POLICY PAPER BALITBANGKUMHAM Vol.1 no. 1 TAHUN 2019 Meniti Strategi Corporate University: REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
1POLICY PAPER BALITBANGKUMHAM Vol.1 no. 1 TAHUN 2019 Meniti Strategi Corporate University: REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR ABSTRAK Corporate university adalah sebuah strategi manajemen organisasi yang didesain untuk mendukung organisasi dalam mencapai tujuan strategisnya melalui pelaksanaan aktivitas yang menempa pembelajaran dan pengetahuan individual dan institusional. Pada 2019, Kemenkumham berkomitmen untuk menerapkan strategi ini dalam rangka pengembangan kompetensi pegawai yang sejalan dengan tujuan strategis instansi. Komitmen ini membutuhkan prasyarat utama, yaitu Kemenkumham sebagai organisasi pembelajar. Riset ini menemukan fakta bahwa Kemenkumham sudah memiliki fondasi yang cukup untuk menerapkan strategi corporate university. Kendati, terdapat beragam tantangan yang perlu diperhatikan, yakni pertama, Kemenkumham memerlukan komitmen pimpinan dan strategi yang komprehensif dan integratif dalam pengembangan SDM, baik di tingkat pusat hingga wilayah; kedua, seluruh unit utama, wilayah, dan UPT perlu menjalankan pengelolaan pengetahuan meliputi: (i) menguraikan tugas dan fungsi unit kerja, (ii) mengklasifikasikan data/informasi yang relevan dengan tugas dan fungsi, (iii) menetapkan data/informasi yang dapat diakses oleh pihak internal maupun eksternal, dan (iv) menyediakan kanal atau saluran diseminasi data/informasi yang dapat diakses oleh pihak internal maupun eksternal; ketiga, Kemenkumham wajib merumuskan strategi menyeluruh untuk membangun budaya belajar dan visi bersama di seluruh lapisan instansi; dan keempat BPSDM Hukum dan HAM harus diposisikan sebagai penanggung jawab utama dalam pengembangan SDM di Kemenkumham. Perlu dicatat bahwa strategi corporate university tidak boleh serta-merta dianggap sebagai tugas BPSDM semata. Strategi ini wajib melibatkan seluruh unsur di Kemenkumham, mulai dari manajemen kepegawaian, kerja sama, hingga pengelolaan pengetahuan di tiap unit. Hanya melalui cara pandang yang demikian maka masing-masing pegawai dapat berkontribusi terhadap kinerja Kemenkumham, yang pada gilirannya berkontribusi pula terhadap kinerja pemerintahan di bidang hukum dan HAM.
A. PENDAHULUAN belum optimal, yang ditandai dengan berbagai kendala terkait isu integritas, Peningkatan kapasitas personel profesionalisme, hingga pola karier dan pengelolaan pengetahuan pegawai. (knowledge management) merupakan unsur utama dalam pencapaian kinerja Melalui Badan Pengembangan sebuah organisasi, tidak terkecuali di Sumber Daya Manusia Hukum dan lingkungan instansi pemerintahan HAM (BPSDM), Kemenkumham telah seperti Kementerian Hukum dan Hak berkomitmen untuk mengimple Asasi Manusia (Kemenkumham). Kedua mentasikan strategi corporate university unsur tersebut memegang peranan kunci di lingkungan internal kementerian. dalam mewujudkan tujuan dan rencana Adapun secara konseptual, corporate strategis yang telah ditetapkan. Dalam university dibangun dalam rangka konteks ini, terdapat tiga permasalahan “mengisi kekosongan yang tercipta antara krusial di tubuh Kemenkumham, korporasi dengan universitas, mengingat yakni: pertama ialah pengelolaan permintaan yang dituntut oleh korporasi sumber daya manusia (SDM) masih dan supply yang disediakan universitas belum dikelola dengan pendekatan berubah dan bergeser semakin jauh kesisteman dalam rangka pencapaian terpisah.”1 Di tengah perkembangannya visi dan misi pemerintahan di bidang dari masa ke masa, pada umumnya hukum; kedua secara struktural, masih corporate university diartikan sebagai terdapat problematika kewenangan dan “fungsi atau departemen di dalam program antara sistem manajemen dan perusahaan yang mengembangkan pengembangan SDM; dan ketiga ialah keterampilan bagi karyawannya, dan kinerja organisasi Kemenkumham yang mengintegrasikannya ke dalam arah strategis perusahaan dengan titik tekan pada kepemimpinan dan kinerja yang 2
3POLICY PAPER BALITBANGKUMHAM Vol.1 no. 1 TAHUN 2019 meningkat.”2 Secara empirik, corporate utama, yakni Pertama ialah penjelasan university lebih jauh dipahami dalam tentang peluang kontribusi penerapan bentuk lembaga-lembaga atau unit- strategi corporate university dalam unit pendidikan dan pelatihan yang pengembangan sumber daya manusia menempel (embedded) di institusi, di lingkungan Kemenkumham; baik perusahaan maupun instansi kedua ialah lanskap Kemenkumham pemerintahan. Dalam konteks ini, tugas sebagai organisasi pembelajar yang kunci dari corporate university adalah merupakan prasyarat utama penerapan untuk “menyediakan sebuah kendaraan strategi corporate university; dan untuk mengonstruksikan pemahaman ketiga ialah urgensi pembelajaran bersama melalui penyebaran pengaruh, sumber daya manusia hukum dengan dan mengontrol proses pembelajaran pendekatan sistem. Diharapkan dan penciptaan pengetahuan.”3 melalui riset ini, Kemenkumham Penerapan konsep ini juga mulai memperoleh rekomendasi kebijakan dikembangkan di tengah institusi terkait pengelolaan pengetahuan dan pemerintahan di Indonesia, seperti di pengembangan kapasitas personel Kementerian Keuangan, dengan harapan hukum, baik di dalam maupun luar bahwa konsep ini dapat berkontribusi lingkungan Kemenkumham, yang pada positif perubahan paradigma organisasi gilirannya dapat mendukung sasaran Kementerian. strategis pemerintahan di bidang hukum. Secara lebih teknis, pemanfaatan Dalam rangka mendukung proses penelitian ini diharapkan dapat inisiasi penerapan strategi corporate membantu BPSDM dalam menyusun university di Kemenkumham, riset kebijakan pengembangan SDM. ini akan memaparkan tiga bagian
B. Kerangka Analitik ‘Roda Corporate University’ Secara umum, Global Association of dianggap sebagai elemen dari konsep Corporate Universities and Academies corporate university. Secara ringkas, mengartikan corporate university sebagai kerangka analisis tersebut digambarkan “alat manajemen yang didesain untuk melalui Gambar 1 berikut. membantu organisasi dalam mencapai tujuan strategisnya melalui pelaksanaan Gambar 1 aktivitas yang menempa pembelajaran Skema kerangka analisis corporate university dan pengetahuan individual dan organisasi.” Untuk mencapai hal tersebut, Sumber: Schwandt dan Marquardt (1999) cakupan kerja dari corporate university ini dapat meliputi pusat pelatihan, akselerator kepemimpinan, platform strategi, dan jejaring pembelajaran.4 Pada sisi lain, sebagai sebuah kerangka analitik corporate university perlu dipahami sebagai “upaya memfasilitasi praktik sosial, teknologi, dan organisasi yang mendukung penciptaan pengetahuan dan organisasi pembelajar.”5 Dari pemahaman demikian, Prince lebih lanjut merumuskan sebuah kerangka ‘roda corporate university’ yang berisikan empat proses utama (core processes) yang 4
5POLICY PAPER BALITBANGKUMHAM Vol.1 no. 1 TAHUN 2019 Kerangka analisis demikian bahwa keluaran (output) dari proses mengisyaratkan empat proses yang pembelajaran (learning process) ialah menjadi subsistem dari proses sensemaking. Secara konseptual pembelajaran organisasi, yaitu (i) sistem sensemaking sederhananya adalah dan proses pengetahuan yang melibatkan ‘membuat akal’. Dalam hal ini, agen-agen “pembangunan, dukungan, dan aktif mengonstruksikan kejadian (events) eksploitasi atas teknologi pembelajaran yang bersifat masuk akal (sensible) dan terkini, seperti intranet dan database dapat dipahami (sensable). Thomas, pengelolaan pengetahuan”; (ii) proses Clark, dan Gioia menggambarkan kemitraandanjaringan,yangmemfasilitasi sensemaking sebagai interaksi resiprokal “pengembangan jejaring dan kemitraan dari pencarian informasi, perumusan dengan mitra pembelajaran tingkat makna, dan tindakan. Di sisi lain, Feldman dunia dalam rangka menyampaikan mengartikansensemakingsebagaisebuah intervensi pembelajaran ke dalam “proses interpretif yang diperlukan organisasi”; (iii) proses perorangan, yakni agar anggota organisasi memahami “proses yang membentuk dan menempa dan membagikan pemahaman tentang visi bersama, dan memfasilitasi dan fitur tertentu dari organisasi tentang mendukung pembelajaran di dalam (i) apakah itu organisasi, (ii) apakah organisasi”; dan (iv) proses pembelajaran, organisasi bekerja dengan baik atau yang merepresentasikan “upaya tidak, (iii) apa permasalahan yang organisasi untuk membentuk organisasi dihadapi, dan (iv) bagaimana organisasi pembelajaran berdasarkan penciptaan menyelesaikannya.”6 budaya belajar yang didukung melalui pendidikan dan pelatihan.” Berdasarkan data yang ada, belum terdapat hubungan yang sinkron Dalam kerangka analitik roda antara proses pembelajaran dengan corporate university, dapat dipahami proses perorangan dengan keluaran
berupa penataan (structuring). Di satu di Kemenkumham. Berdasarkan sisi, proses pembelajaran, yang sangat dititikberatkan pada tugas dan fungsi analisis deskriptif tentang pengelolaan BPSDM, belum mampu mengakomodasi sasaranstrategisdandinamikayangterjadi pengetahuan,diperolehgambaranbahwa di tengah unit-unit teknis. Di sisi yang lain, proses perorangan belum berjalan pengetahuan belum terkonsolidasikan seiring dengan proses pembelajaran. Keluaran berupa penataan di dalam dengan baik di tiap-tiap level organisasi, instansi dihadapkan pada problematika yang meliputi: (i) ketidaksiapan desain baik dari pimpinan, administrasi, dan karier pegawai dalam bentuk peta karier individual, (ii) belum lengkapnya kamus fungsional. Situasi ini menyebabkan dan standar kompetensi jabatan, serta (iii) permasalahan akuntabilitas dan terkendalanya pembentukan transparansi manajemen kepegawaian. Hal ini menjadi semakin kompleks pengetahuan berbasis tujuan (goal ketika dihadapkan pada keruwetan pola koordinasi kepegawaian antara unit reference knowledge) yang seharusnya pelaksana teknis, satuan kerja kantor wilayah, pengelola kepegawaian unit dihasilkan dari proses pengelolaan pusat, dengan Sekretariat Jenderal. pengetahuan tersebut. Pada gilirannya, Lebih jauh, hubungan antara proses pembelajaran dengan sistem kendala tersebut berimplikasi pada pengetahuan tentu tidak terlepas dari lanskap pengelolaan pengetahuan ketidakmangkusan proses pembelajaran yang tidak mengacu pada tujuan atau sasaran tertentu dari organisasi. Terakhir, keberhasilan kinerja Kemenkumham tidak dapat dilepaskan dari kemampuan organisasi untuk bermitra dan berjejaring antar unit di dalam organisasi, maupun dengan institusi lain. Pada tahap ini, produk berupa informasi baru (new information) yang diperoleh melalui proses bermitra cenderung dikuasai oleh masing- masing unit, sehingga menciptakan silo 6
7POLICY PAPER BALITBANGKUMHAM Vol.1 no. 1 TAHUN 2019 pengetahuan di masing-masing unit. Hal Kemenkumham sebagai organisasi ini berimplikasi pada pengetahuan yang pembelajar merupakan sebuah prakondisi dimiliki oleh BPSDM cenderung out of yang perlu diciptakan guna memastikan date, sehingga tidak relevan kompetensi jalannya strategi corporate university. terkini yang dibutuhkan oleh masing- Uraianberikutakanmencobamenjelaskan masing unit teknis. kondisi empiris Kemenkumham sebagai organisasi pembelajar melalui elaborasi Kerangka analitik corporate university lima subsistem yang meliputi lanskap ini dapat menjadi basis awal bagi pengelolaan pengetahuan, dinamika Kemenkumham dalam komitmen pembelajaran, transformasi organisasi, menerapkan strategi tersebut di internal pemberdayaan SDM, dan penerapan institusi. Merujuk pada ragam aspek teknologi. yang telah diulas sebelumnya, refleksi
C. Kemenkumham sebagai Organisasi Pembelajar Organisasi pembelajar pertama kali pengetahuan secara terus-menerus. menarik perhatian dunia pada era 90- Proses membentuk, memperoleh, an dengan konsep yang dikembangkan dan memindahkan pengetahuan oleh Peter M. Senge. Menurut Senge, “. . (create, acquire, and transfer knowledge) . sudah tidak mencukupi untuk memiliki membantu organisasi untuk beradaptasi satu orang yang belajar untuk organisasi dan mengantisipasi hal-hal yang tidak [ . . .] sudah tidak mungkin lagi untuk terduga, lebih cepat dari organisasi mencari tahu dari atas, dan memaksa kompetitor.8 Marquardt, mendefinisikan orang lain untuk mengikuti perintah organisasi pembelajar sebagai organisasi dari ‘ahli strategi utama’. Organisasi yang anggotanya memiliki kemampuan yang akan benar-benar maju di masa belajar yang tinggi dan dilakukan secara mendatang adalah organisasi yang bersama-sama untuk memperbaiki menemukan cara bagaimana membuka kinerjanyasecaraberkelanjutan,dilakukan jalan bagi komitmen dan kapasitas melalui pengumpulan, pengelolaan perorangan.”7 Dalam kata lain, konsep dan penggunaan pengetahuan untuk organisasi pembelajar memberikan kemajuan dan kesuksesan organisasi.9 kesempatan bagi seluruh komponen Suatu organisasi dapat menjadi dalam suatu organisasi untuk belajar ‘organisasi pembelajar’ dengan membuat dan mengembangkan diri. Organisasi individu-individu di dalamnya belajar tidak lagi hanya bergantung kepada melalui sinergi atas lima subsistem, arahan dari level pimpinan, melainkan yakni pembelajaran, organisasi, mengandalkan pada proses pemindahan manusia, pengetahuan, dan teknologi 8
9POLICY PAPER BALITBANGKUMHAM Vol.1 no. 1 TAHUN 2019 sebagaimana tergambar dalam Gambar 1. Lanskap Pengelolaan 2.10 Subsistem organisasi, sumber daya Pengetahuan di Kemenkumham manusia, pengetahuan, dan teknologi dibutuhkan untuk mengembangkan Lanskap pengelolaan pengetahuan subsistem pembelajaran, sebaliknya, di lingkungan Kemenkumham diperoleh subsistem pembelajaran akan meresapi melalui persepsi dan pengalaman keempat subsistem lainnya. Sehingga, pegawai pada tiga level, yakni pimpinan, keberadaan seluruh subsistem di atas administrasi, dan fungsional. Dalam menjadi penting karena setiap subsistem penelitian ini, data dipilah ke dalam saling terkait dan saling melengkapi.11 dua perspektif, yakni sosial dan teknis. Perspektif sosial terbagi menjadi struktur, Gambar 2 kultur, dan perorangan, sedangkan Subsistem dalam Organisasi Pembelajar perspektif teknis menggambarkan bentuk penerapan teknologi.12 Sumber: Marquardt (2002) Pada sisi struktur, siklus pengelolaan pengetahuan di Kemenkumham cenderung terdesentralisasi di masing- masing unit kerja, baik di antara unit utama maupun di tingkat wilayah. Di tengah keterbatasan BPSDM selaku pelaksana fungsi pengembangan SDM, desentralisasi pengetahuan ini merupakan upaya unit-unit kerja untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan sesuai dengan tugas pokoknya. Lebih jauh, pengelolaan pengetahuan yang
ada cenderung bersifat informal dan kepada interaksi antara pegawai senior dan junior sebagai format pembentukan tidak disengaja (non-intentional), dalam pengetahuan. Mengingat terdapat kesenjangan antara kompetensi pengertian bahwa pengetahuan yang pegawai-pegawai senior dengan standar jabatan yang diembannya, pengetahuan ada dikelola berdasarkan insiatif yang yang tercipta menjadi tidak optimal dalam mendukung kinerja organisasi. sifatnya insidental dan tidak dijalankan Kendati pembelajaran aktif (active learning) melalui interaksi sosial tersebut berdasarkan standar mekanisme baku merupakan unsur penting dalam pembentukan pengetahuan, bentuk- tertentu. Walaupun inisiatif pengelolaan bentuk pembelajaran lain juga perlu menjadi acuan, seperti: pemanfaatan pengetahuan dapat ditemukan di hasil-hasil riset atau kajian di lingkungan Kemenkumham. beberapa unit kerja, namun strukturisasi Fitur kultur organisasi tersebut pengelolaan secara lebih masif menjadi mendorong tinjauan lebih jauh kepada sisi perorangan. Dalam hal ini, belum hal mutlak bagi Kemenkumham dalam liniernya antara kapasitas, kompetensi, dan kesesuaian jabatan menjadi rangka memastikan bahwa pengetahuan, faktor yang krusial dalam pengelolaan pengetahuan di Kemenkumham. Sebagai baik yang bersifat melekat di tiap pegawai hasil, proses pembentukan, diseminasi, hingga penerapan pengetahuan bergerak (tacit) maupun yang eksplisit, bermanfaat secara kasuistik dan sangat tergantung untuk kepentingan organisasi. Selanjutnya, kultur sosial Kemenkumham masih cenderung lemah pada sisi kolaborasi, kepercayaan, dan pembelajaran. Kultur yang demikian menjadi fitur sosial dominan yang memengaruhi pengelolaan pengetahuan di lingkungan Kemenkumham. Hal ini tercermin dari kurang optimalnya pembentukan pengetahuan yang terjadi di masing-masing unsur organisasi. Kultur seperti ini sangat bergantung 10
11POLICY PAPER BALITBANGKUMHAM Vol.1 no. 1 TAHUN 2019 pada model kepemimpinan di tiap 2. Dinamika Pembelajaran unit kerja. Padahal, ragam inisiatif yang muncul dalam pengelolaan pengetahuan Dimensi pertama pada di Kemenkumham mensyaratkan adanya kepemimpinan yang: (i) mumpuni di subsistem dinamika pembelajaran bidang tugasnya, (ii) kolaboratif, serta (iii) suportif terhadap para pegawai di ialah tingkat pembelajaran. Secara bawahnya. umum, dapat digambarkan bahwa Berdasarkan hasil survei, terdapat tiga hal yang masih memerlukan tingkat pembelajaran yang terjadi di pembenahan, meliputi: (i) diperlukan upaya pengembangan, baik secara Kemenkumham baru sampai pada sistem maupun struktur agar seluruh pengetahuan yang dimiliki oleh organisasi tingkat pembelajaran individu, yang tersusun dan tersimpan dengan baik sehingga dapat dimanfaatkan; dalam praktiknya sampai saat ini masih (ii) peningkatan pemahaman akan pentingnya pembentukan tim lintas belum dapat dilakukan secara mangkus jabatan sebagai salah satu cara untuk memaksimalkan pemindahan atau efektif. Secara praktis, masih pengetahuan antar unit organisasi; dan (iii) diperlukan bentuk, strategi, terdapat beberapa kendala mendasar, ataupun mekanisme baru agar tercipta proses pemindahan pengetahuan yang semisal pelaksanaan pembelajaran di berkelanjutan. Kemenkumham yang belum sepenuhnya memberikan kesempatan kepada seluruh level pegawai. Begitu juga pembelajaran dengan model e-learning yang diharapkan mampu menyentuh seluruh pegawai, akan tetapi pelaksanaannya masih belum maksimal. Selain itu, secara substantif program pembelajaran yang ada belum sepenuhnya mengarah pada kebutuhan seluruh unit guna mencapai tujuan strategis organisasi. Walaupun demikian, bentuk pembelajaran oleh BPSDM sudah
menerapkan strategi 70/20/10, yakni 70% (skills) yang terjadi di Kemenkumham pembelajaran melalui tugas sehari-hari, masih memerlukan upaya perbaikan 20% melalui coaching dan mentoring, serta penguatan. Misalnya pada serta 10% melalui pembelajaran formal. disiplin keahlian pribadi, meskipun sudah terdapat pegawai di lingkungan Pada dimensi kedua berkaitan Kemenkumham yang memiliki kesadaran dengan tipe pembelajaran. Secara dan pemahaman akan kedudukannya umum, tipe pembelajaran yang terjadi sebagai bagian dari organisasi, namun di Kemenkumham menggunakan dua keahlian pribadi tersebut belum pendekatan, yaitu pertama pembelajaran membentuk etika dan nilai-nilai atas dasar refleksi kebutuhan organisasi organisasi. Sebagai konsekuensi, belum saat ini dan pada waktu bersamaan tercipta keselarasan antara visi individu menerapkan pengetahuan tersebut dengan visi organisasi. sebagai upaya pengembangan individu, kelompok dan organisasi. Tipe ini 3. Transformasi Organisasi disebut sebagai pembelajaran tindakan (action learning); kedua, pembelajaran Kemenkumham sebagai organisasi atas permasalahan-permasalahan yang pembelajar dapat digambarkan melalui dihadapi pada masa lalu kemudian kondisi yang ada (existing) dari lima dilakukan inovasi ataupun modifikasi dimensi dalam subsistem transformasi kegiatan/tindakan yang dilakukan untuk organisasi. Pertama ialah masih belum menghilangkan permasalahan yang terdapat keselarasan antara visi strategis kerap terjadi di dalam organisasi. organisasi dengan visi pribadi masing- masing pegawai. Perbedaan visi tersebut Dimensi ketiga dari dinamika terlihat jelas khususnya pada jabatan pembelajaran ialah pembelajaran fungsional tertentu, mengingat jabatan keterampilan (skills). Secara umum, fungsional tertentu memiliki kewajiban penerapan dimensi keterampilan 12
13POLICY PAPER BALITBANGKUMHAM Vol.1 no. 1 TAHUN 2019 untuk memenuhi standar kinerja yang, penting dalam melakukan transformasi dalam beberapa kasus, tidak secara organisasi di lingkungan Kemenkumham. langsung bersinggungan dengan Adapun lima dimensi tersebut perlu tugas dan fungsi utama dari organisasi. dipahami sebagai sebuah siklus yang Kedua ialah dimensi budaya organisasi saling terkait antara satu dimensi dengan Kemenkumham yang masih mengemban dimensi lainnya. karakter budaya birokratis. Hal ini menjadi kendala dalam pembentukan budaya 4. Pemberdayaan Sumber Daya belajar (learning culture) yang merupakan Manusia modal dasar dalam membangun atmosfer pembelajaran di dalam organisasi. Tata Pemberdayaan SDM dalam nilai ‘PASTI’ sebagai value yang dimiliki organisasi pembelajar sejatinya ialah oleh organisasi, masih belum mampu tentang bagaimana organisasi dapat menggeser budaya kerja birokratis yang memberdayakan dan memampukan ada di Kemenkumham. Ketiga ialah secara seluruh komponen SDM yang terlibat, struktur, masih terdapat permasalahan baik internal maupun eksternal. Dalam egosektoral baik pada tingkatan konteks Kemenkumham, bentuk internal masing-masing unit eselon pemberdayaan yang dilakukan oleh utama maupun di tingkat Kementerian pimpinan terhadap pegawai dilakukan secara keseluruhan. Keempat ialah melalui penugasan. Penugasan tersebut ragam strategi transformasi organisasi idealnya ditentukan sesuai dengan yang telah diinisiasi oleh unit-unit di kompetensi yang dimiliki pegawai, lingkungan Kemenkumham cenderung meskipun dalam beberapa kasus, parsial, sehingga belum mencerminkan pimpinan mendelegasikan tugas karena transformasi di tingkat Kementerian. faktor kepercayaan. Selain penugasan, Kelima, pimpinan memegang peranan pemberdayaan SDM juga dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan
pihak eksternal, seperti penyusunan Jawa Barat dengan Si Emil, serta Kanwil memorandum of understanding (MoU) Kemenkumham Yogyakarta dengan dengan perguruan tinggi maupun swasta. aplikasi SIPER dan SIPOR. Selain itu, unit- Catatan penting dalam subsistem ini ialah unit telah memaksimalkan penggunaan terkait manajemen kepegawaian yang media sosial untuk penyimpanan dan seringkali menjadi hambatan. Dalam hal berbagi (sharing) pengetahuan, baik ini, Kemenkumham perlu merumuskan di internal pegawai maupun dengan upaya untuk menyelaraskan kebutuhan masyarakat luas. Kedua, Kemenkumham pegawai, kompetensi pegawai, dan sudah menerapkan teknologi untuk pendelegasian tugas. memperkaya pengalaman belajar melalui Permenkumham 10/2017 tentang Diklat 5. Penerapan Teknologi E-learning. Berdasarkan kondisi lapangan, Inisiatif menarik ditemukan dalam terdapat beberapa indikasi penerapan pembelajaran yang dilakukan oleh teknologi di lingkungan Kemenkumham. fungsional penyuluh hukum, yakni Pertama, upaya untuk memaksimalkan kegiatan pembelajaran yang berbasis penggunaan teknologi dalam mengelola video dan disebarluaskan melalui kanal pengetahuan secara umum sudah khusus di media sosial Youtube. Ketiga, dilakukan baik pada level kementerian kendala utama yang dihadapi dalam maupun oleh masing-masing unit. penerapan teknologi secara keseluruhan Bahkan, data menunjukkan terdapat unit- adalah kurangnya pemahaman mengenai unit yang inovatif dalam pemanfaatan teknologi dan informasi itu sendiri. Dalam teknologi, sebagai contoh adanya sistem hal ini, sarana teknologi dan informasi yang dibangun secara mandiri oleh yang memadai tidak dapat dimanfaatkan unit Badan Litbang Hukum dan HAM secara maksimal ketika pegawai gagal dengan Intraweb, Kanwil Kemenkumham mengoperasikan fitur-fitur yang tersedia. 14
15POLICY PAPER BALITBANGKUMHAM Vol.1 no. 1 TAHUN 2019 D. Kemenkumham sebagai Organisasi Pembelajar Secara kualitatif, gambaran umum dimasukkan ke dalam range-result oleh Kemenkumh am sebagai organisasi Marquardt untuk mengetahui nilai akhir pembelajar menunjukkan berbagai tingkat kesiapan pembangunan learning langkah positif yang disertai tantangan organization. Berdasarkan range result baik di dalam maupun luar organisasi. Marquardt, apabila rata-rata nilai yang Sebagai bentuk validasi terhadap data diperoleh 10-17 berarti buruk (poor), kualitatif tersebut, data yang diperoleh nilai 18-24 berarti cukup (fair), nilai 25- melalui penyebaran kuesioner dihitung 32 berarti baik (good), sedangkan nilai dan analisis data menggunakan rumus 33-40 berarti sangat baik (excellent). Dari perhitungan nilai rata-rata Marquardt: perolehan nilai rata-rata keseluruhan kemudian dideskripsikan berdasarkan Setelah nilai rata-rata subsistem lima subsistem dalam learning maupun keseluruhan sistem learning organization Marquardt yaitu: dinamika organization dipero leh, kemudian pembelajaran (learning), transformasi organisasi (organization), pemberdayaan sumber daya manusia (people), pengelolaan pengetahuan (knowledge) dan penerapan teknologi (technology). Dari perhitungan dan analisis data kuantitatif yang telah dilakukan, secara keseluruhan dapat digambarkan dalam Tabel 1 berikut:
Tabel 1 Rekap Subsistem Organisasi Pembelajar NO SUBSISTEM LEARNING ORGANIZATION MEAN RANGE RANGE RESULT RESULT MICHAEL J. MARQUARDT 1 Dinamika Pembelajaran (Learning Dynamics) 28,88 Good 2 Transformasi Organisasi (Organization Transformation) 27,65 Good Good 3 Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (People 28,28 Good 10 - 17 = Poor Empowerment) 18 - 24 = Fair 25 - 32 = Good 33 - 40 = Excellent 4 Pengelolaan Pengetahuan (Knowledge Management) 28,25 5 Penerapan Teknologi (Technology Application) 27,25 Good Berdasarkan Tabel 1, nilai rata- Kemenkumham sudah cukup siap untuk rata tingkat kesiapan yang diperoleh menjadi organisasi pembelajar (learning setiap subsistem dalam mendukung organization) dengan fondasi yang pembangunan learning organization di sudah cukup kuat, meskipun masih perlu Kemenkumham masuk dalam kategori dilakukan beberapa upaya perbaikan baik. Hal ini mengindikasikan bahwa pada tiap subsistemnya. Gambaran 16
17POLICY PAPER BALITBANGKUMHAM Vol.1 no. 1 TAHUN 2019 kesiapan tersebut perlu ditinjau dari dalam pembentukan model mental ke- lima disiplin organisasi pembelajar Senge yang meliputi kepakaran pribadi ‘Kemenkumham’-an. Kendati demikian, (personal mastery), model mental (mental models), visi bersama (shared vision), perwujudan tata nilai tersebut ke dalam pembelajaran kelompok (team learning), dan berpikir sistem (system thinking). kinerja sehari-hari masih memerlukan Berdasarkan data lapangan yang dorongan yang lebih, utamanya dari sisi berhasil dikumpulkan, kebijakan dan upaya yang telah berjalan di lingkungan kepemimpinan (leardership). Penerapan Kemenkumham sudah mengarah pada pembentukan kepakaran pribadi. disiplin model mental di Kemenkumham Secara khusus pada level jabatan fungsional, dengan kebijakan inpassing masih belum menunjukkan bahwa dalam dan pembentukan rumpun jabatan- jabatan fungsional baru di lingkungan memahami permasalahan ataupun Kementerian, terdapat indikasi adanya upaya pemberdayaan sumber daya pencapaian tujuan unit, wajib dilandaskan manusia yang mengarah kepada keterampilan dan kepakaran tertentu atas kesamaan atau kesadaran kolektif pada masing-masing unit kerja. akan pentingnya kolektivitas sebagai Pada ciri yang kedua, yakni mental models, upaya pembentukan suatu landasan berpikir. Hal tersebut budaya kerja melalui tata nilai ‘PASTI’ menunjukkan langkah yang progresif merupakan akibat dari masih kentalnya budaya birokrasi dan egosektoral yang terjadi di Kemenkumham. Kondisi egosektoral tersebut kemudian berpengaruh pada penerapan disiplin membangun visi bersama (shared vision) yang terjadi di lingkungan Kemenkumham. Secara umum, belum terbangun komitmen dan tanggung jawab bersama seluruh unsur dalam organisasi dalam mendukung pencapaian visi misi Kementerian. Situasi
ini berimplikasi pada penerapan disiplin pada masing-masing elemen organisasi pembelajaran tim (team learning) yang pembelajar di Kemenkumham masih belum dilaksanakan secara penuh di belum menunjukkan adanya langkah lingkungan Kemenkumham. Meskipun yang mengarah kepada pendekatan sudah diterapkan, pembelajaran tim kesisteman. Dalam hal ini, dinamika yang ada belum dibangun atas dasar visi pembelajaran di dalam organisasi belum bersama, serta kurang didukung oleh mendorong pemahaman pegawai untuk kematangan sikap dan perilaku pegawai. melihat secara makro bagaimana sistem kerja Kementerian secara menyeluruh. Dalam disiplin terakhir, yakni Lebih jauh, tuntutan untuk berpikir secara berpikir sistem (systems thinking) kesisteman tidak hanya berhenti pada yang merupakan integrasi dari sistem kerja internal Kementerian. Agar keempat disiplin sebelumnya. Secara dapat secara optimal menyelenggarakan komprehensif, gambaran dari penerapan urusan pemerintahan di bidang hukum keempat disiplin sebelumnya maka dan HAM, Kemenkumham sebagai dapat dikatakan pula bahwa secara organisasi pembelajar juga wajib memiliki umum seluruh unit belum dapat melihat pemahaman tentang bekerjanya sistem Kemenkumham sebagai satu kesatuan hukum nasional dan posisi Kementerian yang disusun oleh pelbagai komponen di dalam sistem hukum tersebut. pembentuk saling bergantung dan saling memengaruhi. Lebih lanjut, gambaran 18
19POLICY PAPER BALITBANGKUMHAM Vol.1 no. 1 TAHUN 2019 E. Pembelajaran SDM Hukum dengan Pendekatan Sistem Ulasan sebelumnya menunjukkan nasional. Merujuk kepada unsur structural bahwa proses pembelajaran di coupling dalam teori autopoiesis oleh Kemenkumham selama ini cenderung Luhmann,Kemenkumhamsebagaibagian bersifat sporadis dari masing-masing dari sistem tidak dapat mengidentifikasi unit dan tidak diarahkan kepada cara struktur dan lingkungan yang dapat pandang kesisteman. Keadaan tersebut berkontribusi dalam mereproduksi secara tidak langsung mengisolasi SDM elemen dalam sistem hukum nasional. yang ada, baik SDM hukum maupun non- Sehingga, meskipun telah terdapat hukum, sehingga cenderung berfokus upaya komunikasi antar SDM Hukum pada internal unit masing-masing yang berada di internal maupun eksternal (inward looking), tanpa memahami kementerian, sistem tetap tidak mampu posisi unit sebagai bagian dari suatu mengubah jaringan komunikasi tersebut sistem yakni Kemenkumham. Sebagai menjadi elemen yang dapat direproduksi. konsekuensi, secara makro ketiadaan Untuk itu, situasi ini kemudian mendorong pendekatan kesisteman di internal kita untuk dapat mempertimbangkan Kemenkumham berdampak langsung penerapan strategi corporate university kepada keberlangsungan otonomi sistem ke dalam skema yang lebih besar, yakni hukum nasional. Kondisi institusi yang pengembangan kompetensi ‘sumber terisolasi menyebabkan Kemenkumham daya manusia hukum nasional’. sulit memahami posisi, tugas, dan fungsi kementerian dalam sistem hukum Dengan pendekatan kesisteman, konsolidasi sumber daya manusia
hukum merupakan prakondisi dalam objektif yang stabil dan terus-menerus memastikan berjalannya sistem hukum (stableandsustainedinteraction).13Dengan yang otonom. Pada titik ini, BPSDM komunikasi dialektik tersebut, cara kerja perlu memainkan perannya sebagai hukum akan dapat saling dipahami oleh pengembang kompetensi SDM hukum di masing-masing agen/institusi melalui dalam sistem hukum nasional. Di tengah proses komunikatif. Adapun interaksi kompleksitas yang ada, argumentasi ini tersebut perlu didasarkan pada materi bukan dalam rangka mendorong adanya objektif, atau meminjam istilah Cotterrell otoritas kontrol terhadap pengembangan ‘indicia’, yang meliputi (i) bahasa dan kompetensi di tiap-tiap instansi/lembaga nilai yang sama (shared language and terkait hukum (law related institutions). value), (ii) kepentingan yang konvergen Namun, strategi ini diarahkan pada (convergent interests), dan (iii) relasi upaya komunikasi dialektik yang dengan komunitas terdampak.14 ‘Model’ mempertemukan para agen (atau sumber pengembangan kompetensi yang daya manusia) dalam sistem hukum. demikian tentunya diharapkan mampu Komunikasi ini diharapkan mampu mengonsolidasikan sumber daya manusia membentuk sebuah komunitas hukum di tengah fragmentasi kelembagaan yang mengisyaratkan sebuah interaksi hukum yang ada saat ini. 20
21POLICY PAPER BALITBANGKUMHAM Vol.1 no. 1 TAHUN 2019 F. Simpulan Studi ini berupaya untuk secara Perlu dipahami bahwa perspektif sosial eksploratif menggambarkan kesiapan organisasi ini merupakan refleksi dari Kemenkumham dalam menjalankan interaksi sosial antar pegawai yang strategi corporate university. Tinjauan terbentuk dari kultur organisasi, kapasitas ini secara analitik menjelaskan tentang sumber daya manusia, dan struktur kondisi Kemenkumham sebagai sebuah kerja.15 organisasi pembelajar. Dari lima elemen organisasi pembelajar yang coba Selain pengelolaan pengetahuan, diterapkan dalam konteks Kementerian, elemen-elemen krusial juga perlu menjadi diperoleh deskripsi bahwa pengetahuan perhatian, seperti dinamika pembelajaran di dalam institusi ini belum dikelola secara organisasi yang cenderung informal dan sistematis. Dengan pendekatan prosesual, terdesentralisasi; proses transformasi -mulai dari perolehan, pembentukan, budaya organisasi menuju organisasi penyimpanan, diseminasi, hingga profesional yang cenderung lambat dan penerapan pengetahuan- pelaksanaan masih didominasi oleh kultur yang sangat tiap-tiap tahapan pengelolaan tersebut birokratis (highly bureaucratic); dan belum dikonsolidasikan guna mencapai pemberdayaan SDM yang belum dikelola tujuan dan sasaran strategis instansi. secara transparan serta berdasarkan Terhadap hal ini, tantangan terbesar merit, serta belum linier dengan kebijakan ditemukan di dalam perspektif sosial pengembangan kompetensi. Walaupun organisasi, ketimbang unsur teknis telah didukung oleh penerapan teknologi -seperti infrastruktur teknologi informasi. yang cukup masif, kegagalan dalam mempertimbangkan elemen-elemen
yang telah dijelaskan sebelumnya justru ketidakoptimalan hubungan kerja antara dapatmenyebabkanpenerapanteknologi BPSDM dengan proses perorangan atau dalam kerja sehari-hari di Kementerian manajemen SDM di bawah kewenangan menjadi tidak optimal, bahkan menjadi Sekretariat Jenderal. Ketiadaan kebijakan hambatan bagi organisasi. dan program yang komprehensif dalam mengelola sumber daya manusia Ulasan mengenai organisasi memiliki implikasi pada ketidakefektifan pembelajar merupakan lanskap yang kebijakan dan program pengembangan perlu dipahami oleh Kemenkumham kompetensi pegawai yang sesuai dengan dalam menjalankan komitmennya dalam struktur organisasi; menerapkan strategi corporate university. Strategi ini pada gilirannya menuntut Kedua ialah ketiadaan hubungan adanya perubahan paradigma dan cara antara BPSDM dengan pengelolaan kerja yang mampu mengonsolidasikan pengetahuan di masing-masing unit empat unsur prosesual dalam organisasi, atau satuan kerja. Bentuk pengelolaan yakni proses pembelajaran, perorangan, pengetahuan yang cenderung kerja sama dan jaringan, serta sistem terdesentralisasi menjadikan proses pengetahuan. Secara khusus dalam pembelajaran di BPSDM menjadi semakin konteks Kemenkumham, proses termarjinalkan, tidak berorientasi pada pembelajaran yang dilaksanakan oleh kebutuhan unit dan visi Kemenkumham, BPSDM belum terhubung secara mapan dan bahkan cenderung ketinggalan dengan proses-proses lain yang menjadi zaman; dan ketiga ialah ketidakoptimalan wewenang dan fungsi unit atau satuan hubungan antara BPSDM dengan upaya kerja lain, baik di internal maupun kemitraan dan kerja sama baik antar unit di eksternal Kementerian. Terdapat tiga internal maupun eksternal Kementerian. penjelasan terkait hal ini, yakni pertama Langkah kerja sama dan bermitra di 22
23POLICY PAPER BALITBANGKUMHAM Vol.1 no. 1 TAHUN 2019 masing-masing unit, baik di pusat secara institusional pada derajat tertentu maupun wilayah, cenderung sporadis berimplikasi pada fragmentasi pada dan terpisah antara satu dengan yang level individual, khususnya tentang lain yang menyebabkan terhambatnya pemahaman dalam proses pemaknaan aliran informasi baru ke dalam proses hukum dalam tingkat praktis.16 pembelajaran aparatur di BPSDM. Dalam lensa Kemenkumham, Dalam kerangka yang lebih makro, yang bergerak di seluruh dimensi tinjauan terhadap konteks internal pembangunan hukum nasional, Kemenkumham tersebut tidak dapat fragmentasi ini, disadari maupun tidak, dilepaskan dari posisi Kementerian memiliki implikasi terhadap kualitas di dalam sistem hukum nasional di kinerja Kementerian. Hal ini dapat dilihat Indonesia. Sebagai pelaksana tugas dari ragam fenomena hukum yang terjadi pemerintahan di bidang hukum dan mulai dari pembentukan materi hukum HAM, instansi ini perlu dituntut untuk hingga penegakan hukum melalui proses lebih jauh merumuskan makna ‘bidang peradilan. Sebagai konsekuensi, situasi ini hukum dan HAM’ di tengah kebijakan kemudian mendorong kita untuk dapat pembangunan di sektor hukum saat ini. mempertimbangkan penerapan strategi Rasionalisasi tuntutan ini didasarkan corporate university ke dalam skema yang pada kondisi sumber daya manusia lebih besar, yakni corporate university hukum yang semakin terfragmentasi, untuk SDM hukum nasional. utamanya pasca reformasi. Fragmentasi
G. Rekomendasi Dalam rangka memenuhi kompetensi, perjalanan karier pegawai prakondisi penerapan strategi (career path), kamus kompetensi, dan Kemenkumham corporate university, standar kompetensi teknis jabatan kami merekomendasikan kepada (SKTJ); Bapak Menteri Hukum dan HAM untuk c. mendorong integrasi data antara menugaskan, portal kepegawaian SIMPEG yang 1. Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum dikelola oleh Biro Kepegawaian dan HAM untuk: dengan competency based human a. menetapkan arah kebijakan resources information system (CBHRIS) Kementerian Hukum dan HAM di yang dikelola oleh BPSDM. Langkah dalam Rencana Strategis Kementerian ini akan menjadi wujud sinkronisasi periode 2020-2024 dalam aspek: (i) antara fungsi pengembangan dengan pengelolaan pengetahuan hukum dan manajemen pegawai; dan hak asasi manusia, (ii) pengembangan d. Menginstruksikan Kepala Pusdatin Kemenkumham menjadi organisasi Sekretariat Jenderal untuk pembelajar, dan (iii) sinkronisasi antara memfasilitasi upaya sentralisasi portal manajemen dan pengembangan SDM pengelolaan pengetahuan hukum di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. dan HAM; 2. Kepala BPSDM Hukum dan HAM untuk: b. menginstruksikan Kepala Biro a. menyusun Peraturan Menteri Hukum Kepegawaian bersama-sama dengan dan Hak Asasi Manusia tentang Grand bagian kepegawaian seluruh unit Design Pengembangan Kompetensi utama untuk menyusun: peta pegawai di lingkungan Kementerian, 24
25POLICY PAPER BALITBANGKUMHAM Vol.1 no. 1 TAHUN 2019 yang pada prinsipnya merupakan dengan memperhatikan peran kebijakan yang akomodatif terhadap: (i) kebutuhan minimal pegawai atas Kemenkumham dalam sistem hukum 20 jam pembelajaran; (ii) penerapan metode pembelajaran 70-20-10 nasional; (70% pembelajaran melalui tugas sehari-hari, 20% melalui coaching d. melakukan sinkronisasi proses dan mentoring, serta 10% melalui pembelajaran formal); serta (iii) pembelajaran di BPSDM dengan upaya pengembangan metode pembelajaran yang bersifat non- proses manajemen kepegawaian klasikal; b. bersama-sama dengan Menteri di Sekretariat Jenderal. Hal ini bisa HukumdanHAMdanseluruhPimpinan Tinggi Madya di Kemenkumham dilakukan secara bersama-sama untuk membentuk pertemuan dewan pembelajaran (learning council dengan menyusun prosedur dan meeting) sebagai forum penetap arah kebijakan dan strategi institusi. mekanisme baku pelaksanaan Arah kebijakan dan strategi institusi tersebut pada gilirannya akan manajemen kepegawaian (rekrutmen, menjadi dasar pembuatan analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan mutasi, rotasi, promosi, dan pensiun) di lingkungan Kementerian; c. melakukan reformasi tata kelola dan pengembangan kompetensi dan struktur organisasi BPSDM pegawai; e. membuat panduan atau buku pedoman tentang standar pelaksanaan coaching/mentoring, dialog kinerja, berbagi pengetahuan, hingga pembentukan community of practice; f. melakukan sinkronisasi proses pembelajaran di BPSDM dengan proses pengelolaan pengetahuan yang ada di seluruh unit kerja di Kemenkumham. Hasil yang dicapai dari sinkronisasi ini ialah pembentukan
satu Portal Pengetahuan Hukum dan melalui tahapan sebagai berikut: (i) menguraikan tugas dan fungsi unit HAM; kerja; (ii) mengklasifikasikan data/ informasi yang relevan dengan tugas g. membuat panduan atau buku dan fungsi tersebut (seperti regulasi, SOP, prosedur layanan, laporan, pedoman tentang standar hasil riset, data kepegawaian, dll.); (iii) menetapkan data/informasi pengelolaan pengetahuan (mulai yang dapat diakses oleh pihak internal maupun eksternal; dan (iv) dari perolehan, pembentukan, menyediakan kanal atau saluran diseminasi data/informasi yang dapat penyimpanan, diseminasi, hingga diakses oleh pihak internal maupun eksternal; dan penerapan pengetahuan) yang b. Melakukan koordinasi fungsi pengembangan pegawai di aplikatif untuk semua unit, baik di masing-masing unit dengan fungsi pengembangan kompetensi di tingkat pusat, wilayah dan pelaksana BPSDM selaku penanggung jawab di tingkat Kementerian. teknis; dan h. melakukan sinkronisasi proses pembelajaran di BPSDM dengan proses kerja sama dan kemitraan yang ada di masing-masing Unit Kerja di Kemenkumham. 3. Seluruh Pimpinan Tinggi Madya dan Kepala Kantor Wilayah di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM untuk: a. Melakukan pengelolaan pengetahuan di lingkungan kerja masing-masing, 26
27POLICY PAPER BALITBANGKUMHAM Vol.1 no. 1 TAHUN 2019 Endnotes 1. Eddie Blass, “The Rise and Rise of 6. Karl E. Weick, Sensemaking in the Corporate University,” Journal of Organizations (Thousand Oaks, London, European Industrial Training 29, no. 1 New Delhi: Sage Pubications, 1995). SPEC. ISS. (2005): 58–74. 7. PeterM.Senge,TheFifthDiscipline:TheArt 2. Akram A El-Tannir, “The Corporate and Practice of the Learning Organization, University Model for Continuous 10th ed. (Crown Publishing Group, 2010). Learning, Training and Development,” Journal of European Industrial Training 8. David A Garvin, Amy C Edmondson, Journal of Workplace Learning 44, no. 08 and Fransesca Gino, “Is Yours a Learning (2005): 76–81, https://doi.org/10.1108/0 Organization ?,” Harvard Business Review 040091021041997374. (2008). 3. Christopher Prince and Jim Stewart, 9. SondangYohanna LTobing and Rachma “Corporate Universities - an Analytical Fitriati,“Pengaruh Organisasi Pembelajar Framework,” Journal of Management Terhadap Kompetensi Pegawai Bank,” Development 21, no. 10 (2002): 794–811. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi 16, no. 1 (2009): 25–35. 4. Enrico Scarso, “Corporate Universities as Knowledge Management Tools,” VINE 10. Ibid. Journal of Information and Knowledge 11. Ibid. Management Systems 47, no. 4 (2016): 12. Heeseok Lee and Byounggu Choi, 538–554. “Knowledge Management Enablers, 5. Prince and Stewart, “Corporate Processes, and Organizational Universities - an Analytical Framework.” Performance: An Integrative View and Empirical Examination,” Journal of
Management Information Systems 20, no. 16. Adriaan Bedner and Herlambang 1 (2003): 179–228. PerdanaWiratraman,“TheAdministrative 13. Roger Cotterrell, Law, Culture and Society: Courts:The Quest for Consistency,”in The Legal Ideas in the Mirror of Social Theory Politics of Courts in Indonesia: The Judicial (Hampshire: Ashgate, 2006). Landscape and the Work of Dan S Lev, ed. 14. Ibid. Melissa Crouch (Cambridge: Cambridge 15. Stephen P. Robbins and Timothy A. University Press, 2019), 133–148. Judge, Essentials of Organizational Behavior, 13th ed. (Boston: Pearson, 2016). Diterbitkan oleh: Pembina/Pengarah: Asep Kurnia | BALITBANGKUMHAM Press Penanggung Jawab: Agusta Konsti Embly | Pembimbing Teknis: (Anggota IKAPI) Marulak Pardede | Ketua: Harison Jl. HR Rasuna Said Kav. 4-5 Citrawan | Sekretaris: Novia Kuningan, Jakarta Selatan Swastika | Anggota: Firdaus | Website: www.balitbangham.go.id Yuliana Primawardani | Victorio Telp: (021) 252 5015, ext. 512/514 Hariara A. Situmorang | Junaidi E-mail: [email protected] Abdillah | Sekretariat: Gunawan Wibisono | Mutia Yustika | Asisten Dicetak oleh: Peneliti: Vieranita Harisanti | Percetakan Pohon Cahaya Sabrina Nadilla 28
Search
Read the Text Version
- 1 - 32
Pages: