Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Published by bpsdmhumas, 2020-09-11 02:58:14

Description: Modul 1 (1)

Search

Read the Text Version

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 43 BPSDM Bagi nama peraturan perundang-undangan yang panjang HUKUM dapat dimuat ketentuan mengenai nama singkat (judul DAN kutipan) dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: HAMa. nomor dan tahun pengeluaran peraturan yang bersangkutan tidak dicantumkan; b. nama singkat bukan berupa singkatan atau akronim, kecuali jika singkatan atau akronim itu sudah sangat dikenal dan tidak menimbulkan salah pengertian. Nama singkat tidak memuat pengertian yang menyimpang dari isi dan nama peraturan. Contoh nama singkat yang kurang tepat : (Undang-Undang tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan) Undang-Undang ini dapat disebut Undang-Undang tentang Karantina Hewan. Hindari memberikan nama singkat bagi nama peraturan perundang-undangan yang sebenarnya sudah singkat. Contoh nama singkat yang kurang tepat: (Undang-Undang tentang Bank Sentral) Undang-Undang ini dapat disebut Undang-Undang tentang Bank Indonesia. Hindari penggunaan sinonim sebagai nama singkat. Contoh nama singkat yang kurang tepat: (Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara) 43

BPSDM 44 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Undang-Undang ini dapat disebut dengan Undang- HAM Undang tentang Peradilan Administrasi Negara. Jika materi dalam peraturan perundang-undangan baru menyebabkan perlunya penggantian seluruh atau sebagian materi dalam peraturan perundang-undangan lama, di dalam peraturan perundang-undangan baru harus secara tegas diatur mengenai pencabutan seluruh atau sebagian peraturan perundang-undangan lama. Rumusan pencabutan diawali dengan frase Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, kecuali untuk pencabutan yang dilakukan dengan peraturan perundang-undangan pencabutan tersendiri. Demi kepastian hukum, pencabutan peraturan perundang-undangan hendaknya tidak dirumuskan secara umum tetapi menyebutkan dengan tegas peraturan perundang-undangan mana yang dicabut. Untuk mencabut peraturan perundang-undangan yang telah diundangkan dan telah mulai berlaku, gunakan frase dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Contoh: Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang- undang Nomor … Tahun …. tentang … (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun …. Nomor …., Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor …) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 45 BPSDM Jika jumlah peraturan perundang-undangan yang dicabut HUKUM lebih dari 1 (satu), dapat dipertimbangkan cara penulisan DAN dengan rincian dalam bentuk tabulasi. HAM Contoh : Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: 1. Ordonansi Perburuan (Jachtordonantie1931, Staatsblad 1931 : 133); 2. Ordonansi Perlindungan Binatang-binatang Liar (Dierenbeschermingsordonantie 1931, Staatsblad 1931 : 134); 3. Ordonansi Perburuan Jawa dan Madura (Jachtordonantie Java en Madoera 1940, Staatsblad 1939 : 733); dan 4. Ordonansi Perlindungan Alam (Natuurbescherming sordonantie 1941, Staatsblad 1941 : 167); dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pencabutan peraturan perundang-undangan harus disertai dengan keterangan mengenai status hukum dari peraturan pelaksanaan, peraturan lebih rendah, atau keputusan yang telah dikeluarkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dicabut. Contoh : Pasal 102 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 9 45

BPSDM 46 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara HAM Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3086) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Untuk mencabut peraturan perundang-undangan yang telah diundangkan tetapi belum mulai berlaku, gunakan frase ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku. Contoh : Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang- Undang Nomor … Tahun … tentang … (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun … Nomor …, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ….) ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku. Pada dasarnya setiap peraturan perundang-undangan mulai berlaku pada saat peraturan yang bersangkutan diundangkan. Jika ada penyimpangan terhadap saat mulai berlakunya peraturan perundang-undangan yang bersangkutan pada saat diundangkan, hal ini hendaknya dinyatakan secara tegas di dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dengan: a. menentukan tanggal tertentu saat peraturan akan berlaku;

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 47 BPSDM Contoh : HUKUM Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 April DAN 2000. HAM b. menyerahkan penetapan saat mulai berlakunya kepada peraturan perundang-undangan lain yang tingkatannya sama, jika yang diberlakukan itu kodifikasi, atau oleh peraturan perundang-undangan lain yang lebih rendah. Contoh : Saat mulai berlakunya Undang-Undang ini akan ditetapkan dengan Peraturan Presiden. c. dengan menentukan lewatnya tenggang waktu tertentu sejak saat pengundangan atau penetapan. Agar tidak menimbulkan kekeliruan penafsiran gunakan frase setelah … (tenggang waktu) sejak … Contoh : Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun sejak tanggal pengundangan. Hindari frase … mulai berlaku efektif pada tanggal… atau yang sejenisnya, karena frase ini menimbulkan kepastian mengenai saat resmi berlakunya suatu peraturan perundang-undangan saat pengundangan atau saat berlaku efektif. 47

48 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan Pada dasarnya saat mulai berlaku peraturan perundang- undangan adalah sama bagi seluruh bagian peraturan perundang-undangan dan seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Contoh : Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. BPSDM HUKUMPenyimpangan terhadap saat mulai berlaku peraturan DANperundang-undangan hendaknya dinyatakan secara HAMtegas dengan: a. menetapkan bagian-bagian mana dalam peraturan perundang-undangan itu yang berbeda saat mulai berlakunya; Contoh : Pasal 45 (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mulai berlaku pada tanggal … . b. menetapkan saat mulai berlaku yang berbeda bagi wilayah negara tertentu. Contoh : Pasal 40 (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) mulai berlaku untuk wilayah Jawa dan Madura pada tanggal ... .

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 49 BPSDM Pada dasarnya saat mulai berlakunya peraturan HUKUM perundang-undangan tidak dapat ditentukan lebih awal DAN daripada saat pengundangannya. HAM Jika ada alasan yang kuat untuk memberlakukan peraturan perundang-undangan lebih awal daripada saat pengundangannya (artinya, berlaku surut), perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. ketentuan baru yang berkaitan dengan masalah pidana, baik jenis, berat, sifat, maupun klasifikasinya, tidak ikut diberlakusurutkan; b. rincian mengenai pengaruh ketentuan berlaku surut itu terhadap tindakan hukum, hubungan hukum, dan akibat hukum tertentu yang sudah ada, perlu dimuat dalam ketentuan peralihan; c. awal dari saat mulai berlaku peraturan perundangan- undangan sebaiknya ditetapkan tidak lebih dahulu dari saat rancangan peraturan perundang-undangan tersebut mulai diketahui oleh masyarakat, misalnya, saat rancangan undang-undang itu disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat. Saat mulai berlaku peraturan perundang-undangan, pelaksanaannya tidak boleh ditetapkan lebih awal daripada saat mulai berlaku peraturan perundang- undangan yang mendasarinya. 49

BPSDM 50 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut HAM dengan peraturan perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi. Pencabutan peraturan perundang-undangan dengan peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi itu dilakukan, jika peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi itu dimaksudkan untuk menampung kembali seluruh atau sebagian materi peraturan perundang-undangan lebih rendah yang dicabut itu. Bahan diskusi: Perancang sering menentukan klausula pencabutan peraturan perundang-undangan tanpa menyebut peraturan perundang-undangan mana yang dicabut. Sebaiknya perancang mencari peraturan perundang- undangan mana yang terkait yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, walaupun beberapa pasal atau ayat dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Hal ini merupakan bagian dari pelaksanaan harmonisasi dan sinkronisasi D. Penutup Penutup merupakan bagian akhir peraturan perundang- undangan dan memuat: a. rumusan perintah pengundangan dan penempatan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 51 BPSDM Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, HUKUM Lembaran Daerah, atau Berita Daerah; DAN b. penandatanganan pengesahan atau penetapan HAM peraturan perundang-undangan; c. pengundangan peraturan perundang-undangan; dan d. tahun dan nomor Lembaran Negara Republik Indonesia/ Lembaran Daerah. Perintah pengundangan dan penempatan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia yang berbunyi sebagai berikut: Contoh: Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan … (jenis peraturan perundang-undangan) … ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Penandatanganan pengesahan atau penetapan peraturan perundang-undangan memuat: a. tempat dan tanggal pengesahan atau penetapan; b. nama jabatan; c. tanda tangan pejabat; dan d. nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar dan pangkat. Bahan diskusi: Penandatanganan pengesahan (untuk Undang-Undang) atau penetapan (untuk Perpu, PP, Perpres, dan Perda) oleh 51

BPSDM 52 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN pejabat terlepas dari masalah gelar dan pangkat pejabat yang HAM bersangkutan. Pada dasarnya, yang dapat dipertanggung- jawabkan secara hukum karena kewenangannnya membentuk peraturan perundang-undangan, adalah nama pejabat yang bersangkutan, bukan gelar dan pangkatnya. E. Penjelasan Penjelasan berfungsi sebagai tafsiran resmi pembentuk peraturan perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian atau jabaran lebih lanjut dari norma yang diatur dalam batang tubuh. Dengan demikian, penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dijelaskan. Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut. Oleh karena itu, hindari membuat rumusan norma di dalam bagian penjelasan. Penjelasan peraturan perundang-undangan memuat penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal. Penjelasan umum memuat uraian secara sistematis mengenai latar belakang pemikiran, maksud, dan tujuan penyusunan peraturan perundang-undangan yang telah tercantum secara singkat dalam butir konsiderans, serta asas-asas, tujuan, atau pokok-pokok yang terkandung dalam batang tubuh peraturan perundang-undangan.

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 53 BPSDM Setiap undang-undang perlu diberi penjelasan. HUKUM DAN Peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang HAMdapat diberi penjelasan, jika diperlukan. Dalam penjelasan dihindari rumusan yang isinya memuat perubahan terselubung terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Naskah penjelasan disusun bersama-sama dengan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Judul penjelasan sama dengan judul peraturan perundang- undangan yang bersangkutan. Contoh : PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN … TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK Jika dalam penjelasan umum dimuat pengacuan ke peraturan perundang-undangan lain atau dokumen lain, pengacuan itu dilengkapi dengan keterangan mengenai sumbernya. 53

BPSDM 54 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Dalam menyusun penjelasan pasal demi pasal harus HAM diperhatikan agar rumusannya: a. tidak bertentangan dengan materi pokok yang diatur dalam batang tubuh; b. tidak memperluas atau menambah norma yang ada dalam batang tubuh; c. tidak melakukan pengulangan atas materi pokok yang diatur dalam batang tubuh; d. tidak mengulangi uraian kata, istilah, atau pengertian yang telah dimuat di dalam ketentuan umum. Ketentuan umum (biasanya Pasal 1) yang memuat batasan pengertian atau definisi dari kata atau istilah, tidak perlu diberikan penjelasan karena itu batasan pengertian atau definisi harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti tanpa memerlukan penjelasan lebih lanjut. Jika suatu pasal terdiri dari beberapa ayat atau butir tidak memerlukan penjelasan, pasal yang bersangkutan cukup diberi penjelasan Cukup jelas., tanpa merinci masing- masing ayat atau butir. Jika suatu istilah/kata/frase dalam suatu pasal atau ayat yang memerlukan penjelasan, gunakan tanda baca petik (“…”) pada istilah/kata/frase tersebut. Bahan diskusi: Bagaimana terhadap undang-undang yang isinya penetapan, seperti undang-undang tentang APBN, apa perlu penjelasan

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 55 BPSDM umum dan penjelasan pasal demi pasal? Ketentuan bahwa HUKUM setiap undang-undang perlu penjelasan, tidak sesuai dengan DAN kerangka peraturan perundang-undangan yang menentukan HAM secara umum bahwa peraturan perundang-undangan dapat diberi penjelasan, jika diperlukan. Untuk angka 188 Lampiran UU P3, sebaiknya berbunyi: “Jika ada beberapa pasal yang berurutan yang beberapa pasal tersebut tidak memerlukan penjelasan (cukup jelas), maka beberapa pasal yang berurutan tersebut ditulis lengkap sebagaimana penulisan penjelasan pasal. Contoh yang kurang tepat: Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 atau Pasal 7 s/d Pasal 9 Cukup jelas. F. Lampiran (jika diperlukan) Dalam hal peraturan perundang-undangan memerlukan lampiran, hal tersebut harus dinyatakan dalam batang tubuh dan pernyataan bahwa lampiran tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Pada akhir lampiran harus dicantumkan nama dan tanda tangan pejabat yang mengesahkan/ menetapkan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. 55

56 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan Bahan diskusi: Pembentuk peraturan sering berpendapat bahwa isi lampiran merupakan substansi yang mudah diubah dan berubah sesuai dengan perkembangan karena lampiran memang demikian maknanya. Untuk itu, sering terdapat klausula yang menyatakan bahwa jika ada perubahan isi lampiran, cukup dilakukan dengan instrumen peraturan yang lebih rendah atau oleh pejabat tertentu untuk mengubahnya BPSDM HUKUM DAN HAM

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 57 BAB IV HAL-HAL KHUSUS YANG DIATUR DALAM TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BPSDM HUKUMSetelah menyelesaikan pembelajaran bab ini, peserta mampu DANmenjelaskan dan mempraktikkan hal-hal khusus yang diatur HAMdalam Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan : a) Pendelegasian Kewenangan (pengaturan); b) Peyidikan; c) Pencabutan Peraturan Perundang-undangan; d) Perubahan Peraturan Perunang-undangan; e) Penetapan Perpu; dan f) Pengesahan Perjanjian Internasional g) Lampiran. A. Pendelegasian Kewenangan (pengaturan) Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat mendelegasikan kewenangan mengatur lebih lanjut kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Pendelegasian kewenangan mengatur harus menyebut dengan tegas: a. ruang lingkup materi yang diatur; dan b. jenis peraturan perundang-undangan. Jika materi yang didelegasikan sebagian sudah diatur pokok- pokoknya di dalam peraturan perundang-undangan yang mendelegasikan tetapi materi itu harus diatur hanya di dalam 57

BPSDM 58 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN peraturan perundang-undangan yang didelegasikan dan tidak HAM boleh didele-gasikan lebih lanjut ke peraturan perundang- undangan yang lebih rendah (subdelegasi), gunakan kalimat Ketentuan lebih lanjut mengenai … diatur dengan … . Jika pengaturan materi tersebut dibolehkan didelegasikan lebih lanjut (subdelegasi) gunakan kalimat Ketentuan lebih lanjut mengenai … diatur dengan atau berdasarkan … . Contoh delegasi: Pasal … (1) ... (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai … diatur dengan Peraturan Pemerintah. Contoh subdelegasi: Pasal … (1) … (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai … diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Jika materi yang didelegasikan sama sekali belum diatur pokok-pokoknya di dalam peraturan perundang-undangan yang mendelegasikan dan materi itu harus diatur di dalam peraturan perundang-undangan yang diberi delegasi dan tidak boleh didelegasikan lebih lanjut ke peraturan perundang-undangan yang lebih rendah (subdelegasi), gunakan kalimat Ketentuan mengenai … diatur dengan ….

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 59 BPSDM Jika pengaturan materi tersebut dibolehkan didelegasikan HUKUM lebih lanjut (subdelegasi) digunakan kalimat Ketentuan DAN mengenai … diatur dengan atau berdasarkan … . HAM Contoh delegasi (yang sama sekali belum diatur pokok- pokoknya): Pasal … (1) … (2) Ketentuan mengenai … diatur dengan Peraturan Pemerintah. Contoh subdelegasi: Pasal ... (1) …. (2) Ketentuan mengenai … diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Untuk mempermudah dalam penentuan judul dari peraturan pelaksanaan yang akan dibuat, rumusan pendelegasian perlu mencantumkan secara singkat tetapi lengkap mengenai apa yang akan diatur lebih lanjut . Jika pasal terdiri dari beberapa ayat, pendelegasian kewenangan dimuat pada ayat terakhir dari pasal yang bersangkutan. Jika pasal terdiri dari banyak ayat, pendelegasian kewenangan dapat dipertimbangkan untuk dimuat dalam pasal tersendiri, karena materi pendelegasian ini pada dasarnya berbeda dengan apa yang diatur dalam rangkaian ayat-ayat sebelumnya. 59

BPSDM 60 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Dalam pendelegasian kewenangan mengatur sedapat HAM mungkin dihindari adanya delegasi blangko. Contoh : Pasal … Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pendelegasian kewenangan mengatur dari undang-undang kepada menteri atau pejabat yang setingkat dengan menteri dibatasi untuk peraturan yang bersifat teknis administratif. Kewenangan yang didelegasikan kepada suatu alat penyelenggara negara tidak dapat didelegasikan lebih lanjut kepada alat penyelenggara negara lain, kecuali jika oleh undang-undang yang mendelegasikan kewenangan tersebut dibuka kemungkinan untuk itu. Hindari pendelegasian kewenangan mengatur secara langsung dari undang-undang kepada direktur jenderal atau pejabat yang setingkat. Pendelegasian langsung kepada direktur jenderal atau pejabat yang setingkat hanya dapat diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah daripada undang-undang. Peraturan perundang-undangan pelaksanaannya hendaknya tidak mengulangi ketentuan norma yang telah diatur di dalam peraturan perundang-undangan yang mendelegasikan, kecuali jika hal tersebut memang tidak dapat dihindari.

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 61 BPSDM Di dalam peraturan pelaksana sedapat mungkin dihindari HUKUM pengutipan kembali rumusan norma atau ketentuan yang DAN terdapat dalam peraturan perundang-undangan lebih tinggi HAM yang mendelegasikan. Pengutipan kembali dapat dilakukan sepanjang rumusan norma atau ketentuan tersebut diperlukan sebagai pengantar (aanloop) untuk merumuskan norma atau ketentuan lebih lanjut di dalam pasal ( pasal) atau ayat ( ayat) selanjutnya. Bahan diskusi: Pembentuk peraturan sebaiknya memahami dan bisa membayangkan (merencanakan) substansi peraturan yang diperlukan yang akan diatur lebih lanjut ke dalam peraturan yang lebih rendah. Jangan asal mendelegasikan kewenangan pengaturan, jika memang tidak ada yang diatur. Bagaimana dengan Peraturan Presiden dan Peraturan Pemerintah yang mandiri? B. Penyidikan Ketentuan penyidikan hanya dapat dimuat di dalam undang- undang dan peraturan daerah. Ketentuan penyidikan memuat pemberian kewenangan kepada penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) kementerian atau instansi tertentu untuk menyidik pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang atau peraturan daerah. 61

BPSDM 62 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Dalam merumuskan ketentuan yang menunjuk pejabat HAM tertentu sebagai penyidik hendaknya diusahakan agar tidak mengurangi kewenangan penyidik umum untuk melakukan penyidikan. Contoh : Pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan ... (nama kementerian atau instansi)... dapat diberikan kewenangan untuk melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang (atau Peraturan Daerah) ini. Ketentuan penyidikan ditempatkan sebelum ketentuan pidana atau jika dalam undang-undang atau peraturan daerah tidak diadakan pengelompokan, ditempatkan pada pasal (- pasal) sebelum ketentuan pidana. Bahan diskusi: Pembentuk undang-undang sebaiknya memahami mengapa diperlukan PPNS? PPNS diperlukan karena penyidik kepolisian belum memahami atau mampu secara teknis melakukan penyidikan tindak pidana tertentu yang memerlukan keahlian. Jika memang disadari bahwa polisi dapat melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu karena pihak kepolisian telah mampu dan ahli, sebaiknya diserahkan saja kepada polisi (penyidik).

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 63 BPSDM Apakah dalam Perda diberikan kewenangan untuk mengatur HUKUM pula mengenai PPNS mengingat tindak pidana yang DAN ditentukan dalam Perda hanya merupakan pelanggaran HAM dan sifatnya sederhana? Bagaimana dengan keberadaan polisi pamong praja? C. Pencabutan Peraturan Perundang-undangan Peraturan perundang-undangan pada dasarnya hanya dapat dicabut melalui peraturan perundang-undangan yang setingkat. Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh mencabut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (lihat teori di atas) Jika ada peraturan perundang-undangan lama yang tidak diperlukan lagi dan diganti dengan peraturan perundang- undangan baru, peraturan perundang-undangan yang baru harus secara tegas mencabut peraturan perundang- undangan yang tidak diperlukan itu. Pencabutan melalui peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi dilakukan jika peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi tersebut dimaksudkan untuk menampung kembali seluruh atau sebagian dari materi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah yang dicabut itu. 63

BPSDM 64 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Jika peraturan perundang-undangan baru mengatur kembali HAM suatu materi yang sudah diatur dan sudah diberlakukan, pencabutan peraturan perundang-undangan itu dinyatakan dalam salah satu pasal dalam ketentuan penutup dari peraturan perundang-undangan yang baru, dengan menggunakan rumusan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pencabutan peraturan perundang-undangan yang sudah diundangkan atau diumumkan, tetapi belum mulai berlaku, dapat dilakukan dengan peraturan tersendiri dengan menggunakan rumusan ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku. Jika pencabutan peraturan perundangan-undangan dilakukan dengan peraturan pencabutan tersendiri, peraturan pencabutan itu hanya memuat 2 (dua) pasal yang ditulis dengan angka Arab: Contoh : Pasal 1 Undang-Undang Nomor … Tahun ... tentang … (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun … Nomor …, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor …) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 2 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 65 BPSDM Pencabutan peraturan perundang-undangan yang HUKUM menimbulkan perubahan dalam peraturan perundang- DAN undangan lain yang terkait, tidak mengubah peraturan HAMperundang-undangan lain yang terkait tersebut, kecuali ditentukan lain secara tegas. Peraturan perundang-undangan atau ketentuan yang telah dicabut, otomatis tidak berlaku kembali, meskipun peraturan perundang-undangan yang mencabut di kemudian hari dicabut pula. Bahan diskusi: Apakah secara otomatis peraturan perundang-undangan di bawahnya tidak berlaku apabila peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi sebagai induknya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku? Perancang peraturan harus segera melakukan inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan di bawahnya jika ada suatu peraturan perundang-undangan induknya telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, dalam arti bahwa peraturan pelaksanaan tersebut segera dicabut dengan peraturan yang setingkat atau segera membentuk peraturan pelaksanaan yang baru. 65

BPSDM 66 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN D. Perubahan Peraturan Perundang-undangan HAM Perubahan peraturan perundang-undangan dilakukan dengan: a. menyisipkan atau menambah materi ke dalam Peraturan Perundang-undangan; atau b. menghapus atau mengganti sebagian materi peraturan perundang-undangan. Perubahan peraturan perundang-undangan dapat dilakukan terhadap: a. seluruh atau sebagian buku, bab, bagian, paragraf, pasal, dan/atau ayat; atau b. kata, istilah, kalimat, angka, dan/atau tanda baca. Jika suatu perubahan peraturan perundang-undangan mengakibatkan : a. sistematika peraturan perundang-undangan berubah; b. materi peraturan perundang-undangan berubah lebih dari 50% (lima puluhpersen); atau c. esensinya berubah, Peraturan perundang-undangan yang diubah tersebut lebih baik dicabut dan disusun kembali dalam peraturan perundang-undangan yang baru mengenai masalah tersebut. Jika suatu peraturan perundang-undangan telah sering mengalami perubahan sehingga menyulitkan pengguna peraturan perundang-undangan, sebaiknya peraturan perundang-undangan tersebut disusun kembali dalam

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 67 BPSDM naskah sesuai dengan perubahan-perubahan yang telah HUKUM dilakukan, dengan mengadakan penyesuaian pada: DAN 1) urutan bab, bagian, paragraf, pasal, ayat, angka, atau HAM butir; 2) penyebutan-penyebutan; dan 3) ejaan, jika peraturan perundang-undangan yang diubah masih tertulis dalam ejaan lama. Jika pengaturan perundang-undangan yang diubah mempunyai nama singkat, peraturan perundang-undangan perubahan dapat menggunakan nama singkat peraturan perundang-undangan yang diubah. Pada dasarnya batang tubuh peraturan perundang-undangan perubahan terdiri atas 2 (dua) pasal yang ditulis dengan angka Romawi yaitu sebagai berikut: a. Pasal I memuat judul peraturan perundang-undangan yang diubah, dengan menyebutkan Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia yang diletakkan di antara tanda baca kurung serta memuat materi atau norma yang diubah. Jika materi perubahan lebih dari satu, setiap materi perubahan dirinci dengan menggunakan angka Arab (1, 2, 3, dan seterusnya). Contoh : Pasal I Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor … Tahun … tentang … (Lembaran Negara Republik 67

BPSDM 68 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Indonesia Tahun … Nomor … , Tambahan Lembaran HAM Negara Republik Indonesia Nomor …) diubah sebagai berikut : 1. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : … 2. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : … 3. dan seterusnya … b. Jika peraturan perundang-undangan telah diubah lebih dari satu kali, Pasal I memuat, selain mengikuti ketentuan pada Nomor 193 huruf a, juga tahun dan nomor dari peraturan perundang-undangan perubahan yang ada serta Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia yang diletakkan di antara tanda baca kurung dan dirinci dengan huruf-huruf (abjad) kecil (a, b, c dan seterusnya). Contoh: Pasal 1 Undang-undang Nomor … Tahun … tentang … (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun … Nomor … ; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor … ) yang telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang: a. Nomor … Tahun … (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun … Nomor … Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor …);

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 69 BPSDM b. Nomor … Tahun … (Lembaran Negara HUKUM RepublikIndonesia Tahun … Nomor … Tambahan DAN Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor …); HAM c. Nomor … Tahun … (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun … Nomor … Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor …); c. Pasal II memuat ketentuan tentang saat mulai berlaku. Dalam hal tertentu, Pasal II juga dapat memuat ketentuan peralihan dari peraturan perundang-undangan perubahan, yang maksudnya berbeda dengan ketentuan peralihan dari peraturan perundang-undangan yang diubah. Jika dalam peraturan perundang-undangan ditambahkan atau disisipkan bab, bagian, paragraf, atau pasal baru, maka bab, bagian, paragraf, atau pasal baru tersebut dicantumkan pada tempat yang sesuai dengan materi yang bersangkutan. Contoh penyisipan bab : Di antara BAB IX dan BAB X disisipkan 1 (satu ) bab baru, yakni BAB IX A sehingga berbunyi sebagai berikut: Jika dalam 1 (satu) pasal yang terdiri dari beberapa ayat disisipkan ayat baru, penulisan ayat baru tersebut diawali dengan angka Arab sesuai dengan angka ayat yang disisipkan dan ditambah dengan huruf kecil a, b, c, yang diletakkan di antara tanda baca kurung. 69

70 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan Contoh : Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 18 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b) sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai berikut : BPSDM HUKUM Pasal 18 DAN HAM(1) … . (1a)… . (1b)… . (2) … . Jika dalam suatu peraturan perundang-undangan dilakukan penghapusan atas suatu bab, bagian, paragraf, pasal, atau ayat, maka urutan bab, bagian paragraf, pasal, atau ayat tersebut tetap dicantumkan dengan diberi keterangan dihapus. Contoh : Pasal 16 dihapus. Pasal 18 ayat (2) dihapus sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai berikut : Pasal 18 (1) … . (2) Dihapus. (3) … .

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 71 Bahan diskusi: Dalam praktik dijumpai adanya pasal yang diperlukan selain dua pasal Romawi tersebut, misalnya jika diinginkan adanya ketentuan peralihan baru akibat perubahan peraturan perundang-undangan. Pembentuk peraturan tampaknya berpikir bahwa ketentuan peralihan tersebut tidak bisa ditempatkan di antara Pasal I dan Pasal II. BPSDM HUKUME. Penetapan Perpu DAN HAM Batang tubuh Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) menjadi Undang-Undang pada dasarnya terdiri dari 2 (dua) pasal, yang ditulis dengan angka Arab, yaitu sebagai berikut: a. Pasal 1 memuat penetapan Perpu menjadi undang- undang yang diikuti dengan pernyataan melampirkan Perpu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan undang-undang penetapan yang bersangkutan. b. Pasal 2 memuat ketentuan mengenai saat mulai berlaku. Contoh : Pasal 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4232) ditetapkan menjadi Undang-Undang, dan melampirkannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. 71

BPSDM 72 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Pasal 2 HAM Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. F. Pengesahan Perjanjian Internasional Batang tubuh Undang-Undang tentang pengesahan perjanjian internasional pada dasarnya terdiri atas 2 (dua) pasal yang ditulis dengan angka Arab, yaitu sebagai berikut: a. Pasal 1 memuat pengesahan perjanjian internasional dengan memuat pernyataan melampirkan salinan naskah aslinya atau naskah asli bersama dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia. b. Pasal 2 memuat ketentuan mengenai saat mulai berlaku. Contoh untuk perjanjian multilateral : Pasal 1 Mengesahkan Convention on the Prohibition of the Development, Production, Stockpiling and Use of Chemical Weapon and on Their Destruction (Konvensi tentang Pelanggaran Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia serta Pemusnahannya) yang naskah aslinya dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagaimana terlampir dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 73 BPSDM Pasal 2 HUKUM Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal DAN diundangkan. HAM Contoh untuk perjanjian bilateral yang hanya menggunakan dua bahasa : Pasal 1 Mengesahkan Perjanjian Kerjasama antara Republik Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Treaty between the Republic of Indonesia and Australia on Mutual Assistance in Criminal Matters) yang telah ditandatangani pada tanggal 27 Oktober 1995 di Jakarta yang salinan naskah aslinya dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebagaimana terlampir dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang – Undang ini. Pasal 2 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Contoh untuk perjanjian bilateral yang menggunakan lebih dari dua bahasa : Pasal 1 Mengesahkan Persetujuan antara Republik Indonesia dan Pemerintah Hongkong untuk Penyerahan Pelanggar Hukum yang Melarikan Diri (Agreement the Government of the Republik of Indonesia and the Government of 73

74 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan Hongkong for the Surrender of Fugitive Offenders) yang telah ditandatangani pada tanggal 5 Mei 1977 di Hongkong yang salinan naskah aslinya dalam bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Cina sebagaimana terlampir dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. Pasal 2 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Cara penulisan rumusan Pasal 1 bagi pengesahan perjanjian atau persetujuan internasional dilakukan dengan Undang-Undang berlaku juga bagi pengesahan perjanjian atau persetujuan internasional yang dilakukan dengan Peraturan Presiden. BPSDM HUKUM DAN HAM

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 75 BAB V PERUMUSAN SANKSI DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BPSDMSetelah peserta membahas bab ini, peserta diharapkan dapat HUKUMmenjelaskan mengenai jenis sanksi, dapat merumuskan sanksi DANserta dapat menentukan tingkat sanksi yang diberikan. HAM A. Jenis Sanksi Dalam menyusun peraturan perundang-undangan dapat dirumuskan sanksi, adapun jenis sanksi adalah sebagai berikut: 1. Sanksi Hukum Pidana Dalam hukum pidana, sanksi hukum disebut hukuman. Menurut R. Soesilo, hukuman adalah: “Suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum pidana” Hukuman sendiri diatur dalam pasal 10 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu: 1. Hukuman pokok Hukuman pokok terbagi menjadi: a) hukuman mati 75

BPSDM 76 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN b) hukuman penjara HAM c) hukuman kurungan d) hukuman denda 2. Hukuman-hukuman tambahan, yang terbagi menjadi: a) pencabutan beberapa hak yang tertentu b) perampasan barang yang tertentu c) pengumuman keputusan hakim 2. Sanksi Hukum Perdata Dalam hukum perdata, putusan yang dijatuhkan oleh hakim dapat berupa: a) putusan condemnatoir yakni putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi (kewajibannya). Contoh: salah satu pihak dihukum untuk membayar kerugian, pihak yang kalah dihukum untuk membayar biaya perkara b) putusan declaratoir yakni putusan yang amarnya menciptakan suatu keadaan yang sah menurut hukum. Putusan ini hanya bersifat menerangkan dan menegaskan suatu keadaan hukum semata-mata. Contoh: putusan yang menyatakan bahwa penggugat sebagai pemilik yang sah atas tanah sengketa c) putusan constitutif yakni putusan yang menghilangkan suatu keadaan hukum dan menciptakan keadaan hukum baru.

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 77 Contoh: putusan yang memutuskan suatu ikatanBPSDM perkawinan.HUKUM DAN bentuk-bentuk sanksi keperdataan dapat berupa:HAM a) ganti kerugian b) kewajiban untuk memenuhi prestasi (kewajiban) c) hilangnya suatu keadaan hukum, yang diikuti dengan terciptanya suatu keadaan hukum baru. 3. Sanksi administrasi/Administratif Sanksi administrasi/administratif adalah sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran administrasi atau ketentuan undang-undang yang bersifat administratif. Sesuai dengan lampiran Undang-Undang 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sanksi administratif dapat berupa, antara lain: a) pencabutan izin, b) pembubaran, c) pengawasan, d) pemberhentian sementara, e) denda administratif, atau f) daya paksa polisional 77

BPSDM 78 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN B. Teknik Merumuskan Sanksi HAM Dalam merumuskan sanksi dalam sebuah peraturan perundang-undangan, perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut: a. Substansi yang berupa sanksi administratif atau sanksi keperdataan atas pelanggaran norma tersebut dirumuskan menjadi satu bagian (pasal) dengan norma yang memberikan sanksi administratif atau sanksi keperdataan. b. Jika norma yang memberikan sanksi administratif atau keperdataan terdapat lebih dari satu pasal, sanksi administratif atau sanksi keperdataan dirumuskan dalam pasal terakhir dari bagian (pasal) tersebut. Dengan demikian tidak merumuskan ketentuan sanksi yang sekaligus memuat sanksi pidana, sanksi perdata, dan sanksi administratif dalam satu bab. c. Ketentuan pidana hanya dimuat dalam Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. d. Dalam merumuskan ketentuan pidana perlu memperhatikan asas-asas umum ketentuan pidana yang terdapat dalam Buku Kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, karena ketentuan dalam Buku Kesatu berlaku juga bagi perbuatan yang dapat dipidana menurut peraturan perundang-undangan lain, kecuali jika oleh Undang-Undang ditentukan lain (Pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 79 BPSDM e. Ketentuan pidana ditempatkan dalam bab tersendiri, yaitu HUKUM bab ketentuan pidana yang letaknya sesudah materi DAN pokok yang diatur atau sebelum bab ketentuan peralihan. HAM Jika bab ketentuan peralihan tidak ada, letaknya adalah sebelum bab ketentuan penutup. f. Namun jika di dalam peraturan perundang-undangan tidak diadakan pengelompokan bab per bab, ketentuan pidana ditempatkan dalam pasal yang terletak langsung sebelum pasal atau beberapa pasal yang berisi ketentuan peralihan. Jika tidak ada pasal yang berisi ketentuan peralihan, ketentuan pidana diletakkan sebelum pasal atau beberapa pasal yang berisi ketentuan penutup. Untuk pidana kurungan, telah ditentukan pengaturannya oleh KUHP (Pasal 18-Pasal 23). Pidana kurungan diancamkan 1 (satu) hari sampai dengan 1 (satu) tahun dan pada umumnya untuk tindak pidana pelanggaran/bukan kejahatan (tindak pidana ringan). Orang yang dijatuhi pidana kurungan dapat memperbaiki nasibnya dengan biaya sendiri, misalnya membawa tempat tidur sendiri. Pidana kurungan merupakan pengganti pidana denda, begitu sebaliknya. Dalam undang- undang tindak pidana khusus, pengganti denda bisa dijatuhi pidana penjara (pengecualian). Untuk pidana denda, ukuran jumlah yang akan diancamkan digunakan rupiah, bukan dengan emas atau dolar. 79

BPSDM 80 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN C. Tata Cara Pengenaan Sanksi HAM Yang dimaksud dengan tata cara pengenaan sanksi dalam hal ini adalah teknik/cara menentukan tingkatan sanksi yang akan dijatuhkan. Dalam merumuskan sanksi yang akan diancamkan, seorang perancang perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut: 1. Seberapa besar akibat dari tindakan yang dilarang, semakin besar akibat negatif yang timbul maka semakin besar/berat pula sanksi yang diberikan, misalnya dalam menentukan lamanya pidana atau banyaknya denda perlu dipertimbangkan mengenai dampak yang ditimbulkan oleh tindak pidana dalam masyarakat serta unsur kesalahan pelaku. 2. Untuk ukuran pidana, seorang perancang bisa membandingkan dengan ancaman pidana yang ditentukan dalam KUHP, undang-undang lain, atau konvensi internasional. Klasifikasi ancaman pidana dapat dilakukan dengan memilah-milah macam tindak pidana, seperti tindak pidana terhadap nyawa, badan, dan barang. Di dalam KUHP tidak dikenal adanya minimum khusus atau pidana kumulatif. Pembentuk undang-undang di luar KUHP sering pula menyimpangi dengan menentukan pidana penjara atau denda dengan minimum khusus. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi disparitas pidana dan lebih memberikan pemberatan pidana terhadap tindak pidana yang sangat

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 81 BPSDM membahayakan atau merugikan orang, misalnya undang- HUKUM undang tentang pemberantasan tindak pidana terorisme atau DAN korupsi. HAM Penentuan pidana terhadap korporasi juga merupakan penyimpangan karena KUHP hanya mengenal pemidanaan terhadap individu/perseorangan. Asas-asas yang dikenal dalam Buku I KUHP, juga sering disimpangi oleh undang- undang, misalnya, percobaan tindak pidana yang pada dasarnya dikurangi sepertiga pidananya, namun dalam undang-undang bisa ditentukan pidana yang sama dengan tindak pidana selesai/tuntas (bukan percobaan). Demikian pula untuk tindak pidana pembantuan. D. Diskusi Seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan teknologi, jenis pelanggaran/kejahatan semakin berkembang pula, akan muncul jenis pelanggaran/kejahatan baru yang belum diatur dalam peraturan sebelumnya, sehingga mengakibatkan/membawa konsekuensi terhadap jenis-jenis sanksi yang diberikan. Diskusikan secara berkelompok mengenai hal-hal apa saja yang dapat mengakibatkan perkembangan jenis pelanggaran/ kejahatan serta jenis sanksinya. 81

82 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan E. Latihan Jawablah pertanyaan berikut ini: 1. Sebutkan jenis-jenis sanksi administratif! 2. Apakah materi muatan peraturan pemerintah dapat memuat sanksi administratif? Jelaskan! BPSDM HUKUM DAN HAM

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan 83 DAFTAR PUSTAKA BPSDM Buku, Makalah, Artikel HUKUM DAN Asshiddiqie, Jimly.Perihal Undang-undang di Indonesia, Jakarta, HAM 2006. Direktorat Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Kementerian Hukum dan HAM bekerjasama dengan UNDP, Pengharmonisasian,Pembulatan, Dan Pemantapan Konsepsi Rancangan Peraturan Perundang-undangan, Jakarta 2010. Hariningsih, Sri. Beberapa Pemikiran Dalam Rangka Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan.Makalah disajikan pada lokakarya diselenggarakan di Hotel sahid, Jakarta, tanggal 23- 24 Mei 2006. Indrati, Maria Farida, Ilmu Perundang-undangan (Proses dan Teknik Pembentukannya), Kanisius-Yogyakarta, 2007. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 83

84 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan. BPSDM HUKUM DAN HAM


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook