KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI DALAM PUSARAN ERA GLOBALISASI DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN Oleh: IMAM FARIH NIP: 19810606 201102 1 002 SEKOLAH DASAR NEGERI 016 SUKA MULYA KECAMATAN BANGKINANG KABUPATEN KAMPAR RIAU 2021
KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI DALAM PUSARAN ERA GLOBALISASI DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN IMAM FARIH [email protected] Kepala SDN 016 Suka Mulya ABSTRAK Era globalisasi merupakan bentuk perubahan global yang terjadi diseluruh dunia, sehingga modernisasi di Era globalisasi ini telah banyak mengubah orientasi dan tujuan hidup manusia. Pendidikan Islam di Indonesia dinilai masih tertinggal dengan laju arus globalisasi. Oleh karena itu, melakukan reformasi pada dunia pendidikan Islam sangatlah penting dalam rangka mengikuti tuntutan perkembangan zaman sekaligus memberikan filter terhadap efek negatif yang besar kemungkinan muncul pada era globalisasi ini. Pendidikan Islam dalam menghadapi era globalisasi seharusnya menggunakan pengintgrasian ilmu, Konsep ilmu yang integratif-interkonektif merupakan konsep yang terpadu dan terkait antara keilmuan agama (qauliyyah) dengan keilmuan alam (kauniyyah) dan sosial (Insaniyyah) dengan harapan akan menghasilkan sebuah output yang mempunyai keseimbangan pada realitas kosmologis (makrokosmos, mikrokosmos, dan metakosmos). Kata kunci : Pendidikan Agama Islam, Globalisasi The era of globalization is a form of global change that occurs throughout the world, so that modernization in this era of globalization has changed the orientation and purpose of human life. Islamic education in Indonesia is considered still lagging behind the pace of globalization. Therefore, reforming the world of Islamic education is very important in order to keep up with the demands of the times as well as provide a filter for the negative effects that are likely to appear in this era of globalization. Islamic education in facing the era of globalization should use the integration of science. The concept of integrative- interconnective science is an integrated and related concept between religious science (qauliyyah) with natural science (kauniyyah) and social (Insaniyyah) with the hope that it will produce an output that has a balance in cosmological reality (macrocosm, microcosm, and metacosm). 2
Keywords: Islamic Religious Education, Globalization A. Pendahuluan Kemajuan zaman melaju dengan pesat, keadaan dunia sekarang sangat jauh berbeda dengan keadaan zaman dahulu yang penuh dengan keterbatasan, Laju arus perkembangan dunia begitu cepat terjadi, akses informasi dunia yang mudah diakses bahkan dari dalam kamar kita sendiri, segala apapun yang terjadi di atas dunia ini begitu cepat menyebar keseluruh penjuru dunia global. sehingga kemudian terjadi penyatuan perspesi masyarakat dunia secara global dalam hal gaya hidup, orientasi dan budaya. Ini lah kita yang beraada di era globalisasi Era globalisasi merupakan bentuk perubahan global yang terjadi diseluruh dunia, perubahan-perubahan itu tidak bisa dihindari sebagai efek domino dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan tentunya perubahan itu membawa dampak yang besar di berbagai aspek kehidupan manusia baik di bidang pendidikan, ekonomi, sosial, politik, lingkungan, budaya, dan sebagainya. Modernisasi di Era globalisasi ini telah banyak mengubah orientasi dan tujuan hidup manusia, Pada fase awal tujuan hidup manusia adalah bagaimana memenuhi kebutuhan hidupnya berupa makan dan minum. Sedangkan pada era globalisasi ini tujuan hidup manusia mengalami perubahan yang besar, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum, melainkan memenuhi kebutuhan matereal, etis dan spritual. Selain itu pudarnya nilai-nilai budaya ketimuran yang identik dengan Islam karena pengaruh dari budaya-budaya barat sebagai akibat dari rendahnya kualitas pendidikan yang tidak mampu meghadapai tantangan di era globalisasi. Pendidikan Islam di Indonesia dinilai masih tertinggal dengan laju arus globalisasi, Indikasi ketertinggalan pendidikan Islam menurut Abd. Rachman Assegaf yang dikutip oleh Bahru Rozi1, yakni Pertama, minimnya upaya pembaharuan. Kedua, praktik pendidikan Islam sejauh ini masih memelihara warisan yang lama dan tidak banyak melakukan pemikiran kreatif, inovatif, dan kritis terhadap isu-isu aktual. Ketiga, model pembelajaran pendidikan Islam terlalu menekankan pada 1 Bahru Rozy, Problematika Pendidikan Islam Di Era Revolu Si Industri 4.0, Jurnal Pendidikan Islam Volume 09Nomor 1, Juli 2019ISSN Cetak (p-ISSN) : 2581-0065ISSN Online (e-ISSN) : 2654-265X, Doi. 10.38073/jpi.v9i1.204, h. 43 3
pendekatan intelektualisme-verbalistik dan mengasingkan pentingnya interaksi edukatif dan komunikasi humanistik antara guru-murid. Keempat, orientasi pendidikan Islam menitikberatkan pada pembentukan abd atau hamba Allah dan tidak seimbang dengan pencapaian karakter manusia Muslim sebagai khalifah fi al-arḍ. Oleh karena itu, melakukan reformasi pada dunia pendidikan Islam sangatlah penting dalam rangka mengikuti tuntutan perkembangan zaman sekaligus memberikan filter terhadap efek negatif yang besar kemungkinan muncul pada era globalisasi ini. Pendidikan Islam dituntut mampu untuk mebentuk sistem pendidikan islam yang integral secara konsep, kurikulum, maupun kelembagaan. Kurikulum pendidikan islam seharusnya tidak lagi dirancang hanya sekedar memberikan pengetahuan terhadap materi-materi yang sifatnya hanya Islamologi (wawasan tentang kesilaman) saja, tetapi juga harus dirancanag sedemikian rupa agar mampu menguasai materi-materi tentang sains dan teknologi guna untuk menjaga keseimbangan dunia global yang merupakan tugas manusia sebagai khalifah diatas muka bumi, yakni peran aktif manusia dalam memelihara dan menjaga alam raya ini agar dikelola dan dimanfaatkan untuk memenuhi semua kebutuhan manusia sebagaimana Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 30 : َوإِ ْذ قَا َل َربُّ َك ِل ْل َملََٰٓ ِئ َك ِة ِإنِى َجا ِع ٌل فِى ٱ ْْلَ ْر ِض َخ ِليفَة Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: \"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi\". B. Pembahasan 1. Pengertian Globalisasi Kata globalisasi diambil dari bahasa inggris yakni “the globe” yang berarti dunia atau bumi. Dari arti tersebut maka globalisasi “globalization” dapat diartikan sebagai menyatunya seluruh dunia/bumi.2 Sedangkan Globalisasi dalam arti lengkap banyak didefenisikan oleh para pakar dan ilmuan. Baylis dan Smith mendefenisikan globlasasi sebagai proses meningkatnya keterkaitan antar masyarakat, sehingga satu peristiwa yang terjadi di wilayah tertentu akan cepat berpengaruh terhadap masyarakat lainnya di bahagian bumi lainnya. Sedangkan Anthony Giddens melihat globalisasi sebagai proses sosial yang ditandai dengan semakin intensifnya hubungan sosial yang mengglobal. Dari kedua defenisi ini 2 Syamsu Rijal, Problematika Pendidikan Islam di Era Globalisasi, Jurnal Penelitian dan Pemikiran Keislaman, Februari 2018. Vol. 5. No.1, ISSN. 2355-0104, E-ISSN. 2549-3833, h. 103 4
glibalisasi dapat difahami bahwa kehidupan manusia dengan segala aspeknya di suatu wilayah tertentu akan cepat berpengaruh terhadap manusia lainnya di wilayah yang lain.3 Wallerstain seorang pakar teori sistem dunia mendefenisikan lebih luas tentang globalisasi yakni globalisasi tidak hanya sebatas hubungan lintas batas negara di dunia, namun lebih dari itu yakni globalisasi merupakan wujud keberhasilan kejayaan ekonomi kapitalis dunia yang digerakkan oleh logika akumulasi kapital.4 Senada dengan pendapat tersebut, Jin Young Chung (ilmuwan politik asal Korea) mendefinisikan globalisasi sebagai suatu proses terintegrasinya dunia melalui peningkatan arus kapital, hasil-hasil produksi, jasa, ide dan manusia yang melampaui lintas batas Negara. Proses ini merupakan hasil dari perkembanganperkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi yang revolusioner, serta liberalisasi perdagangan dan keuangan di Negara-negara besar. Lebih lanjut lagi, ia mengemukakan bahwa pada tataran tertentu globalisasi merupakan hasil alami dari kecenderungan ekspansi pasar yang sejalan dengan keinginan perusahaan maupun manusia mengejar kesempatan-kesempatan bisnis.5 J.A.Scholte dikutip oleh Mawardi Pewangi dalam Jurnal Tantangan Pendidikan Islam Di Era Globalisasi, membagi pengertian globalisasi menjadi lima kategori:6 1) Globalisasi sebagai internasionalisasi, yaitu pertumbuhan dalam pertukaran dan interdependensi nasional. 2) Globalisasi sebagai liberalisasi, yaitu proses penghapusan hambatan-hambatan yang dibuat oleh pemerintah terhadap mobilitas antarnegara untuk menciptakan sebuah ekonomi dunia yang terbuka dan tanpa batas. 3) Globalisasi sebagai universalisasi, yaitu proses penyebaran berbagai objek dan pengalaman kepada semua orang ke seluruh penjuru dunia. 4) Globalisasi sebagai westernisasi atau modernisasi, yaitu sebuah dinamika yang menyebabkan struktur sosial modernitas (kapitalisme, rasionalisme, industrialisme, birokratisme, dan sebagainya) disebarkan ke seluruh penjuru dunia. 3 Ibid. 4 J, Robert Holton, Globalization and Nation State, (London: Macmillan Press, 1998), h. 11 5 Imam, Machali, Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2004), h. 110 6 Mawardi Pewangi, Tantangan Pendidikan Islam Di Era Globalisasi, Jurnal Tarbawi Volume 1 No 1 ISSN 2527-4082. h. 3 5
5) Globalisasi sebagai penghapusan batas-batas teritorial, yaitu mendorong rekonfigurasi geografis sehingga ruang sosial tidak lagi semata dipetakan dengan kawasan teritorial. 2. Globalisasi dalam tinjauan histori Abad ke-21 adalah millenium baru, dimana kehidupan dunia akan semakin kompleks dan saling ketergantungan (interdependence). Abad ini sering diasosiasikan dengan lahimya era globalisasi. Globalisasi didefënisikan sebagai sebuah proses yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan atau prakarsa yang dampaknya berkelanjutan melampaui suatu batas kebangsaan (nation hood) dan kenegaraan (state hood), dengan kemajuan teknologi dan keterbukaan informasi sebagai penopang utamanya.7 Mengacu dari hal itu, unsur yang ada timbul dari globalisasi adalah hilangnya batas antar negara karena sistem informasi semakin terbuka, era liberasi, pasar bebas, kompetisi global serta kerjasama regionnal dan global. Dari konsep tersebut jelas bahwa globalisasi adalah sebuah keniscayaan yang harus dihadapi oleh setiap bangsa. Globalisasi merupakan sebuah konsep yang mendominasi diskursus ekonomi politik terutama menjeang abad ke-21. Globalisasi tidak bisa dipisahkan dengan neo-liberalisme atau pasar bebas. Fenomena globalisasi, memiliki pengaruh terhadap ekonomi-politik suatu bangsa, serta membawa pengaruh terh dap generasi muda terutama dalarn hal gaya hidup.8 Globalisasi merupakan pertemuan dua proses historis yang saling terkait, yakni: pertama, globalisasi merupakan produk dinamika ekspansi kapitalis dan akumulasi kapital (modal/uang) yang tak terbatas. Kedua, globalisasi merupakan proyek yang dihasilkan atau sedang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan sosial dominan yang tengah berusaha menginstitusionalisasikan kekuatannya dalam struktur historis yang akan membantu ekspansi transisional kapital di masa depan.9 Globalisasi tidak dapat dilepaskan dari revolusi industri yang terjadi di Eropa. Dalam perkembangannya, agenda globalisasi banyak dipegang oleh negara adidaya seperti Amerika Serikat. Negara adidaya tersebut berusaha mernpengaruhi Dunia Ketiga, dengan paham neoliberalisme ekonominya. Dari kecenderungan sistem ekonomi pasar bebas, akhirnya globalisasi merambah kesemua lini kehidupan, mulai 7 H.A.R Tilaar, “Manifesto Pendidikan Nasional Tinjauan dari Perspektif Postrnodernisme dan Studi Kultural”, Jakarta, Kompas, 2005, h. 158 8 Choirul Mahftidz, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 110 9 Ibid 6
dan sosial, budaya, politik, hukum sampai pendidikan tidak dapat dilepaskan dari pengaruh globalisasi.10 3. Karakteristik Era Globalisasi Era globalisasi dicirikan dengan: Pertama, abad ini adalah abad yang mengedepankan ilmu pengetahuan sebagai handalan manusia untuk memecahkan problem kehidupannya, dengan demikian abad ini akan melahirkan masyarakat belajar (learning society) atau masyarakat ilmu pengetahuan (knowledge society). Keunggulan manusia atau suatu bangsa akan dikaitkan dengan keunggulan bangsa tersebut dalam bidang ilmu pengetahuan. Kedua, di era ini muncul dunia tanpa batas (borderless world). Sekat-sekat geografis menjadi semu sebagai akibat dari kemajuan ilmu komunikasi dan informasi. Peristiwa apapun yang terjadi di suatu belahan dunia dalam waktu yang hampir bersamaan akan diketahui di belahan dunia lainnya, maka terjadilah pertukaran informasi secara mudah. Ketiga, era ini akan memunculkan persaingan global, akan muncul era kompetitif. Untuk menyahuti era kompetitif ini, maka memiliki keunggulan menjadi sebuah keniscayaan.11 Melihat karakteristik di atas dapat kita simpulkan bahwa, setidaknya globalisasi ditandai oleh beberapa hal, yaitu: pertama, globalisasi berkait erat dengan kemajuan teknologi serta kemajuan arus informasi yang menembus lintas batas Negara. Kedua, globalisasi tidak terlepas dari akumulasi kapital, dan tingginya intensitas arus investasi, keuangan dan perdagangan global. Ketiga, globalisasi berhubungan erat dengan semakin tingginya intensitas perpindahan manusia, pertukaran budaya, nilai dan ide yang lintas Negara. Keempat, globalisasi ditandai dengan semakin tingginya keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan juga antar masyarakat di dunia.12 Dari berbagai aspek yang menandai globalisasi tersebut, maka dengan jelas tergambar bahwa arus globalisasi yang bergitu deras membawa akibat dan manfaat bagi kehidupan manusia. Dua hal yang saling bertentangan ini memaksa seseorang untuk bersikap dan menentukan pilihan terhadap globalisasi. 10 Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 127 11 Haidar Putra Daulay. Pemberdayaan Pendidikan Islam Indonesia. (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 13 12 Imam, Machali, Op.cit, h. 112 7
4. Tantangan Pendidikan Islam Di Era Globalisasi Globalisasi merupakan sebuah fenomena kompleks dan efek domino atas laju modernitas yang memiliki efek luas terhadap semua dimensi kehidupan umat manusia. Tidak mengherankan, jika istilah, \"globalisasi\" ini telah memperoleh konotasi arti yang cukup banyak. Di satu sisi, globalisasi dipandang sebagai kekuatan yang tidak tertahankan serta jinak untuk memberikan kemakmuran ekonomi kepada orang-orang di seluruh dunia. Di sisi lain, ia dituding sebagai sumber dari segala penyakit kontemporer yang mematikan identitas budaya setiap bangsa. Dua sisi berbeda yang melekat pada globalisasi ini menjadi perhatian serius berbagai bangsa dalam mempertahankan karakter budayanya melalui dunia pendidikan. Bagi masyarakat Islam, Globalisasi merupakan sebuah fenomena yang banyak menimbulkan dampak negatif yang di bawa oleh negara-negara Barat (terutama Amerika Serikat) dengan tujuan agar masyarakat mengikuti cara hidup di negara mereka. Dampak negatif ini sekaligus menjadi tantangan tersendiri bagi dunia Pendidikan Islam, yakni sebagai berikut: a. Pemiskinan nilai spiritual. Tindakan sosial yang mempunyai nilai materi (tidak produktif) dianggap sebagai tindakan yang rasional. b. Jatuhnya manusia dari makhluk spiritual menjadi makhluk material. c. Peran agama digeser menjadi urusan akhirat sedang urusan dunia menjadi wewenang sains. d. Tuhan hanya hadir dalam pikiran, lisan, tetapi tidak hadir dalam perilaku dan tindakan. e. Gabungan ikatan primordial dengan sistem politik melahirkan nepotisme, birokratisme, dan otoriterisme. f. Individualistik. g. Terjadinya frustasi eksistensial seperti hasrat yang berlebihan untuk berkuasa merasa hidupnya tidak bermakna. h. Terjadinya ketegangan-ketegangan informasi di kota dan di desa, kaya dan miskin, konsumeris.13 Selain menganalisis tantangan melalui dampak negatif pada era globalisasi diatas, Mawaradi Pewangi14 merumuskan tiga tantangan utama dalam era globalisasi. Ketiga tantangan ini dianggap memiliki pengaruh paling krusial terhadap pendidikan 13 Tim Penyusun, Pengantar Studi Islam, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2009), h. 235 14 Mawardi Pewangi, Lok.cit, h. 6-7 8
Islam. Adapun tantangan yang lainnya adalah implikasi yang lahir dari adanya ketiga tantangan utama tersebut. a. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pendidikan Islam saat ini sedang ditantang konstribusinya terhadap pembentukan peradaban dan budaya modern yang relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks). Pada dimensi ini, pendidikan Islam mengalami kemunduran fungsi (degradasi fungsional) karena pendidikan Islam lebih berorientasi pada aspek moral spiritual. Terdapat banyak pendapat yang mengatakan bahwa pendidikan Islam tidak terlalu fokus memprioritaskan aspek yang bersifat praktis dan pragmatis, seperti penguasaan teknologi. Akibatnya, pendidikan Islam tidak mampu bersaing pada level kebudayaan di tingkat global. Secara makro kondisi pendidikan Islam saat ini sudah ketinggalan zaman. Tertinggal karena kalah berpacu dengan perkembangan dan perubahan sosial budaya. Tertinggal sebab alumni yang hasilkan kalah bersaing dalam penguasaan ipteks. Ipteks dengan beragam kemajuan yang ibawanya bersifat fasilitatif terhadap kehidupan manusia. Artinya, ipteks memberi fasilitas kemudahan bagi manusia, tetapi juga dapat merugikan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam memandang perkembangan ipteks sebagai tantangan yang harus dihadapi dan dikuasai, sehingga generasi muslim tidak tertinggal oleh kebudayaan yang berkembang. Pada konteks ini ada dua hal yang penting untuk dipikirkan, yaitu bagaimana supaya perkembangan ipteks tidak terlepas dari nilai-nilai ajaran Islam dan bagaimana pendidikan Islam dapat berkonstribusi bagi kemajuan ipteks di masa depan. b. Demokratisasi, Demokratisasi merupakan isu lain yang mempengaruhi pendidikan Islam Indonesia. Dede Rosyada dalam bukunya Paradigma Pendidikan Demokratis sebagaimana dikutip Mawardi pewangi menjelaskan, bahwa tuntutan demokratisasi pada awalnya ditujukan pada sistem politik negara sebagai antitesis terhadap sistem politik yang otoriter. Selanjutnya perkembangan tuntutan ini mengarah kepada sistem pengelolaan berbagai bidang termasuk bidang pendidikan. Kehidupan demokrasi adalah kehidupan yang menghargai akan potensi individu. Artinya, bahwa setiap bentuk homogenisasi masyarakat adalah bertentangan dengan prinsip- prinsip hidup demokrasi. Sehingga, menurut Tilaar sebagaimana dikutip mawardi pewangi , dalam bidang pendidikan semua warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan, juga memiliki kewajiban yang sama dalam membangun pendidikan nasional yang berkualitas. Demokratisasi pendidikan 9
membuka ruang partisipasi publik untuk terlibat dalam pendidikan walaupun di satu sisi ini berpotensi melahirkan komersialisasi pendidikan, terutama oleh kelompok pengusaha pendidikan yang berusaha meraup keuntungan melalui bisnis pendidikan. Demokratisasi pendidikan Islam menghendaki sistem pendidikan yang bersifat sentralistik, seragam, dan dependen, untuk beralih mengembangkan sistem pendidikan yang lebih otonom, beragam, dan independen. c. Dekadensi moral revolusi teknologi berakibat pada pergeseran nilai dan norma budaya. Pada lazimnya, nilai-nilai budaya dari pihak yang lebih dominan dalam penguasaan ipteks akan cenderung berposisi dominan pula dalam interaksi kultural yang terjadi. Dalam konteks ini, Hasbi Indra 15 menjelaskan bahwa budaya Barat telah memperlihatkan superioritasnya terhadap budaya Islam. Produk teknologi seperti TV, parabola, telepon, VCD, DVD, internet, dan lain-lain dapat membuka hubungan dengan dunia luar sehingga wawasan masyarakat terbuka. Namun, lewat media tersebut dapat pula disaksikan pornografi, film-film, sinetron yang menawarkan gaya hidup bebas dan juga kekerasan, yang secara moral bertentangan dengan nilai Islam. Berdasarkan uraian di atas, jelas tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan dalam segala bentuk, baik bersifat personal maupun global bisa terjadi dalam hitungan waktu yang relatif sangat singkat. Hal ini merupakan tantangan yang mutlak dijawab oleh pendidikan Islam melalui strategi yang tepat. Qodri Azizy menyatakan juga bahwa globalisasi dapat berarti alat. Ketika itu, globalisasi menjadi netral artinya ia mengandung hal-hal positif jika dimanfaatkan dengan tujuan baik dan begitupun sebaliknya. Selain itu globalisasi juga bisa berarti ideologi. Ia sudah mempunyai arti tersendiri dan netralitasnya sangat berkurang menyebabkan terjadi benturan nilai ideologis globalisasi dan nilai agama. Baik sebagai alat atau ideologi, globalisasi menjadi sebagai ancaman sekaligus tantangan.16 Menghadapi tantangan globalisasi seperti yang dikemukakan di atas, pendidikan Islam perlu melakukan langkah-langkah strategis dengan membenahi beberapa persoalan internal. Persoalan internal yang dimaksud adalah: (1) persoalan dikotomi pendidikan; (2) tujuan dan fungsi lembaga pendidikan Islam; (3) persoalan kurikulum atau materi. Ketiga persoalan tersebut saling terkait antara satu dengan yang lain. 15 Hasbi Indra, Pendidikan Islam Mewalawan Globalisasi, Cet:II (Jakarta: Rida Mulia, 2005), h. 72 16 A. Qodri Azizy, Melawan Globalisasi: Interpresi Agama Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 22 10
5. Kurikulum PAI Di Era Globalisasi Menghadapi tantangan globalisasi seperti yang dikemukakan di atas, kurikulum pendidikan Islam perlu dirancang dengan langkah-langkah strategis dan cermat untuk menyesuaikan dengan tantangan di era globalisasi. Dalam kurikulum pendidikan Islam perlu adanya kontekstualisasi PAI sesuai dengan persoalan hidup seperti yang diajarkan al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Agar terdapat relevansi pendidikan Islam dengan persoalan zaman. Walaupun Pendidikan Islam menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman, tetapi tidak mengabaikan nilai-nilai spiritualitas dan akhlakul karimah. Inilah yang akan menjadi pembeda antara konsep pendidikan umum yang berlandaskan ilmu pengetahuan umum dengan PAI yang berlandaskan nilai-nilai Islam.17 Pendidikan Islam dalam menghadapi era globalisasi diantaranya adalah dengan pengintgrasian ilmu, Konsep ilmu yang integratif-interkonektif merupakan konsep yang terpadu dan terkait antara keilmuan agama (qauliyyah) dengan keilmuan alam (kauniyyah) dan sosial (Insaniyyah) dengan harapan akan menghasilkan sebuah output yang mempunyai keseimbangan filosofis. Para cendekiawan muslim membedakan pandangan dunia tentang adanya tiga realitas kosmologis (makrokosmos, mikrokosmos, dan metakosmos). Makrokosmos adalah alam semesta pada umumnya, mikrokosmos adalah manusia, dan metakosmos adalah Allah. Jika kedua alam (makrokosmos dan mikrokosmos) itu diciptakan oleh Allah maka pastilah terdapat hubungan antara ketiganya. Dikotomi ilmu yang pada awalnya merupakan trauma sejarah hasil perseteruan antara kaum intelektual dengan gereja telah memutuskan rantai integrasi sehingga keilmuan menjadi terbelah dan tidak ada saling keterhubungan dan ketergantungan. Dikotomi ilmu yang selama ini ada dalam pendidikan Islam banyak menyebabkan kemunduran Islam sehingga umat Islam berada pada situasi sulit dipersimpangan jalan. Menurut sejarahnya, Islam pada lima abad pertama (abad ke-7 sampai 11 M), tidak mengenal pendikotomian ilmu, namun pada perkembangan selajutnya, yaitu pada akhir abad ke-11 menjelang abad ke-12 M, dikotomi ilmu mulai menjangkiti dunia Islam. Pemisahan antara ilmu agama dan umum mulai digencarkan. Situasi tersebut lebih jelas 17 A. Suradi, Globalisasi Dan Respon Pendidikan Agama Islam Di Sekolah, Jurnal Mudarrisuna, Volume 7, Nomor 2, July-Desember 2017, P-Issn: 2089-5127 E-Issn: 2460-0733, h. 252 11
lagi ketika mindsetdi masyarakat terdapat keyakinan bahwa agama dan ilmu adalah dua entitas yang tidak bisa dipertemukan. Integrasi Ilmu merupakan satu dari usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam mewujudkan integrasi Islam dan Sains di lingkungan pendidikan terutama dalam pendidikan Islam dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:18 a. Menjadikan kitab suci sebagai basis atau sumber utama Ilmu Al-Qur’an dalam pengintegrasian ilmu ini diposisikan sebagai sumber utama atau landasan dasar bagi pencapaian ilmu umum yang diperoleh dari hasil observasi, eksperimen, dan penalaran logis yang kedudukannya sebagai sumber pendukung dalam rangka menambah keyakinan terhadap Allah melalui sumber utama yakni AlQur’an. b. Memperluas batas materi kajian Islam dan Menghindari dikotomi ilmu Ajaran Islam bersifar universal oleh karena itu tidak ada dikotomi dalam Islam karena semua llmu itu penting untuk dipelajari agar menjalankan kehidupan dengan baik c. Menumbuhkan pribadi yang berkarakter Ulil Albab. Ulil Albab adalah orang yang benar-benar mampu menggunakan akal dan pikirannya untuk memahami fenomena alam sehingga dapat memahami sampai pada bukti-bukti keesaan dan kekuasaan sang Maha pencipta yakni Allah swt. d. Menelusuri ayat-ayat dalam AlQur’an yang berbicara tentang sains. Menelusuri ayat-ayat Al-Qur’an merupakan bentuk langkah yang sangat vital untuk terintegrasinya sains dan Islam. Seterusnya bahwa kebenaran Al-Qur’an itu merupakan sumber yang relevan dengan ilmu pengetahuan (sains) yang saat ini sangat pesat berkembang. e. Mengembangkan kurikulum pendidikan di lembaga pendidikan. Berdasarkan hasil kajian beberapa ilmu dan pendekatan, tampaknya ada kesamaan pandangan bahwa segala macam krisis itu berpangkal dari krisis akhlak dan moral, krisis spiritual. Untuk mewujudkan insan yang mempunyai kedalaman spiritual, keagungan akhlaq, keluasan intelektual dan kematangan professional, akan dapat dicapai secara utuh jika terpadu/terintegrasi nya ilmu sains dan Islam dalam proses pembelajaran. Sudah saatnya para pemikir dan ilmuwan dari kalangan muslim harus menemukan misteri-misteri yang tersembunyi atau sangat tersembunyi di balik teks- teks ayat al-Qur’an dan hadist-hadist tentang saling hubungan antara tiga realitas di atas, untuk kemudian dirumuskan dalam sistem pendidikan dan dirancang melalui 18 Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN Malang, (Malang: UIN-Malang Press, 2006), h. 65 12
kurikulum yang terintegrasi dalam (goal) tujuan, (Matter) Materi, (Organizing) Strategi pelaksanaan dan (Evaluating) Evaluasi. a. Goal (cita-cita/tujuan Pendidikan Islam), Tujuan Pendidikan Islam harus mempunyai tujuan praktis dan ideologis. Tujuan praktis PAI adalah menghasilkan generasi Islam yang tidak hanya pintar beribadah secara vertikal (Abid), namun cerdas secara horizontal (khalifah dan Imarotul Ardh). Kecerdasan ibadah horizontal di sini tidak hanya berkaitan dengan perintah ibadah rutin seperti zakat, Korban, Aqiqoh, shodaqoh, dan infaq. Namun PAI juga mampu menciptkan generasi yang memiliki semangat dalam mengkaji ilmu-ilmu alam berupa sians dan teknologi, serta ilmu sosial. Yang kedua tujuan ideologis, sudah sepatutnya PAI sebagai pilar utama pembentukan aqidah dan ketauhidan bagi generasi selanjutnya harus mampu menghasilkan generasi yang mampu menguasai ilmu pengetahuan umum namun tetap memiliki kemantapan dalam bertauhid. Sehingga kedepannya diharapkan PAI mampu mencetak generasi ilmuwan yang beriman. Inilah yang penulis sebut sebagai sebuah langkah konkrit dalam melakukan modernisasi PAI sebagai respon dari fenomena umat Islam di dunia global yang semakin tertinggal dari segi ilmu pengetahuan umum dan teknologi. Jika ini bisa berjalan sesuai dengan semestinya maka tujuan PAI untuk menciptakan kultur Islami bisa tercapai. b. Matter (Materi) pendidikan Islam terlalu didominasi masalah-masalah yang bersifat normatif, ritual dan eskatologis.19 menjelaskan, materi pendidikan Islam disampaikan dengan semangat ortodoksi keagamaan, tanpa ada peluang untuk melakukan telaah secara kritis. Pendidikan Islam tidak fungsional dalam kehidupan sehari-hari, kecuali hanya sedikit aktivitas verbal dan formal yang bersifat ritual. Berdasarkan pengembangan keilmuan, dari berbagai problem yang muncul di atas, jelas tidak bisa direspon hanya dengan ilmu-ilmu yang selama ini ada di lembaga pendidikan Islam, seperti fiqih, ilmu kalam, tasawuf, aqidah akhlak, dan tarikh. Ilmu-ilmu tersebut perlu kembangkan sehingga mampu menjawab persoalan aktual, misalnya masalah lingkungan hidup, global warming, pencemaran limbah beracun, penggundulan hutan, gedung pencakar langit, polusi udara, dan problem sosial, antara lain: banyaknya pengangguran, penegakan hukum, hak asasi manusia, korupsi, dan sebagainya. Dalam konteks ini, materi pendidikan Islam secara garis besar diarahkan pada dua dimensi, yakni: (1). dimensi vertikal berupa ajaran 19 Fajar, A. Malik, Madrasah dan Tantangan Modernitas, (Bandung: Mizan, 1995), h. 5 13
ketaatan kepada Allah swt. dengan segala bentuk artikulasinya, (2). dimensi horizontal berupa pengembangan pemahaman tentang kehidupan manusia dalam hubungannya dengan alam atau lingkungan sosialnya. Dimensi yang kedua ini dilakukan dengan mengembangkan materi pendidikan yang berorientasi pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga PAI tidak hanya sebagai sebuah kajian wawasan tentang keIslaman (Islamologi) saja, namun PAI juga harus bisa mendorong generasi Islam untuk meningkatkan kualitas diri menjadi manusia yang profersional dan berdaya saing. c. Oraginizing (Strategi pelaksanaan) Kurikulum, Pada dasarnya, istilah strategi dapat dirumuskan sebagai suatu tindakan penyesuaian untuk mengadakan reaksi terhadap situasi lingkungan tertentu (baru dan khas) yang dapat dianggap penting, di mana tindakan penyesuaian tersebut dilakukan secara sadar berdasarkan pertimbangan yang wajar.20 Pendidikan agama Islam sebenarnya tidak hanya cukup dilakukan dengan pendekatan teknologik karena aspek yang dicapai tidak cukup kognitif tetapi justru lebih dominan yang afektif dan psikomotorik, maka perlu pendekatan yang bersifat non-teknologik. Pembelajaran tentang akidah dan akhlak lebih menonjolkan aspek nilai, baik ketuhanan maupun kemanusiaan yang hendak ditanamkan dan dikembangkan pada diri siswa sehingga dapat melekat menjadi sebuah kepribadian yang mulia, sehingga menurut Noeng Muhajir ada beberapa strategi yang bisa digunakan dalam pembelajaran nilai yaitu: tradisional maksudnya dengan memberikan nasehat dan indoktrinasi, bebas maksudnya siswa diberi kebebasan nilai yang disampaikan, reflektif maksudnya mondar-mandir dari pendekatan teoritik ke empiric, transiternal maksudnya guru dan siswa sama-sama terlibat dalam proses komunikasi aktif tidak hanya verbal dan fisik tetapi juga melibatkan komunikasi batin. d. Evaluating (Evaluasi) kuirkulum. Evaluasi kurikulum memegang peran penting baik dalam penentuan kebijakansanaan pendidikan pada umumnya, maupun dalam pengambilan keputusan dalam kurikulum. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan. Evaluasi kurikulum sebagai usaha 20 Mastuki HS. Dkk, Managemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2003), h. 62 14
sistematis mengumpulkan informasi mengenai suatu kurikulum untuk digunakan sebagai pertimbangan mengenai nilai dan arti dari kurikulum dalam suatu konteks tertentu. Evaluasi kurikulum dapat mencakup keseluruhan kurikulum atau masing- masing komponen kurikulum seperti tujuan, isi, atau metode pembelajaran yang ada dalam kurikulum tersebut. Evaluasi kurikulum merupakan suatu bahasan yang luas, meliputi banyak kegiatan dan sejumlah prosedur, bahkan dapat merupakan suatu lapangan studi yang berdiri sendiri. Ada beberapa model evaluasi kurikulum, yaitu:21 a. Evaluasi kurikulum model penelitian (research evaluation model). Model evaluasi kurikulum yang menggunakan penelitian didasarkan atas teori dan metode tes psikologi serta ekperimen lapangan. Salah satu pendekatan dalam evalusai yang menggunakan eksperimen lapangan adalah comparative approach, yaitu dengan mengadakan perbandingan antara dua macam kelompok peserta didik. b. Model evaluasi kurikulum yang berorientasi pada tujuan (goal/objective oriented evaluation model). Dalam model ini, evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dari proses pengembangan kurikulum. Kurikulum tidak dibandingkan dengan kurikulum lain, tetapi diukur dengan seperangkat tujuan atau kompetensi tertentu. Keberhasilan pelaksanaan kurikulum diukur oleh penguasaan siswa akan tujuan-tujuan atau kompetensi tersebut. c. Model evaluasi kurikulum yang lepas dari tujuan (goal free evaluation model). Model ini dikembangkan oleh Micheal Scriven, yang cara kerjanya berlawanan dengan model evaluasi yang berorientasi pada tujuan. Menurut pendapat Scriven, seorang evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan pembelajaran, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kerjanya. Cara dengan memperhatikan dan mengidentifikasi penampilan yang terjadi, baik hal-hal positif yang diharapkan maupun hal-hal negatif yang tidak diinginkan. d. Model campuran multivariasi. Model campuran multivariasi adalah strategi evaluasi yang menyatukan unsur-unsur dari beberapa model evaluasi kurikulum. Model ini memungkinkan perbandingan lebih dari satu kurikulum dan secara 21 W. Wirawan, Evaluasi (Teori, Model, Metodologi, Standar, Aplikasi dan Profesi). (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2016), h. 80-84 15
serempak keberhasilan tiap kurikulum diukur berdasarkan kriteria khusus dari masing-masing kurikulum. e. Model evaluation program for innovate curriculumbs (EPIC) Model ini menggambarkan keseluruhan program evaluasi kurikulum dalam sebuah kubus. Kubus ini memiliki tiga bidang, bidang pertama adalah perilaku (behavior) yang meliputi perilaku cognitive, affective, psychomotor. Bidang kedua adalah pembelajaran (instruction), yang meliputi organisasi, materi, metode fasilitas atau sarana dan pendanaan. Bidang ketiga adalah kelembagaan (institution) yang meliputi guru, murid, administrasi, tenaga kependidikan, keluarga dan masyarakat. f. Model CIPP (Contex, Input, Procces, and Product). Model ini dikembangkan oleh Stufflebeam (1967) dan kawankawan di Ohio State University AS dan model ini paling banyak diikuti oleh para evaluator. Model ini memandang bahwa kurikulum yang dievaluasi adalah sebuah sistem, maka apabila evaluator telah menentukan untuk menggunakan model CIPP, maka evaluator harus menganalisis kurikulum tersebut berdasarkan komponen-komponen model CIPP. g. Model Ten Brink. Ten Brink mengemukakan adanya tiga tahap evaluasi kurikulum yaitu: Tahap persiapan, Tahap pengumpulan data melalui dua langkah yaitu memperoleh informasi yang diperlukan dan menganalisis dan mencatat informasi, dan tahap penilaian. h. Model Pendekatan Proses. Evaluasi kurikulum model pendekatan proses ini tumbuh dan berkembang secara kualitatif, yang menjadi pendekatan yang penting. i. Model Evaluasi Kuantitatif. Model kuantitatif ditandai oleh ciri yang menonjol dalam penggunaan prosedur kuantitatif untuk mengumpulkan data sebagai konsekuensi penerapan pemikiran paradigma positivisme. j. Model Evaluasi Kualitatif. Ciri khas dari model evaluasi kualitatif adalah selalu menempatkan proses pelaksanaan kurikulum sebagai fokus utama evaluasi, terutama yang berkenaan dengan studi kasus 6. Implementasi dalam Pembelajaran Implementasi kurkulum PAI pada era globalisasi harus berparadigma global yang terintegrasi yakni paradigma ilmu integratif, sehingga diharapkan pembelajaran yang dilaksanakan menjadi lebih bermakna. Dengan begitu tujuan pendidikan agama 16
Islam dalam mengarahkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya yaitu kitab suci Al- Quran dan Al- Hadits, melalui kegiatan bimbingan pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman dapat terlaksana. Dalam konteks pendidikan Islam paradigma integrasi dalam pembelajaran sebagai bentuk implementasi kurikulum semestinya bukan suatu hal yang baru, karena segala aspek yang berkaitan dengan Islam diikat oleh sebuah diktum idiologi tauhid. Dari konsep ini prinsip integrasi dibangun, di mana secara epistemologis tidak ada dikotomi antara domain rasio dan wilayah empirik. Implikasi dalam hal kurikulum, bisa dalam bentuk penyusunan silabus di sekitar dua isu fundamental, yakni epistemologi, dan etika. Proses implementasi kurikulum dalam pembelajaran PAI dapat dilakukan mulai dari rancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran hingga evaluasi pembelajaran. Untuk mengatasi kelemahan dan kekurangan tersebut, dalam pemebelajan PAI diperlukan pendekatan yang sekiranya dapat membantu peserta didik dalam mempelajari PAI secara utuh yaitu tidak sekedar memahamai dan hafalan saja. Salah satu pendekatan pembelajaran adalah pendekatan integratif. Model pembelajaran integratif menggunakan keterpaduan dan interkoneksi antar mata pelajaran Pembelajaran terintegrasi merupakan pendekatan belajar mengajar yang memperhatikan dan menyesuaikan dengan tingkat perkembangan anak didik (Developmentally Appropriate Practical). Pendekatan yang berangkat dari teori pembelajaran yang menolak drill-system sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak. Pembelajaran PAI ini terintegrasi akhirnya melahirkan implementasi nilai karakter religius dan peduli lingkungan. Implementasi Menurut E. Mulyasa se diartikan sebagai proses penerapan ide, konsep, kebijakan atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak baik berupa perubahan pengetahuan, ketrampilan, maupun sikap.22 Abdur Rahman Assegaf dalam papernya merinci integrasi keilmuan alam pembelajaran sebagai berikut:23 22 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah Tentang Konsep, Strategi, dan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), h. 6 23 Chanifudin, Tuti Nuriyati, Integrasi Sains Dan Islam Dalam Pembelajaran, Asatiza Jurnal pendidikan , Vol 1, No2, Mei - Agustus 2020, h. 222 17
a. Integrasi Tingkat Filosofi. Tingkat filosofi dalam integrasi sains dalam pembelajaran dimaksudkan bahwa setiap kajian memiliki nilai fundamental dalam kaitannya dengan disiplin keilmuan dan hubungannya dengan mengungkapkan ayat-ayat keberadaan Tuhan melalui di alam semesta. b. Integrasi Tingkat Metode dan Pendekatan Riset. Metode yang dimaksud dalam integrasi yaitu metode yang digunakan dalam mengembangkan ilmu yang dibutuhkan engan menggunakan pedekatan (approach). c. Integrasi Tingkat Materi. Tingkat materi merupakan suatu proses mengintegrasikan nilai-nilai kebenaran universal, umumnya dengan kajian keislaman khususnya ke dalam sains sosial d. Integrasi Tingkat strategi. Tingkat materi menunjukkan pada bahan yang disediakan akan disampaikan dalam proses pembelajaran, maka tingkat strategi merupakan tahapan pelaksana an pembelajaran dengan menerapkan berbagai model dan metode pembelajaran. e. Integrasi Tingkat Evaluasi. Tingkat evaluasi dilakukan setelah seluruh proses pembelajaran selesai, agar diketahui berapa besar keberhasialan dan kegagalan, keunggulan dan kelemahan, serta bagian mana yang perlu remedial. Tingkat evaluasi tidak bisa diabaikan kerena proses pembelajaran tidak dapat diketahui hasilnya tanpa evaluasi. Evaluasi pendidikan secara singkat dimaknai sebagai kegiatan menilai yang terjadi dalam proses pendidikan pembelajaran pada akhirnya perlu dievaluasi untuk mengukur ketercapaian tujuan dari pembelajaran itu sendiri. Tingkat integrasi harus dilakukan secara simultan dan sinergis agar tiap tingkatan mengalami keterpaduan. Pada prinsipnya integrasi kelimuan dapat dan harus dilakukan pada semua pembelajaran universal. Sehingga pada akhirnya dikotomi keilmuan yang cenderung dapat merusak keseimbangan peradaban. Integrasi kelimuan harus dilandasi sebuah dasar yang akurat dan dapat dipercaya sehingga dalam memamahi dan menyampaikan kembali tidak ada kejanggalan yang dapat merusak keilmuan itu sendiri. 18
C. Kesimpulan Globalisasi dapat difahami bahwa kehidupan manusia dengan segala aspeknya di suatu wilayah tertentu akan cepat berpengaruh terhadap manusia lainnya di wilayah yang lain. Modernisasi di Era globalisasi ini telah mengubah orientasi dan tujuan hidup manusia, menjadi bukan hanya memenuhi kebutuhan hidupnya berupa makan dan minum. Melainkan memenuhi kebutuhan matereal, etis dan spritual. Pendidikan Islam di Indonesia dinilai masih tertinggal dengan laju arus globalisasi. Bagi masyarakat Islam, Globalisasi merupakan sebuah fenomena yang banyak menimbulkan dampak negatif yang di bawa oleh negara-negara Barat (terutama Amerika Serikat) dengan tujuan agar masyarakat mengikuti cara hidup di negara mereka Sudah saatnya para pemikir dan ilmuwan dari kalangan muslim harus menemukan misteri-misteri yang tersembunyi atau sangat tersembunyi di balik teks-teks ayat al-Qur’an dan hadist-hadist tentang saling hubungan antara tiga realitas di atas, untuk kemudian dirumuskan dalam sistem pendidikan dan dirancang melalui kurikulum yang terintegrasi Kurikulum pendidikan islam di era globalisasi harus memperhatikan kecendrungan masyarakat di era globalisasi yakni teknologi dan modernitas. Artinya kurikulum pendidikan islam harus dirancang sedemikian rupa dengan mangacu pada pemanfaatan teknologi sebagai sarana meningkatkan kulaitias pendidikan islam serta meniscayakan meodernisasi dalam pendidikan islam berupa paradigma, konsep, kerangka kerja dan evaluasi 19
DAFTAR PUSTAKA Azizy, Qodri, A, Melawan Globalisasi: Interpresi Agama Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003) Daulay, Putra, Haidar. Pemberdayaan Pendidikan Islam Indonesia. (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) Dkk, HS, Mastuki, Managemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2003) Holten, Robert, j, Globalization and Nation State, (London: Macmillan Press, 1998) Indra, Hasbi, Pendidikan Islam Mewalawan Globalisasi, Cet:II (Jakarta: Rida Mulia, 2005) Machali, Imam, Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2004) Mahfudz, Choirul , Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006) Malik, A, Fajar, Madrasah dan Tantangan Modernitas, (Bandung: Mizan, 1995) Mulyasa, E, Manajemen Berbasis Sekolah Tentang Konsep, Strategi, dan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002) Nuriyati, Tuti, Chanifudin, Integrasi Sains Dan Islam Dalam Pembelajaran, Asatiza Jurnal pendidikan , Vol 1, No2, Mei - Agustus 2020 Penyusun, Tim, Pengantar Studi Islam, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2009) Pewangi, Mawardi, Tantangan Pendidikan Islam Di Era Globalisasi, Jurnal Tarbawi Volume 1 No 1 ISSN 2527-4082 Rahim, Husni, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001) Rijal, Syamsu, Problematika Pendidikan Islam di Era Globalisasi, Jurnal Penelitian dan Pemikiran Keislaman, Februari 2018. Vol. 5. No.1, ISSN. 2355-0104, E-ISSN. 2549-3833. Rozy, Bahru, Problematika Pendidikan Islam Di Era Revolu Si Industri 4.0, Jurnal Pendidikan Islam Volume 09Nomor 1, Juli 2019ISSN Cetak (p-ISSN) : 2581- 0065ISSN Online (e-ISSN) : 2654-265X, Doi. 10.38073/jpi.v9i1.204. Suprayogo, Imam, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN Malang, (Malang: UIN-Malang Press, 2006) Suradi, A, Globalisasi Dan Respon Pendidikan Agama Islam Di Sekolah, Jurnal Mudarrisuna, Volume 7, Nomor 2, July-Desember 2017, P-Issn: 2089-5127 E- Issn: 2460-0733 Tilaar , H.A.R, “Manifesto Pendidikan Nasional Tinjauan dari Perspektif Postrnodernisme dan Studi Kultural”, Jakarta, Kompas, 2005 20
Wirawan, W, Evaluasi (Teori, Model, Metodologi, Standar, Aplikasi dan Profesi). (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2016) 21
Search
Read the Text Version
- 1 - 21
Pages: