Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Cerita Ular Hitam Bukit Tenganan

Cerita Ular Hitam Bukit Tenganan

Published by Lifa Dian Israkhmi, 2022-03-11 02:24:53

Description: Bali memang kaya budaya, terutama tentang cerita rakyat (legenda, dongeng, dan mite). Semua itu harus diwariskan kepada generasi muda yang akan meneruskan pembangunan bangsa. Sebuah cerita rakyat perlahan-lahan akan sirna jika tidak dilestarikan.

Search

Read the Text Version

“Ada apa, Dung, pagi-pagi sekali kamu sudah datang?” tanya Ki Pasek Tenganan. Dengan napas yang masih tersengal-sengal, I Tundung menceritakan semuanya. “Mengapa bisa begitu?” tanya Ki Pasek Tenganan seperti tak percaya. I Tundung hanya terdiam. “Ayo kita lihat!” suara Ki Pasek Tenganan mulai agak tinggi. Mereka pun kemudian bergegas menuju ladang. Ki Pasek Tenganan mengawasi semuanya. Setelah diperiksa seluruhnya, ternyata ada cukup banyak pencurian malam tadi. “Tundung, aku beri kesempatan kepadamu sekali lagi untuk mengawasi dengan baik ladang ini. Kalau masih juga terjadi pencurian, kamu yang harus bertanggung jawab atas semua ini.” Kata-kata ki Pasek Tenaganan terasa begitu panas di telinganya. “Ya Pak ..., maafkan saya .... Saya tidak mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi,” kata I Tundung dengan perasaan sangat sedih. Ki Pasek Tenganan kemudian pergi tanpa berkata sepatah pun. 43

I Tundung duduk lemas di atas tanah. Ia hanya bisa merenungi nasibnya yang malang. Mengapa Tuhan memberikan cobaan seperti ini? Apakah salahku? Ia terus bertanya dalam hati. Dia tidak mau larut dalam kesedihan itu. Ia terus saja bekerja dan bekerja hingga malam menjelang. Setelah mandi dan membersihkan diri, ia pun berdoa. Kali ini dia berdoa dan bersembahyang di Pura Naga Sundung. Dengan membawa bunga, air, dan sesajen seadanya, I Tundung mulai berdoa dan bersembahyang dengan khusyuk. Ia menyampaikan semua keluh kesahnya, deritanya, nasib malang yang menimpa dirinya. Ia juga sampaikan betapa dirinya sudah bekerja keras dan jujur, tetapi masih juga mendapatkan cobaan. Ia mohon kepada Tuhan dan kedua orang tuanya yang sudah tiada agar diberi kekuatan dalam menjalani semua cobaan ini. Ia mohon agar pencuri di ladang ini segera bisa dketahui dan ditangkap, barangkali ada makhluk gaib yang melakukannya. Tengah malam pun tiba. Dari pohon pulai yang tinggi menjulang di atas Pura Naga Sundung itu tiba- 44

tiba terdengar ada hembusan angin yang mengalir dari atas ke bawah dan berputar-putar mengelilingi tubuh I Tundung yang tengah khusyuk sembahyang. I Tundung merasakan ada sesuatu yang aneh dalam dirinya. Ia berusaha menenangkan dirinya dan menguasai perasaannya. “Apakah yang kamu kehendaki, Nak?” Tiba-tiba ada suara berbisik di telinganya. Suara itu halus seperti ular mendesis. “Saya ingin menangkap pencuri yang mengganggu ladang kami ini,” kata I Tundung dalam doanya. “Baiklah, tetapi ada syaratnya,” kata suara mendesis itu. “Katakan apa syaratnya?” pinta I Tundung. “Kamu harus bersedia menjadi ular sepertiku,” kata suara itu yang ternyata berupa seekor ular. I Tundung berpikir sejenak. “Menjadi ular?” tanya I Tundung. “Iyaaa, bersediakah dirimu?” I Tundung diam sejenak. Ia ingin sekali berhasil menangkap pencuri itu dan mengembalikan nama 45

46

baiknya pada Ki Pasek Tenganan. Oleh karena itu, dengan serta merta dia lalu menjawab. “Yaaa, saya bersedia,” kata I Tundung dengan mantap. “Baiklah, tidak lama lagi kamu akan berhasil menemukan pencuri itu setelah dirimu berubah menjadi ular,” kata ular itu. Kemungkinan ular itu adalah Naga Sundung penghuni Pura Naga Sundung. “Namun, apakah aku akan bisa berubah menjadi manusia lagi?” tanya I Tundung. “Ya, tentu saja. Pada saatnya nanti ketika terjadi gerhana matahari penuh, kamu akan berubah menjadi manusia kembali,” kata ular itu kemudian menghilang. Perlahan namun pasti, I Tundung merasa ada sesuatu yang terjadi pada dirinya. Mula-mula seperti ada seekor semut berapi menggigit ujung ibu jari kakinya. Setelah itu ia merasa sekujur tubuhnya menjadi panas dan mulai bersisik. Kakinya mulai berubah menjadi ekor ular merambat terus ke sekujur tubuhnya hingga akhirnya ia berubah menjadi seekor ular yang utuh. 47

I Tundung memperhatikan seluruh tubuhnya. “Sekarang aku telah menjadi seekor ular. Seekor ular hitam,” demikian pikirnya. Ia kemudian berteriak dengan lantang, “Ayaaah .... Ibuuuu .....! Aku telah berubah menjadi ular hitam. Ular Hitam Bukit Tenganan!” katanya berteriak. Tetapi, yang keluar dari mulutnya hanyalah 48

suara desisan seekor ular yang cukup besar dan panjang. Ular itu lalu bergerak ke sana kemari menyusur seluruh ladang, mencoba mencari dan menemukan pencuri yang sering mengusak-asik ladangnya. Langit di ataas bukit tiba-tiba berubah menjadi hitam. Petir bersahutan di sana sini. Tak lama setelah itu hujan pun turun rintik-rintik. Perlahan namun pasti, hujan semakin lebat dan semakin lebat mengguyur Bukit Kanginan. Si Ular Hitam Bukit Tenganan kembali lagi ke dalam Pura. Dia bersembunyi di bawah pohon pulai di belakang bangunan pura. Esok paginya Ki Pasek Tenganan datang hendak melihat ladangnya dan sekaligus menemui I Tundung. Tanah kelihatan basah karena hujan yang sangat lebat tadi malam. Tumbuh-tumbuhan tampak diam tidak bergerak. Suasana tampak sangat sepi. Tidak ada kicauan burung seperti hari-hari sebelumnya. Ki Pasek Tenganan merasakan ada suasana yang berbeda. Namun, dia pikir itu hanyalah perasaannya. Ia terus melangkah ke dalam ladang. Biasanya I Tundung pasti 49

segera datang menyongsongnya. Kali ini dia tidak melihat ada I Tundung di sana. “Barangkali I Tundung sedang mengerjakan sesuatu, atau dia sedang sakit di dalam pondok.” Demikian pikir Ki Pasek Tenganan dalam hatinya. Dia pun pergi menuju pondok dan menengok ke dalam kamar. Namun, dia tidak melihat siapa pun di sana. Ke mana I Tundung? Ki Pasek Tenganan keluar dari dalam kamar dan melangkah ke arah kebun-kebun berjaan di sela-sela tanaman yang rimbun. Dia tidak melihat ada jejak seseorang yang ditinggalkan. Apakah I Tundung telah pergi meninggalkan ladang ini? Apakah dia marah dan tersinggung sehingga pergi dari tempat ini? Karena penasaran Ki Pasek Tenganan pun segera memanggil nama I Tundung. “Tunduuuung, Tunduuuuung, di mana kau?” Hampir seperti berteriak Ki Pasek Tenganan memanggil-manggil nama I Tundung berulang kali. Si Ular Hitam mendengar ada suara memanggil-manggil nama I Tundung. Merasa namanya dipanggil-panggil, Ular Hitam itu pun akhirnya 50

datang mendekat kepada Ki Pasek Tenganan sambil mendesis-desis. Betapa kagetnya Ki Pasek Tenganan tiba-tiba mendapati seekor ular cukup besar di dekatnya. Hampir saja dia berteriak dan jatuh pingsan. “Sayalah I Tundung Pak,” kata Ular Hitam besar dan berbisa itu. “Aaah, benarkah? Kamu benar-benar I Tundung, Nak?” Kata Ki Pasek Tenganan seperti ketakutan. “Jangan bunuh Bapak, Nak,” demikian katanya. “Tidak, Pak, saya tidak akan menyakiti Bapak. Bapak jangan takut pada saya,” kata Ular Hitam itu. “Yaa yaaa .... Terima kasih. Mengapa kamu bisa berubah menjadi seekor ular berbisa seperti ini?” tanya Ki Pasek Tenganan sambil meredam rasa takutnya. I Tundung pun menceritakan semuanya. “Kasihan sekali dirimu, anakku. Maafkanlah Bapak. Bapak tidak marah kepadamu.” Demikian Ki Pasek Tenganan tak kuasa menahan rasa harunya. “Kembalilah kamu menjadi manusia seperti biasa. Bapak berjanji 51

akan mengangkatmu sebagai anakku karena aku juga kebetulan tidak punya anak.” Demikian kata Ki Pasek Tenganan dengan penuh haru. “Ya Bapak, saya sangat berterima kasih kepada Bapak yang telah rela menolong saya yang tidak punya sanak saudara lagi. Saya tidak tahu bagaimana harus membalas semua kebaikan Bapak kepada saya,” sahut Ular Hitam jelmaan I Tundung itu. Ki Pasek Tenganan merasa terharu dan kasihan pada I Tundung. Ia lalu membelai ular itu dan memeluknya. Ular Hitam itu tampak terdiam saat dipeluk. Hanya lidahnya saja yang terus menjulur-julur keluar. Semula tidak banyak yang tahu. Namun, lambat laun berita tentang I Tundung telah berubah menjadi seekor ular hitam pun mulai tersebar luas di seluruh desa, bahkan hingga ke luar batas-batas desa. Sebagian ada yang percaya, sebagian lagi ada yang tidak percaya. Sejak saat itulah I Tundung dikenal sebagai Ular Hitam Bukit Tenganan. Semenjak kejadian I Tundung berubah menjadi seekor ular, suasana di Desa Tenganan, khususnya di 52

Bukit Kanginan berubah menjadi aman dan tenteram. Tidak pernah terdengar lagi ada berita tentang pencurian. Penduduk Desa Tenganan kembali dapat bekerja dengan baik, di sawah ataupun di ladang. Mereka percaya ular hitam itu telah menjaga desa Tenganan dari orang-orang atau makhluk-makhluk yang ingin berbuat jahat. Setelah lama berselang, pada suatu ketika ada seseorang sedang mencari kayu bakar di Bukit Tenganan. Ia mulai menebang sejumlah pohon besar yang tumbuh di Bukit Tenganan. Tiba-tiba pohon yang ditebangnya itu ambruk ke tanah dan secara tidak sengaja menimpa telur Ular Hitam Bukit Tenganan hingga hancur berkeping-keping. I Seken nama pencari kayu itu. Ia segera memberesi kayu yang ditebangnya itu, memotongnya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil kemudian membawanya pulang. Ular Hitam Bukit Tenganan mengetahui telurnya hancur berkeping-keping karena ulah I Seken. Ia sangat marah setelah mengetahui hal itu. Ia kemudian mengikuti jejak I Seken hingga ke rumahnya. Begitu 53

54

sampai di depan rumah I Seken, Ular Hitam itu segera menghadangnya di depan pintu masuk rumah I Seken. Ular Hitam itu siap memangsa I Seken. Kepala mendongak mengarah kepada I Seken. I Seken merasa kaget dan lalu berlari menuju balai desa sambil berteriak-teriak minta tolong. “Ada ulaaar ... toloooong ada ulaaar besaaar!” teriaknya kencang-kencang sambil berlari. Menyadari hal itu warga lalu memukul kentongan. Sebagian warga datang beramai-ramai sambil membawa senjata. Mereka datang beramai-ramai hendak membunuh Ular Hitam itu. Namun, entah dari mana tiba-tiba datang puluhan ular lainnya menyerbu warga desa sehingga seluruh warga menjadi panik dan lari kocar-kacir. Mendengar ada keributan warga, Ki Pasek Tenganan pun kemudian datang. Ia mengetahui bahwa Ular Hitam itu adalah jelmaan dari I Tundung. Ki Pasek Tenganan kemudian minta agar I Tundung bersedia memaafkan warganya yang telah berbuat kesalahan. I Tundung pun memaafkan warga yang sembarangan menebang pohon dan mencederai telur ular Hitam Bukit Tenganan 55

yang dikeramatkan. Ular-ular itu kemudian kembali lagi menuju Bukit Kanginan. Kini, ular-ular hitam tersebut diyakini sebagai penghuni Pura Naga Sundung di Bukit Tenganan. 56

Biodata Penulis Nama lengkap : Dra. Cokorda Istri Sukrawati, M.Hum. Pos-el : [email protected] Akun Facebook : Sukrawati Cokorda Alamat kantor : Jalan Trengguli I Nomor 34 Denpasar Timur, Bali 80238 Bidang keahlian : Sastra Riwayat pekerjaan/profesi (10 tahun terakhir): 1994–2016 : Peneliti Madya, Balai Bahasa Bali Riwayat Pendidikan Tinggi dan Tahun Belajar: 1. S-2 Ilmu Linguistik, Konsentrasi Wacana Sastra, Universitas Udayana (2006—2011) 2. S-1 Jurusan Bahasa dan Sastra Daerah, Fakultas Sastra, Universitas Udayana (1981—1987) 57

Judul Penelitian dan Tahun Terbit (10 tahun terakhir): 1. Pengaruh Globalisasi terhadap Perkembangan Kesusastraan Bali (2015) 2. Religiositas dalam Cerita I Kecut sebagai Upaya Penguatan Karakter Bangsa (2015) 3. Nilai Edukatif Cerita Be Jeleg Tresna Telaga: Memperkuat Pendidikan Karakter Bangsa (2014) 4. Konfigurasi Heroik dalam Cerita I Bagus Diarsa: sebuah Kajian Sosiologi Sastra (2014) 5. Motif Kecerdikan dalam Cerita Rakyat Bali (2013) 6. Analisis Struktur dan Fungsi Geguritan Japatuan (2012) 7. Geguritan Ceker Cipak: Analisis Struktur dan Sosiologi (2012) 8. Geguritan Candrabanu Karya Anak Agung Istri Biyang Agung: Kajian Kritik Sastra Feminis (2011) Informasi Lain: Cokorda Istri Sukrawati dilahirkan di Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, 12 Juni 1960. Tahun 2013—sekarang menjadi Dewan Penyunting Aksara Jurnal Kebahasaan dan Kesastraan Balai Bahasa Bali. Aktif dalam kegiatan kesastraan di Bali dan menjadi pembicara pada seminar nasional ataupun internasional kebahasaan dan kesastraan. 58

Biodata Penyunting Nama : Drs. Suladi, M.Pd. Pos-el : [email protected] Bidang Keahlian : Penyuntingan Riwayat Pekerjaan: 1. Bidang Bahasa di Pusat Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (1993—2000) 2. Subbidang Peningkatan Mutu Bidang Pemasyarakatan (2000—2004) 3. Subbidang Kodifikasi Bidang Pengembangan (2004— 2009) 4. Subbidang Pengendalian Pusbinmas (2010—2013) 5. Kepala Subbidang Informasi Pusbanglin (2013— 2014) 6. Kepala Subbidang Penyuluhan (2014—sekarang) Riwayat Pendidikan: 1. S-1 Fakultas Sastra Undip (1990) 2. S-2 Pendidikan Bahasa UNJ (2008) Informasi Lain: Lahir di Sukoharjo, 10 Juli 1963 59

Biodata Ilustrator Nama : Pandu Dharma W Pos-el : [email protected] Bidang Keahlian :Ilustrator Judul Buku 1. Seri Aku Senang (ZikrulKids) 2. Seri Fabel Islami (Anak Kita) 3. Seri Kisah 25 Nabi (ZikrulBestari) Informasi Lain Lahir di Bogor pada tanggal 25 Agustus. Mengawali kariernya sebagai animator dan beralih menjadi ilustrator lepas pada tahun 2005. Hingga sekarang kurang lebih sudah terbit sekitar lima puluh buku yang diilustrator oleh Pandu Dharma. 60


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook