Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Puisi 3

Puisi 3

Published by debrina annisa, 2021-09-30 15:21:12

Description: Puisi 3

Search

Read the Text Version

Aya /Bagian satu/ Mulai sekarang aku mengerti. Beberapa orang bilang: “Tidak ingin melihat, tidak ingin mendengar, tidak ingin berbicara.” Karena melihat dan mendengar berarti mengetahui, dan mengetahui, lebih sesak daripada tidak sama sekali. Lalu sampai waktu saat bicara tidak lagi dihargai, lebih baik aku lumat saja semua kalimat itu. Lebih baik aku tidak mengetahui, jadi aku tak perlu bicara. /Bagian dua/ (i) Kata orang tidak mengetahui itu bodoh. Menurutku, yang bodoh jika aku terus mencari-cari lalu menuang cuka di atas luka yang menyakiti hati! (ii) Tidak, manusia tidaklah bodoh. Manusia itu makhluk penasaran. Penasaran akan segala hal. Kamu lupa? Manusia adalah ciptaanNya yang ingin serba tahu, dan selalu mencari tahu. /Bagian 3/ Lalu apa yang harus aku lakukan? Mengetahui atau pura-pura tidak peduli? Mencari tahu atau terus tak acuh? Akhirnya aku sadar, keduanya menyakitkan.

Hidup adalah pilihan. Tetapi tidak ada pilihan untuk tidak merasakan kesakitan. Kesakitan itu, proses kehidupan. Aya, 2021

Kamila Pangestuti Tangan tergores,, teriak berdarah-darah, tidak Hanya memendam diam Kaki yang terluka,,, sekujur tubuh tercabik Lelah Tapi bukan orang berbaju lorek hijau Bukan pula yang mengangkat bambu runcing Juga bukan yang turun ke medan perang melawan penjajah Ya Itu, mereka berbaju putih, suci mewangi Tak harus yang mengangkat senjata Tapi yang rela mengobati Bukan melawan penjajah, tapi melawan makhluk kecil mematikan Kau tau, kau sadar? Nyawa dikorbankan, nyawa dipertaruhkan demi hak insani Tak gentar , tak ingin patah, tak ingin lari Mereka turun ke medan perjuangan Lihatlah Semesta alam menyaksikan Gemuruh dunia berucap, kau menjadi penyelamat Mereka yang bernaung di antara kesenangan duniawi air mata bercucuran tetap terpatri di jiwa seorang pahlawan yang Lahir dengan keihlasan Dan sumpah yang pernah diutarakan Memang, berat diri mengingkari Betapa ego diandalkan disitu tak ada rupa tak ada belas kasih Hai manusia yang tak tau diri saksikan! kau ditempat mereka,, akankah sanggup? Andaikan saja sinar benderang melingkupi mereka Tangan tergenggam serempak mengucap kebebasan Namun, nyatanya masih berpijak di bumi pertiwi

Mereka, raga yang menikmati syukur dari Tuhan Kenikmatan hakiki bak bunga dalam angan-angan Sumpek rasanya penjara ini , tapi longgar rasa empati ini Walau terkadang relakan diri Untuk orang yang dikasihi Untuk orang yang disayangi Untuk orang yang dicintai

Sekar Hestu Pramesworo Aku harus terus beranjak dengan luka, daripada harus tenggelam di dalam dirinya Yang lama memang menyakitkan, namun selalu dirindukan Misi penyelamatan hati ini harus terus dilanjutkan Kamu boleh kehilangan dia, tapi kamu tidak boleh kehilangan kamu Nanti siapa yang akan menemani mereka? Sabar, anak tangga mu masih banyak Di atas sana ada tempat untuk kamu berpulang Nikmati saja prosesnya, nanti juga ada sembuhnya Yuk kita mulai lembaran baru lagi, aku yakin kamu bertambah kuat setiap hari Syukuri, dengan setiap detik yang kamu miliki Bagian dari dirimu yang hilang dariku, Perlahan, bisa ku relakan, harus ku ikhlaskan Karena apa yang aku miliki sekarang, lebih berharga daripada harus melihat ke belakang. Tertanda, SH


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook