Hukum Pernikahan Beda Agama Menurut Hukum Islam dan Hukum Formal Sumriyah, Dewi Muti’ah prodi Ilmu Hukum, Universitas Trunojoyo Madura e-mail : [email protected] Abstrak Kata kunci : perkawinan, hukum islam,hukum formal, beda agama Penelitian ini bertujuan mengetahui pandangan hukum islam dan hukum formal terkait adanya Abstract perkawinan beda agama,dan untuk mengetahui apakah perkawinan beda agama itu sah atau This research aims to find out the views of hanya diperbolehkan. Penelitian dilakukan karena Islamic law and formal law related to interfaith adanya orang yang melakukan perkawinan beda marriages, and to find out whether interfaith agama di Indonesia. Sedangkan dalam undang marriages are valid or only allowed. The undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 pasal 2 research was conducted because there are people ayat 1 menjelaskan bahwa perkawinan adalah who have interfaith marriages in Indonesia. sah, apabila dilakukan menurut hukum masing- Whereas in the marriage law number 1 of 1974 masing agamanya dan kepercayaanya itu. Dalam article 2 paragraph 1 explains that marriage is pasal tersebut terkandung makna bahwa valid, if it is carried out according to the law of perkawinan dianggap sah adalah ketika each religion and belief. This article implies that perkawinan itu dilaksanakan menurut a marriage is considered valid when it is carried agamnya,entah itu agama islam, kristen, budha, out according to one's religion, whether it is hindu, konghucu ,dan agama lainya. Menurut Islam, Christianity, Buddhism, Hinduism, kompilasi hukum islam tertuang dalam pasal 2&3 Confucianism, and other religions. According to yang berbunyi perkawinan menurut hukum islam the compilation of Islamic law contained in adalah pernikahan,yaitu akad yang sangat kuat articles 2 & 3 which reads that marriage atau miitsaaqan ghaliizhan untuk menaati according to Islamic law is marriage, which is a perintah Allah SWT dan melaksanakanya very strong contract or miitsaaqan ghaliizhan to merupakan ibadah,perkawinan bertujuan untuk obey Allah's orders and carry out it is worship, mewujudkan kehidupan rumah tangga yang marriage aims to create a household life that is sakinah mawadah dan warohmah. Menurut sakinah mawadah and warohmah. According to kompilasi hukum islam syarat syahnya the compilation of Islamic law, the legal perkawinan diatur dalam pasal 4 yang berbunyi “ requirements for marriage are regulated in perkawinan adalah sah, apabila dilakukan article 4 which reads \"marriage is valid, if it is menurut hukum islam sesuai dengan pasal 2 ayat carried out according to Islamic law in (1) Undang-Undang Nomor .1 tahun 1974 accordance with Article 2 paragraph (1) of Law tentang Perkawinan”, Pasal 5 ayat (1) yang Number 1 of 1974 concerning Marriage\", Article berbunyi “Agar terjamin ketertiban perkawinan 5 paragraph (1) which reads \"In order to ensure bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus the orderliness of marriage for the Muslim dicatat”, Pasal 7 ayat (1) yang berbunyi community, every marriage must be recorded\", “Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Article 7 paragraph (1) which reads \"Marriage Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah” can only be proven by a Marriage Certificate dan ayat (2) yang berbunyi “Dalam hal made by a Marriage Registration Officer\" and perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta paragraph (2) which reads \"In the event that the Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke marriage is not it can be proven by a Marriage Pengadilan Agama”. Dalam penelitian ini Certificate, the marriage certificate can be menggunakan metode penelitian hukum normatif. submitted to the Religious Court ”. In this study using normative legal research methods.
Keywords: marriage, islamic law, formal law, bahwa perkawinan adalah ikatan yang dapat different religions. dilihat, artinya: adanya suatu hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang PENDAHULUAN wanita untuk hidup bersama, sebagai suami isteri. Ikatan ini dapat juga disebut sebagai Jurnal ini dilatar belakangi karene “ikatan formal” yakni hubungan formal yang adanya perbedaan aturan antara hukum mengikat dirinya, orang lain dan masyarakat islam dan hukum formal, padahal diketahui . Sedangkan “Ikatan batin” dapat dimaknai bahwa indonesia adalah negara yang sebagai hubungan yang tidak formil, artin y a melarang adanya perkawinan beda agama. suatu ikatan yang tidak dapat dilihat, namu n Dasar hukum perkawinan menurut Undang – harus ada karena dengan tidak adanya ikatan Undang No.1Tahun 1974 tentang batin dalam perkawinan maka ikatan lahir akan rapuh. Perkawinan tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (2) yang rumusannya Dalam pembahasan hukum Islam, “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan khususnya dalam literatur fiqh klasik, menurut hukum masing – masing agamany a Perkawinan Beda Agama dapat dibedakan dan kepercayaannya itu. Tiap – tiap menjadi tiga kategori: Pertama, Perkawinan perkawinan dicatat menurut peraturan antara seorang pria muslim dengan seorang perundang – undangan yang wania musyrik Kedua, Perkawinan antara berlaku”.Sedangkan dasar hukum seorang pria muslim dengan wanita ahli perkawinan menurut Kompilasi Hukum kitabKetiga, Perkawinan antara seorang wanita muslimah dengan pria non muslim Islam tertuang dalam Pasal 2 dan 3 yang (sama adanya musyrik atau ahli kitab) berbunyi “Perkawinan menurut Hukum Para ulama sepakat bahwa seo ra n g Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang pria muslim diharamkan menikah dengan sangat kuat atau miitsaaqan ghaliizhan untuk seorang wanita musyrikah. Pendapat ini mentaati perintah Allah dan didasarkan pada QS. Al-Baqarah (2), 221: melaksanakannya merupakan ibadah. “Dan janganlah kamu nikahi perempuan Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh kehidupan rumah tangga yang sakinah, hamba sahaya perempuan yang beriman mawaddah, dan rahmah”. lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan Pasal 44 KHISeorang wanita Islam janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) dilarang melangsungkan perkawinan dengan musyrik (dengan perempuan yang beriman) seorang pria yang tidak beragama Islam. sebelum mereka berima n. Sungguh, hamba Selain larangan perkawinan dalam waktu sahaya lakilaki yang beriman lebih baik terentu yang disebutkan dalam KHI daripada laki-laki musyrik meskipun dia dimaksud, perlu juga diungkapkan mengenai menarik hatimu, mereka mengajak ke larangan perkawinan yang tertuang dalam neraka, sedangkan Allah mengajak ke surge pasal 8, 9, dan 10 Undang-undang Nomor 1 dan ampunandengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia Tahun 1974.Pernikahan Beda Aga ma agar mereka mengambil pelajaran.” Menurut Hukum Positif. Menurut Qatadah: Maksud dari Menurut Pasal 1 UU No. 1 Tahun ayat “dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman” adalah 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin untuk wanita musyrik yang bukan terma su k antara seorang pria dan seorang wanita ahli kitab. Ayat ini umum secara zhahir dan khusus secara batin dan tidak ada nasakh sebagai suami isteri dengan tujuan hukum dari ayat tersebut. Ayat lain tentang membentuk keluarga atau rumah tangga pelarangan perkawinan antara wanita muslim dengan pria non muslim juga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuahanan Yang Maha Esa. Kata “ikatan lahir batin” dalam pengertian tersebut dimaksudkan bahwa perkawinan itu tidak cukup hanya dengan adanya ikatan lahir saja, atau hanya dengan ikatan batin saja, namun harus keduanya ada dalam perkawinan. Ikatan lahir dapat dimaknai
didasarkan pada QS. Al-Mumtahanah (60): orang kafir, dan tidaklah halal pria kafir bagi 10: wanitawanita mukminat (at-Thabari, 2000: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila 327). Dalam ayat ini juga sebuah penegasa n perempuan-perempuan mukmin datang terhadap hukum yang berkenaan dengan pernikahan beda agama adalah firman Alla h berhijrah kepadamu, maka hendaklah k a mu “dan janganlah kamu tetap berpega n g p a d a menguji, maka Allah lebih mengetahui tali (pernikahan) dengan perempuan- perempuan kafir”, AthThabari menafsirkan tentang keimanan mereka, jika kamu telah firman Allah ini melarang orang-orang mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman menikahi wanita -wanita kafir, yait u mereka wanita -wanita musyrik penyemb ah - beriman, maka janganla h kamu kembalik a n penyembah berhala. Dan Allah mereka kepada orang-orang kafir (suami- memerintahkan untuk menceraikan mereka jika telah terjadi akad pernikahan. suami mereka). Mereka tidak halal bagi Dalam ayat diatas menjelaskan orang- orang kafir itu, dan Orang-orang kafir bahwa adanya pelarangan untuk tetap itu tidak halal bagi mereka. Dan berikanlah meneruskan hubungan pernikahan dengan wanita kafir, sampai mereka beriman kepada kepada (suami) mereka mahar yang telah Allah. Larangan pernikahan beda agama mereka diberikan. Dan tidak ada dosa dengan non muslim/kafir secara global tela h disepakati oleh para ulama. Kedua ayat di bagimu menikahi mereka apabila kamu atas dengan tegas melarang pernikahan bayarkan kepada mereka maharnya. Dan seorang muslim dengan seorang musyrik baik antara pria muslim dengan wanita janganlah kamu tetap berpegang pada tali musyrik maupun antara pria musyrik dengan (pernikahan) dengan perempuan-perempuan seorang wanita muslimah. Sekalipun masih terdapat penafsiran yang berbeda di kafir dan hendaklah minta kembali mahar kalangan ulama mengenai siapa yang yang telah kamu berikan dan (jika suaminy a dimaksud dengan wanita musyrik yang haram dinikahi. Ulama Tafsir menyebutkan tetap kafir) biarkan mereka meminta bahwa penafsiran wanita musyrik dalam ayat tersebut adalah wanita musyrik Arab kembali mahar yang telah mereka bayark an karena pada waktu Al-Quran turun mereka kepada mantan isterinya yang telah beriman. belum mengenal kitab suci dan mereka menyembah berhala. Sebagaian yang Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan- lainnya mengatakan bahwa wanita musyrik itu tidak hanya sebatas pada wanita musyrik Nya di antara kamu, dan Allah Maha Arab, akan tetapi bermakna umum, Mengetahui, Maha bijaksana.” mencakup semua jenis kemusyrikan baik dari suku Arab atau dari suku lain, termasu k Imam Ath-Thabari dalam tafsirn y a di dalamnya juga seorang penyembah menafsirkan “jika kamu telah mengetahui berhala, penganut agama Yahudi dan Nashrani, namun kebanyakan ulama bahwa mereka (benar-benar) beriman, mak a berpendapat bahwa semua wanita musyrik janganlah kamu kembalikan mereka kep ad a baik dari suku Arab atau pun non Arab, orang-orang kafir (suami-suami mereka)” selain ahli kitab dari pemeluk Yahudi dan Bahwa para wanita telah mengakui dan Nasrani (at-Thabari, 2000: 711-713; Ridha, 1367: 347). membuktikan keimanan dan keislaman mereka ketika diuji, maka janganlah merek a Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pria muslim dilarang dikembalikan kepada suami mereka yang menikah dengan wanita musyrik, begitupun kafir, meskipun isi perjanjian Hudaibiyah yang terjadi antara nabi dan orang-orang musyrik Qura isy m engha ruska n mengembalikan orang-orang Quraisy yang datang kepada Nabi Muhammad, perjanjia n itu diperuntukka n untuk kaum prianya y an g beriman. Sehingga syarat yang diajukan dalam perjanjian damai itu tidak berlaku bagi wanita -wanita yang berhijrah kepada nabi yang mereka diuji dan membuktikan keimanan dan keislaman mereka. Mereka tidak boleh dikembalikan pada suami-sua mi mereka, karena tidaklah halal wanita -wanit a mukmin itu bagi orang-
sebaliknya jika pria itu penyembah berhala, merdeka, yaitu dihalalkan bagi kalian wa h a i orang-orang beriman, menikahi wanita - tidak dibolehkan bagi wanita muslim wanita merdeka dari kalangan wanita menikah dengannya dan mempertahankan mukmin, ataupun wanita -wanita merdeka dari kalangan orang-orang ya ng diberi kitab pernikahannya. Dari semua tafsiran diatas, sebelum kamu, yaitu wanita -wanita Yahudi mereka para mufassir semuanya atau Nashrani, jika kalian memberikan kepada mereka mahar ketika menikahi mempertegas bahwa wanita kafir yang tid a k m ereka . boleh dinikahi itu adalah dia yang musyrik, Al-Qurthubi juga mengatakan sebagaimana ayat ini turun disebabkan bahwa Ibnu Abbas mengatakan, wanita ahlul kitab disini yaitu mereka yang tinggal di terjadinya perjanjian Hudaibiyah di antara kawa san muslim (Darul ‘Ahd), bukan Nabi Muhammad SAW dan orang-orang mereka yang tinggal di negara non muslim Ath-Thabari menyimpulkan, dari banyaknya musyrik Quraisy Mekkah. Sehingga hal ini tafsiran ulama tentang ayat ini, tafsir yang memicu perbedaan pendapat diantara para benar adalah: dihalalkan menikahi wanita - wanita merdeka dari kalangan kaum ulama tentang menikahi wanita kafir selain muslimin ataupun ahli kitab. Al-Muhshanat musyrik. Kedua, perkawinan antara seorang berkata bukanlah berarti wanita -wanita yang menjaga kehormatannya, tapi wanita -wanit a pria muslim dengan wanita ahli kitab, di merdeka. Karena jika ditafsirkan wanita - dalam literatur klasik didapatkan bahwa wanita yang menjaga kehormatan, maka budak termasuk di dalamnya, sedangkan kebanyakan ulama cenderung membolehkan menikahi budak yang non muslim itu perkawinan tersebut dan sebagian dari dilarang. Dan beliau menyimpulkan bahwa menikahi wanita merdeka yang mukmin mereka hanya menganggap makruh, merek a ataupun ahli kitab itu halal secara mutlak, merujuk pada QS. Al-Maidah (5): 5 : “Pada wanita dzimmiyah ataupun harbiyah, dia yang merjaga kehormatannya ataupun tidak, hari ini dihalalkan kepada bagimu segala selama yang menikahi tidak khawatir akan anaknya kelak condong ataupun dipaksa yang baik-baik, makanan (sembelihan) ahli kepada kekufuran, berdasarkan zhahir ayat Kitab itu halal bagimu dan makananmu halal (at-Thabari, 2000: 589). Ulama berpendapat bahwa ayat “dan janganlah kamu nikahi bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu perempuan musyrik, sebelum mereka menikahi) perempuan-perempuan yang beriman” menunjukkan haramnya pria muslim menikahi wanita majusi dan yang menjaga kehormatan di antara perempuan- menyembah berhala. Sedangkan wanita a h li perempuan yang beriman dan perempuan- kitab dihalalkan menikahinya seperti yang disebutkan pada surat AlMaidah ayat 5. perempuan yang menjaga kehormatan di Dalilnya adalah bahwa kata musyrikah pad a antara yang diberi kitab sebelum kamu, ayat Al-Baqarah tidak mencakupi ahli kit a b . Terdapat dalam sebuah riwayat mengenai apabila kamu membayar maskawin m erek a Hudzaifah menikahi seorang Yahudi (as- Shabuni, 1980: 287-289). Landasan lain untuk menikahinya, tidak dengan berzina yang dijadikan dasar adalah apa yang pernah dan bukan untuk menjadikan perempuan dilakukan oleh Rasulullah saw dan beberapa sahabatnya. Nabi Muhammad saw pernah piaraan. Barangsiapa kafir setelah setelah menikah dengan wanita ahli kitab (Maria a l- beriman maka sungguh, sia -sia amal mereka Qibthiyah), Usman bin Affan pernah dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.”1Para ulama menafsirkan bahwa ayat ini menunjukkan halalnya menikahi para wanita ahli kitab, yaitu wanita Yahudi atau Nashrani. Al-Maraghi dalam tafsirnya m enga ta ka n a l-m uhsha na t yang dimaksudkan disini yaitu wanitawanita 1 Ibn jarir at-Thabari,2000: 389 1 At- Thabari, 2000 :327 1 At- Thabari, 2000 : 329 2At- Thabari,2000: 711-713,Ridha,1367 1saleh ,1992: 14-15 2Zuhdi, 1994:4 & Syarifudin, 2000: 133- 135 6 Pasal 2 UUP No. 1 tahun 1974 6 Pasal 44 kompilasi Hukum Islam Indonesia Q.S Al- baqarah 2:221 Q.S Al-Maidah 5:51Al- maraghi,1969:59 1Al-Qurthuby tahun: 79 1At- Thabrani,2000 : 589 1As- Sabuni,1980: 287-289 2 At- thabrani,2000 : 364,Ridha 1367:180
menikah dengan seorang wanita Nashrani keyakinan masing-masing sehingga (Nailah binti Al-Qarafisah AlKalabiyah), terhapusnya aturan pernikahan pada ajaran Huzaifah bin Al-Yaman pernah menikah dengan seorang wanita Yahudi, sementara agama yang dianutnya serta diikuti sahabat lain pada waktu itu tidak ada yang persyaratan yang dimiliki pada kedua agama menentangnya ataupun melarangnya. Namun demikian, ada sebagian ulama tersebut dengan tujuan membangun keluarga melarang pernikahan tersebut karena menganggap bahwa ahli kitab (Yahudi dan harmonis dengan landasan yakin akan Nashrani) itu termasuk dalam kategori Keesaan Tuhan yang dipelopori atas dasar musyrik, khususnya dalam doktrin dan saling cinta. praktik ibadah Yahudi dan Nashrani (Kristen) yang mengandung unsur syirik Defenisi diatas tentunya tidak jauh (trinitas), dimana agama Yahudi berbeda dengan defenisi sebelumnya, menganggap Uzair putera Allah dan mengkultuskan Haikal Nabi Sulaiman, dikarenakan perbedaan agama serta rasa sedangkan agama Kristen juga mengangga p cinta yang ingin mereka membentuk rumah Isa Al-Masih sebagai anak Allah dan mengkultuskan ibunya Maryam (MMaria(at- tangga.Kalau dilihat secara undang-undang Thabari, 2000: 364; Ridha, 1367: 180). perkawinan, maka tidak kita temukan Penelitian ini bertujuan mengetahui adanya unsur pasal yang memuat tentang pandangan hukum islam dan hukum : pembolehan perkawinan antar agama, da p at Tinjauan Umun tentang Nikah Beda Agama dilihat terdapat dalam Pasal 2 UU Nomor 1 Nikah beda agama banyak kita jumpai Tahun 1974 tentang perkawinan2 disebutkan pemahamannya didalam buku dan jurnal yang terkait dalam hal tersebut, sehingga suatu perkawinan dapat dikatakan sebelum memformulasikan kedalam ben t uk fiqh terutama pada Fiqh kontemporer. perkawinan yang sah, jika perkawinan itu Perlunya kita memetakan apa dan dilakukan menurut hukum masing-masing bagaimana yang dengan hal Nikah beda agama dan kepercayaannya itu. agama?Nikah beda agama secara umum didefenisikan sebagai sebuah ikatan Makna tersebut demikian jelas pernikahan yang dilaksanakan seorang la k i- memberikan arahan hanya pada kepercayaan laki dan seorang wanita/perempuan ya ng secara keyakinan memiliki perbedaan, masing-masing. Oleh karena itu akibat dari namun atas dasar cinta yang terdapat oleh kedua pasangan tersebut, sehingga mereka ketida ksesua ia n a tura n tersebut sepakat untuk bersama menjalin bahtera rumah tangga14. Pelaksanaan perkawinan mengakibatkan banyak yang melakukan seperti ini banyak terjadi khususnya di jalan penyelesaian lain demi melaksanakan Indonesia terutama bagi beberapa publik figur yang banyak kita lihat pernikahan dengan pasangan yang berbeda agama. Langkah penyelesaian lain tersebut diberbagai media. diambil sebagai berikut: Pada beberapa defenisi lainya y a n g 1. Tidak mengindahkan dalam Hukum dikutip dalam jurnal bahwa dinyatakan Rusli Nasional dengang membuat atau dan juga R. Tama bahwa perkawinan a nt ar - agama yakni berupa perjanjian yang terikat melangsungkan pernikahan di luar secara lahir batin antara seorang laki-laki negeri yang melegalkan hal tersebut yang berkeiginan dan melanjutkan perkawinan tadi membangun rumah tangga dan seorang perempuan dikarenakan perbedaan yang dilakukan menurut adat m a sing-m a sing. 2. Tidak Mengindahkan ketentuan Agama masing-masing misalnya; melangsungkan pernikahan lebih dari 1 kali dan melakukan perubahan/perpindahan keyakin a n, 1Islamiyah,”Analisis Yuridis Nikah Beda Agama Menurut Hukum Islam Di I ndonesia ,”Ma sa la h -Ma sa la h Hukum 16,no.2(2016).Ha l.243 1Za ina l Arifin,”Perkawinan Beda Agama,”JURNAL LENTERA: Kajian keaga maan,keilmuan dan teknologi 18,no.1(2019):143-58.hal 1 4 4 6lihat pasal 2 uu no.1 tahun 1974
sementara diketahui bahwa saat dari terpisah menjadi satu dengan perkawinan berlangsung, kemudian baru kembali pada keyakinan a wal berkumpul.Disamping secara bahasa, perlu setelah perkawinan selesai juga kita meliat secara istilah tentang Nika h , dila ngsungka n. hal ini dapat kita melihat dari berbagai Dari penjelasan tersebut diatas maka pendapat yang dikemukakan. Berkaitan rumusan masalah yang diangkat adalah bagaimana status hukum perkawinan beda dengan tersebut diatas, maka ahli Ushul d a n agama dan bagaimana proses pencatatan Ahli fiqh memberikan pendapat masing- perkawinan beda agama. masing tentang nikah, misalnya menurut METODE PENELITIAN pendapat ahli ushul berikut:1). Dalam Data-data yang digunakan dalam pengertian yang sesungguhnya bermakna penyusunan karya tulis ini berasal dari beberapa literatur. Artikel ini menggunakan setubuh. Jika dilihat secara secara majazi metode penelitian hukum normatif yaitu (metaphoric) ialahkesepakatan dalam bentuk menggunakan pendekatan hukum dengan mengacu pada undang-undang nomor 1 akad sehingga terjadi hubungan kelamin tahun 1974 tentang perkawinan, kompilasi yang dihalalkan antara seorang pria dengan hukum islam, ayat-ayat suci Al-Quran dan pandangan ulama serta literatur lainnya seorang wanita yang sesuai dengan terkait perkawinan beda agama. ketentuan Syariat. Pendapat ini HASIL DAN PEMBAHASAN dikemukakan oleh Ahli Ushul kalangan Status Hukum Perkawinan Beda Agama Hanafyah. 2). Sedangkan dari kalangan Sebelum memberikan defenisi Syaf’iyah memberikan pengegasan bahwa tentang nikah, perlu diluruskan bahwa kata “nikah” sering disama artikan dengan nikah sebenarnya adalah suatu kesepakan “kawin” dalam istilah masyarakat umum di yang dibentuk dengan akad yang antara pria Indonesia, meskipun dalam literatur kamus bahasa indonesia kedua istilah tersebut dan wanita menjadi halal dalam memiliki makna tersendiri akan tetapi tetap berhubungan kelamin. Jika ditentukan pada tujuan yang sama. Oleh karena itu penulis berupa membahasakan dalam tulisan dalam arti majas bahwa Nikah dimaknai ini pada kedua istilah tersebut. Penggunaan Istilah Perkawinan (pernikahan) dalam dengan bersetubuh.3). Pendapat lain dari kajian literatur ilmu fiqh merupakan kata Abu Qasim al-Zayyad, juga dari Imam dari bahasa arab yang dibentuk dari kata, yaitu “nikah” dan “zawaj”, pada makna d a ri Yahya, dan juga dari Ibnu Hazm serta kata tersebut sering dipergunakan dalam sebagian ahli ushul dari sahabat Abu keseharian oleh masyarakat arab dan juga literaturnya banyak kita temukan pada Al- Hanifah memberikan argumen tentang nikah Qur’an dan Sunnah Nabi. yakni memiliki kedua arti secara bersamaan, Pada literatur lain dijelaskan bahwa yakni bisa disebut sebagai akad dan juga Nikah secara bahasa berarti berkumpul. bisa disebut dengan setubuh.Sedangkan para Kemudian disebutkan pula bahwa nikah bermakna “berkumpul menjadi satu”. Jelas ahli Fiqh memuat beberapa defenisi antara pada kedua makna secara bahasa diatas lebih lain sebagai berikut: mengetengahkan pada konsep berkumpul, tentunya makna ini jika diterjemahkan 1). Ulama Hanafyah berpendapat bahwa secara gamblang bahwa berkumpul disini 3nikah adalah:“Nikah merupakan suatu bentuk akad yang secara sengaja dilakukan denga n tujuan memperoleh ketena nga n/kesenanga n”. 2). Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa nikah adalah:“Nikah dimaknai dengan suat u bentuk akad yang mengandung makna untuk mendapatkan kebahagiaan/kesenangan (wathi‟) disertai lafadz nikah, kawin atau 2Jamaludddin dan Nanda Amalia,Buku Aj a r Hukum Perka wina n(Unim lla l Press,2016).Hal. 16 1Zainuddin Ibnu Abdul Aziz Al Malibari, Fatul Muil Jilid 3,trans. Oleh Abul Hiyadh, 1 (Surabaya: Al- Hidayah,1993).Hal. 1
yang semakna dengan itu.”3). Hanabilah mentaati perintah Allah dan berpendapat bahwa:“nikah dimaksudkan melaksanakannya merupakan ibadah.” sebagai suatu bentuk akad yang Makna tersebut diatas memberik an menggunakan lafadz nikah (tazwij) agar gambaran bahwa penikahan/ perkawinan menjadi sah secara hukum untuk mengambil mestilah melalui perikatan (aqad) antara seorang pria yang ingin menikah dan wanita manfaat dan kesenangan dengan wanita yang juga ingin menikah dalam rangka yang dinikahi.”Dari berbagai defenisi yang mencapai tujuan mentaati perintah agama. Hal ini dimaksudkan bahwa pernikahan dikemukakan diatas, maka seharusnya kita bukan sekedar aqad biasa , akan tetapi lebih membawa kepada suatu bentuk hubungan dapat memahami bahwa tidak terdapat rumah tangga yang mampu membawa ketakwaan kepada Yang Maha Kuasa, literasi yang berbeda yang berbeda secara sehingga kesiapan dari masing-masing pihak juga sangat diperlukan. maknawi kecuali terdapat pada redaksinya Perlu kita ketahui terlebih dahulu saja. Nikah pada intinya diterjemahka bahwa makna ahlul kitab bentuk istilah yang diberikan kepada orang yang menganut dengan bentuk akad yang agama telah kepercayaan kepada satu keyakinan yang memiliki kitab suci. Kitab suci tersebut mengaturnya dalam memberikan dijadikan sebagai pedomanmereka yang berasal dari pencipta. Jika ditilik dari istilah kesempatan bagi seorang pria dan seroang Agama maka ditujukankepada suatu kelompok pemeluk agama selain islam ya n g wanita untuk bisa mendapatkan serta memiliki kitab suci berasal dari wahyu Allah SWT. kepada Nabi Allah dan Rasul Allah berhubungan dalam bentuk menikmati f a ra j dalam gambaran umum.Meskipun diatas kita melihat contoh yang jalankan oleh para dan seluruh tubuh wanita itu dan juga sahabat dan tabi’in,namun yang perlu diperhatikan ialah mesti berhati-hati dalam dengan tujuan membentuk keluarga.Sej ala n mencari dan melaksanakan perkawinan beda agama serta keyakinan. Jangan sampai dari konsep tersebut, bahwa sebagai negara menikahi perempuan yang berbeda agama tersebut hanya karena nafsu belaka yang yang menganut pancasila sebagai dasarnya dilihat berdasarkan kecantikan dan kesenangan lainnya. juga telah menetapkan aturan main yang Sebelum menjelaskan hukum dari berkaitan dengan perkawinan/pernikahan, menikah dengan perempuan Ahli kitab, tentunya didefenisikan dulu tentang hal yang dapat kita temukan pada Undang-undang menjadi karakteristik ahli kitab dalam pandangan ulama. Sebagaimana dijelaskan Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebelumnya bahwa ahli kitab pada umumnya hanya berlaku bagi kelompok yahudi dan yang sekara ng terjadi perubahan dengan nasra ni dari bani israel. Hanya saja dalam literatur yang ditemukan bahwa masih Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 terdapat perbedaan pendapat selain dari d u a kelompok tersebut diatas, misalnya majusi tentang Perkawinan. Meskipun demikian dan pemeluk lainnya. secara pengertian dasar dari UU Nomor 1 Pendapat pertama dikemukakan oleh Imam Asy-Syafi’i menjelaskan dalam Tahun 1974 tentang perkawinan yang dalam kitab yang ditulisnya al-Umm, telah perubahan tidak signifikan bentuk perubahanya, misalnya pada pasal 2 dijela ska n tenta ng perka wina n bahwa“Perkawinan adalah ikatan lahir ba t in antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Pada penjelasan lain dapat juga kita lihat dalam Instruksi Presiden berupa Kompilasi Hukum Islam (KHI) dikeluarkan tahun 1991 pada masa pemerintahan Presiden Soeharto yang memuat dengan tiga buku yakni perkawinan, kewarisan dan perwakafan. Pada buku perkawinan dijelaskan pada pasal 2 dijelaskan bahwa:“Perkawinan menurut hukun Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk
mendapatkan menerima riwayat yang kitab. Walaupun keyakinan itu dianggap dinyatakan bahwa Atha’ (tabi’in) berkata: berkeyakinan dengan arah kesyirikan, “Orang Kristen Arab bukan termasuk ahli namun para pemeluk dari keyakinan tersebut kitab. Kaum yang disebut ahli kitab adalah harus diperlakukan seperti ahli kitab. kaum Israel (Bani Israel), yakni orang-oran g yang diturunkan kepada mereka kitab Taurat Berdasarkan pendapat dari maulana dan Injil”. Adapun orang lain (selain dari muhammad ali ini maka agama yang selain Bani israel) yang memeluk agama Yahudi dari kelompok Yahudi dan kelompok dan Nasrani, mereka bukan termasuk Nasrani, bahwa sebuah ajaran yang disertai golongan ahli kitab. Definisi ini didukung dengan kitab suci yang sumbernya oleh ayat al-Qur’an yang menyebutkan, merupakan pokok yang dibawa oleh nabi bahwa Nabi Isa adalah Rasul khusus untuk dan rasul terdahulu. Pendapat diatas juga Bani Israel (as}-Shaffat (61): 6). Dengan sejalan dengan pendapat tokoh lain di kata lain bahwa yang dikatakan Asy-Sy a f i’i Indonesia seperti Nurcholis Madjid yang memaknai ahlul kitab sebagai kelompok memaknai Ahli kitab tentang tidak hanya suatu agama, bukan sebagai suatu kelompok terbatas pada orang-orang dari kalangan agama yang dibawa oleh Nabi Musa dan Yahudi dan orang-orang dari kalangan Nabi Isa.Pendapat yang disampaikan imam Nasrani saja, akan tetapi kepadagolongan ath-Thabari, ahli kitab yang dimaksudkan agama lain dengan tidak menyamakan adalah mereka yang beragama Yahudi dan mereka dengan orang musyrik. beragama Nasrani dari keturunan manapun diantara mereka, baik dari bangsa Israel Sedikit berbeda dengan yang sendiri maupun dari kalangan yang bukan disampaikan oleh M. Quraish Shihab, dia dari bangsa Israel. Sedangkan menurut memahami defenisi yang menjelaskan Imam Abu Hanifah dan pendapat ulama tentang Ahlul Kitab dijelaskan hanya bagi Hanafiah dinyatakan bahwa ahli kitab adalah mereka yang menganut keyakinanYahudi siapapun bagi mereka yang meyakini kepada dan keyakinan Nasrani saja dari kapan, di salah seorang nabi atau kitab suci yang manapun dan keturunan siapapun. pernah diturunkan Allah SWT, ini tidak terbatas kaum Yahudi dan Nasrani saja. Dari berbagai maca m persepsi Oleh karen itu bila ada yang yakin akan dalam kalangan Ulama dan ilmua n yang adanya shuhuf Ibrahim atau dengan kitab mempersepsikan tentang Ahli kitab yang Zabur, maka iapun masuk dalam kategori terkandung dalam surat al-maidah : 5 pengertian ahli kitab ini. tersebut maka dapat digambarkan bahwa pemaknaan tersebut terjadi perbedaan Selain beberapa argumen yang pendapat dalam memahaminya. Namun jik a dikemukakan sebelumnya, bahwa sebagian dilihat daripada tingkat kehati-hatian oleh ulama kategori Salaf menyatakanbahwa para ulama, khususnya oleh Imam Asy – setiap pengikut yang mendapatkan dan Syafi’i, maka perlu ditinjau adalah tingkat memperoleh kitab suci juga dapat dianggap ahli kitab berdasar kriteria berasal dari sebagai ahli kitab, seperti pada orang golongan Yahudi dan Nasrani kaum bani Majuzi.Berbeda halnya dengan pendapat I sra el. ulama kontemporer yang melihat pada perkembang kepercayaan agama saat ini Pandangan Pemikiran Mazhab Tentang berkembang banyak seperti Majuzi, Sabi’in, Nikah Beda Agama Hindu, Budha dan Shinto. Kesemuanya masuk dalam kategori yang disebut dengan Setelah membahas sedikit tentang ahli kitab. Hal ini sejalan dengan apa yang pengertian dari ahli kitab, maka yang disampaikan oleh Maulana Muhammad Ali menjadi tujuan berikutnya adalah tentang yang menegaskan bahwa kaum yang nikah beda agama. Hal ini mengingat menganut agama Majuzi, Sabiin, Hindu d a n beranjak dari pemikiran pemahaman tentang Budha dimasukkan dalam kategori ahli ahli kitab, maka persepsi pemikiran tentang nikah beda agama juga akan memiliki perbedaan. Pandangan para mazhab ini diharapkan menjadi acuan yang bisa
dipedomani bagi kalangan masyarakat dan maka sungguh, sia -sia amal mereka, dan di akademisi.Dalam beberapa pendapat mazhab akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi. maka perlu menjadi pandangan bagi kita untuk membahas tentang makalah Menurut mazhab syafi’i sebagaimana perkawinan beda agama terutama melakukan dijelaskan sebelumnya bahwa Ahli kitab terdiri dari: pernikahan dengan perempua n yang dari kalangan lain (ahlul kitab), sebagai berikut: a. Makna Ahlul kitab adalah mereka n yang masuk golongan keyakina n 1. Mazhab Hanafi, 4 dalam mazhab ini Yahudi dan keyakinan Nasrani. dikemukakan bahwa seorang laki- laki yang menikah dengan b. Orang majusi tidak dimasukkan ke perempuan Ahli kitab yang kategori ahli kitab disedang berperang melawan kau m muslimin (Dar al-Harb) perbuatan c. Orang arab yang masuk kedalam tersebut terlarang. Selain dari Yahudi dan Nasrani tidak kerugian dan bahaya tentunya anak dikategorikan dengan ahli kita dari hasil perkawinan tersebut dikarenakan asal kepercayaan cenderung ikut ke agaama ibu. mereka menyembah berhala dan kepindahannya bukan karena 2. Mazhab Maliki, mazhab maliki beriman pada taurat dan injil. mengajukan 2 pandangan, pert a m a perbuatan tersebut mengandung Pendapat berikutnya yang dikemukakan sifat makruh, baik wanita tersebut oleh Ibn Hazm dalam al-Mahalla dari kafir zimmi maupun penduduk memposisikan ahli kitab dikategorikan dar al harb. Kedua, pernyataan da ri dengan golongan Yahudi, nasrani dan Al-quran lebih kearah mendiamkan Majuzi. Demikian pula dikemukakan dala m terhadap masalah ahli kitab ini. Tafsir al-Quran ‘Azim dalam kitab tafsir Disini dapat disimpulkan bahwa Ibnu Katsir dijelaskan bahwa Abu Sur sifat mendiamkan tersebut dianggap Ibrahim dan Ibn Khalid al-Kalbi merupak a n persetujuan, sehingga status pengikut Imam Syafi’i dan demikian pula perkawinan dengan ahli kitab Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa boleh-boleh saja tanpa menikmati sembelihan orang majusi dan mempertimbangkan dari orang tua mengawini wanita mereka diperbolehkan. juga ahli kitab. Berbeda dalam kelompok yang mengharamkan tentang nikah dengan wanita Sebagaimana dari Firman Allah Surat Ahlul kitab. Al-Maidah ayat 5 “Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan Pencatatan Perkawinan Beda Agama (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan Biasanya orang yang melakukan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan- perkawinan beda agama akan melakukan perempuan yang menjaga kehormatan di perkawinan di luar negeri yang menurut antara perempuan-perempuan yang berim a n hukum negara tempat perkawinan itu dan perempuan-perempuan yang menjaga dilaksanakan perkawinan tersebut adalah sah kehormatan di antara orang-orang yang dan dapat mencatatkan perkawinan terseb u t diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu di Indonesia setelah kembali ke Indonesia. membayar maskawin mereka untuk Perkawinan Beda Agama menurut menikahinya, tidak dengan maksud berzina pemahaman para ahli dan praktisi hukum dan bukan untuk menjadikan perempuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, secara garis besar dapat dijumpai tiga pandangan. Pertama, perkawinan beda 4Sudarto, Masailul Fiqhiyah al-Haditsah. agama tidak dapat dibenarkan dan Ha l.30 merupakan pelanggaran terhadap UUP Pasa l 2 ayat (1): Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya
dan kepercayaannya itu; dan Pasal 8 huruf tentang perkawinan beda agama. (f): bahwa perkawinan dilarang antara dua Argumentasi yang dibangun kelompok orang yang mempunyai hubungan yang oleh tersebut didasarkan pada empat hal, yaitu: agamanya atau peraturan lain yan berlaku, dilarang kawin. Maka dengan pasal ini, 1. UUP tidak mengatur perkawinan perkawinan beda agama dianggap tida k sa h beda agama; Masyarakat Indonesia dan batal demi hukum oleh pejabat adalah masyarakat plura, sehingga pelaksana perkawinan. Pada hal dalam pasal perkawinan beda aga ma tidak dapat ini menyatakan sah menurut hukum masing- dihinda rka n; masing agamanya dan kepercayaannya itu, sedangkan dalam Islam ada pendapat yang 2. Persoalan agama adalah bagia n dari membolehkan pernikahan beda agama. hak asasi seseorang; dan Kedua, perkawinan beda agama 3. Kekosongan hukum dalam bidang adalah diperbolehkan, sah dan dapat perkawinan tidak dapat dibiarkan dilangsungkan karena telah tercakup dalam begitu saja, sebab akan mendoro ng perkawinan campuran, sebagaiman tertulis terjadinya perzinahan terselubung dalam Pasal 57 UUP, yaitu dua orang yang melalui pintu kumpul kebo. di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan. Menurut pandangan kedua ini, Di sisi lain, mayoritas masyarakat pasal tersebut tidak saja mengatur Muslim di Indonesia berpandangan bahwa perkawinan antara dua orang yang mem ilik i UUP tidak perlu disempurnakan dengan kewarganegaran yang berbeda, akan tetapi mencantumkan hukum perkawinan beda juga mengatur perkawinan antara dua ora n g agama dalam undang-undang tersebut, sebab yang berbeda agama. Menurutnya, menurut mereka, Undang-undang No. 1 pelaksanaannya dilakukan menurut tata cara5 Tahun 1974 telah mengatur hukum yang diatur oleh Pasal 6 PPC: (1) perkawinan beda agama secara jelas dan Perkawinan campur dilangsungkan menurut tegas. Ungkapan ini ada benarnya, karena hukum yang berlaku untuk suami, kecuali umat Islam sebagai penduduk mayoritas di izin dari kedua belah pihak bakal mempela i, Indonesia merasa diuntungkan oleh Pasal 2 yang seharusnya ada, dengan merujuk p a d a ayat (1) UUP tersebut, karena dengan pasal Pasal 66 UUP. tersebut tertutuplah kem ungkinan untuk melakukan perkawinan secara “sekuler”, dan Ketiga, UUP tidak mengatur tertutup pula kemungkinanseorang wanita masalah perkawinan antaragama. Oleh muslimah untuk menikah dengan pria non karena itu, apabila merujuk Pasal 66 UUP muslim, demikian halnya perkawinan yang menekankan bahwa peraturanperaturan seorang pria muslim dengan wanita musyrik, lain yang mengatur tentang karena pernikahan tersebut dilarang perkawinan,sejauh telah diatur dalam (dianggap tidak sah) menurut hukum Islam. unadang-undang ini, maka dinyatakan tid a k Sebenarnya, dengan adanya larangan u n t u k berlaku lagi. Namun karena UUP belum melangsungkan pernikahan beda agama mengaturnya, maka peraturan-peraturan tersebut, merupakan masalah penting bagi lama dapat diberlakukan kembali, sehingga umat Islam karena peraturan perkawinan masalah perkawinan beda agama harus peninggalan Belanda (PPC) mengizinkan berpedoman kepada peraturan pekawinan penduduk Indonesia untuk melakuan campur (PPC). perkawinan beda agama. Di samping ketiga pendapat Perkawinan beda agama dalam KHI tersebut, ada kelompok yang berpandangan diatur secara khusus dalam Pasal 40 huruf bahwa UUP perlu disempurnakan, (c) yang menyatakan bahwa dilarang mengingat adanya kekosongan hukum melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena kea d aan 7Media Syari’ah, Vol. 22 No. 1. 2020 tertentu; diantaranya, karena seorang wanit a yang tidak beragama Islam. Dalam Pasa l 4 4 disebutkan bahwa seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan
seorang pria yang tidak beragama Islam. keagamaan,keilmuan dan teknologi Berdasarkan dua pasal tersebut, dapat dikatakan bahwa menurut KHI, seorang 18,no.1(2019):143-58. wanita non muslim apa pun agama yang dianutnya tidak boleh dinikahi oleh seorang Jamaludddin dan Nanda pria yang beragama Islam, dan seorang wanita muslim tidak boleh dinikahi oleh Amalia,Buku Ajar Hukum Perkawinan seorang pria non muslim, baik dari kategori ahli kitab atau pun bukan ahli kitab. (Unimllal Press,2016). Nasrullah,”Ahli Kitab Perdebatan: Secara struktur pembahasan KHI yang menempatkan status hukum perkawinan Kajian Survei Beberapa Literatur Tafsir Al- beda agama dalam bab yangmembahas Quran,”SYAHADAH 3, no. 2(2015). tentang “larangan perkawinan”, jika dicermati, dapat dikategorikan sebagai Media Syari’ah, Vol. 22 No. 1. pembaharuan yang cukup berani. Pembaharuan tersebut tentu ditetapkan 2020. setelah melalui penyatuan pendapat dari para tokoh. SIMPULAN Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perkawinan beda agama itu tidak dianjurkan dan akan lenih baik jika melakukan perkawinan dengan orang yang seagama. Perkawinan beda agama m eman g tidak dilarang secara nyata pada undang- undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 pasal 2, namun sebagai manusia yang beragama alangkah lebih baik jika kita mengikuti ajaran agama yaitu melarang perkawinan beda agama seperti yang ada pada Al- Quran Surat Al- Baqoroh ayat 221 dan untuk semua agama memang sudah menganjurkan untuk menikah dengan ora n g yang seagama dengannya. DAFTAR RUJUKAN Kompilasi Hukum Islam UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo UU Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Perkawinan Abdul Jalil,”Pernikahan Beda Agama dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia,”Andragogi: Jurnal Diklat Teknis Pendidikan dan Keagamaan 6,no. 2(2018):46-69. Sudarto, Masailul Fiqhiyah al- Haditsah. Asmuni dan Nispul Khairi, Fiqh Kontemporer: Dalam Ragam Aspek Huk u m ( Medan:Wal Ashri Publishing,2017). Zainal Arifin,”Perkawinan Beda Agama,”JURNAL LENTERA: Kajian
Search
Read the Text Version
- 1 - 11
Pages: