INHIBITION OF Pluchea indica L. LEAVES EXTRACT WITH METHANOL SOLVENT ON Staphylococcus aureus and Esherichia coli GROWTH WHICH CAUSED MASTITIS IN DAIRY CATTLE Dewi Rahmawati1), Puguh Surjowardojo2) and Sarwiyono2) 1)Student of Animal Husbandry Faculty, Brawijaya University 2)Lecturer of Animal Husbandry Faculty, Brawijaya University E-mail: [email protected] ABSTRACT This research was carried from 1st December to 31st December 2014 at Bacteriology HPT Laboratory, Faculty of Agriculture, University of Brawijaya, Malang. The purpose of this research was to determine the inhibition strength of Pluchea indica L. leaves extract with methanol solvent on Staphylococcus aureus and Esherichia coli growth which caused mastitis in dairy cattle. Material used Staphylococcus aureus and Esherichia coli bacteria was obtain from Bakteriology HPT Laboratory, Faculty of Agriculture, University of Brawijaya, Malang. Pluchea indica L. leaves was extracted used maceration method with methanol solvent. The research method used 4 treatments with 6 replications. Each Pluchea indica L leaves extract was tested for inhibition with concentration of 30% (P1), 40% (P2), 50% (P3) and iodips was used as a controls (P0). Data were analyzed by analysis of variance based on Completely Randomized Design (CRD). If significant effect appeared it would be continued by Least Significant Different (LSD). Results showed addition 50% of Pluchea indica L. leaves extracted with methanol increased the inhibition power of Staphylococcus aureus (7.6 ± 0.48mm) and Esherichia coli (5.7 ± 0.63mm) bacteria. The inhibition power effectiveness of Staphylococcus aureus bacteria was higher (7.6 ± 0.48mm) than Esherichia coli bacteria (5.7 ± 0.63mm) when it was treated by 50% of Plucheaindica L.leaves extracted with methanol. It was suggested that this result need the further trials on dairy farmers practice to use as an alternative to teat dipping in dairy cows in inhibiting the occurrence of mastitis. Keywords: Bacteria, extract methanol, mastitis, pluchea indica L, teat dipping. DAYA HAMBAT EKSTRAK DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) DENGAN PELARUT METANOL TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Staphylococcus aureus dan Esherichia coli PENYEBAB MASTITIS PADA SAPI PERAH Dewi Rahmawati1), Puguh Surjowardojo2) dan Sarwiyono2) 1)Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya , Malang 2)Dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang E-mail: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilakukan mulai 1 Desember - 31 Desember 2014 di Laboratorium HPT Bakteriologi, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Tujuan penelitian adalah mengetahui daya hambat ekstrak daun beluntas dengan pelarut metanol terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Esherichia coli yang menyebabkan mastitis pada sapi perah. Bahan yang digunakan yaitu Staphylococcus aureus dan Esherichia dan ekstrak daun beluntas. Metode penelitian menggunakkan RAL dengan 4 perlakuan dengan 6 ulangan. 1
Setiap ekstrak daun beluntas (pluchea indica l.) diuji daya hambat dengan konsentrasi 30% (P1), 40% (P2), 50% (P3) dan iodips digunakan sebagai kontrol (P0). Hasil penelitian menunjukkan penambahan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) yang diekstraksi dengan pelarut metanol dengan konsentrasi 50% meningkatkan kekuatan daya hambat bakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus (7,6 ± 0,48mm) dan bakteri Esherichia coli (5,7 ± 0,63mm). Ekstrak daun beluntas dengan pelarut metanol dengan konsentrasi 50% dapat meningkatkan keefektifan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yaitu sebesar 7,6 ± 0,48mm dan dapat menunjukan keefektifitasannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri Esherichia coli pada konsentrasi 50% yaitu sebesar 5,7 ± 0,63mm. Disarankan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) dengan pelarut metanol dengan konsentrasi 50% untuk dilakukan uji coba lebih lanjut di lapang dengan digunakannya sebagai alternatif teat dipping pada sapi perah dalam menghambat terjadinya mastitis. Kata kunci: Bakteri, ekstrak metanol, mastitis, beluntas, teat dipping. PENDAHULUAN Mastitis subklinis adalah mastitis yang tidak menampakkan perubahan fisik pada Negara maju adalah negara yang ambing dan susu yang dihasilkan, tetapi mampu memenuhi kebutuhan protein menyebabkan penurunan produksi susu, untuk masyarakatnya. Salah satu bahan ditemukannya mikroorganisme patogen sumber protein adalah susu. Susu didapat dan terjadi perubahan komposisi susu. dari hasil sekresi kelenjar susu yang Beberapa kerugian akibat mastitis antara terdapat pada mamalia. Susu merupakan lain penurunan produksi susu sekitar 10 salah satu bahan makanan yang berkualitas sampai 25%, kematian anak karena tidak baik karena memiliki komponen- mendapatkan kolostrum, peningkatan komponen yang penting untuk biaya pencegahan yang cukup mahal, pertumbuhan. Susu memiliki nilai gizi meningkatnya jumlah hewan yang harus yang tinggi, di dalam susu memiliki dikeluarkan dan susu ditolak di pasaran kandungan seperti, lemak, protein, laktosa, karena jumlah sel somatik (JSS) yang vitamin dan mineral. tinggi (Leitner, Silanikove dan Merin, 2008). Kendala yang sering dihadapi para peternak dalam budidaya sapi perah adalah Mastitis pada umumnya serangan radang. Mastitis merupakan diebabkan oleh adanya pertumbuhan radang ambing yang sering menyerang bakteri. Bakteri yang menyebabkan sapi perah. Beberapa penelitian mastitis antara lain Staphylococcus aureus menunjukan bahwa 80% sapi perah laktasi dan Esherichia coli. Permukaan dinding yang ada di Indonesia menderita mastitis sel bakteri Staphylococcus aureus bersifat (Sudono, Rosdiana dan Setiawan, 2003). hidrofobisitas yang tinggi, sehingga dapat Mastitis adalah peradangan ambing pada memudahkan penempelan antara bagian dalam sehingga terjadi gangguan Staphylococcus aureus dengan sel epitel pada sel alveoli. Peradangan ini bersifat pada kelenjar mamae. Penyebaran mastitis kompleks dengan beberapa variasi dapat dicegah dengan cara teat dipping. penyebab seperti, derajat keparahan, lama Teat dipping merupakan salah satu metode radang dan akibat radang yang beragam. pencelupan puting kedalam larutan Mastitis dibagi menjadi 2 macam yaitu desinfektan. Teat dipping dilakukan mastitis klinis dan mastitis subklinis. sebagai metode akhir dalam proses 2
pemerahan untuk mencegah bakteri yang beluntas (Pluchea indica L.) diperoleh di daerah sekitar pemukiman warga Joyo mengkontaminasi ambing. Harjo Malang. Daun beluntas diekstraksi menggunakan larutan metanol. Larutan Pencegahan dengan obat-obat iodips yang digunakan sebagai kontrol (P0) diperoleh dari Koperasi Agro Niaga tradisional dapat digolongkan menjadi (KAN) Jabung Malang. teknologi tepat guna karena bahan yang Peralatan yang digunakan untuk ekstrak daun beluntas adalah timbangan dipakai mudah didapati di sekitar rumah, analitik, gelas ukur, labu erlenmeyer, gelas media, corong bushner, shaker inkubator, selain itu harganya yang murah, serta rotary evaporator, pengaduk dan kertas saring. Alat-alat yang digunakan untuk uji mudah dalam pengolahan dan pemakaian. daya hambat bakteri antara lain tabung reaksi, cawan petri, erlenmeyer, lampu Tanaman beluntas (Pluchea indica L.) spirtus atau bunsen, gelas ukur, mikro pipet, jangka sorong, autoklaf, inkubator, digunakan sebagai salah satu bahan stirer, cork borer, kertas label, pengaduk, alumunium foil, tissue, pinset, dan plastik alternatif dalam pembuatan larutan wrap. antibakteri. Menurut Susanti (2007) bahwa Bahan yang digunakan adalah ekstrak daun beluntas, dan metanol 96% beluntas memiliki kandungan kimia antara p.a . Bahan yang digunakan dalam uji daya hambat adalah larutan iodips 10%, bakteri lain flavonoid, tanin, dan minyak atsiri. Staphylococcus aureus, bakteri Esherichia coli , media nutrient agar (NA), alkohol Daun beluntas dapat di ekstrak dengan 70% dan aquadest steril. larutan aquades, etanol, eter dan metanol. Berdasarkan uraian di atas, diharapkan daun beluntas (Pluchea indica L.) dengan pelarut metanol diharapkan dapat digunakan sebagai antibakteri penghambat tumbuhnya bakteri Staphylococcus aureus dan Esherichia coli terjadinya mastitis pada sapi perah. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan mulai Metode Penelitian tanggal 1 Desember 2014 sampai 31 Desember 2014. Proses ekstraksi daun Metode yang digunakan dalam beluntas dilakukan di Laboraturium Teknik Kimia Politeknik Negeri Malang. penelitian ini adalah percobaan uji Penanaman, pembiakan, dan pengujian daya hambat bakteri dilaksanakan di laboraturium dengan metode analisis Laboraturium Bakteriologi Hama dan Penyakit Tanaman (HPT) Fakultas Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola Pertanian Universitas Brawijaya Malang. tersarang dengan 4 perlakuan dan 6 ulangan. Proses ekstraksi daun beluntas menggunakan metode maserasi dengan pelarut metanol. Ekstrak daun beluntas Materi Penelitian masing-masing diuji daya hambat dengan Materi penelitian ini menggunakan konsentrasi P1 (30%), P2 bakteri Staphylococcus aureus dan Esherichia coli stok biakan bakteri dari (40%), P3 (50%). Menghitung pengenceran Laboraturium Bakteriologi Hama Dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian dengan rumus menurut Zulfikar (2010) Universitas Brawijaya Malang. Daun sebagai berikut : V1 x N1 = V2 x N2 Keterangan: 3
V1 = Volume awal Proses Ekstraksi Daun Beluntas N1 = Kosentrasi awal Ekstraksi daun beluntas dilakukan V2 = Volume akhir N2 = Kosentrasi akhir dengan metode maserasi dengan konsentrasi yang digunakan dalam menggunakan pelarut metanol 96% p.a. penelitian ini sebanyak 4 perlakuan, yaitu : maserasi merupakan metode pemisahan P0 10% (iodips) senyawa dengan cara melakukan P1 30% (ekstrak daun beluntas 3 perendaman menggunakan pelarut (Koirewoa dkk., 2009). ml + 7 ml metanol) Ekstraksi daun beluntas membutuhkan P2 40% (ekstrak daun beluntas 4 proses dan tahapan, berikut proses ekstraksi daun beluntas menurut ml + 6 ml metanol) Koirewoa dkk., (2009). P3 50% (ekstrak daun beluntas 5 1. Daun beluntas yang sudah menjadi ml + 5 ml metanol) serbuk ditimbang dan diambil 100 g. Uji daya hambat antibakteri ekstrak daun 2. Serbuk daun beluntas yang sudah beluntas (Pluchea indica L.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan ditimbang dimasukkan pada tabung Esherichia coli menggunakan metode erlenmeyer 1L. sumuran. 3. Proses maserasi dilakukan dengan menambahkan metanol sebagai pelarut Tahapan Penelitian dengan perbandingan 1:3 kemudian Prosedur Pembuatan Simplisia Daun dihomogenkan dengan incubator shaker Beluntas selama 4 jam dan didiamkan selama 24 jam. Daun beluntas segar yang sudah 4. Larutan disaring dengan kertas saring dipetik sebanyak 1kg diangin-anginkan dan vacum pump agar terpisah cairan terlebih dahulu agar kandungan air yang dan ampas. ada pada daun beluntas berkurang, 5. Cairan hasil penyaringan didestilasi kemudian dikeringkan dalam oven pada pada rotary evaporator dengan tujuan suhu 60 oC selama 24 jam. Daun beluntas memisahkan pelarut metanol dengan yang sudah kering kemudian dihaluskan senyawa dalam daun beluntas dengan cara menggunakan grinder sehingga menjadi menguapkan pelarut metanol pada suhu serbuk kemudian hasil tersebut digunakan didihnya sehingga yang tersisa ialah sebagai sampel penelitian. Pembuatan ekstrak daun beluntas. ekstrak daun beluntas ini membutuhkan daun beluntas bagian pertengahan ranting. Pembuatan Media Nutrient Agar (NA) Koirewoa dkk (2009) menjelaskan bahwa Pembuatan media nutrien agar daun beluntas pada bagian pertengahan ranting dipilih karena memiliki kandungan (NA) yaitu dengan melarutkan 2,8 gr flavonoid yang lebih tinggi dari pada daun yang berada dipucuk ranting. suhu 121 oC selama 15 menit dan tekanan 2 atm. Setelah itu media dituangkan ke nutrien agar dengan 100 ml cawan petri masing–masing 10 ml dan aquades kedalam erlenmeyer dan ditutup dibiarkan dingin hingga memadat alumunium foil, distirer hingga mendidih kemudian distreril dengan autoklaf pada 4
(Prawira, Sarwiyono, dan Surjowardojo, 2013). 5. Diamati zona bening yang terbentuk, Pembiakan Bakteri Pembiakan pertumbuhan bakteri kemudian diukur menggunakan jangka sorong. menurut Lisholihah (2014) dilakukan dengan cara sebagai berikut : Pengukuran Diameter Zona Hambat 1. Bakteri Staphylococcus aureus dan Adanya zona bening di sekitar Esherichia coli diinokulasikan ke media daerah sumuran merupakan antibakteri. padat dengan menggunakan mikropipet Simorangkir, dkk., (2013) menjelaskan sebanyak 100 μl. tentang pengukuran diameter zona hambat 2. Media tersebut ditutup kembali dengan adalah sebagai berikut : menggunakan wrapping. 1. Diukur zona hambat maksimum. 3. Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 2. Diukur diameter zona hambat ruang. minimum. Uji Daya Hambat 3. Masing-masing hasil pengukuran Pengujian aktivitas daya hambat dikurangi diameter lubang sumuran ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) sebesar 0,5 mm. menggunakan metode sumuran. Proses uji 4. Hasil pengurangan dengan diameter daya hambat antibakteri menurut Kasogi lubang sumuran lalu dirata-rata. dkk., (2014) adalah sebagai berikut : Perhitungan diameter koloni pada cawan 1. Media MSA (Mannitol Salt Agar) yang petri menurut Zahara dkk (2013) adalah sebagai berikut : sudah keras, ditambahkan suspensi bakteri sebanyak 100 μl setiap cawan Keterangan : petri kemudian diratakan dengan gelas L. d1 = diameter vertikal koloni bakteri 2. Dibuat lubang sumuran dengan melubangi ditumbuhkan pada media media MSA menggunakan cork borer d2 = diameter horizontal koloni bakteri sebanyak 1 lubang sumuran tiap cawan. ditumbuhkan pada media Diameter lubang sumuran sebesar 0,5 X = lubang sumuran (0,5mm) mm. 3. Tiap sumuran disuspensikan larutan Variabel Penelitian ekstrak daun beluntas, dan larutan iodip a. Variabel bebas sebanyak 50 μl sesuai dengan konsentrasi Variabel bebas yang digunakan dalam yang telah ditentukan sebagai perlakuan. penelitian ini adalah ekstrak daun beluntas 4. Cawan petri ditutup kembali dan dilapisi dengan pelarut metanol dengan berbagai dengan plastik wrap dan didiamkan pada konsentrasi yaitu P1 (30%), P2 (40%), P3 suhu ruang selama 24 jam . (50%) dan iodips 10% (P0). b. Variabel terikat medium antara ekstrak daun beluntas Variabel terikat yang digunakan dalam dengan daerah tumbuh bakteri uji penelitian ini adalah diameter zona hambat Staphylococcus aureus dan Esherichia coli berupa daerah bening pada permukaan serta membandingkan besarnya diameter 5
yang terbentuk terhadap konsentrasi yang Keterangan: satuan yang digunakan (mm). ditentukan. Diameter rata-rata zona hambat Analisis Data Penelitian ini menggunakan 4 ekstrak daun beluntas menggunakan perlakuan dan 6 ulangan. Data yang pelarut metanol pada konsentrasi P1 (30%), diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dengan Uji BNT apabila P2 (40%) dan P3 (50%) yang berpengaruh memiliki perbedaan nyata diantara perlakuan untuk membedakan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap masing-masing konsentrasi perlakuan yang diuji. pertumbuhan bakteri Staphylococcus HASIL DAN PEMBAHASAN aureus yang kemudian hasil analisisnya Uji Daya Hambat Bakteri Staphylococcus aureus dilanjutkan menggunakan uji jarak BNT Kemampuan suatu antibakteri yang (Beda Nyata Terkecil). Tabel 1 terkandung dalam daun beluntas yang diekstraksi menggunakan pelarut metanol menjelaskan bahwa ekstrak daun beluntas dapat diketahui dengan uji daya hambat. Uji daya hambat ekstrak daun beluntas dengan pelarut metanol pada P2(40%) menggunakan pelarut metanol dilakukan di Laboraturiun Bakteriologi Jurusan Hama memiliki hasil yang setara dengan P0, dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Konsentrasi ekstrak sedangkan P3(50%) memiliki hasil yang daun beluntas yang digunakan yaiu P1(30%), P2(40%), P3(50%) serta iodips lebih tinggi dibandingkan semua perlakuan 10% sebagai pembanding terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus yaitu P1(30%), P2(40%) dan P0, sedangkan aureus. Hasil pengukuran diameter zona hambat terhadap pertumbuhan bakteri P1(30%) menghasilkan diameter zona Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Tabel 1. hambat paling rendah bila dibandingkan Tabel 1. Hasil pengukuran diameter zona P0, P2 (40%), P3 (50%) dalam menghambat hambat ekstrak daun beluntas dengan pelarut metanol terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Hasil bakteri Staphylococcus aureus. tersebut sesuai dengan hipotesis yang diduga ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) yang diekstraksi dengan pelarut metanol dapat menurunkan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus penyebab terjadinya mastitis pada sapi perah. Penurunan pada pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus disebabkan karena adanya senyawa aktif yang terdapat dalam daun beluntas antara lain flavonoid, minyak atsiri, saponin dan tanin. Presentase diameter zona hambat ekstrak daun beluntas dengan pelarut metanol terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Gambar 5. 6
Zona Hambat Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. 4.88333 7.6 6.875 Uji daya hambat dilakukan dengan 3333 6.05 menggunakan metode sumuran, zona bening yang terlihat disekitar daerah P1 P2 P3 P0 sumuran diamati, diukur dengan (30%) (40%) (50%) (iodips) menggunakan jangka sorong. Pengukuran diameter zona hambat dapat dilihat pada Gambar 5. Diameter zona hambat ekstrak Tabel 2. daun beluntas dengan pelarut metanol terhadap pertumbuhan Tabel 2. Hasil pengukuran diameter zona bakteri Staphylococcus aureus. hambat ekstrak daun beluntas dengan pelarut metanol terhadap Gambar 5 menjelaskan bahwa jika pertumbuhan Bakteri Esherichia nilai diameter yang dihasilkan pada zona coli. hambat semakin besar maka adanya kemampuan suatu senyawa yang Keterangan: satuan yang digunakan (mm). terkandung pada daun beluntas dalam menghambat pertumbuhan bakteri semakin Hasil zona hambat yang diperoleh baik. Dari hasil penjelasan diatas pada Tabel 2 menjelaskan bahwa ekstrak menunjukan semakin tinggi konsentrasi daun beluntas dengan pelarut metanol maka semakin besar pula zona hambat konsentrasi P3(50%) menghasilkan zona yang terbentuk. hambat tertinggi (5,7 ± 0,63 mm) bila dibandingkan dengan semua perlakuan Zona bening yang berada di sekitar yaitu P0, P1(30%) dan P2(40%). Hasil lubang sumuran disebabkan oleh adanya pengukuran diameter zona hambat aktivitas penghambat bakteri oleh senyawa P2(40%) memiliki hasil yang setara dengan aktif yang terdapat dalam daun belntas. zona hambat yang dihasilkan oleh iodips Dilihat pada tabel diatas bahwa 10%(P0), sedangkan diameter zona hambat konsentrasi 50% dapat menyaingi diameter yang dihasilkan P1(30%) menunjukan iodips 10% (P0) sebagai penghambat hasil yang paling rendah bila dibandingkan pertumbuhan bakteri. Hal tersebut P0, P2(40%) dan P3(50%) dalam menunjukan bahwa ekstrak daun beluntas menghambat pertumbuhan bakteri menggunakan pelarut metanol dengan Esherichia coli, jika dibandingkan konsentrasi P3 (50%) mampu menghambat hipotesis hasilnya sesuai. Pada hipotesis pertumbuhan bakteri Staphylococcus diduga ekstrak daun beluntas (Pluchea aureus. indica L.) yang diekstraksi dengan pelarut Uji Daya Hambat Bakteri Esherichia metanol dapat menurunkan pertumbuhan coli bakteri Esherichia coli penyebab Uji daya hambat bakteri 7 Esherichia coli menggunakan ekstrak daun beluntas dengan pelarut metanol dilakukan di Laboraturiun Bakteriologi
terjadinya mastitis pada sapi perah. konsentrasi 50% mampu menghambat Ekstrak daun beluntas dengan pelarut pertumbuhan bakteri Esherichia coli. metanol dapat menurunkan pertumbuhan bakteri Esherichia coli karena, pada daun Penelitian yang dilaksanakan beluntas terdapat senyawa aktif yang dapat Susanti (2007), didapatan hasil bahwa sari menghambat pertumbuhan bakteri seperti daun beluntas dapat menurunkan flavonoid, tanin, saponin dan minyak pertumbuhan bakteri, hal tersebut terjadi atsiri. Presentase diameter zona hambat karena didalam daun beluntas mengandung ekstrak daun beluntas dengan pelarut senyawa flavonoid, minyak atsiri, dan metanol terhadap pertumbuhan bakteri tanin. Menurut Susanto dkk., (2012), Esherichia coli lebih jelasnya dapat dilihat katagori zona hambat dikatagorikan sesuai pada Gambar 6. kemampuan menghambat bakteri, kategori lemah diameter zona hambat bekisar ≤ 5 Zona Hambat mm, kategori sedang diameter zona hambat sekitar 6 sampai 10 mm, kategori 4.15833 5.7 4.78333 kuat diameter zona hambat 10 sampai 20 3.08333 3333 3333 mm dan kategori sangat kuat diameter zona hambat ≥ 21mm. Zona hambat yang 3333 dihasilkan masing-masing perlakuan menunjukan hasil yang berbeda-beda, dari P1 P2 P3 P0 hasil tersebut maka zona hambat dapat (30%) (40%) (50%) (iodips) dikategorikan menjadi kategori lemah, sedang, kuat dan sangat kuat. Zona hambat Gambar 6. Diameter zona hambat ekstrak yang dihasilkan pada P0 (4,78 ± 0,69 mm), daun beluntas dengan pelarut P2 (40%) (4,15 ± 0,43 mm) serta P1 (30%) metanol terhadap pertumbuhan (3,08 ± 0,49 mm) yang termasuk dalam bakteri Esherichia coli. kategori lemah, sedangkan hasil pada P3 (50%) (5,7 ± 0,63 mm) termasuk dalam Gambar 6 menjelaskan bahwa kategori zona hambat sedang. semakin besar diameter zona bening yang Mekanisme daya hambat ekstrak beluntas dengan pelarut metanol dalam terbentuk disekitar sumuran, maka akan menghambat bakteri dimulai dari kandungan senyawa flavonoid yang akan semakin banyak bakteri yang terhambat menghambat metabolisme energi pada bakteri, sehingga dapat menghambat pertumbuhannya. Masing-masing respirasi oksigen yang kemudian bakteri tersebut akan kehilangan permeabilitas perlakuan memiliki kemampuan yang dinding sel,mikrosom dan lisosom sebagai interaksi antara flavonoid dengan DNA berbeda dalam menghambat pertumbuhan bakteri (Dini dkk., 2013). Selanjutnya minyak atsiri dan saponin mendenaturasi bakteri. Hasil diameter zona bening protein dan merusak sitoplasma pada sel bakteri sehingga mengganggu tegangan disekitar lubang sumuran menunjukan pada permukaan dinding sel (Razak dkk., 2013), tahapan selanjutnya tanin adanya aktifitas antibakteri oleh senyawa 8 aktif yang terdapat dalam daun beluntas. Konsentrasi 50% memiliki diameter zona hambat lebih tinggi dibandingkan dengan 10% iodips sebagai kontrol. Hal tersebut menunjukan bahwa ekstrak daun beluntas menggunakan pelarut metanol dengan
mengkerutkan dinding sel yang keefektifitasannya dalam menghambat sebelumnya telah lisis oleh flavonoid, minyak atsiri dan saponin yang kemudian pertumbuhan bakteri Staphylococcus senyawa tanin tersebut dapat masuk kedalam sel bakteri dan mengkoagulasi aureus pada P3 (50%) yaitu sebesar 7,6 ± protoplasma yang akan mengakibatkan 0,48c. Hal tersebut sesuai hipotesis bahwa pertumbuhan bakteri terhambat atau bahkan bakteri tersebut akan mati penambahan ekstrak daun beluntas (Juliantina dkk., 2009). (Pluchea indica L.) yang diekstraksi Efektifitas Antibakteri Ekstrak Daun Beluntas Dengan Pelarut Metanol dengan pelarut metanol dapat Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus. mempengaruhi efektifitas antibakteri Efektifitas antibakteri ekstrak daun sehingga menghambat pertumbuhan beluntas yang terjadi setelah dilakukan uji daya hambat memberikan hasil terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Pengaruh pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Rata-rata hasil pengukuran ekstrak terhadap keefektifan pada bakteri diameter zona hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus dapat dilihat pada tergantung zona hambat yang terbentuk Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata hasil pengukuran pada setiap bakteri akan berbeda, hal diameter zona hambat ekstrak tersebut terjadi karena adanya sensitifitas daun beluntas dengan pelarut metanol terhadap bakteri pada masing-masing bakteri. Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif sehingga pada umumnya bakteri gram positif lebih sederhana bila dibandingkan gram negatif yang lebih kompleks. Menurut Tortora, Funke dan Case (2007) bakteri gram positif lebih peka terhadap senyawa antibakteri karena pada bakteri gram positif dinding selnya tidak memiliki lapisan lipopolisakarida sehingga senyawa antimikroba yang bersifat hidrofilik maupun hidrofobik dapat melewati dinding sel bakteri gram positif melalui meknisme difusi pasif yang kemudian berinteraksi langsung dengan peptidoglikan pada sel bakteri yang sedang tumbuh dan menyebabkan kematian sel. Hal ini juga disebabkan karena adanya kandungan senyawa antibakteri yang Berdasarkan Tabel 3,bahwa ekstrak terkandung pada daun beluntas seperti daun beluntas dengan pelarut metanol flavonoid, tanin, minyak atsiri, saponin. konsentrasi P3 (50%) menunjukan diameter zona hambat yang paling tinggi dibandingkan konsentrasi P1 (30%) dan P2 Efektifitas Antibakteri Ekstrak Daun Beluntas Dengan Pelarut Metanol (40%) serta iodips 10% sebagai kontrol Terhadap Pertumbuhan Bakteri Esherichia coli. pada bakteri Staphylococcus aureus. 9 Ekstrak daun beluntas dengan pelarut metanol dapat menunjukan
Efektifitas antibakteri ekstrak daun yang jumlahnya sedikit dan peptidoglikan beluntas yang terjadi setelah dilakukan uji ini mempunyai ikatan silang yang kurang daya hambat memberikan hasil terhadap ekstensif dibandingkan pada dinding gram pertumbuhan bakteri Esherichia coli. Rata- positif. Kemampuan ekstrak daun beluntas rata hasil pengukuran diameter zona dengan pelarut metanol dalam hambat terhadap bakteri Esherichia coli menghambat pertumbuhan bakteri dapat dilihat pada Tabel 4 Staphylococcus aureus dan Esherichia coli Tabel 4. Rata-rata hasil pengukuran juga disebabkan karena kepolaran pelarut yang digunakan. Koirewoa dkk., (2009) diameter zona hambat ekstrak menyatakan bahwa metanol dipilih karena daun beluntas dengan pelarut kandungan flavonoid yang ada dalam daun metanol terhadap bakteri beluntas merupakan senyawa yang bersifat Esherichia coli. polar, sehingga harus dilarutkan dengan pelarut yang berjenis polar. Ekstrak daun beluntas dengan KESIMPULAN DAN SARAN pelarut metanol dapat menunjukan Kesimpulan keefektifitasannya dalam menghambat Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai pertumbuhan bakteri Esherichia coli pada berikut. P3 (50%) yaitu sebesar 5,7 ± 0,63c. Hasil 1. Penambahan ekstrak daun beluntas dari penelitian sesuai dengan hipotesis (Pluchea indica L.) yang diekstraksi dengan pelarut metanol dengan yang diduga bahwa ekstrak daun beluntas konsentrasi P3(50%) meningkatkan kekuatan daya hambat bakteri terhadap (Pluchea indica L.) yang diekstraksi bakteri Staphylococcus aureus (7,6 ± 0,48mm) dan bakteri Esherichia coli dengan pelarut metanol dapat (5,7 ± 0,63mm). 2. Ekstrak daun beluntas dengan pelarut mempengaruhi efektifitas antibakteri metanol dengan konsentrasi P3 (50%) dapat meningkatkan keefektifan dalam sehingga menghambat pertumbuhan menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yaitu sebesar 7,6 bakteri Esherichia coli . Keefektifitasan ± 0,48mm dan dapat menunjukan keefektifitasannya dalam menghambat ekstrak daun beluntas dipengaruhi karena pertumbuhan bakteri Esherichia coli yaitu sebesar 5,7 ± 0,63mm. adanya perbedaan sensifitas pada setiap Saran bakteri sehingga mempengaruhi zona Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disarankan hambat yang ditunjukan oleh zona bening ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) dengan pelarut metanol dengan konsentrasi yang terbentuk disekitar lubang sumuran 50% untuk di lakukan uji coba lebih lanjut di lapang dengan digunakannya sebagai pada bakteri Esherichia coli. 10 Esherichia coli merupakan bakteri batang gram negatif, tidak berkapsul, memiliki dinding sel yang lebih komplek. Hal tersebut sependapat seperti yang dijelaskan Pelczar and Chan, (2008) bahwa Esherichia coli mengandung peptidoglikan
alternatif teat dipping pada sapi perah Leitner G, Silanikove N, dan Merin U. dalam menghambat terjadinya mastitis. 2008. Estimate of milk and curd yield loss of sheep and DAFTAR PUSTAKA goats with intramammary infection and its relation to Dini, K., C., Surjowardjojo, dan somatic cell count. Small Rumin Res. 74:221-225. Setyowati. 2013. Ekstrak http://dx.doi.org/10.1016/j.sm allrumres.2007.02.009. daun kersen (Muntingia Diakses 25 Maret 2015. calabura L.) Sebagai Antibakteri Streptococcus agalactiae penyebab mastitis subklinis pada sapi perah. Lisholiah, I., Sarwiyono, dan Universitas Brawijaya. Surjowardojo, P. 2014. Malang Pengaruh teat dipping sari daun beluntas (Pluchea Juliantina, F. R., Citra D. A. M., Nirwani, indica Less) terhadap kualitas B., Nurmasitoh, T., dan Bowo E, T. 2009. Manfaat susu berdasarkan California sirih merah (Piper crocatum) sebagai agen anti bakterial Mastitis Test dan uji terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Jurnal reduktase. Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Indonesia. Peternakan. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang. Pelczar, M. J., dan Chan, S. E. C. 2008. Dasar-dasar mikrobiologi Kasogi, I., Sarwiyono, dan Surjowardojo, Jilid ke-1. Penerbit P. 2013. Ekstrak Metanol Universitas Indonesia. daun kersen (Muntingia Jakarta. Calabura L.) sebagai antimikroba alami terhadap Simorangkir, M., Sitepu, M., dan bakteri Staphylococcus Simanjutak, P. 2013. aureus pada sapi perah di Aktifitas Antibakteri Ekstrak daerah ngantang, malang. Daun Ranti Hitam (Solanum Universitas Brawijaya. blumei Nees ex Blume) Malang Terhadap Salmonella typhimurium. Prosiding Koirewoa, Y. A., Fatimawali, dan Wiyono. SNYube. W. I. 2009. Isolasi dan identifikasi senyawa Sudono, A., Rosdiana, R.F., dan Setiawan, B.S. 2003. Beternak Sapi flavonoid dalam daun Perah Secara Intensif. Agromedia pustaka. Jakarta. beluntas (Plunchea indica L.). Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT. Manado. Susanti, A. 2007. Daya Antibakteri Sari Etanol Daun Beluntas 11
(Pluchea indica less) Introduction 9th edition, terhadap Escherichia coli Benjamin Cummings. secara In vitro. Fakultas Kedokteran Hewan Zahara, N., Muhammad, A., dan Fifi, P. Universitas Airlangga.http://journal.unai 2013. Uji Kemampuan r.ac.id/filerPDF/6.%20daun %20beluntas%28Beres%29.d Ekstrak Daun Beberapa Jenis oc. Diakses pada tanggal 4 November 2014. Sirih (Piper Sp.) Untuk Razak, A., Djamal, A., dan Revilla, G. Mengendalikan Jamur 2013. Uji Daya Hambat Air Perasan Buah Jeruk Nipis Patogen Tular Benih Kacang (Citrus aurantifolia s.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Tanah Dan Pengaruhnya Staphylococcus Aureus Secara In Vitro. Jurnal kesehatan Terhadap Daya Kecambah Andalas. 2 (1): 5-8. Benih. Universitas Riau. Tortora, G.J., Funke, B.R., Case, C.L. 2007. Microbiology: An Riau. Zulfikar. 2010. Pengenceran. http://www.chem-is- try.org/materi_kimia/kimia- kesehatan/larutan/pengencer an/. Diakses tanggal 13 Februari 2015. 12
Search
Read the Text Version
- 1 - 12
Pages: