Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Buku Ajar Pribadi Sosial

Buku Ajar Pribadi Sosial

Published by agus susilo, 2022-03-02 21:29:50

Description: Buku Ajar Pribadi Sosial

Search

Read the Text Version

Sejak hari itu, aku telah melukis ratusan lukisan. Lukisan-lukisan memenangkan pengakuan dan penghargaan pada lusinan pameran seni. Aku telah merancang kartu-kartu ucapan merekku sendiri. Pada salah satu acara seni, semua lukisanku terjual, memberiku banjir uang yang tidak terduga. “Apa yang harus kulakukan dengan uang ini?” tanyaku kepada ibu. “Gunakan uang itu untuk pergi ke Paris dan melihat lukisan-lukisan artis besar dunia,” katanya. Aku melakukannya. Aku berdiri takjub saat aku dikitari oleh keindahan dan kejeniusan Van Gogh, Leonardo da Vinci, dan lainnya. Bagiku, itu adalah keajaiban. Aku tidak pernah menyia-nyiakan satu haripun. Sebelum penyakit merenggut separuh penglihatanku, aku adalah seorang artis. Sampai sekarang aku masih seorang artis. 43

2. LEMBAR KERJA TOPIK I (Keterampilan Berpikir Positif) Petunjuk : bacalah soal dan kriteria penilaian dengan seksama, kemudian berilah tanda centang (√) pada kolom CHECK jika kamu setuju dengan salah satu pertanyaan dalam kriteria penilaian. No Soal Kriteria penilaian Check 1. Apa yang kamu Saya langsung lakukan saat sedang kehilangan minat dan menghadapi tujuan hidup. masalah ? Saya memikirkan penyebab masalah tersebut dan sulit fokus. Namun, biasanya dapat saya selesaikan. Saya tetap fokus dan pantang menyerah hingga tercapai. 2. Bagaimana kamu Saya jarang memiliki menjalani waktu untuk diri kehidupan ? sendiri, keluarga maupun teman. Saya berusaha menjaga hubungan dengan beberapa teman saja, serta menghabiskan waktu luang dengan keluarga. 3. Jika mengalami Saya bisa menyediakan waktu untuk diri sendiri, teman dan keluarga. Biasanya saya akan 44

No Soal Kriteria penilaian Check kegagalan, seberapa merasa sedih dan masih cepat kamu bangkit terus terbawa dari keterpurukan ? pengalaman- pengalaman pahit itu. Saya hanya membutuhkan waktu satu hari untuk bersedih kemudian bisa bangkit dan bersemangat lagi. Saya sedikit sedih dengan kegagalan itu, tetapi saya segera bangkit dan mengambil pelajaran dari kegagalan. 4. Bagaimana respon Saya seringkali yang kamu berikan berprasangka buruk saat bertemu orang terhadap mereka. baru ? Saya akan membuka dialog yang lebih intens agar mengenal mereka. Saya menghargai perbedaan pendapat dan pandangan orang lain. 5. Bagaimana Saya lebih suka berada responmu terhadap di zona nyaman dengan suatu perubahan ? tidak melakukan perubahan. Saya berusaha menyesuaikan diri dengan perubahan. Saya paham bahwa perubahan pasti terjadi, 45

No Soal Kriteria penilaian Check maka saya akan mencoba fleksibel dengan keadaan, serta mencoba untuk selalu membuat cara baru agar selalu up to date. 6. Apakah kamu Saya tidak mengetahui mengetahui maksud apapun mengenai dari berpikir positif berpikir positif ? Saya mengetahui pengertian berpikir positif, namun masih kurang paham bagaimana melaksanakannya. Saya paham mengenai pengertian berpikir positif dan cara melaksanakannya. 7. Bagaimana Saya merasa tidak perasaanmu setelah terbantu, cerita tersebut membaca cerita terlalu mustahil untuk tersebut ? diterapkan. Saya tertarik namun masih merasa bingung dengan cerita tersebut. Saya merasa terbantu dan senang membacanya, saya menjadi tahu mengenai cara berpikir positif 46

No Soal Kriteria penilaian Check 8. Apa yang kamu Saya tidak mendapatkan dapatkan dari cerita apapun dari cerita yang tersebut ? telah saya baca Saya mendapatkan pandangan baru mengenai berpikir positif, namun masih bingung apakah dapat diterapkan dalam kehidupan saya. Saya mendapatkan hal- hal yang tidak saya sadari selama ini mengenai berpikir positif, dan saya bisa mengambil beberapa hal untuk saya coba. 9. Setelah berdiskusi Saya masih bingung dan dengan konselor, tidak tahu harus berbuat bagaimana apa. perasaanmu saat ini Saya sedikit memahami ? tentang berpikir positif namun masih bingung menerapkannya dalam hidup saya. Saya merasa senang dan memiliki pilihan-pilihan serta keyakinan baru untuk mulai berpikir positif dalam kehidupan saya. 47

No Soal Kriteria penilaian Check 10. Apa rencanamu Saya tidak tahu. setelah sesi Saya ingin berdisksusi lagi dengan konselor bibliokonseling ini mengenai hal-hal yang berakhir ? kurang saya pahami. Saya akan mulai melaksanakan hasil diskusi dengan konselor pada hari ini. 48

3. Literatur Topik 2 Keterampilan Berkomunikasi Efektif (Dua Arah) DUA ARAH Oleh : Kumari Pramudita Clay berjalan ke arah mesin fotokopi yang berada di salah satu sudut ruangan kantor tempatnya dan dua rekan lainnya melaksanakan magang. Sayup-sayup Clay mendengar suara yang tidak asing, intonasi menyebalkan yang terdengar congkak, yang sangat dibencinya setelah menjalani magang selama beberapa minggu ini. Benar saja, Clay mendapati Rei tengah membual dengan membicarakan kehebatan dirinya sendiri yang sejujurnya itu tak ada. Rei hanya terlalu membanggakan dirinya sendiri, ia bahkan tak pernah memberi orang lain kesempatan untuk berbicara. Setelah menyelesaikan kegiatannya memfotokopi beberapa lembar pekerjaan, Clay tanpa basa-basi segera pergi, tidak memedulikan Rei yang ternyata menyadari akan kehadirannya. Rei tanpa sengaja melihat Clay yang membuang muka sembari menggelengkan kepala. Rei merasa tidak enak dengan reaksi tersebut, namun masih melanjutkan aktivitasnya seperti biasa. Memasuki minggu kedua magang, di saat orang lain sudah mulai beranjak dari pekerjaan mereka dan menuju kantin untuk mengisi lagi energi mereka dengan makan siang dan istirahat sejenak, Clay masih membereskan beberapa urusan di meja kerjanya. Tiba-tiba Rei datang mendekat dan mencoba mengajaknya berbicara. Sejenak, Clay yang menyadari itu menghela nafas dan mencoba bersikap biasa saja. “Clay, ayo makan bersama. Di depan kantor ada warung soto yang kelihatannya enak, tidak banyak juga orang kantor yang pergi ke sana, lumayan kita bisa mengobrol dengan leluasa…” 49

“Tidak Rei, aku akan makan di kantin saja. Aku harus segera melanjutkan pekerjaan yang diserahkan padaku…” “Kalau begitu kita bisa makan di kantin.” “Tidak perlu, aku ingin makan sendiri saja.” Clay berjalan cepat keluar ruangan menuju kantin. Clay benar-benar muak mendengar Rei berbicara, dia selalu terdengar sombong, tidak peduli dengan jawaban orang yang diajaknya berbicara, dan Rei bahkan tidak pernah menatap mata lawan bicaranya. Beberapa kali Rei mengajak Clay untuk menghabiskan waktu bersama di luar kantor, namun semuanya selalu ditolak oleh Clay. Clay merasa tidak nyaman bersama Rei, meskipun banyak orang kantor yang mengatakan bahwa Clay terlihat cocok bersama Rei karena Rei memiliki wajah yang cukup tampan, dan penampilan yang oke. Namun bagi Clay, semua itu jadi tidak berarti dengan sikap yang tidak baik. Rei merasa aneh dan mulai berpikir mungkin saja Clay hanya jual mahal. Rei tidak menyerah dan mencoba mendekati Clay lagi dengan mengajak Clay pergi selepas kegiatan magang. Namun Clay masih saja selalu menolak. Suatu pagi Rei baru saja memasuki ruangan kantor, ia melihat Ben, rekan magang prianya, yang jarang sekali ia ajak bicara. Ben sedang berbicara dengan seseorang yang tidak dapat terlihat oleh Rei karena tertutup kubikel, namun sayup- sayup Rei bisa mendengar suara Clay. Rei merasa heran, Clay tidak pernah terdengar seramah dan seceria itu ketika berbicara dengannya. Clay dan Ben benar-benar sedang terlibat pembicaraan yang terdengar meyenangkan. Rei sempat berpikir bahwa Ben dan Clay memiliki hubungan spesial di luar hubungan profesional mereka di kantor, namun Rei menyangkal pemikirannya. Pasti ada hal lain yang membuat Ben dan Clay dapat berkomunikasi dengan baik. “Hei, kita akan sarapan ke warung soto depan kantor, ayo ikutlah bersama kami.” Rei dikejutkan dengan kehadiran Ben yang tiba-tiba menepuk bahunya sambil mengajaknya 50

sarapan bersama dengan ramah, padahal seingatnya, ia tidak pernah mengajak Ben berbicara selain urusan kantor. Rei mengangguk lalu beranjak dari kursinya. Rei benar- benar penasaran dengan apa yang membuat Ben dan Clay dapat berkomunikasi dengan baik. Sepanjang jalan menuju warung, Rei terus mengamati cara Ben berbicara, Ben selalu menatap lawan bicaranya, memberi kesempatan orang lain untuk berbicara, dan intonasinya tidak terdengar sombong saat berbicara. Rei mulai mengerti apa yang membuat Clay atau mungkin orang lain malas terlibat pembicaraan dengannya. Diam-diam Clay juga mengamati reaksi Rei selama mereka makan bersama. Clay menahan senyum setiap kali melihat ekspresi Rei yang tidak seperti biasanya, Rei kali ini tidak mendominasi obrolan, karena Clay dan Ben tengah asyik membicarakan banyak hal. “Eh, kok diam saja? Biasanya kamu yang paling banyak bicara.” Clay akhirnya memberanikan diri untuk menegur Rei yang sejak tadi hanya mengamati mereka. “Ah, aku hanya sedang menikmati soto ini yang enak ini.” Clay menahan tawa sambil melempar tatap ke arah Ben yang juga tersenyum simpul mendengar jawaban Rei. “Bagaimana pekerjaanmu, Rei? Apakah ada kesulitan yang kamu temui selama magang ini?” Clay akhirnya memulai percakapan dengan Rei. “Oh.. mm.. yah, ku rasa lancar-lancar saja, aku hanya sedikit kesulitan untuk bersosialisasi karena orang-orang seringkali menghindari pembicaraan panjang denganku.” Ben tersenyum mendengar jawaban Rei, ia menepuk pundak Rei dan berkata,”Tak apa, belum terlambat untuk memperbaiki caramu berkomunikasi dengan orang-orang. Ku rasa kamu sudah mengerti sekarang, kesalahan apa yang selama ini kamu lakukan sehingga orang-orang enggan berbicara denganmu.” “Ya, aku terlalu sombong dan tidak pernah memberi orang lain kesempatan untuk bicara.” 51

“Hei, sudah jangan bersedih. Ayo kita habiskan waktu bersama di akhir pekan ini. Minggu depan adalah minggu terakhir kita menjalani magang bersama di sini..” kata Clay mencoba menghibur. Rei berbinar mendengar ucapan Clay, ia yang selama ini selalu mengajak Clay untuk pergi namun selalu ditolak, kini justru Clay mengajaknya menghabiskan waktu bersama sebelum mereka berpisah lagi selepas magang. Setelah hari itu, Rei tahu apa yang harus ia lakukan untuk berkomunikasi dengan baik. Perlahan, Rei mulai memperbaiki caranya berbicara, ia mulai membiasakan diri untuk memperhatikan lawan bicaranya, menurunkan intonasi, memperlambat cara bicara, dan memberi kesempatan orang lain untuk berbicara. Sesekali Rei masih kagok, namun ia segera menyadari ketika lawan bicaranya mulai tidak nyaman. Di minggu keempat, magang mereka sudah berakhir, ketiga pemuda itu mendapatkan banyak pengalaman dan pelajaran dari kegiatan magang yang mereka jalani. Meskipun setelah ini mereka akan melanjutkan kehidupan mereka di tempat yang mungkin berbeda satu sama lain, mereka akan berusaha tetap mengingat satu sama lain dan saling menghubungi untuk bertanya kabar sekali waktu. 52

4. LEMBAR KERJA TOPIK II (Keterampilan Berkomunikasi Efektif) EVALUASI I Petunjuk : Bacalah soal dan kriteria penilaian dengan seksama, kemudian berilah tanda centang (√) pada kolom YA/TIDAK jika kamu setuju dengan salah satu pernyataan dalam kritteria penilaian. No Pernyataan YA TIDAK 1 Saya menanggapi obrolan orang lain sesuai topik yang dibicarakan. 2 Saya menyela orang lain yang sedang berbicara. 3 Orang lain sering meminta saya menaikkan volume suara saat sedang berbicara. 4 Saya memandang mata lawan bicara saat sedang berbicara. 5 Saya menambah gesture (gerakan tangan,anggukan kepala,dll) saat menyampaikan informasi. 6 Saya menunduk saat berbicara dengan lawan bicara. 7 Orang lain mudah memahami maksud perkataan saya. 8 Saya bertopang dagu saat berbicara dengan orang lain. 9 Saya menggunakna bahasa sederhana yang mudah dipahami orang lain. 10 Saat berbicara dengan orang lain, saya jarang menggunakan intonasi. 53

EVALUASI II Petunjuk : bacalah soal dan kriteria penilaian dengan seksama, kemudian berilah tanda centang (√) pada kolom CHECK jika kamu setuju dengan salah satu pertanyaan dalam kriteria penilaian. No Soal Kriteria penilaian Check 1 Apakah kamu Saya tidak mengetahui mengetahui apapun mengenai maksud dari komunikasi yang komunikasi yang efektif. efektif ? Saya mengetahui maksud komunikasi efektif, namun masih kurang paham bagaimana melaksanakannya. Saya paham mengenai pengertian komunikasi efektif dan cara melaksanakannya. 2 Bagaimana Saya merasa tidak perasaanmu setelah terbantu, cerita tersebut membaca cerita terlalu mustahil untuk tersebut ? diterapkan. Saya tertarik namun masih merasa bingung dengan cerita tersebut. Saya merasa terbantu dan senang membacanya, saya menjadi tahu mengenai cara berkomunikasi efektif. 54

No Soal Kriteria penilaian Check 3 Apa yang kamu Saya tidak dapatkan dari cerita mendapatkan apapun tersebut ? dari cerita yang telah saya baca Saya mendapatkan pandangan baru mengenai komunikasi yang efektif, namun masih bingung apakah dapat diterapkan dalam kehidupan saya. Saya mendapatkan hal- hal yang tidak saya sadari selama ini mengenai komunikasi yang efektif, dan saya bisa mengambil beberapa hal untuk saya coba. 4 Setelah berdiskusi Saya masih bingung dan dengan konselor, tidak tahu harus berbuat bagaimana apa. perasaanmu saat ini Saya sedikit memahami ? tentang komunikasi yang efektif, namun masih bingung menerapkannya dalam hidup saya. Saya merasa senang dan memiliki pilihan-pilihan serta keyakinan baru untuk mulai berkomunikasi efektif dalam kehidupan saya. 55

No Soal Kriteria penilaian Check 5 Apa rencanamu Saya tidak tahu. setelah sesi Saya ingin berdisksusi lagi dengan konselor bibliokonseling ini mengenai hal-hal yang berakhir ? kurang saya pahami. Saya akan mulai melaksanakan hasil diskusi dengan konselor pada hari ini. 56

5. Literatur Topik 3 Keterampilan Mengevaluasi Diri (Rentang Kisah RENTANG KISAH Oleh : Gita Savitri Devi Kalau ditanya, siapa orang paling berharga di dalam hidup kita? Sudah pasti kita akan menjawab orang tua, terutama Ibu. Ibu memang sudah seharusnya menjadi sosok yang paling berharga bagi seorang anak. Sosok yang paling dicintai dan dihormati. Namun, jika hal itu ditanyakan kepadaku saat remaja, jawabannya bukan Ibu. Aku masih ingat betul bagaimana sosoknya di mataku kala itu. Ibu adalah seseorang yang kerjaannya cuma marah-marah. Apa pun yang aku lakukan selalu salah Aku dinilainya nggak becus dan cuma bisa bikin emosi Jadi, nggak heran kalau kami sering terlibat pertengkaran. Setiap hari ada aja yang bisa bikin Ibu memarahiku. Entah karena nggak mengangkat telepon, telat bangun pagi untuk salat subuh dan siap-siap sekolah, ataupun membuatnya lama menunggu di depan sekolah karena aku nggak langsung keluar saat bel pulang ber- bunyi. Pokoknya macam-macam, deh. Hal-hal kayak gitu bikin Ibu menjadi sosok yang aku takuti, bukan hormati. Sebenarnya aku mau sekali-kali membalas kemarahan ibu dengan kemarahan juga, tapi aku terlalu takut. Ibu kalau sudah marah serem banget Raut juteknya dengan mudah menciutkan nyaliku. Akhirnya, aku cuma bisa berkeluh kesah dan marah-marah sendiri karena merasa Ibu nggak menyayangiku sama sekali. Sosoknya jauh dari kata hangat yang bisa dipeluk. Justru, aku melihatnya sebagai musuh. Setiap hari, aku berusaha agar tidak berurusan atau ngeribetin Ibu, karena ujung-ujungnya aku bakal kena damprat. Jantungku deg-degan, sudah kayak lagi naik roller coaster ketika mendengar langkah kakinya menuju kamarku. 57

Buatku, Ibu adalah sosok yang sangat menyeramkan. Sampai-sampai aku pernah berkata ke teman- temanku, \"Asli, ya, mending gue ngeliat kuntilanak, deh, daripada ngeliat nyokap gue marah.\" Teman-temanku yang nggak tahu langsung punya persepsi kalau doi galaknya melebihi guru paling killer di sekolah. Sering kali, aku iri dengan teman-teman yang memiliki hubungan harmonis dengan ibunya. Apalagi yang bisa ngobrol layaknya ke teman. Aku, mana pernah. Ngobrol aja sungkan, apalagi curhat. Intinya hubungan antara kami berdua udah seperti minyak dan air, susah menyatu dan terlalu banyak salah paham Karena ketidakakraban dengan Ibu, aku jadi malas langsung laporan kalau kenapa-kenapa. Mau sakit kayak apa, sebisa mungkin kutahan. Bukan karena kuat, tapi lagi-lagi karena takut dimarahi. Aku pernah mengeluh sakit, bukannya mendapat simpati, malah diceramahi lalai dengan kesehatan sendiri. Apa yang dikatakan Ibu ada benarnya juga, sih. Seperti sewaktu SD, Ibu selalu mewanti-wanti kebiasaanku nonton TV terlalu dekat atau membaca buku sambil tiduran, bisa membuat mata rabun. Aku jarang memedulikannya, sampai suatu hari kelas 5 SD, penglihatanku mulai memburuk. Tulisan di papan tulis kelihatan samar. Namun, aku nggak berani kasih tahu Ibu. Sudah terbayang omelannya di pikiranku. Pasti Ibu akan bilang, \"Tuh kan, nggak dengerin kata orangtua, sih.\" Barulah kelas 2 SMP, setelah rela tiga tahun memicingkan mata karena rabun, aku memberanikan diri meminta kacamata karena daya penglihatan sudah semakin parah. Puncak ketidak cocokanku dengan Ibu terjadi ketika aku kelas 2 SMA. Banyak keputusanku yang diarahkan, tanpa penjelasan. Aku harus ikut kata Ibu, sementara aku pasti punya keinginan pribadi. Namun, ada satu kejadian yang akhirnya mengubah persepsiku 58

Saat itu, bulan Ramadan. Aku merasakan badanku jadi gampang lemas. Untuk duduk aja aku nggak ada tenaga, apalagi mau berdiri. Bawaannya mau tiduran terus, padahal imsak sebentar lagi. Belum sedikit pun makanan masuk ke kerongkongan, aku lebih memilih berdiam di sofa, dengan mata masih ingin terpejam. Otak sudah menyuruh bangun, tapi masih pengin tidur. Untuk berpura-pura kuat pun nggak ada tenaga. Padahal, aku harus pura-pura supaya Ibu nggak tahu kondisiku yang sebenarnya. Aku harus ke meja makan, kalau nggak bakal kena marah, dan lebih buruk lagi, bakal ketahuan lagi sakit Meski sudah memaksakan diri, aku tetap nggak kuat. Nggak ada cara lain, aku akhirnya mengaku sama Ibu kalau badan ini lemas banget sehingga nggak kuat ke meja makan. Untuk meminimalisasi reaksi yang akan kudapat, aku coba ngomong dengan nada yang nggak terdengar seperti orang yang beneran sakit. Biar kelihatannya Cuma lemas biasa. Berhari-hari aku lalui dengan keluhan yang sama, dan Ibu nggak pernah tahu keadaanku. Sebenarnya aku sering mengirimkan kode-kode agar ia menyadari kondisiku, tapi sayangnya Ibu sama sekali nggak ngeh. Dia memperlakukanku seperti biasanya, padahal aku nggak ada tenaga untuk bergerak, berjalan, dan beraktivitas layaknya orang sehat. Setelah bulan Ramadhan, berarti sebulan sudah berlalu, keadaanku masih sama bahkan lebih parah. Di leher sebelah kiri muncul benjolan. Pikiranku udah kemana-mana. “Duh, mau nggak mau gue mesti bilang nyokap.” Benjolan itu artinya penyakitku serius, bad news. Setelah mempersiakpan mental dengan any possible response dari Ibu, aku pun mencoba bicara. “ Ma, Gita sakit. Lemes banget nggak tahu kenapa. Di leher Gita ada benjolan, tapi nggak sakit, sih, kalua ditekan,´jelasku sambal memegang leher sebelah kiri. “Benjolan apaan?” tanyanya. Mendengar kata benjolan, Ibu langsung kaget dan memegang leher kiriku. Aku lanjut bercerita kepada Ibu, beberapa bulan ini sebenarnya aku merasa nggak enak badan dan nggak 59

bertenaga. Setelah mendengarkan ceritaku, Ibu langsung menelepon tanteku, seorang dokter patologi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Rumah tanteku ini berada di sebelah rumahku. ”Mi, biso kerumah, dak? Di lehernyo Gita ado benjolan besak. Tolong diperikso pacak?” jelas ibu pakai Bahasa Palembang. Nggak lama setelah itu, Tante dating langsung memeriksaku. Leher kiri ditekan-tekan. “ Sakit, nggak?” tanyanya. “Nggak, nggak sakit. Bagus, kan, kalau nggak sakit?” sambarku “Benjolan yang nggak sakit itu malah lebih bahaya. Bisa jadi ini kanker,” jawab Tante. Yang bener aja, masak masih muda begini aku udah kena kanker. Syok dengan penjelasan Tante, tanpa sadar muncul genangan air mata, tapi kutahan karena malu nangis di depan orang. “Besok ke Cipto, ya. Nanti kita cek isi benjolannya apa,” jelas Tante mengakhiri pemeriksaan benjolan. Seperti yang direncanakan, keesokan harinya aku dan Ibu ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, tempat tanteku bekerja. Sebelum diperiksa kami mendatangi ruangan tante dulu untuk sama-sama ke laboratorium. Biopsi jarum halus adalah nama prosedur yang harus kujalani. Sesuai namanya, cairan yang ada di dalam benjolan diambil memakai jarum halus, lalu setelahnya diperiksa menggunakan mikroskop. Ternyata prosedurnya nggak memakan wakut lama, kurang lebih hanya 15 menit. Kemudian, kami bertiga balik lagi ke ruangan tante untuk menunggu hasil tesnya. “Ini bukan kanker, kok,” katanya. Seumur hidup baru kali ini aku bias dibuat sebegitu leganya oleh satu kalimat. Masih sambil mengeker-ngeker mikroskop tanteku bertanya lagi, “ kau pernah megang-mengang kucing, ya? Bentuknya mirip toxo, nih,” lanjutnya. Kami memang bicara 60

menggunakan aku-kau saat ngobrol, kebiasaan orang Sumatera Selatan. Toxoplasmosis adalah penyakit parasitik. Biasanya yang terinfeksi perasit ini adalah kucing. Iya, sih, di rumah aku memang ada kucing. Tapi, dia kucing jalanan yang Cuma kami kasih makan, dan lebih sering di luar rumah. Lagi pula aku juga hampir nggak pernah bersentuhan dengan kucing ini karena bukan tipe orang yang suka memegang binatang. Setelah pemeriksaan dan ngobrol Panjang lebar, Tante masih belum menemukan penyebab penyakitku. Tapi buatku, asalkan itu bukan kanker, aku sudah tenang. Di suatu sore, saat lagi santai sambal nonton TV-lebih tepatnya main hape ditemani suara TV, ada sebuah program biografi seorang tokoh internasional, aku lupa siapa namanya. Yang aku ingat Cuma… dia meninggal karena sakit kanker kelenjar getah bening. Ada benjolan di lehernya. “ Waduh, kok sama kayak gue?” Aku yang tadinya udah cukup tenang, mulai parno lagi. Jangan-jangan ini kanker kelenjar getah bening, batinku sambil menekan-nekan benjolan di leher. Karena sama sekali nggak mengeluh selama sakit, dan memang belum tahu sakitnya apa, aku sama sekali nggak menjalani perawatan atau dikasih obat-obatan. Paling Cuma diminta jaga makan sama Tante. Jaga makan berarti nggak makan goreng-gorengan dan nggak boleh jajan di luar. Aku cuma boleh makan makanan rumah, biasanya sayuran yang direbus. Itu yang aku konsumsi selama berbulan-bulan. Enak? Tentu nggak. Lidah berasa tawar banget, sih. Tapi, kulitku yang tadinya kusam dan jerawatan jadi bersih. Hari demi hari berlalu. Penyebab bengkaknya kelenjar getah bening masih belum jelas. Keadaanku juga masih belum membaik, bahkan bias dibilang makin parah. Memang, sih, aku udah sedikit lebih berenergi dari sebelumnya. Entah karena memang sudah lebih sehat atau karena otakku yang nyuruh untuk get over it. 61

Belum juga hilang sakitnya, aku malah dikagetkan lagi dengan munculnya benjolan lain di leher. Kali ini terasa sakit jika ditekan. Usust punya usut, ternyata kelenjar tiroidku ikutan bengkak. Kelenjar getah bening di ketiak sebelah kiri juga. Berat badan perlahan-lahan menyusut, entah akibat penyakitnya atau efek cuma makan rebus-rebusan. Aku jadi makin gelisah dan bingung sama badan sendiri. Mau diobatin, nggak ngerti sakitnya apa. Mau bilang ke Ibu, rasa takut aku ke dia lebih besar dari rasa parno terhadap penyakit ini. Aku pun memilih pasrah. Walaupun begitu, aku masih berusaha beraktivitas seperti biasa. Dari dulu keluarga membiasakan untuk nggak gampang menyerah sama keadaan. Kalau masih bias jalan, ya harus jalan. Aku masih pergi ke sekolah. Sepulang sekolah masih harus kursus ini-itu dari siang sampai malam. Aku selalu berpikir, “Bokap udah kerja capek-capek, keluar uang banyak, masak gara-gara lemas doang aja nggak les.” Beberapa minggu kemudian, saat sedang santai-santai sambil nonton TV (lagi), aku melihat berita tentang demam berdarah. Aku memang tinggal di negara tropis yang nyamuknya ganas-ganas, tapi sayangnya saat itu aku sama sekali nggak tahu apa-apa tentang penyakit ini. Ketika dikasih lihat gejala DBD, kok sama persis kayang yang aku rasakan sekarang. Beberapa hari belakangan, tulang dan sendiku juga terasa ngilu. Suhu badan lebih tinggi dari biasanya dan yang jelas bagian belakang mata sakit. “Kayaknya gue kena demam berdarah, nih.” Aku mencoba menyimpulkan sendiri karena yakin dengan penyakitku sekarang. Aku pun memberanikan diri memberi tahu ibu. Toh bukan salahku digigit nyamuk yang membawa virus dengue. “Ma, Gita kayaknya kena demam berdarah, deh. Tadi Gita lihat di TV gejalanya sama persis kayak yang Gita rasain.” Keesokan harinya, aku diantar Ibu langsung ke rumah sakit untuk cek darah. Beberapa hari setelahnya, hasil tes 62

keluar. Ibu ditelepon sama suami tante yang juga seorang dokter. “Rat, cepet bawa Gita ke rumah sakit. Trombositnya lah rendah nian. Bahaya!” Saat pelajaran bahsa Indonesia, hapeku berdering, nama Ibu terlihat di layarnya. Ibu bilang mau jemput untuk langsung ke rumah sakit, aku perlu diopname. Dari kecepatan dan nada bicaranya, sepertinya ia panik. Aku bias beranggapan demikian karena sebenarnya Ibu bukan tipe orang yang panikan dan jarang banget seekpresif itu. “Cum, gue mesti dirawat di rumah sakit, nih. Katanya kena DBD. Trombosit gue udah rendah banget,” kataku kepada seorang teman sekelas, Cumi namanya. “Buset, muka lo udah merah kayak udang rebus gitu, baru sekarang ma uke rumah sakit. Kenapa nggak dari kemaren-kemaren?” responsnya. Aku cuma bias nyengir. “Asyik, akhirnya gue ngrasain diopname. Nanti jenguk gue, ya!” candaku sok tegar, padahal hati mah ketar-ketir. Selama di rumah sakit, kerjaanku Cuma istirahat dan makan. Setiap kali waktu makan tiba, aku selalu excited. Biasanhya kalau di rumah Cuma makan sayur dan lauk yang itu-itu aja, di sini tiap makan menunya beda-beda. Kata orang- orang, makanan rumah sakit rasanya nggak enak, tapi anehnya aku malah suka dan makan lahap banget. Baru 10 menit dikasih suster piring udah kosong. Kadang, aku merasa terlalu sehat untuk menjadi orang yang sedang dirawat di rumah sakit. Tidak jarang, gara-gara banyak gerak, selang infusku sering kemasukan darah sendiri. Mengingat udah dari berbulan-bulan lalu sakit nggak jelas dan kondisi badan sekarang kayak mayat hidup, aku pikir bakal diopname lama. Ternyata baru seminggu udah disuruh pulang. Dihar-hari terakhir, omku memeriksa kondisiku lebih tepatnya keadaan kelenjar-kelenjar yang bengkak. Dia bingun, benjolan-benjlan itu sudah hilang. Kalau omku aja bingung, 63

apalagi aku. Aku langsung raba-raba leher, normal. Raba-raba ketiak kiri, normal juga. Kemana mereka? Setelah kejadian dirawat di rumah sakit, aku nggak merasakan perubahan apa-apa selain jadi sering mikir. Dulu, aku bukan tipe orang yang suka merenung. Seperti remaja pada umumnya, isi otak cuma main di sekolah, ketemu teman- teman, ke kantin bareng-bareng, ngomongin gebetan, dan main futsal. Suatu kali entah gimana aku berada di tengah-tengah obrolan dengan Ibu. Aku nyeletuk, “Gita suka kesel lihat Adek. Dia bandel banget.” “Sebelum kau sakit, kau itu lebih bandel, lho. Kerja kau itu nyakitin hati Mama terus. Mama ngomong apa, selalu kau lawan. Tapi, setelah sakit kau berubah banget, 180 derajat. Bagus, lah,” jelas ibu Panjang lebar. Mendengar kalimat seperti itu biasanya aku akan langsung naik darah karena merasa dijatuhkan, disalahkan, dan dipermalukan “Oh gitu, ya,” jawabku sambil menyeburkan diri dalam-dalam ke kolam pikiran. Setelah sakit aku jadi merasa tiba-tiba waras. Rasa marah dan benci terhadap Ibu hilang bersamaan dengan penyakit itu. Aku jadi tahu kenapa hubungan dengan Ibu dulu nggak akur. Aku melihat Ibu sebagai musuh, bukan sebagai sosok Orang tua. Apa pun yang Ibu omongin, dan yang dilakukannya, selalu aku anggap buruk. Aku nggak pernah menunjukkan sedikit pun rasa hormat. Di depannya aku takut banget, tapi di belakangnya aku memaki-maki. Banyak kebohongan yang terucap karena takut kena marah. Dan, semua itu baru aku sadari setelah sembuh. Dulu aku terlalu kenak-kanakan, menginginkan Ibu memperlakukanku semanis ibu-ibu di sinetron. Aku pengin dibelai-belai, dipuji, dan dipeluk. Sementara, ia punya cara sendiri dalam menunjukkan rasa saying ke anaknya. Dan, ternyata selama ini yang ia lakukan jauh lebih berarti dari sekedar ngelus-ngelus atau memeluk. Aku nggak sadar selama ini ia bela-belain bangun pagi buat mengantar ke sekolah. Kemudian pulangnya jemput dari sekolah untuk mengantar ke 64

tempat les yang jaraknya nggak dekat. Ditambah lagi dengan macetnya Kota Jakarta. Itu semua dilakukannya sendirian, pakai mobil manual, di umurnya yang udah nggak muda lagi. Sesekali, Ibu mengeluhkan macetnya Jakarta yang bikin capek di jalan. Suatu ketika aku bertanya, “Mama kenapa nggak cari sopir aja, sih?” Ibu bilang, dia lebih rela capek fisik ketimbang mempekerjakan laki-laki asing untuk mengantar anaknya ke mana-mana. Waktunya, energinya, pikirannya, dan seluruh hidupnya didedikasikan untuk aku dan adikku. Namun, aku yang menjadi prioritasnya malah terlalu egois, memikirkan diri sendiri. Entah itu semua disebabkan oleh aku yang belum dewasa atau karena masa-masa remaja memang masanya manusia menjadi pemberontak. Atau mungkin, malah keduanya. Sekarang… aku melihat Ibu bukan lagi sebagai sosok yang menakutkan, melainkan sebagai orang tua yang akan selalu aku hormati dan sayangi sampai mati. 65

6. LEMBAR KERJA TOPIK III (Keterampilan Mengevaluasi Diri) Petunjuk : bacalah soal dan kriteria penilaian dengan seksama, kemudian berilah tanda centang (√) pada kolom CHECK jika kamu setuju dengan salah satu pertanyaan dalam kriteria penilaian. No Soal Kriteria penilaian Check 1 Bagaimana kamu Saya biasanya canggung menilai dirimu dan kikuk serta sering sendiri ? berbuat salah karena kurang hati-hati. Saya biasa-biasa saja seperti orang lain. Saya unik dan banyak kelebihan 2 Apakah kamu Saya membiarkan hidup memiliki tujuan mengalir apa adanya. hidup ? Saya memiliki gambaran tujuan, namun belum memiliki perinciannya. Saya memiliki tujuan yang jelas serta langkah- langkah perwujudannya. 3 Bagaimana kamu Saya kurang peduli bertanggung jawab terhadap kesehatan, atas kehidupanmu? berat badan juga hubungan dengan orang lain. 66

No Soal Kriteria penilaian Check Saya memandnag hidup seperti undian, ada orang yang beruntung maupun sebaliknya. Saya mampu menyikapinya dengan baik Saya percaya bahwa kehidupan ini adalah apa yang sudah kita perbuat dan saya bertanggung jawab atas perbuatan itu. 4 Apakah kamu Saya jarang mengikuti memiliki kesadaran intuisi, saya tidak peka diri ? terhadap tubuh maupun perasaan saya sendiri Kadang saya merasa stress, akan tetapi saya menyadari perasaan saya dan dampak yang saya rasakan Saya bisa menyadari keadaan tubuh dan perasaan saya. Dan saya menjaga agar perasaan itu tetap terkendali. 5 Bagaimana Saya lebih suka berada responmu terhadap di zona nyaman dengan suatu perubahan ? tidak melakukan perubahan. 67

No Soal Kriteria penilaian Check Saya berusaha menyesuaikan diri dengan perubahan. Saya paham bahwa perubahan pasti terjadi, maka saya akan mencoba fleksibel dengan keadaan, serta mencoba untuk selalu membuat cara baru agar selalu up to date. 6 Apakah kamu Saya tidak mengetahui mengetahui apapun mengenai maksud dari evaluasi diri. mengevaluasi diri ? Saya mengetahui maksud evaluasi diri, namun masih kurang paham bagaimana melaksanakannya. Saya paham mengenai pengertian evaluasi diri dan cara melaksanakannya. 7 Bagaimana Saya merasa tidak perasaanmu setelah terbantu, cerita tersebut membaca cerita terlalu mustahil untuk tersebut ? diterapkan. Saya tertarik namun masih merasa bingung dengan cerita tersebut. 68

No Soal Kriteria penilaian Check Saya merasa terbantu dan senang membacanya, saya menjadi tahu mengenai cara mengevaluasi diri. 8 Apa yang kamu Saya tidak dapatkan dari cerita mendapatkan apapun tersebut ? dari cerita yang telah saya baca Saya mendapatkan pandangan baru tentang mengevaluasi diri, namun masih bingung apakah dapat diterapkan dalam kehidupan saya. Saya mendapatkan hal- hal yang tidak saya sadari selama ini mengenai cara mengevaluasi diri, dan saya bisa mengambil beberapa hal untuk saya coba. 9 Setelah berdiskusi Saya masih bingung dan dengan konselor, tidak tahu harus berbuat bagaimana apa. perasaanmu saat Saya sedikit memahami ini? tentang evaluasi diri, namun masih bingung menerapkannya dalam hidup saya. 69

No Soal Kriteria penilaian Check Saya merasa senang dan memiliki pilihan-pilihan serta keyakinan baru untuk mulai mengevaluasi diri sendiri dalam keseharian saya. 10 Apa rencanamu Saya tidak tahu. setelah sesi Saya ingin berdisksusi lagi dengan konselor bibliokonseling ini mengenai hal-hal yang berakhir ? kurang saya pahami. Saya akan mulai melaksanakan hasil diskusi dengan konselor pada hari ini. 70

7. Literatur Topik 4 Keterampilan Beretika di Media Sosial (Sang Belati Tajam Bermata Dua) Sang Belati Tajam Bermata Dua Oleh : Ni Made Anjani Belum genap manik mata cokelatnya terlihat, tangan mungil milik Adriana sudah sibuk mencari benda pipih di nakas samping kasurnya. Setelah mendapatkan benda yang dicari, ia mulai mengecek Instagram pribadinya, mulai dari pengikut, penyuka, dan komentar, ia pastikan tidak ada yang berkurang maupun meninggalkan komentar buruk di akun instagramnya. Adriana sangat benci dengan akun-akun yang sudah berhenti mengikuti dan meninggalkan komentar buruk di akun instagramnya. Selain itu, tidak lupa ia juga membalas pesan yang masuk dari para sahabatnya. Sudah menjadi rutinitas pagi bagi gadis berusia 16 tahun tersebut sebelum memulai aktiviitas selanjutnya. -Rusuh Abis-(Grup Pesan Singkat) Clara : “Bagaimana kafe tadi malam menurut kalian ? cocok untuk dijadikan tempat ebrkumpul selanjutnya ?” Rere : “Aku sih setuju saja.” Adriana : “Setuju banget sih, kalau aku. Sudah tempatnya estetik dan makanannya cantic. Cocok bangetlah pakai bahan buat memperbarui aktivitas Instagram. Hahaha.” Cleo : “Aduh, mulai kumat di Adriana. Baru juga muncul sudah heboh.” Clara : “Sudah,sudah. Jadi, semua setuju nanti berkumpul disana lagi?” Rere : “Setuju.” Cleo : “Iya. Siap-siap ke sekolah aja. Yang terakhir sampai disekolah dia yang traktir makan siang.” Adriana : “Menyindir aku, ya.” Rere : “Hahaha, makanya berangkat ke sekolah pagi- pagi.” 71

Membaca pesan-pesan yang dikirimkan oleh para sahabatnya, menyebabkan munculnya lipatan-lipatan kecil di wajah Adriana. Setelah menyelesaikan sarapan, Adriana berangkat ke sekolah bersama sang ayah, tak lupa ia berpamitan dengan sang bunda dan adik laki-lakinya. Selama perjalanan, hanya ayah Adriana yang membuka percakapan di antara mereka. Adriana sibuk mengobrol ria dengan sahabat- sahabatnya melalui salah satu aplikasi pesan singkat. “Dari tadi sepertinya kakak sibuk banget main ponsel. Ada hal seru ya? Cerita ke Ayah juga, ya?” tanya Ayah. “Engga ada apa-apa kok, biasa bercakap-cakap sama si kembar Clara dan Cleo juga Rere.” Jawab Adriana tanpa mengalihkan perhatiannya sedikit pun dari layar ponsel. Tidak dapat meminta perhatian dari anak sulungnya, ayah terus mengajak Adriana mengobrol. Merasa jengah karena tidak bisa fokus pada aktivitas yang dilakukan, gadis yang biasa dipanggil dengan sebutan Ana itu melihat Ayah yang sedang memegang setir. \"Ayah, jika tidak ada hal penting yang mau ditanyakan jangan mengajak mengobrol. Ana juga sibuk dengan kepentingan Ana. Aku sekolah dulu. Terima kasih sudah mengantar,\" ungkap Adriana kemudian membuka sekolahnya. Sang ayah hanya memandang sedih ke arah Ana yang mulai hilang ditelan kerumunan siswa. Adriana termasuk siswi yang cerdas dan memiliki paras jelita di kelasnya. Ia bahkan termasuk dalam tiga besar peringkat paralel di sekolahnya. Walaupun ia juga dikenal sebagai siswa yang terbilang cukup nakal bersama tiga sahabatnya. Ana remaja yang kecanduan dengan media sosial. Tiap aktivitas yang dilakukannya, harus dan wajib dibagikan di akun media sosialnya. Pernah juga Ana memarahi habis- habisan seorang adik kelas karena ketahuan berhenti menerima akun Instagram-nya. Karena itu, banyak orang-orang di sekolah mengaitkan dirinya dengan Sindrom FoMo, istilah untuk orang-orang yang kecanduan media sosial. Ketiga sahabatnya pernah dibuat bingung karena Adriana yang tiba- 72

tiba hanya karena penyuka dari postingan terbarunya lebih sedikit dari postingan sebelumnya. meskipun demikian Clara, Cleo, dan Rere tetap setia bersama Adriana dan sikap anehnya Kini, empat serangkai tersebut sudah berada di serta kantin untuk makan siang. Salah satu dari mereka sudah menunjukan air wajah yang kesal, bingung, marah, dan pasrah karena harus mengeluarkan biaya lebih untuk makan siang hari itu. \"Kok bisa telat kamu, Re? Padahal kukira si Adriana yang telat,\" tanya Cleo. \"Maaf ya, Cleo sayang, aku bukan biasa dateng telat, tetapi datang menuju bel masuk,\" sanggah Adriana. \"Sama saja,\" sahut Cleo. \"Tadi aku telat karena harus mengirim surat ke sekolahnya Bibi. Bibi mendadak sakit hari ini,\" ungkap Rere. \"Semoga Bibi cepat sembuh ya, Re.\" Saat tengah menyantap makan siang, tiba-tiba Adriana mengeluarkan ponsel miliknya. Melihat Ana yang mengambil ponsel saat makan siang, Cleo pun menegurnya. \"Na, kalau sedang makan jangan mengeluarkan ponsel.\" \"Santai dahulu Leo. Setelah ini akan ada berita yang membuat semua siswa terkejut,\" ungkap Adriana. Teman-teman Adriana hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan Ana yang suka sekali menyebarkan gosip lewat akun media sosialnya. Siang terik kali ini tidak mendapatkan protes dari banyak siswa sekolah menegah atas ini. Sebagian besar dari mereka berkumpul di tepi lapangan basket untuk bergosip ria membicarakan video yang dibagikan oleh pelaku melalui akun sosial media pribadinya. Pelaku bersama ketiga sahabatnya hanya tertawa melihat si korban di video tersebut. \"Jadi ini alasan kamu tadi mengambil ponsel ketika lagi makan?\" tanya Cleo. \"Iya. Bagaimana menurut kalian? Sepertinya Betriani masih belum sadar mengenai posisinya,\" ungkap Ana si dalang penyebar video. 73

\"Yah, begitulah faktanya. Mengapa Ren mau jalan berdampingan sama orang itu, sih? Padahal Betriani gendut, jelek, dan gigi yang dipakaikan behel itu, lho, buat orang jijik melihatya. Kelebihannya pun hanya pintar, tapi masih lebih pintar kamu, sih, Ana,\" ujar Rere. \"Sebuah kehormatan, Sahabatku,\" balas Adriana sembari tersenyum manis. \"Karena si Betriani masih belum sadar dengan posisinya, mari lanjutkan 'pembelajaran selanjutnya' lain waktu. \"Semenjak kejadian penyebaran video Betriani berjalan bedampingan di kantin dengan Ren, remaja laki-laki yang sangat dikagumi oleh para siswi, hinaan dan ejekan terus silih berganti menyerangnya. Hinaan baik secara verbal, maupun secara fisik yang menyerangnya, membuat Betriani ketakutan hingga tidak berani untuk datang ke sekolah. Adriana, sang dalang penyebaran video tersebut juga gencar menyebarkan hal-hal buruk melalui akun media sosialnya untuk memprovokasi para siswi. Ana sendiri pun tak segan-segan menggunakan bahasa yang terbilang kasar untuk menghina Betriani di media sosialnya. Ren yang sudah muak melihat beragam hinaan yang tertuju kepada Betriani pun mencari si provokator. Sesampainya di kelas Adriana, Ren mulai kekesalannya kepada mengeluarkan semua Adriana. \"Mengapa kamu menyebarkan video itu dan hinaan demi hinaan kepada Betriani? Apakah salah jika seorang Betriani bercengkrama dengan diriku? Atau kamu sesungguhannya iri karena tidak bisa seberuntung Betriani yang bisa mengobrol santai dengan diriku? Apa salah dari Betriani? Jawab, Na!\" tuntut Ren. Mendapatkan serangan pertanyaan dari Ren, Adriana hanya memperlihatkan senyum sinis. \"Wah, wah, jadi seperti ini sikap dari seorang lelaki yang banyak dikagumi oleh siswi-siswi? Tidak tahu sopan santun sekali. Baru saja datang sudah menuduh dengan rentetan pertanyaan,\" jawab Adriana. 74

\"Jangan basa-basi,\" ungkap Ren dingin. \"Karena aku gadis yang baik, aku akan mejelaskan semuanya kepadamu.\" Terjadi jeda sesaat sebelum Adriana melanjutkan kalimatnya kembali. \"Jadi, Betriani adalah seorang siswi yang jelek, gendut, dan juga miskin. Dia tidak pantas berada di sekitar kita yang sangat berkelas ini. Oleh karena itu hama' seperti dia itu harus dimusnahkan. Lagi pula aku tidak tertarik dengan dirimu. Masih ada jutaan lelaki yang jauh lebih menarik dibandingkan dirimu. Jadi, jangan ke-geer-an, ya, Ren,\" ujar Ana yang diakhiri dengan senyum yang sangat manis. \"Jika kamu menyebut dirimu berkelas, Betriana seribu kali lipat lebih berkelas daripada dirimu.\" Setelah mengeluarkan kalimat tersebut, Ren meninggalkan kelas Adriana. Sudah seminggu lebih Betriana tidak masuk kelas karena ketakutan. Clara, Cleo, dan Rere juga mulai jengah dengan Adriana yang tak henti-henti menghina Betriani melalui media sosial. Siswa- siswi lain pun mulai tampak bosan dengan masalah yang hanya itu saja dibesarkan oleh Ana. Mereka mulai menyerang balik akun milik Adriana dengan komentar-komentar pedas mengenai sikap Ana yang terlalu kekanak-kanakkan mengenai Betriani. Mereka juga mulai merasa bersalah karena Betriani sudah tidak masuk selama seminggu. Tak ingin sahabatnya terluka karena mendapatkan perlakuan buruk, Rere, Clara, dan Cleo mencoba menasihati Adriana untuk mencela Betriani. \"Na, bagaimana kalau kamu berhenti untuk menyebarkan celaan kepada Betriani? Lagipula masalahnya telah lama berlalu,\" jelas Rere. \"Apa maksudmu?\" tanya Adriana dengan ekspresi bingung. \"Andrianaku sayang, kamu pasti tahu kalau siswa-siswi mulai meninggalkan komentar pedas untukmu akibat masalah 75

tersebut, kami tidak ingin kamu terluka karena itu,\" tambah Cleo. \"Iya, Na, kami peduli kepadamu. Oleh karena itu, kami memberitahukan kepadamu agar kamu tidak terluka kemudian hari,\" tutur Clara. \"Oh, oh, jadi seperti itu, ya? Sekarang kalian memihak Betriani daripada sahabat kalian? Itu hakku untuk menyebarkan apa yang aku inginkan. Jika merasa terbebani, lebih baik kalian bersikap tidak peduli saja.\" Intonasi bicara Adriana yang mulai tidak terkontrol menyebabkan si kembar ikut emosi. \"Di sini kami mencoba memberitahu kamu hal yang benar, ya! Tapi, apa balasannya? Kamu malah bersikap keras kepala. Kami memberitahu hal tersebut karena kami peduli dengan kamu, Adriana!\" teriak Cleo \"Kalau kalian peduli lebih baik tidak usah urusi masalah orang lain. Camkan kata-kata itu!\" Adriana berlalu meninggalkan kelas dengan dada yang mulai naik-turun akibat menahan tangis. Hubungan Adriana dengan ketiga sahabatnya memburuk setelah kejadian pertengkaran hebat di antara mereka tempo hari. Mereka tidak saling tegur sama dan tidak ada yang ingin menurukan ego masing-masing. Adriana juga telah menjadi buah bibir akibat sikap buruknya. Kolom komentar akun Instagram-nya telah dinon- aktifkan karena komentar pedas yang tertuju untuknya. Kini, ia merasa menjadi sebuah kerikil di antara emas Tidak ada lagi yang peduli akan dirinya. Bahkan paras cantik dan otak encernya juga tak mampu untuk mengembalikan keadaan seperti semula. \"Sudah merasa kapok dengan perbuatan yang telah kamu lakukan? Jadi, sekarang bagaimana, wahai gadis 'berkelas'?\" suara berat khas lelaki mengintrupsi Adriana yang sedang melamun di taman sekolah. 76

\"Kalau datang untuk menghina, tidak masalah. Telingaku masih cukup kuat untuk mendengan ribuan hinaan lagi,\" sahut gadis itu \"Hei, santai dahulu. Aku ke sini karena merasa kasihan melihat keadaanmu yang buruk ini Kuharap kamu dapat berubah setelah kejadian ini. Sekarang mengerti perasaan apa yang dirasakan oleh Betriani ketika orang-orang menyudutkannya?\" tanya Ren. \"Iya, aku sadar. Semua ini salahku. Aku pantas mendapatkan hukuman ini. Hukum rimba berlaku padaku kali ini, Ren. Aku minta maaf atas perkataanku tempo hari mengenaimu,\" tutur Adriana. \"Tidak masalah, aku juga tidak terlalu memikirkannya. Aku juga minta maaf atas kejadian waktu itu. Lebih kamu balik ke kelas sekarang, jam rapat guru sudah akan selesai.\" Kata Ren kepada gadis murung itu \"Terima kasih, Ren.\" Selama beberapa hari ini, Adriana tampak tidak semangat menjalani hari-harinya. Ia tidak kuat mendapatkan tatapan menusuk dari tiap pasang mata warga sekolah. Ia bahkan sering izin pulang lebih dahulu dari sekolah dengan alasan sakit. Merasa sikap anak sulungnya berubah, Ayah dan Bunda mencoba mengajak Adriana untuk berbicara, berharap agar ia menceritakan masalahnya belakangan hari ini. \"Adriana, mengapa kamu sekarang, kok, murung gitu? Coba cerita ke Ayah sama Bunda. Siapa tahu kami bisa bantu meringankan beban di pundak Adriana,\" uiar avah. Dengan mata yang mulai berkaca-kaca, Adriana menjelaskan perbuatannya dan semua akibat yang ia dapat, sehingga bisa berada di kondisi seperti sekarang. \"Jadi mulai dengan seperti ini saja. Ketika Adriana ingin melakukan tindakan menghina Betriani, Adriana tahu akan dampak yang akan diterima,\" tanya bunda. Hanya dijawab dengan gelengan kepala oleh Adriana \"Setelah mendapatkan masalah ini, apakah Adriana ingin berubah menjadi pribadi yang lebih baik?\" 77

\"Iya, Adriana mau,\" jawab gadis 16 tahun itu. \"Apakah Adriana sudah minta maaf kepada Betriani karena masalah tersebut?\" tanya bunda untuk kesekiankalinya. Adriana menjawab tidak dengan seperti mencicit. \"Ayah tahu, Ana suara sangat suka berseluncur di media sosial atau dunia maya. Tetapi, kini Adriana diuji, apakah Adriana mampu untuk menjadi pengguna yang baik atau tidak? Ana juga sangat aktif sekali membagikan kegiatan keseharian Ana melalui sosial media. Sampai-sampai Ana juga susah diajak mengobrol karena asyik dengan dunia maya dan Ayah cukup merasa sedih. Tapi, tidak masalah, cukup jadikan masa lalu sebagai 'batu loncatan' untuk menjadi lebih baik pada masa depan. Kedepannya, Ayah dan Bunda ingin Ana mampu mengelola diri untuk menggunakan sosial media. Sosial media itu bagaikan belati bermata dua bagi penggunanya Anak Ayah dan Bunda semuanya cerdas dan pandai. Jadi, Ayah dan Bunda yakin dan percaya bahwa Adriana dapat berubah menjadi sosok jauh yang lebih teliti, bijak, dan hati-hati dalam menggunakan sosial media dan melakukan aktivitas lainnya. Jadi, sekarang jangan sedih lagi. Harus semangat!\" tutur ayah. \"Jangan lupa, jangan malu, dan jangan gengsi untuk memperbaiki hubungan yang sedang rusak,\" tambah bunda. Mendengarkan nasihat yang diberikan ayah dan bunda membuat Adriana menyadari banyak hal yang selama ini dia anggap remeh. Meskipun takut, Ana mencoba untuk memberanikan diri menghampiri Betriani dan ketiga sahabatnya untuk minta maaf keesokan harinya di sekolah. Ia juga sudah meyiapkan mental bahwa permintaan maaf dirinya akan ditolak. Namun, di luar dugaan, ternyata Betriani memaafkan dirinya dengan sangat mudah. Ana sampai malu dibuatnya. Ia mecoba menawarkan hal-hal yang mungkin diinginkan Betriani untuk menebus kesalahannya. Namun, Betriani menolaknnya dan mengatakan bahwa ia tulus memaafkan sikap Adriana. 78

“Jadi sore pulang sekolah langsung kumpul-kumpul di kafe, nih?\" tanya Rere memastikan. \"Sudah jelas dong, Adriana kita mau traktir katanya,\" jawab Clara sambil tertawa kecil. \"Aku serius mau traktir kalian untuk menebus kesalahanku dulu. Maaf aku tidak mempedulikan perkataan kalian dulu,\" ungkap Adriana. \"Santai seperti di pantai saja. Gaya bicaramu seperti orang baru kenalan saja,\" goda Cleo. Mereka pun tertawa bahagia lagi seperti dahulu Adriana merasa beruntung mendapatkan keluarga yang pengertian dan sahabat-sahabat yang menerima dirinya apa adanya. Ia berjanji untuk menghargai setiap waktu yang ia miliki untuk mengobrol secara langsung tanpa melalui sosial media dan menjadi pengguna media sosial yang cerdas. Perkataan ayah mengenai sosial media merupakan belati bermata dua bagi penggunanya akan ia ingat selalu selamanya. 79

8. LEMBAR KERJA TOPIK IV (Beretika di Media Sosial) EVALUASI I Petunjuk : Bacalah soal dan kriteria penilaian dengan seksama, kemudian berilah tanda centang (√) pada kolom YA/TIDAK jika kamu setuju dengan salah satu pernyataan dalam kritteria penilaian. NO PERNYATAAN YA TIDAK 1 Saya memposting seluruh kegiatan saya di media sosial 2 Saya berkomentar kasar pada hal yang tidak saya sukai. 3 Saya langsung menyebarkan suatu informasi setelah menerimanya 4 Saya mencantumkan data diri seperlunya di media sosial 5 Saya menghindari menggunakan media sosial saat sedang emosi 6 Saya menggunakan data diri orang lain saat menggunakan media sosial 7 Saya mencari kebenaran suatu informasi sebelum menyebarkannya 8 Saya menceritakan kejelekan orang lain di media sosial 9 Saya mencantumkan sumber saat mengutip karya orang lain 10 Saya menghindari memposting konten yang berbau SARA A. 80

EVALUASI II Petunjuk : bacalah soal dan kriteria penilaian dengan seksama, kemudian berilah tanda centang (√) pada kolom CHECK jika kamu setuju dengan salah satu pertanyaan dalam kriteria penilaian. No Soal Kriteria penilaian Check 1 Apakah kamu Saya tidak mengetahui mengetahui maksud apapun mengenai etika dari etika dalma dalam media sosial. menggunakan Saya mengetahui maksud media sosial ? etika dalam media sosial, namun masih kurang paham bagaimana melaksanakannya. Saya paham mengenai pengertian etika dalam media sosial dan cara melaksanakannya. 2 Bagaimana Saya merasa tidak perasaanmu setelah terbantu, cerita tersebut membaca cerita terlalu mustahil untuk tersebut ? diterapkan. Saya tertarik namun masih merasa bingung dengan cerita tersebut. Saya merasa terbantu dan senang membacanya, saya menjadi tahu mengenai cara beretika yang baik dalam menggunakan media sosial. 81

No Soal Kriteria penilaian Check 3 Apa yang kamu Saya tidak mendapatkan dapatkan dari cerita apapun dari cerita yang tersebut ? telah saya baca Saya mendapatkan pandangan baru tentang etika dalam media sosial, namun masih bingung apakah dapat diterapkan dalam kehidupan saya. Saya mendapatkan hal- hal yang tidak saya sadari selama ini mengenai etika dalam menggunakan media sosial, dan saya bisa mengambil beberapa hal untuk saya coba. 4 Setelah berdiskusi Saya masih bingung dan dengan konselor, tidak tahu harus berbuat bagaimana apa. perasaanmu saat Saya sedikit memahami ini? tentang etika dalam media sosial, namun masih bingung menerapkannya dalam hidup saya. Saya merasa senang dan memiliki pilihan-pilihan serta keyakinan baru untuk mulai beretika yang baik dalam menggunakan media sosial dalam kehidupan sehari-hari 82

No Soal Kriteria penilaian Check 5 Apa rencanamu Saya tidak tahu. setelah sesi Saya ingin berdisksusi lagi dengan konselor bibliokonseling ini mengenai hal-hal yang berakhir ? kurang saya pahami. Saya akan mulai melaksanakan hasil diskusi dengan konselor pada hari ini. 83


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook