALAM ORGANISASI PROFESI DAN SEMINAT 2011-2014 : Sekretaris Bidang III IDAI Cabang DKI Jakarta 2014-sekarang : Sekretaris IDAI Cabang DKI Jakarta 2018-sekarang : Sekretaris Bidang Pengembangan Pelayanan Tingkat Lanjutan IDI DKI Jakarta F. KEANGGOTAAN DALAM ORGANISASI PROFESI DAN SEMINAT 1996-sekarang : Anggota IDI 2006-sekarang : Anggota IDAI 2014-sekarang : Anggota Pediatric Critical Care Society 2017-sekarang : Anggota European Respiratory Society 2018-sekarang : Anggota Pediatric Cardiac Intensive Care Society 43
Rismala Dewi G. RIWAYAT KEPANGKATAN 1 September 2008 : Penata Muda Tk. I, III/b Asisten Ahli 1 Agustus 2011 : Lektor Penata, III/c 1 April 2013 : Lektor Kepala Penata Tk. I, III/d 1 Oktober 2013 : Pembina, IV/a 1 Maret 2018 : 1 Oktober 2018 : 1 Oktober 2020 : H. KARYA ILMIAH HASIL PENELITIAN YANG DIPUBLIKASI INTERNASIONAL 1. Dewi R, Tumbelaka AR, Sjarif DR. Clinical features of dengue hemorrhagic fever and risk factors of shock event. Paediatr. Indones. 2006;46:144-8 2. Saragih RAC. Mandei JM. Yuniar I. Dewi R. Pardede SO. Pudjiadi A. Latief A. Using pRIPLE criteria for acute kidney injury in critically ill children. Paediatr. Indones. 2013;53:33-6 3. Dewi R, Supriyatno B, Madjid AS, Gunanti G, Lubis M. The effects of colloids or crystalloids on acute respiratory distress syndrome in swine (Sus scrofa) models with severe sepsis: analysis on extravascular lung water, IL-8, and VCAM-1. Med J Indo. 2016;25:33-8 4. Yuniar I, Setyaningtyas A, Pudjiadi AH, Latief A, Sudarmo SM, Kushartono H, Dewi R. A randomized controlled trial: Changes of serum sodium levels in children with diarrhea moderate dehydration receiving rehydration therapy with standard hypotonic solution or balanced solution. Critical Care Shock. 2016;19:44-53 5. Saragih RAC, Pudjiadi AH, Tambunan T, Satari HI, Aulia D, Bardosono S, Munasir Z,Lubis M, Dewi R. Correlation between 44
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan urinary albumin to creatinine ratio and systemic glycocalyx degradation in pediatric sepsis. Medical Journal of Indonesia. 2018;27(3):194-200 6. Dewi R, Christie CD, Wardhan A, Fadhilah R, Pardede SO. Pediatric Logistic Organ Dysfunction-2 (PELOD-2) Score as a Model for Predicting Mortality in Pediatric Burn Injury. Annals of Burns and Fire Disasters XXXII. 2019;h. 135-42. 7. Dewi R. Silitonga FGM. Mangunatmadja I. Impact of albumin levels on clinical outcomes in children underwent abdominal surgery. Paediatr. Indones. 2020;60(3):14 8. Alfarizi AB, Pudjiadi AH, Dewi R. Left ventricular end-diastolic volume index as a predictor of fluid responsiveness in children with shock. Critical Care Shock. 2020;3(3):125-35 I. KARYA ILMIAH HASIL PENELITIAN YANG DIPUBLIKASI NASIONAL 1. Supriyatno B, Dewi R, Indawati W. Penggunaan MgSO4 pada asma serangan berat: laporan kasus. Sari Pediatri. 2009;11:155-8 2. Dewi R, Ambarsari CG. Peran Kortikosteroid Dalam Pencegahan Stridor Pasca-Ekstubasi Pada Anak. Sari Pediatri. 2011;13:14-20 3. Dewi R, Mangunatmadja I, Yuniar I. Perbandingan full outline of unresponsiveness score dengan glasgow coma scale dalam menentukan prognostic pasien sakit kritis. 2011;13:215-20 4. Laila L, Rohsiswatmo R, Oswari H, Setyanto DB, Tjitra T, Dewi R. Efektivitas T-piece resuscitation sebagai pengganti continuous positive airway pressure pada bayi prematur dengan distres napas. Sari Pediatri. 2013;14:374-8 5. Dewi R. Rahayu T. Kadar C-Peptida dan Skor PELOD-2 Sebagai Prediksi Prognosis Pasien Sepsis dengan Hiperglikemia. J Indo Med Assoc. 2015;65:596-600 45
Rismala Dewi 6. Septhiandhi N, Dewi R, Yanuarso PB, Ifran EKB, Amelia N, Hidayati EL. Insiden hiponatremia pasca operasi mayor pada anak diruang rawat intensif. Sari Pediatri. 2016;17:327-34 7. Dewi R. Tinjauan Pustaka penilaian kesadaran pada anak sakit kritis: Glasgow coma scale atau full outline of unresponsiveness score. Sari Pediatri. 2016;17:401-6 8. Hartawan INB, Pudjiadi AH, Latief A, Dewi R, Yuniar I. Validitas stroke volume variation dengan ultrasonic cardiac output monitor (USCOM) untuk menilai fluid responsiveness. Sari Pediatri. 2016;17:347-72 9. Purnomosidi MA, Dewi R, Gunanti G, Siswandi R, Rahmiati DU. Indeks Eritrosit Anak Babi (Sus scrofa) yang Diinduksi Sepsis Pascaresusitasi Cairan. ARSHI Vet Lett. 2017;1 (2): 21- 2 10. Dewi R, Kaltha K, Wardhana A, Yanuarso BP. Association between serum albumin and the success of fluid resuscitation in children hospitalized in ciptomangunkusumo hospital burn centre. Jurnal Plastik Rekonstruksi. 2018;2:226-33 11. Pasaribu HER, Pudjiadi AH, Dewi R. Peningkatan Kadar Troponin-I Paska Resusitasi Cairan pada Sus Scrofa Sebagai Model Hewan Coba Renjatan. Jurnal Ilmu Kedokteran. 2018;12(1):7-12 12. Dewi R, Fatimatuzuhroh F. Profil pasien sakit kritis yang dirawat di Pediatric Intensive Care Unit Rumah sakit Cipto Mangunkusumo berdasarkan sistem skoring Pediatric Logistic Organ Dysfunction-2. Sari Pediatri. 2019;21(1) : 37- 43 13. Dewi R, Judith A. Penggunaan kloral hidrat oral dibandingkan ketamin intramuskular sebagai agen sedasi pratindakan invasif pada anak. Sari Pediatri. 2020;22(1):49-56 14. Dewi R, Assyidique IZ, Supriyatno B. Perbandingan Pediatric Early Warning Score dan Nursing Early Warning Scoring System dalam Mengidentifikasi Deteriorasi Klinis Pasien 46
Kegawatdaruratan Pada Anak : Seberapa Jauh Kita Melangkah, Menentukan Generasi Penerus Di Masa Depan Anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Sari Pediatri. 2020;21(6):333-8 J. KARYA ILMIAH BUKAN HASIL PENELITIAN YANG DIPUBLIKASIKAN 1. Dewi R. Sepsis pada anak : pola kuman dan uji kepekaan. Majalah Kedokteran Indonesia. 2011;61:101-6 2. Dewi R. Syok hipovolemik pada anak. Naskah Lengkap Simposium Nasional Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan LXI. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 2012. h. 103-9. ISBN 978-979-8271-39-7 3. Dewi R. Terapi oksigen pada anak. Naskah Lengkap Simposium Nasional Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan X. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012. h. 103-9. ISBN 978-979-8271-39-7 4. Dewi R. Asidosis laktat dalam kondisi akut. Naskah Lengkap Simposium Nasional Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan LXVI. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 2014. h. 112-20.. ISBN 978-979-8271-46-5 5. Dewi R. Sepsis in children. Majalah Kedokteran Indonesia. 2014;64:38-45. 6. Dewi R. Knowledge and soft skill update to improve child health care. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XII. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta. ISBN 978-602-70285-2-4 7. Dewi R. Tatalaksana cairan pada anak sakit kritis. Naskah Lengkap Simposium Nasional Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XII. Jakarta: Departemen : Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta. 2015. h. 15-20. ISBN 978-602- 70285-2-4 8. Dewi R. Tatalaksana luka bakar pada anak. Naskah Lengkap Simposium Nasional Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan LXVIII. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI;2015. h. 1-10. ISBN 978-979-8271-50-2 47
Search