Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Diktat Teologi PL - 2

Diktat Teologi PL - 2

Published by gulf201074, 2018-07-14 03:30:17

Description: Diktat Teologi PL - 2

Search

Read the Text Version

TEOLOGI PERJANJIAN LAMA II Dosen PengampuTImotius MT Togatorop. M.TH. MASTT REAL BATAM 1

DARTAR ISIBAB I. IBADAH ……………………………………………………………… 3 A. Bentuk-Bentuk Ibadah Perjanjian Lama……………………………………… B. Hari-Hari Kudus………………………………………………………………. 6 1. Hari Raya Roti Tidak Beragi…………………………………………. 2. Hari Raya Tujuh Minggu……………………………………………… 3. Hari Raya Pondok Daun………………………………………………. 4. Hari Raya Pendamaian………………………………………………… 5. Hari Sabat……………………………………………………………… C. Perbuatan- perbuatan Kudus…………………………………………………… 7 1. Upacara-Upacara Pengudusan………………………………………… 2. Ibadah Upacara Korban……………………………………………….. 9BAB III KESALEHAN………………………………………………………… A. Takut akan Tuhan……………………………………………………………… B. Iman kepada Tuhan…………………………………………………………… 10 C. Mengasihi Allah………………………………………………………………. 1. Memuji Tuhan………………………………………………………… 2. Doa……………………………………………………………………. 3. Memuliakan Tuhan……………………………………………………. 11BAB IV KASIH DAN KEADILAN…………………………………………… 12 A. Kasih dalam Perjanjian Lama…………………………………………………. B. Keadilan dalam Perjanjian Lama……………………………………………… C. Hubungan antara Kasih dan Keadilan dalam Perjanjian Lama………………..BAB V KEKAYAAN DAN KEMISKINAN…………………………………. 14 A. Kekayaan……………………………………………………………………… B. Kemiskinan…………………………………………………………………… C. Posisi Kekayaan dan Kemiskinan dalam Perjanjian Lama……………………BAB V PERANG DALAM PERJANJIAN LAMA………………………….. 16 A. Nama Tuhan………………………………………………………………….. B. Cara Tafsir……………………………………………………………………. 2

C. Reinterpretasi………………………………………………………………....BAB VI PLURALISME DAN UNIVERSALISME………………………….... 21 A. Zaman Mula-Mula…………………………………………………………… B. Keluaran dari Mesir dan Perjanjian di Sinai………………………………… C. Israel di Kanaan……………………………………………………………… D. Zaman Babel dan Persia……………………………………………………..BAB VII KEDUDUKAN PEREMPUAN……………………………………… 29 A. Gambaran Faktual Kedudukan Perempuan dalam Perjanjian Lama………… B. Kedudukan Perempuan……………………………………………………….BAB VIII NUBUAT DALAM PERJANJIAN LAMA………………………… 31 A. Tradisi Kenabian…………………………………………………………….. B. Foretelling dan Forthtelling…………………………………………………..BAB IX ESKATOLOGI DAN APOKALIPTIK……………………………… 34 A. Gambaran Nubuatan Mengenai Kerajaan Allah……………………………… B. Gagasan Mengenai Pengadilan……………………………………………….. C. Kematian dan Akhirat …………………………………………………………BAB X HUBUNGAN ANTARA PERJANJIAN LAMADAN PERJANJIAN BARU ……………………………………………. 37 A. Pandangan Perjanjian Lama terhadap Perjanjian Baru………………………… B. Pandangan Yesus terhadap Perjanjian Lama………………………………….. 38 C. Pandangan Perjanjian Baru terhadap Perjanjian Lama………………………… 38 1. Perjanjian Baru sebagai Alkitab yang hakiki………………………….. 39 2. Perjanjian Lama sebagai Alkitab yang hakiki…………………………. 39 3. Kedua Perjanjian sebagai sejarah keselamatan………………………… 40 4. Kedua Perjanjian adalah Firman Allah………………………………… 41 . 3

BAB I IBADAH Ibadah adalah tanggapan hati yang percaya kepada Allah. Sedangkan kultus adalahistilah yang dipakai untuk aspek-aspek formal dan ritual dari peribadatan PerjanjianLama.Upacara ibadah merupakan bentuk tanggapan Israel terhadap penyingkapan Allah.Dalam Perjanjian Lama, ibadah menekankan bahwa seluruh kehidupan Israel berada dalamkekuasaan Allah. Orang Israel tidak dapat menghampiri Allah dengan sembarangan sepertiyang mereka sukai, meskipun diberi keleluasaan untuk bertindak spontan. Allah harus memberi tahu kepada umat-Nya mengenai cara beribadah kepada-Nya,bukan hanya karena mereka tidak tahu caranya, tetapi karena mereka tidak layak untukberibadah. Upacara ibadah adalah simbol dan lambang. Sebagai simbol, ia menyatakan dalambentuk yang kelihatan realitas persekutuan rohani dengan Allah. Bait Suci, misalnya,mengingatkan Israel akan kehadiran Allah, selain juga merupakan wadah kehadiran tersebut.Sedangkan sebagai lambang, ia menunjuk kepada kenyataan di masa yang akan datang. BaitSuci membuat orang Ibrani hari itu berharap ketika pada akhirnya tempat kediaman Allahada bersama-sama manusia (Wahyu 21:3). Allah diam di sorga (Kej. 11:5; Kel. 19:11; 1 Raj. 8:27), namun Allah juga memilihtempat-tempat tertentu di mana Ia dapat bertemu dengan umat-Nya. Orang-orang tidak dapatmenemui Allah, kecuali di tempat-tempat yang disediakan Allah dalam anugerah-Nya.Kecuali Allah berkenan untuk datang dan bertemu dengan mereka, tak ada cara lain bagiumat-Nya untuk mengenal-Nya. Meskipun Allah memilih tempat-tempat tertentu untuk bertemu dengan umat-Nya,kehadiran Allah tidak dapat dibatasi oleh tempat-tempat tersebut. Tidak ada hubunganistimewa antara Allah dengan suatu tempat, dan juga tempat tersebut tidak dapat dijadikanjimat. Tempat-tempat di mana Allah menyatakan nama-Nya merupakan ungkapan sifatkonkret dan historis dari cara Allah berurusan dengan umat-Nya. 4

A. Bentuk-Bentuk Ibadah dalam Perjanjian Lama Alkitab mencatat bahwa bentuk ibadah pada periode para Patriakh adalah berupaibadah secara perorangan. Bilamana mereka mempersembahkan korban, hampirlah selaludicatat bahwa korban dipersembahkan di atas mezbah yang mereka dirikan sendiri, misalnyadi Betel (Kej. 12:8; 35:7); di Sikhem (Kej. 12:7; 33:20); Mamre (Kej. 13:18); Bersyeba(Kej. 26:25); Moria (Kej. 22:9); Mizpa (Kej. 54).Yang menarik bahwa para Patriakh terebutlangsung berperan sebagai imam. Korban-korban yang dipersembahkan para Patriakh tersebut nampaknya sederhasaja. Tidak terdapat istilah-istilah teknis yang menunjuk kepada jenis-jenis korban tertentu.Persembahan yang dipersembahkan para Patriakh merupakan pernyataan rasa khidmatmereka pribadi kepada Allah, dan juga pengekspresian ibadat mereka secara pribadi, bukanpartisipasi mereka dalam suatu kultus yang sudah resmi secara umum. Rasa syukur mereka,bilamana merasa diri dikunjungi secara pribadi oleh Allah, baik itu dalam bentuk kunjunganoknum ilahi, dalam bentuk malaikat, atau dalam bentuk mimpi, mereka ekspresikan denganmempersembahkan korban. Tidak disinggung bentuk ibadah maupun korban mereka.Perhatian lebih ditujukan kepada kerinduan mereka untuk mendekati Allah. Korban yangmereka persembahkan tidak merupakan suatu sistem ibadah belaka, namun betul-betulmerupakan suatu pernyataan dari isi hati mereka. Bentuk ibadah para Patriakh juga tidak selalu berupa mempersembahkan korban diatas mezbah yang mereka bangun. Ketika Yakub bertemu dengan Allah di Betel (Kej.28:10-22), maka Yakub bernazar kepada Tuhan bahwa ia akan sungguh-sungguh beribadahkepada-Nya. Kita juga tidak menemukan mengenai cara Yusuf beribadah. Namun demikian,melihat kepada iman Yusuf, jelaslah bahwa ada suatu persekutuan pribadi dengan Tuhan,yang pada akhirnya berbuahkan kebenaran dalam kehidupan Yusuf. Jadi dalam riwayat para Patriakh secara keseluruhan, yang ditekankan dalam ibadahbukanlah upacara-upacara dan ritus-ritus yang mereka langsungkan, melainkan hubunganpribadi mereka dengan Tuhan. Ibadah mereka kepada Allah merupakan suatu ibadah yangbercirikan keintiman. Hal tersebut terlihat dengan jelas dalam doa syafaat Abraham bagikota Sodom (Kej. 18:23-33). Ibadah-badah yang dilakukan para Patriakh tersebut padaakhirnya berbuahkan suatu tabiat yang luhur dan agung. Hal tersebut adalah buah matangdari pergaulan mereka secara kontinu dengan Allah. 5

Pada zaman Musa, bentuk-bentuk ibadah mengalami perkembangan. Namundemikian, kita melihat dasar utama dari seluruh ritual yang diselenggarakan tersebut adalahSepuluh Hukum Tuhan. Dalam hukum tersebut, persoalan pokok bukanlah mengenaiupacara kultis, melainkan soal kelakuan yang sesuai dengan tuntutan hukum-hukum Tuhan.Nabi Amos pernah bertanya, “Apakah kamu mempersembahkan kepada-Ku korbansembelihan dan korban sajian, selama empat puluh tahun di padang gurun itu, hai kaumIsrael?” (Am. 5:25). Nabi Yeremia juga menyampaikan Firman Tuhan begini, “Sungguh,pada waktu Aku membawa nenek moyangmu keluar dari tanah Mesir Aku tidak mengatakanatau memerintahkan kepada mereka sesuatu tentang korban bakaran dan korban sembelihan;hanya yang berikut inilah yang telah Kuperintahkan kepada mereka: Dengarkanlah suara-Ku, maka Aku akan menjadi Allahmu dan kamu akan menjadi umat-Ku, dan ikutilahseluruh jalan yang Kuperintahkan kepadamu, supaya kamu berbahagia!” (Yer. 7:22-23). Corak ibadah yang lebih bersifat kelompok atau komunitas pada zaman Musa,tidaklah berarti bahwa tidak ada ibadah dalam bentuk ibadah perorangan atau pribadi. Kitamencatat bahwa doa sering disebut sebagai unsur penting (bd. Kel. 17:4; Bil. 11:2). Dari situnampaklah bahwa doa dapat dipanjatkan bukan hanya di depan mezbah, atau di KemahSuci, tetapi di sembarang tempat. Dalam riwayat tentang doa syafaat Musa berkenaandengan pembuatan lembu emas terkandung pengertian bahwa doa syafaat berkasiat,sehingga menghasilkan pendamaian (Kel. 32:30). Pada zaman Yosua, dikenal adanya suatu mezbah yang didirikan oleh Yosua diGunung Ebal (Yos. 8:30). Selain itu ada juga tempat-tempat di mana suku-suku Israelsewaktu-waktu berkumpul pada hari-hari raya dan dipersembahkan korban di situ, yaituGilgal dan Betel (bd. Yos. 14:6; 1 Sam. 7:16; Hos. 12:12; Am. 4:4; 5:5). Nampaklah bahwameskipun tekanan yang paling menonjol dalam zaman Yosua adalah pertempuran danpeperangan, namun bangsa Israel telah beribadah di tempat-tempat yang telah ditentukan. Zaman para hakim merupakan zaman yang ditandai dengan kemerosotan rohani danmoral dari bangsa Israel, di mana tiap-tiap orang melakukan apa yang benar menurutpemandangannya sendiri (Hak. 17:6; 21:25). Hal tersebut pada akhirnya juga mempengaruhiritus-ritus ibadah orang Israel. Gideon membuat efod dari emas yang kemudian disembaholeh orang Israel (Hak. 8:26-27), adanya patung sesembahan Mikha beserta dengan terafimdan efod di sampingnya (Hak. 17:4-5), menunjukkan bahwa ritual ibadah Israel telahdicampuri dengan kebiasaan Kanaan , dengan mewujudkan Yahweh dalam bentuk benda- 6

benda tersebut untuk disembah. Belum lagi kita melihat nazar dari Yefta (Hak. 11:29-40),Tabut Allah yang dijadikan sebagai jimat oleh orang Israel pada zaman imam Eli (1 Sam.4:3-6), menunjukkan bahwa sinkretisme telah mewarnai corak ibadah Israel. Meskipun diwarnai dengan pengunduran diri dari Tuhan, pada masa hakim-hakimterdapat juga doa-doa pribadi yang diajukan kepada Tuhan, dan dengan mencurahkansegenap isi hati kehadapan-Nya, misalnya Hana (1 Sam. 1:10-18), Simson sewaktumengalami aniaya dari orang Filistin (Hak. 16:28).Di sini kita melihat bahwa ibadah tetapmerupakan pertemuan dengan Tuhan, entah disertai dengan ritus atau pun tidak. Pada periode kerajaan, ibadah dilaksanakan di Bait Allah dengan para pelayan Tuhanyang telah ditata dengan baik oleh Daud (1 Taw. 23-26). Namun demikian perludiperhatikan bahwa ibadah di Bait Suci bukanlah suatu ibadah yang kaku hanya karena telahditata sedemikian rupa. Ketika orang-orang datang untuk beribadat, itu bukan berarti bahwamereka hanya menonton saja bagaimana terjadinya penyembelihan korban, tetapi merekaikut berpatisipasi dalam mendekati Tuhan. Di pelataran Bait Suci, orang dapat bergaul danmendengar khotbah para nabi (bd. Yer. 26:2). Di Bait Suci, penyembah dapat menaikkandoa pribadi (bd. Luk. 18:10). Ada kesan bahwa nada sukacita menonjol dalam ibadah pada masa pra-pembuangan.Ada tarian mewarnai peribadatan di Bait Suci. Kitab Mazmur dengan jelas menyatakanbahwa tari-tarian mempunyai peranan dalam ibadah di Bait Suci (Mzm. 87:7; 149:3; 150:4). Pada periode pembuangan di Babel, bangsa Israel sudah tidak dapat lagi beribadah diBait Suci, di mana mereka dapat mempersembahkan korban-korban. Namun demikian, parakaum buangan tersebut tetap berusaha untuk mempertahankan iman mereka dengan jalanberkumpul dan merenung secara sederhana dan informal. Dari situlah asal mula darimunculnya sinagoge. Di sinagoge-sinagoge itulah kaum buangan menyelenggarakan ibadahmereka. Kebanyakan sinagoge di tanah Palestina dibangun di tanah yang tertinggi di kotanya.Namun di negara-negara Helenis, sinagoge sering didirikan dekat air (bd. Kis.16:13).Sinagoge-sinagoge tersebut berkiblat ke Yerusalem (bd. Dan. 6:11). Sinagoge bagi kaum buangan berfungsi terutama sebagai tempat untuk melakukankebaktian-kebaktian umum. Liturgi yang diselenggarakan dalam kebaktian di sinagogemeliputi: syema, doa, pembacaan Taurat, uraian nas Alkitab, dan pengucapan berkat. 7

Syema terdiri dari Ulangan 6:4-9; 11:13-21; Bilangan 15:37-41. Syema merupakan suatupengakuan iman bagi orang Israel. Doa itu disebut “syemoneh ’ezreh” atau “dua belaspengucapan berkat”. Jemaat berdiri untuk berdoa, dan pada akhir doa itu mereka menyahut“amin”, sebagai pengiyaan atas isi doa itu. Pembacaan Taurat biasanya disusul denganpenterjemahannya ke dalam bahasa Aram oleh siapapun yang dapat menterjemahkannya.Sesudah nas Alkitab itu dibacakan, kadang-kadang ada yang menguraikan isinya, walaupunuraian tersebut tidak merupakan bagian yang mutlak dalam tata kebaktian. Agaknya uraiannas Alkitab itu lebih sering terambil dari Kitab Nab-Nabi ketimbang dari Kitab Taurat.Kebaktian kemudian ditutup oleh Imam yang mengucapkan berkat. Selain imam, tidak adaorang yang diperkenankan menyampaikan berkat, sehingga kalau tidak ada imam yanghadir, berkat tak dapat diucapkan. Sinagoge selain berfungsi sebagai tempat kebaktian juga berfungsi sebagai tempatpendidikan, tempat pengadilan (bd. Luk. 12:11), juga sebagai tempat pertemuan-pertemuanmasyarakat. Pola kehidupan rohani di Bait Suci dapat dikatakan sama dengan polakehidupan rohani dalam sinagoge, tetapi dengan penekanan yang berbeda sama sekali.Dalam sinagoge, perhatian tidak diarahkan kepada suatu ritus korban, melainkan kepadapengangkatan pemikiran manusia kepada Allah dan firman-Nya, dan persujudan jiwamanusia manusia di hadapan Allah dalam pujian dan doa. B. Hari-Hari Kudus Musim-musim tertentu dalam setahun ditandai Tuhan sebagai masa-masa perayaandan sukacita keagamaan. Bagi bangsa-bangsa tetangga Israel, upacara-upacara yangdiselenggarakan adalah untuk menghormati para dewa demi kesuburan tanah pada tahunberikutnya. Namun bagi bangsa Israel, musim-musim tersebut adalah manifestasi kebaikanTuhan. Perayaan-perayaan tersebut menunjukkan ketaatan mereka kepada Allah dan padasaat yang sama merayakan kedaulatan atas alam yang diberikan Allah kepada mereka.1. Hari Raya Roti Tidak Beragi. Dirayakan dalam bulan pertama tiap tahun (Im. 23:5; Kel. 23:14-15; Yos. 5:10-12). Hari raya ini lebih dikenal dengan Paskah. Tujuh hari lamanya mereka harus makan roti tidak beragi dan pada hari pertama mereka tidak boleh melakukan pekerjaan berat dan harus mempersembahkan korban bagi Tuhan. Hari raya ini mengingat masa perbudakan 8

mereka dan bagaimana Tuhan membawa mereka keluar dari Mesir.Perayaan ini berwujud ibadah keluarga sebagai uapcara peringatan (Kel. 12:26-27).2. Hari Raya Tujuh Minggu. Suatu perayaan di mana hasil pertama dari ladang mereka dipersembahkan kepada Tuhan (Kel. 23:16; Bil. 28:26-31; Ul. 16:9-12). Hari raya ini disebut juga Hari Raya Menuai atau Hari Raya Hulu Hasil atau disebut juga Pentakosta, karena dirayakan lima puluh hari setelah permulaan panen. Beberapa kalangan menyamakan perayaan ini dengan peristiwa pemberian hukum Taurat di Sinai.3. Hari Raya Pondok Daun. Hari raya ini dirayakan dalam suasana sukaria selama tujuh hari lamanya, di mana orang-orang Israel harus tinggal dalam pondok-pondok daun (Im. 23:39-43; Kel. 23:16; Ul. 16:13). Selama hari raya tersebut mereka harus mengenang tuntunan dan pemeliharaan Allah ketika mereka tinggal di dalam pondok-pondok sesudah keluar dari Mesir. Hari raya ini disebut juga hari raya Pengumpulan Hasil.4. Hari Raya Pendamaian. Pada hari raya ini imam besar membawa darah pendamaian ke dalam tempat maha kudus untuk mengadakan pendamaian bagi para imam dan seluruh rakyat (Im. 16:34). Yang mempunyai arti penting pada hari itu adalah kambing jantan yang di atas kepalanya ditanggungkan semua dosa orang Israel sebelum dilepaskan ke padang gurun (Im. 16:22).5. Hari Sabat. Tujuan pokok dari diadakannya hari Sabat adalah untuk membarui persekutuan dengan Allah (Ul. 5:12-15; Kel. 23:12). C. Perbuatan-Perbuatan Kudus Sebagai bagian dari tanggapan berbentuk ibadah itu Allah menetapkan bahwa hal-haltertentu harus dilakukan umat-Nya untuk menunjukkan ketaatan mereka danmemperlihatkan iman mereka secara nyata. Hal tersebut telah dimulai sejak zaman bapaleluhur Israel, di mana Abraham harus menunjukkan ketaatannya terhadap perjanjian 9

dengan menyunat setiap laki-laki yang ada dalam rumahnya (Kej. 17:10). Selanjutnya, haltersebut mengalami perkembangan secara luas pada periode Musa, di mana upacara agamamengalami perkembangan.1. Upacara-Upacara Pengudusan Tujuan pokok dari hukum-hukum pengudusan ialah untuk memisahkan umat itu bagi Tuhan. Hukum-hukum itu menjadi ungkapan lahiriah bahwa mereka harus kudus karena Allah yang memanggil mereka adalah kudus. Tujuan yang lainnya adalah untuk mengasingkan mereka dari bangsa-bangsa di sekitar mereka, terutama kepercayaan mereka yang animistik kepada setan-setan. Dalam Kejadian 35:2, Yakub menyuruh seisi rumahnya untuk menyucikan diri dan menukar pakaian mereka. Dalam hal tersebut nampak suatu pengakuan bahwa Allah adalah kudus dan perlunya mereka mempersiapkan diri untuk menghampiri-Nya. Waktu Musa turun dari gunung (Kel. 19:14), Musa menyuruh orang Israel mencuci pakaian mereka dan menguduskan diri, sehingga mereka siap untuk mendengar suara Allah.2. Ibadah Upacara Korban Arti upacara korban dalam Perjanjian Lama berasal dari kata kerja rp;K' (kaw-far'), yang biasanya diterjemahkan dengan “mendamaikan” atau “ menutupi.” Ada dua unsur yang mendasari sistem upacara korban. Pertama, si penyembah merendahakn dirinya, yang dilambangkan dengan peletakan kedua tangannya ke atas kepala korban. Kedua, adanya peralihan dari keadaan tercemar menjadi keadaan tahir.Nama Bagian Bagian Binatang Peristiwa Referensi yang lainnya atau alasanKorban dibakarBakaran Tidak ada Jantan yang Pendamaian Im. 1(hl'[o) Semua tidak bercela; karena dosa Dimakan binatang yang umum; Im. 2Korban Sajian Diambil oleh imam menurut menunjukkan Im. 3atau korban sebagian Dimakan kemapuan pengabdianpenghargaan Roti tidak(hx'n>mi) beragi atau Ucapan syukur bulir gandum, secara umumKorban Bagian harus untuk hulu digarami hasil Jantan atau Persekutuan 10

keselamatan yang bersama- betina yang a. Untuk Im. 22:18-(~ymi_l'V.) berlemak sama oleh tidak bercela berkat 30a. Korban imam dan sesuai yang tak pemberi kemampuan; terduga Im. 4 syukur korban persembahan Im. 5:1 –b. Korban dengan sukarela cacat b. Untuk 6:7; 7. jamuan sedikit kelepasan nazar persekutuan diizinkan padac. Korban waktu Dimakan Imam atau nazar sukarela oleh imam jemaat: sapi dibuat jantan; raja: dengansyaKorban Bagian Dimakan kambing ratpenghapus yang oleh imam jantan; tersebutdosa (ha'J'x;) berlemak perorangan: kambing c. UntukKorban Bagian betina ucapanpenghapus yang syukursalah (~v'a') berlemak Kambing secara jantan yang umum tak bercela Pada dasarnya berlaku di mana penyucian diperlukan Berlaku dalam situasi di mana sudah terjadi pencemaran terhadap sesuatu yang kudus Persembahan dan korban itu semuanya merupakan perumpamaan tentang kekudusandan keadilan Allah. Sistem persembahan korban adalah bagian dari upaya Allah untukmenciptakan suatu bangsa yang mendengar suara-Nya dan mengikuti Dia. Perlu diingat bahwa bentuk-bentuk ibadah tersebut dimaksudkan untukmengungkapkan kenyataan batiniah, yakni pertobatan dan iman. Ibadah tetaplah bersifatbatiniah dan pribadi. Hal tersebut dapat dilihat pada fakta bahwa kadang-kadangpengampunan dapat diperoleh hanya dengan berseru kepada Tuhan (Kej. 18; Kel. 32:30-34). Akhirnya terlihat bahwa semua ketentuan peribadatan Perjanjian Lama bersifatsementara. Ia harus selalu diulang-ulang sehingga dengan mudah menjadi kewajiban formal. 11

Pengharapan akan pembebasan akhir yang berkelimpahan ini seolah-olah terkumpul dalamPerjanjian Lama sampai akhirnya berpusat pada Yesaya 53. BAB II KESALEHAN Dalam Perjanjian Lama, kesalehan merupakan tanggapan hati terhadappenyingkapan diri Allah. Perlu diperhatikan bahwa tanggapan tersebut sifatnya aktif, karenameliputi seluruh hidupnya. 12

Ada beberapa unsur yang telibat dalam penyingkapan diri Allah dalam diri orangpercaya di Perjanjian Lama:A. Takut akan Tuhan Tanggapan pertama terhadap suatu penyingkapan adalah ketakutan.Hal tersebutdapat terlihat dalam reaksi bangsa Israel ketika menghadapi kehadiran Tuhan (Kel. 20:18). Ketakutan orang Ibrani berbeda dengan ketakutan dalam agama-agama kafir, yangselalu takut kepada roh-roh yang harus mereka berusaha tenangkan. Ketakutan Israel akanTuhan adalah kesadaran yang penuh kekaguman bahwa Allah yang kudus telah berkenanmenoleh kepada mereka serta memilih mereka menjadi umat-Nya. Oleh karena itulahmereka harus hidup dalam rasa takut, namun ketakutan itu menuntun kepada keyakinan dankepercayaan, dan bukan kepada ketidakpastian yang mematahkan semangat. Pada suatu kalikelak Allah akan menaruh rasa takut akan Tuhan dalam hati uamt-Nya, sehingga merakatidak akan lagi berbalik daripada-Nya.B. Iman kepada Tuhan Dalam Perjanjian Lama, percaya menyiratkan pengetahuan dan pemahaman tentangTuhan. Namun pengetahuan ini bukan sekedar pengetahuan teoritis, melainkan suatukeadaan praktis yang berdasarkan pengalaman. Kesadaran akan siapa Allah itu kemudianakan menuntun seseorang untuk secara sukarela menyerahkan diri sepenuhnya untukdipimpin Tuhan. Dengan demikian, dalam iman tersebut tersirat gagasan ketaatan.C. Mengasihi Allah Kasih kepada Allah merupakan suatu kekuatan batin yang berpaut kepada Allahsecara pribadi sehingga dengan sendirinya menghasilkan kehidupan yang setia dan penuhpenyerahan.Gambaran yang paling agung dari hubungan semacam ini terdapat dalamkehidupan Nabi Hosea, yaitu hubungan kasih antara suami istri. Tanggapan yang penuh kasih merupakan satu-satunya hubungan yang memadaiterhadap kesetiaan Allah kepada manusia (bd. Ul. 7:9).Kasih juga dapat disejajarkan denganmelayani Dia dan mengikuti segala perintah-Nya (Ul. 11:13, 22).Hukum Taurat adalahmenjadi sarana bagi pengungkapan kasih kepada Allah (Ul. 13:3, 4).Kasih kepada Allahmerupakan tanggapan terhadap kasih-Nya yang terlebih dahulu memilih Israel. 13

Tanggapan tersebut bukan sekedar pengakuan atau persetujuan semata. Berikut inibeberapa ungkapan khas dari kesalehan dalam Perjanjian Lama:1. Memuji Tuhan Kepercayaan dan keyakinan orang Israel kepada Tuhan membawa kepada perasaansukacita yang luar biasa sehingga seakan-akan meliputi seluruh penyembahan dalamPerjanjian Lama. Gagasan memuji (hillel atau yadah) berkaitan dengan hal mengeluarkansuara atau membuat gerak-isyarat tertentu, atau dengan bermain dan bernyanyi. Memujiberkaitan dengan menceritakan kembali dengan sukacita perbuatan anugerah Allah sebagaiungkapan rasa syukur si penyembah (bd. Kel. 15; Ul. 26:5-9). Kesadaran dan kenangan akankebaikan Tuhan itulah yang memberikan kegembiraan yang khas pada penyembahan Ibrani. Pujian itu sering kali begitu menggembirakan sehingga digambarkan sebagaikegiatan yang ramai sekali, seperti adanya tari-tarian (Mzm. 150:4), diiringi alat-alat musik(Mzm. 108:3), bernyanyi dan bersorak-sorai (Mzm. 33:3; 27:6).2. Doa Kesadaran bahwa kita dapat menghampiri Tuhan adalah bersumber pada hubunganpribadi yang sangat mendalam antara Tuhan dan umat-Nya. Dalam Perjanjian Lama, katakerja „lLeP;t.hi hitpallel (“berdoa”) selalu dengan subjek manusia dengan sasaran doaadalah Tuhan. Dengan berani manusia memohon kepada Tuhan dalam bentuk imperatif(“dengarlah…!”) atau lebih halus (“kiranya Engkau mendengar…!”). Doa bukanlahmerupakan komunikasi satu arah dari manusia, melainkan lebih bersifat merespon firmandan tindakan Tuhan. Bentuk doa bisa puji-pujian maupun ratapan. Kalau Tuhan mendengar seruan mintatolong manusia dan melepaskannya, mengalirlah pujian. Tetapi, bila doa tidak dijawab-jawab, merataplah manusia. Dalam Perjanjian Lama, doa adalah ungkapan kepercayaan yang spontan yangtimbul akibat suatu pengalaman pribadi, yang dapat diungkapkan pada setiap waktu atautempat dalam hidup. Kadang-kadang doa dipanjatkan secara khusus di Bait Suci (bd. Mzm.120-134), namun kadang dipanjatkan secara pribadi dan di luar Bait Suci (bd. Kej. 24:42-44). Dalam Perjanjian Lama, doa menunjukkan tingkat keakraban yang cukup tinggi (bd.Kej. 15:2-3). 14

Doa yang sifatnya spontan tersebut, membuat seluruh umat bebas untuk berserukepada Tuhan setiap waktu. Umat Israel dapat menyebut nama Tuhan dalam doa mereka,karena nama itu tidaklah dirahasiakan namun diberikan kepada mereka. Namun demikian,pemakaian nama Tuhan tersebut sama sekali tidak mengandung unsur gaib. Dalam doaorang Israel juga tidak ada pengulangan istilah-istilah yang dianggap bertuah, yangdiucapkan dengan cara-cara tertentu. Yang juga tidak ada dalam doa Perjanjian Lama adalahperasaan kehilangan diri secara gaib di dalam Tuhan dan memisahkan diri dari dunia ketikasedang berdoa. Doa selain sebagai ungkapan kasih dan pujian umat Israel kepada Tuhan, jugamerupakan sarana untuk menyatakan kasih kepada sesama. Hal tersebut terwujud dalamadanya doa syafaat. Doa tersebut adalah terjadi ketika seorang tokoh berdiri sebagaiperantara antara Allah dan manusia. Contoh doa syafaat antara lain: Musa (Kel. 32:32);Harun (Bil 6:22-27); Samuel (1 Samuel 7:5-13); Salomo (1 Raj. 8:22-53); Hizkia (2 Raj.19:14-19). Umumnya doa dalam Perjanjian Lama dilakukan sambil berdiri (1 Sam. 1:26; 1 Raj.8:22; 2 Taw. 20:5, 13), duduk (2 Sam. 7:18), rebah dengan muka sampai ke tanah (Kej.24:26, 48; Kel. 34:8; Bil. 16:22; Ul. 9:25; Yos. 7:6; 1 Taw. 29:20; Yeh. 9:8; 11:13), berlutut(1 Raj. 8:54), 2 Taw. 6:13; Ezr. 9:5; Dan. 6:10), doa dengan menundukkan kepala (Kej.24:26; 1 Taw. 29:20). Orang berdoa dikatakan juga merentangkan tangan terbuka ke atas (1Raj, 8:22, 54; Ezr. 9:5).Hal tersebut memiliki dua pengertian simbolik.Pertama, pendoakeluar dari diri dan dunianya dan hanya berharap pada pertolongan di atas (Mzm.28:2).Kedua, pendoa menyatakan bahwa tangannya tidak menyembunyikan sesuatu dihadapan Yang Mahatahu.Tidak ada kecurangan, tipu muslihat, hati yang mendua.Dirinyatransparan seperti tangannya yang terbuka (Yes. 1:15). Perlunya ungkapan lahiriah dari kerendahan hati, rasa syukur, sikap tunduk,diperkuat oleh temua psikologis bahwa antara jiwa dan tubuh terdapat hubungan salingmempengaruhi yang sangat kuat. Sebagai contoh, ada perintah “Angkatlah tanganmu ketempat kudus dan pujilah TUHAN!” (Mzm. 132:2) dan bukan “Angkatlah hati.”Hati tidakselalu siap.Apalagi bila suasana emosi sedang datar atau sedang murung.Tetapi tangan lebihsiap. Mudah-mudahan sesudah tangan diangkat, hati yang belum siap akan terangkat jugaberkat pengaruh gerakan tubuh tersebut, sehingga akhirnya tubuh-jiwa sekaligus terangkatmemuji Tuhan. 15

Alkitab memandang manusia sebagai kesatuan tubuh-jiwa yang tak terpisahkan.Dengan demikian, doa seharusnya adalah merupakan kombinasi antara sikap hati dan tubuh.Sikap rendah hati dalam berdoa sebaiknya terungkap dalam sikap tubuh, karena bagimanusia doa menyangkut hati sekaligus tubuh.3. Memuliakan Tuhan Gagasan alkitabiah tentang kemuliaan menyangkut bobot dankelayakan.Memuliakan Tuhan dalam pengertian alkitabiah dapat diungkapkan sebagaimembiarkan kelayakan dan hakikat Tuhan sendiri menjadi nyata.Hal tersebut didasarikepercayaan bahwa seluruh bumi merupakan tempat ditunjuknya kemuliaan Tuhan (bd.Mzm. 19:2; Yes. 6:3). Pada dasarnya Perjanjian Lama menunjuk bahwa kemuliaan Tuhan pada akhirnyaakan menutupi seluruh bumi (bd. Yes. 11:9). Namun demikian dalam penyembahan,seorang percaya mengantisipasi hari itu, karena di dalam pengalaman penyembahan ituterwujudlah kemuliaan dan keindahan Tuhan.Melaluinya seorang penyembahmenyebarluaskan kemuliaan Tuhan. 16

BAB III KASIH DAN KEADILAN Membicarakan hubungan antara kasih dan keadilan mungkin akan menimbulkansuatu ketegangan. Kasih sering dimaknai sebagai suatu sifat yang bermurah hati, dermawan,suka mengampuni, dan panjang sabar.Sedangkan keadilan dimaknai sebagai sifat yangkeras, yang suka menjatuhkan hukuman atas kesalahan. Beberapa orang beranggapan bahwa gambaran Allah dalam Perjanjian Lama berbedadengan gambaran Allah dalam Perjanjian Baru. Contoh yang paling ekstrem adalahMarcion, yang beranggapan bahwa kita berhubungan dengan dua Allah yang berbeda dalamkedua kitab Perjanjian itu. Allah Perjanjian Lama adalah Allah yang menciptakan dansangat tegas dalam menjalankan keadilan, sedangkan Allah Perjanjian Baru adalah Allahyang penuh kasih.A. Kasih dalam Perjanjian Lama Dalam bahasa Ibrani, kata yang dipakai adalah ds,x, (kheh'-sed). Gagasan yangmuncul dalam kata tersebut adalah menunjukkan anugerah-kebaikan hati tanpamempedulikan jasa. Gagasan mengenai kasih sudah ada dalam Kejadian 3:15 waktu sebuah janjimenggantikan dan melembutkan hukuman yang hendak dijatuhkan Allah.Bagi para leluhur,kata kasih menunjuk kesetiaan Allah kepada perjanjian yang ditetapkan-Nya (Kej. 32:10;39:21).Kasih sesungguhnya adalah realitas yang mendahului perjanjian itu – bahwa Allahdan umat-Nya harus selalu bersama-sama. Kasih Allah dinyatakan dalam hal memilih Israel menjadi umat-Nya.Motif pemilihanitu dijelaskan sebagai kasih Allah (Ul. 4:37). Karena Allah memilih Israel sebagaikepunyaan-Nya, maka Ia menetapkan suatu perjanjian dengan mereka (Kel. 19:4-6; Ul . 7:9-12). Dari ayat-ayat tersebut nyatalah bahwa dalam konteks perjanjian, kasih mengalamiperluasan arti kata menunjuk kepada loyalitas atau kesetiaan. 17

Dalam kitab para nabi – terutama Hosea – pernyataan kasih mencapaipuncaknya.Dalam kitab itu kasih terlihat sebagai kekuasaan memilih yang melebihijangkauan pemikiran yang logis yang mendasari dan menegakkan perjanjian Israel denganAllah (Hos. 11:1-4). Kita dapati dari pemakaian kata tersebut, kasih bekerja timbal balik, berbeda dengananugerah hanya sepihak. Ketika berhubungan dengan umat-Nya Allah tidak bertindak sesuaidengan jasa mereka, yaitu apa yang sebetulnya pantas mereka terima. Namun demikian,Allah menuntut bahwa kasih memang sepatutnya diterima.Setiap orang dituntut melakukanatau mempersembahkan sesuatu sehingga pantas menerima anugerah kasih.B. Keadilan dalam Perjanjian Lama Ada dua kata penting yang berkaitan dengan keadilan dalam bahasa Ibrani, yaitujP'v.mi (mishpat) dan rv'y\" (yashar).Kata yang pertama berkaitan dengan pengadilan (Kej.18:25), sedangkan kata yang kedua berarti “lurus.” Dalam masyarakat Ibrani, Allah adalahsebagai Hakim bagi seluruh bumi, dan para hakim yang dipilih menjalankan tugasnya atasnama Tuhan (Ul. 1:17). Peristiwa pembebasan bangsa Israel dari Mesir diakui sebagai bentuk keadilanTuhan.Raja Firaun mengakui bahwa sepuluh tulah yang menimpa Mesir adalah wujudkeadilan Tuhan (Kel. 9:27).Dalam Hakim-hakim, tindakan Allah membebaskan umat-Nyadari penindasan musuh adalah sebagai tindakan keadilan (Hak. 11:27).Demikian jugatindakan Allah membebaskan uamt-Nya dari pembuangan di Babilonia adalah sebagaiwujud keadilan-Nya (Yes. 51:5-6). Keadilan Allah sering dikaitkan dengan kegiatan-Nya untuk menjatuhkanhukuman.Allah tidak membiarkan orang yang bersalah lepas dari hukuman (Kel. 34:6-7). Oleh karena sifat-Nya yang adil, maka Allah menuntut keadilan juga dilakukan olehumat-Nya.Umat-Nya harus dapat melindungi orang-orang miskin, orang-orang yang beradadalam penindasan, anak-anak yatim, para janda, maupun orang-orang asing (Mzm. 72:12).Mereka harus menjadi pelindung bagi mereka yang ada dalam penindasan (Yes. 1:16-17;Am. 5:15, 24).C. Hubungan antara Kasih dan Keadilan dalam Perjanjian Lama 18

Dari penjelasan di atas, kita menemukan bahwa kasih dan keadilan adalah sesuatuyang selaras dalam Perjanjian Lama.Kasih bukanlah sesuatu yang sifatnya sepihak, namunmenuntut tanggapan yang pantas terhadap kasih itu, sehingga kasih itu patut diterima. Kasihyang sebenarnya bukanlah sesuatu yang bersifat sentimental, sekedar memberikan apa yangdiinginkan. Kasih yang benar adalah kasih yang mencakup keadilan. Perjanjian Lama mengakui bahwa hanya karena kasih-Nya saja maka orang Israeltidak dihukum setimpal dengan kejahatannya (bd. Neh. 9:26-27, 30-31). Keadilan Allahbertindak menghukum dosa umat-Nya, namun kasih Allah menginginkan persekutuan-Nyadengan manusia dipulihkan. BAB IV KEKAYAAN DAN KEMISKINAN Dalam Perjanjian Lama, kekayaan sering menjadi tanda bagi kesalehan dariseseorang, sebaliknya kemiskinan merupakan bagian dari hukuman yang Tuhan berikan.A. Kekayaan Dalam Perjanjian Lama, kata yang umumnya menunjuk kepada kekayaan adalahlyIx; (chayil). Kata tersebut memiliki makna “suatu perasaan sejahtera atau biasanyakeadaan memiliki harta.” Pada masa para patriakh, kekayaan merupakan suatu indikasi dari berkat Tuhan.Abraham, Ishak, Yakub merupakan orang-orang yang diberkati kekayaan secara jasmanioleh Tuhan (Kej. 13:2; 26:13; 30:43). Demikian juga kesalehan Ayub dikaitkan dengankekayaan yang dimilikinya (Ayb. 1:1-3; 42:10).Sehingga ketika Ayub kehilangankekayaannya, maka kesalehannyapun mulai dipertanyakan. Dalam masa kehidupan bangsa Israel, Allah berjanji untuk melimpahkan berkat-berkat jasmani yang berkelimpahan bagi orang-orang yang mentaati-Nya (Im. 26:1-13; Ul.28:1-14).Kekayaan merupakan pemberian Tuhan (1 Sam. 2:7). Dalam sastra-sastra hikmat Perjanjian Lama juga diakui bahwa Tuhanlah yangmenjadikan seseorang menjadi kaya (Ams. 22:2). Daud sendiri melihat dan memperhatikanbahwa kehidupan orang benar tidak akan mengalami kelimpahan (Mzm. 37:25-26; 112:1-3), 19

sehingga ketika Dau melihat bahwa orang benar celaka dan orang fasik mengalamikemakmuran dan keberhasilan, ia mulai mempertanyakan keadilan Allah (Mzm. 73:1-20). Dalam kehidupan Israel pasca-pembuangan, berkat-berkat jasmani dari Tuhanditentukan oleh keberhasilan atau kegagalan orang Israel dalam menghargai Bait Suci (Hag.1:1-10; 2:16-20) maupun memberi penghormatan kepada Tuhan dalam hal memberipersepuluhan (Mal. 3:10-12). Namun demikian, meskipun kekayaan merupakan tanda dari berkat Tuhan,Perjanjian Lama juga mencatat bahwa umat Tuhan tidak boleh berharap kepada kekayaan(Ams. 11:4, 28; Yer. 9:23). Perjanjian Lama juga mencatat bahwa kekayaan juga dapatmenjadi godaan bagi seseorang untuk meninggikan diri-Nya kepada Tuhan (Ams. 30:8-9;Hos. 13:6). Perjanjian Lama juga mengutuk kekayaan, oleh karena cara dalam memperolehkekayaan tersebut. Nabi Amos mengutuk kekayaan yang diperoleh dengan jalan melakukanpenindasan dan perampasan (Am. 5:11).Demikian juga, Mikha mengutuk kekayaan yangdiperoleh melalui tipu muslihat (Mi. 6:9-10).B. Kemiskinan Dalam Perjanjian Lama ada beberapa pengertian mengenai orang miskin, baik secaraharafiah maupun secara figuratif. Pertama, orang yang berkekurangan dalam hal materi (2Sam. 12:3).Kedua, orang miskin secara rohani.Jenis kemiskinan ini adalah secara figurativemenunjuk kepada orang-orang yang dengan kerendahan hati mengakui keberdosaannya dihadapan Tuhan (Mzm. 69:32-33; Ams. 13:7; Yes. 29:19). Perjanjian Lama mengklasifikasikan ada empat kategori penyebab kemiskinan.Pertama, kemiskinan karena penindasan dan penganiayaan (Yes. 3:13-15; Ams. 14:31;22:7; 28:15). Mereka mengalami kemiskinan karena penindasan baik oleh pemerintahmaupun oleh individu.Kedua, kemiskinan yang disebabkan oleh dosa maupun oleh ujianyang diberikan Tuhan.Kemiskinan ini disebabkan ketidaktaatan umat kepada Allah (Mzm.109:16; Yes. 47:9; Rat. 5:3).Selain itu, kita juga dapat melihat bahwa Ayub menjadi miskinoleh karena ujian yang Tuhan berikan kepadanya (Ayb. 1:12-19).Ketiga, kemiskinan yangdisebabkan oleh karena kemalasan atau kebiasaan yang tidak baik dalam hidup (Ams. 10:4; 20

13:4; 19:15; 20:13; 23:21).Keempat, kemiskinan yang disebabkan oleh keadaan (Ams.10:15).Mereka miskin oleh karena lahir dari lingkungan miskin. Dalam Perjanjian Lama, orang miskin memiliki kedudukan yang sama dengan orangkaya (Ams. 22:2). Oleh karena kesamaan kedudukan tersebut, maka keadilan harus tetapdijalankan dengan benar tanpa memandang miskin atau kaya (Kel. 23:3, 6).C. Posisi Kekayaan dan Kemiskinan dalam Perjanjian Lama Perjanjian Lama memang nampaknya banyak menghubungkan perkenan Tuhandengan kekayaan secara jasmani, dan sebaliknya salah satu bentuk hukuman atasketidaktaatan adalah kemiskinan. Namun demikian, dari uraian tersebut di atas nampakbahwa keadaan kaya maupun miskin adalah sama kedudukannya. Kekayaan tidak selalumerupakan berkat Tuhan, dan sebaliknya kemiskinan juga tidak selalu merupakan bentukhukuman atas ketidaktaatan.Jika sahabat-sahabat Ayub menilai tingkat kesalehan Ayubberdasarkan keadaan jasmaninya, maka tidak demikian dengan ajaran PerjanjianLama.Tingkat kesalehan seseorang tidak diukur melalui kekayaan yang dimilikinya. Meskipun kesalehan seseorang tidak diukur melalui kekayaan, namun tidak dapatdisangkal bahwa Perjanjian Lama memandang kesalehan sepatutnya mendapat ganjarankekayaan. Hal tersebut dikarenakan pandangan Perjanjian Lama tentang nasib orang salehmaupun orang fasik yang sama-sama mengalami kematian. Oleh karena keduanya sama-sama berujung pada kematian, maka ajaran Perjanjian Lama lebih menekankan upahkesalehan untuk dimiliki pada kehidupan di dunia ini, baik bagi mereka maupunketurunannya. BAB V PERANG DALAM PERJANJIAN LAMA Kata Ibranihm'x'l.mimilkhamah (perang) muncul lebih dari 300 kali mulai dari kanonTorah (Kej. 14:2) sampai Ketubim (Dan. 9:26).Banyak fenomena perang dalam gambarannarasi PL (Yosua, Hakim-hakim, 1 Samuel) dilakukan tanpa belas kasihan.Tentu itu 21

sungguh mengherankan mengingat PL bukan buku sejarah, melainkan kitab suci, wahyudari Tuhan kepada manusia. Dalam Taurat, Tuhan terang-terangan mengarahkan umat Israel untuk berperangtanpa belas kasihan jika tawaran untuk berdamai ditolak (Ul. 20:10-18).Untuk bangsa yangjauh, setelah mereka dikalahkan, seluruh penduduk lelakinya harus dibunuh dengan pedang,yang lain ditawan, dan harta bendanya dirampas (ay. 13-15). Untuk bangsa yang dekat (Het,Amori, Kanaan, Feris, Hewi, dan Yebus), kota-kota mereka akan dialihkan menjadi milikIsrael. Mereka juga akan ditumpas habis supaya orang Israel tidak dipengaruhi praktik-praktik agama mereka (ay. 16-18). Salah satu alasan kenapa Allah dalam PL merestui perang adalah dengan berbagaicara Tuhan telah digambarkan sebagai raja yang terlibat langsung dalam perang umat-Nya(divine warrior). Orang Israel pertama kali menyebut Yahweh sebagai ’is milkhamah”pahlawan perang,” ketika pasukan Mesir yang mengejar mereka binasa (Kel. 15:3). Bebe-rapa contoh berikut menggambarkan Tuhan sebagai pahlawan perang. Siapakah Raja Kemuliaan itu? TUHAN, jaya dan perkasa, TUHAN, perkasa dalam peperangan (Mzm. 24:8) Terpujilah TUHAN, gunung batuku, yang mengajar tanganku untuk pertempuran, dan jari-jariku untuk perang (Mzm. 144:1) TUHAN keluar seperti pahlawan, seperti orang perang Ia membangkitkan semangat; Ia bertempik sorak, ya, Ia memekik, terhadap musuh-musuh-Nya Ia membuktikan kepahlawanan-Nya (Yes. 42:13) Kemudian TUHAN akan keluar dan berperang melawan bangsa-bangsa itu sebagaimana Ia berperang pada hari pertempuran (Za. 14:3) Sering sebutan nama (epitet)tAaêb'c. tseba’ot (bentuk jamak dari tsaba’ artinya balatentara) dikaitkan dengan citra Tuhan yang berperang (God of war).Ada sepuluh kombinasiepitet tseva’ot nama TUHAN sebanyak 285 kali dalam bahasa Ibraninya: Yahweh tseba’ot”TUHAN semesta alam” (240x, 1Sam. 1:3), Yahweh-’Elohim tseba’ot ”TUHAN, Allah se-mesta alam” (4x, Mzm. 59:6; 80:5, 20; 84:9), ’Elohim tseba’ot ”Allah semesta alam” (2x,Mzm. 80:8, 15), Yahweh ’Elohei tseba’ot ”TUHAN, Allah semesta alam” (14x, 2Sam. 5:10),Yahweh ’Elohei hatseba’ot ”TUHAN, Allah semesta alam” (2x, Hos. 12:6/5; Am. 6:14),Yahweh ’Elohei tseba’ot ’adonai ”TUHAN, Allah semesta alam, Tuhanku” (1x, Am. 5:16),’adonai Yahweh tseba’ot ”Tuhan ALLAH semesta alam” (15x, Yer. 2:19), ’adonai Yahwehhatseba’ot ”Tuhan ALLAH semesta alam” (1x, Am. 9:5), ’adonai Yahweh ’Eloheihatseba’ot ”Tuhan ALLAH, Allah semesta alam” (1x, Am. 3:13), ha’adon Yahweh tseba’ot”Tuhan, TUHAN semesta alam” (5x, Yes. 1:24; 3:1; 10:16, 33; 19:4). (THAT 2:499)Ayatyang sering dipakai untuk mendukung pendapat bahwa epitet tseba’ot untuk Tuhan berkaitan 22

dengan aktivitas-Nya dalam berperang adalah 1Sam.17:45 ”TUHAN semesta alam, Allahsegala barisan Israel.” Dalam ayat itu, nama ”TUHAN semesta alam” dikaitkan dengan balatentara Israel dan perang. Tuhan dipahami secara militeristik (bnd.”The Lord of hosts”dalam banyak terjemahan Inggris). Tentu saja keterlibatan Allah dalam perang menimbulkan masalah baik secarateologis, wahyu, maupun moral. Citra Allah yang berperang tidak sesuai dengan citra-Nyasebagai Allah yang pengasih dan penyayang, Allah yang berkorban, atau bahkan dengansebutan ”Raja Damai” (Yes. 9:5-6). Bagaimana perang bisa dipakai Tuhan sebagai sebuahcara mewahyukan diri-Nya dan wahyu itu menjadi bagian dari kitab suci? Bagaimana mestimenilai moralitas perang yang sudah melebihi fungsi mempertahankan diri ataumenegakkan kedaulatan teritorial?A. Nama Tuhan Sebelum masuk ke dalam solusi teologis tentang masalah perang dalam PL,hendaknya epitet tseba’ot untuk nama Tuhan tidak terlalu cepat dikaitkan dengan citraTuhan yang berperang. Arti epitet itu sendiri masih diperdebatkan. Itu sebabnya leksikonIbrani yang belakangan tidak memutlakkan arti tseba’ot apakah itu bala tentara Israel,malaikat, atau bintang-bintang di langit.Untuk menunjuk pada malaikat dan benda-bendaangkasa, tsaba’tidak pernah ditulis dalam bentuk jamak tseba’ot, melainkan bentukwya'_b'c.tseba’aw atau~yIm;‟V'h; ab'Ûc. tseba’ hassamayim.Untuk menunjuk pada tentaramalaikat dipakai (kol) tseba’ hassamayim (1Raj. 22:19; 2Taw. 18:18; Dan. 8:10; Neh. 9:6)atau kol tseba’aw (Mzm. 103:21; 148:2), sedangkan untuk menunjuk matahari, bulan, danbintang-bintang dipakai kol tseba’ hassamayim (Ul. 4:19; 17:3; 2Raj. 17:16; 21:3, 5; 2Taw.33:3, 5; 2Raj. 23:4, 5; Yes. 34:4; Yer. 8:2; 19:13; 33:22; Zef. 1:5), kol tseba’am (Yes. 34:4;45:12; Mzm. 33:6; Neh. 9:6), atau tseba’am saja (Yes. 40:26). Arti yang terkandung dalam bentuk jamak tseba’ot diduga sudah bergeser dari bentuktunggalnya, yakni sebagai intensiven Abstraktplural atau jamak intensif.Dua alasanmendukung pemahaman demikian. Pertama, epitet tseba’ot paling sering diterjemahkan dalam LXX sebagai ku,riojpantokra,twr kurios pantokratôr ”Tuhan dari segala penguasa” (2Sam. 5:10), baru kemudiankurios Sabaôth (”Tuhan Sebaot”) meniru bunyi Ibraninya (terutama dalam 1Samuel danYesaya), jarang sekali dengan kurios tôn dynameôn ”Tuhan yang kuat” (Mazmur dan 2Raja-Raja). 23

Kedua,tAa±b'c. hw\"ôhy>’adonai tseba’ot merupakan sebutan khusus untuk Tuhanyang bertakhta di atas kerubim (2 Sam. 6:2 ; 1Taw. 13:6; 1Sam. 4:4; bnd. 2Raj. 19:15; Yes.37:16; Mzm. 80:2; 99:1), menunjuk pada raja yang berkuasa. Dalam Kitab Samuel danYesaya, epitet ini menunjuk pada Tuhan yang atribut utama-Nya adalah keagungan raja(royal majesty). Berbeda dari Septuaginta yang menerjemahkan Ibrani tseba’ot dengan tiga cara(kurios pantokratôr, kurios Sabaôth, kurios tôn dynameôn), versi-versi Alkitab modernberusaha konsisten dengan satu pilihan terjemahan. Alkitab Indonesia (TB) menerjemahkantseba’otsebagai ”semesta alam.” Yang menarik, dalam Kamus Umum Bahasa IndonesiaPoerwadarminta dijumpai ungkapan ”Tuhan seru semesta sekalian” (bukan ”Tuhan semestaalam”) dengan arti ”Tuhan yang menguasai segala yang ada.” Apakah arti ini yang melatariterjemahan TB ”Tuhan semesta alam?” Alkitab Jerman versi Luther secara konsisten (PLdan PB) menirukan bunyi tseba’ot seperti Septuaginta ”HERR/Herr Zebaoth.” Sepertibanyak versi Inggris lainnya, NKJV menerjemahkan ”The LORD of hosts” (Rom. 9:29,Yak. 5:4 NKJV: ”the LORD/Lord of Sabaoth” sesuai bunyi teks Yunani). Beberapa pakar bahasa Ibrani Indonesia setuju bahwa terjemahan ”TUHAN semestaalam” (TB) untuk Yahweh tseba’ot kurang tepat dan menganjurkan terjemahan ”Tuhan yangMahakuasa” (bnd. BIS, NIV ”the LORD/Lord Almighty” Baker, 2000).Tampaknya, terjemahan ”TUHAN yang Mahakuasa” memang perlu dipertimbangkanmengingat Septuaginta lebih banyak memakai terjemahan kurios pantokratôr yang artinyadekat sekali dengan ”Tuhan yang Mahakuasa”. Selain itu, nama kurios pantokratôr dankurios Sabaôth muncul hanya tiga kali dalam PB dengan gagasan Tuhan yang mahakuasa:kurios pantokratôr sekali (2Kor. 6:18 TB ”Tuhan, Yang Mahakuasa”) dan kurios Sabaôthdua kali (Rm. 9:29, Yak. 5:4 TB ”Tuhan semesta alam”). Dalam Kitab Roma, Paulus sedangmengutip Yesaya 1:9 dan menjelaskan adanya sedikit orang Yahudi saat itu yang percayapada Yesus sebagai Mesias merupakan bukti kekuasaan Tuhan. Ia tidak menghukum habisIsrael seperti Sodom dan Gomora. Dalam Kitab Yakobus, nama Tuhan disebut dalamkonteks agar jemaat yang kaya saat itu tidak menahan upah buruh mereka yang telahbekerja, sebab keluhan para buruh telah didengar Tuan segala tuan. Demikianlah, gagasan”Tuhan yang Mahakuasa” dari Perjanjian Lama diteruskan ke dalam Perjanjian Baru,sehingga layak dipertimbangkan arti tersebut untuk epitet Tuhan tseba’ot. Dengan arti ini,tseba’ot untuk Tuhan tidak harus dikaitkan dengan aktivitas berperang.B. Cara Tafsir 24

Secara garis besar ada empat cara menafsir ihwal perang yang direstui Tuhan dalamPL. Pertama, arti harafiah teks dihindari atau historisitas dari kejadian yang dilaporkanditolak. Untuk menghindari konsekuensi moral-teologis dari masalah perang dalam PL, caralain yang dipakai adalah dengan mengkategorikan narasi-narasi perang di Alkitab sebagaibukan realitas sejarah. Bagi penganut hipotesis Sejarah Deuteronomik, Kitab Yosua s/d 2Raja-raja merupakan hasil refleksi umat Israel (pasca)pembuangan agar generasi mereka danseterusnya setia kepada Tuhan. Cerita-cerita tentang perang itu hanya dimaksudkan sebagaibahan pengajaran iman, bukan menyajikan kejadian sesungguhnya.Sebagai contoh, setelahmendapati ketidakcocokan temuan arkeologis dengan beberapa data dalam Kitab Yosua,yang diambil hanya makna teologis pendudukan tanah Kanaan oleh bangsa Israel. Cara tafsir seperti ini masih menyimpan persoalan.Mengapa untuk membina imanumat dipakai cerita-cerita perang, yang memberikan kesan bahwa Tuhan merestui berbagaitindak kekerasan dalam perang?Mengapa narator Alkitab tidak memakai bahan pengajaraniman yang lebih bersifat damai? Kedua, historisitas kejadian perang dalam PL tidak dipersoalkan.Kemenangan orangIsrael dalam perang diartikan secara rohani sebagai kemenangan iman yang teguh,kemenangan dalam peperangan rohani.Berikut ini sebuah contoh perohanian instruksipembantaian massal atas penduduk Kanaan (Ul. 20:16-18). Ketiga, realitas perang itu diakui secara serius sebagai degradasi moral. KonsepTuhan sebagai pahlawan perang dalam PL dipandang sebagai primitif pra-Kristen, murnihasil imajinasi manusia tentang Tuhan, dan sama sekali bukan konsep hasil wahyu. KonsepTuhan sebagai pahlawan perang adalah cara orang Israel kuno mengidentifikasi Yang Ilahisama seperti bangsa-bangsa lain pada zaman itu memiliki dewa perangnya masing-masing.Karena itu, nurani umat Kristen tidak perlu merasa terganggu dengan konsep itu.Standarmoral-teologis mereka adalah PB.Konsep Allah dalam PL itu dapat dibuang dan digantidengan konsep yang ada dalam PB, yang Kristen, yang lebih mulia.Itulah Allah yangmengasihi.Pandangan itu diadopsi dari ilmu sejarah agama-agama, sebuah tinjauanfenomenologis tentang perkembangan (evolusi) agama. Akhirnya, Craigie (1978:37-38) mewakili pendekatan keempat.Ia mengkritik teologmodern yang mengambil begitu saja teori evolusi agama atau menilai PL secara teologissudah kadaluwarsa. Craigie merujuk pada PB ketika Stefanus dan Paulus membenarkankonsep Allah sebagai yang memerdekakan bangsa Israel dari Mesir (Kis. 7:35-36; 13:17).Itulah cikal bakal konsep Tuhan sebagai pahlawan perang dalam PL. Karena itu, ia menolak 25

PB sebagai hasil perkembangan linier PL seperti gerak maju ilmu pengetahuan danteknologi. Dengan kritis Craigie menegaskan, dalam ukuran moralitas zaman yang lebihmodern tidak serta-merta berarti lebih baik daripada zaman kuno.Tidak sulit memahamiyang dimaksud Craigie.Betapa mengenaskannya para korban budak seks oleh tentara Jepangpada Perang Dunia Kedua, pemusnahan etnis Bosnia, para korban perang di negara-negaraAfrika sampai hari ini.Memang ada Konvensi Geneva yang membatasi tindak sadismedalam perang modern.Namun, bukankah konvensi itu diberlakukan karena realitas dalamperang-perang yang dilakukan manusia modern? Sayang, teori evolusi agama dalam praktiknya secara subtil hidup di kalanganKristen tertentu berkat kerancuan dengan paham wahyu progresif (progressive revelation).Wahyu progresif adalah cara Allah untuk menyatakan diri secara bertahap dalam satu kurunwaktu tertentu, dan dari waktu ke waktu penyataan itu semakin jelas. Substansi wahyu yangkemudian tidak bertentangan dengan substansi wahyu sebelumnya dan juga tidakmembatalkannya, tetapi melengkapi.Namun, secara keliru wahyu progresif dipahamisebagai perkembangan wahyu secara evolusioner yang klimaksnya adalah kesempurnaandalam PB.Konsekuensinya, yang sempurna meniadakan yang tidak sempurna. Itu sebabnyasekalipun dalam pengakuan iman, otoritas PL dan PB diakui sama selaku firman Allah,dalam praktiknya PB lebih diutamakan dan wahyu dalam PL dianggap kelas dua. Padahal,bagi orang Kristen generasi pertama di Palestina, PL adalah firman Allah, tidak kurang dariitu.Mengapa generasi Kristen berikutnya menggeser PL ke status kelas dua? Denganmenjadi ”marcionis”dalam praktik, sebenarnya tersirat sikap tidak konsisten orang Kristenterhadap kitab sucinya sendiri. Craigie menerima historisitas narasi perang dalam PL sekalipun disadari tidak mudahmenjelaskannya. Yang menarik, ia melihat perang-perang itu dalam bingkai seluruhpewartaan Alkitab. Sekalipun Allah nyata terlibat dalam perang-perang Israel, Israel tetapsebuah bangsa yang terdiri atas orang-orang berdosa dan institusi pemerintahannya bersifatduniawi, termasuk memakai perang sebagai cara mempertahankan eksistensinya.Menurutnya, perang murni berasal dari hawa nafsu manusia (Yak. 4:1, NKJV).Itu juga penegasan Terry L. Brensinger (1999: 237-38) ketika menyoroti kekejaman perangyang dilakukan orang Israel dalam Kitab Hakim-hakim sebagai tindakan yang banyaktercampur unsur-unsur emosi dan ambisi manusia yang sebenarnya tidak direstui Allah.Sebagai contoh, Brensinger mengambil kisah Gideon (ps. 8) dan Simson (15:7-8) yangbertindak kejam untuk memuaskan dendam pribadi.Abimelekh menghabisi begitu banyak 26

orang demi ambisi kekuasaan (ps. 9).Yefta menghabisi kaum Efraim karena kebencian(12:1-6).Akhirnya, orang Israel secara kolektif melakukan kekejaman perang sebagai solusiuntuk problem yang sebenarnya mereka buat sendiri (ps. 21). Menurut Bensinger, tidak satukali pun dalam kasus-kasus itu Tuhan memerintahkan orang Israel bertindak kejam. Danusai perang, Tuhan juga tidak memberikan penghargaan atas tindakan brutal mereka. Kenyataan di mana Tuhan dibawa-bawa dalam perang umat, melahirkan salahkaprah dengan munculnya terminologi ”perang suci” dalam wacana studi PL, seperti judulbuku monumental Gerhard von Rad Der heilige Krieg im alten Israel (1951).Yangmemprihatinkan sebenarnya adalah anggapan bahwa agama Kristen mengenal semacamperang jihad seperti terjadi pada Perang Salib yang mengisi lembaran hitam sejarah gereja.Tetapi menurut Craigie (1978: 48-50), istilah ”perang suci” tidak ada dalam PL dan asal-usulkonsep itu berasal dari kultur Yunani kuno. Yang ada dalam Alkitab adalah milkhamotYahweh ”perang-perang TUHAN” (Bil. 21:14 TB ”peperangan TUHAN”; 1Sam. 18:17,25:28 TB ”perang TUHAN”). Itu sebabnya mengingat kebrutalan dan kekejaman perang,Craigie keberatan dengan istilah ”perang suci.” Perang yang membawa-bawa agama seperti dalam PL, sekalipun atas perintahTuhan, tidak serta-merta suci dalam pelaksanaannya.Terlalu banyak unsur hawa nafsumanusia yang terlibat.Namun, pada satu fase sejarah keselamatan, perang demikian pernahdibenarkan Tuhan. Keterlibatan Tuhan di situ lebih dikarenakan proses sejarah umat Israel,bukan menjadi pembenaran atas perang itu sendiri. Bagaimanapun, larangan membunuhtetap berlaku.Namun, pada tahap itu, kalah dalam perang bagi umat Israel merupakankonsekuensi dari kegagalan mereka memelihara perjanjian dengan Tuhan dan melakukanperintah-perintah-Nya dengan setia.Visi global Tuhan dalam jangka panjang dan abadi adalahperdamaian. Ia akan menjadi hakim antara bangsa-bangsa dan akan menjadi wasit bagi banyak suku bangsa; maka mereka akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas; bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang. (Yes. 2:4 // Mi. 4:3).C. Reinterpretasi Praktik-praktik perang dalam PL tidak pernah berhenti pada dirinya sendiri.Selaluada maksud-maksud soteriologisnya, yakni demi efek pengudusan dan keselamatan umatmasa itu.Pembenaran perang itu hanya berlaku untuk masa itu. Perang pada masa itu 27

merupakan peristiwa konstitutif bagi proses kelahiran Israel sebagai umat Allah. Maka,contoh-contoh perang dalam PL tidak untuk diulangi pada zaman yang berikutnya, cukuplahuntuk masa itu saja (einmalig).Karena sifat einmalig-nya itu, perang yang dibenarkan dalamPL tidak serta-merta menjadi pedoman moral preskriptif untuk masa sesudahnya yangkondisi sosialnya sudah berbeda.Untuk masa yang berbeda itu, diperlukan interpretasi atasinterpretasi lapis pertama (reinterpretasi) supaya yang diamalkan bukan kehancuran dankematian tetapi kehidupan dan kesejahteraan. BAB VI PLURALISME DAN UNIVERSALISME Apakah Perjanjian Lama bersifat ekslusif atau terbuka, nasionalis atau universalis?Ada dua sikap yang terdapat dalam Perjanjian Lama terhadap agama-agama asing. Pertama,kadang-kadang diakui, ada agama yang mencerminkan kebenaran tentang Allah dan Israeldapat belajar dari mereka tentang kebenaran itu. Kedua, agama-agama asing itu senantiasamembutuhkan penerangan lebih lanjut, dan penerangan itu hanya dapat diperoleh bilamereka mengenal apa yang Allah lakukan dengan Israel. 28

A. Zaman Mula-Mula Kejadian 1-11 berasumsi bahwa manusia diciptakan menurut rupa dan gambar Allah,dan mereka mempunyai kesadaran akan Allah. Memang manusia sudah memberontakterhadap Allah sehingga kehilangan hubungannya yang langsung dengan Allah.Namunkehilangan itu tidak menghancurkan gambar Allah dalam dirinya atau membinasakankesadaran itu. Hal itu terbukti dalam praktek keagamaan mereka dengan perkataan maupunperbuatan (misalnya Kejadian 4:1,3,26). Dalam pasal-pasal itu Allah dinamakan YHWH. Sekalipun manusia belum mengenalnama YHWH, namun mereka sungguh-sungguh menyembah Dia. Manusia itu mengenalAllah sebagai pencipta dunia, pemberi berkat, hakim dan pelindung. Mereka semua responspada Dia dalam bentuk persembahan, permohonan dan pemberitaan. Kejadian 1 -11 secaratidak langsung memperlihatkan adanya kesadaran keagamaan pada semua manusia.Hal itusejajar dengan pengertian bahwa semua manusia mempunyai kesadaran akhlak, seperti yangdinyatakan dalam Amos 1- 2. Kejadian 1 -11 juga menunjukkan bahwa Allah memerintahseluruh dunia dan campur tangan dalam perkara-perkaranya, sesuai dengan pandanganAmos 9:7. Pandangan Kitab Kejadian tentang agama dapat dibandingkan dengan Kitab Amsal,Pengkhotbah, Ayub dan Kidung Agung. Dalam beberapa hal, tulisan-tulisan “hikmat” itusejajar dengan tulisan-tulisan serupa yang berasal dari Mesopotamia dan Mesir.Kesejajaranitu kadang-kadang merupakan ketergantungan secara langsung, misalnya “Ketiga puluhUcapan” dalam Amsal 22-24. Terkadang terdapat tema, bentuk, tekanan atau cara berbicarayang menunjukkan kesamaan dengan berbagai tulisan yang berasal dari zaman dan tempatyang lain, Dalam kedua hal tersebut pengertian yang berasal dari bangsa-bangsa bukanIsrael memperoleh konteks baru dalam agama Israel (bandingkan Amsal 1:7). Namunkesejajaran itu berimplikasi bahwa pengertian bangsa-bangsa asing itu kadang kala dapatdianggap benar. Menurut Perjanjian Lama, hikmat Allah turut berperan dalam penciptaan dantercermin dalam apa yang diciptakan (Amsal 3:19-20; 8:22-31). Nafas Allah yangMahakuasa berada di dalam manusia karena ia diciptakan (misalnya Ayub 32:8). Kedua ideitu merupakan dualisme teologis untuk menganggap kebenaran Allah dicerminkan – sampaibatas tertentu – dalam dunia yang diciptakan serta dalam pengalaman, kebudayaan,pemikiran dan agama manusia. Dengan demikian tulisan hikmat menunjukkan bagaimana 29

iman Israel kepada YHWH mengambil alih hal-hal baik dari kebudayaan lain: nilai-nilainyadiakui sambil dibersihkan dari dualisme-unsur pemujaan berhala atau politeisme. Penciptaan manusia menurut rupa dan gambar Allah (Kejadian 1:26) tampaknyamendukung pandangan yang sama. Tetapi gagasan itu tidak dikembangkan dalam PerjanjianLama dan harus diakui bahwa arti “rupa dan gambar Allah” kurang jelas dan masih banyakdiperdebatkan. Yang jelas ialah bahwa – menurut Perjanjian Lama – manusia diciptakanoleh Allah. Perjanjian Lama mempunyai wawasan tentang makna hidup manusia, tetapitidak memakai gagasan “rupa dan gambar Allah” untuk mengungkapkan wawasan itu. Paling sedikit sesudah zaman Nuh, semua manusia dipandang terikat oleh perjanjiandengan Allah (Kejadian 6:18; 9:18-17; bandingkan “perjanjian persaudaraan” dalam Amos1:9).Perjanjian dengan Nuh itu mendasari pemeliharaan hidup di bumi oleh Allah.Dalambahasa Ibrani, “perjanjian” pada dasarnya berarti pengukuhan suatu hubungan pribadidengan membuat komitmen tertentu.Komitmen itu dapat mengikat satu pihak saja atau dapatmencakup hubungan bersama. Sebelumnya, hubungan Allah dengan manusia sepertidilukiskan dalam Kejadian 1- 2 tampaknya bersifat perjanjian, dan sering ditafsirkandemikian. Namun istilah “perjanjian” tidak dipakai oleh penulis dan mungkin dengansengaja ia tidak mencantumkannya. Alasannya, suatu perjanjian biasanya diadakan jikahubungan antara kedua pihak membutuhkan dukungan khusus karena kekurangan ataukelemahan pada satu pihak. Pada masa yang digambarkan dalam Kejadian 1- 2 itu, manusiabelum jatuh ke dalam dosa dan hubungan Allah dengan manusia belum membutuhkandukungan khusus itu. Dalam Kejadian 3-6 kekurangan manusia mulai nyata, dan setelah airbah hal itu menjadi semakin jelas, sehingga akhirnya Allah membuat perjanjian denganmanusia (bandingkan Kejadian 8:21). Namun perjanjian itu tidak bersifat penebusan seperti perjanjian dengan Israelkemudian. Dalam perjanjian kemudian itu, suatu hubungan dualism balik dinyatakan denganjelas.Sedangkan manusia yang menerima perjanjian Allah dengan Nuh itu masih belummenikmati hidup sepenuhnya di hadapan Allah dan mereka cenderung melawan pewujudantujuan hidup mereka sebagai manusia. Setelah perjanjian dengan Nuh, peristiwa-peristiwayang dikisahkan dalam Kitab Kejadian menggarisbawahi kekurangan keturunan Nuh dalambidang moral dan agama, sehingga isi Kejadian 1-11 secara keseluruhan bersifat agakmuram. Pasal-pasal ini merupakan latar belakang cerita tentang pemulihan yang sangatdibutuhkan, yang menyusul kemudian. Pada satu pihak, dalam agama-agama dunia tercermin bahwa manusia telahdiciptakan menurut gambar dan rupa Allah serta mempunyai hubungan dengan Allah berupa 30

semacam perjanjian. Pada pihak lain, Kejadian 1 – 11 memberi kesan bahwa agama –bersama dengan segala kegiatan manusia yang lain – merupakan gejala dunia yangmembutuhkan pemulihan. Dengan demikian., agama-agama dapat dilihat baik secara positif maupun secaradualism Agama merupakan titik tolak, bukan garis akhir.Segala agama manusia tercemarkarena manusia sudah jatuh ke dalam dosa.Juga, agama dapat menjadi alat kita untukmenjauh dari Allah yang tidak mau kita taati.Agama dapat menyatakan pemberontakanterhadap Allah, bukan.Hanya respons kepada-Nya.B. Bapa Leluhur Kejadian 1- 11 menceritakan bagaimana dunia diciptakan dan manusia berpaling dariAllah. Selanjutnya Kejadian 12 – 50 berbicara tentang karya dan perkataan Allahberhubungan dengan bapa leluhur Israel, menyangkut rencana khusus yang Ia tentukan bagimereka. Karena itu dapat dikatakan, pandangan pasal-pasal itu terhadap agama-agama asingberubah dan pandangan yang inklusif menjadi pandangan yang lebih eksklusif, Memangdiakui bahwa rencana Allah tersebut dimaksudkan untuk dualisme manfaat bagi seluruhdunia. Lagi pula, para bapa leluhur Israel tampaknya tidak menganggap bahwa bangsa-bangsa Kanaan sama sekali tidak mengenal Allah. Namun mereka mendirikan sendiritempat-tempat pemujaan yang mereka pakai; mereka tidak menggunakan tempat-tempatpemujaan orang Kanaan, walaupun kedua tempat pemujaan itu sering terletak berdekatan.Sama seperti beberapa bangsa lain di Timur Tengah kuno, Israel senantiasa yakin bahwaAllah adalah Allah bapa leluhur mereka, yang telah menjalin hubungan khusus dengan diadan memimpin kehidupan mereka melalui dia. Allah dalam Kejadian 12 – 50 ini adalah sama dengan Allah yang kemudian haridisembah Israel sebagai YHWH. Namun Allah itu juga disebut dengan nama lain, yaitu „EL,yang sering digabungkan dengan ungkapan lain. Dalam bahasa-bahasa Semit terdapat katayang seakar dengan „EL, yaitu „IL.Sama seperti kata „IL tersebut, kata „EL dalam bahasaIbrani dapat berfungsi sebagai kata benda yang berarti „ilah‟ (sama seperti „ELOHIM,Keluaran 15:2; 20:5) atau menjadi nama pribadi untuk ilah itu.Karena itu kata „EL kadang-kadang disalin saja sebagai „EL (nama), kadang-kadang diterjemahkan „Allah‟ atau „ilah‟. Dalam agama Kanaan, „EL dianggap sebagai kepala dewa. Dalam Kejadian 21:33dikatakan bahwa Abraham memanggil nama Tuhan, „EL OLAM, Allah yang kekal. Namatersebut dipakai untuk YHWH hanya dalam ayat ini, namun dalam naskah-naskah dariKanaan ditemukan nama yang mirip untuk menyebut dewa orang Kanaan. Naskah-naskah 31

itu juga menyebut „EL sebagai yang memberkati, yang 32ualis keturunan, yangmenyembuhkan dan yang memimpin dalam perang. Bila kita membaca cerita tentang Yusuf, kita mendapat kesan bahwa Allah yangdisembah Yusuf dianggap sama dengan yang disembah Firaun (lihat Kejadian 41:16,39).Firaun menamai Yusuf dengan sebuah nama Mesir yang dibentuk dari nama dewa, yakniZafnat-Paaneah, dan memberikan anak perempuan seorang imam kepada dia sebagaiistrinya (ayat 45). Ternyata Yusuf menerima kedua hal tersebut.Tetapi bila kita membacaKitab Keluaran, kita segera menyadari bahwa pemahaman seperti itu sudah tidak adalagi.Firaun pada peristiwa keluaran menolak untuk mengakui YHWH sebagai Allah.Riwayat keluaran mempunyai sub-tema yang menjelaskan bagaimana Firaun dipaksa untukmengakui YHWH sebagai Allah (bd. Keluaran 5:2; 7:5,17; 8:10,22; 9:15,29; 14:18,25).Pada peristiwa keluaran dari Mesir, Israel harus menentang tuntutan agar dewa-dewa laindiakui sebagai ilah, perlawanan terhadap karya penyelamatan Allah dalam sejarah, danketidakadilan serta penindasan yang terang-terangan. Sebagai kesimpulan, dapat dikatakan bahwa dalam beberapa hal ada kesejajaranantara YHWH dan „EL yang dipuja orang Kanaan, namun kesejajaran itu bukanlahpersamaan. Kesejajaran itu tidak berarti bahwa agama Israel sama saja dengan agamaKanaan. Kedua agama itu juga bukanlah pilihan yang sejajar, seolah-olah tidak menjadi soalagama mana yang dipilih orang, karena hal itu tergantung pada tempat tinggalnya. AgamaKanaan mempunyai wawasan yang terbatas dan berlaku secara terbatas, namun apa yangAllah mulai melalui Abraham akan berlaku bagi segala bangsa, termasuk bangsa Kanaansendiri. Agama yang memuja YHWH itu tidak muncul melalui sinkretisme atau prosesperkembangan wawasan-wawasan keagamaan. Menurut Alkitab, Allah yang hidup yangkemudian hari dinyatakan sebagai YHWH – menyatakan diri-Nya kepada bapa-bapa leluhurIsrael dengan nama-nama dan bentuk-bentuk dewa yang diketahui dalam kerangkakebudayaan mereka. Jelaslah itu tidak berarti setiap 32ualis pemujaan bangsa Kanaankepada „EL dinilai benar. Sebaliknya, Allah berkarya dalam sejarah Israel agar Ia dikenalsebagai YHWH yang menyelamatkan manusia melalui perjanjian-Nya dengan mereka; dankarya Allah itu bukan hanya untuk Israel tetapi bertujuan agar bangsa-bangsa yang padawaktu itu memuja YHWH dengan cara yang kurang sempurna, memakai nama „EL, nantiakan menyembah Dia dengan sempurna sebagai satu-satunya Allah.C. Keluaran dari Mesir dan Perjanjian di Sinai 32

Kepercayaan Israel mempunyai suatu dasar yang khas. Allah yang benar, Penciptalangit dan bumi, Yang Mahatinggi, Yang Kekal dan Yang Mahakuasa, telah berkarya secarakhusus dalam hubungan-Nya dengan Israel. Kejadian 12 – 50 menceritakan riwayathubungan Allah itu dengan bapa-bapa leluhur Israel. Dalam kelima kitab Taurat diterangkanbahwa Ia melepaskan keturunan mereka yang telah menjadi umat-Nya, dari perbudakan diMesir. Ia mengikat perjanjian dengan mereka di Gunung Sinai, kemudian negeri Kanaandiberikan kepada mereka sebagai tanah pusaka mereka. Semuanya itu terjadi sebagaipenggenapan janji-janji yang telah dibuat Allah jauh sebelumnya. Dengan demikian agamaIsrael, yang mengakui Allah yang sama dengan bangsa Kanaan, diberi isi yang baru. Hal itutampak dalam penyataan diri Allah kepada Musa dengan nama YHWH dan dicerminkandalam sentralitas nama tersebut dalam agama Israel seterusnya. Mungkin nama YHWHsudah dikenal sebelumnya, bahkan ada usul bahwa nama itu merupakan sebutan untuk „EL,dan kalau begitu maka dewa yang dipuja dalam agama lain itu sekarang dikenal secara lebihlengkap dalam agama Israel, dengan maksud supaya akhirnya Ia akan dikenal secara lebihlengkap di Kanaan juga. Kemenangan sang Pencipta, yang dalam dongeng Kanaanmengalahkan Laut, sekarang terjadi dalam sejarah; ketetapan-ketetapan EL disampaikandibumi, di Gunung Sinai. Dalam babak sejarah ini, beberapa kebiasaan dan gagasan dalam agama Israel sejajardengan agama-agama lain di Timur Tengah dan di daerah-daerah lain juga.Misalnya imamatdan dalam pengurbanan biasa ditemukan dalam semua agama, jadi kita tidak perlumenganggap Israel “meminjam”unsur -unsur ini dari agama Kanaan. Namun kadang-kadangIsrael meminjam unsur-unsur tertentu dari kebudayaan sezamannya. Seperti yang telah dikemukakan, Perjanjian Lama memandang pemujaan „EL olehbangsa Israel dan bangsa-bangsa lain sebagai pemujaan kepada Allah yang benar. KisahYunus mengisyaratkan bahwa hanya YHWH saja Allah.Awak kapal dan orang Niniwe tidakmengenal Dia seperti Yunus mengenal Dia, namun seruan mereka kepada Allah („ELOHIM)didengar oleh Dia yang dipanggil Yunus sebagai YHWH. Lebih lanjut, Kitab Ulangan memandang pemujaan dewa-dewa oleh bangsa-bangsalain sebagai sesuatu yang telah ditentukan Allah bagi mereka (Ulangan 4:19; bd. 32:8-9).Ada beberapa hal dalam Alkitab yang menurut kita merupakan perbuatan manusia tetapioleh penulis dipandang sebagai perbuatan Allah, misalnya dusta, kedurhakaan ataupengerasan hati. Mungkin pemujaan dewa-dewa itu dapat dimengerti juga sebagai gejalayang sama. Bila setiap bangsa memuja dewa-dewanya, dan bila YHWH diakui sebagaiAllah di atas segala sesuatu, maka Ia harus dipandang bertanggung jawab atas pemujaan itu 33

juga. Namun penjelasan ini tidak memecahkan masalah teologis yang dikemukakan oleh haltersebut (bd. Yehezkiel 20:25).Masih ada ketegangan antara pandangan yang dinyatakandalam Ulangan dan harapan yang sering diungkapkan dalam Kitab Mazmur agar segalabangsa kelak mengakui YHVH sebagai Tuhan semesta alam.Mungkin pandangan Ulanganitu dapat dikatakan “bersifat sementara” dan pandangan Mazmur dapat dikatakan “tujuanAllah yang terakhir”. “Sifat sementara” ini harus dimengerti dalam terang kesadaran bahwa, sebenarnyaagama-agama lain tidak memuaskan. Alkitab tidak menyatakan bahwa agama-agama lainakan“genap” atau “lengkap” bila bangsa-bangsa akhirnya mengakui YHWH sebagai Allah.Malah sebaliknya, pengakuan YHWH sebagai Allah menunjukkan kekurangan segalapengertian keagamaan lain. Penyataan YHWH sepenuhnya kepada Israel menjadi dasaruntuk mengritik dewa-dewa dan agama-agama lain; dan pada hari terakhir, segala bangsaakan mengakui bahwa kebenaran dan keselamatan hanya terdapat dalam YHWH saja.Mereka akan bergabung dengan Israel untuk memuja dan menaati Dia – atau jika tidakmereka akan menghadapi penghukuman dan kehancuran. Perjalanan sejarah menyebabkan perubahan sikap. Misalnya, dalam Yosua 24, ketikaperjanjian dengan Allah diperbarui, Yosua mengakui bahwa nenek moyang Israel pernahberibadat kepada ilah-ilah lain. Namun, mengingat karya Tuhan Allah yang telahmenyelamatkan Israel pada peristiwa keluaran dari Mesir dan pendudukan Kanaan, makapaham dan praktik tersebut tidak cocok lagi.“Hari ini” mereka harus memilih. Sebenarnya Perjanjian Lama tidak mendasarkan hukuman bangsa-bangsa secaralangsung pada fakta bahwa mereka memuja dewa-dewa palsu. Alasan untuk hukumantersebut biasanya ditemukan pada tingkah-laku moral dan 34ualis bangsa-bangsa tersebut(lihat misalnya Amos 1- 2; Yesaya 13- 23).Kritik dalam bidang agama biasanya ditujukankepada umat Allah, bukan bangsa lain (lihat Amos 2). Dewa-dewa bangsa lain dianggapsebagai tak berdaya, tak mampu menyelamatkan. Pemujaan dewa-dewa tidak terutamadisebut salah, melainkan sia-sia. Siapa pun yang disapa oleh awak kapal Yunus atau parapenduduk Niniwe dalam doa mereka, YHWH atau dewa lain yang mereka akui, yangmenyelamatkan mereka ialah Tuhan Allah. Nabi Elia mengejek Baal dan Nabi Yesaya(Yesaya 40-55) mengolok-olok dewa-dewa Babel, karena dalam keadaan genting dewa-dewa ini tidak mampu melepaskan para penyembah mereka, bahkan menjadi beban bagimereka. Hanya YHVH yang mampu menyelamatkan.Bangsa Israel sendiri menolak ilah lainkecuali Allah yang benar (lihat Keluaran 20:3). Mereka mengaku “TUHAN itu Allah kita,TUHAN itu esa!” (Ulangan 6:4). 34

Pemujaan „EL tidak bertentangan dengan pengakuan itu, karena merupakan suatubentuk dari pemujaan YHWH.Tetapi pemujaan dewa-dewa lain melanggar pengakuantersebut.Dengan demikian, suatu agama yang mengakui adanya Allah yang esa dapatberfungsi sebagai titik tolak bagi para pengikutnya untuk menempuh suatu perjalananrohani. Dan perjalanan rohani itu akan berakhir ketika mereka mengaku bahwa Allah telahberkarya dan menyatakan diri secara menentukan dalam sejarah Israel yang memuncakdalam Yesus Kristus. Makna khusus agama Israel tidak terletak dalam dirinya sendiri, atau dalam sejumlahkecuali khas yang tidak ditemukan dalam agama-agama lain. Tetapi makna khusus agamaIsrael terletak dalam kesaksian yang diberikannya tentang Allah yang hidup danmenyelamatkan.Hal ini dijelaskan berulang kali dalam Yesaya 40-55.Nabi yang menulispasal-pasal itu, dalam konteks dalam keagamaan, tidak menghimbau Israel membandingkanagama mereka dengan agama Babel agar mereka merasa lebih unggul. Sebaliknya, iamengarahkan pikiran mereka kepada karya Allah yang menyelamatkan mereka dalamsejarah dan berkata “Kamu inilah saksi-saksi-Ku” (Yesaya 43:10). Perjanjian Lama dapat disebut eksklusif dalam arti, perjanjian itu yakin akanpentingnya sejarah yang dimulai dengan janji Allah kepada para bapa leluhur Israel danperistiwa keluaran dari Mesir. Namun Perjanjian Lama juga dapat disebut inklusif dalamarti, perjanjian itu berkeyakinan bahwa sejarah ini akan mengikutsertakan segala bangsa.Manfaat sejarah ini tidak dikhususkan bagi Israel saja. Yesaya 2:2-4 menampakkankerinduan Allah agar pada akhirnya segala bangsa akan datang untuk belajar kepada Dia diYerusalem. Pada saat itu keadaan yang diceritakan dalam Kejadian 1- 2 akan dipulihkankembali dan disempurnakan.D. Israel di Kanaan Kita telah melihat bahwa beberapa bagian Perjanjian Lama terbuka terhadap caraorang lain memahami kodrat ilahi. Namun ada juga bagian Perjanjian Lama yang menolakagama-agama lain. Bagian-bagian itu jangan dikesampingkan, melainkan harus ditelaahlatar belakangnya. Yusuf dan Firaun pada zamannya menganggap mereka berdua memujaAllah yang sama, tetapi pada masa Musa, Firaun yang “tidak mengenal Yusuf‟ menolakAllah Israel, Karena itu walaupun Musa dapat menerima penyamaan YHWH dan „EL, iaharus menjadi wakil YHVH melawan dewa-dewa Mesir yang dilayani Firaun. Peristiwakeluaran dari Mesir memperlihatkan kemenangan YHWH dan hukuman-Nya atas “semuaallah di Mesir” itu (lihat Keluaran 12:12). Dalam hal ini YHWH bertindak dengan dua 35

36ualism, yaitu janji-Nya kepada keturunan Abraham dan keinginan-Nya menegakkankeadilan.Kedua hal ini ditentang oleh Firaun dan ilah-ilahnya. Dalam perkembangan berikutnya, para penduduk Kanaan semakin memusatkanpemujaan mereka pada Baal, yang menggantikan „EL sebagai ilah utama. Perjanjian Lamamenilai pemujaan Baal dan dewa-dewa lain berbeda dengan penilaiannya terhadappemujaan „EL. Memang terkadang tampaknya YHWH dapat dipuja dengan memakai namaBaal, Kata ba‟al dalam bahasa Ibrani berarti „pemilik‟, sama seperti adon (tuan),danmungkin pernah dipakai dalam mengakui kekuasaan YHVH (bandingkan Hosea 2:15-16).Lagi pula, ada ahli yang berpendapat bahwa mungkin sudah terjadi penggabungan konsep„EL dan Baal dalam pemahaman orang Israel tentang YHWH. Kendati demikian, PerjanjianLama tidak pernah mengizinkan pemujaan YHWH dengan menggunakan nama Baal.Agama Baal dilihat berpengaruh buruk terhadap agama Israel.Tempat-tempat pemujaanBaal harus dihancurkan (Ulangan 7 dan 12).Pengaruh Baal atas agama Israel yang dimulaipada zaman Salomo dinilai sebagai penyimpangan.Dengan demikian pemujaan YHWHsebagai „EL diterima, sedangkan pemujaan YHWH sebagai Baal ditolak. Israel menerimaYHWH dan „EL sebagai Allah yang sama, tetapi harus memilih antara mengikuti YHWHatau Baal (l Raja 18:21; bandingkan Yosua 24:14-15). Alasan-alasan apa yang mendasari sikap yang berbeda terhadap agama EL danagama Baal tidak dijelaskan dalam Perjanjian Lama, namun kita dapat menduganya. Dewamahatinggi „EL dengan mudah dapat disamakan dengan YHWH sebagai Allah satu-satunya,tetapi tidak demikian halnya dengan Baal yang bukan dewa mahatinggi. Pemujaan Baaldiartikan sebagai pemujaan dewa-dewa yang lain dari YHWH, bukan sebagai pemujaanYHWH dengan nama Baal. Kuasa yang diperlihatkan dalam pengalaman Israel yang keluardari Mesir dan menduduki Kanaan adalah kuasa „EL, sekalipun pengalaman-pengalaman itumemaksa mereka memikirkan kembali bagaimana kodrat „EL itu. Menurut orang Kanaan,Baal adalah dewa perang, dan juga dewa kesuburan, Sifat yang terakhir ini membawabahaya, yaitu bahwa soal kesuburan akan memainkan peranan yang terlalu besar dalamagama YHWH. Cara pengikut Baal mendekati soal kesuburan itu dapat mempengaruhipengikut-pengikut agama YHWH, dan dalam sejarah Israel terdapat contoh perzinahan yangdisebabkan oleh pemujaan kepada Baal (Bilangan 25:1-3). Nabi Hosea menghardik Israel karena mereka dipengaruhi oleh dewa kesuburandalam agama Baal itu. Namun ia mengambil alih gagasan agama Baal itu guna menjelaskankodrat YHWH, yang secara terus terang disebut Tuhan yang memberi gandum dan anggurserta digambarkan sebagai kekasih Israel yang menjadikan dia istri-Nya (Hosea 2:8,16,19- 36

20). Dalam menggambarkan hubungan YHWH dengan Israel sebagai perkawinan, Hoseamemakai bahasa dan kiasan orang Kanaan, sekalipun ia melawan teologi yang merekaungkapkan melalui pemakaian bahasa dan kiasan tersebut. Bila kita memikirkan pertentangan YHWH dengan dewa-dewa Mesir dan Kanaan,maka kita melihat adanya dimensi moral dalam pertentangan itu.Hal itu dapat membantukita dalam menilai agama-agama dan kebudayaan-kebudayaan manusia. Pada peristiwa keluaran dari Mesir, YHWH menentang Firaun (yang dipandangsebagai dewa oleh bangsanya dan yang mewakili dewa-dewa Mesir) oleh karena iamenindas orang Ibrani. Dalam Kitab Kejadian, yang menceritakan hubungan Yusuf dansaudara-saudaranya dengan Firaun, tidak terjadi pertentangan seperti itu. Sebaliknya, Firaunpada zaman itu mengakui Allah Yusuf (Kejadian 41) dengan cara yang kelak digemakandalam Kitab Daniel. Tetapi Firaun pada peristiwa keluaran itu menjalankan kebijaksanaanyang menindas di bidang politik, ekonomi, dan agama, serta menolak mengakui Allah Musa(Keluaran 5:2).Kebijaksanaan itulah yang memacu YHWH bertindak untuk menegakkankeadilan dengan menghukum penindas dan melepaskan orang-orang tertindas.KekalahanFiraun itu menyatakan bahwa YHWH melawan segala agama yang membenarkan tatamasyarakat yang membiarkan penindasan dan praktek-praktek yang tidakberperikemanusiaan. Sewaktu Israel berada di negeri Kanaan, mereka bergumul selama waktu yangpanjang dengan agama Baal melalui pelayanan para nabi sebelum pembuangan. Pergumulanitu memiliki ciri-ciri yang sama dengan pergumulan pada zaman keluaran. Agama Baaldikecam dalam kitab Taurat (misalnya Imamat 18; 20 dsb) dan ciri-cirinya dilukiskan olehnabi-nabi seperti Hosea dan Yeremia. Dari bahan tersebut kita ketahui, agama itu bercirikanpemujaan kesuburan. Kegiatannya menjijikkan dan menghancurkan, meliputi persundalanbakti, pengurbanan anak-anak dan ilmu gaib.Tampaknya pada saat Israel memasuki Kanaankegiatan seperti itu sudah mencapai taraf yang belum terjadi pada zaman para bapaleluhur.Sikap yang kurang bermusuhan terhadap agama orang Kanaan dalam Kitab Kejadianselaras dengan kenyataan bahwa “kedurjanaan orang Amori itu belum genap” (Kejadian15:16).Tetapi kenajisan yang dilakukan oleh penduduk-penduduk Kanaan pada abad-abadkemudian demikian hebat “sehingga negeri itu memuntahkan penduduknya” (Imamat 18:24-28). Dengan kata lain, kita melihat variasi dalam sikap orang Yahudi terhadap agama-agamalain. Ada yang mendasari tuntutan YHWH atas Israel, yaitu kehendak- Nya agar bangsaIsrael tampak lain daripada bangsa lain dalam sifat dan tindak-tanduknya. Dengan demikian 37

bangsa-bangsa lain akan mengetahui bahwa Israel mempunyai kedudukan yang khususdalam rencana Allah bagi manusia. Setelah itu mulailah suatu babak baru, namun permulaanbaru itu tidak berarti perbedaan antara satu agama dengan agama lain dapat diabaikanseterusnya melainkan perbedaan-perbedaan itu akan diperhadapkan satu sama lain.E. Zaman Babel dan Persia Pandangan dalam tulisan-tulisan dari zaman Babel dan Persia mendukung pendapatbahwa sikap agama Yahudi terhadap agama-agama lain bervariasi sesuai dengankeadaan.Yesaya 40-55 melawan Bel dan Nebo dewa-dewa Babel yang sepadan dengan „ELdan Baal.YHWH adalah Allah; Bel dan Nebo adalah ilah-ilah. Hanya YHWH saja yangmenciptakan, hanya YHWH yang memerintah di 38uali, hanya YHWH yang campur tangandalam peristiwa-peristiwa dunia, hanya YHWH yang menyatakan makna peristiwa-peristiwa itu (lihat 40:12-26; 41:1-7, 21-9; 42:5-9; 46:1-13; bd. Yeremia 10). Babel danagamanya akan dihukum. Yesaya 45:7 menyatakan YHVH sebagai Dia “Yang menjadikanterang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang…“ Agaknya sang nabi dengan sengaja menentang agama- agama Babel, Yesaya 40 –55 menegaskan bahwa hanya YHWH adalah Allah dan juga menjelaskan komitmen YHWHkepada Israel sebagai umat-Nya. Karena itu bagian ini tampak sebagai bagian PerjanjianLama yang paling nasionalis dan eksklusif. Namun selain keyakinan tadi, bagian Yesaya inimenyampaikan bahwa hubungan YHWH dengan Israel mempunyai makna bagi seluruhdunia, sehingga bagian ini tampak juga sebagai bagian Perjanjian Lama yang palinguniversalis. Dan sikap yang sama terdapat juga dalam Yesaya 56-66. Mungkin salah satuimplikasi dari pandangan ini ialah bahwa YHWH menawarkan pilihan kepada bangsa-bangsa. Apabila mereka melihat karya YHWH untuk umat-Nya Israel, segala bangsa akanmengakui bahwa hanya YHWH sendiri Allah. Namun mereka dapat memilih apakah merekaakan mengakui hal itu dengan rela dan sukacita, atau dengan terpaksa. Berbeda dengan Yesaya 40- 55, Ezra-Nehemia dan Daniel menyebut Allah sebagai“TUHAN, Allah semesta langit”, suatu gelar yang dapat diberikan kepada dewa utamabangsa-bangsa lain dalam kerajaan Persia (lihat Ezra 1:2; 5:11-12; 6:9-10; 7:12,21,23; Neh.1:4-5; 2:4,20; Daniel 2:18-19, 37,44; 5:23 (“Yang berkuasa di sorga”). Daniel, Ezra danNehemia melayani raja Persia dan – seperti Yusuf dahulu – Daniel dengan teman-temannyamendapat nama-nama asing yang mempunyai makna keagamaan.Namun demikian, Ezra 38

dan Nehernia sama-sama menegaskan bahwa umat YHWH harus dipisahkan dari bangsadan agama sekitarnya. Dan Daniel mengimbau supaya orang Yahudi tetap setia kepadaYHWH serta hidup dengan suci (Daniel 1), dan supaya mereka mempertahankan ibadat(Daniel 3) dan kesalehan mereka (Daniel 6). Jadi pandangan Perjanjian Lama tentang agama-agama lain bervariasi sesuai dengansifat agama-agama tersebut dan juga sesuai dengan kuasa dan tekanan yang dilakukan olehpara pengikutnya. Namun dalam setiap konteks terdapat keterbukaan dan kewaspadaan. BAB VII KEDUDUKAN PEREMPUAN Apabila kita membaca Perjanjian Lama, muncul kesan kuat baha hukum-hukum danpraktik-praktik dalam Perjanjian Lama menilai perempuan lebih rendah daripada laki-laki.Namun demikian, untuk memahami kedudukan sebenarnya perempuan dalam PerjanjianLama perlu memahami adanya perbedaan besar antara gambaran ideal (preskriptif) dankeadaan faktual (deskriptif). Gambaran ideal merupakan kehendak Tuhan yang tertinggi,idealnya suatu keadaan.Keadaan faktual adalah prkatik-praktik dalam masyarakat Israelkuno dalam Perjanjian Lama, dan sering jauh dari gambaran ideal.A. Gambaran Faktual Kedudukan Perempuan dalam Perjanjian Lama Praktik poligami dalam Perjanjian Lama merupakan cermin lemahnya kedudukanwanita dalam kultur maskulin. Praktik poligami terjadi sejak awal peradaban manusiadengan Lamekh (Kej. 4:19) dan kemudian yang paling ekstrim adalah Raja Salomo (1 Raj.11:3). Perjanjian Lama tidak mengkritik model perkawinan yang demikian, bahkan Tauratikut mengaturnya (Ul. 21:15-17). Ada juga hukum yang mengatur bahwa suami bolehmenceraikan istri (Ul. 24:1-4) namun tidak sebaliknya. Praktik poligami yang dibiarkandalam Perjanjian Lama dikarenakan pada waktu itu belum dimungkinkan kultur monogami.Namun demikian, tidak berarti bahwa apa yang dibiarkan itu adalah yang dikehendaki olehTuhan. Diatur praktiknya bukan berarti juga diperintahkan untuk dipraktikkan. 39

Ketidaksetujuan Allah terhadap poligami dapat dilihat dari kesaksian kehidupan rumahtangga para tokoh Perjanjian Lama yang mempraktikkan poligami, di mana tidak satupunrumah tangga mereka yang terbina dengan baik sesuai dengan firman Tuhan. Dalam hal jabatan rohani Perjanjian Lama juga melakukan diskriminasi atasperempuan. Perempuan tidak boleh menjadi imam, sementara ada hakim dan nabiperempuan walau hanya sedikit. Tak dapat disangkal bahwa sistem masyarakat Israel yang tergambar dalamPerjanjian Lama adalah patriarki, di dalamnya pria berkuasa dan perempuan harus tunduk.Namun demikian, dalam Kitab Kejadian ditemukan bahwa pada awalnya berlaku jugaunsur-unsur bukan patriarki. Pertama, ada jejak berlakunya garis keturunan menurut ibu (matrineal). Yangdianggap saudara kandung adalah anak-anak dari satu ibu, bukan dari lain ibu sekalipunsebapak. Konsekuensinya, perkawinan diantara anak-anak seayah bukan seibu (endogami)tidak dianggap perkawinan di antara saudara kandung (incest).Contohnya Abraham danSarah (Kej. 11:27-28).Baru kemudian ada larangan Taurat tentang mengawini saudarakandung perempuan lain bapak atau ibu (Im. 18:9, 11; 20:17; Ul. 27:22). Kedua, ada kejadian di mana peran istri menentukan. Rahel dan Lea memutuskan diantara mereka sendiri tentang yang akan tidur dengan Yakub (Kej. 30:15-16). Keduanyajuga berhak memberi nama kepada anak-anak mereka termasuk anak dari pelayan yangdiberikan kepada Yakub (Kej. 29:31 – 30:24). Rahel berani mengambil terafim yangmerupakan jimat keluarga (Kej. 31:19).Rahel dan Lea berhak atas warisan, dan ini tidakbiasa.Pada masa Musa anak perempuan tidak menjadi ahli waris kecuali tidak ada anaklelaki dalam keluarga, tetapi Laban memiliki anak lelaki (Kej. 30:35; 31:1).B. Kedudukan Perempuan Menurut Perjanjian Lama, perempuan dan laki-lai setara namun berbeda. Secarapuitis, kesetaraan itu disampaikan dalam Kejadian 1:27: Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya Menurut gambar Allah Ia menciptakan dia Laki-laki dan perempuan Ia menciptakan mereka 40

Puisi tiga baris (tricola) tersebut menempatkan kata “menciptakan dia” sebagai poros yangmenghubungkan dengan baris ketiga.Baris pertama dan kedua menyebutkan bahwamanusia/ dia (betuk tunggal) sebagai yang diciptakan menurut gambar Allah, baru kemudianpada baris ketiga, bentuk tunggal tersebut berubah menjadi bentuk jamak laki-laki danperempuan/ mereka.Puisi tersebut menunjukkan bahwa baik laki-laki maupun perempuanadalah satu kedudukan sebagai segambar dengan Allah, namun mereka juga berbedakeberadaannya. Perbedaan yang terdapat antara laki-laki dan perempuan adalah dalam hal perbedaanidentitas seksual.Perbedaan tersebut bukan berarti bahwa perempuan adalah makhluk yanglemah dan selalu perlu dilindungi. Pada saat Tuhan membentuk Hawa dari tulang rusukAdam menggunakan kata kerja hn\"B' untuk menggambarkan Allah sebagai arsitek yangmerancang dan membangun (Kej. 2:22). Dalam Perjanjian Lama, kata kerja tersebut seringdipakai dalam konteks untuk membangun sesuatu yang keras, seperti mezbah, kota, menara,atau benteng. Kehadiran perempuan pada awal penciptaan dalam hubungannya dengan priadisebutkan sebagai AD*g>n<K. rz<[Eß`ëºzer KünegDô(Kej. 2:18, 20 “penolong yangsepadan”). Kata “penolong” tentu bukan berarti memiliki posisi yang lebih rendah daripadayang ditolong. Dalam Perjanjian Lama kata “penolong” tersebut paling sering dipakai untukAllah sebagai penolong (Kel. 18:4; Ul. 33:7, 26; Mzm. 33:20; 146:5), atau pertolonganIsrael (Ul. 33:29; Mzm. 115:9-11; 121:2; 124:8), selain juga untuk pertolongan militer (Yes.30:5; Yeh. 12:14; Hos. 13:9). Jadi kata tersebut melukiskan kekuatan, dan bukan inferioritasperempuant terhadap laki-laki. 41

BAB VIII NUBUAT DALAM PERJANJIAN LAMA Gejala umum nubuat tidak hanya terdapat di Israel saja.Orang yang dikuasai suatupesan yang mereka percaya berasal dari Allah dan yang bertindak sebagai perantara bagikuasa-kuasa gaib sangat lazim di seluruh dunia.Tetapi jelas menurut Alkitab bahwa nubuatdi Israel, meski mempunyai banyak kesamaan dengan nubuat bangsa-bangsa tetangganya,merupakan gejala yang berbeda pada dasarnya.Ciri-ciri yang menguasainya bukan faktor-faktor historis atau pribadi, tetapi faktor-faktor teologis yang berasal dari Musa sebagai nabiyang pertama dan normatif (Ul. 18:15). Ciri pertama, seorang nabi adalah seseorang yang menerima panggilan secara khususdan pribadi dari Allah.Keluaran 3 mencatat bahwa Musa menerima panggilan khusus dariAllah.Inisiatif dalam menjadikan seorang nabi adalah berada di tangan Tuhan.Panggilanmerupakan dasar jabatan kenabian dalam Perjanjian Lama.Musa bahkan berbicara denganberhadapan muka dengan Tuhan seperti seseorang berbicara kepada temannya (Kel. 33:11).Hanya orang yang telah dibawa ke hadapan Allah yang dapat berbicara atas nama Allah. Ciri kedua, seorang nabi berfungsi sebagai perantara Tuhan kepada umat-Nya.Setelah berdiri di hadapan Allah, Musa harus pergi dan berdiri di hadapan bangsanya(Ul. 5:24-28).Seorang nabi berperan untuk menyampaikan pesan Tuhan kepada umat- 42

Nya.Nabi dapat menafsirkan kejadian-kejadian kegiatan Allah.Nabilah yang memungkinkanpernafsiran teologis mengenai sejarah.Kejadian-kejadian yang diterangkan dan dinantikanoleh para nabi menjadi wahana keselamatan Allah melalui penjelasan mereka.Kepada setiapperistiwa, nabi menambahkan kata-kata yang perlu bagi perwujudan sepenuhnya maksud-maksud Allah. Ciri ketiga, Ulangan 18:22 menjelaskan pertalian antara firman yang diucapkan nabidan kejadian yang mengikutinya.Jika perkataan itu tidak terjadi, maka perkataan itu tidakberasal dari Tuhan. Di sinilah dasar bagi pemberitaan firman Allah untuk masa ini dan masayang akan datang. Perkataan nabi yang berasal dari Allah akan terlaksana (Yes. 55:11). Ciri keempat, seorang nabi memiliki keunikan bernubuat yang moral dan etis. Musameminta dengan tegas agar Israel tidak meniru kebiasaan bangsa-bangsa yang akan merekahalau dari negeri perjanjian. Bangsa-bangsa ini mempunyai nabi-nabi mereka sendiri (Ul.18:14).Israel harus berbeda, meskipun nabi-nabi mereka mempunyai persamaan lahiriahdengan rekan-rekan mereka dari bangsa kafir. Kadang-kadang nabi-nabi yang lain inimengatakan kebenaran (1 Sam. 6:2-9), tetapi hal itu bukan jaminan bahwa kata-kata merekaberasal dari Allah.A. Tradisi Kenabian Sifat khas yang ada pada Musa harus menjadi ukuran bagi semua nabi.Nabi-nabiyang awal disebut nebi’im, atau pelihat, atau abdi Allah.Kadang-kadang mereka dikaruniaikewaskitaan, dan kadang-kadang mereka memperlihatkan kepenuhan Roh secara bersama-sama (1 Sam. 10:5-6).Tetapi sejak semula panggilan ilahi yang mereka terima adalah unsurkunci.Ungkapan “datanglah firman TUHAN kepada” adalah ciri khas. Di seluruh PerjanjianLama kabar utama para nabi selalu sama: mengingatkan Israel kepada perjanjian imanmereka. Nabi-nabi zaman awal ini sering bepergian secara rombongan.Beberapa bagian awalAlkitab (1 Sam. 10:5-13; 2 Raj. 2:5; 4:38) memberikan gambaran tentang ciri-cirirombongan nabi ini.Pertama-tama, kepenuhan kadang-kadang dihubungkan dengan musik(1 Sam. 10:5).Lalu mereka itu menyatakan firman Allah (1 Sam. 28:6; 2 Sam. 16:23; 1 Raj.17:24).Selain itu mereka juga dapat melakukan tanda-tanda ajaib (1 Raj. 17-21; 2 Raj. 2:9,16). 43

Kebanyakan nabi tersebut memperlihatkan tingkah laku yang di zaman sekarangdisebut sebagai penyimpangan.Cara mereka berpakaian dan makan, kadang-kadang perilakukeagamaan mereka aneh.Namun demikian, perilaku aneh ini tidak mutlak perlu bagipekerjaannya sebagai nabi.Maksud Tuhan dengan perilaku menyimpang mereka tersebutadalah untuk menarik perhatian orang banyak dan menyampaikan firman-Nya. KepenuhanRoh, atau keadaan tak terkendali kadang terlihat sekali-kali dalam seluruh sejarah para nabi,tetapi ini pun bukan merupakan tanda khusus dari kenabian alkitabiah. Tradisi kenabian yang benar seringkali bersikap mencela terhadap kerajaan, karenapada masa ini, agama kehilangan sebagia besar kekuatannya.Pada masa itu banyak nabimenjadi pejabat istana, sehingga kehilangan sikap kritis terhadap kerajaan.Bersama paraimam istana, nabi-nabi itu lebih sering mengutamakan upacara keagamaan ketimbangketaatan, dan melayani demi status yang tetap (2 Taw. 18:5). Nabi-nabi besar, seperti Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, maupun nabi-nabi kecil,seperti Amos, Hosea, dsb, yang hidup sesudah abad ke-8, merupakan pewaris tradisikenabian kuno. Sebagaimana Musa, pengalaman definitif mereka adalah panggilan merekauntuk berdiri di hadapan Allah dan berkata-kata untuk-Nya (bd. Yes. 6; Yer. 1; Yeh. 1-2;Am. 7:14-15).Mereka memperoleh pengalaman pribadi dengan Allah yang memberikankepada mereka kesadaran yang baru dan hidup megnenai keadilan dan kasih setiaAllah.Pengalaman ini mengakibatkan mereka berbenturan dengan adat kebiasaan padazaman itu.Mereka tidak bermaksud menyatakan doktrin baru dari Allah, atau etika yangbaru, melainkan suatu pengertian baru tentang keagungan-Nya dalam kehidupan umat-Nya. Meski penglihatan merupakan hal biasa bagi para nabi, namun firman, baik tertulismaupun lisan, yang menjadi alat utama mereka. Kabar yang dibawa oleh para nabi terebutseolah-olah tertuju kepada semua lembaga yang menurut Israel merupakan garansihubungan mereka yang khas dengan Allah, tidak hanya kerajaan, tetapi juga terhadap nabi-nabi yang profesional bahkan Bait Suci dan ibadah korban (bd. Yes. 1:11-15; Am. 5:21-25).Namun perlu diingat bahwa yang dicela mereka bukanlah lembaga – Bait Suci, hukumTaurat, atau keimaman – tetapi apa yang telah dibuat orang terhadap lembaga-lembagatersebut. Mereka mengira bahwa tradisi-tradisi tersebut menjamin kebaikan hati Tuhanterhadap diri mereka, tanpa mempertimbangkan sikap dan perilaku mereka (bd. Yer. 5:12;6:14; 7:4).Dalam hal ini, para nabi tersebut mengingatkan bahwa aktivitas keagamaan tidakberfaedah dalam konteks kehidupan dosa yang mencolok. 44

Pesan pertama yang disampaikan para nabi adalah mencela dosa yang ada di antaraumat itu.Tanggapan yang diharapkan terhadap pesan tersebut adalah dengan maumendengarkan perkataan para nabi dan memperbaiki kelakuan mereka (pertobatan). Jikatidak, maka penghukuman yang telah diancamkan akan dilaksanakan. Namun demikian, ditengah-tengah teguran dan ancaman hukuman, selalu nampak janji-janji Allah.Di tengah-tengah penghukuman yang berat, sehingga seolah-oleh tidak ada harapan lagi, umat Allahmasih dapat mengandalkan janji Allah (Yes. 54:7; Yer. 3:12; Hos. 11:8). Namun merekayang akan menikmati pengharapan akan pemulihan tersebut bukanlah generasi yangmenerima ancaman hukuman, melainkan “sisa-sisa” (Yes. 10:20-27a). Sedang pesan yang disampaikan oleh nabi-nabi pasca pembuangan adalah terutamaberkaitan dengan kegagalan umat Tuhan untuk memberi hormat kepada-Nya (Zak. 7:5-6;Mal. 1:7-14).Pesan hukuman cenderung berupa tafsiran atas krisis yang sedang terjadi (Hag.1:6-11). Pengharapan akan pemulihan akan segera terwujud saat umat menanggapi pesantersebut dengan pertobatan.B. Foretelling dan Forthtelling Foretelling adalah berkaitan dengan kegiatan nabi untuk memberi tahu sebelumnyasesuatu yang akan terjadi di masa mendatang. Sedangkan forthtelling adalah berkaitandengan kegiatan nabi untuk menyampaikan pesan bagi orang-orang sezamannya.Pemberitaan para nabi memang lebih banyak ditekankan bagi penyampaian pesan untukorang-orang sezaman mereka, namun pada saat yang sama, pesan mereka juga berkenaandengan masa yang akan datang (bd. Yes. 7:10-25). Yang perlu diingat adalah bahwa meskipun perkataan para nabi pertama-tamaditujukan kepada zaman mereka, masa itu tidak pernah dianggap terpisah dari masa lampaudan masa datang.Dapat dikatakan bahwa zaman mereka merupakan pengolahan janji-janjiAllah di masa lampau yang mendapatkan artinya dalam hal-hal di masa datang. Selain itu,karena hubungan pribadi yang erat antara Tuhan dengan nabi-nabi, sangatlah masuk akalkalau para rekan sekerja ini mengetahui sedikit tentang program Allah mengenai masadepan (Am. 3:7). 45

BAB IX ESKATOLOGI DAN APOKALIPTIK Ada suatu pengharapan bagi Israel, yaitu pada suatu hari Allah akan memberikanmereka Tanah Perjanjian itu. Namun demikian, sarana yang dipakai Allah untuk memimpinumat-Nya ke tempat perhentian tersebut kadang-kadang melibatkan pembinasaan danhukuman, kadang-kadang pembangunan dan pertumbuhan.Ada dua macam aliran pemikiranmengenai kerajaan penyelamatan yang universal. Pertama, aliran yang memahami bahwaAllah harus berperang bagi Israel danmengalahkan musuh-musuh mereka (bd. Kej. 3:15; Kel. 15:6, 12-13).Dari sumber tersebutberkembang gagasan bahwa Allah adalah pejuang perkasa yang berperang untuk umat-Nya(bd. Nyanyian Debora dalam Hak. 5).Nabi-nabi sering kali menekankan bahwa campurtangan Allah membawa perubahan besar apabila mereka berkata-kata tentang Hari Tuhan(bd. Am. 5:20; Yes. 7:17; Yeh. 7:10)).Di sini ditekankan bahwa Kerajaan Allah adalahciptaan baru sebagai hasil langsung dari perbuatan kreatif Allah. Kedua, aliran yang memahami bahwa masa datang yang akan diadakan Allahmerupakan penyempurnaan, sesuatu yang tumbuh dari apa yang sudah ada sebelumnya.Jalan pemikiran ini menyiratkan bahwa kerajaan itu akan datang dengan cara-cara damai,bahwa ia telah ada dalam perjanjian yang diadakan Allah dengan umat-Nya, dan dalamlembaga-lembaga yang bersifat perjanjian. Pada suatu hari bentuk-bentuk ini akanberkembang untuk mencerminkan rencana Allah secara sempurna (bd. Kej. 49:9-10).Demikian juga dengan Kerajaan Israel (bd. 2 Sam. 7). Dari keadaan inilah muncul 46

pengharapan yang bersifat mesianis. Di sinilah letak pengharapan bahwa di dalam lembaga-lembaga Israel dan Yehuda (dalam kerajaan dan keimaman) telah ada suatu benih yang padasuatu hari akan berkembang menjadi kerajaan ilahi. Perlu dicatat bahwa kedua aliran pengharapan tersebut berlangsung sampai zamanKristus. Di satu pihak, pada masa pasca pembuangan pengharapan ini disebut dengan istilahapokaliptik, yaitu Allah akan turun tangan dengan kuasa-Nya dan melenyapkan tatanan yangjahat ini dan pada saat yang sama membawa keselamatan bagi mereka yang menderita. Segipandangan ini dapat terlihat jelas dalam kitab-kitab apokrifa (Kitab-kitab yang tidak masukKanon PL dan PB). Di pihak lain, terdapat orang-orang yang merasa bahwa denganmenjalankan hukum Taurat secara ketat, mereka akan menyediakan jalan bagi Mesias danpengenalan kerajaan-Nya. Pandangan ini diwakili oleh orang-orang Qumram dan orang-orang Farisi pada zaman Perjanjian Baru.A. Gambaran Nubuatan Mengenai Kerajaan Allah Karakteristik pertama dari gambaran nubuat tentang masa datang adalah bahwa masaitu datang karena Allah menghendakinya (Yeh. 36:22; Yes. 48:11). Kerajaan itu akan datanghanya karena kekuatan Allah (Yes. 55:11; Mi. 4:4). Karakteristik kedua adalah suatu ciptaan baru yang diinginkan Allah bagi umat-Nya.Kerajaan itu haruslah sesuatu yang baru karena telah sampai pada titik di mana tatananyang lama tidak dapat lagi bertahan.Segala sesuatu telah mencapai keadaan yang sedemikiansehingga mau tidak mau harus dimusnahkan. Eichrodt mengatakan bahwa “harapan akankeselamatan yang eskatologis sama sekali tidak membatasi keseriusan penghakiman;sebaliknya penghakiman itulah yang menjadikan keselamatan begitu serius.” Tak akan adaharapan akan masa datang tanpa pemutusan hubungan dengan masa lampau (Hos. 2:21-22;Am. 9:14-15). Karakteristik ketiga adalah adanya seorang perantara. Melalui dan di dalam perantaraini kenyataan tatanan yang baru akan terwujud. Sejak awal Perjanjian Lama terdapatgagasan mengenai bagianyang masih tertinggal dari orang benar yang oleh karenanyaTuhantidak jadi menjatuhkan hukuman-Nya (bd. Kej. 18:22-23; 1 Raj. 19:18). Lalu ada perantarayang dilakukan oleh sang hamba Tuhan (Yes. 42:1-4; 49:1-6; 50:4-9; 52:13 – 53:12).Akhirnya, ada tokoh Mesias yang mengambil tempat utama dalam harapan bangsa Yahudidi kemudian hari (bd. Dan. 9:25-26).Terkandung dalam gagasan itu bahwa Allah yang 47

memilih dan melindungi raja Israel (2 Sam. 22:51). Dalam konteks lain, gagasan ini terlihatdalam pilihan Allah kepada Koresy untuk mengerjakan maksud-maksud penyelamatan-Nya(Yes. 45:1). Kemudian juga, gagasan mengenai Mesias dengan sendirinya dikaitkan kepadatokoh-tokoh penting dalam sejarah Israel yang dipakai Allah untuk menyelesaikan maksud-maksud-Nya. Karakteristik keempat adalah bahwa tujuan pekerjaan penyelamatan dari Allahterangkum dalam dalam kalimat yang selalu diulang-ulang, “Aku akan menjadi Allahmereka dan mereka akan menjadi umat-Ku” (Yer. 31:31-34; Hos. 2:18; Yeh. 37:4-10; Yes.2:11; 11:9; Za. 14:5-9).B. Gagasan Mengenai Pengadilan Di tengah-tengah visi untuk campur tangan Allah di masa datang atas umat-Nya,terdapat gagasan mengenai pengadilan.Pengadilan Allah adalah tindakan pembenaran yangsedemikian rupa sehingga si penyerang dihukum dan si korban mendapat ganti rugi. Jadi,pengadilan termasuk dalam aktivitas penyelamatan yang dikerjakan Allah, yaitu aktivitasAllah untuk memulihkan kembali tatanan ciptaan yang telah jatuh dengan hukuman di satupihak, dan penyelamatan di pihak lain. Pengadilan adalah hak istimewa Allah berdasarkansifat-Nya (Ul. 1:17).Pengadilan adalah pekerjaan Allah yang dinamis.Ia tidak memerlukanbukti-bukti ataupun memakai sarana-sarana untuk melaksanakan pengadilan-Nya. Allahsegera megnetahui hati kita dan menjalankan keadilan dengan segera.C. Kematian dan Akhirat Pengharapan dalam Perjanjian Lama adalah pengharapan kolektif. Demikian jugadengan kekekalan, pertama-tama adalah milik suatu kelompok, dan kemudian baruperorangan. Hanya jika seseorang menemukan dirinya sebagai bagian dari umat Allah, iadapat yakin akan memperoleh hidup kekal. Kematian bagi orang Ibrani, dalam satu segi pandangan adalah wajar (Ayb.5:26).Meski merupakan hal yang wajar, kematian sendiri menakutkan dan ingin dihindariorang (Mzm. 55:5), karena pengharapan hanya ada pada mereka yang hidup (Pkh. 9:4). 48

Segi pandang yang lain, kematian dikaitkan dengan dosa. Kematian adalah simbolkebinasaan yang dibawa dosa ke dalam dunia dan sekaligus merupakan bagian darikebinasaan itu sendiri.Dalam hal ini, maut bukanlah hal yang normal dari dunia, tetapisesuatu yang bertentangan dengan maksud-maksud baik Allah (Kej. 2:17; 6:3; Ul. 30:15-19). Tempat orang mati di Perjanjian Lama disebut Sheol (lAav.).Sheol tidakdihubungkan dengan suatu lokasi, tetapi menurut orang Ibrani adalah suatu eksistensi, yangpada dasarnya bertentangan dengan Allah (Kej. 37:35; 1 Raj. 2:10; Yes. 38:18; Mzm.6:6).Namun demikian, meskipun tempat orang mati itu merupakan tempat tanpa harapan,Allah dapat menebus orang yang percaya kepada-Nya dari kuasa Sheol (Mzm. 49:16). Berkaitan dengan kematian, Perjanjian Lama juga memiliki gagasan mengenaikebangkitan tubuh (Mzm. 49:16; Yes. 26:19; Dan. 12:22). Sedangkan kehidupan kekaldalam Perjanjian Lama adalah didasarkan pada pandangan bahwa Allah menyatakan adanyakelangsungan hidup bagi mereka yang percaya kepada-Nya. Keyakinan tersebut berakardalam pendirian bahwa Allah sendiri sumber hidup itu (Mzm. 36:10). Selain itu, dasar etisbagi hidup kekal adalah gagasan Perjanjian Lama mengenai ganti rugi, yaitu adanyasemacam buah yang dihasilakn kehidupan yang benar atau yang jahat (Ams. 11:30). Dasarhistoris bagi hidup kekal menurut Perjanjian Lama adalah pegnalaman orang Israel tentangpemeliharaan Allah yang konkret. Orang Israel mempunyai banyak kesempatan untukmenyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri pemeliharaan Allah bagi mereka (Kel.19:4). Hal tersebut meyakinkan mereka bahwa Allah akan memelihar mereka. BAB X HUBUNGAN ANTARA PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN BARU Dalam kitab suci orang Kristen, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru selaluditemukan terjilid bersama dalam satu kitab. Namun demikian, timbul pertanyaanbagaimanakah hubungan di antara kedua perjanjian tersebut? Mengenai hubungan antarakeduanya dapat dilukiskan sebagai hubungan: sejarah Perjanjian Baru berlanjut dariPerjanjian Lama, dan sosiologi Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama berasal dari satu negaradan satu budaya. Namun demikian, di kalangan tradisi Kristen hubungan di antara keduanya 49

telah menjadi masalah yang hangat.Apakah dua perjanjian tersebut dapat dihubungkansecara teologis? Sebuah kontras yang telah sering ditarik dalam hubungan Perjanjian Lama denganPerjanjian Baru adalah kontras antara Taurat dan Injil. Perjanjian Lama digambarkanmewakili agama yang penindas dan legalis yang daripadanya oleh Perjanjian Baru kitadibebaskan melalui anugerah. Kontras inilah yang kemudian menyebabkan munculnyapenolakan Perjanjian Lama di kalangan tradisi Kristen seperti dalam kasus Marcion. Ada tiga hal yang dapat menunjukkan bahwa ada hubungan antara Perjanjian Lamadan Perjanjian Baru, yaitu:A. Pandangan Perjanjian Lama terhadap Perjanjian Baru Seluruh kitab Perjanjian Lama memandang kepada masa depan, yaitu memilikipandangan eskatologis. Walau berbicara kepada masa-masa itu, firman yang disampaikandifirmankan oleh Allah yang bekerja dalam sejarah untuk melaksanakan suatu rencana yangsudah ditentukan. Pokok ini yang paling jelas dalam kitab nabi-nabi dan berfokus kepada empat aspek,yaitu: pertama, suatu waktu tertentu yang dijelaskan sebagai Hari Tuhan (Yes. 13:6,9; Yeh.13:5; Yl. 1:15; 2:1; Ob. 15; Zef. 1:7, 14; Za. 14:1); kedua, umat baru, yaitu pulihan rohaniumat Israel (Yeh. 11:19; 36:26; Yl. 2:28); ketiga, suatu tempat pemulihan, yaitu tanah sucidan kota suci (Yes. 11:6-9; 62:4; Mi. 4:1-2); keempat, seorang Mesias, seseorang dari Allahyang digambarkan dalam bermacam cara, nabi, imam, raja, hamba, anak manusia (Yes. 42;49; 50; 53). Jelaslah pengharapan akan Mesias merupakan salah satu cara penting denganmana Perjanjian Lama menantikan Perjanjian Baru.B. Pandangan Yesus terhadap Perjanjian Lama Yesus memandang Perjanjian Lama dari dua segi. Pertama, Ia melihat dalamPerjanjian Lama tipe-tipe yang menunjukkan dan menjelaskan pribadi-Nya dan pekerjaan-Nya. Misalnya raja Daud sebagai suatu tipe dari Dia dan sebagai contoh perekjaan-Nyasebagai Raja.Atau korban-korban sebagai tipe korban-Nya sendiri.Kedua, dalam PerjanjianLama Yesus melihat peramalan-peramalan tentang Dia dan pekerjaan-Nya. 50


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook