Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Ebook MODUL PSIKOTERAPI BERBASIS VIDEO

Ebook MODUL PSIKOTERAPI BERBASIS VIDEO

Published by Lembaga Penerbit, 2021-06-22 02:10:53

Description: Ebook MODUL PSIKOTERAPI BERBASIS VIDEO

Keywords: PSIKOTERAPI

Search

Read the Text Version

fakultas kedokteran MODUL PSIKOTERAPI BERBASIS VIDEO UNTUK PASIEN COVID-19 DALAM RUANG PERAWATAN ISOLASI Tim Penyusun: dr. Heriani, SpKJ(K) dr. Sylvia Detri Elvira, SpKJ(K) dr. Petrin Redayani Lukman, SpKJ), MPdKed dr. Alfi Fajar Almasyhur, BMedSc (Hons) dr. Leonita Ariesti Putri, MSc dr. Alvin Saputra Departemen Medik Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta 2021 Halaman i

Modul Psikoterapi Berbasis Video Untuk Pasien Covid-19 Dalam Ruang Perawatan Isolasi / Oleh: Departemen Medik Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - Jakarta: UI Publishing, 2021. vi, 28 hlm. ; A4 E-ISBN : 978-623-333-049-7 (PDF) Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa ijin tertulis dari penulis dan penerbit. Cetakan 2021 Diterbitkan pertama kali oleh UI Publishing Anggota IKAPI & APPTI, Jakarta Website: www.uipublishing.ui.ac.id email: [email protected] Dicetak oleh UI Publishing Isi diluar tanggung jawab percetakan Halaman ii

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan izin-Nya kami dapat diberikan kesehatan untuk menjalani berbagai aktivitas, dan menyelesaikan pembuatan modul dengan baik. Modul Psikoterapi Berbasis Video untuk Pasien COVID-19 dalam Ruang Perawatan Isolasi ini telah kami rancang sebagai bentuk kontribusi dari Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia terhadap masalah kesehatan jiwa terkait pandemi COVID-19. Modul ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan khususnya yang bergerak di bidang kesehatan jiwa, untuk membantu pasien – pasien yang sedang menjalani perawatan di ruang isolasi COVID-19. Modul ini berisi materi tentang teori relaksasi, mengelola pikiran dan perasaan, serta mindfulness yang dilengkapi dengan langkah – langkah melaksanakan ketiga teknik psikoterapi berbasis video tersebut, bagi pasien di ruang perawatan isolasi COVID-19. Modul psikoterapi berbasis video ini disusun dengan tujuan untuk memberikan alternatif metode psikoterapi bagi pasien yang dirawat di ruang isolasi yang dibatasi oleh jarak maupun pencegahan infeksi sehingga tidak memungkinkan dilaksanakan dengan tatap muka secara langsung. Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Dekan FKUI, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB yang telah memberikan dukungan pada departemen kami dalam penyusunan modul ini. Kami juga mengucapkan terima kasih pada KEMENRISTEK/BRIN atas dukungan pendanaan yang diberikan untuk pelaksanaan pembuatan modul. Semoga modul ini dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas kesehatan jiwa masyarakat Indonesia di masa pandemi COVID-19 ini. Dr. dr. Kristiana Siste Kurniasanti, SpKJ(K) Kepala Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Halaman iii



DAFTAR ISI PENDAHULUAN..........................................................................................................1 Latar Belakang..........................................................................................................1 Dampak Psikologis...................................................................................................1 Layanan Psikoterapi pada Era Pandemi..................................................................2 REFERENSI.............................................................................................................3 MATERI 1 DISTRES....................................................................................................4 Definisi Distres..........................................................................................................4 Mengukur Skala Distres............................................................................................4 REFERENSI.............................................................................................................7 MATERI 2 PSIKOTERAPI............................................................................................9 Peran Psikoterapi dalam Mengatasi Distres.............................................................9 Jenis Psikoterapi.......................................................................................................9 REFERENSI:..........................................................................................................10 MATERI 3 RELAKSASI.............................................................................................12 Dampak Kecemasan dan Manfaat Relaksasi.........................................................12 Deep and Slow Breathing.......................................................................................13 Progressive Muscle Relaxation..............................................................................15 REFERENSI...........................................................................................................17 MATERI 4 MENGELOLA PIKIRAN DAN EMOSI......................................................18 Model Kognitif.........................................................................................................18 Cognitive Errors......................................................................................................19 Mengelola Pikiran dan Emosi.................................................................................21 REFERENSI...........................................................................................................22 MATERI 5 MINDFULNESS........................................................................................23 Definisi Mindfulness................................................................................................23 Keterampilan Mindfulness......................................................................................23 Latihan Mindfulness................................................................................................25 REFERENSI...........................................................................................................26 MATERI 6 PELAKSANAAN PSIKOTERAPI BERBASIS VIDEO.............................27 Mempersiapkan Sarana dan Prasarana.................................................................27 Mempersiapkan Pasien/Klien.................................................................................27 Prosedur Pelaksanaan...........................................................................................28 Halaman v

DAFTAR TABEL & DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL Tabel 1. Klasifikasi jenis psikoterapi oleh Wolberg.......................................................9 Tabel 2. Kelompok otot yang terlibat dalam latihan PMR...........................................16 Tabel 3. Pengaruh pikiran otomatis terhadap perasaan dan perilaku seseorang......19 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Postur selama melakukan pernapasan diafragma pada posisi supine....14 Gambar 2. Model kognitif yang dikembangkan oleh Beck.........................................18 Gambar 3: Latihan Menjabarkan................................................................................25 Halaman vi

PENDAHULUAN MATERI 1: DISTRES Latar Belakang Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus SARS- CoV-2. Kasus COVID-19 pertama kali diidentifikasi di Wuhan, China pada akhir tahun 2019 sebagai sekelompok kasus pneumonia yang tidak dapat dijelaskan. Selanjutnya diketahui bahwa kasus pneumonia yang tidak dapat dijelaskan tersebut disebabkan oleh SARS-CoV-2 dan disebut sebagai penyakit COVID-19 oleh World Health Organization (WHO). Pada Januari 2020, WHO menyatakan wabah penyakit virus corona baru (COVID-19) sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat dalam tingkat Internasional (Public Health Emergency of International Concern) dan kemudian sebagai wabah pandemik pada bulan Maret 2020.1 Penambahan jumlah kasus COVID-19 ini terjadi dengan cukup cepat, serta sudah terjadi penyebaran antar negara.2 Pandemi coronavirus disease 2019 (COVID-19) merupakan kondisi yang cukup serius memengaruhi kehidupan di berbagai belahan dunia. Hingga awal Agustus 2020, WHO mencatat terdapat 17.660.523 kasus dan 680.894 kematian terkait dengan penyakit ini.3 Penilaian risiko oleh WHO terhadap penyakit ini telah menunjukkan risiko sangat tinggi pada tingkat global, yang memperlihatkan bahwa pengaruh penyakit tersebut sangat besar. Indonesia juga merupakan salah satu negara di dunia yang juga mengalami dampak dari pandemi COVID-19 ini. Jumlah kasus di Indonesia hingga awal September 2020 berjumlah 207.203 kasus positif COVID-19, 147.510 di antaranya sembuh dan 8.456 meninggal.3 Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan telah merencanakan berbagai tindakan untuk pencegahan serta pengendalian COVID-19 di Indonesia. Tindakan tersebut berupa surveilans, deteksi dini, contact tracing, karantina kesehatan, penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)/wabah, manajemen klinis, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), pengelolaan spesimen dan konfirmasi laboratorium, serta melaksanakan komunikasi risiko dan pemberdayaan masyarakat.2 Dampak Psikologis Dalam penatalaksanaan individu yang telah terinfeksi COVID-19 dan membutuhkan pemeriksaan maupun tata laksana lebih lanjut, perawatan pasien dalam ruang isolasi di rumah sakit merupakan intervensi yang dapat dilakukan.2 Selama masa perawatan dalam ruang isolasi di rumah sakit tersebut, berbagai faktor dapat memengaruhi kondisi psikologis pasien hingga akhirnya mengalami kondisi yang tidak diinginkan. Studi tentang efek dari perawatan di ruang isolasi terhadap pasien di rumah sakit menunjukkan efek negatif pada psikologis serta perilaku pasien, seperti depresi dan cemas, kemarahan dan hostilitas, serta adanya rasa ketakutan dan kesepian.4 Terdapat berbagai alasan terkait efek negatif psikologis dari isolasi tersebut yaitu berhubungan dengan ketidakpastian dan hilangnya kontrol yang berasal dari berbagai Halaman 1

PEMNADTAEHRUI 1LU: DANISTRES sumber namun terutama berasal dari isolasi itu sendiri. Selain itu, persiapan emosi sebelum dilakukannya isolasi berperan dalam mengurangi kecemasan. Edukasi pasien terkait isolasi juga berperan untuk pemahaman pentingnya dilakukan isolasi dan adaptasi lebih baik.4 Efek psikologis dari perawatan isolasi di rumah sakit tersebut juga dapat berlaku pada pasien yang COVID-19 yang menjalani perawatan di rumah sakit. Kong dkk telah melakukan studi tentang kondisi psikologis pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit Wuhan, terutama prevalensi serta faktor yang berhubungan dengan kecemasan serta depresi. Dari hasil studi tersebut yang memiliki 144 partisipan, sebanyak 34.72% partisipan memiliki gejala cemas dan sebanyak 28.47% partisipan memiliki gejala depresi. Luaran tersebut didapatkan melalui instrumen Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS). Dari hasil studi juga didapatkan kesimpulan bahwa semakin tua usia pasien, adanya infeksi pada anggota keluarga, serta kurangnya dukungan sosial lebih cenderung berkaitan dengan depresi pasa pasien. Epidemi dari COVID-19 ini menyebabkan pasien yang menjalani isolasi seringkali merasa tidak berdaya dan kesepian karena kurangnya keberadaan keluarga maupun teman sehingga tenaga medis menjadi sumber dukungan utama yang signifikan pada pasien tersebut. Dilaporkan bahwa tenaga medis di Cina tetap menjaga komunikasi terhadap pasien serta menerapkan berbagai metode dukungan psikologis untuk membantu pasien yang menjalani isolasi membangun rasa percaya diri. Sebagaimana kecemasan dan depresi pada pasien berhubungan dengan hospitalisasi yang lebih lama serta ketidakpatuhan pengobatan, maka diperlukan prevensi awal dari gangguan jiwa yang mungkin muncul pada pasien.5 Layanan Psikoterapi pada Era Pandemi Berbagai intervensi psikoterapi diketahui dapat membantu dalam situasi pandemi. Intervensi psikoterapi yang dimaksud berupa relaksasi, mengelola pikiran dan perasaan, serta mindfulness. Manfaat yang didapatkan misalnya adalah membantu mengurangi pikiran pesimis serta katastrofik tentang masa depan, mengurangi tingkat distres dan hyperarousal, serta berbagai manfaat lainnya.6 Namun, transmisi virus SARS-CoV-2 antar manusia terjadi sangat cepat, sehingga pemberian layanan psikoterapi secara tradisional tidak mudah dilakukan. Dalam masa pandemi COVID-19, isolasi sosial memiliki dampak yang besar terhadap pemberian layanan kesehatan. Dampak tersebut juga dapat dirasakan dalam pemberian layanan psikoterapi. Pemberian psikoterapi seringkali dituntut untuk beralih ke berbagai cara lain, selain sesi terapi dengan tatap muka secara langsung.7 Pemberian intervensi psikoterapi dengan menggunakan media dapat meningkatkan akses pasien terhadap layanan psikoterapi. Studi-studi mengenai pemberian psikoterapi melalui berbagai media telah banyak dilakukan. Salah satu media yang digunakan adalah rekaman video. Meta-analisis menunjukkan bahwa pemberian psikoterapi melalui media memberikan dampak terapi yang signifikan untuk berbagai gangguan jiwa.8 Halaman 2

MAPTEENRDI A1:HDUILSUTARNES Dengan berkembangnya jaman dan kemajuan teknologi, kini banyak negara telah mengembangkan dan menggunakan modalitas telepsikiatri sebagai bagian dari telemedicine. Telemedicine adalah sebuah proses penyediaan layanan kesehatan jarak jauh melalui teknologi, pada umumnya menggunakan konferensi video.9 Telepsikiatri meliputi penyediaan layanan kesehatan seperti penilaian psikiatrik, psikoterapi, psikoedukasi, dan manajemen psikofarmakoterapi. Telepsikiatri tidak hanya dapat melibatkan interaksi langsung antara dokter dan pasien, namun juga dapat melibatkan perekaman informasi medis ke dalam bentuk gambar, video, dan lainnya untuk disaksikan secara jarak jauh oleh pasien/penerima informasi kemudian hari. American Psychiatric Association telah memvalidasi penggunaan telepsikiatri dan menyatakan bahwa modalitas tersebut efektif dalam meningkatkan akses ke layanan kesehatan psikiatrik.9 Telepsikiatri dinyatakan setara dengan layanan psikiatrik tatap muka dalam hal akurasi diagnosis, efektivitas tatalaksana, kualitas layanan, dan kepuasan pasien.9 REFERENSI 1. World Health Organization. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) Situation Report – 70. 2020. 2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19). Aziza L, Aqmarina A, Ihsan M, editors. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, Direktorat jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P); 2020. 1–136 p. 3. Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Satuan Tugas Penanganan COVID-19 [Internet]. 2020. Available from: https://www.covid19.go.id 4. Abad C, Fearday A, Safdar N. Adverse effects of isolation in hospitalised patients : a systematic review. J Hosp Infect. 2010;76:97–102. 5. Kong X, Zheng K, Tang M, Kong F, Zhou J, Diao L. Prevalence and Factors Associated with Depression and Anxiety of Hospitalized Patients with COVID-19. medRxiv. 2020;1–12. 6. Huremovic D, editor. Psychiatry of Pandemics: A Mental Health Response to Infection Outbreak. Manhasset: Springer; 2019. 7. Waller G, Pugh M, Mulkens S, Moore E, Mountford V, Carter J. Cognitive-behavioral therapy in the time of coronavirus: Clinician tips for working with eating disorders via telehealth when face-to-face meetings are not possible. Int J Eat Disord. 2020;53. 8. Mayo-Wilson E, Montgomery P. Media-delivered cognitive behavioural therapy and behavioural therapy (self-help) for anxiety disorders in adults. Cochrane Database Syst Rev. 2013;9:CD005330. 9. Shore J. What is Telepsychiatry? American Psychiatric Association. 2017. Halaman 3

MATERI 1: DISTRES Definisi Distres Distres psikologis dapat diartikan sebagai keadaan menderita secara emosional terkait stresor-stresor tertentu, umumnya meliputi afek negatif dan keluhan-keluhan seperti merasa tidak nyaman, tidak tenteram, atau terganggu. Distres merupakan salah satu aspek penting dari gangguan mental, sebagaimana saat ini keberadaannya telah menjadi bagian dari kriteria definisi gangguan jiwa berdasarkan Pedoman Praktis Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III ataupun Diagnostics and Statistics Manual of Mental Disorders, 5th Edition (DSM-5). Salah satu kriteria definisi gangguan mental adalah “distres yang signifikan secara klinis atau hambatan dalam fungsi sosial, okupasional, atau fungsi penting lainnya”. 1-3 Distres berbeda dengan stres, yakni kondisi terganggunya homeostasis fisik ataupun psikologis seseorang. Stres diikuti dengan aktivasi berbagai mekanisme fisiologis atau psikologis yang bertujuan untuk mengatasi ketidakseimbangan tersebut; hal ini disebut sebagai respons stres. Respons stres dapat meliputi reaksi coping tertentu, aktivasi sistem saraf simpatik dan medula adrenal, sekresi stres hormon, serta mobilisasi sistem imun. Coping didefinisikan sebagai strategi kognitif atau perilaku yang dilakukan seseorang untuk mengatasi ataupun meminimalisasi stres yang dialaminya. Respons stres berfungsi untuk mendukung proses adaptasi fisik ataupun psikologis. Distres terjadi ketika respons stres gagal mengembalikan keseimbangan fisik ataupun psikologis yang telah terganggu, sehingga seseorang memasuki suatu kondisi negatif yang dicirikan dengan penderitaan emosional. Pada umumnya distres dapat terjadi ketika terdapat pajanan berkepanjangan terhadap suatu stresor, ataupun pajanan terhadap stresor dengan intensitas tinggi. Faktor lain yang dikatakan dapat mendukung transisi dari kondisi stres menuju distres adalah jika stresor yang dialami bersifat mendadak dan tidak terduga. Oleh karena itu, distres dapat terjadi mengikuti baik respons stres yang bersifat akut maupun kronik.4,5 Karakteristik dari distres adalah sifatnya yang sementara, yakni berkaitan dengan stresor yang ada saat itu. Distres akan menghilang bersamaan dengan menghilangnya stresor atau saat individu dapat beradaptasi dengan stresor tersebut.6 Meskipun begitu, tingkat distres yang tinggi diasosiasikan dengan kondisi psikopatologis tertentu, seperti depresi dan ansietas.7 Mengukur Skala Distres Pengukuran terhadap distres yang dialami oleh seseorang penting untuk keperluan identifikasi orang yang kemungkinan mengalami gangguan jiwa, ataupun untuk keperluan evaluasi perkembangan derajat distres selama periode tertentu. Terdapat beberapa indikator obyektif yang dapat dilakukan untuk mengukur skala distres seperti indikator fisiologis atau indikator perilaku. Contoh indikator fisiologis yang dapat digunakan untuk mengukur skala distres adalah laju nadi, tekanan darah, atau kadar hormon katekolamin dalam darah. Contoh indikator perilaku yang umum digunakan pada studi-studi kesehatan antara lain jumlah Halaman 4

MATERI 1: DISTRES hari absen kerja dalam satu tahun, jumlah hari per tahun dengan aktivitas terbatas akibat gangguan/penderitaan, dan sebagainya. Namun pengukuran indikator-indikator ini umumnya memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah, serta tidak praktis untuk dilakukan di berbagai situasi klinis.8 Metode pengukuran distres yang sering digunakan di situasi klinis adalah penggunaan skala terstandardisasi, baik yang pengisiannya dilakukan oleh individu itu sendiri (self- administered) maupun oleh klinisi atau peneliti. Umumnya skala yang digunakan berbentuk Likert dan berisi satu atau lebih pernyataan yang dijawab individu melalui pemberian nilai derajat atau intensitas berdasarkan penilaian subyektifnya. Skala terstandardisasi dapat digunakan sebagai alat evaluasi terapi, yaitu dengan melakukan pengukuran sebelum dan sesudah terapi. Selain itu, pengukuran dengan skala terstandardisasi dapat dilakukan untuk keperluan penapisan dan diagnosis.9,10 Selain pelaksanaannya yang praktis, kelebihan dari penggunaan skala terstandardisasi adalah mendapatkan informasi mengenai kondisi pasien yang sebenarnya, karena distres memang merupakan pengalaman subyektif dari pasien itu sendiri.9 Kelemahan dari pengukuran dengan penggunaan skala terstandardisasi antara lain sepenuhnya berasal dari penilaian subyektif, sehingga hasilnya dapat dipengaruhi oleh variabel perancu, misal kemampuan kognitif individu tersebut dalam memahami pertanyaan yang diberikan atau ketidakjujuran individu dalam menilai derajat distresnya.11 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengukur skala distres adalah:10 • Penentuan berapa lama jangka waktu yang hendak digunakan untuk mengidentifikasi distress. Jangka waktu yang digunakan untuk mengidentifikasi distres berbeda-beda antar berbagai skala terstandardisasi yang umum digunakan. Terdapat beberapa skala yang meminta pasien memberikan nilai terhadap distres yang dirasakannya selama 7 hingga 30 hari terakhir, ada juga yang meminta pasien memberikan nilai terhadap distres yang dirasakan hanya saat itu juga.10 • Penentuan batas skor untuk menentukan kategori distres derajat rendah atau tinggi. Pada sebagian besar studi, distres umumnya dianalisis sebagai variabel kontinyu. Namun kategorisasi ke derajat rendah dan tinggi terkadang dibutuhkan untuk keperluan penentuan prevalensi.10 Beberapa instrumen pengukuran distres yang telah digunakan secara luas di lapangan klinis antara lain The General Health Questionnaire (GHQ), Kessler 10, dan Subjective Units of Distress Scale (SUDS).10 Modul ini berfokus pada penggunaan SUDS. Instrumen SUDS dikembangkan oleh Wolpe pada tahun 1969, merupakan skala analog sederhana berisi satu pertanyaan yang bertujuan untuk menguantifikasi intensitas distres yang dirasakan oleh seseorang. SUDS sering digunakan sebagai instrumen evaluasi terapi, terutama pada sesi cognitive-behavioral therapy (CBT). Pengukuran dilakukan saat penilaian awal untuk Halaman 5

MATERI 1: DISTRES menentukan tingkat distres pasien pada baseline, selanjutnya setelah dilakukan terapi untuk menilai respons terhadap terapi. Pengukuran SUDS dapat dilakukan berulang kali selama terapi berlangsung. Contohnya adalah pada pelaksanaan exposure therapy, dimana pasien diminta mengisi SUDS sebelum diberikan pajanan, kemudian setiap 2 menit setelah pemberian dimulai hingga setelah pemberian berakhir. Pengukuran berulang ini dilakukan untuk mengetahui nilai SUDS rata-rata selama pemberian terapi serta mengidentifikasi ada atau tidaknya penurunan nilai yang reliabel.12,13 Berbagai studi telah menunjukkan bahwa SUDS memiliki validitas yang tinggi pada aspek validitas konvergen, validitas diskriminan, validitas konkuren, maupun validitas prediktif.14 Pengisian SUDS dilakukan dengan meminta pasien memberikan nilai terhadap intensitas distres yang dirasakannya. Instrumen SUDS memiliki skala nilai dari 0 (tenang, merasa nyaman sepenuhnya) hingga 100 (rasa paling tidak nyaman yang pernah dirasakan). Instrumen SUDS versi lebih ringkas dengan skala nilai 0-10 diperkenalkan oleh Wolpe pada tahun 1990.14 Tidak ada panduan khusus dalam pemberian deskripsi untuk setiap nilai intensitas pada SUDS karena penggunaannya bertujuan untuk menilai perasaan subyektif seseorang. Adapun panduan penggunaannya adalah pasien diminta memberikan nilai intensitas terhadap distres yang dialaminya saat itu juga, bukan di waktu yang lalu.12,13 Berikut salah satu contoh deskripsi tiap nilai intensitas pada skala SUDS:13 • 0: merasa nyaman sepenuhnya • 1: merasa nyaman secara umum, tidak ada distres akut yang sedang dirasakan • 2: ada distres, namun minimal; hanya dirasakan ketika dipikirkan • 3: distres ringan, namun sesaat dan bisa diatasi • 4: antara 3 dan 5 • 5: distres sedang, sering merasa tidak nyaman namun tidak sampai mengganggu aktivitas • 6: antara 5 dan 7 • 7: distres sedang, cukup mengganggu aktivitas • 8: distres berat, mengganggu konsentrasi dan aktivitas • 9: distres berat yang tidak bisa hilang dan terus merasa tidak nyaman • 10:distres sangat berat dan tidak bisa mengendalikan diri sendiri seakan-akan kewalahan (overwhelmed) Hingga kini tidak ada panduan wajib berapa penurunan nilai SUDS yang dianggap bermakna secara klinis. Kebermaknaan penurunan nilai SUDS di berbagai studi umumnya dinilai berdasarkan hasil perhitungan statistik melalui perhitungan simpang baku dari selisih rerata yang diperoleh.15 Halaman 6

MATERI 1: DISTRES REFERENSI 1. Arvidsdotter T, Marklund B, Kylen S, Taft C, Ekman I. Understanding persons with psychological distress in primary health care. Scand J Caring Sci. 2016; 30(4): 687-94. 2. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. 3rd ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017. 3. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P, editors. Kaplan & Sadocks synopsis of psychiatry: behavioral sciences/clinical psychiatry. 11th ed. United States of America: Wolters Kluwer; 2015. 4. National Research Council (US) Committee on Recognition and Alleviation of Distress in Laboratory Animals. Recognition and alleviation of distress in laboratory animals. [Internet]. Washington DC: National Academies Press (US); 2008 [cited 2020 Jul 14]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK4027/ 5. Wang Y, Wang P. Perceived stress and psychological distress among chinese physicians. Medicine (Baltimore). 2019 Jun; 98(23): e15950. 6. Phillips MR. Is distress a symptom of mental disorders, a marker of impairment, both or neither?. World Psychiatry. 2009 Jun;8(2):91-2. 7. McKenzie S, Harris MF. Understanding the relationship between stress, distress and healthy lifestyle behaviour: a qualitative study of patients and general practitioners. BMC Fam Pract. 2013; 14: 166. 8. Goyal A, Singh, S, Vir D, Pershad D. Automation of stress recognition using subjective or objective measures. Psychol Stud. 2016; 61: 348–64. 9. Constantina D, Bilge O, Cecilia E. Self-Report Questionnaires. In: Cautin RL, Lilienfeld SO, editors. The encyclopedia of clinical psychology. [Place unknown]: Wiley-Blackwell; 2015 Jan. 10. Drapeau A, Marchand A, Beaulieu-Prevost D. Epidemiology of psychological distress. In: L’Abate L, editor. Mental illnesses - understanding, prediction and control. [Place unknown]: IntechOpen; 2012. 11. Tatar A, Saltukoğlu G, Özmen E. Development of a self report stress scale using item response theory-i: item selection, formation of factor structure and examination of its psychometric properties. Noro Psikiyatr Ars. 2018 May 4; 55(2): 161-70. 12. Benjamin CL, O’Neil KA, Crawley SA, Beidas RS, Coles M, Kendall PC. Patterns and predictors of subjective units of distress in anxious youth. Behav Cogn Psychother. 2010; 38(4): 497-504. 13. Kiyimba N, O’Reilly M. The clinical use of Subjective Units of Distress scales (SUDs) in child mental health assessments: a thematic evaluation. J Ment Health. 2017 Jul 4:1-6. Halaman 7

MATERI 1: DISTRES 14. Daeho K, Hwallip B, Yong P. Validity of the subjective units of disturbance scale in EMDR. J EMDR Pract Res. 2008; 2(1): 57-62. 15. Bluett EJ, Zoellner LA, Feeny NC. Does change in distress matter? Mechanisms of change in prolonged exposure for PTSD. J Behav Ther Exp Psychiatry. 2014 Mar; 45(1): 10.1016/j.jbtep.2013.09.003. 16. Wolberg LR. The technicque of psychotherapy. 4th ed. [Place unknown]: Grune & Stratton; 1995. 17. Kashani FL, Vaziri S, Akbari ME, Mousavi SM, Far NS. Effectiveness of four-factor psychotherapy in decreasing distress of women with breast cancer. Procedia Soc Behav. 2014; 159. Doi: 10.1016/j.sbspro.2014.12.359. 18. Muntigl P. Managing distress over time in psychotherapy: guiding the client in and through intense emotional work. Front Psychol. 2020 Feb 19; 10: 3052. 19. Hoffman SG, Asnaani A, Vonk IJ, Sawyer AT, Fang A. The efficacy of cognitive behavioral therapy: a review of meta-analyses. Cognit Ther Res. 2012 Oct 1; 36(5): 427-40. Halaman 8

MATERI 2:PPSSIKIKOOTTEERRAAPPII Peran Psikoterapi dalam Mengatasi Distres Psikoterapi merupakan salah satu modalitas terapi di samping modalitas psikofarmaka dan terapi fisik untuk mengatasi berbagai pasien psikiatri dengan gangguan psikologis, perilaku, ataupun somatik. Psikoterapi adalah proses tatalaksana terhadap ketidakserasian atau gangguan mental pasien dengan pendekatan psikologis untuk:1,2 • Menghilangkan, memodifikasi, atau menurunkan gejala yang ada • Memperbaiki pola perilaku yang terganggu • Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi yang positif Yang dimaksud dengan pendekatan psikologis adalah penggunaan komunikasi adekuat baik secara verbal ataupun non-verbal antara terapis dan pasien sebagai elemen terapeutik yang diberikan. Komponen dari psikoterapi antara lain membangun hubungan interpersonal antara terapis dan pasien secara disengaja, membangun harapan akan perubahan yang positif, meningkatkan awareness pasien terhadap kondisinya sendiri, serta regulasi perilaku. Psikoterapi umumnya dilakukan dengan cara bercakap atau wawancara.2,3 Dalam pelaksanaannya, psikoterapi dapat mengatasi distres melalui membantu pasien mengidentifikasi sumber distres yang ia rasakan, memberikan kelegaan emosional melalui komunikasi empatik antara terapis dan pasien, serta meningkatkan kemampuan pasien dalam mengelola distres tersebut. Hal ini berarti psikoterapi tidak didesain untuk mengubah stresor yang ada, melainkan membantu pasien agar dapat meningkatkan penerimaan atas dirinya sendiri atau mengelola diri secara lebih efektif.2,4 Jenis Psikoterapi Psikoterapi dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, yakni psikoterapi suportif, reedukatif, dan rekonstruktif.1,2 TABEL 1. Klasifikasi jenis psikoterapi oleh Wolberg.1,2 Jenis Psikoterapi Tujuan Jenis Intervensi Suportif - Memperkuat fungsi ego • Bimbingan Reedukatif - Memperkuat mekanisme defens yang sudah ada • Penentraman - Mengubah pola perilaku dengan menia- • Desentisisasi emosional dakan kebiasaan yang tidak adaptif • Hipnosis - Membentuk perilaku baru yang lebih menguntungkan • Relaksasi otot • Terapi somatik • Mindfulness • Acceptance and commit- ment therapy • Terapi Perilaku • Terapi Kognitif • Dialectical behavioral therapy Halaman 9

MATERI 2: PSIKOTERAPI Rekonstruktif - Mencapai tilikan akan konflik-konflik • Psikoanalisis klasik nirsadar melalui usaha untuk mencapai • Psikoterapi berorientasi perubahan struktur kepribadian psikoanalisis - Meningkatkan pertumbuhan kepribadian • Psikodinamik melalui mengembangkan kepribadian • Terapi Relasi-Obyek yang lebih adaptif Psikoterapi dapat dilakukan dalam bentuk individual atau kelompok. Psikoterapi juga dapat diklasifikan berdasarkan konsep teoritis tentang motivasi dan perilaku menjadi beberapa pendekatan yakni:1 • Psikoterapi Analitik-Dinamik Psikoterapi analitik-dinamik menganggap perbaikan gejala pasien dapat dicapai melalui pendalaman terhadap aspek-aspek psikologis nirsadar pada seseorang.1 Pendekatan ini berfokus pada mengubah perasaan, pikiran, atau perilaku yang bermasalah melalui mencari maksud atau motivasi nirsadar dari hal-hal tersebut. Terapis biasanya melakukan pendalaman mengenai kejadian-kejadian di hidup pasien yang dapat berpengaruh atas terjadinya apa yang dialaminya saat ini, semisal adanya hubungan disfungsional, trauma, atau konflik yang belum teratasi. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah membuat pasien memahami hubungan antara perilakunya di masa lalu dengan saat ini.2 • Psikoterapi Kognitif Psikoterapi kognitif dilakukan dengan anggapan bahwa masalah psikologis berasal dari pemikiran-pemikiran disfungsional.1 Pendekatan ini umumnya berfokus untuk mengatasi masalah pasien saat ini, sehingga bersifat time-sensitive. Konsep dasar dari pendekatan ini adalah mengubah perasaan yang dialami melalui mengubah pemikiran pasien, terutama perasaan otomatis yang bersifat negatif. Hal ini dapat dilakukan oleh terapis dengan membantu pasien mengidentifikasi perasaan dan pikiran yang dimiliki.2 • Psikoterapi Perilaku Psikoterapi perilaku didasari oleh anggapan bahwa kelainan mental-emosional akan dapat diatasi jika penyimpangan perilaku telah dikoreksi.1 Pendekatan ini berfokus pada upaya identifikasi dan penghentian perilaku maladaptif pasien.2 Pendekatan terapi perilaku dan kognitif umum digabungkan menjadi suatu pendekatan yang disebut dengan cognitive-behavioral therapy (CBT), yakni dengan melakukan identifikasi pemikiran disfungsional yang dapat menimbulkan perilaku maladaptif.5 Halaman 10

MATERI 2: PSIKOTERAPI Berbagai studi menunjukkan bahwa tidak ada satu jenis atau pendekatan psikoterapi yang lebih unggul daripada yang lain. Adapun hal-hal yang mempengaruhi efektivitas psikoterapi antara lain tujuan terapi yang hendak dicapai, keterampilan terapis, serta motivasi pasien.6 REFERENSI: 1. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. 3rd ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017. 2. Wolberg LR. The technicque of psychotherapy. 4th ed. [Place unknown]: Grune & Stratton; 1995. 3. Kashani FL, Vaziri S, Akbari ME, Mousavi SM, Far NS. Effectiveness of four-factor psychotherapy in decreasing distress of women with breast cancer. Procedia Soc Behav. 2014; 159. Doi: 10.1016/j.sbspro.2014.12.359. 4. Muntigl P. Managing distress over time in psychotherapy: guiding the client in and through intense emotional work. Front Psychol. 2020 Feb 19; 10: 3052. 5. Hoffman SG, Asnaani A, Vonk IJ, Sawyer AT, Fang A. The efficacy of cognitive behavioral therapy: a review of meta-analyses. Cognit Ther Res. 2012 Oct 1; 36(5): 427-40. 6. Arvidsdotter T, Marklund B, Kylen S, Taft C, Ekman I. Understanding persons with psychological distress in primary health care. Scand J Caring Sci. 2016; 30(4): 687-94. Halaman 11

MATERI 3: RELAKSASI Dampak Kecemasan dan Manfaat Relaksasi Tidak jarang seseorang dalam kondisi distres mengalami kecemasan (anxiety). Seseorang dapat mengalami kecemasan jika terpapar terhadap suatu hal yang dianggap sebagai ancaman. Kecenderungan seseorang untuk menganggap sesuatu sebagai ancaman itu sendiri dipengaruhi oleh mekanisme pertahanan psikologis yang ia miliki. Kecemasan sebenarnya merupakan suatu respons yang bertujuan mempersiapkan seseorang untuk mengatasi ancaman melalui meningkatkan alertness dari kondisi fisik maupun mental seseorang. Kecemasan ditandai dengan adanya manifestasi psikologis maupun fisiologis. Manifestasi psikologis meliputi perasaan takut, tegang, dan gelisah. Kecemasan juga memengaruhi kemampuan persepsi, berpikir, dan belajar. Seseorang cenderung mengalami kebingungan, penurunan konsentrasi, gangguan persepsi, dan hanya berfokus kepada hal- hal tertentu untuk membenarkan rasa cemasnya. Cara berpikir yang selektif ini justru akan menghambat seseorang dalam mengambil langkah untuk mengatasi ancaman yang ada.1 Manifestasi fisiologis timbul melalui aktivasi sistem saraf otonom yakni jaras simpatis. Jaras simpatis menjadi sangat reaktif dan memberikan respons berlebih terhadap stimuli yang ada. Manifetasi otonom dapat timbul melalui perubahan pada sistem kardiovaskular (takikardia; berdebar-debar), gastrointestinal (diare), eksokrin (berkeringat), dan respiratori (takipnea; nafas cepat).1,2 Selain manifestasi pada sistem saraf otonom, kecemasan juga sering bermanifestasi sebagai ketegangan otot (muscle tension). Berbagai studi yang mengukur tonus otot menggunakan elektromyografi (EMG) menemukan bahwa terdapat peningkatan tonus otot pada pasien dengan gangguan kecemasan umum dibandingkan dengan orang yang sehat, terutama pada otot frontalis dan gastrocnemius. Peningkatan ini diduga timbul sebagai gejala sakit kepala atau kaku otot. Mekanisme fisiologis dari meningkatnya tonus otot dalam keadaan cemas belum diketahui secara pasti, namun diduga berhubungan dengan aktivasi sistem-sistem lain seperti interaksi antar saraf simpatis dan parasimpatis, serta aktivasi aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA).3 Teknik relaksasi merupakan salah satu pendekatan psikoterapi yang paling umum digunakan untuk mengatasi kecemasan di seluruh dunia, baik sebagai terapi tunggal atau sebagai bagian dari regimen terapi yang melibatkan metode lain, misalnya psikofarmaka dan terapi suportif. Psikoterapi relaksasi bertujuan untuk menurunkan tingkat kecemasan serta ketegangan fisik dengan membuat pasien berada dalam keadaan tenang. Respons relaksasi (relaxation response) adalah mekanisme fisiologis terintegrasi yang teraktivasi ketika seseorang melakukan aktivitas fisik maupun mental tertentu secara repetitif, tanpa memikirkan hal lain. Respons ini dapat melawan efek dari respon stres yang aktif dalam kondisi cemas.4,5 Halaman 12

MATERI 3: RELAKSASI Berbagai studi telah menunjukkan efektivitas psikoterapi relaksasi. Psikoterapi relaksasi terbukti dapat menurunkan kecemasan dan stres, meningkatkan performa kognitif dan perilaku, serta mengurangi keluhan seperti sakit kepala dan tegang otot.4,6 Beberapa studi telah mencoba melakukan pengukuran tonus otot dengan EMG sebagai salah satu variabel yang menentukan efektivitas terapi, dan didapatkan hasil penurunan tonus otot yang berbanding lurus dengan penurunan kecemasan dan keluhan tegang otot yang dilaporkan oleh pasien.2 Teknik relaksasi juga dapat menurunkan kadar kortisol, sehingga terjadi penurunan keluhan subjektif maupun somatik dari stres.5 Deep and Slow Breathing Latihan pernapasan merupakan salah satu intervensi non-farmakologis yang dapat menurunkan derajat kecemasan. Latihan ini juga terbukti efektif dalam menurunkan stres dan gejala depresi. Saat ini latihan pernapasan telah menjadi bagian dari regimen terapi untuk berbagai gangguan mental.7 Kecemasan dapat memengaruhi pengalaman subjektif pasien dalam bernapas melalui amplifikasi dari komponen sensoris aferen dari pernapasan. Proses ini dapat mengakibatkan pasien merasa tercekik, udara pernapasan yang meningkat, dan merasa sulit mendapatkan udara.8 Latihan pernapasan dapat membantu mengatasi kecemasan melalui berbagai proses fisiologis dalam tubuh yang melibatkan sistem otonom, emosi, hingga fungsi kognitif. Beberapa perubahan yang dihasilkan oleh latihan pernapasan antara lain penurunan tekanan darah, peningkatan oksigenasi, peningkatan fungsi paru, peningkatan kekuatan otot-otot pernapasan, serta peningkatan aktivitas regio frontalis kiri, midline, dan oksipitalis dari otak yang berkaitan dengan fungsi kognitif. Secara umum, latihan pernapasan menurunkan dampak dari respons stres dengan menggeser keseimbangan aktivitas sistem saraf otonom menuju dominasi aktivitas jaras parasimpatis.7,9 Salah satu teknik yang umum dilakukan adalah deep and shallow breathing (DSB). Bernapas dengan lamban dan dalam lebih efisien karena menurunkan ventilasi pada dead space paru. Napas dangkal hanya mengisi kembali udara pada dasar paru, berbeda dengan napas dalam yang mengisi kembali udara pada seluruh bagian paru. Akibatnya, pernapasan dangkal memberikan derajat oksigenasi yang lebih rendah dibandingkan pernapasan dalam.9 Teknik pernapasan dalam DSB adalah pernapasan diafragma atau pernapasan abdominal. Pada teknik pernapasan ini, proses inspirasi dan ekspirasi terfokus pada kerja otot diafragma, dan lebih sedikit melibatkan otot-otot pernapasan dada. Pada pernapasan diafragma yang dilakukan dengan benar, abdomen tampak bergerak naik-turun seiring dengan inspirasi dan ekspirasi, sedangkan dada tidak banyak bergerak. Prinsip utama dari latihan pernapasan diafragma adalah meletakkan satu tangan di atas dada dan satu tangan di abdomen. Pasien diinstruksikan untuk bernapas dalam dengan memerhatikan bahwa Halaman 13

MATERI 3: RELAKSASI tangan di atas abdomen harus terangkat lebih tinggi daripada tangan di atas dada.10 Instruksi lain yang penting adalah agar pasien melakukan inspirasi melalui hidung dan ekspirasi lewat mulut. Latihan ini juga dapat disertai dengan stimulasi taktil dan auditori. Instruksi lengkap latihan pernapasan diafragma adalah sebagai berikut:11 1. Posisi yang nyaman: umumnya pasien berada di posisi duduk semi-fowler (duduk dalam sudut 45 derajat) atau supine.11 2. Postur tubuh yang benar: pelvis dalam posisi posterior tilt (tampak sebagai perbatasan antara pinggang dan paha terangkat, biasanya dilakukan dengan mengganjal lutut pasien dengan bantal atau benda serupa), leher terekstensi, ekstremitas atas dalam posisi rotasi eksternal dan fleksi, dan ekstremitas bawah dalam posisi rotasi eksternal dan fleksi.11 3. Stimulasi taktil: Satu tangan pasien berada di atas dada (daerah manubrium), tangan lainnya di atas abdomen (daerah umbilikus). Pasien dapat diinstruksikan untuk sedikit menarik otot abdomennya ke arah dalam dan atas di akhir ekspirasi. Gerakan stretch ini dapat membantu pergerakan diafragma ke arah bawah saat inspirasi selanjutnya. Pasien juga dapat tidak meletakkan tangannya, melainkan terapis yang meletakkan tangannya.11 4. Stimulasi auditori: Terapis menarik dan menghembuskan napas dengan suara kencang seiring dengan pasien melakukan inspirasi dan ekspirasi.11 5. Stimulasi visual: Pasien diminta melihat posisi tangannya. Tangan yang berada di atas abdomen harus terangkat lebih tinggi dibandingkan dengan tangan yang berada di atas dada. Idealnya, dada tidak terlalu banyak bergerak.11 6. Instruksi bernapas: Inspirasi melalui hidung dan ekspirasi lewat mulut dalam keadaan pursed lips.11 GAMBAR 1. Postur selama melakukan pernapasan diafragma pada posisi supine.12 Satu siklus latihan meliputi lima kali siklus inspirasi-ekspirasi. Satu siklus dapat dilakukan dua kali sehari, atau kapan saja pasien merasa cemas. Efektivitas latihan pernapasan dalam menurunkan kecemasan meningkat jika dilakukan dengan rutin.5 Halaman 14

MATERI 3: RELAKSASI Progressive Muscle Relaxation Progressive Muscle Relaxation (PMR) adalah teknik psikoterapi relaksasi yang telah dipraktekkan secara luas sebagai bagian dari regimen terapi kecemasan di seluruh dunia. Teknik ini pertama dikembangkan oleh Jacobson pada tahun 1938, kemudian dimodifikasi oleh Wolpe dan Lazarus pada tahun 1966. Konsep utama teknik ini adalah relaksasi otot dapat menghasilkan relaksasi pikiran. Dasar teorinya adalah bagaimana kondisi stres dan relaks masing-masing berasosiasi dengan dua sistem otonom yang berlawanan (jaras simpatis dan parasimpatis), sehingga pemberian relaksasi seharusnya dapat menurunkan ketegangan dan kecemasan.13 Efektivitas PMR dalam mengatasi kecemasan telah terbukti oleh berbagai studi yang menyatakan bahwa PMR dapat menurunkan distres serta mengurangi gejala cemas serta depresi. Jika dilakukan rutin, PMR juga dikatakan dapat meningkatkan kemampuan coping dalam berbagai situasi.14 Teknik PMR yang dilakukan secara luas saat ini merupakan modifikasi dari versi awalnya yang memakan waktu lebih lama dan tidak praktis untuk dilakukan di praktik klinis sehari-hari. Aktivitas utama dari latihan PMR adalah menegangkan dan melemaskan berbagai kelompok otot pada tubuh secara berurutan untuk mencapai kondisi relaks seluruhnya. Latihan ini memberikan pasien kesempatan untuk mengenali sensasi ketegangan pada tiap kelompok otot ketika ia mencoba menegangkannya sendiri, kemudian belajar untuk melemaskannya. Pasien diminta untuk berfokus pada sensasi relaks yang timbul saat otot-otot dilemaskan. Menegangkan dan melemaskan otot secara berurutan ini menimbulkan “efek pendulum”, yakni mencapai derajat relaksasi yang lebih tinggi dari upaya menegangkan otot yang disengaja terlebih dahulu, dibanding dengan langsung melemaskan otot.6,13 Instruksi lengkap latihan PMR adalah sebagai berikut:5,6,13 1. Pasien diposisikan pada posisi yang nyaman; biasanya duduk. Diusahakan lokasi tenang dengan distraksi minimal.5 2. Pasien diminta untuk fokus pada sensasi-sensasi yang akan ia rasakan.6,13 3. Terapis menginstruksikan pasien untuk melakukan kontraksi pada suatu kelompok otot dan merasakan sensasi tegang pada kelompok otot tersebut, namun tidak sampai terasa nyeri. Siklus biasanya dimulai dari kelompok-kelompok otot besar karena sensasi tegangnya paling mudah dipersepsikan.6,13 4. Kontraksi ditahan selama kurang lebih 5 detik, kemudian dilemaskan perlahan selama 10-15 detik. Pasien diminta fokus pada kondisi relaks yang dirasakan.5,6 5. Urutan dan cara menegangkan kelompok-kelompok otot dapat dilihat pada tabel berikut:15 Halaman 15

MATERI 3: RELAKSASI TABEL 2. Kelompok otot yang terlibat dalam latihan PMR.15 Langkah Bagian Tubuh Teknik Progressive Muscle Relaxation 1 Tangan & lengan bawah Latihan Lengan atas Mengepalkan tangan 2 Dahi Letakkan lengan bawah kanan Anda ke bahu kiri, kencangkan lengan sehingga “membentuk otot” Mata dan pipi Angkat kedua alis Anda setinggi mungkin, seperti saat Anda Mulut dan rahang sedang terkejut Leher Pejamkan mata Anda serapat mungkin Buka mulut Anda selebar mungkin, seperti saat Anda menguap Bahu Hati-hati ketika Anda menegangkan otot-otot daerah leher. Hadapkan wajah ke depan, kemudian tarik kepala Anda ke Tulang belikat/punggung belakang secara perlahan, sehingga Anda melihat ke langit-langit Tegangkan kedua otot bahu Anda, kemudian mengangkat kedua Dada dan perut bahu ke arah telinga Pinggul dan bokong Dorong tulang belikat Anda ke belakang, hingga hampir menyentuh 3 Kaki bagian atas satu sama lain Kaki bagian bawah Tarik nafas dalam, isi paru-paru dan dada Anda dengan udara Tegangkan otot-otot bokong Anda Kaki Kencangkan kedua paha Anda Lakukan secara perlahan dan hati-hati untuk menghindari kram. Tarik jari-jari kaki Anda ke arah Anda, untuk meregangkan otot betis Tekuk jari-jari kaki Anda ke arah bawah Latihan PMR dilakukan pada sesi dengan terapis serta secara mandiri oleh pasien di antara sesi dengan terapis, idealnya dua kali sehari. Pada waktu-waktu awal melakukan latihan PMR pasien dapat mengeluhkan peningkatan rasa cemas, namun bersifat sementara. Penting untuk mengedukasi bahwa peningkatan rasa cemas perlahan akan menghilang dan pasien akan jadi lebih rileks.13 Halaman 16

MATERI 3: RELAKSASI REFERENSI 1. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P, editors. Kaplan & Sadocks synopsis of psychiatry: behavioral sciences/clinical psychiatry. 11th ed. United States of America: Wolters Kluwer; 2015. 2. Pluess M, Conrad A, Wilhelm FH. Muscle tension in generalized anxiety disorder: a critical review of the literature. J Anxiety Disord. 2009 Jan; 23(1): 1-11. 3. Conrad A, Isaac L, Roth WT. The psychophysiology of generalized anxiety disorder: 1. Pretreatment characteristics. Psychophysiology. 2008 May; 45(3): 366-76. 4. Manzoni GM, Pagnini F, Castelnuovo G, Molinari E. Relaxation training for anxiety: a ten-years systematic review with meta-analysis. BMC Psychiatry. 2008 Jun 2; 8: 41. 5. Norelli SK, Long A, Krepps JM. Relaxation Techniques [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 May 12 [cited 2020 Jul 18]. Available from: https://www.ncbi.nlm. nih.gov/books/NBK513238/ 6. ConradA, Roth WT. Muscle relaxation therapy for anxiety disorders: it works but how? JAnxiety Disord. 2007; 21(3): 243-64. 7. Ma X, Yue ZQ, Gong ZQ, Zhang H, Duan NY, Shi YT, et al. The effect of diaphragmatic breathing on attention, negative affect and stress in healthy adults. Front Psychol. 2017 Jun 6; 8: 874. 8. Paulus MP. The breathing conundrum-interoceptive sensitivity and anxiety. Depress Anxiety. 2013 Apr; 30(4): 315–20. 9. Naik GS, Gaur GS, Pal GK. Effect of modified slow breathing exercise on perceived stress and basal cardiovascular parameters. Int J Yoga. 2018 Jan-Apr; 11(1): 53-8. 10. Yokogawa M, Kurebayashi T, Ichimura T, Nishino M, Miaki H, Nakagawa T. Comparison of two instructions for deep breathing exercise: non-specific and diaphragmatic breathing. J Phys Ther Sci. 2018 Apr; 30(4): 614-8. 11. Cahalin LP, Braga M, Matsuo Y, Hernandez ED. Efficacy of diaphragmatic breathing in persons with chronic obstructive pulmonary disease: a review of the literature. J Cardiopulm Rehabil. 2002 Jan-Feb; 22(1): 7-21. 12. Cleveland Clinic. Diaphragmatic breathing [Internet]. Cleveland: Cleveland Clinic; 2018 Sep 14 [cited 2020 Jul 18]. Available from: https://my.clevelandclinic.org/health/articles/9445- diaphragmatic-breathing 13. Hayes-Skelton SA, Roemer L, Orsillo SM, Borkovec TD. A contemporary view of applied relaxation for generalized anxiety disorder. Cogn Behav Ther. 2013; 42(4): 292-302. 14. Li Y, Wang R, Tang J, Chen C, Tan L, Wu Z, et al. Progressive muscle relaxation improves anxiety and depression of pulmonary arterial hypertension patients. Evid Based Complement Alternat Med. 2015; 2015: 792895. 15. Ramasamy S, Panneerselvam S, Govindharaj P, Kumar A, Nayak R. Progressive muscle relaxation technique on anxiety and depression among persons affected by leprosy. J Exerc Rehabil. 2018 Jun; 14(3): 375–81. Halaman 17

MATERI 4 MENGELOLA PIKIRAN DAN EMOSI MATERI 4: MENGELOLA PIKIRAN DAN EMOSI Model Kognitif Model KMoegngneilotilfa pikiran dan emosi merupakan salah satu teknik psikoterapi yang dapat diMguennakgaenloulantupkikmireannurduannkanemtinogskiatmdeisrtrueps.aPkeanndeskaaltaahn insai dtuilatkeukknainkatpassidkaostaerraprpiinsyipanbgahwdaapat digusneabakgaiannubnetsuakr mmaesnaluarhupnskiakonlotginisgykaantgdsiesstereosra.nPg emnedreukpaktaan hinaisidl idlaakriupkeamnikaitraans ydaansgakrepliriunsip bah(wcoagsneitibvaegeirarnorbs)e. sKaormmpaosnaenladhaprispikeomloikgiirsanyasensgeosreansgeosernadnigri melriuppuatikpaenrsehpassi,ilkdeapreircpaeymaaink,iran yangmkauepliurun (scikoagpnitteivnetanegrrdoirrsin).yKa osemnpdoirni,elinngdkaurni gpaenmeikksirtearnnasle, sseerotaramngasasednedpiarni myaenligputetribpeenrtsuekpsi, kepedarcriaiynatearnak, smi aanutparuandsiriiknaypa steenndtairni gdednigriannylainsgekunndgirain, leinkgstkeurnnagla.1,n2 eksternal, serta masa depan yang terbBeenctkukmdeanrgieimntbearnagkksainamntoadraeldkiorignnyiatifspeanddairtai hduenng1a97n0liunngtkuuknmgaennjeelakssktaenrnbaalh.1w,2a reaksi Beck mengembangkan model kognitif pada tahun 1970 untuk menjelaskan bahwa reaksseisesoersanegortaernhgadtaeprhsaudataupkseujaadtiuankdeijakdeihaindudpiankneyhaidmuepraunpnaykaanmheasriul pdaakriainntehraaskisli daantrai riantteigraaksi antaerlaemtiegna yealkenmi:e(n1)ysaitkunais:i(a1t)ausiktueajasdiiaanta(uankteedjaedceiannt),(a(2n)tekdoegnciesinat)t,au(2p)ikkiorgann,isdiaanta(3u) ppiekriirlaanku, .dan (3) pMeordilaelkuin.i Mmoedneylatiankiamn ebnahywataakpaernasbaaanhwdanppeerarislaakaunsedsaenorapnegrilpaakdua sseitsueasoiratenrgtenptuadbauksaitnuasi tertemneturubpuakaannkmonesreukpuaeknasni laknognssuenkgudearnissitluaansgi tseursnegbudta, rmi seiltauinaksaintemrseerubpuatk, amnehlasinilkdaanri mapearyuapnagkan hasidl idpaikriirkaapnaoyraannggtderipseikbiurkt.a1 n orang tersebut.1 GGamAMbaBrA2R. M2.oMdeoldeklokgongintiiftifyyaannggddiikkeemmbbaannggkkaannoolelehhBBecekc.k1 .1 PemPiekmiraikniraynanygankgelkireulirduadnanmemnegnagnadnduunngg bbiaiass aakkaann mmeemmbbuuaat tsseseesoeroanragntgidatikdadkapdaat pat memmpeemrsperpsseipksaiknanreareliatalitasesceacarara oobbjejekkttifif,, ddaann cceennddeerungg meemmaannddaanngngynayasescearcaarnaegnaetigf.atif. AkibAaktnibyaatnytaimtibmublulddisisttrreess yaynagnbgerkbeepraknejpanagnajnandgalaanm ddiarilnayma. Bdeiridnaysaar.kaBnemrdoadsealriknai,nmemngoudbealh ini, mengubah pemikiran atau sudut pandang seseorang mengenai kejadian atau situasi tertentu dipercaya dapat mengubah perasaan serta perilakunya, dengan harapan hasil akhir be23rupa penurunan distres. Mengelola pikiran dan emosi merupakan salah satu kegiatan dalam pendekatan psikoterapi cognitive-behavioral therapy (CBT). Pendekatan CBT telah digunakan untuk mengatasi berbagi gangguan mental di seluruh dunia, termasuk depresi dan ansietas.1,3 Halaman 18

MATERI 4: MENGELOLA PIKIRAN DAN EMOSI Cognitive Errors Pemikiran yang keliru (cognitive errors) merupakan pemikiran yang tidak objektif mengenai suatu situasi karena hanya didasari oleh keyakinan (bias) tertentu yang umumnya bersifat negatif. Cognitive errors meningkatkan kerentanan seseorang untuk mengalami distres. Perasaan seseorang mengenai situasi tertentu sebagian besar dipengaruhi oleh pikiran otomatis (automatic thoughts), yakni pikiran bawah sadar yang muncul segera ketika seseorang mengalami situasi tertentu.4 Pikiran otomatis dapat bersifat netral, positif, maupun negatif, tergantung pada pemikiran dan keyakinan utama (core beliefs) dari seseorang mengenai dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan eksternal. Cognitive errors akan cenderung membuat pikiran otomatis yang muncul pada seseorang bersifat negatif. Akibatnya timbul distres yang juga dapat menghasilkan pola perilaku negatif. Pikiran otomatis yang bersifat negatif biasanya muncul pada situasi yang memicu stres (stressful events), namun cognitive errors juga dapat meningkatkan kemungkinan seseorang untuk memiliki pikiran otomatis yang negatif pada situasi positif maupun netral.4,5 Pikiran otomatis negatif yang timbul dari cognitive errors dapat membuat seseorang melihat realita dengan tidak benar dan membuat dirinya sendiri terjebak dalam siklus perasaan tidak nyaman. Contoh bagaimana pikiran otomatis dapat mempengaruhi perasaan dan perilaku seseorang dapat digambarkan pada tabel berikut. Situasi yang terjadi adalah “seseorang yang berpapasan dengan orang lain dan menyapanya, namun orang tersebut tidak menyapanya balik”.6 TABEL 3. Pengaruh pikiran otomatis terhadap perasaan dan perilaku seseorang.6 Situasi: Individu berpapasan dengan orang lain dan menyapanya, namun tidak disapa balik Reaksi Negatif Netral Pikiran “Dia mengabaikan saya, dia tidak lagi menyukai “Dia tidak melihat saya, atau mungkin saya”. dia sedang tidak bersemangat. Mungkin saya harus menghubunginya untuk menanyakan kabarnya”. Perasaan Pikiran seperti di atas memunculkan kesedihan Pikiran seperti di atas tidak memunculkan dan perasaan akan penolakan. pikiran negatif apapun. Perilaku Perilaku yang dapat terjadi antara lain menjauhi Perilaku yang dapat terjadi antara lain orang tersebut karena merasa hubungan berusaha menghubungi orang tersebut dengannya sudah tidak baik lagi, meskipun untuk memastikan semua baik-baik saja. asumsi tersebut bisa saja tidak benar. Halaman 19

MATERI 4: MENGELOLA PIKIRAN DAN EMOSI Terdapat beberapa cognitive errors yang umum ditemukan pada seseorang yang mengalami distres psikologis, antara lain:5,7 • Filtering: hanya memperhatikan aspek negatif dari situasi tertentu, kemudian membesar-besarkannya. Contoh: “Saya siswa yang gagal karena tidak mendapat nilai bagus pada mata pelajaran tertentu (tanpa mempertimbangkan nilainya pada mata pelajaran lain)”.5,7 • Polarized thinking (disebut juga black-and-white): menganggap segala sesuatu sebagai sepenuhnya baik atau sepenuhnya buruk. Contoh: “Jika saya tidak mendapat juara satu di kelas, saya siswa yang gagal”.5,7 • Catastrophizing (disebut juga fortune-telling): mendengarkan atau mendapat informasi tertentu, lalu langsung mengasumsikan hal yang terburuk akan terjadi. Contoh: “Pasti saya tidak akan bisa beradaptasi sama sekali di tempat baru ini”.5,7 • Emotional reasoning: menganggap semua yang dirasakan diri sendiri pasti benar. Contoh: “Saya memang berhasil menyelesaikan beberapa tugas, tapi saya tetap merasa saya tidak kompeten”.5,7 • Magnitification/Minimization: membesar-besarkan hal negatif sedangkan mengecilkan hal-hal positif dari diri sendiri atau orang lain. Contoh: “Saya rasa orang ini tidak kompeten karena tidak bisa mengerjakan hal ini, meski dia handal dalam hal lain”.7 • Mind reading: mengasumsikan apa yang ada di pikiran orang lain tanpa mempertimbangkan kemungkinan lain. Contoh: “Orang ini pasti menganggap saya tidak kompeten”.7 • Overgeneralization: membuat kesimpulan negatif terhadap suatu hal secara keseluruhan berdasarkan hanya satu kejadian, dan memiliki . Contoh: “Saya bukan pemimpin yang baik (karena saya sempat merasa tidak nyaman saat mencoba memimpin)”.7 • Personalization: yakin bahwa orang di sekitarnya bersikap negatif karena dirinya sendiri. Contoh: “Orang ini tidak bersikap ramah kepada saya karena saya melakukan kesalahan”.7 • Imperatives (disebut juga “Should” and “Must” statements): mempunyai pemikiran tetap tentang bagaimana diri sendiri atau orang lain harus bertindak di situasi tertentu, dan merasa sangat terganggu jika diri atau orang lain tidak bertindak sesuai pemikiran tersebut. Contoh: “Saya tidak seharusnya bertindak seperti ini sebagai seorang pemimpin”.7 Halaman 20

MATERI 4: MENGELOLA PIKIRAN DAN EMOSI Mengelola Pikiran dan Emosi Mengelola pikiran dan emosi adalah proses mengubah pemikiran atau sudut pandang seseorang tentang situasi tertentu untuk mengubah perasaannya terhadap situasi tersebut, dengan tujuan akhir memodifikasi pikiran maladaptif yang selama ini menimbulkan rasa tidak nyaman. Pemikiran maladaptif digantikan oleh pemikiran baru yang lebih rasional. Proses ini juga dapat menghasilkan pola perilaku yang lebih adaptif.1,3 Kegiatan mengelola pikiran dan emosi merupakan intervensi yang bersifat problem-based, yakni tujuan utamanya adalah untuk mengatasi masalah psikologis yang ada pada pasien saat ini. Meskipun begitu, kemampuan mengelola pikiran emosi dapat digunakan sebagai salah satu teknik coping pasien di masa yang akan datang.6 Konsep dasar dari kegiatan ini adalah mengadakan dialog antar terapis dan pasien di mana terapis mengajak pasien untuk mencoba mengidentifikasi perasaanya terhadap situasi tertentu serta pikiran yang mendasari perasaan tersebut, kemudian pasien didorong untuk menilai keobjektifan pikiran tersebut. Di akhir, terapis dan pasien berusaha membangun pikiran alternatif yang dapat membantunya merasa lebih nyaman.1,3 Langkah-langkah lengkap proses mengelola pikiran dan emosi sebagai berikut:1,7 1. Membangun aliansi terapeutik (therapeutic alliance) antar terapis dan pasien. Terapis dan pasien saling memperkenalkan diri, terapis membangun rapport.7 2. Menjelaskan kepada pasien tentang model kognitif secara sederhana. Pasien diberikan penjelasan sederhana tentang bagaimana pikiran dapat mempengaruhi perasaan seseorang. Menjelaskan bahwa distres yang dialaminya dapat berasal dari pemikiran yang dapat dimodifikasi. Langkah ini dilakukan agar pasien dapat memahami konsep dari kegiatan yang akan dilakukan, dan lebih terdorong untuk berpartisipasi.1,7 3. Meminta pasien untuk menjelaskan tentang situasi yang dialaminya saat ini dengan kata-katanya sendiri.1,7 4. Meminta pasien untuk menyebutkan perasaannya tentang situasi tersebut. Pasien diberi kebebasan untuk menyebutkan lebih dari satu perasaan, asalkan dapat menggambarkan apa yang dirasakannya sejelas dan selengkap mungkin.1,7 5. Meminta pasien menyebutkan apa yang dipikirkannya saat perasaan itu muncul. Pada langkah ini terapis melakukan identifikasi pikiran otomatis yang bersifat negatif atau cognitive errors. Langkah ini sekaligus menunjukkan kepada pasien tentang bagaimana perasaannya sebenarnya berasal dari apa yang ada di pikirannya.7 6. Mengajak pasien menilai pikiran otomatis atau cognitive errors yang bersifat disfungsional. Pertanyaan yang dapat diajukan oleh terapis antara lain “Apa dasar anda berpikir seperti itu?”, “Kira-kira apakah ada bias yang mempengaruhi anda dalam berpikir seperti itu?”, “Apa keuntungan dan kerugian dari memiliki pikiran seperti itu?”. Langkah ini tidak hanya membantu pasien menilai objektivitas pemikirannya, melainkan juga membantunya melihat dampak buruk dari pemikirannya saat ini.7 Halaman 21

MATERI 4: MENGELOLA PIKIRAN DAN EMOSI 7. Mengajak pasien membangun pikiran alternatif yang lebih berdampak positif terhadap kondisi psikologisnya. Terapis menuntun pasien agar dapat memunculkan pikiran baru yang lebih adaptif tentang situasinya saat ini secara mandiri.7 8. Membuat kesimpulan dan mengakhiri terapi. Menuturkan ulang apa yang telah dipelajari dan diperoleh dari sesi terapi. Pasien dibantu membuat rencana ke depan (action plan) terkait bagaimana mengelola cognitive errors yang ia miliki.7 REFERENSI 1. Center for Substance Abuse Treatment. Brief Interventions and Brief Therapies for Substance Abuse. Rockville: Substance Abuse and Mental Health Services Administration; 1999. 2. National Health Services Foundation Trust. Managing Thoughts and Feelings [Internet]. Peterborough: National Health Services Foundation Trust; 2017 May [cited 2020 Jul 21]. Available from: https://www.cpft.nhs.uk/PDF/Miscellaneous/Managing%20 Thoughts%20and%20Feelings%20CBT%20Booklet%20May%202017.pdf 3. Melton L. Brief introduction to cognitive behavioral therapy for the advanced practitioner in oncology. J Adv Pract Oncol. 2017 Mar; 8(2): 188-93. 4. Rnic K, Dozois DJ, Martin RA. Cognitive distortions, humor styles, and depression. eur j psychol. 2016 Aug 19; 12(3): 348-62. 5. Chand SP, Kuckel DP, Huecker MR. Cognitive Behavior Therapy (CBT) [Internet]. [Place unknown]: StatPearls; 2020 Jan [cited 2020 Jul 21]. Available from: https:// www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470241/ 6. Institute for Quality and Efficiency in Health Care (IQWiG). Cognitive behavioral therapy [Internet]. Cologne: InformedHealth.org; 2016 Sep 8 [cited 2020 Jul 22]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK279297/ 7. Gautam M, Tripathi A, Deshmukh D, Gaur M. Cognitive behavioral therapy for depression. indian j psychiatry. 2020 Jan; 62(Suppl 2): S223-S229. Halaman 22

MATERI 5: MMIINNDDFFUULLNNEESSSS. Definisi Mindfulness Mindfulness adalah suatu ketrampilan untuk:1 • Memusatkan pikiran dan sadar penuh pada satu hal • Pada saat ini (in the here and now) • Dengan sikap tanpa menghakimi/menilai (non-judgmental) • Sebagai sesuatu yang baru (with the beginner’s mind) • Tanpa mengaitkannya dengan pikiran, perasaan atau hal-hal lain • Dan bukan berusaha untuk mencapai sesuatu Istilah mindfulness telah diperkenalkan sejak satu abad yang lalu oleh seorang penerjemah, Rhys David, teks Pali bagi Buddhist Text Society.2 Mindfulness merupakan terjemahan dari kata sati, yang memiliki terjemahan alternatif berupa “kesadaran”, “memperhatikan”, dan “kapasitas untuk mengatur pikiran”. Kualitas yang menandakan perhatian yang mindful adalah fokus dan diarahkan oleh intensi/upaya yang disengaja.1 Namun, pada saat yang bersamaan kualitas perhatian yang mindful meliputi kesadaran yang luas, inklusif, dan reseptif, berbeda dengan pembatasan perhatian yang dihasilkan dari berkonsentrasi.3,4 Kesadaran terhadap proses internal seperti bernapas, sensasi tubuh, pikiran dan perasaan, ataupun terhadap objek eksternal yang tampak melalui indera penglihatan dan pendengaran merupakan bagian penting dalam mempelajari atau berlatih mindfulness. Persepsi terhadap proses internal atau melalui panca indera yang dilakukan secara mindful dilakukan dengan sikap menerima dan tidak memmberi penilaian atau menghakimi.2 Mindful sangat berkontradiksi dengan mind full. Orang dengan pikiran yang penuh atau mind full, mencemaskan tentang masa lalu, saat ini, dan yang akan datang. Sedangkan mindful adalah berpikiran dengan perspektif “the beginner’s mind” atau “Zen mind”, yaitu suatu cara hidup dengan ‘mata terbuka’ melihat apa yang ada saat ini sebagai sesuatu yang baru.2 Dalam praktik psikoterapi, mindfulness dapat menjadi bagian integral dari bentuk- bentuk psikoterapi lain seperti misalnya psikoterapi psikodinamik, kognitif terapi perilaku, atau intervensi psikoterapi yang lebih baru seperti Mindfulness-Based Cognitive Therapy (MBCT), Acceptance and Commitment Therapy (ACT), dan Dialectical Behaviour Therapy (DBT). Ketiga jenis psikoterapi terakhir yang disebutkan merupakan intervensi psikoterapi dalam bentuk program, yang di dalamnya juga melibatkan prinsip mindfulness.2 Keterampilan Mindfulness Komponen mindfulness dalam Dialectical Behaviour Therapy yang dipelopori oleh Marsha Linehan dijelaskan dari aspek ‘apa’ dan ‘bagaimana’, yang masing-masing terdiri atas tiga keterampilan.5 Halaman 23

MATERI 5: MINDFULNESS Tiga keterampilan yang dapat dilatih atau dilakukan untuk mengalami ‘apa’itu mindfulness meliputi: 1. Keterampilan memperhatikan/observasi Perhatikan nafas, pikiran, emosi dan lingkungan Anda. Lakukan dengan rasa ingin tahu, seakan Anda baru pertama kali melihat hal tersebut (beginner’s mind).2 Keterampilan memperhatikan/mengobservasi ini diilustrasikan seperti teflon yang tidak lengket, yaitu menggunakan indera Anda tanpa melekatkannya atau mengaitkannya dengan pikiran atau perasaan lain. 2. Keterampilan menjabarkan Jabarkan apa yangAnda alami saat ini, tidak menjelaskan atau berusaha menyelesaikan masalah ini. 3. Keterampilan untuk berpartisipasi. Berpartisipasi atau ikut larut dalam suatu kegiatan. Lakukan suatu aktivitas dengan sepenuh hati. Gunakan intuisi Anda, tanpa terlalu banyak dipikir. Untuk mempermudah penjelasan, ketiga keterampilan ini akan disebut dengan keterampilan ‘apa’. Keterampilan ‘apa’ tidak dapat dilakukan serentak. Individu diminta untuk melakukan hanya satu keterampilan pada satu waktu. Keterampilan ‘apa’ dilakukan dengan cara: 1. Tanpa memberikan penilaian/menghakimi Melihat, tanpa menilainya baik atau buruk. Hanya melihat faktanya saja, apa adanya. Mengakui perbedaan antara yang aman dan yang berbahaya, antara yang membantu dan yang merugikan, namun tidak menghakiminya. Saat kita menyadari bahwa kita menghakimi, tidak usah membuat penilaian atas sikap kita yang menghakimi. 2. Berfokus pada satu hal pada satu waktu (one-mindfully) Perhatikan bila ada dorongan untuk melakukan hal lain, untuk melakukan beberapa hal sekaligus. Jika ada, fokuskan kembali pikiran Anda ke satu hal saja. Satu hal pada satu saat. 3. Secara efektif (berfokus pada cara-cara yang membawa keberhasilan). Dengan menyadari tujuan Anda pada saat ini, Anda akan berfokus pada cara-cara yang mendukung untuk mencapai tujuan Anda. Berfokuslah pada cara yang membawa keberhasilan pencapaian tujuan dan kesampingkanlah keinginan Anda untuk selalu merasa paling benar. Halaman 24

keberhasilan pencapaian tujuan dan kesampingkanlah keinginan Anda untuk selalu merasa paling benar. MATERI 5: MINDFULNESS Ketiga cara melakukan keterampilan ‘apa’ disebut dengan keterampilan ‘bagaimana’. BeKrebteigdaa cdaenragamn eklaetkeurakmanpilkaente‘raapma’,piklaenter‘aampap’ildanise‘bbaugtaidmeanngaa’ ndkileakteurkaamn ppilaadna ‘bsaaagt ayimanagna’. Berbeda dengan keterampilan ‘apa’, keterampilan ‘bagaimana’ dilakukan pada saat yang bersbaemrsaamanaa. n. LatLihatai1hn.anMLMaitniihndadnffuuMllnneenesgssosbservasi/memperhatikan: 1. LatihPaejnamMkeanngmobatsaeArvnadsai./mGeunmapkeanrhhaatnikyaanin: dera pendengaran Anda untuk memerhatikan Pejatimgakjaenims sautaaraAantdaua.bGunuyni adki asenkhitaarnAyandinad. era pendengaran Anda untuk memerhatikan tiga•jenSisuasruaaartaauabtauunybi uanpya isdajiasyeaknigtaAr nAdnaddae.ngar? • S• uaArapaaktaahu Abnudnayimaepnagasmaajati ysuaanrga Ayanndgasedbeenlugmanr?ya tidak Anda sadari? • Apakah Anda mengamati suara yang sebelumnya tidak Anda sadari? 2. L2a. tihLaatnihManeMnjaenbjaarbkaarknan BerlBaetirhlattiehknteikknmikemmpemerphearthikaatiknansesceacraara vvisisuuaall ddaann mmeennjjeellaasskkana/nm/menejanbjaabrkaarnkatnantpaanpa menmgehnagkhimakii,mfoi,kfuosk,usd,adnanefeefekktitfi.f.DDeesskkrriippssiikkaannaappaayaynagnAgnAdnadliahalith. at. Gambar: Freepik.com GGAamMbBaArR3:3L: LaatithihaannMMeennjjaabbaarrkkaann • “Saya melihat gambar seorang suster yang jutek dan terlihat sedang kesal.” • “Saya melihat gambar seorang suster yang jutek dan terlihat sedang kesal.” Deskripsi yang tidak mindful, karena terdapat penilaian atau judgment de3n1gan mengatakan bahwa gambar ini adalah gambar seorang suster yang jutek dan tampak kesal. • “Saya melihat gambar seorang perempuan, mengenakan baju biru sedang melipat kedua tangannya di depan tubuhnya, dengan mulut yang terkatup dan kedua sudut bibir yang sedikit tertarik ke samping, dan menatap ke depan.” Deskripsi yang mindful, karena menjabarkan secara faktual, seperti apa adanya, dan tanpa penilaian. Halaman 25

MATERI 5: MINDFULNESS 3. Latihan Berpartisipasi Dengarkan musik yang Anda sukai. Anda dapat mendengarkannya di tempat yang tidak banyak distraksi atau dengan menggunakan headset atau earphones. Pejamkan mata Anda dan biarkan seluruh anggota tubuh Anda berekspresi dan bergerak mengikuti irama musik. • Bila perhatian Anda telah teralih, alihkan kembali pikiran Anda ke saat ini, ke alunan musik (one-mindfully). REFERENSI 1. Kabat-Zinn, J. Mindfulness Meditation for Everyday Life. London: Piatkus Books; 1994. 2. Mace C. Mindfulness and Mental Health: Therapy, Theory and Science. New York: Routledge; 2008. 3. Speeth, K. On psychotherapeutic attention. Journal of Transpersonal Psychology. 1982; 14:141-60. 4. Goleman, D. The Meditative Mind. New York: Putnam; 1988. 5. Linehan, Marsha. Skills Training Manual for Treating Borderline Personality Disorder. Guilford: New York; 1993. Halaman 26

MATERI 6: PELAKSANAAN PSIKOTERAPI BERBASIS VIDEO Mempersiapkan Sarana dan Prasarana Sebelum memulai pelaksanaan psikoterapi berbasis video, Anda perlu memastikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan tersedia dan berfungsi dengan baik. Sarana yang dibutuhkan untuk melaksanakan psikoterapi berbasis video meliputi: 1. Video “Relaksasi” 2. Video “Mengelola Pikiran dan Perasaan” 3. Video “Mindfulness” 4. Formulir cetak/elektronik untuk merekam skor distres (Subjective Unit of Distress Scale/SUDS) 5. Layar dan pengeras suara atau headset untuk menyajikan audio-visual video 6. Tempat duduk, sofa, atau tempat tidur pasien yang nyaman Prasarana yang diperlukan dalam menunjang pelaksanaan psikoterapi berbasis video: 1. Ruangan yang tenang dan privat 2. Jaringan internet yang baik Mempersiapkan Pasien/Klien 1. Pastikan tidak ada kegawatdaruratan medis dan/atau psikiatrik pada pasien 2. Jelaskan kepada pasien dampak pandemi COVID-19 terhadap kesehatan mental pasien dan layanan psikoterapi 3. Jelaskan kepada pasien manfaat dan kebutuhan layanan psikoterapi dalam menurunkan distres 4. Jelaskan kepada pasien prosedur pelaksanaan psikoterapi berbasis video, yaitu meliputi 3 tahapan: a. Menilai intensitas distres sebelum mendapatkan layanan psikoterapi berbasis video b. Menyaksikan video psikoterapi dan berlatih teknik psikoterapi dipandu video atau secara mandiri c. Menilai kembali intensitas distres setelah mendapatkan psikoterapi Halaman 27

MATERI 6: PELAKSANAAN PSIKOTERAPI BERBASIS VIDEO Prosedur Pelaksanaan 1. Jelaskan kepada pasien mengenai pengertian distres dan SUDS (Subjective Unit of Distress Scale) → merujuk pada materi 1 tentang Distres (halaman 6 – 9) 2. Jelaskan kepada pasien deskripsi tiap nilai intensitas pada skala SUDS 3. Minta pasien menilai intensitas distres yang dirasakan saat ini 4. Tayangkan video psikoterapi yang dikehendaki oleh pasien atau yang dinilai perlu oleh terapis/dokter 5. Minta pasien menilai kembali intensitas distres yang dirasakan setelah menyaksikan video psikoterapi dan berlatih teknik psikoterapi Halaman 28


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook