SEJARAH INDONESIA CORAK KEHIDUPAN MANUSIA PRAAKSARA Oleh PARYADI, S.Pd.,M.Pd
Pola Hunian Mengenal Kehidupan Pola Api Praaksara Kehidupan Sistem Kepercayaan
Pola Hunian • Manusia purba di Indonesia diperkirakan sudah hidup menjelajah (nomaden) untuk jangka waktu yang lama • Mereka mengumpulkan bahan makanan dalam lingkup wilayah tertentu dan berpindah-pindah • Hidup dalam komunitas-komunitas kecil dengan mobilitas tinggi • Karakter khas pola hunian manusia pra aksara yaitu: 1. Kedekatan dengan sumber air 2. Kehidupan di alam terbuka • Dilihat dari letak geografis situs-situs serta kondisi lingkungannya
• Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia • Air diperlukan oleh tumbuhan dan hewan • Dimanfaatkan manusia sebagai sarana penghubung dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
Perkembangan kehidupan Manusia Praaksara Menetap Nomaden Semi Nomaden
Pola Kehidupan Berburu dan Bercocok Bertani Mengumpulk Tanam an makanan
Berburu dan mengumpulkan makanan • Pada masyarakat food gathering, mereka sangat menggantungkan diri pada alam. Dimana daerah yang mereka tempati harus dapat memberikan persediaan yang cukup untuk kelangsungan hidup. Oleh karena itu mereka selalu berpindah-pindah • Mencari makanan berupa binatang buruan dan tumbuh-tumbuhan liar di tepi sungai atau danau. Mereka mencari kerang sebagai makanannya. • Mereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil untuk memudahkan pergerakan dalam mengikuti binatang buruan/ mengumpulkan makanan. • Dalam kelompok-kelompok tersebut terdapat pembagian tugas kerja. Laki-laki pada umumnya melakukan perburuan. Sementara itu, para wanita mengumpulkan bahan makanan seperti buah-buahan dan merawat anak. Mereka yang memilih dan meramu makanan yang akan di makan.
• Hubungan antar anggota sangat erat, mereka bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan hidup serta mempertahankan kelompok dari serangan kelompok lain ataupun dari binatang buas. • Populasi pertumbuhan penduduk sangat kecil karena situasi yang berat, dengan peralatan yang masih sangat primitif membuat mereka tidak dapat selamat dari berbagai bahaya.
Bercocok tanam • Kehidupan bercocok tanamnya dikenal dengan berhuma, yaitu teknik bercocok tanam dengan cara membersihkan hutan dan menanaminya. Setelah tanah tidak subur maka mereka akan berpindah ke tempat lain yang masih subur dan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang. Pada perkembangannya mulai menetapkan kehidupan bercocok tanam pada tanah-tanah persawahan • Telah tinggal menetap di suatu tempat, mereka tinggal di sekitar huma tersebut, dengan cara bercocok tanam dan memelihara hewan-hewan jenis tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah hidup menetap Hal ini juga menunjukkan bahwa manusia telah dapat menguasai alam lingkungan. • Dengan hidup menetap, merupakan titik awal dan perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai kemajuan. Dengan hidup menetap, akal pikiran manusia mulai berkembang dan mengerti akan perubahan-perubahan hidup yang terjadi.
• Jumlah anggota kelompoknya semakin besar sehingga membuat kelompok-kelompok perkampungan, meskipun mereka masih sering berpindah-pindah tempat tinggal. • Populasi penduduk meningkat. Usia rata-rata manusia masa ini 35 tahun. • Muncul kegiatan kehidupan perkampungan, oleh karena itu di buat peraturan, untuk menjaga ketertiban kehidupan masyarakat. • Diangkat seorang pemimpin yang berwibawa, kuat, dan disegani untuk mengatur para anggotanya. • Mereka hidup bergotong royong, sehingga mereka saling melengkapi, saling membantu, dan saling berinteraksi dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya
Bertani • Bertani adalah mata pencahariannya. Mulai membudidayaakan tanaman dan hewan peliharaan tertentu seperti membudidayakan tanaman padi dan memelihara kerbau sebagai hewan ternak • Mereka sudah berladang/ bersawah, dalam bekerja mereka melakukan secara bersama- bersama/ secara gotong-royong. Dengan alat pendukung kapak perunggu yang berfungsi sebagai pacul. • Untuk mengisi waktu menunggu musim panen tiba mereka membuat anyaman dari bambu/ rotan • Mendiami tempat-tempat kecil dengan tujuan untuk menghindari serangan binatang buas
• Mulai mendirikan rumah sebagai tempat berteduh dengan cara bergotong-royong yang disertai dengan upacara tradisional. Mulai menetap dalam waktu yang cukup lama. Mereka sudah mengenal pertukangan dengan alat pendukung berupa kapak beliung yang berfungsi sebagai alat pemotong kayu. Dengan alat-alat tersebut digunakan untuk mendirikan rumah dengan cara gotong-royong pula. • Muncul ikatan sosial antara masyarakat dan keluarga • Muncul struktur kepemimpinan di kampung • Mulai digunakan bahasa sebagai alat komunikasi • Mereka telah memiliki aturan dalam kehidupan masyarakat guna ketertiban dan rapinya kerjasama dengan cara pembagian kerja • Mereka memiliki kebiasaan untuk menyelenggarakan upacara secara tertur yang melibatkan orang lain.
Sistem Kepercayaan (Tradisi Megalithikum) a. Kepercayaan terhadap Nenek Moyang • Sistem kepercayaan pada masyarakat Indonesia sudah ada sejak masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan. Pada masa itu sudah mengenal adanya penghormatan terhadap orang yang sudah meninggal dengan cara menguburkan orang yang sudah meniggal di goa-goa. • Adanya pandangan,hidup tidak akan berhenti setelah orang meninggal. Orang yang meninggal akan pergi ke suara tempat yang lebih baik. Orang yang sudah meninggal masih dapat dihubungi oleh orang yang masih hidup di dunia ini demikian pula sebaliknya. Jika yang meninggal orang yang berpengaruh maka diusahakan akan selalu ada hubungan untuk dimintai nasehat/ perlindungan bila ada kesulitan dalam kehidupan di dunia. • Pada masa bercocok tanam ini ditemukan pula bangunan-bangunan megalitikum yang berfungsi sebagai tempat pemujaan/ penghormatan kepada roh nenek moyang. Mereka telah menghormati orang yang sudah meninggal. • Ditemukan pula bekal kubur, sebab sebagai bekal untuk menuju ke alam lain. Masyarakat Indonesia telah memberikan penghormatan dan pemujaan kepada roh nenek moyang.
b. Kepercayaan Animisme • Muncul kepercayaan yang bersifat Animisme, yaitu suatu kepercayaan masyarakat terhadap suatu benda yang dianggap memiliki roh/ jiwa. Munculnya kepercayaan yang bersifat animisme didasari oleh adanya berbagai pengalaman dari masyarakat yang bersangkutan. Selain itu, adanya kepercayaan di tengah masyarakat terhadap benda-benda pusaka yang dipandang memiliki roh/ jiwa. Contoh: tombak, keris, dan benda-benda pusaka lainnya. Dapat pula bangunan gedung tua, pohon besar, dsb.
c. Kepercayaan Dinamisme • Dinamisme merupakan kepercayaan bahwa setiap benda memiliki kekuatan gaib. Sejak bercocok tanam berkembang kepercayaan dinamisme. Kepercayaan ini timbul didasari oleh pengalaman dari masyarakat yang bersangkutan yang terus berkembang secara turun temurun dari generasi ke generasi hingga sekarang. Seperti keris/ tombak, dipandang memiliki kekuatan gaib untuk memohon turunnya hujan, apabila keris itu ditancapkan dengan ujung menghadap ke atas akan dapat menurunkan hujan.
d. Kepercayaan Monoisme • Kepercayaan Monoisme merupakan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kepercayaan ini berdasarkan pengalaman-pengalaman dari masyarakat. Pola pikir manusia berkembang. Manusia mulai berpikir tentang apa yang dialaminya. Pertanyaan yang muncul hingga pada kesimpulan bahwa di luar dirinya ada suatu kekuatan yang makin besar dan yang tidak ditandingi oleh kekuatan manusia. Kekuatan itu adalah kekuatan dari Tuhan Yang Maha Esa. • Manusia percaya bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta beserta isinya. Oleh karena itu, manusia wajib melestarikan alam semesta agar dapat memenuhi kebutuhan hidupannya, atau menjaga keseimbangan alam semesta agar dapat menjadi tumpuan hidup manusia.
Menhir Menhir biasanya didirikan secara tunggal atau berkelompok sejajar di atas tanah. Diperkirakan benda prasejarah ini didirikan oleh manusia prasejarah untuk melambangkan phallus, yakni simbol kesuburan untuk bumi
Punden Berundak Punden berundak-undak adalah bangunan dari batu yang bertingkat-tingkat dan maknanya sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal. Bangunan tersebut dianggap sebagai bangunan yang suci
Dolmen Dolmen merupakan meja dari batu yang bermakna sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu.
Sarkofagus Sarkofagus adalah keranda batu atau peti mayat yang terbuat dari batu. Bentuknya menyerupai lesung dari batu utuh yang diberi tutup. Dari Sarkofagus yang ditemukan umumnya di dalamnya terdapat mayat dan bekal kubur berupa periuk, kapak persegi, perhiasan dan benda-benda dari perunggu serta besi.
Arca batu patung yang menggambarkan binatang atau manusia yang biasanya disembah
Waruga Waruga adalah peti kubur peninggalan budaya Minahasa pada zaman megalitikum. Didalam peti pubur batu ini akan ditemukan berbagai macam jenis benda antara lain berupa tulang- tulang manusia, gigi manuisa, periuk tanah liat, benda- benda logam, pedang, tombak, manik- manik, gelang perunggu, piring dan lain- lain.
Kubur Batu Batu megalitikum ini dipercaya menjadi tepat tinggal di alam gaib. Semakin besar kubur batu, semakin menunjukan kebesaran para bangsawan itu. Yang pada intinya bermakna sebagai tempat menyimpan mayat.
Mengenal Api • Api merupakan penemuan penting bagi manusia dan perkembangan peradaban • Di Cina ditemukan bukti penggunaan api oleh manusia praaksara Homo Erectus sekitar 400.000 tahun yang lalu • Penggunaan api menyebar ke seluruh Afrika dan Asia sekitar 100.000 tahun yang lalu
• api memiliki peranan dalam perkembangan peradaban. Bahkan peranannya sangat besar! Saat manusia mulai tinggal menetap dan bercocok tanam, keterampilan menggunakan api juga muncul. Penggunaannya adalah untuk membuat tembikar dan batu bata. • Salah satu peradaban manusia tertua Mesopotamia sekitar 6500 SM, diketahui telah menggunakan batu bata dan tembikar. Bangsa Mesir Kuno (1300 SM) menggunakan tungku tanah untuk membakar batu bata. Sedangkan masyarakat Babylonia dan Assyria bisa membuat tungku api yang menghasilkan suhu tinggi sehingga tembikar mereka lebih tahan lama.
• Pada awalnya manusia menggunakan api yang berasal dari alam. Seperti sambaran kilat dan letusan gunung berapi • Menurut para ilmuwan, manusia mulai menggunakan batu api dan besi untuk menyalakan api sejak 35.000 tahun yang lalu. Manusia purba juga menggosok kayu-kayu sampai menghasilkan bubuk kayu yang panas dan dapat terbakar
Search
Read the Text Version
- 1 - 28
Pages: