Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Bahan baca gangguan sistem imun

Bahan baca gangguan sistem imun

Published by Narti Nurhatifah, 2023-04-17 03:12:14

Description: Berikut ini disajikan bahan baca gangguan sistem imun yang dilengkapi dengan gambar dan tautan untuk melihat tayangan video. Semoga membantu kegiatan belajar dan pembelajaran.

Keywords: Sistem imun,imunitas,pertahanan tubuh,kekebalan tubuh,gangguan,hipersensitivitas,alergi,autoimun,histamin,immunodefisiensi,HIV,AIDS,Inflamasi,peradangan,imunisasi,antibodi,antigen

Search

Read the Text Version

KATA PENGANTAR Hai haaaaiii... Apa kabar sobat hebat? Selamat datang di halaman “Bahan Baca: Sistem Imun”. Bahan baca ini akan fokus membahas mengenai gangguan sistem imun manusia. Berikut ini indikator dari bahan baca. GANGGUAN PADA SISTEM IMUN Peserta didik dapat menjelaskan faktor yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem imun Peserta didik dapat menganalisis faktor penyebab gangguan pada sistem imun Peserta didik dapat menganalisis gejala gangguan pada sistem imun Peserta didik dapat menjelaskan bioproses yang terjadi pada gangguan sistem imun Peserta didik dapat menjelaskan tujuan dan solusi pengobatan untuk mengatasi gangguan sistem imun Diharapkan bahan baca ini dapat membantu memahami materi sistem imun (terutama mengenai gangguan sistem imun). Jadi, tanpa basa-basi lagi sebelum busuk, yuuuuukkk kita sama-sama belajar dengan membaca terlebih dahulu. Semangaaaatttt.... Sekian dan terimakasih. Bandung, 2023 Penulis Narti Nurhatifah

Pendahuluan APA SIH SISTEM IMUN? KENAL JUGA NGGAK Haii sobat hebat, disini kita kenalan dulu yuk sama sistem imun. Sistem imun dikenal juga dengan nama sistem imunitas, sistem pertahanan tubuh atau sistem kekebalan tubuh. Secara definisional, sistem imun merupakan serangkaian organ yang saling bekerja sama dan berfungsi dalam proses mengenali, menghancurkan dan menetralkan patogen asing yang merugikan dan sel abnormal, sehingga tubuh dapat mempertahakankan keadaan normal. Sobat hebat, pernah dengar istilah imunitas? Imunitas merupakan hasil kerja sistem imun, berupa respon protektif spesifik terhadap benda asing, patogen, mikroorganisme atau sel abnormal yang terdeteksi dapat merugikan tubuh. Terus kalau imunisasi itu apa, ya? Imunisasi adalah kegiatan meningkatan imunitas tubuh dengan masukan patogen atau mikroorganisme toksin penyebab suatu penyakit. Patogen dan mikroorganisme yang digunakan sudah dilemahkan, mati, atau dimodifikasi sehingga tidak menimbulkan penyakit. Patogen dan mikroorganisme yang digunakan tersebut disebut sebagai vaksin. LALU, APA SAJA PERAN ORGAN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM IMUN? Pada hakikatnya, sistem imun tersusun dari sel darah putih, sumsum tulang belakang, jaringan limfoid, kelenjar timus, kelenjar limfa, lien, torsil (amandel) serta adenoid. Sel darah putih yang terlibat dalam imunitas diantaranya limfosit B (sel B) dan limfosit T (sel T). Kedua sel tersebut berasal dari limfoblast yang dibuat di sumsum tulang. Sel B akan disalurkan dari sumsum tulang belakang memasuki sirkulasi darah. Sel T akan disalurkan dari sumsum tulang belakang memasuki kelenjar timus. Untuk bisa membedakan sel B dan T, perhatikanlah gambar1 berikut ini. situs situs situs pengikatan pengikatan pengikatan antigen antigen antigen Jembatan wilayah disulfida variabel rantai wilayah konstan transmembran plasma membran sel B Sitoplasma sel B Sitoplasma sel T sel T Gambar 1. Struktur sel B dan Sel T (Sumber: Campbell, et.al., 2008) Kelenjar limfe yang tersebar di seluruh tubuh menyingkirkan benda asing dari sistem limfe sebelum memasuki aliran darah. Selain itu, kelenjar limfe berperan sebagai pusat proliferasi atau peningkatan jumlah sel imun. Lien (limpa) tersusun atas pulpa rubra dan alba yang berperan sebagai saringan. Tonsil berperan memproduksi limfosit dan antibodi yang kemudian masuk ke

dalam cairan limfe. Torsil menjadi pertahanan pertama untuk mengatasi infeksi di bagian hidung, mulut dan tenggorokan. Adenoid dan jaringan limfatik mukoid lainnya berperan dalam mempertahankan tubuh terhadap serangan mikroorganisme. JADI, APA SAJA FUNGSI SISTEM IMUN DALAM TUBUH? Sistem imun ini memiliki fungsi spesifik untuk mempertahankan tubuh dari patogen asing dan sel abnormal yang memasuki tubuh. Berikut ini jenis antibodi (immunoglobulin) di dalam tubuh manusia yang disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Lima Kelas Antibodi atau Immunoglobulin Jenis Immunoglobulin Kelas (berdasarkarkan Immunoglobulin Distribusi Fungsi bentuknya) (Ig) IgD Permukaan sel B Reseptor antigen di yang belum pernah dalam proliferasi dan terpapar antigen diferensiasi sel B yang dirangsang oleh antigen (sekresi klonal) IgE Dalam darah pada Memicu pelepasann sel konsentrasi rendah tiang dan basofil dari histamin dan zat kimia lain yang menyebabkan Monomer reaksi alergi. Dimer IgG Kelas Ig yang paling Mendorong opsonisasi, Pentamer melimpah di dalam netralisasi, dan penautan darah, ditemukan silang antigen. juga di dalam cairan Kurang efektif dalam jaringan aktivitas komplemen daripada IgM. Satu-satunya kelas Ig yang menyeberangi plasenta, sehingga memberikan imunitas pasif pada fetus (janin). IgA Terdapat dalam Memberikan pertahanan cairan hasil sekresi, terlokalisasi membran seperti air mata, mukus melalui penautan ludah, mukus, dan air silang dan netralisasi susu ibu (ASI) antigen. Keberadaan dalam ASI memberikan imunitas pasif kepada bayi penerima ASI. IgM Kelas Ig pertama Mendorong netralisasi yang dihasilkan dan penautan silang setelah paparan wal antigen, sangat terhadap antigen, membantu efektifitas konsentrasi Ig di aktivitas komplemen dalam darah terus menurun (Sumber: Campbell et al., 2008)

Sistem imun di dalam tubuh secara keseluruhan memiliki fungsi sebagai berikut. 1. Mempertahankan tubuh daru patogen invasif yang bisa masuk ek dalam sel inang, misalnya virus dan bakteri. 2. Melindungi tubuh dari agen lingkungan eksternal tubuh yang berasal dari tumbuhan dan hewan, misalnya makanan tertentu, serbuk sari, bulu atau rambut hewan. 3. Melindungi tubuh dari agen lingkungan luar seperti obat-obatan dan polutan. 4. Mencerna sel-sel yang rusak akibat suatu penyakit atau cidera, sehingga membantu penyembukan luka dan memperbaiki jarinngan yang rusak. 5. Mengenali dan menghancurkan sel abnormal atau mutan di dalam tubuh, misalnya sel kanker. BAGAIMANA BIOPROSES SISTEM IMUN TUBUH? Tubuh memiliki sistem imun spesifik dan non-spesifik. Sesuai namanya, sistem imun non-spesifik bekerja secara umum, tanpa ditujukan khusus melawan patogen atau mikroorganisme khusus. Walaupun demikian, sistem imun non-spesifik mampu memberikan respon langsung terhadap berbagai antigen untuk melindungi tubuh. Sistem imun non-spesifik disebut juga sebagai sistem imun alamiah, karena dalam keadaan normal dimiliki oleh tubuh sejak lahir. Sistem imun ini terdiri dari pertahanan fisik, mekanis dan kimia terhadap agen infeksi (terdiri dari organ paling luar, yaitu kulit dan membran mukosa), fagositosis, inflamasi, dan zat antimikroba non-spesifik. (a) (b) Gambar 2. Kekebalan tubuh non-spesifik (a) kulit dan (b) Membran Mukosa pada Rongga Hidung (Sumber: Pizano, 2016 & Kern, 2022) Saat menghirup udara kotor dan berdebu, seringkali hidung kita terasa gatal dan akhirnya mengeluarkan ingus. Ingus tersebut merupakan lendir yang dihasilkan oleh membran mukosa di hidung untuk melawan pantogen dari luar (dalam kasus ini berupa debu dan polutan yang terkandung di udara kotor). Debu yang terhirup akan tertangkap dan dikenali oleh silia. Hal ini menyebabkan peningkatan produksi mukus. Kemudian, debu akan mengeras dan tercampur dengan mukus. Dan menyebabkan hidung terasa gatal dan berair. Membran mukosa terletak juga di beberapa organ dan rongga tubuh lain, seperti saluran pencernaan (mulut, lambung dan usus) dan sistem pernapasan (seperti hidung, tenggorokan dan bagian paru-paru). Saat patogen terlanjur masuk ke dalam tubuh, maka akan terjadi inflamasi atau peradangan sebagai reaksi jaringan terhadap infeksi atau cedera pada tubuh. Patogen yang masuk akan menginfeksi dan merusak sel di sekitar jaringan. Sel yang mengalami infeksi dan rusak akan merangsang sel darah putih (sel tiang atau mast cell) dan makrofag mengeluarkan sinyal berupa molekul kimiawi. Sinyal tersebut berupa histamin dan interferon. Histamin sebagai sinyal kimiawi pertama yang keluar dari mast cell dan mengakibatkan peradangan dengan terjadinya pelebaran pembuluh darah. Interferon berperan sebagai sinyal kimia kedua yang menghalangi perbanyakan virus dan memberi sinyal kepada sel-sel lain bahwa terjadi inflamasi di jaringan tersebut sehingga sel sekitar dapat bersiap untuk melawan patogen yang menyerang. Bukalah tautan atau barcode berikut ini untuk melihat video ilustrasi proses inflamasi yang terjadi akibat infeksi pada jaringan kulit.

https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/repos/FileUpload/Bio%20Sistem%20Imunitas- ns/reaksi%20peradangan.mp4 Histamin mengakibatkan kapiler darah disekitarnya melebar dan menjadi lebih permeabel. Keadaan kapiler tersebut mengakibatkan cairan peptida antimikroba keluar dari kapiler dan memasuki jaringan. Molekul tersebut menarik sel fagosit tambahan yang berada di dalam kapiler untuk memasuki jaringan. Sel fagosit akan melakukan proses penelanan dan pencernaan patogen (proses ini disebut fagositosis). Jenis-jenis sel darah putih yang dapat terlibat dalam fagositosis adalah neutrofil, monosit, eosinofil, mast cell (sel tiang) dan sel pembuluh alami. Sel-sel fagosit juga menelan dan mencerna sisa sel yang mati atau terinfeksi di tempat tersebut sehingga jaringan kembali dalam keadaan normal (sembuh). Gambar 3. Fagositosis (Sumber: Campbell et al., 2017) Inflamasi dapat terjadi dalam jangka pendek (akut) maupun jangka panjang (kronis). Bagian tubuh yang mengalami inflamasi akan terlihat kemerahan, bengkak, terasa panas, nyeri dan kehilangan fungsi atau mati rasa. Inflamasi juga dapat menyebabkan tubuh mengalami demam. Hal ini dikarenakan sel leukosit melepaskan senyawa pirogen yang merangsang tubuh menaikkan suhu. Tujuan penaikan suhu tersebut untuk meningkatkan pertahanan tubuh, menghambat pertumbuhan beberapa jenis mikroorganisme yang tidak kuat panas, mempermudah terjadinya fagositosis, mempercepat reaksi di dalam tubuh dan mempercepat perbaikan jaringan yang rusak tersebut. Bagaimana dengan bioproses sistem imun spesifik? Sistem imun spesifik bekerja secara khusus dengan menghasilkan antibodi untuk menangani antigen tertentu. Satu antobodi akan bekerja secara spesifik untuk satu antigen tertentu, baik itu jenis bakteri, virus, toksin, atau zat asing spesifik lainnya. Bioproses sistem imun ini terdiri dari interaksi antigen-antibodi, respon sel imunitas, mekanisme respon imunitas seluler. Berikut ini grafik 1 yang menunjukan kerja antibodi spesifik terhadap antigen tertentu saja dan tidak mempengaruhi kerja antibodi lainnya.

Respon kekebalan primer Respon kekebalan sekunder terhadap antigen A terhadap antigen A menghasilkan antibodi terhadap A, respon menghasilkan antibodi kekebalan primer tehadap antigen B terhadap A menghasilkan antibodi terhadap B. konsentrasi Antibodi Antibodi antibodi terhadap A terhadap B (arbitrary units) Paparan terhadap Paparan terhadap antigen A antigen A dan B Grafik 1. Spesifikasi ingatan sistem imun (Sumber: Campbell, 2017) Bioproses yang terjadi sebagai interaksi antigen dan antibodi diawali dengan pengenalan antigen oleh tubuh. Sel B akan menghasilkan antibodi spesifik sesuai dengan bentuk epitop milik antigen. Kemudian antibodi dilepaskan dari sel B dan berikatan dengan antigen melalui epitop yang sesuai. Setelah antibodi berhasil mengalahkan antigen, antibodi akan memperbanyak diri. Sel hasil perbanyakan tersebut memiliki spesifikasi yang sama dan tidak akan berdiferensiasi. Sel ini disebut sebagai sel memori B yang berfungsi dalam respon imunitas sekunder. Respon imunitas sekunder terjadi sebagai respon tubuh terhadap antigen sejenis yang menyerang kembali (sebelumnya pernah dikalahkan oleh antibodi tubuh). Bukalah tautan atau barcode dibawah ini untuk melihat interaksi antigen dan antibodi. https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/repos/FileUpload/Bio%20Sistem%20Imunitas- ns/pengikatan%20antibodi.mp4 Saat antigen pertama kali masuk ke dalam tubuh, sel makrofag akan memberikan respon sebagai sel penyaji antigen. Makrofag akan memberikan antigen kepada sel T helper. Sel T helper akan membentuk respon imunitas terhadap antigen tersebut. Sel T helper juga akan mengaktivasi sel B dan sel T sitotoksik. Sel B sebagai imunitas humoral akan menghasilkan antibodi dalam plasma darah dan limfa (ekstraseluler). Sel T sitotoksik akan melawan antigen secara intraseluler dengan menghancurkan sel-sel yang telah terinfeksi antigen tersebut. Sel B akan memperbanyak diri untuk menyerang antigen dan membentuk sel B memori untuk respon imunitas sekunder (sehingga tubuh telah memiliki antibodi jika diserang kembali oleh antigen sejernis). https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/repos/FileUpload/Bio%20Sistem%20Imunitas- ns/respon%20tubuh....mp4

Bioproses respon imunitas humoral diperantai oleh antibodi dengan melibatkan aktivitas sel B yang menghasilkan antibodi dalam plasma darah dan limfa. Mekanisme bioproses ini dimulai dengan antigen milik patogen yang memasuki (menginvasi) tubuh. Antigen dibawa ke limfosit Byang berada di dalam nodus limfa. Sel T helper (penolong) mengaktifkan limfosit B. Limfosit B berproliferasi melalui pembelahan mitosis sehingga menghasilkan tiruan sel B. Klon (tiruan) sel B terdiferensiasi menjadi sel plasma. Sel plasma melakukan sekresi antibodi untuk mengatasi infeksi. Antibodi dibawa ke lookasi infeksi. Kompleks antigen-antibodi secara langsung menginaktifkan antigen milik patogen. Klon sel B yang tidak terdiferensiasi menjadi limfosit sel memori B yang dapat digunakan untuk respons imunitas sekunder. Bukalah link atau barcode berikut ini untuk melihat video mengenai respon imunitas humoral. https://youtu.be/1gukMAcBKMI GANGGUAN SISTEM IMUN Bagian satu: Pendahuluan Memangnya apa yang akan terjadi jika sistem imun mengalami gangguan? Saat sistem imun mengalami gangguan, kemampuan pertahanan tubuh untuk mengenali, mencerna dan menghancurkan patogen, mikroorganisme, toksin (zat mengandung toksin penyebab penyakit), dan sel abnormal akan terganggu. Terganggunya sistem imun tersebut akan menyebabkan ketahanan tubuh menjadi rendah atau menurun. Bahkan bisa salah menargetkan sasaran sehingga menghancurkan sel normal dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan tubuh mudah terinfeksi penyakit dan menjadi semakin lemah. Bagaimana pengaruh program imunisasi terhadap tubuh? Program imunisasi sangat bermanfaat dalam membantu tubuh menyiapkan diri menghadapi patogen yang akan menyerang. Melalui program imunisasi, tubuh dapat memperoleh atau memproduksi antibodi sehingga mengurangi tubuh terkena suatu penyakit. Bagian dua: Faktor Penyebab Gangguan Sistem Imun Apa saja yang menyebabkan sistem imun mengalami gangguan? Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sistem imun diantaranya genetik, fisiologis, stres, usia, hormon dan jenis kelamin, kebiasaan olahraga dan aktivitas sehari-hari, kebiasaan tidur, nutrisi, paparan zat berbahaya, serta penggunaan obat tertentu.

Faktor genetik merupakan faktor identik Gambar 4. Faktor genetik yang diturunkan dari orangtua kepada yang diturunkan anaknya. Jika orangtua memiliki kelainan (sumber gambar: Lestari, pada sistem imun, akan besar kemungkinan 2020) kelainan tersebut diturunkan kepada anak Gambar 5. Faktor Faktor fisiologis berkaitan dengan fungsi organ fisiologis tubuh dalam tubuh. Organ dalam tubuh saling berkaitan (sumber gambar: untuk menjalankan suatu fungsi tertentu. Oleh Mahmudzarvandi sebab itu, jika salah satu organ tidak berfungsi , 2011) dengan semestinya, maka akan mengganggu fungsi dari sistem imun. Stres dapat mempengaruhi imunitas tubuh. Gambar 6. Faktor stres Hal ini dikarenakan saat stres terjadi, tubuh (sumber gambar: CNN akan menghasilkan hormon tambahan Indonesia, 2020) seperti neuroendokrin, glukokortikoid dan katekolamin. Hormon stres tersebut akan menghambat produksi limfosit dan kerja sel darah putih. Usia dapat meningkatkan maupun Gambar 7. Faktor usia dan jenis kelamin menurunkan imunitas tubuh terhadap (sumber gambar: Nadia, 2022) penyakit. Usia balita (bawah lima tahun) dan lansia (lanjut usia) cenderung memiliki imunitas yang lebih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh tubuh balita yang masih belum membentuk imunitas sempurna, sedangkan tubuh lansia telah mengalami penurunan fungsi organ sehingga imunitasnya menjadi rentan. Hormon dipengaruhi oleh jenis kelamin. Seorang wanita memproduksi hormon estrogen yang meningkatkan sintesis IgG dan IgA sehingga memiliki imunitas yang lebih kebal dibandingkan laki-laki. Seorang Laki-laki memproduksi androgen yang memperkecil risiko penyakit autoimun, sehingga penyakit autoimun jarang dijumpai pada laki-laki.

Kebiasaan olahraga dan aktivitas sehari-hari secara teratur dapat membantu efektifitas bioproses dalam tubuh, sehingga aliran darah tetap normal dan tubuh bersih dari racun atau patogen yang menyerang. Namun, olahraga dan aktitas berat berlebih dapat menyebabkan meningkatkan kebutuhan suplai oksigen sehingga memicu timbulnya rafikal bebas penyebab sel tubuh rusak. Kebiasaan tidur, saat seseorang kekurangan tidur, maka tubuh akan mengalami perubahan sitokin. Perubahan tersebut akan menurunkan imunitas seluler sehingga kekebalan tubuh menjadi menurun. Gambar 8. Kebiasaan hidup Nutrisi dibutuhkan sebagai energi untuk mempengaruhi sistem membentuk sel imunitas. Contoh nutrisi yang imunitas tubuh dibutuhkan adalah vitamin dan mineral, seperti DHA (Docosahexaenoic acid) dan asam arakidonat yang mempengaruhi maturasi (pematangan) sel T. Protein diperlukan untuk pembentukan immunoglobulin dan protein komplemen. Adapaun kandungan nutrisi seperti kolesterol dalam kandungan tinggi dapat menurunkan kemampuan makrofag dalam tubuh menghancurkan bakteri. Paparan zat berbahaya seperti bahan radioaktif, pestisida, rokok, minuman beralkohol, dan bahan kimia dapat menurunkan imunitas dalam tubuh. Racun tubuh sisa metabolisme akan menjadi racun dan menurunkan imunitas tubuh jika tidak dikeluarkan dari dalam tubuh, contohnya amonia (hasil eksresi dari hati). Penggunaan obat tertentu seperti antibiotik yang berlebih akan menyebabkan bakteri lebih resisten (lebih kuat) sehingga imunitas tubuh tidak bisa melawannya.Adapun konsumsi obat lain seperti antihistamin akan menghambat kerja hormon histamin dalam tubuh, konsumsi obat ini bagi seseorang yang memiliki histamin berlebih akan membantu menyeimbangkan imunitas (tidak mengalami hipersensitivitas). Apakah gangguan sistem imun dapat disembuhkan? Gangguan sistem imun cenderung tidak dapat disembuhkan, namun dapat diperbaiki atau dihindari supaya tidak menimbulkan gejala yang lebih parah. Contohnya, jika sobat hebat memiliki alergi, maka sobat hebat dapat menghindari alergan (zat atau benda penyebab alergi) dan mengkonsumsi antihistamin untuk mengurangi gejala gatal atau aktivitas histamin. Tubuh sobat hebat akan kembali normal, namun akan mengalami hal yang sama jika terkena alergen kembali. Untuk lebih jelasnya mengenai gangguan sistem imun, sobat hebat dapat membaca di bagian tiga yaaa, selamat belajar... Bagian tiga: Gangguan pada sistem imun Gangguan sistem imun dapat menyebabkan tubuh memiliki ketakanan yang menurun, sehingga tidak bisa berjalan sesuai dengan fungsinya. Gangguan pada sistem imun dapat dikelompokan menjadi hipersensitif (alergi), autoimun dan immunodefisiensi. Untuk lebih jelasnya, sobat hebat dapat membaca uraian dibawah ini.

a. Hipersensitif (alergi) Hipersensitif atau alergi merupakan respon berlebih tubuh terhadap antigen tertentu yang disebut sebagai alergen. Respon alergi pada setiap orang akan berbeda dan tidak bisa disembuhkan, melainkan dikuranginya gejala yang menyakitkan atau membahayakan bagi tubuh. Alergi biasanya akan melibatkan antibodi jenis IgE. Beberapa antibodi IgE melekat pada bagian dasar sel tiang (mast cell) dalam jaringan ikat. Kemudian antigen milik alergen melekat ke situs pengikatan IgE di permukaan sel tiang tersebut. Alergen yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan IgE membentuk ikatan silang (cross-linking) yang bersebelahan, sehingga merangsang sel tiang untuk melepas histamin dan molekul kimia lain sebagai penyebab peradangan melalui granula (vesikel) sel tiang. Pelepasan histamin dan molekul lainnya tersebut disebut sebagai degranulasi. IgE alergen (paparan kedua) Sel tiang (mast cell) (1) antibodi IgE dihasilkan sebagai respon terhadap paparan awal suatu alergen, IgE berikatan dengan reseptor pada sel tiang (mast cell) (2) Pada paparan berikutnya terhadap alergen Granula (Vesikel) yang sama, IgE yang melekat pada sel tiang akan Histamin mengenalinya dan mengikat alergen tersebut. (3) Tautan silang (cross-linking) molekul IgE yang berdekatan memicu pelepasan histamin dan zat kimia lain sehingga menimbulkan gejala alergi. Gambar 9. Bioproses alergi yang melibatkan IgE dan sel tiang (mast cell) (Sumber: Campbell et al., 2017) Histamin akan menyebabkan terjadinya dilatasi (pelebaran) dan permeabelitas pembuluh darah di sekitar, sehingga memunculkan gejala alergi yang khas, seperti bersin-bersin, hidung berair, mata berair, kesulitan bernapas, ruam merah dan benjolan yang terasa gatal. Contoh alergen diantaranya serbuk polen, spora kapang, serbuk sari bunga, rambut atau bulu hewan, kotoran serangga, suhu ekstrim, kandungan obat dan makanan (seperti terlur, susu, kacang, udang dan kerang). Untuk memahami lebih jelas mengenai bioproses alergi di dalam tubuh, simaklah video melalui link atau barcode berikut ini.

https://youtu.be/UM1IIKFEbGU Respon alergi akut dapat menyebabkan syok anafilaktik (anaphylactic shock) yang bisa mengakibatkan kematian. Syok anafilaktik berkembang ketika degradasi sel tiang (keluarnya histamin dan zat lainnya) memicu dilatasi (pelebaran) pembuluh darah perifer secara mendadak. Hal ini mengakibatkan penurunan tekanan darah secara mendadak, sehingga menyebabkan kematian dalam hitungan beberapa menit setelahnya. Oleh sebab itu, untuk mengatasinya seringkali seseorang yang menderita alergi akut akan membawa alat suntik berisi hormon epinefrin untuk menekan respon alergi tersebut. Selain epinefrin, respon alergi lainnya dapat diredakan dengan pemberian obat antihistamin untuk menerak reaksi histamin dalam tubuh. Gambar 10. Anaphylactic shock sebagai respon alergi yang ekstrim (Sumber: Rajalakshmi, 2020&Hammett, 2021) b. Autoimun Autoimun atau autoimunitas merupakan suatu gangguan sistem imun yang disebabkan karena gagalnya imunitas tubuh dalam membedakan sel tubuh sehat dengan sel asing, sehingga sistem imun menyerang sel tubuh normal miliknya sendiri. Gangguan autoimun ini dapat menyerang molekul tertentu di dalam tubuh sehingga menimbulkan penyakit autoimun. Penyakit autoimun tersebut diantaranya Systemic lupus erythematosus (SLE), artritis rematoid, diabetes melitus tipe I, multiple selerosis penyakit Grave (hipertiroidisme), anemia pernisiosa, dan penyakit Addison. 1) Systemic lupus erythematosus (SLE) atau lebih di kenal dengan penyakit lupus. Pada penyakit lupus, sistem imun menghasilkan antibodi yang menyerang histon dan DNA yang dilepaskan melalui pemecahan normal sel tubuh. Penyakit lupus akan menimbulkan gejala yang berbeda-beda pada setiap penderitanya. Adapun gejala yang dapat timbul seperti ruam-ruam kulit (biasanya membentuk butterfly rash atau ruam berbentuk kupu-kupu dibagian wajah), demam, artritis, masalh pada hati, gangguan ginjal, gangguan paru-paru, dan Raynaud’s phenomenon (keadaan tubuh kaku dan dingin akibat aliran darah terbatas).

Gambar 11. Gejala lupus (Sumber: Cahyono, 2017 &Horowitz, 2022) 2) Artritis rematoid (Rheumatoid arthritis) merupakan gangguan sistem imunitas yang menyebabkan kerusakan dan inflamasi (peradangan) di bagian kartilago dan tulang persendian. Inflamasi yang dibiarkan terus-menerus akan menyebabkan gangguan fungsi sendi dan perubahan bentuk sendi tersebut. (a) (b) Gambar 12. (a) Pindaian sinar X-ray (b) anatomi tangan persendian pada tangan penderita artritis rematoid (Sumber: Campbell et al., 2017&Pittara, 2022) Rheumatoid arthritis ditandai dengan bengkak, nyeri, dan kaku pada sendi. Selain menyerang sendi, rheumatoid arthritis juga bisa menyerang organ lain, seperti kulit, pembuluh darah, paru- paru, mata, dan jantung. Rheumatoid arthritis belum dapat disembuhkan. Metode penanganan oleh tenaga medis bertujuan untuk mencegah perburukan gejala, mengatasi inflamasi (peradangan), mengurangi kerusakan lebih lanjut pada tulang dan sendi, serta meningkatkan kemampuan gerak dan aktivitas penderita. Metode tersebut diantaranya dengan memberikan obat Obat golongan disease-modifying anti-rheumatic drugs (DMARD) dan antiinflamasi nonsteroid (OAINS) untuk mengurangi sakit karena reumati dan peradangan. 3) Diabetes melitus tipe I merupakan gangguan imunitas yang disebabkan oleh sel T sitotoksik yang menghancurkan sel beta penghasil insulin di pankreas. Hal ini menyebabkan tubuh tidak mampu memproduksi insulin kembali, sehingga penderita sangat tergantung terhadap donor insulin dari luar tubuh. oleh sebab itu, diabtes tipe ini disebut juga sebagai diabetes insulin- dependent. Diabetes ini lebih sering ditemukan pertama kali pada usia anak-anak hingga remaja (dewasa muda) sehingga disebut diabetes juvenile (remaja). Diabetes ini termasuk penyakit genetik yang tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikendalikan dengan penanganan medis untuk mengurangi gejala yang timbul.

4) Multiple sclerosis merupakan gangguan sistem imun yangdisebabkan karena sel T menembus sel saraf pusat, sehingga menyebabkan penghancuran selubung mielin yang mengelilingi sebagian besar bagian neuron. Penyakit ini sangat berhubungan antara sistem imun dengan sistem saraf (koordinasi). Gejala pada setiap penderita akan berbeda, namun secara umum gejala tersebut meliputi mati rasa pada satu sisi tubuh sekaligus pada waktu bersamaan, sensasi sengatan listrik saat menggerakan leher (terutama saat menekuk leher ke depan), berkurangnya fungsi koordinasi (seperti kesulitan berbicara atau menjadi cadel, penglihatan memburuk, pengliatan terlihat ganda, dan mata terasa sakit saat digerakan). 5) Penyakit Grave (hipertiroidisme) merupakan (a) (b) gangguan sistem imun yang menyebabkan Gambar 13. Keadaan anatomi (a) tiroid hipertiroid (tiroid terlalu aktif) sehingga hormon tiroid diproduksi berlebih oleh tubuh. Gangguan normal (b) hipertiroid ini ditandai dengan membesarnya kelenjar tiroid (gondok) yang terlihat bengkak di bagian pangkal leher, penurunan berat badan, jantung berdetak cepat (takikardia) dan tidak beraturan (aritmia), termor ringan dibagian tangan dan jari, peningkatan kepekaan terhadap panas dan lebih sering buang air besar (BAB). Pengobatan hipertiroid dapat dilakukan dengan pemberian yodium radioaktif melalui mulut dan konsumsi obat antitiroid untuk mengurangi gejala hipertiroid. c. Immunodefisiensi Immunodefisiensi merupakan gangguan sistem imun berupa ketidakmampuan imunitas dalam melindungi tubuh dari patogen (tidak mampu memberikan respon terhadap antigen). Berdasarkan penyebabnya, immunidefisiensi dapat dibedakan menjadi, immunodefisiensi bawaan (inborn immunodeficiency) dan immunodefisiensi yang diperoleh. 1) Immunodefisiensi bawaan (inborn immunodeficiency) merupakan gangguan sistem imun akibat cacat genetis dalam perkembangan berbagai sel sistem imun atau gagal dalam memproduksi protein spesifik tertentu, seperti antibodi atau protein komplemen. Contohnya defisiensi imun kongenital yang merupakan keadaan tidak memiliki sel B maupun sel T sejaklahir, sehingga penderita harus hidup dalam keadaan lingkungan yang steril. Penyakit immunodefisiensi ini meliputi Severe combined immunodeficiency (SCID) dan Sindrom Wiskott-Aldrich. Severe combined immunodeficiency Gambar 14. Penanganan bayi penderita SCID (SCID) dimana penderita hanya memiliki (Sumber: Permatasari, 2023) sedikit atau tidak memiliki limfosit sama sekali. Hal ini mengakibatkan bayi penderita sangat rentan terhadap infeksi berulang seperti pneumonia dan meningitis yang dapat menyebabkan kematian. Penanganan yang dapat dilakukan ialah dengan transplantasi sumsum tulang dan sel punca. Terdapat berbagai jenis SCID, pada umumnya SCID lebih sering berkaitan dengan kromosom X dan ditemukan pada bayi laki-laki (walaupun bayi perempuan dapat membawa kondisi tersebut/resesif). Oleh sebab itu, bayi laki-laki SCID sering disebut buble boy.

Sindrom Wiskott-Aldrich merupakan gangguan sistem imun yang hanya menyerang anak laki- laki dan menyebabkan eksim, yaitu pengurangan jumlah trombosit serta kekurangan limfosit T dan limfosit B. Gejala eksim tersebut dapat menyebabkan infeksi secara berulang. Akibat rendahnya jumlah trombosit, maka gejala pertamanya bisa berupa kelainan pendarahan (misalnya diare berdarah). Kekurangan limfosit T dan limposit B menyebabkan anak rentan terkena infeksi bakteri, virus dan jamur. Selain itu, bisa juga terjadi gejala berupa infeksi pada saluran pernapasan, seperti pneumonia. Anak yang menderita sindrom ini dan bisa bertahan sampai usia 10 tahun, kemungkinan akan menderita kanker (misalnya kanker limfoma dan leukimia). (a) (b) (c) Gambar 15. Gejala Sondrom Wiskott-Aldrich berupa (a) Eksim (b) Trombositopenia dan (c) Pneumonia dan radang pernapasan lainnya (sumber: Desmawati, 2013) Pengobatan yang dilakukan untuk masalah pendarahan seringkali diatasi dengan pengangkatan limpa. Hal ini dikarenakan penderita memiliki jumlah trombosit yang sedikit, sedangkan trombosit tersebut dihancurkan di dalam limpa. Antibiotik dan infus immunoglobulin juga bisa membantu proses pengobatan sindrom ini. Akan tetapi, pengobatan terbaik bagi penderita adalah dengan melakukan pencangkokan sumsum tulang. Gambar 16. Gejala awal berupa lesi di mulut akibat terinfeksi HIV/AIDS (Sumber: Maharani, 2013) 2) Immunodefisiensi yang diperoleh (acquired immunodeficiency) berkembang setelah terpapar oleh agen kimia atau biologi, dapat diturunkan secara genetik atau diperoleh karena infeksi patogen. Salah satunya dapat menimbulkan penyakit acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) yang disebabkan oleh infeksi virus jenis human immunodeficiency virus (HIV). HIV menginfeksi sel darah putih (jumlah sel T penolong berkurang) sehingga imunitas menjadi menurun. Menurunnya kekebalan tersebut mengakibatkan tubuh tidak bisa melawan infeksi, patogen dan penyakit lain yang menghampiri tubuh. HIV merupakan jenis virus yang dapat menular melalui pertukaran cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi ke orang lain. Cairan tubuh tersebut diantaranya darah, ASI (Air Susu Ibu), semen dan cairan vagina. Selain itu, HIV juga dapat ditularkan dari ibu kepada anak yang dikandungnya. Seseorang tidak dapat terinfeksi melalui kontak fisik lain, seperti mencium, berpelukan, berjabat tangan, atau berbagi benda pribadi, makanan, atau air minum. Tanda dan gejala seseorang terinfeksi HIV-AIDS diantaranya penurunan berat badan terus-menerus, demam panjang lebih dari satu bulan, diare kronis, batuk lebih dari satu bulan, bagian mulut terdapat lesi atau luka yang tampak putih sedikit menonjol tidak beraturan, dan terdapat bercak ungu kehitaman pada kulit.

Berikut ini disajikan bagan 1 yang menunjukan bioproses terjadinya infeksi HIV-AIDS di dalam tubuh hingga menimbulkan gejala. Bagan 1. Bioproses infeksi HIV-AIDS (Sumber: Desmawati, 2013) HIV-AIDS dapat ditangani secara medis melalui antiretroviral (ARV). Tujuan ARV diantaranya menghentikan aktivitas virus, memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadinya infeksi oportunistik, memperbaiki kualitas hidup, dan menurunkan resiko cacat. Walaupun demikian, ARV tidak dapat menyembuhkan infeksi HIV-AIDS, namun bisa memperpanjang usia harapan penderita HIV-AIDS. ARV diantaranya dilakukan dengan memberikan obat-obat seperti golongan Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) untuk menghambat replikasi/perbanyakan virus, Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NtRTI), Non-Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI), Protease Inhibitor (PI) untuk menghalangi kerja enzim virus, dan Fusion Inhibitor (FI) untuk menghalangi virus memasuki sel T.

PROGRAM DAN JENIS IMUNISASI SEBAGAI BENTUK MENGURANGI RESIKO GANGGUAN SISTEM IMUN Program imunisasi merupakan serangkaian kegiatan pemberian kekebalan tubuh (imunitas) terhadap suatu penyakit tertentu. Setiap individu dapat menerima imunitas secara pasif maupun aktif. Imunitas pasif terjadi jika individu menerima antibodi dari individu lain. Contohnya seorang bayi yang menerima IgG ibu melalui plasenta saat dikandung dan/atau melalui pemberian ASI (imunitas pasif alami). Contoh lainnya jika seseorang menerima antibodi dalam bentuk serum yang dihasilkan oleh individu lain (imunitas pasif buatan). Seseorang yang kebal (resisten) terhadap penyakit A, belum tentu kebal terhadap penyakit B dan penyakit lainnya. Saat tubuh terinjekasi oleh patogen, tubuh mampu memperoduksi antibodinya sendiri (imunitas aktif). Imunitas aktif alami terjadi jika seseorang terpapar patogen, kemudian tubuh langsung memproduksi antibodi dan limfosit khusus untuk mengatasi patogen tersebut. Imunitas aktif buatan (induksi) terjadi jika seseorang sengaja memasukan patogen yang telah mati atau dilemahkan ke dalam tubuh, sehingga tubuh membentuk antibodi dan limfosit khusus untuk mengatasi patogen sejenis dikemudian hari (dilakukan melalui kegiatan vaksinasi). Saat ini, telak banyak vaksin (patogen, toksin atau mikroorganisme yang mati/dilemahkan/dimodifikasi) yang dikembangkan untuk mengatasi suatu penyakit tertentu. Vaksin tersebut dimasukan ke dalam tubuh melalui suntikan ke dalam jaringan kulit atau diteteskan melalui mulut. Pemerintah pun ikut andil dalam terlaksananya vaksinasi atau imunisasi yang dilakukan dengan menyediakan vaksin dan mewajibkan masyarakat melakukan imunisasi. Tujuan dari pemberian vaksin tersebut untuk menurunkan angka kematian akibat patogen yang dijadikan vaksin. Berikut ini beberapa jenis imunisasi. Di Indonesia, pemerintah membuat kebijakan program wajib imunisasi untuk balita (bayi dibawah lima tahun) dan bias (bulan imunisasi anak sekolah). Saat pandemi COVID-19 yang telah sobat hebat lalui, pemerintah juga membuat kebijakan dan menyediakan vaksin COVID-19. Untuk mengenal jenis vaksinasi, sobat hebat dapat membaca Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Jenis Vaksin untuk Imunisasi Jenis vaksin yang Tujuan Waktu pemberian diberikan (imunisasi) memberikan imunitas bayi dengan rentang usia baru lahir hingga terhadap penyakit kurang dari 2 bulan Vaksin BCG tubercolocis (TBC) yang (Bacillus Calmette mengganggu sistem diberikan sebanyak tiga kali, yaitu saat berusia pernapasan 12 jam setlah lahir, berusia 1 bulan, dan Guerin) memberikan rentang usia 3 sampai 6 bulan imunitasterhadap Vaksin Hepatitis B penyakit Hepatitis B Pertama : (infeksi organ hati) diberikan dengan memasukan dua tetes vaksin Vaksin polio mencegah poliomielitis melalui mulut bayi sebanyak empat kali, yaitu (penyakit polio) saat bayi baru lahir, saat berusia 2 bulan, 4 Vaksin penyebab kelumpuhan bulan dan 6 bulan DPT(Difteri, Pengulangan : Pertusis, Tetanus). mencegah penyakit DPT saat berusia 18 bulan dan 5 tahun (Difteri, Pertusis/batuk Pertama : rejan, Tetanus) bayi usia lebih dari 14 minggu, 4 bulan, dan 6 bulan. Pengulangan: usia 18 bulan, 5 tahun, dan 12 tahun dengan

Jenis vaksin yang diberikan Tujuan Waktu pemberian (imunisasi) vaksin DT (Difteri Tetanus) atau TT (Tetanus Toksoid) saja meningkatkan imunitas Pertama: Vaksin campak terhadap penyakit bayi berusia 9 bulan campak Pengulangan: usia 6 tahun Vaksin Hib Mencegah penyakit Pertama: (Haemophilus meringitis (radang sejak usia 2 bulan influenzae tipe B) selaput otak) Pengulangan: 2 bulan setelah vaksin pertama Mencegah penyakit Pertama: Vaksin MMR gongongan (mumps), 12 bulan (jika belum menerima vaksin (mumps, measles, campak (measles), dan campak) rubella) campak jerman (rubella) Penngulangan: usia 6 tahun Mencegah penyakit Pertama: Vaksin hepatitis A hepatitis A yang usia di atas 2 tahun menyerang hati. Pengulangan: 6-12 tahun setelah vaksin pertama Mencegah penyakit Pertama: Vaksin Tifoid demam tifoid (tipus). usia diatas 2 tahun Pengulangan: setiap tiga bulan setelah vaksin sebelumnya Vaksin PCV Mencegah penyakit Pertama, kedua dan ketiga: (Pneumococcal radang selaput otak, usia 2, 4, dan 6 bulan infeksi darah dan radang Keempat: vaccine) paru-paru. usia 12-15 bulan dan 2 tahun Mencegah penyakit Diberikan satu kali saat berusia 12 tahun atau Vaksin varisela cacar air. dua kali jika berusia >12 tahun dengan interbal 1-2 bulan. Mengurangi resiko Diberikan setiap satu tahun sekali. Vaksin influenza terkana penyakit influenza (flu) Menciptakan imunitas Setiap orang menerima tiga kali vaksin (dosis terhadap virus corona. 1, dosis 2 dan booster) dengan interval 14-30 Vaksin covid-19 hari. Vaksin dapat diberikan mulai dari anak usia 6 tahun hinga lanjut usia. (sumber: Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, 2016)

DAFTAR PUSTAKA Cahyono, Rudi. (2017). “Apa Yang Dimaksud Dengan Penyakit Lupus?”. Dictio. (Online). Tersedia di https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-penyakit-lupus/13462 Campbell, Neil A., B. Reece, Lisa A. Urry, Michael L. Cain, Peter V. Minorsky, Steven A. Wasserman, and Robert B. Jackson. (2008). Biologi. Edisi kedelapan. Jakarta: Erlangga. Campbell, Neil A., Lisa A. Urry, Michael L. Cain, Peter V. Minorsky, Steven A. Wasserman, and Jane B. Reece. (2017). Biology. Eleventh Edition. New York: Pearson. Candra, Asep. (2013). “Hubungan Stres Dengan Daya Tahan Tubuh.” Kompas, January 17. (Online). Tersedia di https://amp.kompas.com/health/read/2013/01/17/15121499/hubungan-stres-dengan-daya- tahan-tubuh CNN Indonesia. (2020). \"Alasan Stres dapat Mengganggu Daya Tahan Tubuh.\" CNN Indonesia, 20 Mei 2020. (Online). Tersedia di https://www.cnnindonesia.com/gaya- hidup/20200520065700-255-505115/alasan-stres-dapat-mengganggu-daya-tahan-tubuh Desmawati. (2013). Sistem Hematologi Dan Imunologi. Jakarta: In Media. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular. (2021). Apa Itu Diabetes Melitus Tipe 1?. Jakarta: Kemenkes RI. Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. (2016). Pentingnya Imunisasi. Jakarta: Kemenkes. Fiore, Kristina. (2022). “Early Win for Gene Therapy in Rare Form of SCID.” MedPage Today. (Online). Tersedia di https://www.medpagetoday.com/genetics/generalgenetics/102358 Hammett, Emma. (2021). “Anaphylactic Shock and Acute Allergic Reaction.” First Aid for Life. (Online). Tersedia di https://firstaidforlife.org.uk/anaphylactic-shock-acute-allergic- reaction/ Horowitz, Diane M. (2022). “Systemic Lupus Erythematosus.” ADAM, January 16. (Online). Tersedia di https://medlineplus.gov/ency/article/000435.htm Irnaningtyas, and Yossa Istiadi. (2014). Biologi Untuk SMA/MA Kelas XI Kurikulum 2013 Edisi Revisi. Jakarta: Erlangga. Irnaningtyas. (2016). Biologi untuk SMA/MA Kelas XI Kurikulum 2013 Edisi Revisi. Jakarta: Erlangga. Kern, Dan. (2022). “Human Skin: Basic Anatomy and Functions.” Acne.Org, September 2. (Online). Tersedia di https://www.acne.org/human-skin-basic-anatomy-and-functions Lestari, Dewi. (2020). \"Penyakit Menurun pada Manusia.. siswapedia, 18 Maret 2020. (Online). Tersedia di https://www.siswapedia.com/penyakit-menurun-pada-manusia/ Maharani, Arni. (2013). “Gejala Awal HIV Dalam Mulut.” Klik Dokter. (Online). Tersedia di https://www.klikdokter.com/info-sehat/hiv-aids/gejala-awal-hiv-dalam-mulut Mahmudzarvandi. (2011). \"Complete Human Anatomy.\" cgtrader. (Online). Tersedia di https://www.cgtrader.com/3d-models/science/medical/complete-human-anatomy Makarim, Fadhli Rizal. (2021). “Ketahui Tentang Penyakit Graves, Penyebab Kondisi Hipertiroid.” Halodoc, February 8. (Online). Tersedia di https://www.halodoc.com/artikel/ketahui-tentang-penyakit-graves-penyebab-kondisi- hipertiroid

Nadia, Yopi. (2022). Pertumbuhan dan Perkembangan pada Manusia. Kompas, 13 November 2022. (Online). Tersedia di https://www.kompas.com/skola/read/2022/10/13/073000169/pertumbuhan-dan- perkembangan-pada-manusia?page=all# Permatasari, Gita. (2023). “SCID Adalah Penyakit Langka Yang Bisa Menyerang Bayi, Kenali Kondisinya!” The Asian Parent. (Online). Tersedia di https://id.theasianparent.com/scid- adalah Pittara. (2022). “Lupus.” Alodokter, April 26. (Online). Tersedia di https://www.alodokter.com/lupus Pittara. (2022). “Rheumatoid Arthritis.” Alodokter, February 17. (Online). Tersedia di https://www.alodokter.com/rheumatoid-arthritis Pizano, Jessica. (2016). “Lets Talk About Snot: A Closer Look At Nasal Mucus.” Integrative Therapeutics. (Online). Tersedia di https://www.integrativepro.com/articles/snot-closer- look-at-nasal-mucus Pramono, L. A. (2019). \"Mata Melotot Bisa Jadi Karena Masalah TIroid.\". Jakarta: Rumah Sakit St. Carolus Premana, Indra & Megapuspita, Sari. (2020). \"Kenapa Kita Bisa Alergi?\". Youtube: Ini Kata Dokter. (Online). Tersedia di https://youtu.be/UM1IIKFEbGU Purnamasari, A. (2020). Sistem Pertahanan Tubuh. Jakarta: Direktorat Sekolah Menengah Atas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rajalakshmi. (2020). “Anaphylactic Shock.” March 6. (Online). Tersedia di https://www.myupchar.com/en/disease/severe-allergic-reaction-anaphylactic-shock Tobin, Oliver. (2022). “Multiple Sclerosis.” Mayo Clinic. (Online). Tersedia di https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/multiple-sclerosis/symptoms-causes/syc- 20350269#:~:text=The%20cause%20of%20multiple%20sclerosis,and%20spinal%20cord %20(myelin). World Health Organization. (2022). “HIV.” World Health Organization. Wijaya, Riko Pandu. (2019). Sistem Imunitas. Jakarta: Pustekkom Kemdikbud


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook