42 perubahan dalam perilaku konsumsi rokok adalah menurun jumlah konsumsi per hari c. Konsumen merupakan kelompok yang pendapatan yang rendah sehingga dalam pola konsumsinya masih mempertimbangkan faktor pemenuhan kebutuhan primernya sehingga pola perubahan konsumsinya merupakan penekanan jumlah konsumsi per harinya. 3. Cara Pembelian Rokok dalam Satu Hari Menurut hasil kuisioner yang dibagikan, dari keseluruhan sampel yang diambil terhadap responden diperoleh gambaran seperti pada tabel berikut : Tabel 6. Jumlah Responden Berdasarkan Cara Pembelian No Dalam Satu Hari Cara Jumlah Persentase Pembelian (Jiwa) (%) 1 Eceran 40 25,00 2 1 bungkus 88 55,00 3 > 2 bungkus 32 20,00 Jumlah 160 100,00 Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2020 Tabel 6 menunjukkan bahwa perilaku konsumen rokok dengan jenis rokok Gudang Garam Surya 12, Dji Sam Soe, dan Marlboro dalam pembelian rokok terbesar adalah cara pembelian 1 bungkus sehari yaitu sebesar 55%, hal ini disebabkan oleh : a. Pemenuhan kebutuhan rokok dari konsumen sebagian besar adalah pola konsumsi 7-12 batang sehari, sehingga langkah praktis yang dilakukan oleh konsumen adalah dengan melakukan pembelian 1 bungkus. b. Harga yang akan diterima oleh konsumen akan lebih murah pembelian 1 bungkus jika dibandingkan mengecer. Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
43 c. Pendapatan yang dimiliki dari konsumen rata-rata cukup dalam pembelian 1 bungkus. d. Tingkat gengsi akibat tingkat pendapatan, pendidikan dan usia mempengaruhi pola pembelian. Kelompok yang cukup besar juga adalah kelompok responden dengan pola pembelian rokok dengan cara eceran yaitu sebesar 25% dikarenakan dia terbatas pada pendapatannya sendiri. Sedangkan kelompok responden yang paling kecil adalah kelompok responden yang melakukan cara pembelian rokok dalam satu hari yang dilakukan oleh responden yang sebagian besar dengan cara membeli lebih dari 1 bungkus yaitu sebesar 20%. Hal ini disebabkan karena kadang-kadang responden tidak hanya untuk konsumsi dirinya sendiri, namun untuk persediaan di rumah dan sewaktu-waktu diberikan kepada teman, kolega dan anggota keluarga yang lain. 5.3. Hubungan antara Karakteristik Demografi dengan Kebiasaan Konsumen Mengkonsumsi Rokok Yang Disukai Untuk menggambarkan hubungan antara karakteristik demografi dengan kebiasaan rokok, maka dapat digunakan analisis chi- square. Analisa chi-square ini akan menganalisis apakah variabel karakteristik demografi mempunyai hubungan yang signifikan dengan variabel kebiasaan mengkonsumsi rokok yang sukai. Jika ada hubungan, bagaimana keeratan hubungan tersebut dan seberapa jauh variabel karakteristik demografi tersebut mempengaruhi variabel kebiasaan konsumen mengkonsumsi rokok yang disukai. Variabel karakteristik demografi yang akan dianalisa meliputi variabel usia, pendidikan, dan pendapatan. Sedangkan variabel kebiasaan mengkonsumsi rokok yang dianalisa meliputi variabel jenis rokok yang disukai untuk dikonsumsi, jumlah konsumsi rokok yang disukai, cara pembelian. Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
44 Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel demografi dengan kebiasaan konsumen dalam mengkonsumsi rokok yang disukai maka digunakan perhitungan chi square test. Perhitungan chi square test dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Karakteristik Perhitungan Chi Square Test pada No Hubungan antara Karakteristik Demografi dengan Perilaku Konsumen Rokok Hubungan X2 hit P 1. Usia dg Jenis Rokok 7, 412 0,091 2. Usia dg Jumlah Rokok 8,418 0,081 3. Usia dg Cara Pembelian 11,701 0,020 4. Pendk dg Jenis Rokok 10,783 0,029 5. Pendk dg Jumlah Rokok 6,412 0,106 6. Pendk dg Cara Pembelian 17,518 0,002 7. Pendp dg Jenis Rokok 7,153 0,092 8. Pendp dg Jumlah Rokok 8,998 0,076 9. Pendp dg Cara Pembelian 0,032 10,214 Sumber : Data Hasil Analisis SPSS, Tahun 2020 1. Hubungan antara Usia Responden dengan Jenis Rokok Yang Disukai Untuk Dikonsumsi Dari hasil perhitungan chi square test yang dirangkum dalam tabel 7 terlihat bahwa nilai X2 hitung sebesar 7,412 nilai probabilitas sebesar 0,091 (lebih besar dari 0,05). yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel usia dengan jenis rokok yang disukai untuk dikonsumsi. Kondisi tersebut secara keseluruhan dari responden menunjukkan kategori usia remaja, dewasa dan tua mempunyai perilaku yang tidak berbeda dalam pemilihan jenis rokok yang disukai untuk dikonsumsi sehari-hari. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh faktor selera individu dan lingkungan. Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
45 Akan tetapi kalau melihat jumlah konsumen pada kelompok jenis rokok yang dikonsumsi menunjukkan bahwa : jenis rokok kretek filter dan rokok putih didominasi kelompok konsumen yang usia 19-40 tahun, sedangkan jenis rokok kretek didominasi kelompok konsumen yang usia 41-60 tahun. Kondisi tersebut kalau dihubungkan dengan kenyataan yang terjadi bahwa jenis rokok kretek filter dalam hal ini rokok Gudang Garam Surya 12 disebut rokok gaul karena pada kelompok usia remaja dan dewasa tersebut sering berkelompok dalam pergaulannya dan banyak yang mengkonsumsi jenis rokok yang sama yaitu rokok Gudang Garam Surya 12 yang juga didukung oleh harga yang tidak terlalu mahal. Sedangkan pada kelompok usia remaja dan dewasa umumnya mempunyai pendapatan yang tidak terlalu tinggi. Berbeda dengan kelompok konsumen yang merokok jenis kretek dan rokok putih cenderung merupakan kelompok usia dewasa dan tua, hal ini didukung kondisi lingkungan yang sangat mementingkan status gengsi dalam penampilannya. Hal ini juga dapat dipenuhi akibat pada kelompok ini sudah mempunyai status sosial dan ekonomi yang cukup mapan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pola jenis rokok yang disukai untuk dikonsumsi konsumen rokok tidak dipengaruhi oleh status usia konsumen akan tetapi lebih dipengaruhi oleh faktor selera konsumen, dan faktor lingkungan baik internal maupun eksternal. 2. Hubungan Usia Responden dengan Jumlah Rokok Yang Disukai Untuk Dikonsumsi Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa X2 hitung = 8,418 dengan nilai P = 0,081 (lebih besar dari 0,05). yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara variabel usia dengan jumlah rokok yang disukai untuk dikonsumsi setiap harinya. Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
46 Jadi dapat dikatakan bahwa antara responden dalam kategori usia remaja, dewasa dan tua mempunyai perilaku yang tidak berbeda dalam jumlah rokok yang disukai untuk dikonsumsi setiap harinya. Dimana tidak memandang usia akan tetapi jumlah konsumsi rokok berdasarkan faktor kebiasaannya dan ini terkait dengan rasa kecanduan dari masing-masing konsumen semakin lama konsumen melakukan kebiasaan rokok maka tingkat konsumsi kecenderungan tinggi. Dari data responden nampak bahwa pada kelompok pemenuhan kebutuhan rokok yang disukai antara 3-6 batang menunjukkan bahwa semakin muda dan semakin tua maka jumlah konsumsinya semakin menurun berbeda pada kelompok usia dewasa yang mempunyai tingkat konsumsi yang semakin tinggi. Kondisi ini hampir sama dengan model pertumbuhan produksi. Hal ini tidak terlepas pada kelompok umur remaja lebih cenderung kebutuhan rokoknya rendah, hal ini kemungkinan pada kelompok ini rasa kecanduannya masih sangat rendah akan tetapi pada suatu waktu tertentu yaitu pada saat usia tua maka rasa kecanduan terpaksa harus ditekan akibat kondisi kesehatan yang semakin menurun memaksa konsumen dengan usia tua untuk mengurangi jumlah rokok yang disukai untuk dikonsumsi per harinya. Sedangkan pada usia dewasa mempunyai daya pemenuhan kebutuhan jumlah rokok yang disukai untuk dikonsumsi per hari sangat besar dibandingkan dengan kelompok usia yang lainnya. Hal ini tidak terlepas dari tingkat kecanduan yang tinggi tanpa adanya kendala terhadap kesehatan. Dan kecenderungan pemenuhan kebutuhan rokoknya juga banyak digunakan dalam pergaulan dan menganggap bahwa rokok dapat menghilangkan rasa ketegangan pikiran atau stress. Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
47 3. Hubungan antara Usia Responden dengan Cara Pembelian Rokok Yang Disukai Untuk Dikonsumsi Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa X2 hitung = 11,701 dengan nilai P = 0,020 (lebih kecil dari 0,05). yang berarti bahwa terdapat hubungan signifikan antara variabel usia dengan cara pembelian rokok setiap harinya. Jadi dapat dikatakan bahwa semua kelompok usia mempunyai perilaku yang berbeda dengan cara pembelian yang lakukan, yang berarti bahwa usia konsumen berkaitan cara pembelian yang lakukan. Semakin semakin tua usia konsumen maka kecenderungan cara pembelian yang lakukan lebih besar. Data responden menunjukkan pada kelompok usia remaja lebih banyak cara pembeliannya dengan eceran, pada kelompok usia dewasa cara pembeliannya paling banyak adalah cara beli 1 bungkus, sedang untuk golongan tua paling banyak membeli 1 bungkus dan lebih dari 2 bungkus. Hal ini dikarenakan kelompok dewasa dan tua memiliki pendapatan yang lebih dari cukup dalam pemenuhan kebutuhan merokoknya selain rasa gengsi yang dimilikinya untuk membeli dengan cara eceran. Berbeda dengan usia remaja selain kebutuhan merokoknya yang tidak terlalu tinggi akibat rasa kecanduannya yang masih rendah, juga didukung tidak ada rasa gengsi untuk membeli eceran akibat juga status sosial ekonominya yang masih rendah. 4. Hubungan antara Tingkat Pendidikan Responden dengan Jenis Rokok Yang Disukai Untuk Dikonsumsi Dari hasil perhitungan chi square test antara tingkat pendidikan dengan jumlah rokok yang disukai untuk dikonsumsi setiap harinya dapat dilihat bahwa nilai X2 hitung = 10,783 nilai P = 0,029 (lebih kecil dari 0,05) berarti terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemilihan jenis rokok yang disukai untuk dikonsumsi oleh responden. Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
48 Jadi dapat dikatakan bahwa antar responden yang berpendidikan SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi mempunyai perilaku yang berbeda dalam pemilihan jenis rokok yang disukai untuk dikonsumsi. Semakin rendah tingkat pendidikan maka kecenderungan kelompok ini memilih jenis kretek filter dalam hal ini rokok Gudang Garam Surya 12 yang mempunyai nilai harga yang lebih rendah, hal ini terkait dengan kecenderungan kelompok ini mempunyai tingkat pendapatan yang rendah, selain itu jenis rokok tersebut dalam pembeliannya dapat dilayani dengan eceran berbeda dengan jenis rokok putih yang tidak dapat dilayani dengan eceran. Sebaliknya semakin semakin tinggi tingkat pendidikan konsumen maka kecenderungan jenis rokok yang disukai untuk dikonsumsi lebih cenderung untuk memilih jenis rokok putih atau membeli jenis rokok yang mempunyai nilai harga yang lebih tinggi, hal ini terkait bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka kecenderungan semakin tinggi pula pendapatan yang diterima sehingga kemampuan untuk pemenuhan kebutuhan rokoknya semakin tinggi. Selain itu juga didukung oleh semakin tinggi pendidikan konsumen maka kecenderungan memilih rokok yang mempunyai kelas tinggi yang dapat ditunjukkan dengan nilai harga rokok dan image lingkungan terhadap rokok. 5. Hubungan antara Pendidikan Responden dengan Jumlah Rokok Yang Disukai Untuk Dikonsumsi Per Hari Dari hasil perhitungan chi square test antara tingkat pendidikan dengan jumlah rokok yang disukai untuk dikonsumsi setiap harinya dapat dilihat bahwa nilai X2 hitung = 6,412 dengan nilai P = 0,106 (lebih besar dari 0,05) berarti tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan jumlah rokok yang disukai untuk dikonsumsi setiap harinya. Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
49 Jadi dapat dikatakan bahwa antar responden yang berpendidikan SMP, SMA, Pendidikan Tinggi mempunyai perilaku yang tidak berbeda dalam jumlah rokok yang dikonsumsi setiap harinya. Kondisi ini berarti bahwa tingkat pendidikan yang semakin tinggi tidak berarti akan mempunyai kecenderungan pemenuhan kebutuhan rokoknya semakin tinggi dan sebaliknya tingkat pendidikan yang semakin rendah tidak berarti akan mempunyai kecenderungan pemenuhan kebutuhan rokoknya semakin rendah. Kondisi ini hampir sama dengan kondisi hubungan antara usia responden dengan jumlah rokok yang disukai untuk dikonsumsi per hari dimana faktor kecanduan seseorang dalam pemenuhan kebutuhan rokok per harinya sangat mendominasi dan faktor kecanduan seseorang tidak memandang dari tingkat pendidikan melainkan dipengaruhi oleh kebiasaan atau perilaku sehari-hari dalam mengkonsumsi rokok yang disukai. 6. Hubungan antara Pendidikan Responden dengan Cara Pembelian Rokok Yang Disukai Untuk Dikonsumsi Dari hasil perhitungan chi square test antara tingkat pendidikan dengan cara pembelian rokok yang disukai untuk dikonsumsi setiap harinya dapat dilihat bahwa nilai X2 hitung = 17,518 dengan nilai P = 0,002 (lebih kecil dari 0,05) berarti terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan cara pembelian rokok yang disukai untuk dikonsumsi setiap harinya. Jadi dapat dikatakan bahwa antar responden yang berpendidikan SMP, SMA, Perguruan Tinggi mempunyai perilaku yang berbeda dalam cara pembelian rokok yang disukai setiap harinya yaitu semakin tinggi pendidikan yang dimiliki konsumen maka perilaku dalam cara pembelian rokok yang disukai 1 bungkus dan lebih dari 2 bungkus dan sebaliknya semakin rendah pendidikan yang dimiliki konsumen maka perilaku dalam cara pembelian rokok yang disukai dengan eceran. Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
50 Hal ini tidak terlepas dari kemampuan pemenuhan kebutuhan rokok sehari-hari dimana semakin tinggi tingkat pendidikan maka pemenuhan kebutuhan rokok sehari-hari cenderung semakin tinggi akibat pada kelompok pendidikan yang lebih tinggi mempunyai pendapatan yang lebih tinggi dan sebaliknya rendah tingkat pendidikan maka pemenuhan kebutuhan rokok sehari-hari juga semakin rendah akibat pada kelompok pendidikan yang lebih rendah mempunyai kecenderungan pendapatan yang lebih rendah. Kondisi tingkat pendidikan konsumen juga mempengaruhi rasa gengsi dimana kelompok konsumen yang tingkat pendidikan tinggi mempunyai tingkat gengsi yang tinggi sehingga pembelian rokok yang disukainya menghindari dengan cara pembelian eceran karena hal tersebut akan dapat menurunkan status sosial dilingkungannya. 7. Hubungan antara Tingkat Pendapatan Responden dengan Pemilihan Jenis Rokok Yang Disukai Untuk Dikonsumsi Pada hubungan antara pendapatan dengan jenis rokok yang disukai untuk dikonsumsi memperlihatkan nilai dari X2 hitung = 7, dan P = 0,092 (lebih kecil dari 0,05) berarti tidak terdapat hubungan antara pendapatan dengan jenis rokok yang disukai untuk dikonsumsi. Jadi dapat dikatakan bahwa antar responden yang berpendapatan dibawah Rp.500,000,-per bulan (rendah) dan berpendapatan Rp. 500.000,- - Rp.1.000.000,- per bulan (sedang) serta berpendapatan di atas Rp. 1.000.000,- per bulan (tinggi) mempunyai perilaku yang tidak berbeda dalam jenis rokok yang disukai untuk dikonsumsi. Hal ini dimungkinkan karena seseorang yang berpendapatan tinggi tidak otomatis memilih rokok putih yang harganya lebih mahal dari rokok kretek filter dan filter karena seseorang mengkonsumsi rokok lebih disebabkan oleh rasa, selera, dan kebiasaan rokok yang dia konsumsi yang pada akhirnya menjadikan rasa kecanduan pada jenis rokok tertentu yang sudah Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
51 dikonsumsi sejak awal, dimana semakin lama jenis rokok tertentu yang dikonsumsi maka semakin tinggi rasa kecanduan konsumen pada jenis rokok tersebut. Demikian pula apabila seseorang berpenghasilan kecil mereka tidak selalu mengkonsumsi jenis rokok kretek filter atau kretek yang harganya relatif. Bisa saja karena orang tersebut terbiasa mengkonsumsi rokok putih maka dia akan membeli rokok putih sebesar kemampuan uang yang dia miliki. 8. Hubungan antara Tingkat Pendapatan Responden dengan Jumlah Rokok Yang Disukai Untuk Dikonsumsi Per Hari Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa X2 hitung = 8, dengan nilai P = 0,076 (lebih besar dari 0,05). berarti tidak terdapat hubungan signifikan antara pendapatan dengan jumlah rokok yang disukai untuk dikonsumsi setiap hari. Jadi dapat dikatakan bahwa antar responden yang berpendapatan dibawah Rp.500,000,-per bulan (rendah) dan berpendapatan Rp. 500.000,- - Rp.1.000.000,- per bulan (sedang) serta berpendapatan di atas Rp. 1.000.000,- per bulan (tinggi) mempunyai perilaku yang tidak berbeda dalam jumlah rokok yang disukai untuk dikonsumsi per harinya. Kondisi ini sama dengan hubungan antara tingkat pendapatan responden dengan pemilihan jenis rokok di daerah penelitian. Dimana pendapatan konsumen yang semakin tinggi tidak berarti mengkonsumsi rokok yang disukai juga semakin banyak dalam setiap harinya dan sebaliknya pendapatan konsumen yang semakin rendah tidak berarti mengkonsumsi rokok yang disukai juga semakin sedikit dalam setiap harinya. Akan tetapi jumlah konsumsi rokok yang disukai untuk dikonsumsi oleh konsumen tiap harinya merupakan perilaku konsumen dalam kecanduan terhadap rokok semakin tinggi tingkat kecanduan konsumen terhadap rokok tertentu maka semakin tinggi pula tingkat konsumsi yang dilakukan dalam setiap harinya. Sedangkan Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
52 pendapatan konsumen merupakan daya beli konsumen dalam pemenuhan rokoknya yang bukan berarti akan mempengaruhi rasa kecanduan dari konsumen itu sendiri akan tetapi dipengaruhi oleh kebiasaan dari konsumen. 9. Hubungan antara Tingkat Pendapatan Responden dengan Cara Pembelian Rokok Yang Disukai Untuk Dikonsumsi Tabel 7 menunjukkan bahwa perbandingan nilai X2 hitung = 10,214 dengan nilai P = 0,032 (lebih kecil dari 0,05) maka berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan dengan cara pembelian rokok yang disukai untuk dikonsumsi setiap harinya. Jadi dapat dikatakan bahwa antar responden yang berpendapatan dibawah Rp.500,000,-per bulan (rendah) dan berpendapatan Rp. 500.000,- - Rp.1.000.000,- per bulan (sedang) serta berpendapatan di atas Rp. 1.000.000,- per bulan (tinggi) mempunyai perilaku yang berbeda dalam cara pembelian rokok yang disukai untuk dikonsumsi setiap harinya. Kondisi tingkat pendapatan yang semakin tinggi maka konsumen mempunyai kecenderungan dalam pemenuhan kebutuhan rokok yang disukainya dilakukan dengan cara pembelian 1 bungkus atau lebih dua bungkus dan sebaliknya tingkat pendapatan yang semakin rendah maka konsumen mempunyai kecenderungan dalam pemenuhan kebutuhan rokok disukainya dilakukan dengan cara pembelian eceran. Hal ini disebabkan, seseorang yang berpenghasilan tinggi dengan status sosial ekonominya cenderung gengsi untuk membeli rokok yang disukai dengan cara eceran meskipun kebutuhannya pemenuhan rokoknya sangat sedikit. Berbeda dengan kelompok yang berpendapatan rendah tidak mempunyai rasa gengsi untuk membeli eceran dan itupun sudah menjadi kebiasaan pada kelompok ini. Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
53 Dengan demikian dari keseluruhan hasil perhitungan chi square test, dapat dilihat bahwa dari ke sembilan hubungan hanya 4 hubungan yang dapat dikatakan sebagai hubungan signifikan. Setelah dilakukan perhitungan chi square test, kemudian dilakukan perhitungan nilai koefisien kontingensi. Perhitungan nilai koefisien kontingensi ini merupakan kelanjutan dari perhitungan chi square test, dimana koefisien kontingensi ini digunakan untuk mengukur hubungan antara variabel karakteristik demografi dengan kebiasaan responden mengkonsumsi rokok yang mempunyai nilai hubungan signifikan. Pada analisa chi square test, didapatkan hasil bahwa ada empat hubungan yang signifikan yaitu hubungan antara usia dengan cara pembelian, pendidikan dengan jenis rokok, pendidikan dengan cara pembelian dan pendapatan dengan cara pembelian. Akan tetapi dengan analisa chi square test tersebut belum bisa digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel yang dinilai, sehingga diperlukan analisis koefisien kontingensi untuk mengetahui derajat hubungan tersebut. Tabel 8. Analisis Koefisien Kontingensi No Hubungan X2 C C max Selisih Pering kat hitung 1 Usia dg Cara Pembelian 11,701 0,476 0,816 0,340 2 3 2 Pendk dg Jenis Rokok 10,783 0,461 0,816 0,355 1 4 3 Pendk dg Cara 17,518 0,552 0,816 0,264 4 Pembelian 10,214 0,451 0,816 0,365 Pendp dg Cara Pembelian Sumber : Data Hasil Analisis SPSS, Tahun 2020 Dengan membandingkan antara nilai C yang diperoleh dengan nilai Cmax, dapat diketahui bahwa hubungan antara pendidikan dengan cara pembelian rokok yang disukai untuk dikonsumsi Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
54 memiliki hubungan yang paling kuat (peringkat 1), karena mempunyai nilai selisih terkecil, peringkat 2 yaitu hubungan antara usia dengan cara pembelian rokok, peringkat 3 yaitu hubungan antara pendidikan dengan jenis rokok yang disukai untuk dikonsumsi dan peringkat 4 yaitu hubungan antara pendapatan dengan cara pembelian rokok yang disukai untuk dikonsumsi. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai hubungan atara faktor demografi konsumen dengan perilaku konsumen dalam mengkonsumsi rokok yang disukai dapat disimpulkan bahwa faktor demografi konsumen sangat mendominasi perilaku konsumen dalam cara pembelian rokok dibandingkan faktor perilaku konsumen dalam pemilihan jenis rokok yang disukai untuk dikonsumsi dan jumlah konsumsi dalam per harinya. Dari kondisi tersebut sangat nampak adanya upaya yang dilakukan oleh berbagai industri rokok dari berbagai jenis rokok yang beredar selain melakukan diversifikasi jenis rokok juga melakukan diversifikasi ukuran jumlah rokok menjadi berbagai jenis ukuran tiap bungkusnya dalam rangka untuk memperbesar pangsa pasar seperti ukuran 6 batang/bungkus, 12 batang/bungkus, 16 batang/bungkus dan 20 batang/bungkus. 5.4. Preferensi Konsumen Terhadap Jenis Rokok Untuk mengetahui tingkat preferensi konsumen terhadap tiga jenis rokok yang diperbandingkan, maka digunakan analisis K-Means Cluster. Dalam regresi preferensi, telah diajukan lima atribut dari ke tiga jenis rokok yaitu harga, rasa, kualitas bahan baku, image rokok, desain kemasan. Dimana sebelum melakukan pembahasan lebih lanjut terlebih dahulu dalam analisis ini melihat tabel anova yang terlihat pada tabel 9. Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
55 Tabel 9. Hasil Analisis Anova K-Means Cluster NO ATRIBUT F hit P Keterangan 1. Harga 5,208 0,013 Signifikan 2. Rasa 50,065 0,000 Signifikan 3. Kualitas Bahan Baku 4,565 0,039 Signifikan 4. Image 8,409 0,006 Signifikan 5. Desain Kemasan 7,970 0,008 Signifikan Sumber : Data Hasil Analisis SPSS, Tahun 2020 Tabel 9 menunjukan bahwa semua atribut yang dimasukkan dalam analisis mempunyai tingkat signifikan sehingga kelima atribut mempengaruhi konsumen dalam pengambilan keputusan kondisi tersebut dapat dijadikan dasar dalam pembahasan preferensi konsumen pada masing-masing cluster. Dimana bentuk dari preferensi konsumen rokok pada penelitian ini seperti pada Tabel 10. Tabel 10. Cluster dari Preferensi Konsumen Terhadap Atribut Rokok CLUSTER NO ATRIBUT 1 2 1. Harga 1,83 1,86 2. Rasa 2,42 1,57 3. Kualitas Bahan Baku 1,75 1,25 4. Image 2,00 1,14 5. Desain Kemasan 1,17 1,25 Sumber : Data Hasil Analisis SPSS, Tahun 2020 Tabel 10 menunjukkan bahwa responden dalam membeli rokok yang sudah ditentukan jenis rokoknya dalam penelitian ini antara lain jenis rokok kretek filter yang diwakili oleh rokok Gudang Garam Surya 12, jenis rokok kretek yang diwakili oleh rokok Dji Sam Soe dan jenis rokok putihan yang diwakili oleh Marlboro terbagi menjadi 2 cluster, yaitu Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
56 1. Cluster 1 Cluster ini merupakan konsumen rokok yang dalam mengkonsumsi rokok yang disukai lebih memperhatikan faktor rasa dan image terlihat dari nilai final cluster centers mempunyai nilai sebesar 2,42 dan 2,00 sedangkan faktor lain yang mendukung adalah faktor harga, kualitas bahan baku dan desain kemasan. Dari kondisi tersebut nampak sekali bahwa konsumen rokok pada cluster 1 menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut : a. Konsumen dalam mengkonsumsi suatu jenis rokok sangat mengutamakan rasa yang enak dan khas sesuai dengan jenis rokoknya dan hal tersebut dapat menggambarkan konsumen sangat kecanduan dengan rasa dari jenis rokok yang sering dikonsumsi. b. Faktor lain yang cukup berpengaruh pada cluster ini adalah faktor image, hal ini menunjukkan bahwa konsumen dalam mengkonsumsi suatu jenis rokok juga memperhatikan image dari masyarakat terhadap suatu jenis rokok baik yang berdasarkan pada umumnya yang digunakan oleh beberapa kelompok masyarakat maupun berdasarkan dari merek yang lebih banyak dikenal masyarakat luas akibat promosi yang cukup baik. c. Preferensi dari konsumen terhadap faktor harga tidak menjadikan dasar yang cukup besar dalam mengkonsumsi suatu jenis rokok, hal ini didukung oleh tingkat kepuasan dari konsumen dalam mengkonsumsi rokok. d. Preferensi dari konsumen terhadap faktor kualitas bahan baku dan desain kemasan pada cluster ini tidak terlalu diperhatikan. Kondisi ini didukung oleh faktor image dan rasa akan mewakili dari faktor kualitas bahan baku dan desain kemasan semakin tinggi image dan semakin khas rasa suatu jenis rokok maka kualitas bahan baku dan desain kemasan akan semakin baik. Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
57 Dari uraian tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa cluster 1 mempunyai kecenderungan untuk masuk dalam kelompok : a. Konsumen yang mempunyai tingkat pendapatan tinggi karena pada kelompok ini tidak memperhatikan harga suatu rokok yang dikonsumsi dan sangat mengutamakan image masyarakat terhadap suatu rokok yang berarti bahwa faktor gengsi dalam mengkonsumsi suatu jenis rokok digunakan untuk menjaga status sosial dan ekonomi konsumen. b. Terkait dengan nomor a diatas maka dapat dinyatakan cluster 1 merupakan kelompok konsumen yang melakukan cara pembelian dengan 1 bungkus atau lebih dari 2 bungkus dan bukan merupakan kelompok yang melakukan pembelian dengan cara eceran karena kelompok ini sangat memperhatikan gengsi dan juga menjaga status sosial dan ekonomi konsumen dimata masyarakat. c. Terkait dengan nomor b diatas maka dapat dinyatakan cluster 1 merupakan kelompok konsumen yang berperilaku mengkonsumsi rokok per hari lebih dari 7-12 batang dan 1 bungkus. Hal ini terkait dengan cara pembelian merupakan cerminan dari pola konsumsinya. d. Konsumen yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi, hal ini terkait dengan semakin tinggi pendidikan maka kecenderungan pendapatan yang diterima juga semakin tinggi. Sedangkan keterkaitan dengan faktor yang mendominasi dalam mengkonsumsi suatu jenis rokok adalah dengan semakin tinggi pendidikan maka status seseorang untuk mempertahankan status sosial ekonomi akan semakin tinggi sehingga dalam mengkonsumsi sesuatu jenis rokok sangat mengutamakan image masyarakat terhadap suatu jenis rokok. e. Terkait dengan nomor a, b, c dan d maka kelompok usia konsumen adalah kelompok dewasa dan tua. Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
58 2. Cluster 2 Cluster ini merupakan konsumen rokok yang dalam mengkonsumsi rokok lebih memperhatikan faktor harga dan rasa terlihat dari nilai final cluster centers mempunyai nilai sebesar 1,86 dan 1,57 sedangkan faktor lain yang mendukung adalah faktor kualitas bahan baku, desain kemasan dan image. Dari kondisi tersebut nampak sekali bahwa konsumen rokok pada cluster 2 menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut : a. Konsumen dalam mengkonsumsi suatu jenis rokok sangat mengutamakan harga, hal tersebut dapat menggambarkan kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan rokok sehari-hari sangat terbatas. b. Konsumen dalam mengkonsumsi suatu jenis rokok sangat mengutamakan rasa yang berarti bahwa konsumen juga mempunyai keinginan untuk mencapai tingkat kepuasan dalam mengkonsumsi rokok dan ini juga terkait dengan rasa kecanduan yang dimilikinya terhadap suatu jenis rokok. Pemenuhan tingkat kebutuhan rokok yang dilakukan oleh konsumen akibat kecanduan akan berdampak pada perilaku dalam mengkonsumsi baik dalam hal jumlah, jenis rokok yang dikonsumsi, maupun cara pembelian yang dilakukan. c. Faktor image, desain kemasan, dan kualitas bahan baku tidak menjadikan faktor yang mendominasi dalam mengkonsumsi suatu jenis rokok. Dari uraian tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa cluster 2 mempunyai kecenderungan untuk masuk dalam kelompok : a. Kelompok konsumen yang mempuinyai tingkat pendapatan rendah, hal ini yang menjadikan konsumen sangat memperhatikan harga dalam mengkonsumsi suatu jenis rokok, tidak terlalu memperhatikan image masyarakat umum terhadap suatu rokok dan tidak terlalu memperhatikan atau menjaga status sosial dan ekonomi yang dimilikinya. Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
59 b. Terkait dengan nomor a diatas maka dapat dinyatakan cluster 2 merupakan kelompok konsumen yang mempunyai tingkat pendidikan rendah. Hal ini tidak terlepas dari keterkaitan dengan kondisi pendidikan seseorang yang semakin rendah maka kecenderungan pendapatan yang diterimapun semakin rendah c. Terkait dengan nomor a diatas juga maka dapat dinyatakan cluster 2 merupakan kelompok konsumen yang mengkonsumsi rokok 1-6 batang perhari, karena keterbatasan pendapatan yang dimiliki. d. Terkait dengan nomor a dan c diatas juga maka dapat dinyatakan cluster 2 merupakan kelompok konsumen yang melakukan pembelian dengan eceran. e. Terkait dengan nomor a, b, c dan d maka kelompok ini merupakan kelompok konsumen dengan usia remaja yang tidak mempunyai tingkat pendapatan cenderung rendah, tingkat pendidikan cenderung rendah dan mempunyai status sosial ekonomi yang rendah. Sebagian merupakan kelompok konsumen dengan usia tua dimana dengan pendapatan yang diterima sudah mulai menurun akibat sudah mulai tidak produktif sehingga daya kemampuan untuk pemenuhan kebutuhan rokokpun semakin turun selain itu juga dengan kondisi kesehatan tubuh yang semakin menurun maka pola konsumsi rokokpun semakin menurun. 5.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumen Dalam Membeli Rokok Yang Disukai Setelah dilakukan ekstraksi terhadap atribut-atribut yang diolah, semua atribut mempunyai nilai MSA lebih dari 0,5 meliputi atribut harga, rasa, kualitas bahan baku, image dan desain kemasan. Untuk selanjutnya kelima atribut tersebut dianalisis lebih lanjut dengan analisis faktor menggunakan metode Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
60 component factor analysis atau principal component factor analisis. Guna mengetahui komponen faktor yang didapatkan, dapat dilihat dari nilai eingenvalue atau dari hasil scree plot. Dengan menggunakan kriteria eigenvalue, maka pertama-tama kita harus melihat terlebih dahulu nilai eigenvalue dan variance yang merupakan besarnya penjelasan hubungan antara atribut secara bersama-sama (total variance) terhadap faktor/ komponennya. Nilai eigenvalue dan variance tersebut akan dijadikan dasar menentukan jumlah komponen yang akan mewakili atribut- atribut yang kita analisis. Nilai eigenvalue dan total variance tersebut dapat kita lihat dalam tabel total variance explained (Lampiran 4). Tabel tersebut lebih jauh memperlihatkan hasil perhitungan analisis faktor terhadap data dari kelima atribut yang ada memperlihatkan terdapat tiga komponen yang dapat dipertahankan, yaitu komponen-komponen yang memiliki nilai eigenvalue lebih dari 1 dengan total variance seperti pada tabel berikut : Tabel 11. Nilai Eigenvalue dan Total Variance dari Tiga Komponen COMPONEN NILAI EIGENVALUE TOTAL VARIANCE 1 1,282 25,646 2 1,244 50,521 3 1,150 73,519 Sumber : Data Hasil Analisis SPSS, Tahun 2020 Pada component matric and communalities (KMC), dimana interpretasi terhadap kedua komponen yang dipertahankan dilakukan melalui tabel KMC. Kedua tabel tersebut menunjukkan distribusi masing-masing atribut. Terhadap komponen yang ada. Sedang angka yang ada pada tabel tersebut adalah faktor loading yang menunjukkan besarnya kontribusi dari masing-masing atribut terhadap masing-masing komponen yang dipertahankan sebagai Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
61 komponen-komponen pengganti yang dianggap mewakili atribut- atribut yang bersangkutan. Faktor loading juga bisa sebagai besarnya korelasi antara suatu atribut dengan komponen 1, komponen 2 dan komponen 3. Untuk memaksimalkan faktor loading pada setiap komponen, maka dilakukan rotasi dengan metode varimax. Artinya dengan menggunakan tehnik rotasi varimax dapat kita lihat kontribusi maksimal dari masing-masing atribut terhadap komponennya. Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut: Tabel 12. Nilai Loading dari Dua Komponen dengan Rotasi Menggunakan Metode Varimax VARIABEL KOMPONEN 1 23 Harga 0,486 0,610 -0,457 Rasa 0,555 0,505 0,271 Kualitas bahan baku 0,356 -0,093 0,850 Image 0,732 -0,333 -0,129 Desain kemasan -0,479 0,626 0,284 Sumber : Data Hasil Analisis SPSS, Tahun 2020 Dengan mengacu kepada kriteria yang diberikan oleh Joseph Hair, jr. et. Al (1995), maka tingkat signifikansi loading yang dapat diterima adalah 0,5 dikarenakan sampel yang diolah sebanyak 160. Dari tabel di atas, dapat kita jabarkan sebagai berikut: 1. Atribut harga masuk dalam komponen 2, karena faktor loading dengan komponen 2 kuat (0,610) lebih kuat dibandingkan dengan faktor loading dengan komponen 1 dan komponen 3. 2. Atribut rasa masuk pada komponen 1, karena faktor loading dengan komponen 1 kuat (0,555) lebih kuat dibandingkan dengan faktor loading dengan komponen 2 dan komponen 3. 3. Atribut kualitas bahan baku masuk pada komponen 3, karena faktor loading dengan komponen 3 kuat (0,850) lebih kuat Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
62 dibandingkan dengan faktor loading dengan komponen 1 dan komponen 2. 4. Atribut image masuk pada komponen 1, karena faktor loading dengan komponen 1 kuat (0,732) lebih kuat dibandingkan dengan faktor loading dengan komponen 2 dan komponen 3. 5. Atribut desain kemasan masuk pada komponen 2, karena faktor loading dengan komponen 2 kuat (0,626) lebih kuat dibandingkan dengan faktor loading dengan komponen 1 dan komponen 3. Dengan demikian, kelima atribut telah direduksi menjadi 3 (tiga) komponen yang terdiri atas: 1. Komponen 1 : Rasa dan Image 2. Komponen 2 : Harga dan Desain Kemasan 3. Komponen 3 : Kualitas Bahan Baku Dari hasil analisis faktor sangat nampak bahwa perilaku konsumen dalam membeli ke tiga jenis rokok yaitu jenis rokok kretek filter yang diwakili oleh rokok Gudang Garam Surya 12, jenis rokok kretek yang diwakili oleh rokok Dji Sam Soe dan jenis rokok putihan yang diwakili oleh Marlboro masih sangat dipengaruhi oleh beberapa atribut diantaranya harga, rasa, kualitas bahan baku, image, dan desain kemasaran. Sedangkan kalau dihubungkan antara ketiga jenis rokok yang berbeda dengan perilaku konsumen dalam memandang atribut rokok yang terbentuk dalam 3 komponen yaitu : 1. Komponen I Posisi rokok jenis kretek filter dalam hal ini diwakili oleh Rokok Gudang Garam lebih kuat tertarik pada komponen 1, dimana perilaku konsumen dalam mempersepsikan jenis rokok tersebut lebih mengutamakan rasa dan image. Hal ini tidak terlepas dari jumlah konsumen rokok jenis ini cukup besar yang lebih mengutamakan image dari masyarakat dengan semboyannya “pria punya selera” dan “selera pria pemberani”. Image tersebut benar- benar sangat nampak terdapat pada rokok kretek filter jenis ini. Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
63 Akan tetapi disamping image yang diperhatikan, konsumen juga sangat memperhatikan rasa. 2. Komponen II Posisi rokok jenis putihan dalam hal ini diwakili oleh Marlboro lebih kuat tertarik pada komponen 2, dimana perilaku konsumen dalam mempersepsikan jenis rokok tersebut lebih mengutamakan harga dan desain kemasan. Dari ketiga jenis rokok dalam penelitian ini kalau dibandingkan desain kemasannya maka rokok jenis ini mempunyai desain kemasan yang sangat menarik dan terkesan eksklusif dan memang kenyataannya harga dari rokok ini mempunyai harga yang paling tinggi dibandingkan dengan harga yang lain. Bentuk perilaku konsumen dalam mengkonsumsi rokok jenis ini memang dalam rangka untuk mempertahankan gengsi atau status sosial didalam kehidupannya. 3. Komponen III Posisi rokok jenis kretek dalam hal ini diwakili oleh Dji Sam Soe lebih kuat tertarik pada komponen 3 dimana perilaku konsumen dalam mempersepsikan jenis rokok tersebut lebih mengutamakan kualitas bahan baku. Hal tersebut sangat berhubungan dengan apa yang telah dilakukan oleh promosinya yang lebih menonjolkan kualitas bahan baku yaitu “tembakau kualitas tinggi yaitu tembakau asli Madura” dan “cengkeh pilihan”. Dengan diketahui hasil tersebut, maka dapat digunakan sebagai alternatif strategi pengembangan pemasaran dari ketiga jenis rokok yang sangat berbeda bentuk segmen pasarnya dengan bentuk- bentuk perilaku konsumen yang menekankan hanya pada beberapa atribut dari rokok tersebut antara lain : 1. Strategi jenis rokok kretek filter harus memperhatikan atribut image dan rasa untuk tetap mempertahankan pangsa pasar dan juga dapat digunakan dalam pengembangannya. 2. Strategi jenis rokok kretek harus memperhatikan atribut kualitas bahan baku untuk tetap mempertahankan pangsa pasar dan juga dapat digunakan dalam pengembangannya. Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
64 3. Strategi jenis rokok putihan harus memperhatikan atribut harga dan desain kemasan untuk tetap mempertahankan pangsa pasar dan juga dapat digunakan dalam pengembangannya. Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
65 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan latar belakang, tujuan penelitian, hasil analisis dan pembahasan maka dapat ditarik suatu kesimpulan antara lain : 1. Hubungan antara karakteristik demografi dengan kebiasaan konsumen mengkonsumsi rokok yang disukai dengan 9 (sembilan) hubungan yang diperbandingkan ternyata hanya ada 4 (empat) hubungan yang signifikan meliputi: hubungan usia dengan cara pembelian, hubungan pendidikan dengan jenis rokok yang disukai, hubungan pendidikan dengan cara pembelian, hubungan pendapatan dengan cara pembelian. 2. Dari kelima atribut yang melekat terhadap suatu jenis rokok, ternyata kelima atribut (harga, rasa, kualitas bahan baku, image dan desain kemasan) berpengaruh terhadap keputusan konsumen dalam mengkonsumsi rokok yang disukai. 3. Berdasarkan analisis Hierarchi Clustering, terdapat 2 segmen meliputi: a. Segmen pertama adalah konsumen yang mementingkan atribut rasa dan image dengan nilai final cluster centers masing- masing sebesar 2,42 dan 2,00. Adapun ciri-ciri segmen pertama sebagai berikut : konsumen yang mempunyai tingkat pendapatan tinggi, kelompok konsumen yang melakukan cara pembelian dengan 1 bungkus atau lebih dari 2 bungkus, konsumen yang berperilaku mengkonsumsi rokok per hari lebih dari 7-12 batang dan 1 bungkus, konsumen yang Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
66 mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi, kelompok usia konsumen adalah kelompok dewasa dan tua. b. Segmen kedua adalah konsumen yang mementingkan atribut harga dan rasa dengan nilai final cluster centers masing- masing sebesar 1,86 dan 1,57. Adapun ciri-ciri segmen pertama sebagai berikut : konsumen yang mempunyai tingkat pendapatan rendah, konsumen yang mempunyai tingkat pendidikan rendah, kelompok konsumen yang mengkonsumsi rokok 1-6 batang perhari, konsumen yang melakukan pembelian dengan eceran, kelompok konsumen dengan usia remaja dan usia tua 4. Bentuk hubungan antara ketiga jenis rokok dengan atribut dalam hal ini atribut harga, rasa, kualitas bahan baku, image dan desain kemasan terbentuk menjadi 3 komponen Komponen 1 : Rasa dan Image sangat erat hubungannya dengan rokok kretek filter Komponen 2 : Harga dan Desain Kemasan sangat erat hubungannya dengan rokok putihan Komponen 3 : Kualitas Bahan Baku sangat erat hubungannya dengan rokok kretek 6.2. Saran 1. Perusahaan yang bergerak di industri rokok harus tetap memperhatikan rasa dan image dalam mempertahankan pangsa pasar dan juga meningkatkan kualitas bahan baku, memperbaiki desain serta menekan harga untuk meningkatkan daya saing dalam upaya untuk memperbesar pangsa pasar. 2. Pangsa terbesar rokok di pasaran adalah rokok jenis filter sehingga kondisi tersebut merupakan peluang bagi industri perusahaan untuk mengembangan usaha diversifikasinya meskipun dalam produksinya membutuhkan modal investasi besar dalam bentuk mesin filter Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
67 3. Semua industri rokok harus melakukan diversifikasi jenis produk rokok didasarkan pada bermacam-macam segmen konsumen dalam mengkonsumsi rokok dalam upaya peningkatan penjualan. Diversivikasi produk dapat dilakukan melalui diversifikasi ukuran rokok dalam satu bungkus dalam upaya mempertahankan segmen pasar yang sudah terbentuk sekaligus menciptakan segmen pasar yang lebih luas lagi. Kondisi ini sangat perlu diperhatikan terutama dengan adanya produk-produk rokok yang mempunyai merek dengan menirukan produk yang sudah terkenal dengan rasa yang hampir sama akan tetapi harga cenderung lebih murah. Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
68 DAFTAR PUSTAKA Aldenderfer, M.S & Blashfield, R.K. 1984. Cluster Analysis. New-burry Park, CA.: Sage. Anonymous. A. 2001. ”Permasalahan di Dunia Rokok”. Majalah Techno. Edisi 6/tahun II, hal. 9 – 16. . B 2001. ”Mengapa Merek”. Majalah Manajemen. Edisi Bulan Januari, hal. 10 – 15. Assael, H. 1992. Consumer Behavior and Marketing Action. PWS- KENT Publishing Company. David l. Louden and Albert J. DellaBitta, (1984), Consumer Behavior: Concept and Applications.The United State Of Amerika: By McGraw Hill Inc. Engel, JE, Blackwell, N. 1994. Perilaku Konsumen. Binarupa Aksara. Jakarta. Foster D, W. 1985. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Erlangga. Jakarta. Gerald Zaltman and Melanie Wallendorf, 1971, Consumer Behavior: Basic Findings and Management Implications. The United State of Amerika: By John Willey & Sons Inc. Hansen Flemming, 1972, Consumer Behavior: A Cognitive Behavior Theory. New York: The Free Press. Irawan dan Wijaya, Faried. 1996. Pemasaran: Prinsip dan Kasus. Edisi kedua. BPFE. Yogyakarta. Jaka Wasana, 1986, Manajemen Pemasaran. Penerbit Erlangga. Jakarta. JamesF. Engel et. All, 1968, Consumer Behavior. Illinois: The Dryden Press. Joseph Hair, Jr, et. All, 1995, Teknik Statistik Untuk Bisnis dan Ekonomi, Edisi ke Sembilan, Jilid II. Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
69 Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis Perencanaan, Implementasi dan Kontrol. Jilid ! Edisi Bahasa Indonesia. PT. Prehallindo. Jakarta. . 2000. Manajemen Pemasaran: Implementasi, Perencana dan Analisis Jilid II, PT. Prenhallindo, Jakarta. Malhorta, K. Naresh 1996, Marketing Research, Prentice Hall Interasional Inc. Mc. Quail, Dennis, 1996, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Edisi Kedua, Erlangga. Robbins, S. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Jilid 1 Edisi Bahasa Indonesia. PT Prehallindo. Jakarta. Rangkuti, F.1997. Riset Pemasaran. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Santoso, Singgih dan Tjiptono, Fandy. 2001. Riset Pemasaran dan Aplikasi SPSS. Elex Media Komputindo. Jakarta. Singarimbun, M & Effendi, S. 1989. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta. William J. Stanton, 1978, Fundamental of Marketing. New York: McGraw-Hill Book Company Inc. Wiratno, M. 1992. Ekonomi Manajerial. Media Widya Mandala. Yogyakarta. Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok
Analisis Preferensi Konsumen Dalam Mengkonsumsi Rokok “ Industri rokok yang merupakan salah satu industri yang memberikan sumbangan terbesar pada kas negara melalui cukai, pajak maupun devisa. Keberadaan industri rokok disuatu daerah yang memberikan keuntungan yang besar karena industri rokok tersebut ikut berperan ”serta dalam penyediaan fasilitas infrastuktur. R. ACHMAD DJAZULI PENULIS UMG PRESS KTJ aeallbapun.p:aS+tue6mn2a3Gt1er er3as9iNk5o16.4111104211, K e c a m a t a n K e b o m a s ,
Search