Bahasa Peraturan Perundang-Undangan i BPSDM MODUL HUKUM DANPENDIDIKAN DAN PELATIHAN FUNGSIONAL CALON PEJABAT FUNGSIONAL HAMPERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BAHASA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAM TAHUN 2016
BPSDM ii Bahasa Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) HAM Amoes, Andrie Mahfudiah Raymon Sopiani Modul Pendidikan dan Pelatihan Fungsional Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan. Bahasa Peraturan Perundangan-undangan/ oleh 1. Andrie Amoes, SH., MH., 2. Mahfudiah, SH., MH., 3. Raymon, SH., MHum., 4. Sopiani, SH., MH.; Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM – Depok, 2016. viii, 26 hlm; 15 x 21 cm ISBN : 978 – 602 – 9035 – 00 – 5 Diterbitkan oleh : Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Jalan Raya Gandul – Cinere, Depok 16512 Telp. (021) 7540077, 7540124 Fax. (021) 7543709
Bahasa Peraturan Perundang-Undangan iii KATA PENGANTAR BPSDM Peraturan Perundang-undangan merupakan instrumen HUKUM kebijakan guna mendorong terwujudnya pembangunan nasional DAN Indonesia yang menurut sistem hukum nasional. Indonesia HAMsebagai sebuah negara hukum menempatkan Peraturan Perundang-undangan dalam posisi strategis sebagai landasan formal pengambilan kebijakan dan penyelenggaraan pemerintahan secara nasional. Lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan tidak dapat dipisahkan dari tujuan yang ingin dicapai oleh Indonesia sebagai sebuah negara hukum untuk menciptakan standar dan tertib hukum Pembentukan Peraturan Perundang- undangan agar dihasilkan Peraturan Perundang-undangan yang harmonis dan utuh demi terwujudnya pembangunan nasional yang memberikan kepastian hukum dan menghormati prinsip- prinsip hak asasi manusia. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak dapat dipisahkan dari manusia dalam proses pembentukannya yang dapat mempengaruhi kualitas sebuah peraturan. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dalam Pasal 98 dan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2015 memuat pengaturan mengenai keikutsertaan Perancang Peraturan Perundang-undangan dalam setiap tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Peran yang diberikan oleh Perancang Peraturan Perundang- undangan bertujuan mengawal Peraturan Perundang-undangan
BPSDM iv Bahasa Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN dalam setiap tahapan pembentukannya baik di Pusat maupun di HAMDaerah agar dapat dihasilkan Peraturan Perundang-undangan yang berkualitas, aspiratif dan responsif selaras dengan sistem hukum dan tujuan pembangunan nasional secara menyeluruh. Mengingat pentingnya peran yang dimiliki oleh Perancang Peraturan Perundang-undangan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan perlu selaras dengan peningkatan kompetensi. Salah satu upaya yang dilakukan untuk terwujudnya peningkatan kompetensi Perancang Peraturan Perundang- undangan adalah melalui Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Fungsional Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan berbasis kompetensi yang berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 19 Tahun 2015 tentang Diklat Fungsional Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan, agar dapat dihasilkan para Perancang Peraturan Perundang-undangan yang profesional dan memiliki kompetensi dalam bidangnya. Modul ini merupakan modul yang dihasilkan dari penyempurnaan kurikulum Diklat Fungsional Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan, yang telah disesuaikan dengan perkembangan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan peranan Perancang Peraturan Perundang-undangan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Diharapkan modul dapat memberikan ilmu yang bermanfaat bagi Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Pertama dalam memahami Peraturan Perundang-undangan baik dari segi teori maupun
Bahasa Peraturan Perundang-Undangan v praktek. Di samping mempelajari modul secara menyeluruh Peserta juga disarankan dapat mengembangkan pemahaman melalui sumber-sumber belajar lain di luar modul. Semoga modul ini dapat dimanfaatkan dan membantu dalam proses pembelajaran, baik oleh peserta, widyaiswara, pengajar, atau fasilitator. Harapan kami semoga melalui Diklat Fungsional Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan dapat dihasilkan para lulusan Perancang Peraturan Perundang- undangan Ahli Pertama yang memiliki kompetensi dan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. BPSDM HUKUM DAN HAM Depok, 28 Februari 2015 PUSAT PENGEMBANGAN DIKLAT FUNGSIONAL DAN HAM
vi Bahasa Peraturan Perundang-Undangan DAFTAR ISI BPSDM Halaman HUKUM DANKATA PENGANTAR............................................................ iii HAMDAFTAR ISI ........................................................................ vi BAB I PENDAHULUAN.................................................. 1 A. Latar Belakang ............................................. 1 B. Deskripsi Singkat ......................................... 1 C. Durasi Pembelajaran.................................... 2 D. Hasil Belajar.................................................. 2 E. Indikator......................................................... 2 F. Prasyarat....................................................... 3 G Materi Pokok dan Submateri......................... 4 BAB II KAIDAH TATA BAHASA INDONESIA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ........ A. Kaidah Tata Bahasa Indonesia ..................... 5 B. Bahasa Hukum.............................................. 5 C. Ragam Bahasa Peraturan Perundang- 7 undangan ...................................................... 11 D. Pilihan kata/ istilah ........................................ 13 E. Teknik Pengacuan......................................... 19 F. Diskusi .......................................................... 22 G. Latihani........................................................... 22
Bahasa Peraturan Perundang-Undangan vii H. Tugas Mandiri................................................ 23 I. Tugas Kelompok........................................... 24 BPSDMBAB III PENUTUP ...........................................................25 HUKUMA. Dukungan Belajar Peserta............................ 25 DANB. Tindak Lanjut.................................................25 HAM DAFTAR PUSTAKA .......................................................... 26
Bahasa Peraturan Perundang-Undangan 1 BAB I PENDAHULUAN BPSDM A. Latar Belakang HUKUM DAN Penulisan modul ini bertujuan agar para peserta program HAM diklat calon Perancang Peraturan Perundang-undangan untuk memahami mengenai bahasa Peraturan Perundang- undangan yang kemudian akan digunakan dalam membuat rancangan Peraturan Perundang-undangan. Adapun mata pendidikan dan pelatihan ini menjelaskan mengenai kaidah tata bahasa Indonesia, bahasa hukum, ragam bahasa Peraturan Perundang-undangan, pilihan kata/istilah, dan teknik pengacuan. Bahasa Peraturan Perundang-undangan adalah termasuk bahasa Indonesia yang tunduk kepada kaidah tata Bahasa Indonesia, baik yang menyangkut pembentukan kata, penyusunan kalimat, maupun pengejaannya. Namun, perlu disepakati bahwa bahasa Peraturan Perundang-undangan tersebut sesungguhnya mempunyai corak atau gaya yang khas yang bercirikan kejernihan pengertian, kelugasan, kebakuan, dan keserasian. B. Deskripsi Singkat Modul ini berisikan pembelajaran yang bersifat konseptual dan reflektif, dimana peserta akan mempelajari modul bahasa Peraturan Perundang-undangan. Modul ini akan 1
BPSDM 2 Bahasa Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN dibahas dalam pembelajaran secara teori dan mendorong HAM peserta dalam memperkuat keterampilan dalam menganalisis rancangan Peraturan Perundangan-undangan dalam lingkup konsep dan permasalahannya, serta bertujuan merefleksikan pemahaman dalam bidang bahasa penormaan pada Peraturan Perundang-undangan. C. Durasi Pembelajaran Jumlah durasi waktu dalam pembelajaran modul Bahasa Peraturan Perundang-undangan adalah 8 (delapan) jam pelajaran. Sehingga total durasi pembelajaran modul adalah sebanyak 2 (dua) hari pembelajaran. Setiap 1 (satu) jam pembelajaran adalah selama 45 (empat puluh lima) menit jam pelajaran. D. Hasil Belajar Setelah mempelajari modul ini peserta memahami Bahasa Peraturan Perundang-Undangan yang meliputi kaidah tata Bahasa Indonesia, bahasa hukum, ragam bahasa Peraturan Perundang-Undangan, pilihan kata/istilah, dan teknik pengacuan. E. Indikator Indikator pembelajaran di dalam modul ini berdasarkan tujuan pembelajaran dan berdasarkan pokok pembelajaran dalam silabus kurikulum. Indikator pada masing-masing pokok pembelajaran adalah sebagai berikut.
Bahasa Peraturan Perundang-Undangan 3 Pokok Pelajaran 1 Peserta diharapkan mampu menjelaskan Pokok Pelajaran 2 kaidah tata Bahasa Indonesia. Pokok Pelajaran 3 Peserta diharapkan mampu menjelaskan Pokok Pelajaran 4 Bahasa Hukum. Pokok Pelajaran 5 Peserta diharapkan mampu menjelaskan ragam Bahasa Peraturan Perundang- undangan. Peserta diharapkan mampu menjelaskan pilihan kata/ istilah. Peserta diharapkan mampu menjelaskan teknik pengacuan. BPSDM HUKUM DAN HAM F. Prasyarat: Sebelum mengikuti materi Bahasa Peraturan Perundang- undangan, peserta diwajibkan mengikuti materi pembelajaran dinamika kelompok (Team Building), Pembinaan Jabatan Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan, dan materi Etika Perancang Peraturan Perundang-undangan, dan Ilmu Perundang-undangan, Dasar-Dasar Konstitusional, Jenis, Hierarki, Fungsi, dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan, Metodologi Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, Naskah Akademik, Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Proses Penyusunan Peraturan Daerah, dan Teknik Penyusunan Peraturan Perundang.
BPSDM 4 Bahasa Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN G. Materi Pokok dan Submateri HAM 1. Materi Pokok Materi Bahasa Peraturan Perundang-undangan meliputi: a. Kaidah tata bahasa Indonesia b. Bahasa hukum c. Ragam bahasa Peraturan Perundang-undangan d. Pilihan kata/ Istilah e. Teknik Pengacuan. 2. Sub Materi a. Kaidah Tata Bahasa Indonesia 1) Kaidah Umum 2) Ciri Bahasa Perundang-undangan b. Bahasa Hukum 1) Laras bahasa profesi hukum. 2) Kaitan bahasa dengan asas pembentukan peraturan yang baik. 3) Kaitan bahasa dengan asas materi muatan peraturan perundang-undangan c. Ragam Bahasa Peraturan Perundang-undangan 1) Bahasa Peraturan Perundang-undangan. 2) Hubungan Bahasa Peraturan Perundang- undangan dengan Norma. d. Pilihan kata/istilah 1) Penggunaan Kata/Istilah dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. 2) Penerapan Kata/Istilah e. Teknik Pengacuan Teknik pengacuan dalam perumusan norma peraturan perundang-undangan.
Bahasa Peraturan Perundang-Undangan 5 BAB II KAIDAH TATA BAHASA INDONESIA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BPSDMSetelah membaca bab ini, para peserta diklat diharapkan mampu HUKUMmemahami dan menjelaskan Bahasa Peraturan Perundang- DANundangan yang meliputi kaidah tata bahasa Indonesia, bahasa HAMhukum, ragam bahasa, pilihan kata/istilah, dan teknik pengacuan. A. Kaidah Tata Bahasa Indonesia Jam Pokok Bahasan dan Sub Pengajar Jam Mandiri Pelajaran Pokok Bahasan Memberikan Mempelajari, 1-4 Kaidah Tata Bahasa Indonesia pemahaman kepada mendiskusikan, baik (4JP) a. Kaidah Umum peserta mengenai secara perorangan b. Ciri Bahasa Peraturan kaidah tata bahasa atau kelompok terkait Indonesia yang baik. dengan tugas yang Perundang-undangan. diberikan pengajar. 1. Kaidah Umum Bahasa Indonesia dalam Peraturan Perundang- undangan pada dasarnya hanya merupakan salah satu ragam bahasa yang tidak banyak berbeda dengan ragam bahasa Indonesia yang lain. Perbedaanya terletak pada (1) format penyajian yang khas dan (2) pemakaian kata/ istilah tertentu beserta terminologinya, sedangkan kaidah yang lain, yaitu kegramatikalan kalimat dan penulisannya tetap harus tunduk pada kaidah yang ada. Dengan kata lain, bahasa yang digunakan dalam Peraturan Perundang-Undangan harus menggunakan ragam 5
BPSDM 6 Bahasa Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN bahasa baku atau standar. Bahasa baku atau standar HAM adalah bahasa yang dapat dijadikan acuan atau tolok ukur, baik dalam hal kegramatikalan kalimat mencakup struktur kalimat serta bentuk dan pilihan kata maupun dalam hal penulisannya. Pada dasarnya penyusunan kalimat Peraturan Perundang-Undangan dilakukan menggunakan kaidah baku bahasa Indonesia, namun daya ikat serta sifat memaksa Peraturan Perundang-Undangan membuat setiap Perancang harus berhati-hati dalam memilih dan menuangkan tiap kata dalam suatu kalimat Peraturan Perundang-undangan. 2. Ciri Bahasa Peraturan Perundang-undangan Ciri-ciri Bahasa Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan antara lain: a. lugas dan pasti untuk menghindari kesamaan arti atau kerancuan; b. bercorak hemat hanya kata yang diperlukan yang dipakai; c. objektif dan menekan rasa subjektif (tidak emosi dalam mengungkapkan tujuan atau maksud); d. membakukan makna kata, ungkapan atau istilah yang digunakan secara konsisten; e. memberikan definisi atau batasan pengertian secara cermat;
Bahasa Peraturan Perundang-Undangan 7 f. penulisan kata yang bermakna tunggal atau jamak selalu dirumuskan dalam bentuk tunggal; dan g. penulisan huruf awal dari kata, frasa atau istilah yang sudah di definisikan atau diberikan batasan pengertian, nama jabatan, nama profesi, nama institusi/lembaga pemerintah/ketatanegaraan, dan jenis Peraturan Perundang-Undangan dan Rancangan Peraturan Perundang-Undangan dalam rumusan norma ditulis dalam huruf kapital. BPSDM HUKUMB. Bahasa Hukum DAN Jam Materi HAM Kegiatan Pengajar Kegiatan Peserta 5-8 Bahasa Hukum Memberikan pemahaman Mempelajari, (4JP) a. Laras bahasa profesi hukum. kepada peserta mengenai mendiskusikan, baik b. Kaitan bahasa dengan asas bahasa hukum dan peran secara perorangan bahasa dalam penyusunan atau kelompok pembentukan Peraturan Peraturan Perundang- terkait dengan tugas Perundang-Undangan yang Undangan. yang diberikan baik. pengajar. c. Kaitan bahasa dengan asas Memberikan contoh dan tugas materi muatan Peraturan diskusi kepada peserta terkait Perundang-Undangan. dengan bahasa hukum dan kaitannya dengan Peraturan Perundang-Undangan 1. Laras Bahasa Hukum Laras bahasa hukum memerlukan adanya suatu kesesuaian antara bahasa dan pemakaiannya. Laras bahasa hukum dibagi ke dalam 4 (empat) bentuk yaitu: a. laras Bahasa Peraturan Perundang-Undangan; b. laras bahasa notaris;
BPSDM 8 Bahasa Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN c. laras bahasa peradilan (berita acara pemeriksaan, HAM surat dakwaan, dan putusan pengadilan);dan d. laras bahasa kontrak. Perlu disepakati bahwa Bahasa Peraturan Perundang- Undangan tersebut sesungguhnya mempunyai corak atau gaya yang khas bercirikan kejernihan pengertian, kelugasan, kebakuan, dan keserasian. Bahasa Peraturan Perundang-undangan meliputi 2 (dua) hal yaitu format peraturan itu sendiri dan susunan kata-kata dalam bahasa Indonesia yang mengandung norma. Bunyi peraturan tiada lain adalah bahasa yang diterapkan untuk kewajiban, perintah, larangan, suruhan, arahan, pedoman, dan pilihan untuk keteraturan dan ketertiban bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Bahasa yang ada dalam peraturan tersebut harus mudah dilaksanakan atau ditegakkan. Dalam perancangan suatu Peraturan Perundang- Undangan terdapat 3 (tiga) variabel yang saling terkait yaitu bahasa, norma, dan materi muatan. Ketiga variabel tersebut merupakan satu kesatuan yang akan menunjukan jenis dan macam Peraturan Perundang- Undangan yang diinginkan oleh Perancang Peraturan Perundang-Undangan. Perancang Peraturan Perundang-Undangan yang selanjutnya disebut Perancang harus berani mengatakan bahwa Bahasa Peraturan Perundang-Undangan yang akan dituangkan dalam Peraturan Perundang-Undangan harus
Bahasa Peraturan Perundang-Undangan 9 BPSDM mengandung norma. Norma yang dibuat oleh Perancang HUKUM tersebut juga harus bisa menunjukkan bahwa norma DAN yang dibuat sesuai dengan materi muatan Peraturan HAMPerundang-Undangan yang disusunnya. Perancang adalah orang yang tugas dan pekerjaannya merumuskan gagasan-gagasan dalam bentuk tulisan, baik gagasan tersebut berasal dari dirinya maupun yang berasal dari kebijakan-kebijakan yang datangnya dari penyelenggara negara. Perancang Peraturan Perundang-undangan mempunyai tugas utama untuk berkomunikasi melalui tulisan mengenai obyek yang akan dituangkannya dalam Peraturan Perundang-undangan. Dengan kata lain, Perancang tersebut merupakan bentuk kegiatan berkomposisi. Untuk menghasilkan suatu komposisi atau tulisan yang baik dan teratur pada umumnya Perancang harus menguasai beberapa dasar yang esensial yaitu : a. kemampuan menggunakan bahasa dengan baik dan benar; b. memiliki kemampuan penalaran yang baik; c. menguasai kemampuan analisis bidang ilmunya untuk memecahkan obyek permasalahan secara ilmiah; d. menguasai metode dan teknik pengumpulan data; dan e. menguasai kaidah komposisi.
BPSDM 10 Bahasa Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN 2. Kaitan Bahasa dengan Asas Pembentukan HAM Peraturan Perundang-undangan Bahasa yang ada dalam peraturan tersebut terkait erat dengan asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang- undangan yang baik, antara lain: a. kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan; d. dapat dilaksanaan; e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan; dan g. keterbukaan. 3. Kaitan Bahasa dengan Asas Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan Bahasa yang digunakan pada setiap jenis Peraturan Perundang-undangan terkait erat dengan materi muatan yang diatur (dari satu jenjang kejenjang diatasnya atau dibawahnya). Jenjang semakin ke atas bahasa yang digunakan semakin abstrak, begitu sebaliknya. Jenjang semakin ke bawah bahasa yang digunakan mudah dilaksanakan, begitu sebaliknya. Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas: a. pengayoman; b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan;
Bahasa Peraturan Perundang-Undangan 11 f. bhinneka tunggal ika; g. keadilan; h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. BPSDM HUKUMC. Ragam Bahasa Peraturan Perundang-Undangan DAN Jam HAMPokok Bahasan dan SubPengajar Jam Mandiri Pelajaran Pokok Bahasan Memberikan Mempelajari, 1-2 Ragam Bahasa Peraturan pemahaman kepada mendiskusikan, baik (2JP) Perundang-undangan peserta mengenai ragam secara perorangan bahasa peraturan atau kelompok a. Bahasa Peraturan perundang-undangan. terkait dengan Perundang- tugas yang undangan. Memberikan contoh, dan diberikan pengajar. tugas diskusi peserta b. Hubungan Bahasa terkait dengan bahasa Peraturan peraturan dan kaitannya perundang- dengan norma undangan dengan Norma. 1. Bahasa Peraturan Perundang-undangan Bahasa Peraturan Perundang-undangan pada dasarnya tunduk pada kaidah tata Bahasa Indonesia, baik pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan, maupun pengejaannya. Namun bahasa Peraturan Perundang-undangan mempunyai corak tersendiri yang bercirikan kejernihan atau kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian, dan ketaatan asas sesuai dengan kebutuhan hukum baik dalam perumusan maupun cara penulisan.
BPSDM 12 Bahasa Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN 2. Hubungan Bahasa Peraturan Perundang-undangan HAM dengan Norma Bahasa Peraturan Perundang-undangan dirumuskan dalam keseluruhan isi peraturan, sedangkan norma hanya dirumuskan dalam batang tubuh peraturan. Dalam perumusan norma, dikenal adanya dalil bahwa: “isi norma menentukan wilayah penerapan” dan “isi norma berbanding terbalik dengan wilayah penerapan”. Dalil tersebut menyatakan bahwa semakin sedikit isi norma hukum memuat ciri-ciri, maka wilayah penerapannya semakin besar. Sebaliknya, semakin banyak isi norma hukum memuat ciri-ciri, maka wilayah penerapannya semakin kecil. Perumusan norma hukum digantungkan pada Pembentuk Peraturan, apakah akan memuat banyak ciri-ciri atau tidak. Jika hakim dalam penerapan norma hukumnya memperluas isi, maka yang berubah itu isinya, bukan aturan hukumnya. Yang terakhir ini sebagai interpretasi hakim (bisa penafsiran ekstensif atau restriktif dengan cara mengurangi atau menambah ciri-ciri). Contoh, Pasal 351 KUHP yang mengatur mengenai larangan setiap orang melakukan “penganiayaan” kepada orang lain. Isi norma (sebagai unsur dan kualifikasi delik), yakni “peganiayaan” tersebut akan menimbulkan pertanyaan terkait dengan wilayah penerapan. Orang akan bertanya, penganiayaan tersebut apakah termasuk penganiayaan psikis. Apakah mencubit seseorang itu bagian dari penganiayaan.
Bahasa Peraturan Perundang-Undangan 13 Oleh karena itu, dalam merumuskan suatu norma, pembentuk peraturan dituntut untuk dapat memformulasikan kalimat Peraturan Perundang-undangan ke dalam bahasa Peraturan Perundang-undangan, termasuk memilih kata yang tepat. Pemilihan kata oleh pembentuk peraturan bukan justru untuk mengaburkan pengertian kata itu sendiri atau dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda bagi pengguna peraturan, seperti, dalam penggunaan kata “kepentingan umum”. Dalam memilih kata kata yang tepat, pembentuk Peraturan Perundang undangan harus menguasai dan memiliki kosa kata atau perbendaharaan kata yang luas, misalnya kalimat yang mengandung suatu larangan, suruhan, kebolehan, diskresi, dan pengecualian bertindak bagi perorangan, golongan tertentu, masyarakat, atau menghapuskan kewenangan yang sudah ada. Tanpa kemampuan menguasai perbendaharaan kata dan ungkapan ungkapan tersebut, bahasanya akan terasa kaku dan tidak mempunyai makna. BPSDM HUKUM DAN HAM D. Pilihan kata/istilah Jam Materi Pengajar Peserta 3-6 Memberikan pemahaman kepada (4JP) Pilihan Kata/ Istilah peserta mengenai penggunaan kata/ Mempelajari, a. penggunaan istilah dalam penyusunan peraturan. mendiskusikan, baik secara perorangan kata/istilah dalam Memberikan contoh, dan tugas diskusi atau kelompok terkait penyusunan Peraturan peserta terkait dengan penerapan dengan tugas yang Perundang-undangan. Bahasa Peraturan Perundang- diberikan pengajar. b. penerapan kata/istilah undangan dalam perumusan kata/istilah pada norma peraturan.
BPSDM 14 Bahasa Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Perancang Peraturan Perundang-undangan dalam HAM membentuk Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai perbendaharaan kata-kata yang luas, di samping menguasai ungkapan dalam menyusun kalimat serta ejaannya. Dalam hal ada kata serapan (dari bahasa asing), perlu lebih berhati-hati untuk menempatkannya karena kemungkinan satu kata yang berasal dari bahasa asing tersebut mempunyai banyak pengertian jika diserap ke dalam bahasa Indonesia. Jika serapan tersebut sudah ada kata padanannya dalam bahasa Indonesia, sebailknya digunakan bahasa Indonesia. Kata “maksimum”, misalnya, yang digunakan kata “paling”. Untuk pidana penjara, digunakan “dipidana dengan pidana penjara paling lama...”. Demikian pula untuk kata “minimum”, digunakan kata “paling sedikit”. Di samping kata serapan, yang banyak timbul masalah adalah penggunaan kata-kata yang salah penempatannya dalam suatu kalimat norma. Kita sering rancu dalam menggunaan kata-kata “kecuali”, “selain”, dan “di samping”. Pembentuk Peraturan Perundang-undangan kadang-kadang menempatkan kata “kecuali” dalam kalimat “pengandaian” yang sering diungkapkan dengan kata-kata “jika”, ’’dalam hal”, “apabila”, atau “pada saat”. Ada suatu peraturan yang menyatakan : “Kecuali menjalani hukuman, terpidana diwajibkan...”, kalimat norma ini sebetulnya ingin mengatur mengenai kewajiban lain yang dibebankan kepada terpidana, bukan mengecualikan kewajibannya, seharusnya kalimat norma diatas berbunyi : “selain menjalani hukuman, terpidana diwajibkan ...”,
Bahasa Peraturan Perundang-Undangan 15 BPSDM Dalam praktik seringkali dijumpai isi peraturan yang HUKUM menyatakan “kecuali dalam hal putusan hakim ...” yang DAN mungkin oleh Pembentuk Peraturan Perundang-undangan HAMdimaksudkan kalimat norma tersebut mengandung makna “pengecualian”. Padahal jika dibaca secara cermat, kalimat tersebut sesungguhnya mengandung “pengandaian” karena menggunakan kata-kata “dalam hal”. Seharusnya Pembentuk Peraturan Perundang-undangan langsung saja menyatakan “dalam hal putusan hakim..., maka...”. Jika Pembentuk Peraturan Perundang-undangan ingin menggunakan pengecualian dalam kalimat norma, sebaiknya kata “kecuali” ditempatkan pada awal kalimat atas induk kalimat. Kata kecuali, pada dasarnya merupakan penyimpangan dari prinsip umum atau norma umum. Contoh: “kecuali pegawai negeri golongan IV, seluruh pegawai negeri harus hadir dalam mengikuti upacara bendera”. Ada kemungkinan penempatan kata kecuali di belakang sesuatu kata tertentu, jika yang akan dibatasi hanya kata yang bersangkutan, misalnya,”yang dimaksud dengan anak buah kapal adalah mualim, juru mudi, koki, kecuali koki magang, dan pelaut. Kalimat norma “pengandaian”, kadang kala menimbulkan ketidakkonsistenan karena ada 4 (empat) jenis kata pengandaian yang digunakan, yaitu; “dalam hal “, “jika”, “apabila”, dan “pada saat”. Penggunaan jenis kata pengandaian tersebut harus dipilah sesuai dengan rasa bahasa yang dikaitkan dengan penalarannya.
BPSDM 16 Bahasa Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Kata-kata (frase) “dalam hal” digunakan untuk satu keadaaan HAM kemungkinan kondisi yang mungkin terjadi ataupun tidak mungkin terjadi. Contoh: “dalam hal Presiden berhalangan tetap, maka...”. kata “jika” digunakan untuk kemungkinan atau keadaan yang akan terjadi yang lebih dari sekali, contoh: “jika perusahaan melanggar kewajiban yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal... berturut-turut, maka...”. frase “pada saat” digunakan untuk kemungkinan atau keadaan yang pasti akan terjadi pada suatu saat pada masa yang akan datang, misalnya. “Pada saat seorang anak mencapai umur 18 (delapan belas) tahun, maka ...”. Kata “apabila” digunakan untuk pengandaian yang berhubungan dengan waktu, misalnya, “Apabila dalam waktu 3 (tiga) bulan, penggugat tidak mengajukan gugatannya ke pengadilan, maka...”. Perancang kadang kala dibingungkan pula dengan kata kumulatif dan alternatif dalam kalimat norma, yaitu kata “dan” dan “atau”. Penggunaan dua kata ini sering menimbulkan interpretasi jika dipraktikkan di luar peraturan, dalam kata lain di dunia praktis hukum. Pembentukan Undang-Undang dahulu, terutama KUHP, tidak memikirkan perbedaan kata- kata tersebut. Jika ada seseorang yang dituduh melakukan suatu tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) membingungkan bagi hakim untuk memutuskan kumulatif atau alternatif. Perancang Peraturan Perundang-undangan harus cermat untuk memilih kata-kata atau ungkapan, cermat dalam menyusun kalimat norma, dan cermat menyesuaikan kalimat
Bahasa Peraturan Perundang-Undangan 17 BPSDM dan kata-kata tersebut sesuai dengan kaidah Bahasa HUKUM Peraturan Perundang-undangan. Jika hal ini tidak dimiliki oleh DAN Perancang Peraturan Perundang-undangan, dikhawatirkan HAMperaturan yang dihasilkan dapat menimbulkan kebingungan pemakai atau dapat menimbulkan interpretasi lain sehingga pada akhirnya kepastian hukum yang diinginkan oleh Pembentuk Peraturan Perundang-undangan tidak tercapai. 1. Penggunaan Kata/Istilah dalam Penyusunan Peraturan Perundang-undangan a. Untuk menyatakan pengertian maksimum dan minimum gunakan kata paling; 1) Paling singkat atau paling lama untuk menyatakan jangka waktu; 2) Paling lambat atau paling cepat untuk menyatakan batas waktu; 3) Paling sedikit atau paling banyak untuk jumlah uang; dan 4) Paling rendah dan paling tinggi untuk jumlah non- uang. b. Untuk menyatakan makna tidak termasuk, gunakan kata kecuali. c. Untuk menyatakan makna termasuk, gunakan kata selain. d. Untuk menyatakan makna pengandaian atau kemungkinan, digunakan kata jika, apabila, atau frasa dalam hal.
BPSDM 18 Bahasa Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN 1) Jika digunakan untuk menyatakan suatu HAM hubungan kausal (pola karena-maka); 2) Kata apabila digunakan untuk menyatakan hubungan kausal yang mengandung waktu. 3) Frasa dalam hal digunakan untuk menyatakan suatu kemungkinan, keadaan atau kondisi yang mungkin terjadi atau tidak terjadi (pola kemungkinan-maka) e. Frasa pada saat digunakan untuk menyatakan suatu keadan yang pasti akan terjadi dimasa depan. f. Untuk menyatakan sifat kumulatif gunakan kata “dan”. g. Untuk menyatakan sifat alternatif, gunakan kata “atau”. h. Untuk menyatakan sifat kumulatif sekaligus alternatif, gunakan frasa dan/atau. i. Untuk menyatakan adanya suatu hak, gunakan kata berhak. j. Untuk menyatakan pemberian kewenangan kepada seorang atau lembaga gunakan kata berwenang. k. Untuk menyatakan sifat diskresioner dari suatu kewenangan yang diberikan kepada seorang atau lembaga, gunakan kata dapat. l. Untuk menyatakan adanya suatu kewajiban yang telah ditetapkan, gunakan kata wajib. m. Untuk menyatakan pemenuhan suatu kondisi atau persyaratan tertentu, gunakan kata harus. Jika
Bahasa Peraturan Perundang-Undangan 19 keharusan tersebut tidak dipenuhi, yang bersangkutan tidak memperoleh suatu yang seharusnya akan didapat seandainya ia memenuhi kondisi atau persyaratan tersebut. n. Untuk menyatakan larangan gunakan kata dilarang. 2. Penerapan Kata/Istilah Dalam penyusunan peraturan perundang-undangan penerapan istilah/kata harus konsisten, tidak menggunakan kata yang samar, dan efisien. Sehingga rumusan yang dihasilkan menjadi jelas dan mudah dimengerti oleh masyarakat (adressat). BPSDM HUKUME. Teknik pengacuan DAN HAMJamMateri Pengajar Peserta 7-8 Teknik Pengacuan Memberikan pemahaman Mendiskusikan (2JP) kepada peserta mengenai kasus yang Teknik pengacuan dalam teknik pengacuan diberikan oleh perumusan norma peraturan Pengajar perundang-undangan. Memberikan contoh kasus Dalam menyusun suatu peraturan, pada dasarnya setiap pasal merupakan suatu kebulatan pengertian tanpa mengacu ke pasal atau ayat lain. Namun, untuk menghindari pengulangan rumusan digunakan teknik pengacuan. Teknik pengacuan dilakukan dengan menunjuk pasal atau ayat dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau peraturan perundang-undangan yang lain.
BPSDM 20 Bahasa Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN Frasa yang digunakan untuk mengacu adalah frasa HAM “..sebagaimana dimaksud dalam Pasal….”. atau “Sebagaimana dimaksud pada ayat….” Penggunaan frasa tersebut sekedar mempermudah mengingat dan lebih mudah merumuskan norma secara konsisten, dari pada menggunakan frasa lain, misalnya, “tersebut dalam”, “tersebut pada”, “sesuai dengan”, “menurut”, “sebagaimana dimaksud pada”, “seperti dimaksud dalam”, “seperti halnya”, “seperti mendasarkan pada”, “yang mendasarkan pada”,dan lain-lain. Teknik pengacuan harus memperhatikan hal sebagai berikut: Jika pengacuan lebih dari dua terhadap pasal, ayat, atau huruf yang berurutan tidak perlu menyebutkan pasal demi pasal, ayat demi ayat, atau huruf demi huruf yang diacu tetapi cukup dengan menggunakan frasa sampai dengan. Pengacuan lebih dari dua terhadap pasal atau ayat yang berurutan, tetapi ada ayat dalam salah satu pasal yang dikecualikan, pasal atau ayat yang tidak diacu dinyatakan dengan kata “kecuali”. Kata pasal tidak perlu digunakan jika ayat yang diacu merupakan salah satu ayat dalam pasal yang bersangkutan. Jika ada dua atau lebih pengacuan, urutan dari pengacuan dimulai dari ayat dalam pasal yang bersangkutan (jika ada), kemudian diikuti dengan pasal atau ayat yang angkanya lebih kecil.
Bahasa Peraturan Perundang-Undangan 21 BPSDM Pengacuan dilakukan dengan mencantumkan secara HUKUM singkat materi pokok yang diacu. DAN HAM Pengacuan hanya dapat dilakukan ke Peraturan Perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi. Hindari pengacuan ke pasal atau ayat yang terletak setelah pasal atau ayat bersangkutan. Pengacuan dilakukan dengan menyebutkan secara tegas nomor pasal atau ayat yang diacu dan tidak menggunakan frasa pasal yang terdahulu atau pasal tersebut di atas. Pengacuan untuk menyatakan berlakunya berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak disebutkan secara rinci, menggunakan frasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Contoh: Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 10 Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan, bentuk badan hukum, anggaran dasar, serta pendirian dan kepemilikan Bank Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 9 diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
BPSDM 22 Bahasa Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN F. Diskusi HAM Diskusikan terkait pengacuan dilakukan dengan menunjuk pasal atau ayat dari Peraturan Perundang-undangan yang lain. G. Latihan Larangan Dalam Kawasan Lindung Terdapat larangan secara umum terhadap penangkapan ikan di Kawasan Lindung Laut. Namun, jika orang memiliki izin penelitian atau izin untuk rekreasi yang membolehkan penangkapan ikan larangan itu tidak berlaku. Kewajiban atas Bupati yang dirumuskan dalam Perda Ketentuan ini dimaksudkan agar Bupati membuat laporan mengenai budidaya perikanan dalam Kawasan Lindung Laut di Indonesia. Ketentuan ini dimaksudkan agar dalam 1 tahun setelah peraturan ini disahkan, Bupati telah melakukan analisis mengenai perkiraan jumlah ikan langka yang tersisa dan dampak penangkapan ikan yang selama ini dibolehkan dilakukan di dalam Kawasan Lindung Laut. Ketentuan ini dimaksudkan agar Bupati menyampaikan laporan tersebut kepada DPRD sesegera mungkin setelah analisis tersebut telah dilakukan. Laporan tersebut harus disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya dua tahun setelah berlakunya Perda.
Bahasa Peraturan Perundang-Undangan 23 BPSDM H. Tugas Mandiri HUKUM DAN Peserta diminta mengoreksi rumusan di bawah ini: HAM 1. MENIMBANG 1. Bahwa ... 2. Bahwa... 3. Bahwa berdasarkan pertim- bangan tersebut diatas, maka perkebunan kelapa sawit perlu diatur dalam suatu peraturan Daerah. 2. Yang dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dengan: a. ...; b. ...; c. ... 3. Pasal 1. 2. SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya. 4. (1) ... (2) ... (3) Pelaksanaan ketentuan dalam ayat (2) oleh Gubernur. 5. Pengajuan banding dalam ketentuan ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.
BPSDM 24 Bahasa Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN 6. Penjabaran mengenai Penggabungan, Peleburan dan HAM Pengambilalihan Perusahan Daerah diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7. Keputusan Gubernur mengenai diterima atau dikabulkannya permohonan ijin mendirikan bangunan dalam ketentuan Pasal 11 harus diberikan 2 bulan sejak permohonan diterima. 8. Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya pajak air bawah tanah dan air permukaan akan ditetapkan dengan keputusan Gubernur. 9. Peraturan pelaksanana yang ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum ada pengaturan yang baru menurut Peraturan Daerah ini. 10. Setiap pengusaha yang melanggar ketentuan pasal 12 dikenakan sangsi administratif. 11. Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Agar setiap orang dapat mengetahuinya dan memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi... I. Tugas Kelompok Peserta diberikan tugas kelompok untuk menyusun konsep peraturan perundang-undangan.
Bahasa Peraturan Perundang-Undangan 25 BAB III PENUTUP BPSDMA. Dukungan Belajar Peserta HUKUM DANUntuk dapat memahami modul Bahasa Peraturan HAMPerundang-undangan secara komprehensif, pengajar menyampaikan materi dan memberikan latihan pada peserta, sehingga peserta diharapkan mampu memahami dan menerapkan Bahasa Peraturan Perundang-undangan. Untuk menunjang pemahaman, peserta dapat mempelajari referensi pembelajaran di luar modul terkait dengan permasalahan didalam Penyusunan Peraturan Perundang- undangan. B. Tindak Lanjut Peserta diharapkan secara aktif membaca isi modul Bahasa Peraturan Perundang-undangan, mengerjakan latihan, dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, baik dengan dukungan belajar oleh Widyaiswara/Pengajar atau pembelajaran mandiri yang dilakukan oleh Peserta, baik secara mandiri maupun berkelompok. 25
BPSDM 26 Bahasa Peraturan Perundang-Undangan HUKUM DAN DAFTAR PUSTAKA HAM Daftar Bacaan 1. Buku/modul Suhariyono AR, Bahasa Peraturan Perundang-undangan, Modul Pelatihan Penguatan Perancang Peraturan Perundang-undangan dengan metode e-Learning, BPSDM Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta, 2016. ——————————, Bahasa Peraturan Perundang- undangan, Modul Pendidikan dan Pelatihan Fungsional Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang- undangan, BPSDM Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta, 2015. Junaiyah H. Matunggui, Bahasa Indonesia Untuk Bidang Hukum dan Peraturan Perundang-undangan, Kompas Gramedia, Jakarta, 2015. MA. Loth, Bahasa dan Metodologi, Bahasa dan Hukum, Sebuah Metodologi Kecil, Gouda Quint, Arnhem, 1984. 2. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Search
Read the Text Version
- 1 - 33
Pages: