Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Contohmakalah.net

Contohmakalah.net

Published by contohmakalah, 2022-12-16 10:14:54

Description: Referensi Makalah Terbaik

Contohmakalah.net

https://contohmakalah.net/

Keywords: Referensi Makalah Terbaik

Search

Read the Text Version

Kiblat Cinta Tanaman Kalbu Cintaku, wahai bidadari haruman mawar bersajadah merekah kalbu menggembur salju sebongkah baris puisi kulayani Mengalir di dalam darah menderai rindu kudus dan sunyi angin menjilat jilbab merahmu mata bertatap gairah langit biru senyuman bintang di sepertiga malam merantai mimpi; lautan cerita laut dan sawah itu ku bernapas merawat kalbu, sebening rindu nada suci rahim senyummu bunga wangi, memekar merekah menunggu ketukanmu di gembur kalbu; kabul sebongkah baris puisi Purwokerto,April 2014 31

Mahroso Doloh Mentari Senja dedaun dan embun bersujud itikaf gedung-gedung semua mendiam menyaksi cahaya mentari senja yang selama bersumpah di terikit dunia— rerumput bergeliat teriki di ulang tahun tangan bermusik meniup lilin yang membara sembilan april; napas rerumput tumbuh di pinggiran jalan beribu kesyahduan mengombak rumput kering; bunga- bunga kamboja Hanya kasidah-Mu menghijau rerumput yang tumbuh dari sisa-sisa dan kerdil kalau begitu; kembangkan taman abadi dapatkan kami menjelma sebongkah mawar atau melati Purwokerto,April 2014 32

Kiblat Cinta Kabut yang Bertahyat Kabut yang melentang bumi itu pohon-pohon di selimuti embun Lafal Terindah menjilat kupingkuping menyeru hewan menghamparkan sajadah didampingi jutaan Malaikat sekepal daging menari dalam kabut menghiriskan oksigen oleh sarung bertahayat melangkah menghamparkan kening di taman kuldi melukis kata-kata pada angin mengisi Rindu dalam diam embun bergelombang jutaan tasbih yang sejati untuk Ilahi Purwokerto, 4 Maret 2014 33

Mahroso Doloh Buah Bermusim Gerimis Musim gerimis tiba kembali ketika mawar bertepuk sebelah tangan empat mata melihat sinaran rembulan empat telinga mendengar putaran jarum sudah memjadi bayangan kosong Oh...Yang Maha Penyayang kenapa gerimis ini sulit dihentikan gerimis yang mengiris kalbu hamba-Mu gerimis menyamarkan kemanisan asmara yang selama ini menjadi lampulampu hamba-Mu pantas tanah-tanah campuran menjadi pohon-pohan bermusim membuat aku tertagih dengan buah-buahan yang tak dapat melayani kalbu yang derita ini Purwokerto, 4 Maret 2014 34

Kiblat Cinta Bidadari Sampingku Engkau ikhlas membisu waktu aku berteriak terlepas di rahimnya dan beribu syukur waktu aku berbahasa lewat tangis waktu aku mengenal dunia melintasi jalan siang dan malam menikung, bertabung oleh bingung kaulah kaki tanganku siapa diriku? dari mana? apa yang membuat diriku lebih bermakna hingga kemana malam dan siangku akan pergi selamanya keringat asin engkau meladeni makan dan minum buatku engkau milih secawan jernih dan sedikit sayur untuknya sedangkan kopi dan daging untukku menahan diri lapar dan haus dari terbit dan jatuh mata sang surya embun kembali basahi bumi engkau betapa menahan sejuta rintangan engkaulah bidadari dinapasku Purwokerto, 4 Maret 2014 35

Mahroso Doloh Sayap Merpati Pagi yang hijab kabulkan merpati yang menari dalam jurang untuk membuta dan bisu tulang punggungnya yang tak ingin buah hatinya berbunga ditepi jalan setiap kali mata merpati betina berkaca selutut menghamparkan kening dan bernyanyi merayu-rayu dalam diam meresapkan air tasbih pada-Nya senantiasa tahlilan sepasang merpati yang menari di runcing angin, rungcingruncing gerimis takkan mustahil jika embun yang berhembur di bibir menjadi keras yang tak bisa berganti-ganti Duhai Pemeluk Teguh wujudkan dan kekalkan sayap ini sayap senantiasa bergoyang membawa bahtera hidup yang senantiasa menabik badai, untuk bisa memanjat di pohon khuldi-Mu abadi Purwokerto, 4 Maret 2014 36

Kiblat Cinta Sepasang Merpati Embun bersholawat sekeping kalbu membasahi sepasang merpati bersa lim senyum-senyuman saat sang surya berloncat-loncat bumi membawa ranting-ranting bidadari berseri seri bidadari, bidadari seri seberapa kilometer kau melayang pasti saja jendela memanggilmu jendela berdzikir bersyahadat padamu kau tak akan tersesat kau pasti tersimpan rumah semut ini menjadi Padang Arafah sepasang merpati walaupun bocoran air yang menderai di pipi yang membawa duri dan rindu yang nantinya kau kembali berjalan di duri ke kanan ke kiri menjadi air tersimpan kendi menjadi minuman pagi, siang dan malam yang abadi Purwokerto, 4 Maret 2014 37

Mahroso Doloh Tetesan Surga Hamba Hyang Hyang teteskan tetesan surga hamba Hyang Hyang dengan mata-Mu tak akan tengggelam Hyang yang tak di senyum Hyang Hyang jatuhkan tetesan surga kedalam bunga bayi yang Hyang Hyang yang Kau siapkan menjadi bunga matahari dan bulan Hyang yang menjadi bunga rumah bukan ditepi jalan Hyang jadikan tetesan surga hari ini dan besok Hyang janganlah tumpah ila ijab kabul Hyang yang Kau tulis Lauh Mahfuz itu yang ditunggu Purwokerto, 4 Maret 2014 38

Kiblat Cinta Cinta di Pohon Kuldi Kertas di dada yang melimpah melati dan melati membayang seorang bidadari yang akan menjadi jamaah di rembulan dan surya shalatku yang akan bertabur Nur-Hayat kanan dan kiri tanganku menari-nari ketika angin menjadi duri-duri menjilati kanan dan kiri untuk kau,aku bersumpah yang abadi yang terbayang nanti lorong-lorong di padang arafah namanya di situ, padang itulah kau,aku mulai melangkah dan meloncat, bercocok tanam di situ, kebun-kebun bunga tak bisa menilai kasturi di situ, kau, aku melewati duri-duri tak berduri di situ, sampailah kau, aku di bawah pohon kuldi di situ, kau, aku istirahat yang abadi Purwokerto, 4 Maret 2014 39

Mahroso Doloh Ketika Itu Ketika itu detak-detak menjilat kuping bumi menikmati keringat pelangi dedaun bersama sajadah berkata dalam diam bernyanyi dan pipi; mengisi tetesan zamzam berjunub dalam kering kepada Ilahi. Purwokerto, 4 Maret 2014 40

Kiblat Cinta Jam Dua Belas Malam Sampai aku di tengah perjalanan malam tibatiba aku bertemu malaikat membawa mawar pada Cahaya hingga alis terkapar oleh tibatiba Dengan Cahaya aku mencari cahaya merasa sepi saat tahajud tanpa niat seorang imam aku mencari dan mencari setangkai tahajud pada-Nya jika dia ikhlas menyusuri jejak kasturi maka; malam hingga tetesan embun terakhir kuyakin; ada keindahan dalam kesendirian itu adalah hadiah Ilahi dengan gairah tertulis namamu terdengar amin di sebalik jilbabmu dan semoga— Purwokero, Juni 2014 41

Mahroso Doloh Setangkai Tasbih Di sela puji berdeburan embun setangkai tasbih terselip nama-Mu Purwokerto, Juni 2014 42

Kiblat Cinta Kenangan Dalam Gerimis Sepertinya kembang bunga tak mau menghirup embun; sebagai mana dulu dan sapaan embun yang biasa membasahi sudah menjadi kenangan dalam gerimis Purwokerto, Juni 2014 43

Mahroso Doloh Kesucian Bunga Kalbu diselimuti bunga-bunga yang selalu menjaga kesucianmu walau waktu sudah terlarut sepertinya kau selalu menunggu kata cinta tak terucap, karena cinta kaulah air menyegari bunga Purwokerto, Juni 2014 44

Kiblat Cinta Malam Pertama Malam pertama; kau dan aku saling senyum saat katakata terkunci surga senyum pertama dalam hidup kau lihat cahaya selalu setia pada rembulan yang selalu menemani bayangbayang ingin kunikahi bayang itu apakah kau ikhlas jika aku berada di bintangbintang hanya pertanyaan mengisi waktu; saat aku kehabisan katakata bukan dengan sederhana sebuah cinta tapi sepucuk surat dari Cahaya Purwokerto, Juni 2014 45

Mahroso Doloh Lamunan Cahaya Kau selipkan setangkai cinta pada duri sehingga gerimis tersesat dalam lamunan Cahaya Purwokerto, Juni 2014 46

Kiblat Cinta Sholawat Cinta Hanya Basmalah; kulingkarkan jari manismu senyum mesra, simpul yang selalu tujukan padamu saat kubaca suara kalbumu melalui kata-kata malaikat selalu menggunung impian-impian yang terbayang dan tercatat surya rembulan silih berganti membawa gemilang kepada semesta silih senyuman dikau dan aku tak kesudahan apakah itu sholawat sebuah cinta Purwokerto, Januari 2014 47

Mahroso Doloh Cemburu dengan Senyummu Aku cemburu tanpa sebab akibat melihat jilbab dijilat angin barat daun menggugur menjadi adat dikau dan aku tak mau berjabat senyum manismu itu menabur dan buta matamata membuat damai jadi perang kemana dikau dan aku sekarang kau hanya embun dini hari saat malam menjelang tak kembali senyummu hanya pencuri memekar melati dan tinggal pergi jilbab merahmu kalbu menjadi abu hidup jadi palsu semesta penuh nafsu Purwokerto, Januari 2014 48

Kiblat Cinta Wajah Jelita Jari manis berduri menari menemani sepi tak terhenti niat yang bening ombak menjadi setiap detak kecapi-kecapi rindu berdetingan batin mengguyur oleh gerimis dalam diam namamu bertaburan di telubuk kalbu diiringi suluk-suluk gairah ini zikir kerikilkerikil menderas namamu tak henti-henti jari manismu bergolong menjadi-jadi jika itu adalah bukti; menghangus takbir cinta setiap alunan darasdaras memancarkan aura gairah pada Mu mimpimimpi dan harapan kali ini menjadi abu wajah jelita yang mengharu sekalipun telah raihkan hasrat indah dan tersimpan sudah bertatap tapi malu pada keterangan sendiri meskipun lidah mampu menjelaskan dengan terang disini sebelum ombak gerimis terbenam menghilang tolong jelaskan dengan terang persoalan-persoalan Purwokerto, Desember 2013 49

Mahroso Doloh Jelita Duri Manis wajah berlumur mutiara indah saaat dipandan; berkerudung setengah badan rasa cinta menghiba bunga-bunga yang terasa kelopak yang melekatimu menetes air mata ketika pelangi terbuka menitip duka cahaya jelita hanya mampir, mengantar pergi rasa yang tersimpan menjadi fana hanya bunga berduri terlukis dan tingal pergi ketika embun dalam sehari;dikau menjadi bait-bait puisi menjadi beji-biji berputar di puncak rindu angin membawa dingin diiringi aura jilbabmu dan menitip salam membuatku menangis dalam diam lalu pelangi menhilang rembulan tidakpun tiba hanya luka dan air mata tak bisa dicerita Purwokerto, Desember 2013 50

Kiblat Cinta 2 Untukmu Patani 51

Mahroso Doloh Wasiat Bumi Patani Apa yang harus kutulis untukmu bumi Patani sekian lama kau ditindih tenggelam air dan darah-darah hari ke hari tulangmu selalu dihimpit tak ada ruangan untuk bertumbuh menjadi subur agar bisa berlari di cakrawala Hai...Bumi Patani nasib seorang bayi mungkin sudah melayang dan tanpa kutahu kemana arahnya kemana kiblatnya dengan sajak ini; kusimpan jiwa malaikat membangun para pejabat yang terlena dalam selokan kafir membuka mata, menyambung lidah dan bertakbir Bangun! jangan biarkan para tikus-tikus mengerik ladang ini tempat kita menanam nyawa sehari-hari belakanlah ladang ini, walau usia tenggelam bumi Purwokerto, September 2014 52

Kiblat Cinta Kiai Menjelang Malam Suatu hari ia akan pergi umurnya sudah menjelang malam hari bahkan sudah melayang pergi tapi, perginya berteduh di pohon kuldi dikelilingi beribu bidadari pada pagi dilayani; di kolam mandi kolam yang tak siapapun pernah kunjungi dia pergi; tinggal telapak para sufi bertaburan merata, walau penuh duri-duri tak kecuali ia mencari Cahaya Ilahi mungkin sekarang sedang menyaksi butiran dzikir yang dulu ia tanami apakah ada yang membajai untuk berteduh di hari nanti jangan kau lupa, perginya harus kau ganti untuk menjadi matahari pagi sejernih embun yang dititipi jadi amanah tak kecuali walau sedikit hujung jari satu huruf menderai beribu sanjungi dia pergi; iktikaf di tempat yang tinggi yang harus kita telusuri membawa sebuah janji-janji Purwokerto, September 2014 53

Mahroso Doloh Tangis Dalam Rindu Langkasuka dalam kesamaran aku terdengar angin-angin yang menangis terbungkus sebuah rindu ibu pertiwi bukit bukau menjadi rahim rezeki melalui embun dan hujan penuh berkah sekarang tak; buah-buahan kehilangan manis berbagai biji dan emas walau bergunung hanya angin melewati kuping-kuping dan pergi dalam mata yang lampau; tercermin Melayu penuh cinta teringat permata mutiara— dan air mata selalu berkunjung dalam kata cinta menghangat sebuah jiwa kebangkitan mengikis najis-najis dalam cakrawala yang tersurat Nusantara tersubur para ulama Syed Daud tertulis di merata tapi siapa yang sanggup di atas telapaknya jika sang bayi dibisu Huruf Melayu menjadi kata tangis dalam rindu Patani,Agustus 2014 54

Kiblat Cinta Di Bawah Air Mata Bumi Patani —Mujahidin bumi Patani Di bawah air mata yang sering kau bercerita serta cinta terbangun sebuah pondasi menjadi cermin sampai puncak suluk mujahid walau aku tak terlihat air mata bahkan darah membasahi di sungai itu tapi ku rela menjadi bungabunga bunga yang disuburkan oleh air mata cinta dan terus membawa sejarah tak terhingga pergimu tak begitu saja bahkan beribu langkah telusuri jejakmu menyambung lidah hingga darah menjadi air mata terarus kesungai yang melimpah cinta; budaya, bangsa, negara dan agama aku takkan hilang gambaran jasad yang terlayang berlapisan di sebuah kendaraan dia si baju hitam dan jahanam keadilan hanya menjadi sebatas hiasan palsu membisu rakyat dalam kepanasan keganasan bermaharajalela penindasan tak kecuali seorang bayi yang sedang mengenal dunia bahkan orang seumuran mentari tenggelam bumi 55

Mahroso Doloh apa yang terjadi di sini siapakah dia yang kau kenal selama ini penjajah manis wajah menjadi topeng-topeng apa yang harus kau laku wahai anak cucu Purwokerto, September 2014 56

Kiblat Cinta Suara Patani Matahari terbit menyinari angkasa dengan cahaya membawa beribu cita-cita orang-orang berkumpul dibawah cahaya Sang Kuasa menayangkan semangat terpendam kalbu dengan sebiji cinta; budaya bangsa agama tak terhingga september dua puluh empat belas dua puluh satu tanggalnya berbicara beribu suara melontar menggali kedamaian hakhak yang terkurung hingga berlumut hitam kini harinya untuk kita bersama menebang lumut dan hutan-hutan yang selama ini mengganggu taman anak cucu hutan yang penuh likaliku para penjajah menyesat umat bahkan lenyap mayatmayat jangan mudah terlena wajah berbunga belum tentu itu surga disana dan merata banyak penjaga tapi kenapa selalu menderita darahdarah mengalir dibalas dengan jutaan ketawa ini negara apa? kau bilang kedamaian milik kita tapi kenapa kau sendiri membakarkannya anak-anak dihilangkan ayah penuh sengsara para ustadz, ulama menjadi tersengka ini permainan politik belaka menabur najis tak terhingga hari ini mari kita bicara jangan biar begitu saja jangan sampai anak cucu kecewa 57

Mahroso Doloh ayo kita bangkitkan surga dalam negeri yang tercinta bumi bertuah bumi pusaka hapuskan penindasan yang menggoda peri kemanusiaan kita tegakan semula ketidakadilan kita hanyutkan di samudra dengan satu syahadat menjadi rantai kita berjuang sampai jasad melayang cinta walau hujan kunjungi sebentar dengan campuran airmata walau dalam lautan darah; yakinkan itu balasan surga simpulkan tangan sesama Satu Patani Harapan Kita Purwokerto, September 2014 58

Kiblat Cinta Takkan Surut Derita tak kunjung surut jika usaha tak membasahi bumi selalu menangis melihat umat membuta kalbu sekalipun ditindas tak terasa sengsara saat darah dibalas selembaran itu menemani saku kelaparan memakan darah anak sendiri gunungkan sadar jiwa Patani selama ini sedang dicoba diuji Purwokerto, September 2014 59

Mahroso Doloh Belalai Gajah Belalai gajah sumber negara tahukah akan terjadi sengsara jika seekor gajah tanpa belalai itu bahkan jadi negeri kurus ekonomi kau jadi kepala gajah dan tubuh gemuk, gagah dan kuat dengan putaran belalai yang terlingkar itu tapi kenapa selalu dilihat tak berharga dulu ku tahu belalai itu bukan milikmu setelah pemilik dibunuh kau ambil tanpa izin anak cucu anak cucu menanam padi dan buahan menjadi makan pada pagi kepagi malah petani itu diinjak oleh seekor ibu gajah sudah memberi kekayaan tapi ditekap tenpurung belalai hanya berlikar dalam rimba tak kuasa melihat semesta yang berbunga dalam rimba beribu anak yang haus pendidikan tapi hanya bisa minum tetestetes tersisa dan bekasbekas apa akan terjadi jika seekor ibu gajah tak mau berlaku adil rumputrumput selalu kepanasan tak sedikit terasa embun cinta nasib lingkaran belalai gajah jangan biar begitu saja Patani,Agustus 2014 60

Kiblat Cinta Tangisan Mencari Bahasa Selama terpendam lautan apakah kuasa memetik lezatnya saat melayu menjadi biru jangan terpudar oleh dia tahankan melayu yang selalu walau terbanting menjadi pepasir dari hidup miskin bahasa tanamkan sebiji cinta pada embun harapan beribu aksara jangan biarkan sebuah kata tenggelam begitu saja terkubur sebuah bangsa karena bahasa diselimut hampahampa dengan tetesan cinta terderai membasahi melayu tersimpan tinggi sebuah kalbu anak Patani Patani,Agustus 2014 61

Mahroso Doloh Semarak Darah tak ada jiwa manusia di dzikir matahari membara sudah menjadi riwayat dunia anak dan wanita korban Kau menegak pusaka cinta yang terkandung jutaan cahaya yang bertatih pada-Nya basahi badan oleh saksisaksi sungguh kau pergi berkumpul di Istana penuhi bungabunga yang; tak kau temui sebelumnya setetes darah dalam mahligai tiara Patani, Agustus 2014 62

Kiblat Cinta Hilal di Padang Pasir Saat tangisan dunia mengguyur batu dalam diam ufuk sang surya menambah jumlah hitungan dunia pernah kau menyaksi pohon-pohon berdzikir di bintang bertaburan? untuk menjadi kecapi-kecapi rindu berdentingan serombongan Unta di padang pasir menuju ke Makam Surga tapi kalau kandang gajah putih ini peristiwa itu di kebun berdaun merah putih, malah menjadi makanan sambil berjalan tidak ada kain dan tidak lilin yang bernari di sepanjang jalanan tidak ada kursi-kursi bersholawat seperti di altar yang penuh pesinggahnya saat Januari menjelang kenapa bisa terjadi di kaki tangan mayoritas Muahammad? dengan puisi gajah putih yang miskin kalam ini sejuta harapan kebun ini merunduk meratap jiwa ditemani suluk-suluk kesendirian para sufi semoga-Nya tampakkan hilal itu yang beserta taufik untuk bertatih kejalan Engkau ridhoi Purwokerto, 4 Maret 2014 63

Mahroso Doloh Ketika Itu Ketika itu detak-detak menjilat kuping bumi menikmati keringat pelangi dedaun bersama sajadah berkata dalam diam bernyanyi dan pipi; mengisi tetesan zamzam berjunub dalam kering kepada Ilahi. Purwokerto, 4 Maret 2014 64

Kiblat Cinta 3 Untuk Pohon Cinta 65

Mahroso Doloh Dalam Tenda Cinta mungkin sembilan bulan aku di dalam tenda cinta tak ternilai harga bunda menulis cinta, walau ombak luka setelah itu, aku diberi tenda biru agar lebih nyaman dan penuh iman dia lagi yang memerah susu berikan aku dengan tak kenal kemarau malam hari menjadi malaikat siang hari menjadi pelayan pelayan yang tak kuasa digaji hingga dua belah paha jadi tempat mandi bahkan tempat aku kotori dia hanya senyum dan memuji aku terlihat lagi tak kecuali posisi tenda biru selalu menemani kekanan dan kekiri cinta yang kau tulis di atap biru tak sedikitpun kurangi selalu menghangat diri tak pernah habis dari buaian sampai berkumis apa yang harus kuganti selain doa tak terhenti nanti kau akan pergi sampai jumpa di sana nanti Purwokerto, September 2014 66

Kiblat Cinta Akar —Al-marhum H Husin Bin H Abdulrahman akar selalu sanggup menembus; sekalipun itu tanah dan batubatu dia tempuhi segala permintaan bungabunga keluarga yang melayang tengah udara semesta indah tapi, suatu hari akar itu tak lagi berlari melayani sampai detik janji untuk kembali dia pergi, tinggal bayang dan sayang pergi menemuiYang Maha Penyayang akar selalu sanggup menembus; sampai titik arti pasrah meninggal buah dan bunga akan jadi akar dan jangan kau lupa cinta tak hanya menyiram air mata selain merta doa membasahi tanah memberi kesegaran sampai kebawah tempat akar terdiam diri kau pergi tak kembali di sisi Ilahi kau terpuji dengan ayatayat dan al-fatihah hanya itu dapat ku telusuri padamu Purwokerto, September 2014 67

Mahroso Doloh Tafsir Cinta Sekian lama aku bisa membaca menafsir sebuah cinta yang tenggelam di airmata seberat apapun tak ditolak walau harus menjadi gandar tulangtulang sanggup bersujud menjadi pondong dalam keluarga sekalipun panas tak sedikitpun terasa panas melewati rimba dan batubatu dengan airmata dia berlayar dan pergi airmata yang mengalir dari hati menuju ke hati kalau sudah kita maklumi dia pergi tanpa permisi tinggal airmata menjadi saksi sebuah cinta yang diberi Purwokerto, September 2014 68

Kiblat Cinta Telor Goreng Telor goreng sebelum pagi Terlukis rindu dalam samudera Tak seenak keringat bunda Sebuah nikmat ketulusan luhur sungguh; perlu sebuah renungan ayat-ayat yang terselip embun jika sejarah hanya mengisi kekosongan telor tersaji tak berbuah sebuah arti kehangatan begitu datang saat kenangan terderai waktu merasa sesuatu tertulis dalam diam dengan lirik nyanyian sebuah kunut saat merayu tasbih cinta ayat-ayat terbungkus dalam sujud dengan selalu sebuah kepastian semoga Dia yang selalu Purwokerto, Juli 2014 69

Mahroso Doloh Pohon Tua Itu Di hutan tua itu aku tumbuh bawahan dua pohon tua yang kokoh mengembangkan bunga-bunga warna-warni dalam kebun yang sama yang saling bertahan dari angin-angin ribut betapa kokoh pohon tua itu langit menangis piring api tak menjadi halangan melangkahi jalur yang penuh asap-asap untuk merawat empat bunga sedang mengenal dunia dalam kepak kutung bunga ini terisi oleh bintang rindu yang berputarputar mencari pohon tua yang kokoh itu di kebun itu firdaus dalam perjalanan kebun itu mengalirkan air manis melahirkan dialog-dialog menawarkan ikan dan daging di timur, tengah dan barat tapi untuknya hanya sayur dan segelas air putih Purwokerto, 4 Maret 2014 70

Kiblat Cinta Bidadari Tercinta Di jendela itu melihat Hawa menari-nari dan ditimpa oleh banjir-banjir yang tak kenal musimnya Hawa itu tetap saja menari-nari dari titisan embun ke ayam yang membisu seorang menyaksi Adam pulang Adam pergi bersama besi hitam dan keras di bahunya untuk melukis bidadari yang tercinta Purwokerto, 4 Maret 2014 71

Mahroso Doloh Jembatan Bidadari Bintang-bintang yang bertasbih air yang berderai tetesan mutiara di sudut-sudut bertaburan emas menjadi jembatan bertemu bidadari dengan pohon yang bertatih-tatih, berdzikir dan bercabang ranting-ranting firdaus yang menjadi taman teduhan kembali bagi Adam Hawa yang bernari ketika panggilan-Mu merayu-rayu Purwokerto, 4 Maret 2014 72

Kiblat Cinta 4 Catatan Indonesia 73

Mahroso Doloh Saat Langit Bersalam pada Bumi kuberi salam pada mata hari yang tak sedikitpun sinarnya membisu walau berada setinggi langit selalu menyapa rumputrumput begitu juga bulan; selalu tersenyum pada segenap semesta berkedip mencari umat sedang bersenang maupun tak dari situ aku pelajari; hidup jadi hampa jika senyum hanya pada rembulan dan bintang sedangkan rumputrumput dan kerikil kecil masih berjejeran di sepanjang jalan sampai kapankah kekeringan terpaku pada rumput dan itu, tak bisa tetepkan waktu jika nurani tak tertancap pada kalbu jika kita sesama rumput dan berbunga tetaplah pada tanah kejujuran menegak sebuah kebun membagi harum tak kecuali Purwokerto, Juni 2014 74

Kiblat Cinta Rapi dan Api Tak sedikipun terbayang malaikat apalagi pada-Nya saat keringat membasahi telapak tangan hanya bersibuk dengan ombak-ombak uang kau lihat tari-tarian bintang berusaha menolak kegelapan kau fikirkan apa maksud mentari setia pada siang dan bulan selalu bertahajud pada malam demikian embun pada pagi semua itu dengan keikhlasan pada Ilahi apakah kau tak mampu bersandar pada-Nya yang setiap daun-daun membawa angin padamu hentikanlah! tanganmu sudah tak sanggup lagi untuk menari dalam api sungguh selama ini kau sudah merasa akrab tapi ingatlah; api menyala tidak hanya hari ini tapi dalam tanah sekalipun tetap saja membara apakah kau tak merasa kasihan pada orang-orang kepanasan dengan senyum manismu dan merasa bangga saat kantong kemeja rapi; berisi api Purwokerto, Juni 2014 75

Mahroso Doloh Semarak Tikus Tikus kecil sudah bersekolah yang tua sudah merata ufuk Nusantara di bawah meja, kursi, dan di manapun dikuasai tikus tikus mengikis semua tak kecuali seperakpun tapi pantas rombongan tikus adalah sarjana-sarjana bahkan doktor apa jadi negara ini; jika salah tak lagi merasa salah saat ombak hitam membasahi telapak tangan di ruangan berbesi hitam sudah bergunung; tapi jutaan ekor masih saja menjadi keturunan mengikis bumi dan pohon-pohon; dengan senyuman tawar sepertinya para petani dan pedagang adalah korban mencari nafkah dari embun hingga mata hari terkubur hanya mendapat sepiring sayur dan segelas air putih berbeda dengan para tikus; yang hanya merangkai kata-kata palsu palsu dianggap benar itu cermin pembuktian; tikus sudah mengikis nurani nurani menjadi ombak-ombak hitam dan mengalir melingkupi sepatu kulit; yang tak pernak diselimuti kabut permukaan bumi diterpa segenap penjuru terik mentari; hanya satu yang kau kejar bukan malaikat dan bukan juga nabi apa lagi mencari Cahaya jika bukan demikian siapkah kau hampar alis berjamaah para malaikat Purwokerto, Juni 2014 76

Kiblat Cinta Ku Singgah Negeri Indah Aku singgah sebentar melihat taman ini; sungguh indah tapi kenyamanan tak pernah menyinggah ada apa dengan taman ini, taman riuh dengan kesuburan tapi kenapa pemiliknya masih saja bernari; di pintu ke pintu dan di jalan terlihat sebongkah daging ikut bertepuk tangan mengucap terimakasih, pak Aku merasa tersinggung sepertinya ada sesuatu terhadap hal itu bagaimana aku mau membangun rumah jika kegelisahan selalu tertancap kalbu, kenyamanan tak apa yang harus kugunakan untuk menjadi fondasi sehingga tak gampang diruntuh atau dikerik tikus-tikus bersepatu kulit kenapa taman ini terasa seram setiap angin melewati kuping kecil ini membawa pilu; saat aparat tersenyum di televisi dengan kasus hanya melayani ketebalan dompet bribadi nurani tak lagi menjadi jiwa yang sujud pada bangsa setiap masalah menjadi komoditas diperdagangkan di bawah meja tak lagi merasa seram jika mata sudah terbuka; melihat duri-duri yang merusak dan takkan ku diam lagi merela kemiskinan semarak di ibu pertiwi kesehatan Nusantara; adalah kewajiban tak kecuali menghapus kecemasan yang hanya mementingkan pada kursi empuk dan kekenyangan perut sendiri 77

Mahroso Doloh menghapus egoisme di seekor serigala mencari mangsa tak kesudahan wahai bapak yang terhormat sudah, cukup disinilah kau tak perlu merangkai kata-kata agar jadi indah karena dengan suara indah itu; adalah butiran menambah jumlah kemiskinan kau tanamlah nurani pahlawan bangsa dengan tetesan darah terakhir menjadi fondasi agar berkibar dipuncak dunia Purwokerto, Juni 2014 78

Kiblat Cinta Dakwah Seorang Rakyat Aku tak bisa bermain kata-kata seperti yang engkau ucapkan aku tak bisa berpuisi bermain irama yang sedang kau lakukan sungguh itu indah jika suara itu, takkan hanyut begitu saja tak membuat mimpi seorang anak menjadi mimpi seekor kambing bermain atas rembulan ingin ku ajak untuk selalu; dengan ikhlas dua tangan menari di atas; dengan terbuka jangan hanya melayani pada suatu tak dibutuh panggung tersedia kau menarilah, bukan di bawah meja; tak terlihat mata telanjang ingin mengucap terima kasih jika lidah-lidah ini tak terputus juataan telapak tangan tak mampu berkeringat jika kau tak menjadi matahari jutaan jiwa akan kelaparan jika kau tak menjadi hujan-hujan karena di bawah pohon tua ini tempat kami berdarah kesuburan yang senantiasa; itu menjadi harapan dan cita-cita Purwokerto, Juni 2014 79

Mahroso Doloh Mata Langit Diruncing berkedip di lapangan langit hitam manisan doa melintasi separuh kuburan memberi salam pada kumpulan itu pintu terbuka senyum yang terluka terhunus malam yang setia pada gelap berikan rahim embun membasahi; tiangtiang bangsa selalu— mengikis asap menerobos mendung pada jalanan danaudanau yang buta arus menunggu hujan sebilah pisau kapal mencari ikan, pasaran tersenyum menjadi pagi iktikaf pada embun Purwokerto,April 2014 80


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook