Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore KELOMPOK 5_KONSEP DASAR PEMBELAJARAN ABAD 21 (1)-1 (1)

KELOMPOK 5_KONSEP DASAR PEMBELAJARAN ABAD 21 (1)-1 (1)

Published by IDRIS Pendidikan Agama Islam S2, 2021-11-02 13:59:26

Description: KELOMPOK 5_KONSEP DASAR PEMBELAJARAN ABAD 21 (1)-1 (1)

Search

Read the Text Version

KONSEP DASAR PEMBELAJARAN ABAD 21 TUGAS MATA KULIAH PENGEMBANGAN METODELOGI PEMBELAJARAN PAI Oleh : HERLINA NIM. 22190123516 IDRIS NIM. 22190113132 MUHAMMAD RIFAI NIM. 22190113338 DOSEN PENGAMPU: Dr. SRI MURHAYATI, M.Ag Dr. MARDIYAH HAYATI, M.Ag FAKULTAS PASCA SARJANA PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (S2) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU 2021 M/1443H

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Abad 21 merupakan abad pengetahuan, dimana pengetahuan akan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan. Abad pengetahuan sangat berpengaruh terhadap pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan lapangan kerja. Pendidikan sangat terkait dengan aktivitas mulia manusia yang tugas utamanya adalah membantu pengembangan humanitas manusia untuk menjadi manusia yang berkepribadian mulia dan utama menurut karakteristik idealitas manusia yang diinginkan.1 Pendidikan mempunyai peranan penting dalam mengembangkan sumber daya manusia, supaya anak didik menjadi manusia yang berkualitas, profesional, terampil, kreatif, dan inovatif. Untuk mewujudkan hal demikian, maka pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah harus dilaksanakan dengan cara yang baik agar dapat diterima dan diaktualisasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan apa yang kita cita-citakan. Ilmu pengetahuan sosial adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau suatu perpaduan.2 Pada abad 21 ini sistem pendidikan nasional mengahadapi tantangan yang sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing di era global dan industri, upaya yang paling tepat dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas adalah melalui pendidikan. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi peserta didik agar sesuai dengan fitrah yang 1 Muhmidayel, Filsafat Pendidikan Islam (Cet.I, Yogyakarta: LSFK2P,2005), hlm. 30. 2IschakSU, dkk, Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Dasar (SD) (Cet. III, Jakarta : Universitas Terbuka,2001) hlm 1.36

dimilikinya, hal ini selaras dengan undang-undang sistem pendidikan nasional No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang menyebutkan bahwa fungsi pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertagwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.3 Pembelajaran di abad 21 ini memiliki perbedaan dengan pembelajaran di masa yang lalu. Dahulu, pembelajaran dilakukan tanpa memperhatikan standar, sedangkan kini memerlukan standar sebagai acuan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Melalui standar yang telah ditetapkan, guru mempunyai pedoman yang pasti tentang apa yang diajarkan dan yang hendak dicapai. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah merubah gaya hidup manusia, baik dalam bekerja, bersosialisasi, bermain maupun belajar. Memasuki abad 21 kemajuan teknologi tersebut telah memasuki berbagai sendi kehidupan, tidak terkecuali dibidang pendidikan. Guru dan siswa, dosen dan mahasiswa, pendidik dan peserta didik dituntut memiliki kemampuan belajar mengajar di abad 21 ini. Sejumlah tantangan dan peluang harus dihadapi siswa dan guru agar dapat bertahan dalam abad pengetahuan di era informasi ini. Pendidikan sebagai sarana pendewasaan peserta didik agar dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya untuk menjalani kehidupan di masa yang akan datang, maka diperlukan berbagai komponen yang satu sama lain saling berkaitan dengan harapan tujuan pendidikan dapat tercapai.2 Untuk meningkatkan kualitas pendidikan pemerintah telah melakukan perbaikanperbaikan pada berbagai jenis dan jenjang untuk mencapai tujuan nasional tersebut, mulai dari perubahan kurikulum dari 3Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 (Bandung: Citra Umbara, 2003), 3-7.

kurikulum satuan pendidikan ke kurikulum 2013, yang mana kurikulum 2013 merupakan perubahan atau penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya. Ada empat strategi dalam mensukseskan pendidikan nasional, yaitu pertama learning to learn yaitu memuat bagaimana belajar mampu menggali informasi yang ada disekitarnya dari ledakan informasi itu sendiri, kedua learning to be, yaitu pelajar diharapkan mampu untuk mengenali dirinya sendiri serta mampu beradaptasi dengan lingkungannya, ketiga learning to do, yaitu berupa tindakan atau aksi untuk memunculkan ide-ide yang berkaitan dengan sains dan tekhnologi, dan keempat learning to be together, yaitu memuat bagaimana kita hidup dalam masyarakat yang saling bergantung antara yang satu dengan yang lainnya sehingga mampu bersaing secara sehat dan bekerja sama serta mampu untuk menghargai orang lain.4Dari empat strategi tersebut pendidikan tidak hanya berorientasi pada masa lalu dan masa kini akan tetapi sudah seharusnya untuk mengantisipasi dan mempersiapkan generasi emas dimasa yang akan datang. Kaitannya dengan kebudayaan pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan, karena itu maka perubahan dan perkembangan pendidikan adalah hal yang memangseharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan, perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua jenjang perlu terus menerus dilakukan sebagai bentuk antisipasi kepentingan dimasa yang akan datang. Pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mereka mampu untuk memecahkan problematika kehidupan yang dihadapinya, pendidikan tersebut harus menyentuh potensi peserta didik baik potensi psikologis maupun keterampilannya. Konsep pendidikan yang seperti ini sangatlah penting bagi peserta didik untuk memasuki kehidupan dimasyarakat dan dunia kerja, karena mereka harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi problematika yang di hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena pendidikan adalah 4 Radno Harsanto, Pengelolaan Kelas Yang Dinamis (Yogyakarta: Kanisius, 2007), 18-19.

sarana yang dapat membentuk sumber daya manusia yang handal, mampu memecahkan berbagai persoalan kehidupannya, berkaitan dengan hal tersebut sekolah harus mampu mengantarkan peserta didik menjadi seorang yang bisa menerapkan pengetahuan, memiliki sikap dan keterampilan dalam kehidupan sehari-hari.5 Pada realitasnya masih banyak pendidik yang memiliki pemahaman bahwa belajar merupakan transmisi pengetahuan kepada para peserta didik sehingga menyebabkan peserta didik kurang kreatif, produktif dalam mengembangkan potensinya, untuk itu diperlukan pemahaman baru bahwa belajar merupakan ruang untuk mengembangkan seluruh potensi peserta didik, peserta didik diberi kebebasan untuk mengembangkannya sendiri, dalam hal ini berarti bahwa dari behavioristik beralih kekonstruktifistik.6Pendidikan Nasional abad 21 bertujuan untuk mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia, dengan kedudukan yang terhormat dan setara dengan bangsa lain dalam dunia global, melalui pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu pribadi yang mandiri.7 B. Rumusan Masalah Untuk mempermudah dalam penulisan makalah ini, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah Arti Pembelajaran Abad 21? 2. Apa sajakah prinsip pembelajaran abad 21? 3. Bagaimana Penguatan karakter dalam pembelajaran? 4. Apa arti pembelajaran berbasis higher order thinking skils, 5. Dan Bagaimana penerapan literasi dalam pembelajaran? 5Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 125. 6 Menurut paradigma konstruktifistik belajar merupakan hasil konstruksi sendiri sebagai hasil interaksinya terhadap lingkungan belajar, pengkonstruksian dalam belajar dapat melalui proses asimilasi dan akomodasi. Baca Agus N. Cahyo, Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar, (Yogyakarta: Diva Press, 2013), 37. 7Ibid, hlm.45

C. Tujuan Tulisan penulisan makalah ini adalah: 1. Untuk Mengetahui Arti Pembelajaran 2. Untuk Mengetahui Prinsip prinsip pembelajaran Abad 21 3. Untuk Mengetahui bagaimana Penguatan Karakter dalam pembelajaran 4. Untuk Mengetahui Arti Pembelajaran Higher order thinking skils 5. Untuk Mengetahui Bagaimanakah penerapan literasi dalam pembelajaran

BAB II PEMBAHASAN A. Arti Pembelajaran Pembelajaran abad 21 adalah pembelajaran yang dirancang untuk generasi abad 21 agar mampu mengikuti arus perkembangan teknologi terbaru. Terutama pada ranah komunikasi yang telah masuk ke sendi kehidupan, maka dari itu siswa diharuskan untuk bias menguasai empat keterampilan belajar (4C), yakni: creativity and innovation, critical thinking and problem solving, communication, and collaboration.8 Dalam buku paradigma pendidikan nasional abad21 yang diterbitkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) atau membaca isi Pemendikbud No.65 tahun 2013 tentang Standar Proses, BSNP merumuskan 16 prinsip pembelajaran yang harus dipenuhi dalam proses pendidikan abad ke-21. Sedangkan Pemendikbud No.65 tahun 2013 mengemukakan 14 prinsip pembelajaran terkai dengan implementasi Kurikulum 2013.9 Sementara itu, Jennifer Nichols menyederhanakannya ke dalam 4 prinsip pokok pembelajaran abad ke 21yang dijelaskan dan dikembangkan seperti berikut ini: 1. Instruction Should Be Student-Centered Pengembangan pembelajaran yang menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa ditempatkan sebagai subyek pembelajaran yang secara aktif mengembangkan minat dan potensi yang dimilikinya. Siswa tidak lagi dituntut untuk mendengarkan dan menghafal materi pelajaran yang diberikan guru, tetapi berupaya mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, sesuai dengan kapasitas 8 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Cet. XII, Jakarta: Bumi Aksara,2020), hlm 7. 9BSPN, Pemendikbud No.65 tahun 2013, hlm. 55

dan tingkat perkembangan berfikirnya, sambil diajak berkontribusi untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang terjadi di masyarakat. 2. Educationshould Be Collaborative Siswa harus dibelajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan orang lain. Berkolaborasi dengan orang-orang yang berbeda dalam latar budaya dan nilai-nilai yang dianutnya. Dalam menggali informasi dan membangun makna, siswa perlu didorong untuk bisa berkolaborasi dengan teman-teman di kelasnya. Dalam mengerjakan suatu proyek, siswa perlu dibelajarkan bagaimana menghargai kekuatan dan talenta setiap orang serta bagaimana mengambil peran dan menyesuaikan diri secara tepat dengan mereka. 3. Learning Should Have Context Pembelajaran tidak akan banyak berarti jika tidak memberi dampak terhadap kehidupan siswa diluar sekolah. Oleh karena itu, materi pelajaran perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Guru mengembangkan metode pembelajaran yang memungkinkan siswa terhubung dengan dunia nyata (real word). Guru membantu siswa agar dapat menemukan nilai, makna dan keyakinan atas apa yang sedang dipelajarinya serta dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-harinya. Guru melakukan penilaian kinerja siswa yang dikaitkan dengan dunia nyata. 4. Schools Should Be Integrated With Society Dalam upaya mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang bertanggung jawab, sekolah yang dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya. Misalnya, mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat, dimana siswa dapat belajar mengambil peran dan melakukan aktivitas tertentu dalam lingkungan sosial. Siswa dapat dilibatkan dalam berbagai pengembangan program yang ada di masyarakat, seperti: program kesehatan, pendidikan lingkungan hidup, dan sebagainya. Selain itu, siswa

perlu diajak pula mengunjungi panti-panti asuhan untuk melatih kepekaan empati dan kepedulian sosialnya. Perjalanan kurikulum 13 telah memasuki tahun keempat, seiring dengan implementasi yang dilaksanakan setiap tahunnya mengalami perkembangan dan perbaikan. Literasi menjadi bagian terpenting dalam sebuah proses pembelajaran, peserta didik yang dapat melaksanakan kegiatan literasi dengan maksimal tentunya akan mendapatkan pengalaman belajar lebih dibanding dengan peserta didik lainnya. Pembelajaran akan meletakkan dasar dan kompetensi, pengukuran kompetensi dengan urutan LOTS menuju HOTS. Proses pembelajaran akan dimulai dari suatu hal yang mudah menuju hal yang sulit. Dengan evaluasi LOTS akan menjadi tangga bagi peserta didik untuk meningkatkan kompetensi menuju seseorang yang memiliki pola pikir kritis. Seseorang yang memiliki kemampuan berpikir kritis, kreatif, kolaborasi dan mampu berkomunikasi dengan baik akan meningkat pula karakternya, sehingga keilmuan dan kompetensi yang dikuasainya akan menjadikannya memiliki sikap/karakter yang bertanggungjawab, bekerja keras, jujur dalam kehidupannya. Seorang peserta didik yang mengalami proses pembelajaran dengan melaksanakan aktivitas literasi pembelajaran dan guru memberikan penguatan karakter dalam proses pembelajaran dengan urutan kompetensi dari LOTS menuju kompetensi HOTS akan menghasilkan lulusan yang memiliki karakter dan kompetensi. Oleh sebab itu proses pendidikan harus dapat mengembangkan karakter dan kecakapan, baik yang terkait dengan pilar pendidikan maupun kecakapan yang dibutuhkan di Abad 21, termasuk peningkatan profesi dan kompetensi guru, karakteristik pembelajaran, dan karakteristik peserta didik, serta kecakapan hidup dalam berkarir. Pilar PendidikanPilar pendidikan merupakan soko guru pendidikan. Unesco memberikan empat pilar pendidikan yang terdiri atas Learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together in peace. Tetapi untuk mencapai Tujuan Pendidikan Nasinal, tidak cukup dengan emapt pilar tersebut, maka dalam

pendidikan di Indonesia ditambah dengan dengan pilar pendidikan “Belajar untuk memperkuat keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia”. Berikut uraian masing-masing pilar pendidikan tersebut.10 B. Penguatan Karakter Dalam Pembelajaran Pendidikan karakter merupakan suatu keniscayaan dalam upaya menghadapi berbagai tantangan pergeseran karakter yang dihadapi saat ini. Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan kemampuan seseorang untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehar-hari dengan sepenuh hati Karena pendidikan karakter merupakan suatu habit, maka pembentukan karakter seseorang itu memerlukan communities of character atau “komunitas masyarakat yang bisa membentuk karakter”. Gerakan PPK (Penguatan Pendidikan Karakter), yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun 2017,11mengidentifkasi lima nilai utama karakter yang saling berkaitan dalam membentuk jejaring nilai yang perlu dikembangkan sebagai prioritas, yaitu: nilai religius, nasionalis, mandiri, gotong-royong, dan integritas (Kemendiknas RI, 2010a dan 2010 b; Asmani, 2011; dan Komalasari & Saripudin, 2017). 1. Nilai Karakter Religious Mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, serta hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain. Nilai karakter religius ini meliputi tiga 10Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Cet. XII, Jakarta: Bumi Aksara,2020), hlm 32 11Lihat, misalnya, “Penguatan Pendidikan Karakter Jadi Pintu Masuk Pembenahan Pendidikan Nasional,17 Juli 2017”. Tersedia secara online di: https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/07/penguatan-pendidikan-karakter-jadi-pintu- masuk-pembenahan-pendidikan-nasional [diak-ses di Bandung, Indonesia: 24 Maret 2018].

dimensi relasi sekaligus, yaitu: hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan individu dengan alam semesta atau lingkungan. Nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam perilaku mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan Tuhan. Sub-nilai religius, antara lain, cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerjasama antar pemeluk agama dan kepercayaan, anti-buli dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, mencintai lingkungan, serta melindungi yang kecil dan tersisih. 2. Nilai Karakter Nasionalis Merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Sub-nilai nasionalis, antara lain, apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, serta menghormati keragaman budaya, suku, dan agama. 3. Nilai Karakter Mandiri Merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, dan waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi, dan cita-cita. Sub-nilai mandiri, antara lain, etos kerja atau kerja keras, tangguh dan tahan banting, daya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat. 4. Nilai Karakter Gotong-Royong Mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persabatan, serta memberi bantuan atau pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Sub-nilai gotong-royong, antara lain, menghargai, kerja sama,

inklusif, komitmen atas keputusan bersama, musyawarah dan mufakat, tolong- menolong, solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan. 5. Nilai Karakter Integritas Merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, serta memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral atau integritas moral. Karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, serta konsistensi dalam tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran. Sub-nilai integritas, antara lain, kejujuran, cinta pada kebenaran, setia, komitmen moral, anti korupsi, keadilan, tanggung jawab, keteladanan, dan menghargai martabat individu. C. Pembelajaran Berbasis Higher Order Thinking Skills High Order Thinking Skills (HOTS) merupakan suatu konsep pendidikan dengan berdasarkan pada Taksonomi Bloom. Taksonomi yang dirumuskan oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956 tersebut memiliki ranah kognitif dengan tingkatan kemampuan berpikir, mulai dari yang rendah (lower order thinking skills-disingkat LOTS) hingga yang tinggi (higher order thinking skills-disingkat HOTS). Peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat melakukan proses analisis dan mengevaluasi suatu permasalahan sehingga dapat menciptakan solusi. Peserta didik dengan kemampuan tingkat tinggi juga mampu berpikir kritis dan kreatif. Dalam konteks abad 21, HOTS telah menjadi tema penting yang mengharuskan adanya program mendesain ulang dan mereformasi sistem pembelajaran.12 Peran HOTS menjadi lebih jelas dalam dunia yang berubah, sebagaimana tercermin dalam sebagian besar kompetensi-kompetensi yang 12 Saido, Pendidikan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2018) hlm. 69

dibutuhkan dalam dunia internasional, yang menekankan pemikiran kritis dan keterampilan memecahkan masalah dalam situasi multidimensi, penting kiranya kita mengasah kemampuan HOTS, dengan tujuan meningkatkan kemampuan berpikir dan menalar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan atau memecahkan suatu kasus/masalah yang lebih rumit (Fitri, dkk., 2018). yakni melalui penekanan elemen HOTS dalam pengajaran dan pembelajaran sehari-hari, dapat melatih pemikiran tingkat tinggi seperti menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan membuat. Namun demikian fakta di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi belum menjadi sebuah fokus utama guru. HOTS didefinisikan sebagai kegiatan praktikum yang diorientasikan pada pembekalan dan pelatihan keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOT skills) atau yang sering disebut juga sebagai transferable skills atau keterampilan abad 21. Keterampilan abad 21 tersebut dibangun dengan cara menghadapkan para peserta didik pada permasalahan yang bersifat real world yang memuat banyak keterbatasan (constrain) dan dapat dipecahkan melalui kegiatan praktikum. HOT-Lab dirancang untuk dapat dilaksanakan secara kelompok kolaboratif dan hasilnya dikomunikasikan dalam berbagai bentuk sajian representasi (tabel, grafik, diagram) yang menarik dengan memanfaatkan ICT. Menjawab tantangan industri 4.0, bahwa pendidikan kejuruan (Vocational Education) sebagai pendidikan yang berbeda dari jenis pendidikan lainnya harus memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) berorientasi pada kinerja individu dalam dunia kerja; (2) justifikasi khusus pada kebutuhan nyata di lapangan; (3) fokus kurikulum pada aspek-aspek psikomotorik, afektif, dan kognitif; (4) tolok ukur keberhasilan tidak hanya terbatas di sekolah; (5) kepekaan terhadap perkembangan 3 dunia kerja; (6) memerlukan sarana dan prasarana yang memadai; dan (7) adanya dukungan masyarakat. Pendidikan kejuruan dan pelatihan kejuruan memiliki tujuan yang sama yaitu pengembangan pengetahuan, kemampuan, keterampilan dan pembentukan kompetensi seseorang. Pendidikan kejuruan difokuskan pada penyediaan

tenaga kerja terampil pada berbagai sektor seperti perindustiran, pertanian dan teknologi untuk meningkatkan pembangunan ekonomi. (Malik, 2017) Tantangan dan peluang industri 4.0 mendorong inovasi dan kreasi pendidikan kejuruan. Pemerintah perlu meninjau relevansi antara pendidikan kejuruan dan pekerjaan untuk merespon perubahan, tantangan, dan peluang era industri 4.0 dengan tetap memperhatikan aspek kemanusiaan (humanities). Tantangan pendidikan kejuruan semakin kompleks dengan industri 4.0. Muatan pembelajaran abad 21 harus selalu menyesuaikan dengan perubahan termasuk di era industri 4.0. Muatan pembelajaran diharapkan mampu memenuhi keterampilan abad 21 adalah: (1) pembelajaran dan keterampilan inovasi meliputi penguasan pengetahuan dan keterampilan yang beraneka ragam, pembelajaran dan inovasi, berpikir kritis dan penyelesaian masalah, komunikasi dan kolaborasi, dan kreatifitas dan inovasi; (2) keterampilan literasi digital meliputi literasi informasi, literasi media, dan literasi ICT; (3) karir dan kecakapan hidup meliputi fleksibilitas dan adaptabilitas, inisiatif, interaksi sosial dan budaya, produktifitas dan akuntabilitas, dan kepemimpinan dan tanggung jawab. Pendidikan kejuruan juga diarahkan untuk meningkatkan kemandirian individu dalam berwirausaha sesuai dengan kompetensi yang dimiliki (Kennedy, 2011). Berdasarkan alasan-alasan yang dikemukan di atas, maka dalam mengembangkan bahan ajar ada banyak cara yang dapat dilakukan, bisa dengan mengkombinasi dengan model-model, strategi-strategi dan lainnya yang kreatif agar nantinya bahan ajar yang dikembangkan dapat berdaya guna dan berdaya tarik. Salah satu dengan mengembangkan bahan ajar dengan kombinasi Higher Order Thingking Skills (HOTS). HOTS diartikan sebagai kemampuan berpikir yang berkenaan dengan keterampilan produktif yang berhubungan dengan transformasi informasi dan ide dengan mengkombinasikan fakta-fakta dan ide-ide dan mensintesa, menngeneralisasikan, menjelaskan, berhipotesa, dan menginterpretasikan (Margana, 2013:6). Untuk memperoleh lulusan yang berkualitas,

pembelajaran bahasa Inggris di SMK harus dilengkapi dengan bahan ajar yang menekankan pada pengembangan HOTS. Salah satu fokus utama keterampilan berpikir Abad 21 dalam mencapai tujuan pembelajaran adalah Higher Order Thinking Skills (HOTS) (Saido, et al., 2015:13). Keterampilan berpikir sangat penting karena merupakan salah satu konten yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran selain keterampilan lainnya seperti keterampilan berkomunikasi, keterampilan sosial, dan keterampilan dalam hidup bermasyarakat yang mengglobal. D. Literasi Dalam Pembelajaran Seperti perencanaan pembelajaran pada umumnya, pembelajaran Abad 21 juga direncanakan dari awal dimulai dengan menganalisis Kompetensi sampai menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran atau RPP (lihat Naskah Pengembangan RPP). Karakter kecakapan Abad 21 dapat dikembangkan sesuai dengan karakteristik KD dan materi yang akan dibahas. Oleh sebab itu dalam merencanakan pembelajaran yang mengintegrasikan karakter kecakapan Abad 21. Pada abad 21, setiap individu agar dapat berpartisipasi dan berkiprah dalam kehidupan dunia, diperlukan penguasaan keterampilan yang berupa literasi dasar, kompetensi, dan kualitas karakter.13Literasi dasar, kompetensi, dan karakter utama yang menjadi tujuan pendidikan nasional dapat dijalankan salah satunya dengan kemampuan literasi informasi.Literasi informasi meliputi membaca, menulis, dan keterampilan berpikir menggunakan sumber- sumber pengetahuan yang menjadi informasi bagi setiap manusia.Pada saat ini sumber-sumber informasi ini merebak tidak terbendung dalam segala bidang kehidupan.Sayangnya, setiap informasi yang ada tidak secara keseluruhan sehat untuk dikonsumsi.Keberadaan informasi sering ditumpangi oleh kepentingan konglomerasi informasi atau kepentingan individu yang menyesatkan. Ledakan informasi yang berkembang membutuhkan filter atau 13M. Reza Rokan, Manajemen Perpustakaan Sekolah. Jurnal Pendidikan. (Medan: UINSU, 2017)

kearifan untuk memilih dan memilah informasi yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi individu yang disebut literasi informasi. Generasi yang literat 7 terhadap informasi akan mampu menjadi generasi yang berkualitas secara kompetensi, cakap berliterasi dasar, dan berkarakter seperti yang menjadi tujuan pendidikan nasional. Literasi pada dasarnya adalah kemampuan seseorang dalam keterampilan membaca dan menulis.Hal tersebut sesuai dengan pengertian literasi sekolah menurut kementrian pendidikan dan kebudayaan adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara.14Meskipun literasi merupakan bentuk terampil dari membaca dan menulis, bukan berarti semua usia disamakan harus memahami apa yang dia baca. Karena pada dasarnya, setiap rentang usia memiliki kemampuan yang berbeda. Bagi siswa, literasi sekolah adalah suatu keniscayaan.Dengan kemampuan literasi yang baik, mampu membuat siswa memahami ilmu yang disampaikan dan juga yang diterima oleh dirinya, baik dalam bentuk lisan, tulisan, maupun visual.Tanpa kemampuan literasi yang baik, siswa tidak dapat menerima ilmu dengan optimal.Ilmu tidak mungkin hanya diberikan oleh guru secara terus menerus.Oleh karena itu siswa dituntut harus mampu menggali dan mencari ilmu dan informasi dari berbagai sumber sebagai pengaya pengetahuan.Dengan literasi yang baik, siswa mampu mencari, memproses dan memahami ilmu dengan baik sehingga menjadikan generasi bangsa sebagai manusia yang berkualitas yang mampu menghadapi tuntutan perkembangan zaman.15 Kemampuan literasi harus segera dibangun sejak Sekolah Dasar mengingat pada zaman sekarang perkembangan informasi sangat cepat 14 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Panduan Gerakan Literasi di Sekolah Dasar (Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar, 2016), hlm. 2. 15Zulela, Terampil Menulis di Sekolah Dasar – Model Pengembangan Pembelajaran Menulis di Sekolah Dasar (Tangerang: Pustaka Mandiri, 2013), hlm. 7.

tersebar. Informasi tersebut tidak tersebar sebatas pada orang dewasa, namun anak usia Sekolah Dasar bisa dengan mudah mengakses dan menerima informasi dari berbagai sumber melalui smartphone miliknya yang informasi tersebut belum tentu terbukti kebenarannya. Kemampuan literasi menjadi pondasi bagi siswa sekolah dasar dalam membendung berbagai informasi— baik informasi yang berhubungan dengan pengetahuan di sekolah maupun informasi pengetahuan umum lainnya—yang diterima oleh siswa Sekolah Dasar sehingga siswa dapat menyaring secara mandiri informasi mana yang benar, bermanfaat, dan pantas diterima oleh mereka. Keharusan dalam meningkatkan kemampuan literasi sejak dini diperkuat berdasarkan pengujian Internasional yang diuji oleh IEA-the International Association for the Evaluation of Educational Achievement dalam Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) tahun 2011, Indonesia berada pada peringkat 45 dari 48 negara dengan skor 428 dari skor rata-rata 500.16 Kegiatan literasi tentunya sangat berkaitan erat dengan buku. Koleksi buku yang paling banyak di sekolah terdapat di perpustakaan sekolah. Perpustakaan sekolah merupakan tempat di mana berbagai macam koleksi buku tersedia di sekolah. Oleh karena itu perpustakaan sekolah menjadi salah satu bagian terpenting dalam mendukung program literasi di sekolah. Perpustakaan menjadi tempat yang nyaman bagi siswa membaca buku apa saja yang mau dibaca selama buku tersebut ada di perpustakaan. Dengan tersedianya berbagai macam pilihan buku di perpustakaan sekolah yang sesuai dengan karakteristik siswa, ruangan perpustakaan yang nyaman tentunya menjadi pengundang siswa untuk membaca di perpustakaan sekolah. Kemampuan literasi informasi akan membebaskan individu dari ledakan informasi yang bersifat demokratis yang mendobrak kesetaraan bagi setiap individu agar memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses informasi pada waktu dan tempat yang dikehendaki, dengan teknologi yang 16Mullis, I. V. S dkk. PIRLS 2011 International Results in Reading, (Chestnut Hill, MA: TIMSS & PIRLS International Study Center, Boston College, 2012).

ada. Kesetaraan mengakses informasi akan bernilai positif jika individu mampu mengakses kritis setiap informasi dan menggunakannya untuk menganalisis dan menyelesaikan masalah yang ada. Jika individu mengakses informasi tersebut tanpa dibekali cara membaca, melihat, menginterprestasi, memahami dan menganalisis kejadian-kejadian setiap hari, pada saatnya masyarakat akan beresiko mendapatkan generasi yang tidak mampu berliterasi, konsumen yang tidak kritis, yang mudah dimanfaatkan oleh kepentingan-kepentingan penguasa global di segala bidang. Generasi yang akan datang akan menjadi konsumen di negeri sendiri. Adapun ragam keterampilan literasi didefinsikan sebagai berikut: 1. Literasi Baca Tulis Literasi baca tulis adalah kemampuan memahami isi teks tertulis, baik yang tersirat maupun tersurat. Kemampuan ini juga dibutuhkan saat menuangkan gagasan dan ide ke dalam tulisan. 2. Literasi Numerasi Literasi numerasi adalah kecakapan menggunakan berbagai macam angka dan simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam kehidupan sehari-hari. 3. Literasi Sains Literasi sains adalah kemampuan untuk memahami fenomena alam dan sosial di sekitar kita. Dengan literasi ini diharapkan kita dapat mengambil keputusan yang tepat secara ilmiah untuk hidup lebih aman dan sehat. 4. Literasi Finansial Literasi finansial adalah pengetahuan dan kecakapan untuk mengaplikasikan pemahaman tentang konsep, risiko & keterampilan dalam bidang finansial. 5. Literasi Digital

Literasi digital dibutuhkan untuk memperoleh/menyaring informasi yang tak terbendung datangnya. 6. Literasi Budaya dan Kewargaan Kemampuan dalam memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara, mencakup kemampuan individu dan masyarakat akan keberagaman suku, bahasa, adat istiadat, kepercayaan, dan lain-lain.17 17 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Panduan Gerakan Literasi di Sekolah Dasar (Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar, 2016), hlm. 8

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Abad 21 merupakan abad pengetahuan, dimana pengetahuan akan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan. Abad pengetahuan sangat berpengaruh terhadap pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan lapangan kerja. Pendidikan sangat terkait dengan aktivitas mulia manusia yang tugas utamanya adalah membantu pengembangan humanitas manusia untuk menjadi manusia yang berkepribadian mulia dan utama menurut karakteristik idealitas manusia yang diinginkan. Pada abad 21 ini sistem pendidikan nasional mengahadapi tantangan yang sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing di era global dan industri, upaya yang paling tepat dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas adalah melalui pendidikan. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi peserta didik agar sesuai dengan fitrah yang dimilikinya, hal ini selaras dengan undang-undang sistem pendidikan nasional No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang menyebutkan bahwa fungsi pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertagwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Pembelajaran di abad 21 ini memiliki perbedaan dengan pembelajaran di masa yang lalu. Dahulu, pembelajaran dilakuka tanpa memperhatikan standar, sedangkan kini memerlukan standar sebagai acuan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Melalui standar yang telah ditetapkan, guru mempunyai pedoman yang pasti tentang apa yang

diajarkan dan yang hendak dicapai. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah merubah gaya hidup manusia, baik dalam bekerja, bersosialisasi, bermain maupun belajar. Memasuki abad 21 kemajuan teknologi tersebut telah memasuki berbagai sendi kehidupan, tidak terkecuali dibidang pendidikan. Guru dan siswa, dosen dan mahasiswa, pendidik dan peserta didik dituntut memiliki kemampuan belajar mengajar di abad 21 ini. Sejumlah tantangan dan peluang harus dihadapi siswa dan guru agar dapat bertahan dalam abad pengetahuan di era informasi ini. B. Saran Demikian Makalah ini penulis susun, dengan harapan dapat bermanfaat.dan Penulis menyadari sungguh sangat banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini dan perlu Penulis perbaiki dan Segala masukan dan kritikan yang konstruktif sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini

DAFTAR PUSTAKA Abidin, Yunus dkk. (2017). Pembelajaran Literasi. Jakarta: Bumi Aksara. Cope dan Kalantiz, (2005) Admin. 2014. “Model Pembelajaran Inkuiri Based Learning”. [Online]. http://ronisaputra01.blogspot.co.id/2014/11/model-embelajaran-inkuiribased- learning.html diakses pada tanggal 12 Maret 2017 Pukul 10.55 WIB BSNP. (2010). Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI.[ Online]. Tersedia:http://www.bsnp- indonesia.org/id/wpcontent/uploads/2012/04/Laporan-BSNP- 2010.pdfdiakses pada tanggal 12 September 2019 pukul 20.50 WITA Cope dan Kalantiz. (2005). Multiliteracies: Literacy Learning and The Design of Social Futures. New York: Routledge, Taylor, dan Francis Group Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2015). Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah.Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Prihadi, Singgih. (2017). Penguatan Ketrampilan Abad 21 Melalui Pembelajaran MitigasiBencana Banjir. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2017,4550. Rustaman, N.Y. (2007). Kemampuan Dasar Bekerja Ilmiah dalam Pendidikan Sains danAsesmennya.Proceeding of the First International on Science Education. Bandung: SpsUPI Sudrajat, Akhmad. “Empat Prinsip Pokok Pembelajaran Abad 21.” [Online]. Tersedia: https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/10/01/prinsippembelajaran- abad-ke-21/ diakses pada Tanggal 11 Maret 2017 Pukul 17.46 WIB Yana. (2015). Pendidikan Abad 21.[Online].Tersedia : http:/yana.staf.upi.edu/2015/10/11/pendidikan-abad-21/ di akses pada tanggal 13 September 2019 pukul 20.50 WITA


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook