BAHAN AJAR TEOLOGI SISTEMATIKA I Dosen Pengampu: Eko Prasetyo, M.Th STT REAL BATAM 1
PENDAHULUAN TEOLOGI PROPER Teologi dan Teologi Proper Kata teologi berasal dari Bahasa Yunani: “theos” dan “logos.” Theos berarti Allah sementara Logos berarti firman, perkataan, atau ilmu. Oleh karena itu, secara sederhana dapat dikatakan bahwa teologi adalah suatu ilmu atau percakapan tentang Allah. Meskipun pengertian dasarnya adalah demikian, namun teologi umumnya dipahami sebagai istilah yang memiliki pengertian yang luas, mencakup seluruh aspek kepercayaan Kristiani. Itulah sebabnya ketika berbicara tentang ilmu yang secara khusus membahas tentang Allah Bapa, istilah yang digunakan bukan teologi melainkan TEOLOGI PROPER. Ketritunggalan Allah Meskipun kekristenan mengakui bahwa Allah itu esa, Allah juga dipercayai sebagai Tritunggal. Ketritunggalan Allah ini merupakan sebuah doktrin yang fundamental bagi iman Kristen; kepercayaan kepada Tritunggal menempatkan orang pada ortodoks atau tidaknya iman seseorang. Jelas, keyakinan ini bukan sesuatu yang diperoleh melalui akal budi atau yang dikenal dengan teologi natural, tapi suatu kebenaran yang didapat dari wahyu/penyataan khusus, yaitu melalui Alkitab. Dalam teologi Kristen, istilah “trinitas” atau “tritunggal” berarti bahwa ada 3 oknum kekal dalam hakekat ilahi yang satu itu, yang masing-masing dikenal sebagai Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus. 2
PENGENALAN AKAN ALLAH Eksistensi Allah Beberapa Pandangan Yang Tidak Benar Tentang Allah 1. Animisme Animisme berasal dari kata “anima” yang berarti nyawa, nafas atau roh, serta “isme” artinya faham. Faham ini mempercayai bahwa semua benda yang ada di dunia seperti pohon, batu, sungai, gunung dan sebagainya memiliki jiwa sehingga memiliki kesadaran dan kepribadian. Sebagai konsekuensinya terjadi penyembahan kepada alam, benda-benda, binatang dan roh- roh nenek moyang. 2. Atheisme a. Atheisme teoritis: berpandangan bahwa Allah tidak ada berdasarkan rasio manusia. Karena Allah tidak dapat dibuktikan oleh rasio manusia maka Allah itu sesungguhnya tidak ada. b. Atheisme praktis: berpandangan bahwa tidak perlu memperhitungkan kemungkinan adanya Allah, sebab pandangan tersebut akan membatasi kebebasan hidup manusia. Jadi orang itu bisa saja percaya bahwa Allah itu mungkin ada tetapi hidup sembrono seakan-akan Allah itu tidak ada. Atheisme itu tidak masuk akal dengan mengabaikan fakta tentang eksistensi Allah (Maz.14:1). Dengan mengatakan Allah tidak ada, seorang atheis mengangkat dirinya sebagai Allah. 3. Agnostisisme. Berkeyakinan bahwa tidak seorangpun dapat mengetahui apakah Allah itu ada atau tidak ada. Ini disebabkan karena mansuia itu terbatas dan tidak bisa mengenal Allah. Ini adalah pengabaian terhadap eksistensi Allah. 4. Politeisme Berkeyakinan bahwa ada banyak Allah yang harus disembah oleh manusia, dan bahwa allah- allah tersebut sifatnya tidak mutlak. Pada umumnya semua bangsa kafir beragama politeisme. Mereka percaya bahwa alam semseta ini dikuasai oleh banyak ilah laut, sungai, api, gunung, matahari, bulan, bintang, bumi, hutan dan lain sebagainya. Segala sesuatu yang dianggap melebihi kekuatan manusia dianggap ilah atau dewa. Mereka tidak menyembah pencipta tetapi kepada kekuatan alam atau benda-benda ciptaan Allah. 5. Netralisme Realitas terakhir bukanlah akal dan bukan pula zat,tetapi suatu bahan netral. Akal dan zat hanya merupakan wujud atau aspek dari bahan netral itu. 6. Idealisme Realitas terakhir adalah akal dan bahwa dunia ini merupakan hasil akal, baik hasil akal individual maupun hasil akal yang tak terbatas. 7. Pantheisme 3
Pantheisme berasal dari kata Yunani Pan= “semua” dan theos= “Allah.” Pantheisme mempercayai bahwa Allah sama dengan alam semesta. Pemikiran dasarnya: Allah adalah segala sesuatu, maka segala sesuatu adalah Allah. Allah bukanlah suatu pribadi tertentu dan mutlak, melainkan sesuatu yang keberadaannya menyatu dengan alam. Pantheisme adalah “penyembah-penyembah alam” sebab alam dianggap sebagai “bagian dari Allah.” Padahal ada perbedaan mutlak antara Allah pencipta dan alam ciptaanNya (Rm. 1:19-25). Allah itu bukan alam dan alam itu bukan Allah, sama seperti benda seni itu bukan seniman dan seniman itu bukan benda seni. 8. Deisme Mempercayai adanya Allah sebagai sang pencipta alam semesta dengan sistem hukum alam yang utuh. Sehingga tidak perlu adanya campur tangan Allah dalam alam semesta setelah penciptaan selesai, namun ia menyerahkan segenap ciptaaNya kepada hukum-hukum alam yang sudah ditetapkanNya. Ibarat seorang pembuat lonceng, sesudah selesai pembuatannya maka lonceng itu dibiarkannya berjalan sendiri oleh baterai atau listrik dan mekanisme yang telah dibuat di dalamnya. Deisme menolak adanya wahyu dan mujizat Allah, karena itu berarti ada campur tangan Allah terhadap ciptaanNya. 9. Teologi Allah Sudah Mati (God Is Dead) Dengan semakin majunya kemampuan manusia dan kesanggupannya untuk mengatasi masalah dalam kehidupannya, maka manusia semakin tidak membutuhkan Allah. Karena itu sekiranya Tuhan Allah pernah ada, bagi manusia sebenarnya Tuhan Allah itu sudah mati dan tidak diperlukan lagi. 10. Mistisisme Filosofis Realitas terakhir merupakan suatu kesatuan utuh yang tidak dapat dijelaskan; diri manusia bukanlah sekedar mirip realitas terakhir itu, tetapi identik dengannya; dan persekutuan dengan yang absolut ini terjadi melalui usaha moral dan bukan melalui gagasan abstrak yang teoritis. Pengenalan akan Eksistensi Allah Bagaimana kita mengetahui bahwa Allah itu eksis/ada? Jawabannya bisa diberikan dalam dua bagian: Pertama, semua orang memiliki kesadaran naluriah akan Allah. Kedua, dari kesaksian dan bukti yang terdapat di dalam kitab suci dan alam. 1. Kesadaran Naluriah Manusia akan Allah Setiap orang punya kesadaran naluriah yang dalam bahwa Allah itu ada, bahwa mereka adalah ciptaanNya, dan bahwa Ia lebih berkuasa dan merupakan pencipta. Paulus berkata bahwa bahkan orang yang tidak percayapun “tahu tentang Allah” (Rm. 1:21), “karena apa yang dapat diketahui tentang Allah nyata bagi mereka” (Rm. 1:19). Kesadaran ini ada dalam setiap manusia, kapan dan dimanapun dia hidup. Sekalipun bentuknya berbeda-beda, setiap manusia/kelompok manusia memiliki kepercayaan dan kesadaran akan yang adikodrati. Ini jelas menunjukkan bahwa semua manusia secara naluriah sadar bahwa Allah itu ada. 2. Kesaksian dan Bukti dari Kitab Suci dan Alam 4
Alkitab jelas mengasumsikan eksistensi Allah. Memang di dalam Alkitab tidak ada usaha untuk membuktikan bahwa Allah itu ada. Tapi hal itu demikian adanya karena Alkitab berasumsi adanya Allah itu sudah pasti dan tak perlu diragukan. Alkitab diawali dengan sebuah pernyataan akbar “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” (Kej. 1:1) dan seterusnya terus menganggap bahwa Allah itu pasti ada. Jadi jika kita yakin bahwa Alkitab itu benar, maka tidak sulit bagi kita untuk menerima eksistensi Allah. Dan bukan hanya eksistensiNya saja yang kita yakini, tapi dari Alkitab kita bisa belajar tentang hakekat dan karyaNya. Namun di samping dari Kitab Suci, sesungguhnya alam juga memberi bukti keberadaan Allah. “Hujan dan musim-musim” menurut Alkitab adalah kesaksian kepada adanya Allah (Kis. 14:17). Daudpun berkata “langit dan cakrawala menceritakan kemuliaan dan perbuatan Tuhan (Mzm. 19:1-2). Jelas, alam ini, keteraturannya, keindahannya, semua menunjukkan Allah eksis. “Bukti-bukti” tradisional tentang Eksistensi Allah Ada beberapa argument yang muncul di dalam sejarah yang mencoba untuk membuktikan eksistensi Allah. Argument-argument yang bersifat filosofis ini bisa membantu kita untuk mendekati diskusi tentang eksistensi Allah. Argument-argument tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis: 1. Argumen Kosmologis (cosmos: dunia) Memahami fakta bahwa semua hal yang ada di alam semesta memiliki penyebab. Itulah sebabnya diyakini bahwa alam semesta atau dunia ini pastilah memiliki penyebab, dan penyebab untuk alam semesta yang sedemikian besar ini hanya satu: Allah. 2. Argumen Teleologis (telos: tujuan) Adanya harmoni, keteraturan dan ketertiban dalam alam semesta menyiratkan adanya tujuan dari eksistensi alam semesta ini. Dan karena itu, maka pastilah ada Allah yang berinteligen dan bertujuan yang menjadikan alam semesta tersebut. 3. Argumen Ontologis (ontos: menjadi) Gagasan/konsep tentang Allah yang ada dalam diri manusia pastilah berasal dari Allah, karena gagasan itu teramat besar/tinggi dan tidak mungkin dimiliki manusia tanpa diberikan oleh Allah sendiri. 4. Argumen Moral Memulai dari kesadaran manusia akan benar dan salah, dan kebutuhan akan ditegakkannya keadilan. Karena manusia memiliki kesadaran demikian, maka pastilah ada Allah yang merupakan sumbernya. Penyataan Allah Karena manusia terbatas dan Allah tidak terbatas, maka manusia hanya bisa mengenal Allah melalui penyataan Allah tentang diriNya. Di luar itu, manusia akan sulit bahkan tidak mungkin mengenal Allah secara benar. Terdapat 2 klasifikasi dasar tentang penyataan Allah. Dua hal ini adalah cara Allah “menyingkapkan” atau “membuka” (apokalupsis: wahyu) diriNya agar bisa dikenal manusia. 5
1. Penyataan Umum (General Revelation) Merupakan penyataan yang dilakukan Allah secara umum sehingga semua manusia “bisa mengenalNya” (bnd. Mzm. 19:1-2; Rm. 1:20). Penyataan ini terjadi melalui alam, sejarah dan hati nurani manusia. 2. Penyataan Khusus (Special Revelation) Merupakan penyataan yang memungkinkan manusia memiliki hubungan dengan Allah secara lebih pribadi (dan menyelamatkan). 2 hal utama yang terdapat dalam penyataan khusus ini adalah penyatan melalui Kitab Suci dan melalui Yesus Kristus. Sifat-sifatAllah Alkitab juga menyatakan sifat-sifat Allah kepada kita; semuanya sempurna. Sifat yang satu berkaitan dengan sifat lainnya. Oleh para teolog, sifat-sifat Allah ini dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian besar: absoult dan relatif, intransitif dan transitif, moral dan non-moral, imanensi dan transendensi. 1. Sifat-sifat yang menyatakan imanensi Allah, yaitu sifat yang dapat dikomunikasikan dalam batas tertentu, antara lain: a. mahabijaksana (Yes.31:2) b. mahabaik dan rahmani (Maz.145:9) c. mahakudus (Ams.9:10) d. mahabenar (Yer.10:10) e. mahaadil (Maz.21:12) f. mahamurah (Rm. 11:22) g. kasih (Yoh. 3:16) h. setia(1 Kor.10:13) 2. Sifat-sifat yang menyatakan transendensi Allah, yaitu sifat yang tidak dapat dikomunikasikan, yang tidak mempunyai kesamaan dalam diri manusia, antara lain: a. Tidak diciptakan b. Tidak berubah-immutable (Maz. 102:28) c. Mahakuasa-omnipotent (Ayub 5:17;Why. 19:6) d. Mahatahu-omniscient (Rm. 11:33) e. Mahahadir-omnipresent (I Raj. 8:27) f. Kekal-eternal (I Tim. 1:17) Ketritunggalan Allah Kesalahpahaman tentang Tritunggal Secara umum, kesalahpahaman terhadap doktrin tritunggal dapat dikelompokkan ke dalam 2 jenis berikut: 1. Triteisme Keyakinan ini mengajarkan ada tiga Allah yang berbeda disebabkan kesalah-pengertian akan kesaksian Alkitab bahwa ada tiga pribadi Allah. Keyakinan ini sebenarnya merupakan sebuah salah kaprah dan tidak berbeda dengan keyakinan kafir yang percaya pada banyak allah/dewa. 6
2. Sabellianisme/Modalisme Keyakinan ini mengajarkan hanya ada satu Allah saja. Sekalipun Alkitab bersaksi bahwa ada yang disebut Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus, namun yang dimaksud adalah bahwa ketigaNya bukan pribadi Allah, melainkan tiga bentuk manifestasi dari Allah yang hanya satu itu. Penjelasan dan Dasar Alkitab 1. Pengajaran Perjanjian Lama Memang tidak ada pernyataan yang gamblang dan eksplisit di PL tentang Tritunggal. Namun beberapa bagian di PL menyarankan bahkan mengimplikasikan bahwa Allah eksis sebagai lebih dari satu pribadi. Contohnya, Allah berkali-kali memakai kata ganti jamak (Kej. 1:26; 3:22; 11:7; Yes. 6:8) serta kata kerja jamak (Kej. 1:26; 11:7) ketika menunjuk kepada diriNya sendiri. Istilah “Allah” dalam ayat-ayat ini adalah Elohim, yang adalah bentuk jamak untuk Allah. Hal ini tidak otomatis menyatakan tentang Allah Tritunggal, tapi paling tidak memberi kemungkinan tentang Allah Tritunggal. Petunjuk-petunjuk yang lebih tegas tentang keadaan jamak ini dapat ditemukan dalam data- data berikut: a. Tuhan dibedakan dari Tuhan (Allah) (Kej. 19:24; Hos. 1:7). b. Allah (Anak) dibedakan dari Allah (Bapa) (Yes. 48:16; Mzm. 45:7-8; Yes. 63:9-10; Mzm. 2:7). c. Roh dibedakan dari Allah (Bapa) (Kej. 1:1, 2; bnd. Kej. 6:3). d. Istilah ‘malaikat TUHAN’ menunjuk kepada pribadi lain dari Allah, tapi sama berkuasanya dengan Allah (bnd. Kej. 16:10, 11; Kej. 22:11-12). Berdasarkan isyarat-isyarat tersebut, kesimpulan yang bisa kita ambil tentang Trinitas dalam PL adalah “Perjanjian Lama dengan jelas mengantisipasi datangnya penyataan yang lebih lengkap tentang Trinitas di dalam Perjanjian Baru.” 2. Pengajaran Perjanjian Baru Di dalam PB, ajaran tentang Trinitas bersifat gamblang. Bapa disebut sebagai Allah (1 Kor. 8:6); Anak disebut sebagai Allah (Ibr. 1:8-10); dan Roh Kudus juga disebut sebagai Allah (Kis. 5:3-4). Jika Allah adalah satu (Ul. 6:4), maka Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah pribadi Allah yang sehakekat dan setara. Beberapa bagian lain yang menjabarkan hal ini: Yesus memerintahkan para murid untuk membaptis dalam ketiga nama pribadi Allah (Mat. 28:18). Terlihat jelas bahwa kesetaraan dan kesatuan dari ketiga pribadi tersebut termaksud di dalamnya. Pada kehamilan Maria, Trinitas terlibat: Roh Kudus turun pada Maria, kuasa Allah menaunginya dan keturunan yang dihasilkan adalah Putera Allah ((Luk. 1:35). KetigaNya juga dibedakan dalam pembaptisan Yesus (Luk. 3:21-22). Di Yohanes 14:16 kesatuan dari ketigaNya disebut: Putera Allah meminta Bapa untuk mengutus Roh Kudus untuk tinggal dalam orang percaya selamanya. Berkat di 2 Korintus 13:14 adalah afirmasi bagi kesatuan dan kesetaraan Allah Trintunggal. 3. Penjelasan Trinitas 7
a. Allah adalah satu berkaitan dengan esensi Baik Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus memiliki esensi dan substansi yang sama dan satu dalam keallahan. b. Allah adalah tiga berkaitan dengan pribadi Setiap pribadi memiliki esensi yang sama dan setiap pribadi memiliki kepenuhan Allah c. Ketiga pribadi memiliki relasi yang berbeda Dalam Trinitas relasi diekspresikan dalam pribadi. Bapa tidak dilahirkan dan tidak berasal dari pribadi manapun. Anak secara kekal berasal dari Bapa (Yoh. 1:18; 3:16, 18; 1 Yoh. 4:9). Roh Kudus secara kekal berasal dari Bapa dan Anak (Yoh. 14:26; 16:7). Adalah penting untuk mencata bahwa relasi-relasi ini tidak menunjukkan kelebih-rendahan dari salah satu pribadi. d. Ketiga pribadi adalah setara dalam otoritas Meski ketiga pribadi berbeda dalam fungsi dan relasi, adalah penting untuk menyadari bahwa ketiga pribadi adalah setara dalam otoritas. Bapa diakui sebagai berotoritas dan paling tinggi (1 Kor. 8:6). Putera Allah juga diakui setara dengan Allah dalam segala hal (Yoh. 5:21-23). Demikian juga Roh Kudus diakui setara dengan Bapa dan ANak (Mat. 12:31). 8
PENDAHULUAN KRISTOLOGI Kristologi yang “Komplit” itu Mustahil Kekristenan adalah Yesus Kristus. Dari Kejadian sampai Wahyu, Yesus Kristus merupakan tema paling penting dari Alkitab. Dan kekayaan pernyataan ilahi yang ada dalam Yesus Kristus adalah tak terukur laksana samudera raya dan kesempurnaanNya adalah tak terbilang bagaikan bintang- bintang di angkasa raya. Usaha untuk mengungkapkan dengan lengkap bentuk teologis semua yang harus dikatakan tentang Yesus adalah seperti mencedok secangkir saja dari lautan kesempurnaan dan kemuliaan yang tak terbatas dari Yesus Kristus. Dengan demikian tujuan utama Kristologi bukanlah untuk menguraikan kemuliaan Tuhan dan Juruselamat kita Yesus Kristus secara sempurna melainkan untuk mengenal dan memuliakanNya. Pandangan-pandangan Salah tentang Yesus Kristus Sebelum abad ke-4 (tahun 300-an), kekristenan tidak mempermasalahkan keyakinan tentang Kristus. Semua orang Kristen menerima kemanusiaan dan keilahian Kristus. Dengan kata lain, mereka menerima Yesus Kristus adalah manusia yang sempurna dan Allah yang sempurna. Baru pada abad ke-4, setelah masa penganiayaan terhadap gereja berakhir, beberapa pandangan ganjil muncul dari kalangan Kristen sendiri. Sampai kini, pandangan-pandangan ganjil tersebut terus eksis dengan berbagai variasi dan kemasannya. Namun secara general pandangan-pandangan ganjil tersebut berbeda dalam hal berikut: pandangan ganjil di masa lalu menolak/gagal untuk melihat kemanusiaan Yesus yang sejati sementara pandangan ganjil di masa kini menolak/gagal untuk melihat keilahian Yesus yang sejati. Pandangan-pandangan Salah tentang Yesus Kristus di Masa Lalu Ebionisme Mereka berasal dari agama Yahudi (bisa dikatakan bukan Kristen, tapi Yudaisme yang sudah berubah bentuk). Mereka menekankan perlunya penekanan Hukum Taurat untuk mendapat keselamatan. Dan karena keyakinan monoteisme yang kuat, mereka menolak keilahian Kristus. Bagi mereka Yesus hanyalah seorang manusia yang mendapat kepenuhan Roh Kudus saja. Menerima Yesus adalah ilahi berarti menganut polyteisme. Gnostisisme Mereka adalah penganut dualisme yang radikal. Bagi mereka Allah Yang Mahatinggi (Theos) tidak mungkin mempunyai hubungan dengan dunia materi ini. Oleh karena itu, untuk berhubungan dengan dunia, Allah Yang Mahatinggi sebagai penguasa tunggal alam semesta melakukannya melalui “allah-allah atau dewa-dewa” yang lebih rendah. Dengan demikian Allah PL lebih rendah dari Allah Yang Mahatinggi karena Ia menciptakan dunia. Demikian pula dengan Kristus, Ia bukanlah “Firman yang menjadi manusia” karena tidak mungkin ‘Firman’ menajiskan diri dengan menjadi daging atau materi. Akibatnya, ada 2 kelompok keyakinan dalam aliran ini: 1) Yesus hanya manusia biasa yang didiami Kristus. Dalam hal ini manusia Yesus “dirasuki” Kristus 9
2) Yesus hanya “kelihatan” seperti manusia, tapi sebenarnya tidak. Origenes Seorang teolog Aleksandria yang mengajarkan bahwa pangkat Yesus lebih rendah dari Bapa. Allah Anak memang sama dengan Bapa, namun tingkatnya lebih rendah atau sebagai Allah kedua (Deuteros Theos). Dengan demikian, Ia hanya layak mendapat penghormatan kedua, karena kebaikan dan kebenaranNya tidak mutlak. Kebaikan dan kebenaran Kristus hanyalah peta dan pancaran yang keluar dari Allah Bapa saja. Arianisme Mengajarkan Allah Bapa lebih besar dari Allah Anak dan Allah Anak lebih besar dari Roh Kudus. Ia juga mengajarkan jika Yesus mempunyai sifat ilahi yang sama dengan Allah Bapa, ini akan merugikan kemuliaan dan kewibawaan Allah. Oleh sebab itu, Yesus adalah ciptaan Allah yang sulung dan tinggi derajatnya, dan melalui Dialah Allah menciptakan segala sesuatu. Yesus bukan kekal, tapi dibentuk dari yang tidak ada menjadi ada. Apolinarisme Bertujuan ingin menghindari kesalahan ajaran Arius, pandangan ini justru mengabaikan kemanusiaan Yesus, karena terlalu menekankan keilahianNya. Apolinarius mengajarkan bahwa Yesus memang memiliki tubuh, tapi tidak memiliki jiwa dan roh. Roh atau “aku” Yesus digantikan oleh Logos. Implikasinya, Yesus bukan manusia sejati. Ia memang manusia, tapi bukan manusia seutuhnya. Pandangan ini juga disebut Monophisitism (Kristus memiliki satu sifat). Nestorianisme Bertujuan menentang Apolinarisme, pandangan ini justru memisahkan kedua sifat Yesus dan menganjurkan bahwa jika Yesus Kristus sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia pula, maka itu adalah suatu keduaan dan bukan keesaan. Yesus bukanlah Allah, tetapi di dalam Dia Allah berada secara sempurna. Manusia Yesus adalah rumah bagi Logos sehingga Yesus bukan memiliki dua sifat dalam satu pribadi, tapi dua pribadi di dalam Yesus Kristus (theoporos). Euthikianisme Mengajarkan bahwa kedua tabiat Kristus bercampur menjadi satu, sehingga menjadi tabiat yang ketiga (third nature). Di dalam tabiat yang bercampur ini, tabiat ilahi melampaui tabiat kemanusiaan, namun tabiat ilahi ini sudah tidak sama lagi dengan tabiat ilahi sebelum bercampur. Itulah sebabnya Yesus memiliki satu tabiat saja (Monofisit), tabiat yang sama sekali baru yang menjadikan Ia ilahi sekaligus manusia. Pandangan-pandangan Salah tentang Yesus Kristus di Masa Modern Liberalisme Diperkenalkan oleh Ritschl dan Schleiermacher yang berkeyakinan Allah harus dipelajari bagi maksud rohaninya, yaitu pengertian-pengertian etis dan teologis dan bukan pada arti langsung dari pernyataa-pernyataan Alkitab itu. Dengan demikian Alkitab diyakini tidak dapat diterima secara serius mengenai isi historis atau faktanya, melainkan hanya merenungkan isi Alkitab sebagai sarana untuk memperoleh pengertian-pengertian rohani. Pandangan ini akhirnya sering mengakibatkan penolakan terhadap kepenuhan keilahian Kristus, ajaran Tritunggal, penebusan pengganti serta kebangkitan dan kedatanganNya kedua kali secara badani. 10
Neo-Ortodoksi Keyakinan ini cenderung mengembalikan beberapa keyakinan fundamental Kristen tentang Kristus seperti Yesus Kristus adalah anak dari perawan Maria, yang kenyataannya adalah Allah dan manusia. Namun walaupun demikian, keyakinan ini gagal melihat peranan sejarah dalam Alkitab. Kristus di dalam Kitab Suci digantikan oleh Kristus dalam pengalaman, dan doktrin yang dihasilkan menjadi subyektif karena menekankan pengalaman daripada penyataan/wahyu. Bultmannisme Demi berusaha untuk menegakkan pandangan gereja mula-mula, Bultmann mengupayakan suatu cara pendekatan Alkitab, yaitu ‘Demitologisasi’ (menghilangkan unsur-unsur mitos dalam PB/Injil). Dengan asumsi yang anti-supranatural, Bultmann sampai pada kesimpulan yang menolak semua unsur mukjizat dalam Injil. Dengan demikian Yesus yang diajarkan di dalam Alkitab ‘dikontruksi ulang’ (reconstruction) berdasarkan keyakinan bahwa itulah yang ‘dipercayai’ oleh gereja mula-mula. Pandangan Ortodoks tentang Kristus Secara sederhana, keyakinan Ortodoks terhadap Yesus Kristus adalah bahwa Ia merupakan satu oknum/pribadi dengan dua sifat, ilahi dan manusia. Kesimpulan ini sangat dipengaruhi oleh dua konsili penting dalam sejarah gereja. Konsili Nicea (325 A.D.) berlatar belakang respon terhadap ajaran Arius. Dalam konsili ini diputuskan bahwa Kristus yang adalah Allah Anak, dalam hubunganNya dengan Bapa bukan hanya bersifat homoiousia saja (hakekat Yesus sama dengan/ seperti Allah), tetapi homoousia (satu dan sehakekat dengan Allah). Konsili Kalsedon (451 A.D.) menyempurnakan pandangan resmi gereja tentang Kristus., Yesus Kristus adalah satu, tetapi Ia memiliki dua sifat, ilahi dan manusiawi. Dia adalah Allah sejati dan manusia sejati, terdiri atas tubuh dan jiwa yang rasional. Ia sehakikat dengan Bapa dalam ke- AllahanNya dan sehakikat dengan manusia dalam kemanusianNya, kecuali dosa. Perbedaan antara dua tabiat/sifat tersebut tidak berkurang ketika dipersatukan, namun keistimewaan masing- masing tabiat itu tetap terpelihara sekalipun disatukan di dalam diri Yesus Kristus. Itulah sebabnya kedua tabiat itu dikatakan tidak bercampur, tidak berubah, tidak terbagi, tidak terpisah. 11
PRIBADI KRISTUS Keilahian Kristus Keilahian Kristus merupakan pokok yang paling kontroversial karena banyak orang yang meragukannya. Tapi walaupun demikian, pada saat yang sama, ia merupakan pokok yang paling penting dalam iman Kristen, karena merupakan inti iman. Dalam iman Kristen, Yesus bukan hanya manusia yang luar biasa, bukan hanya sekedar pemimpin agama atau pendiri kekristenan, tapi benar-benar Allah yang menjelma menjadi manusia (‘Inkarnasi’= tindakan Allah Anak yang mengambil bagi diriNya sendiri natur manusia). Bukti alkitabiah keilahian Kristus dalam Perjanjian Baru sangatlah banyak. Berikut akan ditampilkan dalam beberapa kategori. Klaim-klaim Langsung Alkitab 1. Penggunaan Kata ‘Allah’ (Theos) bagi Kristus Meskipun kata ‘Allah’biasa digunakan untuk Allah Bapa dalam Perjanjian Baru, kata ini juga digunakan secara gamblang untuk merujuk kepada Kristus di dalam beberapa ayat. Di ayat- ayat tersebut, kata ‘Allah’ digunakan dalam penekanan yang kuat untuk mengacu kepada satu pribadi yang adalah pencipta langit dan bumi. Ayat-ayat tersebut termasuk Yohanes 1:1 & 18, Yohanes 20:28, Roma 9:5, Titus 2:13, Ibrani 1:3 & 8 dan 2 Petrus 1:1. Beberapa ayat tersebut akan diuraikan berikut ini: Yohanes 1:1 Disini Kristus diuraikan sebagai ‘Sang Firman’ dan Yohanes mengatakan bahwa Firman itu “bersama-sama dengan Allah” dan “adalah Allah.” Teks ini menggemakan Kejadian 1:1 dan mengingatkan kita bahwa Kristus eksis sebelum dunia ada karena Dia selalu adalah Allah sepenuhnya. Yohanes 20:28 Pengakuan Tomas terhadap Yesus, “Ya Tuhanku dan Allahku” tidak disangkal baik oleh Yesus sendiri maupun Yohanes (sang penulis kitab). Bahkan Yohanes menekankan bahwa atas tujuan itulah Ia menulis Injilnya, yaitu agar orang-orang, sama seperti Tomas, mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan dan Allah mereka (bnd. Yoh. 20:29-31). Ibrani 1:3 dll Kristus adalah “gambar wujud Allah” (Yun: character; Ing: exact representation/duplicate) dari nature atau keberadaan Allah. Ini berarti Allah Anak secara pasti mewakili keberadaan atau nature dari Allah Bapa dalam segala hal; Apapun atribut atau kuasa yang Allah Bapa miliki, Allah Anak juga memilikinya. Hal ini dipertegas oleh ayat-ayat lainnya. Titus 2:13 mengacu kepada “penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus.” 2 Petrus 1;1 menyatakan “keadilan Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus.” Dan Roma 9:5 menungkapkan Mesias sebagai “Allah yang harus dipuji selama-lamanya.” Ayat-ayat tersebut menggemakan nubuatan Perjanjian Lama dalam Yesaya 9:6. Sebagaimana nubuatan tersebut diterapkan kepada Kristus (Mesias) dan disitu Ia dikatakan adalah “Allah yang Perkasa,” maka adalah tepat untuk menyimpulkan bahwa Kristus adalah ilahi. 12
2. Penggunaan Kata “Tuhan” (Kyrios) bagi Kristus Kata kyrios memang bisa berarti tuan atau majikan. Tapi jika merujuk pada Septuaginta, ini merupakan kata yang dipakai untuk menerjemahkan Yahweh (dilakukan sebanyak 6.814 kali). Dengan demikian setiap pembaca Perjanjian Baru yang berlatarbelakang Septuaginta akan segera mengetahui ketika kata ini digunakan, itu mengacu kepada Pencipta dan Pemelihara langit dan bumi, Allah yang Mahakuasa. Beberapa ayat berikut memberi tahu kita signifikansi hal ini dalam kaitannya dengan Kristus: Lukas 2:11 Pengumuman malaikat bahwa bayi yang akan lahir itu adalah Kristus (Mesias) tentunya sangat mengejutkan bagi manusia Yahudi abad pertama. Lebih mengherankan lagi, Mesias ini juga adalah ‘Tuhan’ – yaitu Tuhan Allah sendiri (Yahweh)! Pesan ini secara tidak langsung berbunyi demikian: “Hari ini di Betlehem seorang bayi telah lahir, yang adalah Juruselamatmu dan Mesiasmu, dan adalah juga Allahmu sendiri.” Itulah sebabnya Alkitab mencatat bahwa semua orang heran setelah mendengar berita ini (Luk. 2:18). Lukas 1:43 dan Matius 3:3 Perkataan Elisabet bahwa Maria merupakan ibu tuannya adalah mengherankan karena Yesus belum dilahirkan pada saat itu. Jadi adalah tidak mungkin Elisabet menggunakan istilah ‘kyrios’ dalam pengertian ‘tuan’ atau ‘majikan.’ Pastilah Elisabet menggunakan kata ini dalam nuansa Perjanjian Lama yang kuat, bahwa anak yang dikandung Maria adalah Tuhan Allah sendiri. Hal ini bisa dibandingkan dengan misi Yohanes Pembaptis (anak Elisabet) untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan (Mat. 3:3). Dalam melakukannya, Yohanes mengutip Yesaya 40:3 yang berbicara tentang Alah sendiri yang akan datang kepada umatNya. Dan Yohanes secara sadar mengacukan hal tersebut pada kedatangan Yesus. Implikasinya adalah bahwa ketika Yesus datang, sesungguhnya Allah sendirilah yang datang kepada umatNya. Matius 22:44 dll Yesus juga mengidentifikasikan diriNya sebagai Tuhan dari Perjanjian Lama saat Ia bertanya kepada orang Farisi tentang Mazmur 110:1, “Tuhan telah berfirman kepada tuanku: duduklah di sebelah kananKu, sampai musuh-musuhMu Kutaruh di bawah kakiMu.” Kekuatan dari statemen ini adalah bahwa “Allah Bapa berkata kepada Allah Anak (Tuhannya Daud), duduklah di sebelah kananKu….” Orang Farisi tahu bahwa Yesus sedang berbicara tentang diriNya sendiri dan mengidentifikasikan diriNya sebagai seseorang yang layak menyandang gelar Tuhan dari Perjanjian Lama. Penggunaan dengan konsep yang demikian sangat sering dilihat di dalam surat-surat penggembalaan, dimana ‘Tuhan’ merupakan gelar yang ditujukan kepada Kristus. Paulus berkata, “hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari padaNya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang olehNya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup” (1 Kor. 8:6 bnd. Ibr. 1:10-12 dimana Yesus secara eksplisit dikatakan sebagai Tuhan yang kekal pemilik surga dan bumi yang menciptakan segala sesuatu, dan Why. 19:16 dimana kita lihat Kristus kembali sebagai Raja Pemenang dan, “pada jubahNya dan pahaNya tertulis suatu nama, yaitu Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan”). 13
3. Beberapa Klaim Keilahian Lainnya Sebagai tambahan kepada penggunaan kata ‘Allah’ dan ‘Tuhan’ yang mengacu kepada Kristus, ada beberapa ayat lain yang sangat kuat mengklaim keilahian Kristus. Beberapa diantara akan dibahas. Yohanes 8:58 Meskipun Abraham hidup 2000 tahun sebelum Kristus, namun Yesus mengklaim, “sebelum Abraham jadi, Aku telah ada” (Ing: “before Abraham was, I am”). Pada saat mengatakan ini, para pemimpin Yahudi sadar bahwa Yesus sedang mengulangi perkataan yang diucapkan Allah kepada Musa, “Aku adalah Aku” (Ing: “I Am who I Am” – Kel. 3:14). Yesus sedang mengklaim bagi diriNya gelar “AKU ADALAH/AKU ADA” yang pada dasarnya merupakan pernyataan Allah bahwa diriNya adalah kekal, Allah yang Dialah sumber dari keberadaanNya dan telah ada dan akan terus ada. Dan ketika orang Yahudi mendengar klaim Yesus ini, mereka sadar bahwa Yesus sedang mengklaim diriNya adalah Allah. Itulah sebabnya mereka ingin melempariNya dengan batu (Yoh. 8:59). Wahyu 22:13 bnd. Wahyu 1:8 Kedua ayat ini mengacu bahwa Alfa dan Omega itu adalah Tuhan Allah (1:8) dan Yesus Kristus (22:13). Ini berarti, kedua ayat ini menunjukkan bahwa Yesus memberi klaim yang kuat akan kesetaraanNya secara ilahi dengan Allah Bapa. Matius 26:64 bnd. Daniel 7:13-14 Yesus memanggil diriNya sendiri “Anak Manusia.” Titel ini digunakan 84 kali dalam keempat Injil hanya oleh Yesus dan untuk diriNya sendiri. Istilah unik ini secara teologis memiliki kaitan yang rrat dengan penglihatan Daniel dalam Daniel 7, dimana sosok “Anak Manusia” adalah pribadi ilahi yang kekal. Itulah sebabnya ketika Yesus mengklaim diri sebagai “Anak Manusia,” Imam Besar dan orang-orang Yahudi menganggap itu sebagai penghujatan (bnd. Mat. 26:65-66) karena mereka tahu implikasi dari klaim Yesus tersebut. Bukti bahwa Yesus Memiliki Atribut Ilahi Sebagai tambahan terhadap klaim langsung perseorangn akan keilahian Kristus, berikut akan disajikan pula beberapa contoh tentang tindakan-tindakan dalam hidup Yesus yang menunjukkan pada keilahianNya. 1. Mahakuasa (Omnipotence) Yesus menunjukkan bahwa Ia Mahakuasa dengan meneduhkan badai di laut dengan firman (Mat. 8:26-27), melipatgandakan roti dan ikan (Mat. 14:19), dan mengubah air menjadi anggur (Yoh. 2:1-11) serta menyembuhkan berbagai penyakit bahkan membangkitkan orang mati. Tindakan-tindakan yang luar biasa ini bukan hanya karena Roh Kudus ada di dalamNya (sebagaimana Roh Kudus juga bisa melakukan mujizat-mujizat melalui orang lain), akan tetapi karea memang Ia berkuasa dan “agar kemuliaanNya dinyatakan” (bnd. Yoh. 2:11). 2. Mahatahu (Omniscience) Kemahatahuan Yesus didemonstrasikan dalam pengetahuanNya akan pikiran orang-orang (Mrk. 2:8), melihat Natanael di bawah pohon Ara (Yoh. 1:48), dan juga mengetahui “dari awal siapa yang tidak percaya dan yang akan mengkhianatiNya (Yoh. 6:64 bnd. Yoh. 2:25 dan 16:30). 14
3. Mahahadir (Omnipresence) Kemahahadiran Yesus tidak nampak jelas selama pelayananNya di muka bumi. Namun saat memprediksi masa gereja, Ia berjanji akan selalu hadir dalam persekutuan orang percaya (Mat. 18:20). Bahkan setelah kebangkitanNya, Dia berjanji akan senantiasa menyertai (Mat. 28:20). 4. Atribut lain Dalam kehidupanNya, Yesus juga menunjukkan bahwa Ia kekal (Yoh. 8:58; Why. 22:13), berdaulat (Mrk. 2:5-8; Mat. 11:25-27), dan immortal (Yoh. 2:19-22 bnd. 10:17-18 dan Ibr. 7:16). Kemanusiaan Kristus Doktrin kemanusiaan Kristus setara pentingnya dengan doktrin keilahianNya. Yesus harus menjadi manusia untuk dapat mewakili umat manusia yang berdosa. Apabila Ia bukan manusia sejati, maka kematianNya di atas kayu salib hanyalah ilusi. Kitab Suci jelas mengajarkan kemanusiaan sejati Yesus. Namun, dalam kaitan dengan manusia Yesus, Kitab Suci juga secara jelas memperlihatkan bahwa Ia tidak memiliki dosa manusia, natur kejatuhan (1 Yoh. 3:5). Beberapa hal berikut penting dibahas dalam diskusi tentang kemanusiaan Kristus: Kelahiran dari Anak Dara Alkitab sangat jelas menekankan bahwa Yesus dikandung di dalam rahim Maria dengan cara yang ajaib, karya dari Roh Kudus tanpa ayah manusia (Mat. 1:18-25; Luk. 1:26-38). Hal ini menunjukkan bahwa Maria mengandung sebagai akibat dari suatu pengaruh Roh Kudus atas dirinya. Namun ada beberapa hal yang harus kita antisipasi disini sebagai asumsi dasar. Yang pertama, fakta tersebut tidak berarti bahwa Yesus adalah hasil persetubuhan antara Allah dan Maria, seperti yang terdapat dalam mitos-mitos kafir. Yesus bukanlah makluk setengah ilahi dan setengah manusia. Ia seutuhnya Allah Anak yang menjelma menjadi manusia, yang proses kelahiranNya sebagai manusia dikerjakan oleh Roh Kudus. Hal ini tentunya memberi garis batas yang jelas antara Yesus dengan tokoh-tokoh mitos di luar kekristenan. Di samping itu, fakta tersebut juga tidak berarti kelahiran Yesus bukan suatu kelahiran yang normal. Fakta kelahiran dari anak dara tidak menjadikan Yesus tidak melalui proses kelahiran seorang manusia. Proses pengandunganNya memang ajaib, tapi proses kelahiranNya adalah normal (Hal ini perlu ditegaskan karena ada beberapa teolog Katolik yang berpendapat bahwa Maria adalah perawan abadi, bahkan setelah melahirkan Yesus). Jika dilihat dari kacamata doktrin Kristen secara keseluruhan, doktrin kelahiran dari Anak dara ini minimal memiliki tiga kepentingan: 1. Menunjukkan keselamatan pada puncaknya harus datang dari Tuhan. Berdasarkan Kejadian 3:15, sudah dinubuatkan bahwa Allah membawa keselamatan dengan kuasaNya sendiri, bukan melalui usaha manusia belaka. Kelahiran Yesus dari anak dara adalah sebuah pengingat bahwa keselamatan tidak pernah datang melalui usaha manusia, tapi harus merupakan karya dari Allah sendiri. Keselamatan kita hanya datang melalui karya supranatural Allah, dan hal itu dibuktikan bahkan pada kehidupan Yesus yang paling awal ketika “Allah mengutus AnakNya, yang lahir dari seorang perempuan….” (Gal. 4:4-5). 2. Membuat mungkin menyatunya Allah 100% dan manusia 100% dalam satu pribadi. 15
Ini merupakan cara yang digunakan Allah untuk mengutus AnakNya (Yoh. 3:16; Gal. 4:4) ke dalam dunia sebagai manusia. Kemungkinan-kemungkinan cara yang lain tidak akan bisa menjelaskan ke-Allah-an dan kemanusiaan sempurna berdiam dalam satu pribadi secara memuaskan, misalnya: a. Adalah mungkin bagi Allah untuk menjadikan Yesus sebagai manusia sempurna di surga lalu mengirimNya ke bumi tanpa bantuan orang tua manusia. Namun, akan sangat sulit untuk melihat Yesus yang demikian sebagai benar-benar manusia seperti kita, yang memiliki segala ciri manusia yang diturunkan oleh Adam. b. Adalah mungkin bagi Allah untuk mengutus Yesus dengan dua orang tua manusia, ayah dan ibu, dimana keilahianNya menyatu dengan kemanusiaanNya di suatu masa di awal kehidupanNya. Tapi, akan sangat sulit untuk memahami bagaimana Yesus adalah ilahi sepenuhnya, sebab asal mulanya sama seperti kita dalam segala hal. 3. Memungkinkan keyakinan bahwa sekalipun Yesus adalah manusia seutuhnya namun Ia tidak mewarisi dosa. Fakta bahwa Yesus tidak memiliki ayah manusia berarti bahwa garis yang turun dari Adam telah terinterupsi/terputus sebagian. Hal ini tidak berarti bahwa dosa warisan hanya diturunkan melalui laki-laki. Tapi hal ini menegaskan bahwa dosa warisan dari Adam yang pasti turun kepada setiap anak manusia, dalam kasus Yesus tidak diturunkan, sehingga Yesus tidak sama dengan manusia dalam hal dosa warisan. Itulah sebabnya Alkitab mengatakan bahwa Ia kudus (Luk. 1:35). Karya Roh Kudus dalam diri Maria pastilah telah mencegah bukan hanya transmisi dosa dari Yusuf (karena Yesus tidak memiliki ayah biologis), tapi juga dengan cara yang ajaib, transmisi dosa dari Maria sendiri. Kelemahan dan Keterbatasan Manusiawi Dalam masa inkarnasiNya, kelemahan dan keterbatasan manusiawi hadir dalam diri Yesus. Ini menunjukkan bahwa Ia adalah manusia seutuhnya seperti kita. 1. Yesus memiliki tubuh manusia Fakta bahwa Yesus memiliki tubuh manusia sama seperti tubuh kita terlihat di banyak ayat Alkitab. Dia lahir sama seperti bayi manusia lainnya (Luk. 2:7). Dia bertumbuh melalui masa kanak-kanak sampai dewasa sama seperti manusia lainnya bertumbuh (Luk. 2:40, 52). Dan pada saat kematianNya di kayu salib, tubuhNya juga berhenti berfungsi sama seperti tubuh manusia lainnya (Luk. 23:46). Di samping itu, Yesus juga dalam kehidupanNya dapat menjadi lelah (Yoh. 4:6). Dia mengalami rasa haus (Yoh. 19:28) dan lapar (Mat. 4:2). Bahkan berkali-kali Ia ditampilkan mengalami kelemahan secara fisik (Mat. 4:11; Luk. 23:46). Ini semua menunjukkan bahwa Yesus memiliki tubuh yang sama dengan kita. 2. Yesus memiliki pikiran manusia Fakta bahwa Yesus “makin bertambah hikmatNya” (Luk. 2:52) menyatakan bahwa Ia melalui proses belajar yang sama seperti anak-anak lainnya. Meskipun Ia adalah Anak Allah, namun sebagai manusia Ia bertumbuh dalam hikmat dan pengetahuan – Dia belajar bagaimana cara 16
makan, berjalan, membaca, menulis dan lainnya. Kita juga melihat Ia memiliki pikiran seperti kita ketika Ia berkata tidak tahu akan hari kedatanganNya kembali (Mat. 13:32). 3. Yesus memiliki jiwa dan emosi manusia Dari Alkitab kita melihat beberapa indikasi bahwa Yesus memiliki jiwa (roh) manusia. Sebelum penyalibanNya, Ia berkata, “jiwaKu terharu….” (Yoh. 12:27; 13:21 -- kata ‘terharu’ merupakan terjemahan dari tarasso, sebuah kata yang sering digunakan orang ketika mereka gelisah atau secara tiba-tiba terkejut oleh bahaya). Di samping itu, Yesus juga pernah mengatakan “hatiKu sangat sedih, seperti mau mati rasanya” (Mat. 26:38). Ini menunjukkan bahwa jiwa dan emosiNya terguncang mengantisipas proses kematianNya yang sangat mengerikan. Pada kesempatan lain, Alkitab juga menunjukkan bahwa Yesus memiliki semua lingkup emosi manusia. Ia kagum akan iman seorang perwira Romawi (Mat. 8:10). Dia bersedih/berkabung (Yoh. 11:35), bahkan Ia juga berdoa dengan penuh perasaan (Ibr. 5:7). 4. Orang-orang disekitar Yesus melihatNya sebagai manusia Jika dewa-dewa Yunani, ilah-ilah agama-agama misteri dan filsafat gnostik, dan tokoh-tokoh pewayangan bukanlah sungguh-sungguh pribadi yang pernah ada dalam sejarah, maka Yesus adalah pribadi sempurna yang benar-benar pernah hidup dalam wujud insani konkrit. Orang- orang yang berada di sekitarNya dapat menyentuhNya (Luk. 8:44). Ia dapat didengar, dilihat, disentuh dan diraba oleh murid-muridNya karena Ia benar-benar manusia seperti yang lain (1 Yoh. 1:1-2). Hal inilah tentunya yang menyebabkan banyak orang tidak percaya bahwa Ia adalah Allah yang berinkarnasi. Mereka heran, bagaimana mungkin manusia biasa seperti Yesus yang adalah seorang anak tukang kayu, tinggal di Nazaret – yang sangat manusiawi, bisa memiliki hikmat sedemikian besarnya dan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang besar (Mat. 13:53-58). Begitu “manusiawinya” Yesus menurut pandangan mereka, sampai-sampai saudara- saudaraNyapun tidak percaya kepadaNya (Yoh. 7:5). Kesan negatif dari orang-orang di sekitarNya yang tidak percaya kepadaNya dan melihatNya hanya sebagai manusia biasa menunjukkan kepada kita bahwa Yesus memang manusia seutuhnya. 5. Ia tidak berdosa Meskipun Perjanjian Baru secara jelas menekankan bahwa Yesus adalah manusia sepenuhnya sama seperti kita, Perjanjian Baru juga mendukung bahwa Yesus berbeda dari kita dalam satu hal penting: Dia tanpa dosa, dan tidak pernah berdosa sepanjang hidupNya. Alkitab memberi tahu kita bahwa selama hidupNya, Yesus berkenan kepada Allah (Luk. 2:40). Setan juga tidak berhasil mencobai Dia (Luk. 4:13). Yesus sendiri mengklaim bahwa Ia selalu melakukan yang berkenan kepada Allah (Yoh. 8:29; 15:10). Bahkan tentang hidupNya, Pilatus menyimpulkan bahwa tidak ada kejahatan dalam diriNya (Yoh. 18:38). Sebagai tambahan, kitab Ibrani menyatakan bahwa Ia telah dicobai hanya tidak berbuat dosa (4:5). Petrus mengatakan bahwa Ia adalah yang Kudus dari Allah (Yoh. 6:69) dan mengajarkan bahwa Yesus tidak berbuat dosa dan tidak ada tipu dalam mulutNya (1 Ptr. 2:22). Yohanes mengajarkan di dalam Yesus tidak ada dosa (1 Yoh. 3:5). Dan akhirnya 17
Paulus mengakui bahwa Kristus tidak mengenal dosa (2 Kor. 5:21). Semua ini menunjukkan bahwa Yesus tidak berdosa di dalam hidupNya. 18
KARYA KRISTUS Berbagai Fungsi Kristus Dari segi sejarah, telah menjadi kebiasaan untuk mengelompokkan karya Kristus berkenaan degan ketiga ‘jabatanNya’: Nabi, Imam dan Raja. Dengan hal ini, terdapat pengertian dasar bahwa Yesus mempunyai tugas yang harus dilaksanakan. Ketiga ‘jabatan’ tersebut bisa pula diuraikan dalam tiga fungsi Kristus: menyatakan Allah, memimpin dan memperdamaikan, dimana ketiganya tidak saling terpisah tetapi juga tidak saling meniadakan. Peranan Kristus dalam Menyatakan Allah – ‘Nabi’ Banyak sekali rujukan terhadap pelayanan Kristus menekankan penyataan tentang Allah Bapa dan tentang kebenaran surgawi. Sesungguhnya Yesus sendiri menyadari bahwa diriNya adalah seorang nabi (lihat Mat. 13:57; 21:11, 46 dst). Karya Kristus yang memberi penyataan meliputi empat jangka waktu khusus: 1. Sebelum penjelmaan (inkarnasi) Sekalipun belum menjelma secara langsung, Kristus sudah memperkenalkan kebenaran: sebagai Logos (Yoh. 1:9), sebagai Roh yang berbicara kepada para nabi Perjanjian Lama (1 Ptr. 1:11) sebagai Malaikat TUHAN dan dalam berbagai teofani. 2. Masa penjelmaan Ini adalah priode paling jelas fungsi kenabianNya. Dia adalah puncak penyataan Allah (Ibr. 1:1-3) karena Ia bukan sekedar menyampaikan firman dari Allah, tapi Ia sendiri mencerminkan kemuliaan Allah itu dan Firman Allah itu sendiri. 3. Masa Gereja Sampai saat ini Ia terus melakukan pelayanan penyataan melalui gerejaNya karena Ia berjanji menyertai mereka (Mat. 28:20) melalui Roh KudusNya (Yoh. 14:26). Roh KudusNya tersebut akan menuntun kita kepada segala kebenaran (Yoh. 16:13). 4. Masa depan Ini merupakan karya penyataan Kristus yang paling sempurna. Saat itu, kita akan melihat dengan jelas dan langsung (1 Kor. 13:12) dan kita akan melihat Dia sebagaimana Ia adanya (1 Yoh. 3:2). Kepemimpinan Kristus – ‘Raja’ Injil-Injil menampilkan Kristus sebagai Raja, pemimpin ats seluruh alam semesta (Yes. 9:7; Mzm. 45:7-8 bnd. Ibr. 1:8; Mat. 19:28; 13:41). Ia tidak hanya memerintah di masa depan, tapi juga saat ini. Beberapa fakta berikut menjelaskan perananNya sebagai Raja: 1. Semesta alam tunduk padaNya sebab melalui Dialah segala sesuatu diciptakan (Yoh. 1:3; Kol. 1:17). 2. Kerajaan Allah diperintah oleh Kristus, hadir di dalam gereja (Kol. 1:18). 19
3. Saat Ia kembali dengan kuasa, pemerintahanNya akan genap. Akan tiba saatnya ketika kepemimpinan Kristus menjadi sempurna. Saat itu semuanya benar-benar ada di bawah pemerintahanNya (bnd. Fil. 2:9-11). Karya Kristus yang Memperdamaikan – ‘Imam’ Karya terakhir ini bersifat luas dan akan dibahas di bagian berikutnya. Salah satu aspek karya ini yang dibahas disini adalah pelayananan syafaatNya. Alkitab mencatat banyak kali Yesus bersyafaat bagi murid-muridNya ketika Ia berada di bumi. Yang terpanjang adalah di Yohanes 17. Di samping itu Ia juga ditampilkan berdoa agar iman muridNya (Petrus) tidak gugur (Luk. 22:31) sehingga Petrus dapat menguatkan para murid lainnya. Bahkan sampai sekarang pelayanan doa syafaat ini masih dilakukan oleh Yesus di surga (Rm. 8:33-34; Ibr. 7:25 & 9:24). Pusat perhatian dari pelayanan doa syafaat ini bersifat pembenaran. Yesus mempersembahkan kebenaranNya kepada Bapa demi pembenaran kita. Dia juga memohon pembenaran bagi orang- orang yang sudah percaya tapi masih terus berbuat dosa. Dan akhirnya, Yesus memohon kepada Bapa agar orang percaya dapat disucikan dan dilindungi dari kuasa penggoda yang jahat. Pendamaian (Atonement) Beberapa Teori Pendamaian Sepanjang sejarah gereja, ada beberapa teori yang coba dikemukakan untuk menjelaskan mengenai pendamaian yang Yesus lakukan. Empat teori terpopuler diuraikan berikut ini: 1. Teori Pembayaran kepada Setan Pencetusnya adalah Origenes (185-254 A.D.) dan Gregorius dari Nyssa. Menurut pandangan ini harga yang Yesus bayar untuk menebus kita diberikan kepada Setan, agar manusia dilepaskan dari perbudakannya. 2. Teori Komersiil/Penebusan Dicetuskan oleh Anselmus kira-kira pada abad ke-11. Ajarannya berasal dari konsep bahwa perlunya korban timbul dari fakta bahwa kehormatan Allah telah dirugikan oleh dosa sehingga Allah harus menghukum orang berdosa atau menerima suatu pengganti yang cocok. Allah dalam kemurahanNya, membayar penggantian tersebut melalui AnakNya sendiri. 3. Teori Pengaruh Moral Pencetusnya adalah Petrus Abelardus (1079-1142). Dia berpendapat bahwa Allah tidak menuntut pembayaran atas hukuman bagi dosa, tapi kematian Kristus adalah semata-mata cara dimana Allah menunjukkan betapa Ia sangat mengasihi manusia dan peduli dengan penderitaan mereka, bahkan sampai kepada kematian Kristus. Oleh karena itu, kematian Kristus menjadi pengajaran besar tentang kasih dan teladan Allah pada kita yang menarik kita pada respon yang bersyukur dan mengasihiNya. Dengan cara inilah kita diampuni. 4. Teori Teladan 20
Diajarkan oleh Faustus Socinus (1539-1604). Teori ini hampir sama dengan teori pengaruh moral, menolak keadilan Allah yang menuntut pembayaran terhadap dosa. Sebaliknya, teori ini mengajarkan bahwa kematian Kristus semata-mata menyediakan bagi kita sebuah contoh tentang bagaimana kita harus percaya dan taat kepada Allah secara sempurna, bahkan jika hal itu menuntun kepada kematian yang mengerikan. Perbedaan teori ini dengan teori pengaruh moral adalah, jika pengaruh moral mengajarkan kematian Kristus menunjukkan betapa Allah mencintai kita, maka teori teladan mengajarkan bagaimana kita harus hidup. Konsep Dasar Pendamaian Pendamaian dapat didefinisikan sebagai karya yang Kristus lakukan di dalam hidup dan matiNya untuk menghasilkan keselamatan bagi kita. Tentunya tidak jarang orang Kristen mengaitkan karya pendamaian (penebusan) Kristus dengan kematianNya saja, namun tentunya kehidupan Kristus pun memberi kontribusi bagi keselamatan kita. 1. Penyebab Pendamaian Secara umum Alkitab memberi tahu kita bahwa alasan kedatangan Kristus ke dunia dan mati bagi kita tercakup dalam dua point ini: kasih dan keadilan Allah. Kasih Allah sebagai penyebab pendamaian dapat dilihat di dalam ayat yang paling popular di Alkitab: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini….” (Yoh. 3:16). Tapi di samping kasih tersebut, keadilan Allah juga mengambil peran. KeadilanNya menuntut Allah mencari jalan agar penghukuman atas dosa kita terbayar (karena Dia tidak dapat menerima kita dalam persekutuan dengan diriNya jika hukumannya belum terbayar). Paulus menjelaskan bahwa inilah alasan mengapa Allah mengutus Kristus, yaitu untuk menjadi “jalan pendamaian” (‘propitiation’ yaitu kurban yang menanggung/memikul murka Allah sehingga Allah menjadi ‘didamaikan’ dengan kita), “untuk menunjukkan keadilanNya” (Rm. 3:25). Dengan demikian, baik kasih dan keadilan Allah merupakan penyebab utama pendamaian. Bagaimanapun juga, adalah tidak bijak untuk mempertanyakan mana yang paling penting diantara keduanya, sebab tanpa kasih Allah, Dia tidak akan pernah mengambil langkah untuk menebus kita, namun tanpa keadilanNya, syarat bahwa Kristus harus menyelamatkan kita dengan mati bagi dosa-dosa kita tidak akan pernah ada. Baik kasih dan keadilanNya sama- sama menempati posisi yang penting. 2. Pentingnya Pendamaian Ketika Allah, di dalam kasihNya, menetapkan untuk menyelamatkan manusia, ayat-ayat Kitab Suci mengindikasikan bahwa tidak ada cara lain bagi Allah untuk melakukannya kecuali dengan kematian AnakNya. Dengan demikian, pendamaian bukan hanya perlu, melainkan, sebagai sebuah ‘konsekuensi’ dari ketetapan Allah untuk menyelamatkan manusia, pendamaian menjadi sangat perlu. Beberapa fakta berikut menjelaskan hal tersebut: Saat berdoa di Getsemani Yesus berdoa, “Jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu daripadaKu…” (Mat. 26:39). Jika kita percaya bahwa Yesus selalu melakukan kehendak BapaNya, maka kita bisa yakin bahwa adalah mustahil bagi Yesus untuk menghindar dari kematian di kayu salib. Jika Ia ingin menyelesaikan pekerjaan yang BapaNya percayakan kepadaNya, dan jika manusia harus ditebus bagi Allah, maka adalah perlu bagiNya untuk mati di kayu salib. Hal ini dipertegas Yesus setelah kebangkitanNya ketika Ia berkata, 21
“Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaanNya?” (Luk. 24:26). Yesus mengerti bahwa rencana Allah bagi penebusan manusia menyebabkan perlunya Mesias untuk mati bagi dosa-dosa umatNya. Hal yang sama pula diungkapkan para penulis Perjanjian Baru. Paulus menekankan jika Allah ingin menunjukkan keadilanNya, dan tetap ingin menyelamatkan manusia, Dia harus mengutus Kristus untuk membayar hukuman dosa (Rm. 3:25). Penulis kitab Ibrani menekankan bahwa Kristus harus menderita untuk menebus kita dengan cara “mengadakan pendamaian” (Ibr. 2:17) karena tidak mungkin darah binatang bisa menghapuskan dosa (Ibr. 10:4), oleh sebab itu dibutuhkan kurban yang lebih baik (Ibr.9:23), dan hanya darah Kristus, yaitu kematianNya, yang dapat menghapuskan dosa (Ibr. 9:25-26). Dengan demikian tidak ada cara lain bagi Allah untuk menyelamatkan manusia selain Kristus harus mati menggantikan kita. Unsur-unsur Pendamaian Perjanjian Baru memberi tahu kita mengapa kematian Kristus memenuhi kebutuhan kita sebagai orang berdosa. Kondisi tersebut adalah: 1) Kita pantas untuk mati sebagai hukuman atas dosa 2) Kita pantas untuk menanggung murka Allah terhadap dosa 3) Kita berada dalam perhambaan dosa dan kerajaan Setan 4) Kita terpisah dari Allah karena dosa-dosa kita Keempat kondisi tersebut dibayar oleh Kristus dengan cara-cara berikut: 1. Pengorbanan Kristus adalah kurban (bnd. Yes. 53). Untuk membayar hukuman dosa yang harus kita terima, Yesus mati sebagai kurban bagi kita. Sebagai Imam Besar Ia memasuki tempat Yang Kudus dengan darahNya sendiri (Ibr. 9:6-28) sehingga yang didapatkanNya adalah penebusan abadi. Yang unik tentang kurban Kristus ialah bahwa Ia merupakan kurban maupun imam yang mempersembahkan kurban itu. Dua pihak dalam sistem imamat menjadi satu di dalam diri Kristus. 2. Peredaan Murka Allah Dimana ada dosa disitu ada murka Allah. Murka ini bukan berasal dari nafsu Allah, melainkan dari Allah yang adil, benar dan suci dalam segala keberadaanNya. Namun Allah itu, sekalipun pada satu sisi menuntut pemuasan penuh atas kebenaran dan keadilanNya, adalah Allah yang sama yang karena kasihNya kepada manusia, mengutus AnakNya menjadi jalan pendamaian (bnd. Im. 4:35). Kurban harus dipersembahkan agar murka Allah diredakan dan pengampunan dosa menyusul (1 Yoh. 4:10). 3. Penebusan pengganti – ‘substitusi’ Karena kita diperbudak dosa dan Setan, kita memerlukan seseorang untuk menyediakan penebusan, dan karena itu ‘menebus’ kita dari perbudakan. Ketika kita berbicara tentang penebusan, ide tentang ‘tebusan’ muncul ke permukaan. Tebusan adalah harga yang harus dibayar untuk menebus seseorang yang berada dalam perbudakan. Dan Yesus memberikan hidupNya untuk “menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mrk. 10:45). Ia mati untuk menggantikan tempat kita. 22
Ayat-ayat yang menyatakan Yesus menjadi kurban pengganti bagi kita sangat banyak (Yes. 53; 2 Kor. 5:21; Gal. 3:13; Ibr. 9:28; 1 Ptr. 2:24). Gagasan umum dalam ayat-ayat tersebut ialah bahwa Yesus menanggung dosa-dosa kita; dosa-dosa tersebut ditimpakan atau dialihkan kepadaNya. Karena Dia dijadikan dosa, maka kita telah berhenti menjadi dosa atau orang berdosa. 4. Pendamaian Kematian Kristus mengakhiri permusuhan dan keterasingan yang memisahkan umat manusia dari Allah. Permusuhan kita terhadap Allah kini disingkirkan. Penekanan yang dikemukakan dalam Alkitab biasanya ialah bahwa kita diperdamaikan dengan Allah. Maksudnya, Dialah yang memperdamaikan kita dengan diriNya (bnd. 2 Kor. 5:18-19). 23
DIKTAT KULIAH Teologia Sistematika 1 Oleh : Rikardo Dayanto Butar-Butar 24
Search
Read the Text Version
- 1 - 24
Pages: