PENGUATAN BERFIKIR HOT’S DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI ERA SOCEITY 5.0 Oleh: IMAM FARIH NIP: 19810606 201102 1 002 SEKOLAH DASAR NEGERI 016 SUKA MULYA KECAMATAN BANGKINANG KABUPATEN KAMPAR RIAU 2022
PENGUATAN BERFIKIR HOT’S DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI ERA SOCEITY 5.0 IMAM FARIH [email protected] Kepala SDN 016 Suka Mulya ABSTRACT The era of Industry 4.0 has caused human defeat against technology, where according to predictions around eight hundred million human jobs in 2030 will be replaced by robots. Starting from building houses, producing food, producing clothes, vehicles and other reasons have been taken up by the sophistication of robotic technology. In fact, it is very possible that the role of humans as educators will be replaced by robotic technology, this situation gave rise to concerns so that the idea of the era of society 5.0 was born which began in Japan, Era of Society 5.0 is an era that requires humans to master the ability to solve problems, think critically and creative in using various innovations created in industry 4.0, so that humans and technology will be able to coexist. The era of society 5.0 is very influential on all aspects of life including aspects of education, especially for Islamic education which until now is still mired in the abyss of the dichotomy of science and a myriad of other problems, however, whatever it is Islamic religious education must continue to experience developments and changes in every era development, Thinking Critical and creative thinking or called HOTS (Higher Order Thinking Skill) is one way so that Islamic education is not left behind by the speed of the current development of the times, High-level thinking, where this ability can be developed by being trained as early as possible through education, by familiarizing students with exploration. , inquiry, discovery and problem solving from childhood. This can be done by Strengthening HOTS Thinking through Integration of Era Society 5.0 Capability with Islamic Education Curriculum Components Keyword: HOT’S, Islamic Education, Era Society 5.0
A. Pendahuluan Beragkat dari kegelisahan dunia pada era industry 4.0, yang mana manusia akan hidup bersaing dengan teknologi canggih, banyak manusia yang khawatir tidak dapat bertahan hidup dimasa yang akan datang karena pekerjaan yang diambil alih oleh robot sebagai produk teknologi. Hal ini memberi kekhawatiran kepada masyarakat, dimana teknologi akan mendegradasi peran manusia dalam kehidupan. Ancaman dari industry 4.0 ini menjadi penyebab utama lahirnya gagasan era society 5.0 yang dimulai di Jepang, diharapkan dapat menjadi solusi darikegelisahan akibat industry 4.0. Society 5.0 merupakan era yang memnuntut manusia harus menguasai kemampuan dalam menyelesaikan masalah, berfikir kritis dan kreatif dalam menggunakan beragam inovasi yang tercipta di industry 4.0, sehingga manusia dan teknologi akan bisa hidup berdampingan. Pada era society 5.0, teknologi digital diaplikasikan pada kehidupan manusia. Society 5.0 merupakan penetralisir atas tantangan yang diciptakan pada era industri 4.0. yang menghasilkan berbagai industrialisasi dan inovasi. Pada Era 4.0 terjadi disrupsi pada berbagai sektor dan aktivitas kehidupan manusia, termasuk pada bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta bidang pendidikan. Untuk menghadapi era society 5.0, diperlukan sebuah iklim pendidikan yang mendukung. Dalam konteks pembelajaran peserta didik harus lebih dibiasakan dan ditekankan untuk berpikir kritis, konstruktif dan inovatif agar nantinya pengetahuan yang disampaikan dapat benar-benar diterapkan dalam kehidupan sehari-hari secara konkret serta dapat memecahkan suatu permasalahan yang ada dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan sebagai wujud luaran dari pembelajaran diperoleh oleh peserta didik di sekolah Revolusi Industry 4.0 dan Society 5.0 merupakan gerakan nyata terhadap perkembangan informasi dan teknologi yang semakin canggih. kemajuan tersebut menjadi tantangan tersediri bagi dunia pendidikan dan seluruh komponen masyarakat. Oleh karena itu untuk menghadapi munculnya
society 5.0 dibutuhkan terobosan-terobosan yang paten dalam upaya menghadapi tantangan yang akan ditimbulkan society 5.0. Seiring dengan perkembangan zaman saat ini pendidikan agama Islam terus mengalami perkembangan dan perubahan. Pergeseran dan perubahan pola pendidikan merupakan fenomena yang terjadi saat ini. Hal ini disebabkan dari waktu ke waktu tuntutan dan kebutuhan manusia terus mengalami perubahan. Lalu, bagaimana dengan pendidikan agama Islam dalam bertahan menghadapi kondisi saat ini dan menjaga agar pendidikan agama Islam tetap bertahan dan konsisten di era society 5.0.? salah satunya adalah dengan cara Penguatan Berfikir Hot’s Dalam Pendidikan Islam Di Era Soceity 5.0 sebagaimana menjadi judul dalam makalah ini. B. Pembahasan a. Pendidikan Islam Pendidikan islam adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek yang dibutuhkan oleh hamba Allah, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun akhirat, Tujuan pendidikan islam adalah segala sesuatu yang diharapkan tercapainya setelah suatu usaha atau kegiatan selesai.1 Pendidikan islam adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek yang dibutuhkan oleh hamba Allah, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukhrawi sebagaimana Abdurrahman al Nahlawi mnejelaskan bahwa pendidikan berasal dari kata al-Tarbiyah. dari segi bahasa Tarbiyah berasal dari kata raba-yarbu, yang berarti bertambah, bertumbuh seperti yang terdapat dalam al-Qur'an surah Ar-Rum ayat 39, kedua adalah rabiya-yarba yang berarti menjadi besar, ketiga dari kata 1 Muhammad Nasikin and Khojir, “Rekonstruksi Pendidikan Islam Di Era Society 5.0,” Cross-border 4, no. 2 (2021): h. 717.
rabba-yarubbu, yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, memelihara.2 Pendidikan Islam merupakan kegiatan yang dilakukan secara rutin terencana dan sistematis untuk mengembangkan potensi anak berdasarkan pada pendidikan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip agama Islam. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk mencapai menyeimbangkan pertumbuhan pribadi manusia secara keseluruhan melalui latihan mental, pikiran, kecerdasan, perasaan dan panca indera yang dimilikinya.3 Dalam perspektif budaya, pendidikan Islam adalah sebagai pewarisan budaya, yaitu sebagai sarana pewarisan unsur-unsur pokok budaya secara turun temurun, sehingga identitas masyarakat tetap terjaga dan terpelihara dalam tantangan zaman, bahkan di dalam kehidupan sosial. Dengan budaya yang pluralistik saat ini dapat dikatakan pendidikan Islam tanpa kekuatan sentuhan budaya yang pada akhirnya akan kehilangan daya tariknya dan hanya akan menjadi tontonan yang membosankan di tengah arus globalisasi.4 Semantara dalam persepektif teknologi dan industri, Pendidikan Islam memiliki kompetensi strategis dalam memanifestasikan pendidikan agama yang mengantarkan peserta didik sebagai sosok yang mampu menjadi pelaku pembangunan yang mengadopsi, mengidentifikasi dan mengkonsumsi diversifikasi dinamika kultural, sosial, ekonomi, politik dan produk sain dan teknologi, tetapi sekaligus mengendalikan, menguasai, memimpin, seperti mengarahkan dan mendistribusikannya ke dalam aktivitas yang bermanfaat baik secara pribadi, sosial maupun organisasi, 2 Jalaludin, Psikolgi Agama, (Jakarta : Rajawali Pres, 2010), h. 19 3 Fathul Jannah, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional, Dinamika ilmu: Jurnal Pendidikan, Desember 2013, https://doi.org/10.21093/di.v13i2.23., h. 164 4 Nasikin and Khojir, “Rekonstruksi Pendidikan Islam Di Era Society 5.0,” h. 716.
agar peserta didik tidak dangkal karena penetrasi yang berkarakteristik dinamis, sekaligus tidak keropos dalam bidang moralitas.5 Pendidikan Islam bukanlah pendidikan yang terbatas pada pendidikan agama semata, atau hanya sebatas islamologi, tetapi lebih luas dan universal, hal ini dapat dilihat dari tujuan pendidikan islam itu sendiri, sebagaimana Ramayulis memberikan definisi bahwa Tujuan pendidikan Agama Islam terdiri dari 4 hal yaitu : 1. Menjadi Hamba Allah SWT َو َما َخلَ ْقت ا ْل ِجن َوا ْْ ِل ْن َس إِّل ِل َي ْعبدو ِن Artinya : dan aku tidak menjadikan jin dan manusia melainkan untuk menyembah-ku. (QS. Al-Zariat : 56) 2. Menjadi khalifah fi al-Ard ِإنِي َجا ِعل فِي ا ْْلَ ْر ِض َخ ِليفَة Artinya : Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi, (QS. Al-Baqarah : 30) 3. Untuk memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup di dunia sampai akhirat baik individu maupunn masyarakat َوٱ ْبتَغِ فِي َمآ َءاتَ ٰى َك ٱَّلل ٱلدا َر ٱّ ْل ِخ َرةَ ۖ َو َّل تَن َس نَ ِصي َب َك ِم َن ٱلدُّ ْن َيا Artinya : Dan carilah apa yang dianugerahkan Allah kepadamu kampung akhirat, dan jangalah kamu melupakan kebahagiaan dari kenikmatan dunia. (QS. Al-Qashass : 77). 6 Ketiga tujuan tertinggi tersebut, pada dasarnya merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan karena pencapaian tujuan yang satu memerlukan pencapaian tujuan yang lain, bahkan secara ideal ketiga- tiganya harus dicapai secara bersama melalui proses pencapaian yang sama dan seimbang. 5 Fathul Jannah, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional, Dinamika ilmu: Jurnal Pendidikan, h. 165 6 Pristian Hadi Putra, “Tantangan Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Society 5.0,” Jurnal Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 19, No. 02, Desember 2019 19, no. 02 (2019): h. 102.
b. Pendidikan Islam Saat Ini Salah satu problem umat islam saat ini diakibatkan oleh adanya orientasi pendidikan agama yang kurang tepat. Maka dari itu, ada tiga hal yang bisa dikemukakan untuk membuktikan kekurangtepatan orientasi pendidikan islam saat ini yaitu: 1. Pendidikan agama saat ini lebih berorientasi pada belajar tentang agama (islamologi), oleh sebab itu banyak orang mengetahui nilai- nilai tentang ajaran agama, tetapi perilakunya tidak menunjukan nilai- nilai ajaran agama yang diketahuinya 2. Tidak tertibnya penyusunan dan pemilihan materi-materi pendidikan agama yang sering ditemukannya hal-hal yang seharusnya dipelajari lebih awal, malah terlewatkan. 3. Kurangnya penjelasan yang luas dan mendalam serta kurangnya penguasaan semantic dan generic atas istilah-istilah kunci dan pokok dalam ajaran agama sehingga sering ditemukan penjelasan yang sudah sangat jauh dan berbeda dari makna, spirit, dan konteksnya.7 4. Perkembangan IPTEK tidak diiringi perkembangan pendidikan agama Islam. Bisa dikatakan lambatnya respon pendidikan agama Islam terhadap IPTEK 5. Adanya pengelompokan ilmu, antara ilmu agama dan ilmu umum 6. Adanya perbedaan pandangan antar pemangku kebijakan pendidikan. 7. Sumber daya manusia kurang memadai 8. Banyak guru yang sudah usia lanjut 9. Sarana-prasarana tidak lengkap 10. Metodologi pengajaran agama Islam berjalan secara konvensional tradisional. 11. Pengelolaan pendidikan di masa lampau yang memberi penekanan yang berlebihan pada dimensi kognitif dan mengabaikan dimensi- dimensi lain 12. Dimasa lalu pendidikan bersifat sentralistik 7 Nasikin and Khojir, “Rekonstruksi Pendidikan Islam Di Era Society 5.0,” h. 718.
Pada gilirannya kondisi semacam ini menjadikan ajaran-ajaran agama yang dipegang dan dianggap benar oleh para pemeluknya adalah ajaran agama yang sudah sejarah ratusan tahun. Sehingga seringkali tidak diketahui darimana sumbernya, apakah dari Al-Qur’an, Sunnah, atau dari pengalaman panjang kaum muslimin yang setiap periode tertentu membentuk dan memadatkan kepentingannya sehingga tahap demi tahap kepentingan yang membantu guru dalam mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi siswa saat ini hanya dianggap sebagai bagian integral dari ajaran islam. Akibat pendidikan agama semacam ini, kaum muslimin biasanya lebih merasa benar berpegang kepada produk-produk pemikiran konvensional yang tidak begitu jelas dari mana berasal dari pada berpegang langsung kepada Al-Qur’an dan Sunnah.8 Selain itu, pendidikan islam yang seperti ini ternyata hanya melahirkan manusia indonesia dengan kepribadian pecah. contohnya adalah di satu sisi betapa kehidupan beragama secara fisik berkembang sangat menggembirakan di seluruh lapisan masyarakat, namun disisi lain dapat pula betapa banyaknya masyarakat itu bertentangan dengan ajaran- ajaran agama yang dianutnya.9 c. Era Society 5.0 Era Society 5.0 berarti suatu konsep masyarakat yang berpusat pada manusia atau bisa disebut (human-centered) dan berbasis teknologi (technology based). Society 5.0 adalah masyarakat yang menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era Revolusi industri 4.0 seperti internet untuk segala sesuatu, kecerdasan buatan yang dibuat oleh negara jepang di 8 Ibid. 9 Putra, “Tantangan Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Society 5.0,” h. 107.
era society 5.0, data dalam jumlah besar, dan robot untuk meningkatkan kualitas hidup manusia sebagai pengganti dari aktivitas manusia.10 Era society 5.0 adalah konsep kehidupan masyarakat yang berpusat pada manusia (human centered) dan berbasis teknologi (technology based). Konsep ini muncul sebagai respon terhadap perkembangan revolusi industry 4.0 yang sangat menghilangkan peran manusia dan kemanusiaan dalam menghadapi permasalahannya. Berapa juta pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh manusia namun tergantikan oleh teknologi robotic, mulai dari pekerjaan rumah, dan pekerjaan kantor, bahkan bila dibiarkan maka sangat besar kemungkinan peran guru tergantikan oleh teknologi robotic modrn, yang kesemuanya itu tidaklah mempunyai sisi kemanusiaan, bayangkan bila ini tidak diwaspadai, maka akan terjadi degradasi peran manusia dengan sifat kemanusiaanya dalam segala bidang dan sisi kehidupan Melalui Masyarakat 5.0, kecerdasan buatan (artificial intelligence) akan mentransformasi big data yang dikumpulkan melalui internet pada segala bidang kehidupan (the Internet of Things) menjadi suatu kearifan baru, yang akan didedikasikan untuk meningkatkan kemampuan manusia membuka peluang-peluang bagi kemanusiaan. Society 5.0 adalah masyarakat yang dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era Revolusi industri 4.0 seperti Internet on Things (internet untuk segala sesuatu), Artificial Intelligence (kecerdasan buatan), Big Data (data dalam jumlah besar), dan robot untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Transformasi ini akan membantu manusia untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna.11 Konsep society 5.0 dibuat agar manusia dapat memecahkan permasalahan sosial dengan dukungan perpaduan ruang fisik dan virtual dimana manusia dapat dengan mudah mencari solusi untuk permasalahan 10 Nasikin and Khojir, “Rekonstruksi Pendidikan Islam Di Era Society 5.0,” h. 719. 11 Jakaria Umro, “TANTANGAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENGHADAPI ERA SOCIETY 5.0,” Jurnal Al-Makrifat Vol 5 , No 1 , April 2020 (2020): h. 89.
dalam kehidupannya. Jadi, inovasi pada industry 4.0 seperti artificial intelegent dan robot sepenuhnya mendukung usaha manusia, bukan mengambil alihnya. Kekhawatiran yang ditimbulkan akibat inovasi industry 4.0 menjadi berkurang dengan dibuatnya konsep society 5.0, misalnya kekhawatiran akan berkurangnya sosialisasi antar masyarakat, lapangan pekerjaan, dan lainnya.12 Manusia sebagai fokus utama diera society 5.0 harus mampu menumbuh kembangkan kemampuannya, salah satu usaha adalah dengan pendidikan. Sebagaimana dalam undang-undnag No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, salah satu fungsi pendidikan, yaitu mampu membantu peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya, agar menjadi generasi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi masyarakat Indonesia yang demokratis serta bertanggung jawab.13 The World Economic Forum telah mengeluarkan laporan Future of Job yang berisikan tentang 10 kemampuan yang harus dimiliki oleh manusia dizaman ini dan yang akan datang, tiga kemampuan primer tersebut adalah problem solving, critical thinking, dan creative thinking. Dalam menghadapi era society 5.0 pendidikan islam harus membekali peserta didik dengan kemampuan menyelesaikan masalah, berpikir kritis dan kreatif.14 d. Higher Order Thinking Skill (HOT’S) Higher Order Thinking Skill (HOT’S) adalah kemampuan dalam memecahkan masalah secara kompleks,berpikir kritis dan kreativitas. menurut Teaching Knowledge Test Cambrudge English The 12 Ramadhan Prasetya Wibawa dan Dinna Ririn Agustina, 'peran Pendidikan Berbasis Higher Order Thinking Skills’, Equilibrium, Volume 7, Nomor 2 (2019), h. 138. 13 Dalila Khoirin et al., “TADRIS : JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam 2013 Integratif Dalam Menghadapi Era Society 5 . 0,” Tadris: Jurnal Pendidikan Islam 16, no. April (2021): h. 85. 14 Pristian Hadi Putra, ‘Tantangan Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Society 5.0’, Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 19.02 (2019), h. 107
University of Cambridge (2015), HOTS merupakan keterampilan kognitif seperti analisis dan evaluasi yang bisa diajarkan oleh guru kepada siswanya. Keterampilan tersebut termasuk memikirkan sesuatu dan membuat keputusan tentang sesuatu hal, menyelesaikan masalah, berfikir kreatif, dan berfikir tentang keuntungan (hal positif) dan kerugian (hal negatif) dari sesuatu.15 Higher Order Thinking Skills (HOTS) menurut Ibrahim merupakan suatu konsep reformasi pendidikan berbasis taksonomi hasil belajar (Taksonomi Bloom). Ide ini menyatakan bahwa beberapa tipe belajar memerlukan lebih banyak proses kognitif dari pada yang lainnya. Taksonomi Bloom yaitu pada awal perkembangannya memiliki enam level tingkat berpikir menggunakan kata benda yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kemampuan berpikir tingkat tinggi tidak sekadar mengingat (recall), menyatakan kembali (restate), atau merujuk tanpa melakukan pengolahan (recite).16 Higher Order Thinking Skills merupakan suatu proses berpikir peserta didik dalam level kognitif yang lebih tinggi yang dikembangkan dari berbagai konsep dan metode kognitif dan taksonomi pembelajaran seperti metode problem solving, taksonomi bloom, dan taksonomi pembelajaran, pengajaran, dan penilaian. Higher order thinking skills ini meliputi didalamnya kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berpikir kreatif, berpikir kritis, kemampuan berargumen, dan kemampuan mengambil keputusan. Menurut King, higher order thinking skills termasuk didalamnya berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan kreatif.17 Berdasarkan beberapa pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berfikir tingkat tinggi atau HOTS adalah kemampuan berfikir yang bukan hanya sekedar mengingat, menyatakan kembali, an juga 15 R.A Nugroho, HOTS (Higher Order Thinking Skills), (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2018),h. 17 16 Subadar, Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) berbasis Higher Order Thinking Skills (HOTS). Jurnal Pedagogik, 2017, h. 86 17 Miftakhul Muthoharoh, “Inovasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Hots (Higher Order Thinking Skill)” 5, no. 2 (2020): h. 134.
merujuk tanpa melakukan pengolahan kembali, akan tetapi kemampuan berfikir untuk menelaah informasi secara kritis, kreatif, berkreasi dan bisa memecahkan masalah. Berpikir kritis merupakan proses disiplin intelektual dari aktivitas dan keterampilan dalam mengkonsep, mengimplementasikan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi dari data yang dikumpulkan dari observasi, refleksi, penalaran, atau komunikasi sebagai petunjuk dalam melakukan tindakan. Sebagaimana pernyataan Sharma & Elbow yang menyebutkan bahwa, “When students think critically, they are encouraged to think for themselves, to question hypotheses, to analyze and synthesize the events, to go one step further by developing new hypotheses and test them against the facts”.18 Artinya “Ketika siswa berpikir kritis, mereka didorong untuk berpikir sendiri, mempertanyakan hipotesis, menganalisis dan mensintesis peristiwa, melangkah lebih jauh dengan mengembangkan hipotesis baru dan mengujinya terhadap fakta”. Maka, berpikir kritis adalah ketika manusia mengolah kembali informasi yang telah didapatkan sehingga dapat berkembang. Bagan hirarki berpikir menurut Krulik dan Rudnick adalah sebagai berikut: Pada gambar tersebut ingatan menjadi tingkatan awal, kemudian berpikir dasar, berpikir kritis, dan berpikir kreatif, dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Kreatif disini adalah kemampuan berpikir yang berhubungan dengan kreativitas, kemampuan berpikir untuk dapat mengembangkan dan menyelesaikan suatu persoalan, melihat berbagai hal atau persoalan dari sisi yang berbeda, terbuka pada beraneka ide dan gagasan bahkan yang 18 Murat Karakoc, ‘The Significance of Critical Thinking Ability in Terms of Education’, International Journal of Humanities and Social Science, 6.7 (2016), 81–84
tidak umum. Kemampuan berpikir kreatif akan mengarahkan manusia dalam berteori untuk menyelsaikan masalah yang ada. Teori dalam menyelesaikan masalah ini didapatkan dari proses berpikir yang bermula dari ingatan sampai berpikir kreatif. 2. Berpikir kritis masuk dalam kategori berpikir tingkat tinggi karena tidak hanya sekedar menalar tetapi juga menganalisis, mensintesis dan mengevalusai. Manusia yang memiliki kemampuan dalam berpikir kritis akan mudah mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan, dan memanfaatkan informasi tersebut untuk membantunya dalam mencari solusi dalam setiap masalah.19 Berpikir kritis dan kreatif dikatakan dengan HOTS (Higher Order Thingking Skill) yaitu Berpikir tingkat tinggi, dimana kemampuan ini dapat berkembangan dengan dilatih sedini mungkin melalui pendidikan, dengan membiasakan peserta didik melakukan eksplorasi, inkuiri, penemuan dan memecahkan masalah dari sejak kecil.20 Cara berpikir yang harus selalu dikenalkan dan dibiasakan adalah cara berpikir untuk beradaptasi di masa depan, yaitu analitis, kritis, dan kreatif. Cara berpikir itulah yang disebut cara berpikir tingkat tinggi (HOTS: Higher Order Thinking Skills). Berpikir ala HOTS bukanlah berpikir biasa-biasa saja, tapi berpikir secara kompleks, berjenjang, dan sistematis.21 e. Penguatan Berfikir HOTS melalui Integrasi Kemampuan Era Society 5.0 dengan Komponen Kurikulum PAI Integrasi dalam kamus bahasa Indonesia, secara bahasa adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat, sedangkan 19 Budi Cahyono, ‘Korelasi Pemecahan Masalah Dan Indikator Berfikir Kritis’, Jurnal Pendidikan MIPA, 5.0 (2015), h. 1 20 Khoirin et al., “TADRIS : JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam 2013 Integratif Dalam Menghadapi Era Society 5 . 0,” h. 88. 21 Jakaria Umro, “TANTANGAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENGHADAPI ERA SOCIETY 5.0,” h. 108.
mengintegrasi adalah menggabungkan; menyatukan. Integrasi yang dikemukakan oleh Wedawaty adalah perpaduan, penyatuan atau penggabungan dari dua objek atau lebih.22 Oleh karena itu harus ada dua komponen atau lebih jika ingin melakukan integrasi, yang kemudian akan menghasilkan satu kesatuan yang utuh. Banyak manfaat dari integrasi diantaranya adalah dapat menyelesaikan suatu masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan satu solusi melainkan butuh solusi lain, sehingga memungkinkan adanya penggabungan antar solusi agar masalah teratasi dengan lebih baik. Kurikulum pendidikan Islam pada saat ini sedang diberi kemerdekaan untuk memilih dari 3 (tiga opsi) yang harus ditentukan oleh satuan pendidikan menjelang tanggal 11 Maret 2022, yakni kurikulum nasional (kurikulum 2013 secara keseluruhan), kurikulum darurat (yang disederhanakan), atau kurikulum merdeka. Apapun kurikulum yang dipilih untuk diimplementasikan oleh satuan pendidikan pada tahun pelajaran 2022-2023 diharap mampu membantu peserta didik dalam menguasai kemampuan problem solving, critical thingking dan creative skill yang kemudian dapat dipraktikkan dalam kehidupan bermasyarakat dengan tidak meninggalkan budi pekerti yang baik. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, perlu adanya pengembangan pada kurikulum yang menjadi pilihannya dengan cara mengintegrasikan antara kemampuan yang harus dikuasai diera society 5.0 dengan seluruh komponen kurikulum yang dipilih. Pengintegrasian kemampuan memecahkan masalah, berpikir kritis dan kreatif harus pada seluruh komponen kurikulum yang akan dipilih, yaitu pada tujuan pembelajaran PAI, isi atau materi PAI, proses pembelajaran PAI dan evaluasi pembelajaran PAI melalui langkah-langkah sebagai berikut: 22 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, Dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkatan Satuan Pendidikan (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2015), h. 35
1. Dalam menyusun kurikulum hal pertama yang dilakukan adalah membuat tujuan pendidikan yang akan diraih serta pengalaman belajar yang akan diperoleh peserta didik dalam kurikulum tersebut. Penyusun kurikulum harus memadukan tujuan pembelajaran PAI dengan kemampuan memecahkan masalah, berpikir kritis dan kreatif. Tujuan utama PAI adalah dapat mewujudkan nilai-nilai islami dalam pribadi peserta didik, maka tujuan ini harus di integrasikan dengan kemampuan era society 5.0. Oleh karena itu, tujuan PAI dalam kurikulum adalah mewujudkan kemampuan dalam menyelsaikan masalah, berpikir kritis dan kreatif serta menanamkan nilai islami dalam pribadi peserta didik agar dapat diterapkan dikehidupan sehari-hari. 2. Komponen isi atau materi dalam kurikulum PAI memuat seluruh aktifitas dan pengalaman dalam belajar yang disusun untuk mencapai tujuan pembelajaran agama islam, termasuk dalam materi pelajarannya. Pengintegrasian dilakukan dengan cara memadukan setiap kegiatan dan pengalaman belajar PAI dengan kemampuan era society 5.0. Misalnya dalam aspek Fiqih ada kegiatan diskusi untuk menyelesaikan suatu permasalahan dan aspek akhlaq menggunakan metode problem based learning untuk mengajarkan siswa menghadapi dan memecahkan masalah berkaitan dengan degradasi akhlaq dikehidupan sehari-hari. Intinya dalam komponen isi kurikulum PAI harus ada kegiatan-kegiatan yang melatih siswa untuk bisa berpikir tingkat tinggi dalam menyelesaikan masalah. 3. Pada komponen proses, ada strategi dan metode yang akan diimplementasikan oleh pendidik saat proses pembelajaran. Berarti, pengintegrasiannya terletak pada strategi atau metode yang akan digunakan, misalnya, ada metode diskusi pada aspek fiqih, maka dalam kegiatan ini, peserta didik, dilatih dan dibimbing untuk menggunakan kemampuan berfikir tingkat tinggi dalam memecahkan permasalahan yang disajikan. Contoh lain adalah pada aspek akhlak, peserta didik diperintahkan untuk membuat mind map dari satu materi yang telah
ditentukan, karena dengan membuat mind map, peserta didik akan terlatih untuk menyimpulkan materi dengan berfikir kritis dan membuat kerangka yang menarik dengan berfikir kreatif, hal ini akan mengajari peserta didik untuk memecahkan masalah belajarnya dengan penggunaan mind map sebagai media belajar. Selain itu, guru juga harus menunjang proses pembelajaran dengan penggunaan multimedia, baik visual, audio maupun audio-visual, sehingga peserta didik lebih mudah dalam proses berpikir tingkat tinggi dalam memecahkan masalah. 4. Komponen terakhir adalah evaluasi, pengintegrasian pada bagian ini, penilaian tidak hanya pada pencapaian dalam memahami materi pelajaran tetapi juga penilaian terhadap sikap dan kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis dan kretaif dalam menyelesakan permasalahan yang diberikan saat proses pembelajaran. Pengintegrasian kemampuan era society 5.0 ke dalam komponen kurikulum akan jauh lebih efektif dalam mencapai tujuan pendidikan dengan bantuan pendidik, kurikulum yang baik akan menjadi lebih baik lagi jika diimplementasikan dengan pendidik yang berkompeten, dan sebaliknya jika kurikulum sudah baik dan efektif untuk mencapai tujuna pembelajaran, tetapi pendidik yang mengimplementasikan kurang berkompeten, maka hasilnya akan kurang baik. Oleh karena itu, kurikulum yang baik harus diimplementasikan dengan pendidik yang berkompetensi tinggi.
C. Kesimpulan Perkembangan teknologi yang dinamis hingga sampai pada era industry 4.0 memberi kekhawatiran kepada masyarakat, dimana teknologi akan mendegradasi peran manusia dalam kehidupan, hal ini menyebabkan munculnya konsep society 5.0 dimana pada era ini manusia harus mampu untuk hidup berdampingan dengan teknologi. Dalam menghadapi era society 5.0 manusia harus memiliki kemampuan dalam menyelesaikan masalah, berpikir kritis dan kreatif atau disebut dengan istilah Higher Order Thinking Skill (HOTS). Karakter yang baik juga harus dimiliki pada era ini, karena kehidupan bersosial sangat membutuhkan karakter yang baik antar sesama. Kurikulum PAI memiliki peran penting dalam membantu peserta didik untuk memiliki kemampuan-kemampuan tersebut, dengan cara mengintegrasikan semua komponen kurikulum PAI dengan kemampuan menyelesaikan masalah, berpikir kritis dan kreatif, sehingga akan mencetak peserta didik yang menguasai kemampuan era society 5.0 sekaligus memiliki akhlaq mulia.
DAFTAR PUSTAKA Cahyono, Budi, ‘Korelasi Pemecahan Masalah Dan Indikator Berfikir Kritis, Jurnal Pendidikan MIPA, 5.0 (2015) Jakaria Umro. “TANTANGAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENGHADAPI ERA SOCIETY 5.0.” Jurnal Al-Makrifat Vol 5 , No 1 , April 2020 (2020): 79–95. Jalaludin, Psikolgi Agama, (Jakarta : Rajawali Pres, 2010) Jannah, Fathul, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional, Dinamika ilmu: Jurnal Pendidikan, 2013, https://doi.org/10.21093/di.v13i2.23. Karakoc , Murat, ‘The Significance of Critical Thinking Ability in Terms of Education’, International Journal of Humanities and Social Science, 6.7 (2016) Khoirin, Dalila, Tasman Hamami, Islam Negeri, and Sunan Kalijaga. “TADRIS : JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam 2013 Integratif Dalam Menghadapi Era Society 5 . 0.” Tadris: Jurnal Pendidikan Islam 16, no. April (2021): 83–94. Muthoharoh, Miftakhul. “Inovasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Hots (Higher Order Thinking Skill)” 5, no. 2 (2020): 131–143. Nasikin, Muhammad, and Khojir. “Rekonstruksi Pendidikan Islam Di Era Society 5.0.” Cross-border 4, no. 2 (2021): 706–722. Nugroho, R.A.A, HOTS (Higher Order Thinking Skills), (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2018) Putra, Pristian Hadi. “Tantangan Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Society 5.0.” Jurnal Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 19, No. 02, Desember 2019 19, no. 02 (2019): 99–110. Subadar, Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) berbasis Higher Order Thinking Skills (HOTS). Jurnal Pedagogik, 2017 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, Dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkatan Satuan Pendidikan (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2015)
Search
Read the Text Version
- 1 - 18
Pages: