tanggal 06 Desember 2013 sampai dengan 11 Oktober 2033 dengan sisa luas tanah 29.043 m². Tindakan Tergugat tersebut jelas dan nyata bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Dalam pertimbangan hakim bahwa Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa tumpang tindih terhadap Sertipikat Hak Milik yang sudah ada sebelumnya yaitu Sertipikat Hak Milik No.00493/Desa Kutajaya tanggal 19 Maret 1982 seluas 3.640 m², tertimpa oleh Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa seluas 2.640 m², maka Pembatalan Keputusan Tata Usaha Negara harus keseluruhan dan selanjutnya Judex Juris mewajibkan Tergugat menerbitkan kembali Pengganti Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa setelah lebih dahulu mengeluarkan bagian tanah Penggugat seluas 2.640 m² tersebut. Pada putusannya, Majelis Hakim menyatakan batal Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 571/Desa Kutajaya seluas 64.662 m² tanggal 12 Oktober 1993, Gambar Situasi Nomor 10780 tanggal 12 Oktober 1993 yang pada tanggal 06 Desember 2013 telah diperpanjang sampai dengan tanggal 11 Oktober 2033 dengan sisa luas tanah 29.043 m² atas nama PT. Rumanda Bukit Jayanti yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang (tergugat). 2. Adanya Putusan Perdata Suatu permasalahan pertanahan dari sudut pandang praktek hukum, pada saat bersamaan merupakan kristalisasi berbagai pertalian permasalahan hukum seperti hukum administrasi, hukum perdata, hukum pidana, hukum waris dan lain sebagainya. Dalam kondisi demikian, penyelesaian oleh suatu cabang hukum akan saling mempengaruhi penyelesaian oleh cabang hukum lainnya, sehingga pada akhirnya suatu kasus konkret pertanahan sering membutuhkan penyelesaian hukum secara berlapis-lapis, tidak secara tunggal oleh salah satu cabang hukum. Dalam kompleksitas alur penyelesaian hukum seperti itu, permasalahan sering bertambah rumit oleh kegagalan prioritas penerapan aturan hukum mana untuk suatu permasalahan hukum. Kondisi ini diperparah oleh disparitas penerapan hukum dalam arti perbedaan penerapan kaidah hukum tertentu oleh instansi yang 45
semestinya menyelesaikan permasalahan tersebut. Misalnya suatu permasalahan yang semestinya diselesaikan secara perdata terlebih dahulu namun diarahkan untuk diselesaikan secara administrasi di lingkungan peradilan Tata Usaha Negara dan atau sebaliknya. Berdasarkan hasil pengolahan data, ditemukan bahwa alasan paling banyak majelis hakim membuat putusan menolak permohonan dari pemohon Kantor Pertanahan adalah karena adanya putusan perdata di peradilan umum yang sebelumnya memenangkan penggugat atau pokok perkara sedang diperiksa di peradilan umum/perdata, sehingga majelis hakim Tata Usaha Negara menjadikan putusan tersebut sebagai dasar pertimbangan dalam mengeluarkan putusannya. Putusan dengan dasar pertimbangan ini menempati posisi tertinggi, yaitu terdapat dalam 16 perkara dari seluruh 62 perkara atau sebesar 25,81%, yang terdapat di beberapa kabupaten/kota sampel. Pokok perkara oleh karena adanya putusan perdata tertinggi di Kota Surabaya sebanyak 8 perkara, 6 Perkara di Kota Bandung, serta di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Tangerang masing-masing 1 perkara. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.18. Tabel 4.18 Perkara Pertanahan yang Disebabkan Adanya Putusan Perdata di Kabupaten/Kota Sampel No Nomor Perkara Penyebab Kekalahan dalam Persidangan 1 466 K/TUN/2007 Perkara tersebut telah diuji keabsahannya dalam perkara Kota Bandung perdata di Pengadilan Negeri Bandung yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 2 No.31PK/TUN/2007 Bahwa dengan demikian terjadi tumpang tindih antara Kota Bandung kedua putusan. Bahwa apabila terjadi sengketa dalam penentuan hak maka hal tersebut adalah merupakan kewenangan dari pada peradilan Perdata. 3 No.02PK/TUN/2010 Perkara ini merupakan sengketa kepemilikan, dengan Kota Bandung demikian dapat dibatalkan dengan putusan perdata. 4 No.112PK/TUN/2015 Terbukti bahwa secara keperdataan telah diputus bahwa 46
No Nomor Perkara Penyebab Kekalahan dalam Persidangan Kota Bandung tanah dan bangunan seluas 625 m² yang sudah terbit Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 1077/Kelurahan 5 No. 538K/TUN/2017 Sukawarna (objek sengketa dalam perkara ini) adalah Kota Bandung sepenuhnya milik dari Pemohon Peninjauan Kembali / Pemohon Kasasi / Pembanding / Tergugat. 6 No. 132PK/TUN/2019 Kota Bandung Penerbitan sertipikat objek sengketa pada saat sedang proses perkara perdata di Peradilan Umum. 7 No. 25PK/TUN/2011 Kabupaten Tangerang Perkara sedang diproses dan belum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap. Berdasarkan pertimbangan 8 No. 209PK/TUN/2018 tersebut di atas, sebelum Pengadilan Tata Usaha Negara Kabupaten Sleman mengadili sengketa a quo terlebih dahulu harus diputuskan oleh lingkungan Peradilan Umum/Perdata. 9 No. 439K/TUN/2009 Kota Surabaya Terdapat kesalahan yang nyata dalam Putusan Judex Juris yang menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara 10 No. 10PK/TUN/2012 karena dianggap masih ada sengketa No. 176K/TUN/2010 kepemilikan/perdata. Kota Surabaya Menjadi kompetensi absolut dari Hakim Perdata di 11 No. 24PK/TUN/2012 Pengadilan Negeri untuk mengadilinya. No. 177K/TUN/2010 Kota Surabaya Sudah ada putusan terhadap sengketa kepemilikan oleh Pengadilan Negeri Surabaya dengan putusan perdata 12 No. 99PK/TUN/2012 nomor 313/Pdt/G/2008/PN.Sby. yang telah berkekuatan Kota Surabaya hukum tetap. 13 78PK/TUN/2012 Hubungan hukum dalam perkara a quo adalah memakai Kota Surabaya tanah bukan sebagai Pemilik Tanah meskipun Hak Atas Bangunan berada dan ada pada Penggugat yang masih diuji kebenarannya lebih lanjut pada Peradilan Umum. Keputusan Tata Usaha Negara in litis masih dalam proses persidangan di peradilan umum/perdata belum berkekuatan hukum tetap. Tanah yang termuat dalam obyek sengketa masih disengketakan kepemilikannya didalam persidangan perdata. Terdapat sengketa perdata yang belum berkekuatan hukum tetap maka belum jelas apakah benar Penggugat memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan dalam sengketa Tata Usaha Negara ini. 47
No Nomor Perkara Penyebab Kekalahan dalam Persidangan 14 No. 365K/TUN/2013 Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara telah benar karena Surat Keputusan in litis terbit dalam suasana proses Kota Surabaya perdata di mahkamah Agung Nomor 183 PK/PDT/2007. 15 No. 441K/TUN/2015 Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor Kota Surabaya 86/1968.Perdata yang telah berkekuatan hukum tetap. 16 No. 34PK/TUN/2018 Masih terdapat permasalahan kepemilikan yang harus Kota Surabaya diselesaikan terlebih dahulu melalui Peradilan Perdata yang berwenang. Sumber: Olah Data Penelitian, 2020 Sebagai contoh dalam perkara nomor 439K/TUN/2009 di Kota Surabaya, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: Bahwa dalam perkawinan antara Sumo Prawiro dengan Sunarti telah diperoleh harta bersama berupa tanah dan bangunan seluas 102 m² yang terletak di Jalan Demak Jaya V/71 Surabaya. Pada tanggal 10 Juni 1980 Sumo Prawiro telah meninggal dunia, dengan demikian Sunarti adalah ahli waris sah dari Sumo Prawiro. Setelah Sumo Prawiro meninggal, pada tahun 1999 ada proyek pensertipikatan tanah secara nasional (PRONA) yang diselenggarakan oleh Pemerintah RI dan Sunarti hendak mengurus sertipikat atas tanah dan bangunan rumah di Jalan Demak Jaya V/71 Surabaya, tetapi saat itu Sunarti tidak memiliki biaya dan masih di bawah umur, kemudian dibuatlah Surat Keterangan Hibah secara pura-pura, seolah-olah Ny. Painah menerima hibah dari Sunarti, hal ini juga telah diakui Ny. Painah dalam gugatannya (poin 7 perkara reg. Nomor 31/Pdt.G/2008/PN.Sby). Berdasarkan \"Surat Keterangan Hibah\" tertanggal 19 Juli 1999 tersebut, selanjutnya terbit Sertipikat Hak Milik Nomor 1459 tanggal 4 Agustus 2000, atas nama Ny. Painah, luas 102 m², Surat Ukur Nomor 357 beralamat di Jalan Demak Jaya V/71 Kelurahan Tembok Dukuh, Kecamatan Bubutan Kota Surabaya. Pada tanggal 14 Juni 2007, Penggugat sangat keberatan dan dirugikan atas diterbitkannya Sertipikat Hak Milik Nomor 1459 /Kelurahan Tembok Dukuh Tergugat tersebut, karena Penggugat adalah keponakan kandung Alm. Sunarti 48
sedangkan Ny. Painah orang lain yang tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan Alm. Sumo Prawiro dan Almh. Sunarti, sehingga secara yuridis Penggugat lebih berhak atas tanah dan bangunan rumah di Jalan Demak Jaya V/71 Surabaya. Judex Factie mengabulkan gugatan Penggugat dan membatalkan SHM obyek sengketa karena sudah ada putusan terhadap sengketa kepemilikan oleh Pengadilan Negeri Surabaya dengan putusan Nomor 313/Pdt/G/2008/PN.Sby. yang telah berkekuatan hukum tetap. 3. Terdapat Kesalahan Prosedur Penerbitan sertipikat tidak selamanya dilaksanakan sesuai dengan prosedur pendaftaran tanah, sesekali karena faktor ketidakcermatan petugas di lapangan, pelaksanaan pendaftaran mengalami kesalahan dalam menjalankan prosedur pendaftaran tanah. Secara hukum, kesalahan tersebut dapat berimbas pada dibatalkannya sertipikat yang dimaksud, sehingga mengurangi nilai kepastian dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah dan ruang. Prosedur pendaftaran tanah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 24 tahun 1997 yang menyempurnakan Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 1961, tentang Pendaftaran Tanah. Berdasarkan data penelitian, diperoleh hasil bahwa terdapat 9 perkara atau sebesar 14,52% perkara yang kalah adalah karena faktor kesalahan dalam melaksanakan prosedur pendaftaran tanah. Kesalahan terkait dengan hal tersebut berada di Kota Surabaya sebanyak 4 perkara, 3 perkara di Kota Jakarta Selatan, 1 perkara di Kota Bandung, dan 1 perkara di Kabupaten Tangerang. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.19. Tabel 4.19 Perkara Pertanahan yang Disebabkan Kesalahan Prosedur di Kabupaten/Kota Sampel No Nomor Perkara Penyebab Kekalahan dalam Persidangan 1 No.89PK/TUN/2008 Tanpa sepengetahuan Penggugat, oleh OPSTIB Pusat sebagian 49
No Nomor Perkara Penyebab Kekalahan dalam Persidangan Kota Jakarta Selatan tanah a quo dengan Sertipikat Hak Guna Bangunan No. 38/Kuningan Barat, Jakarta Selatan telah dijual secara melawan hukum kepada pihak lain, yaitu kepada PT. Bimantara Sarana Perkasa. 2 No.27PK/TUN/2017 Pemberian sertipikat Hak Guna Bangunan pada PT Kereta Api Kota Jakarta Selatan Indonesia pada tahun 2013, tanpa memperdulikan kepentingan Para Penggugat yang menguasai tanah tersebut sejak tahun 1958 dan juga telah mengajukan permohonan hak. Pemberian sertipikat ini mengabaikan penguasaan fisik yang sudah lama. 3 No.496K/TUN/2017 Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah (SKPH) Kota Jakarta Selatan diterbitkan oleh Tergugat sebelum masa pengumuman selesai (sesuai norma publisitas), sehingga penerbitan objek sengketa a quo terdapat cacat prosedural. 4 No. 5PK/TUN/2004 Keberatan mengenai Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah Tiean Kota Bandung Norman Lubis, SH dalam menerbitkan Akta Jual Beli Nomor: 574/20/Bdg.Wetan/1996 dapat dibenarkan. 5 No.101K/TUN/2019 Pembatalan sertipikat oleh karena tidak lengkapnya data fisik Kab Tangerang dan yuridis. 6 No.93PK/TUN/2007 Pembebanan sita jaminan atas obyek sengketa telah masuk Kota Surabaya terlebih dahulu dari pada pembebanan Hak Tanggungan maka sudah sepatutnya Hak Tangggungan tersebut dapat dibatalkan atau tidak sah. 7 No. 26K/TUN/2010 Pemberian Hak Guna Bangunan Nomor 715/Kelurahan Bubutan Kota Surabaya tidak memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lainnya bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung. 8 No.469K/TUN/2012 Terdapat cacat hukum administratif dalam penerbitan Surat Kota Surabaya Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur Nomor : 108/HP/ 35/1998), sebab pemberian hak yang dilakukan bukanlah Tanah Negara, melainkan Tanah Hak Yasan/Tanah Hak Milik Petok D Nomor : 446, Persil 28 S.II, yang telah dikuasai, dan dikerjakan oleh Penggugat sebelum Tahun 1960 hingga sekarang. 9 No.399K/TUN/2019 Pencatatan peralihan hak yang dilakukan Tergugat dalam buku Kota Surabaya tanah tidak dilakukan secara cermat dan hati-hati karena masih terdapat catatan pemblokiran dan beberapa kali permohonan dari Penggugat agar tidak melakukan pendaftaran peralihan hak karena adanya persengketaan terkait hak waris. Sumber: Olah Data Penelitian, 2020 Sebagai contoh dalam putusan perkara nomor 89 PK/TUN/2008 di Kota Administrasi Jakarta Selatan, dapat diuraikan sebagai berikut: 50
Bahwa pada tanggal 2 Mei 1979, kemudian tanah dengan Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 38/Kuningan Barat, dibeli oleh Penggugat dari Bapak Saelan yaitu kuasa dari para ahli waris, dengan membayar lunas harga penjualan tanah sebesar Rp 330.000,00 (tiga ratus tiga puluh juta rupiah) sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Ikatan Jual Beli No. 6 yang dibuat oleh dan di hadapan Notaris Drs. Gde Ngurah Rai, SH. Lalu Sertipikat Hak Guna Bangunan No. 38/Kuningan Barat, Jakarta Selatan berakhir haknya pada tanggal 23 September 1980 dan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 25 Oktober 1988 No. 113/HPL/DA/1988 sebagian dari tanah bekas Hak Guna Bangunan Nomor 38/Kuningan Barat, Jakarta Selatan seluas 7.154 m² diberikan Hak Pengelolaan No. 1/Kuningan Barat atas nama Perusahaan Daerah Sarana Jaya DKI Jakarta dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 28 Agustus 1996, sebagian dari tanah bekas Hak Guna Bangunan No. 38/Kuningan Barat, Jakarta Selatan seluas 2.629 m² diberikan Hak Guna Bangunan No. 198/Kuningan Barat atas nama PT. Fajar Surya Shakti. Bahwa ternyata tanpa sepengetahuan Penggugat, oleh OPSTIB Pusat sebagian tanah dengan Sertipikat Hak Guna Bangunan No. 38/Kuningan Barat, Jakarta Selatan telah dijual secara melawan hukum kepada pihak lain, yaitu kepada PT. Bimantara Sarana Perkasa seluas 6.710 m² yang dituangkan dalam Berita Acara Penyelesaian masalah tanah di Jalan Jenderal Gatot Subroto tertanggal 17 September 1988, yang kemudian bekerja sama dengan PD. Sarana Jaya. Selanjutnya sebagian tanah tersebut dijual lagi kepada H.A. Jufri seluas 2.725 m² yang dituangkan dalam Berita Acara Penyelesaian masalah tanah di Jalan Jenderal Gatot Subroto tertanggal 28 September 1988. Perbuatan pengalihan hak orang lain demikian itu jelas telah bertentangan dengan hukum karena OPSTIB tidak berhak menjual tanah tersebut. Lagi pula tanah tersebut berada di bawah pengawasan OPSTIB Pusat hanyalah berstatus sebagai barang titipan, yaitu berupa Sertipikat Asli Hak Guna Bangunan No. 38/ Kuningan Barat, Jakarta Selatan, sebagai barang bukti dalam pemeriksaan kasus pidana suami penggugat 51
yang belum mempunyai kepastian hukum, jadi tanah masih sedang dalam sengketa (kasus pidana) dan perbuatan OPSTIB Pusat tersebut adalah jelas-jelas merupakan perbuatan melawan hukum yang merupakan tindak pidana penggelapan atas hak milik Penggugat, atau perbuatan Steloniat seperti yang diatur dalam Pasal 372 KUHP jo 385 KUHP. Data yuridis berupa peralihan haknya dinyatakan cacat oleh majelis, kemudian dalam amar putusannya Majelis Hakim PK memberi putusan Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali. 4. Ketidaksesuaian Data Yuridis Data yuridis menurut PP 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah keterangan mengenai status hukum atau status penguasaan bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang hak atau pihak yang menguasai, dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya. Pengumpul dan Pemeriksa data yuridis adalah petugas yang melaksanakan kegiatan pemeriksaan, penelitian, pengkajian dan pengumpulan data yuridis bidang tanah. Pembuktian hak atas tanah berupa sertipikat tanah, berlaku sebagai alat pembuktian. Data yuridis yang tercantum dalam sertipikat haruslah merupakan data yang benar, sebagai bagian yang penting dalam melakukan perbuatan hukum sehari- hari maupun dalam berperkara di pengadilan. Namun demikian, apabila terjadi sengketa tanah di pengadilan, sertipikat yang dimiliki tidak lagi dapat mempertahankan hak seseorang terhadap sebidang tanah. Hal ini dikarenakan sertipikat yang mereka miliki itu ketidaksesuaian pada data yuridis. Dari data sampel penelitian ini diperoleh fakta bahwa terdapat 5 perkara (8,06%) dari total 62 perkara dimana posisi Kantor Pertanahan harus menanggung kekalahan karena data yuridis tidak sesuai dengan obyek fisik. Data ini tersebar di tiga kabupaten kota, yaitu sejumlah 3 perkara di Kota Surabaya, 1 perkara di Kabupaten Sleman, dan di Kota Bandung terdapat 1 perkara. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.20. 52
Tabel 4.20 Perkara Pertanahan yang Disebabkan Ketidaksesuaian Data Yuridis di Kabupaten/Kota Sampel No Nomor Perkara Penyebab Kekalahan dalam Persidangan 1 2/G/2017/PTUN-BDG Sertipikat Hak Guna Bangunan No. 298/Kelurahan Pasteur mengakibatkan akses jalan masuk dan keluar Kota Bandung bersama yaitu jalan Kelapa V untuk menuju kerumah Penggugat, telah tertutup secara hukum. 2 No. 29K/TUN/2015 Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa Kab Sleman mengandung cacat yuridis dari segi material substansial yaitu tentang Tata Batas dan Luas Tanah Objek Sengketa yang tidak benar. 3 No. 96PK/TUN/2017 Penerbitan Sertipikat Hak Milik Nomor 2924/ Kelurahan Kota Surabaya Babatan mengandung cacat yuridis karena sertipikat tersebut tidak sesuai dengan data fisik dan data yuridis. Heru Sapto Widodo bukan sebagai pemilik tanah, tanah a quo sejak tahun 1980 sampai sekarang masih dalam penguasaan Penggugat. Terdapat perbedaan letak dan/atau identitas tanah yaitu Penggugat menyatakan memiliki tanah tercatat pada D 2003 seluas 1200 M², sedangkan Sertipikat Hak Milik obyek sengketa berasal dari D 2302, seluas 200 m². 4 298K/TUN/2014 Data fisik yakni letak tanah maupun data yuridis yakni Kota Surabaya dokumen Riwayat kepemilikan yang dipersyaratkan didalam pengajuan sertipikat obyek perkara tersebut, ternyata tidak sesuai dengan data yang sebenarnya tercatat di buku C Kelurahan Tambak Osowilangon. 5 No. 450K/TUN/2013 Sertipikat HGB tersebut terletak di Kelurahan Pradah Kota Surabaya Kalikendal, tetapi diterbitkan di tanah Penggugat di Kelurahan Lontar, adalah salah Letak Lokasi, merupakan kecerobohan Pihak BPN, karena tidak menerapkan kehati-hatian, kecermatan dalam Pelaksanaan Pendaftaran. Sumber: Olah Data Penelitian, 2020 Sebagai contoh dalam putusan perkara nomor 96 PK/TUN/2017 di Kota Surabaya dapat diuraikan sebagai berikut: Penggugat mengetahui terbitnya Sertipikat Hak Milik Nomor 2924/ Kelurahan Babatan terbit tanggal 19 Mei 1997 luas 300 m², Surat Ukur tanggal 14 Mei 1997 53
Nomor 12.01.26.03.0198, pemegang terakhir atas nama Heru Sapto Widodo, setelah pada tanggal 8 September 2014. Penggugat mengurus pendaftaran tanah ke Kantor Pertanahan Kota Surabaya I, dan diberitahukan oleh petugasnya bahwa tanah yang dimohonkan Penggugat hanya diproses 599 m², padahal semula permohonan tanah Penggugat luasnya 1.200 m². Penerbitan surat keputusan objek sengketa sangat merugikan kepentingan Penggugat karena Penggugat tidak pernah mengalihkan tanah Penggugat kepada siapapun baik peralihan secara jual beli, hibah, dan waris. Hasil persidangan memenangkan Penggugat dengan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya agar surat keputusan objek sengketa tersebut dinyatakan batal atau tidak sah. 5. Putusan Fiktif Negatif dan Fiktif Positif Keputusan fiktif negatif adalah apabila ada permohonan mengajukan (perizinan) kepada pejabat pemerintahan untuk mengeluarkan sebuah keputusan atau tindakan, tetapi pejabat pemerintah yang bersangkutan hanya diam saja, maka dianggap permohonan itu ditolak. Asas fiktif negatif yang dianut UU PTUN (perubahan terakhir dalam UU No. 51 Tahun 2009). Apabila ada pemohon mengajukan permohonan (perizinan) untuk melakukan tindakan atau keputusan kepada pejabat pemerintah. Selanjutnya pejabat pemerintah yang bersangkutan hanya diam tidak melakukan tindakan apapun. Maka, permohonan itu dianggap diterima atau dikabulkan. Namun pemohon harus mendapatkan penetapan dari PTUN terlebih dahulu. Pemohon harus membuktikan apa yang dimohonkannya itu di PTUN. Sikap diam Pemerintah, tentunya setelah lewat jangka waktu yang ditetapkan, dalam konteks UU Peradilan Tata Usaha Negara diartikan sebagai penolakan atau disebut sebagai KTUN Fiktif Negatif. Sedangkan keputusan fiktif positif adalah apabila Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan Keputusan (K.TUN) dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak melakukan suatu Tindakan Konkret/Faktual, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum. Hal ini merupakan kewenangan baru yang dibawa oleh Pasal 53 ayat (4) Undang-undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP). Pada pokoknya permohonan ini merupakan 54
konsekuensi dari sikap diamnya Badan/Pejabat Pemerintahan, atas permohonan yang diajukan oleh Orang atau Badan Hukum Perdata. Apabila dalam jangka waktu tertentu Badan/Pejabat Pemerintahan tersebut berdasarkan kewajiban yang melekat padanya, ternyata tidak menetapkan dan/atau melaksanakan suatu Keputusan/Tindakan Administrasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka secara hukum permohonan tersebut dinyatakan dikabulkan dan dapat diajukan ke Pengadilan untuk mendapatkan putusan Pemberlakuan Undang-undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP) menambah kompetensi absolut Pengadilan Tata Usaha Negara dan mengubah ketentuan tentang fiktif negatif. Pasal 87 UU No. 30 Tahun 2014 menambah kompetensi absolut PTUN mencakup juga memeriksa, mengadili, dan memutus perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa (onrechtmatige overheids daad) yang sebelumnya menjadi kompetensi pengadilan umum atau Pengadilan Negeri (PN). Kemudian Pasal 53. ayat (4), (5), (6) meluangkan Warga Masyarakat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara untuk memperoleh Keputusan Fiktif Positif. Pengadilan wajib memutuskan permohonan sebagaimana dimaksud paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan diajukan. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan Keputusan untuk melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (Tohadi dkk., 2019; Marzuki, 2017). Diadopsinya konsep Keputusan Fiktif Positif dalam UU Nomor 30/2014 tidak dengan seketika menyampingkan pemberlakuan Keputusan Fiktif Negatif, menurut Pasal 3 UU Nomor 5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang menganggap Badan dan/atau Pejabat Tata Usaha Negara dipandang telah menolak mengeluarkan suatu keputusan tata usaha negara manakala dalam batas waktu tertentu tidak mengeluarkan keputusan yang dimohonkan. UU Nomor 30/2014 tidak menyampingkan atau membatalkan Pasal 3 UU Nomor 5/1986. Hal dimaksud tergantung sejauhmana Pasal 3 UU Nomor 5/1986 masih merupakan kebutuhan hukum bagi pencari keadilan (justiciabel) dalam praktek upaya hukum administrasi. Lagipula, Pasal 3 UU Nomor 5/1986 berkenaan dengan Keputusan Fiktif Negatif 55
tidak dapat diterapkan bagi pengajuan pemohonan dilakukannya (= atau tidak dilakukannya) Tindakan Konkret/Faktual dari Pejabat Pemerintahan (Marzuki, 2017). Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan tersebut berbunyi sebagai berikut: 1. atas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2. jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan; 3. apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum; 4. pemohon mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk memperoleh putusan penerimaan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3); 5. pengadilan wajib memutuskan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan diajukan; dan 6. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan Keputusan untuk melaksanakan putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama 5 (lima) hari kerja sejak putusan Pengadilan ditetapkan. Adanya penambahan kompetensi dan ketentuan tentang fiktif positif dalam UU No. 30 Tahun 2014 tersebut membuat Mahkamah Agung RI telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara untuk Memperoleh Putusan Atas Penerimaan Permohonan Guna Mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan sebagai pelaksanaan Pasal 53 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Namun belakangan, Perma No. 5 Tahun 2015 tersebut telah dicabut dan diganti 56
dengan Perma No. 8 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara untuk Memperoleh Putusan Atas Penerimaan Permohonan Guna Mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintah. Dari data sampel penelitian, perkara dengan kategori adanya keputusan fiktif negatif dan fiktif positif dari keputusan BPN terdapat 5 dari 62 perkara (8,06%) dan semuanya terdapat di Kota Surabaya. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.21. Tabel 4.21 Perkara Pertanahan yang Disebabkan Fiktif Negatif dan Positif di Kabupaten/Kota Sampel No Nomor Perkara Penyebab Kekalahan dalam Persidangan 1 No. 45K/TUN/2013 Pengajuan permohonan perpanjangan Hak Guna Kota Surabaya Bangunan Nomor 249/Kelurahan Kedungdoro sampai batas waktu yang ditentukan Pihak BPN tidak mengeluarkan Keputusan. 2 No. 46K/TUN/2013 Putusan Fiktif Negatif (menolak memberikan keputusan Kota Surabaya atas permohonan Penggugat/Termohon Kasasi) atas perpanjangan HGB tidak berdasar hukum. 3 No. 30 PK/TUN/2015 Gugatan dalam sengketa ini adalah keputusan fiktif Kota Surabaya negatif dari Tergugat, tentang sikap diam dari Penggugat yang tidak memproses perpanjangan Hak Guna Bangunan dari Penggugat. 4 No. 43K/TUN/2013 Tidak ada alasan bagi pihak BPN untuk tidak Kota Surabaya memproses permohonan Hak Guna Bangunan yang diajukan Penggugat, karena semua persyaratan telah terpenuhi. 5 No. 153PK/FP/TUN/ 2019 Objek sengketa Keputusan Tata Usaha Negara yang Kota Surabaya dianggap dikabulkan secara hukum (Fiktif-Positif). Sumber: Olah Data Penelitian, 2020 Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.21. Sebagai contoh dalam perkara nomor 46 K/TUN/2013 yang menjelaskan bahwa: Permohonan perpanjangan Hak Guna Bangunan telah dilengkapi oleh penggugat dengan surat-surat yang harus dilampirkan sebagai syarat-syarat yang ditentukan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 43 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1999. Selanjutnya pihak tergugat (BPN) tidak pernah meminta syarat-syarat lagi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka 57
penggugat telah dapat membuktikan bahwasanya penggugat telah memenuhi persyaratan yang diminta dan ditentukan oleh Tergugat. Dengan demikian maka dapat pula disimpulkan kalau permohonan perpanjangan Hak Guna Bangunan Nomor 248/Kelurahan Kedungdoro yang diajukan oleh penggugat telah memenuhi syarat dan untuk itu tidak ada alasan lain bagi tergugat untuk tidak memproses permohonan penggugat. Bahwa dari pengajuan permohonan perpanjangan Hak Guna Bangunan yang diajukan oleh Penggugat kepada Tergugat, Penggugat telah menerima “Surat Perintah Setor untuk Nomor Berkas Permohonan: 33698/2010 dari Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Kantor Pertanahan Kota Surabaya” untuk pekerjaan Kegiatan Pelayanan Pemeriksaan Tanah dengan Alas Hak Surat Ukur (SU) Nomor 01931/1991 Kelurahan Kedungdoro, Kecamatan Tegalsari, tertanggal 29 Desember 2010 dan berikutnya menerima Surat Permohonan SK (Konstatering Rapport) tanggal bayar 01 Februari 2011. Bahwa Keputusan mengenai perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan mulai berlaku sejak berakhirnya hak yang bersangkutan. Atas dasar interpretasi a contrario dari ketentuan tersebut, maka terhadap Keputusan Penolakan Perpanjangan Hak Guna Bangunan yang dilakukan Tergugat dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan (fiktif negatif). Bahwa Putusan Fiktif Negatif (menolak memberikan keputusan atas permohonan Penggugat/Termohon Kasasi) tidak berdasar hukum dan akhirnya Mahkamah memutus: menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I: Kepala Kantor Pertanahan Kota Surabaya I, dan Pemohon Kasasi II: PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. 6. Sengketa Waris Waris adalah kepindahan hak kepemilikan dari orang yang telah meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik berupa harta, hutang, atau hak-hak syariyyah.30 Perkara pertanahan yang disebabkan karena sengketa waris biasanya 30 Muhammad Ali Ash-Shabuni, “Hukum Waris Terjemahan Abdul Hamid Zahwan”. (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1994). hal. 31. 58
terjadi oleh karena keinginan sebagian ahli waris dalam menguasai harta waris dalam jumlah banyak. Bisa jadi ahli waris juga kurang memahami hak atau kewajibannya terhadap harta waris, sehingga tidak mudah untuk mencapai kesepakatan dalam pembagian waris. Perkara pertanahan seringkali ditemukan setelah melewati beberapa generasi ahli waris berikutnya. Kondisi demikian akan menimbulkan kesulitan dalam menetapkan ahli waris yang berhak beserta perhitungan bagiannya. Penyelesaian perkara pertanahan yang disebabkan karena sengketa waris harus diselesaikan terlebih dahulu secara internal ahli waris. Pembagian waris di Indonesia sudah diatur dalam tiga sumber hukum, yaitu Hukum Islam, Hukum Perdata, dan Hukum Adat. Bagi pewaris yang beragama Islam, maka pembagian warisnya tunduk pada Hukum Islam yang berpedoman pada Kompilasi Hukum Islam, sedangkan non-Islam dapat memilih antara Hukum Adat atau KUHPerdata. Tabel 4.22 Perkara Pertanahan yang Disebabkan Sengketa Waris di Kabupaten/Kota Sampel No Nomor Perkara Penyebab Kekalahan dalam Persidangan 1 No. 7/PK/TUN/2015 Sertipikat Hak Milik yang diterbitkan atas nama Anik Mulyani Ariyani, SH., diperkarakan karena menyangkut Kota Bandung masalah warisan yang belum selesai. Pengujian sertipikat objek sengketa terlebih dahulu harus 2 No. 74PK/TUN/2017 diputuskan status kepemilikan atas tanah a quo melalui Kota Bandung Peradilan Perdata, karena masalah waris. 3 No. 286K/TUN/2016 Obyek KTUN I dan II merupakan warisan almarhum Saripin Kota Surabaya dan belum dibagi waris kepada ahli waris sahnya. Terbitnya Keputusan Tata Usaha Negara atas objek sengketa I dan II adalah cacat yuridis secara prosedur. Sumber: Olah Data Penelitian, 2020 Berdasarkan sampel penelitian ditemukan 3 dari 62 perkara atau 4,84% dimana BPN menderita kekalahan karena alasan adanya sengketa waris yang belum selesai. Data tersebut terdapat 2 perkara di Kota Bandung dan 1 perkara di Kota Surabaya. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.22. Sebagai contoh dalam perkara nomor 7 PK/TUN/2015 di Kota Bandung yang menjelaskan: Objek sengketa dalam perkara tersebut adalah Sertipikat Hak Milik yang diterbitkan oleh Tergugat (Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung), atas nama 59
Anik Mulyani Ariyani, SH., (Tergugat II Intervensi/Pemohon Peninjauan Kembali), namun dalam gugatan Penggugat dalam perkara ini menyangkut masalah kepemilikan atas tanah, Surat Hak Milik (SHM) tersebut dan menyangkut masalah warisan karena Penggugat menyatakan sebagai sepupu dari Almarhum Komariah (pemilik asal tanah tersebut) menyatakan berhak sebagai atas warisan tersebut, sedangkan Tergugat II Intervensi membuktikan bahwa ia adalah anak kandung dari Komariah sehingga untuk menentukan siapa yang berhak mewarisi tanah dari Komariah tersebut adalah Pengadilan Agama kalau para pihak beragama Islam. Surat Penetapan Pengadilan Agama Garut yang mengadili permohonan penetapan ahli waris tidak dapat dibenarkan karena diajukan secara voluntair yang seharusnya diajukan secara kontradiktoir karena menyangkut hak dari orang lain yang merasa mempunyai hak sebagai ahli waris. Hal ini sesuai dengan yurisprudensi Mahkamah Agung dalam perkara No. 1210 PK/AG/1985 tanggal 30 Juni 1987. Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : Anik Mulyani Ariyani, S.H., dan membatalkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 487 K/TUN/2013 Tanggal 29 Januari 2014. 7. Keterkaitan dengan Rencana Tata Ruang Rencana Tata Ruang diwujudkan untuk dapat memberikan panduan pembangunan atas penggunaan tanah dan ruang secara efektif dan efisien. Kebijakan penggunaan tanah dalam Tata Ruang perlu diseimbangkan dengan kebijakan hak atas tanah berlandaskan konsep manajemen pertanahan, yang memuat komponen right, restriction dan responsibilities dari setiap bidang tanah dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang (Puspasari & Sutaryono, 2017).31 Right dimaknai sebagai hak, yakni hubungan hukum antara objek hak (tanah) dengan subjeknya (pemegang hak). Restriction dimaksudkan sebagai batasan-batasan bagi subjek hak dalam menggunakan dan mamanfaatkan 31 Puspasari, S. & Sutaryono, Integrasi Agraria, Pertanahan, dan Tata Ruang: Menyatukan Fungsi Tanah dan Tata Ruang. (Yogyakarta: STPN Press. 2017). 60
tanah, sedang responsibility adalah tanggungjawab bagi subjek hak (pemilik tanah) sehubungan dengan hak yang dimilikinya. Ketiga hal ini saling terkait, melekat dan tidak dapat diterapkan secara terpisah. Dengan demikian, setiap pemegang hak atas tanah, baik perorangan maupun badan hukum, di dalam haknya mengandung pula batasan-batasan berikut tanggung jawabnya. Tabel 4.23 Perkara Pertanahan yang Disebabkan Keterkaitan dengan Rencana Tata Ruang di Kabupaten/Kota Sampel No Nomor Perkara Penyebab Kekalahan dalam Persidangan 1 No.172K/TUN/2009 Sebagian dari Warga Krembangan Mulyo yang mengajukan permohonan hak milik pada sekitar tahun Kota Surabaya 1994 sudah dikabulkan, berbeda dengan perlakuan yang diberikanterhadap Penggugat (P-5) yang dikabulkan dalam bentuk sertipikat HGB dengan alasan areal yang ditempati Penggugat beserta warga yang lain peruntukannya adalah untuk areal perdagangan dan jasa sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kota Surabaya. 2 No.30 PK/TUN/2018 Penerbitan objek sengketa di atas bidang tanah yang Kota Surabaya dialokasikan untuk kepentingan fasilitas umum (fasum) dan ruang terbuka hijau telah bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Sumber: Olah Data Penelitian, 2020 Keseimbangan antara kebijakan penggunaan tanah dengan hak atas tanah menjadi tantangan tersendiri untuk mewujudkannya melalui ranah pendaftaran tanah. Upaya untuk mengikutsertakan rencana tata ruang dalam proses penerbitan sertipikat masih belum dipahami secara bersama oleh para pihak yang bersangkutan. Pada praktiknya, masih ditemui adanya perkara pertanahan yang disebabkan adanya keteraitan dengan rencana tata ruang. Dari data sampel penelitian, terdapat 2 dari 62 perkara atau 3,23% yang pokok perkaranya terkait dengan rencana tata ruang. Kedua perkara tersebut terdapat di Kota Surabaya, sebagaimana Tabel 4.23. Sebagai contoh dalam perkara nomor No.30 PK/TUN/2018 di Kota Surabaya yang menerangkan bahwa: Penggugat sebagai warga Perumahan Taman Citra Jalan Bangkingan mempunyai kepentingan untuk mengajukan gugatan terhadap objek sengketa a quo karena di 61
lokasi tersebut direncanakan untuk Ruang Terbuka Hijau yang merupakan hak publik bagi warga yang tinggal di area perumahan dimaksud. Hal ini sudah sesuai dengan asas kepercayaan yang merupakan bagian dari asas-asas umum pemerintahan yang baik. Peruntukan fasilitas umum (fasum) dan ruang terbuka hijau di bidang tanah objek sengketa a quo merupakan prasarana yang telah menjadi hak Pemerintah Kota Surabaya sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1).a, Pasal 4 ayat (2), dan Pasal 5 ayat (1).b Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 7 Tahun 2010 tentang Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas pada kawasan Industri, Perdagangan, Perumahan dan Pemukiman, sehingga adanya fasilitas umum (fasum) dan ruang terbuka hijau wajib untuk diwujudkan oleh pihak pengembang dan pemerintah setempat. Oleh karenanya, penerbitan objek sengketa di atas bidang tanah yang dialokasikan untuk kepentingan fasilitas umum (fasum) dan ruang terbuka hijau telah bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, khususnya asas kepercayaan dalam asas-asas umum pemerintahan yang baik. Tiga bidang Tanah Sertipikat Hak Milik Nomor 1553/Kelurahan Bangkingan, Sertipikat Hak Milik Nomor 1566/Kelurahan Bangkingan, dan Sertipikat Hak Milik Nomor 1567/Kelurahan Bangkingan yang diterbitkan di atas bidang tanah yang dialokasikan untuk kepentingan fasilitas umum (fasum) dan ruang terbuka hijau telah bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. 8. Adanya Unsur Pidana Suatu perjanjian terjadi atas dasar adanya kesepakatan di antara para pihak, namun dalam kehidupan masyarakat tidak semua orang memiliki iktikad baik sering kali dijumpai juga orang yang memiliki iktikad buruk. Dalam mewujudkan kesepakatan tidak menutup kemungkinan salah satu pihak melakukannya dengan iktikad buruk sehingga timbul adanya perbuatan yang tidak diperkenankan dalam hukum. Adanya iktikad buruk untuk melakukan penipuan tidak memenuhi syarat adanya suatu 62
perjanjian. Perbuatan demikian dapat diancam dengan sanksi pidana. Kesepakatan yang diperoleh dengan penipuan yang dijadikan sebagai alasan pembatalan suatu perjanjian sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 1328 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “Penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan perjanjian, apabila tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan tidak dipersangkakan tetapi harus dibuktikan.” Tabel 4.24 Perkara Pertanahan yang Disebabkan Adanya Putusan Pidana di Kabupaten/Kota Sampel No Nomor Perkara Penyebab Kekalahan dalam Persidangan 1 No. 111K/TUN/2002 Proses penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 1741/Kelurahan Kota Surabaya Siwalankerto didasarkan pada bukti Pemohon yang mengandung cacat hukum yakni adanya unsur pemalsuan didalam sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Surabaya tanggal 14 September 1995 No. 166/Pdt.B/ 1995/PN.Sby. 2 No. 355K/TUN/2013 Sertipikat Hak Milik No.2987/Kel. Sukawarna diblokir oleh Kota Bandung pihak kepolisian sesuai dengan surat tanggal 7-12-2009 No.B/483/XII/2009/Reslaim yang ditandatangani Kasat Reskrim Polwiltabes Bandung sesuai dengan bukti unsur pidana penipuan. Sumber: Olah Data Penelitian, 2020 Perkara pertanahan yang disebabkan dari adanya unsur pidana, maka perkara tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu secara pidana. Putusan dalam ranah pengadilan TUN akan mengikuti putusan yang telah diputuskan secara pengadilan pidana. Dari data sampel penelitian, terdapat 2 perkara dari 62 perkara yakni sebesar 3,23% yang menyebabkan Kantor Pertanahan/BPN mengalami kekalahan oleh karena adanya unsur pidana. Perkara tersebut terdapat di Kota Surabaya dan Kota Bandung, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.24. Sebagai contoh dalam perkara nomor 355 K/TUN/2013 di Kota Bandung dapat dijelaskan sebagai berikut: Para Penggugat akan mengurus untuk membaliknamakan atas tanah tersebut kepada Para Penggugat yaitu salah satunya melakukan Pembayaran Pajak Bumi 63
Dan Bangunan (PBB) di Kelurahan Sukawarna Kecamatan Sukajadi Kota Bandung pada tanggal 2 Januari 2012, Para Penggugat dikejutkan mendengar informasi diatas tanah terkait objek sengketa yang merupakan milik orangtua Para Penggugat telah beralih kepada pihak lain yaitu muncul Sertipikat Hak Milik No. 2987/Sukawarna, Gambar Situasi tgl 10-11-1988 No. 8155/1988, luas 115 M² yang diterbitkan tanggal 27-8-2003 atas nama : Nona Rosmawaty. Namun diketahui kemudian bahwa pada tanggal 26-10-2009 terdapat surat dari Kapolwiltabes Bandung Cq. Kasat Reskrim No. B/415/X/2009/Reskrim tanggal 26-10-2009 peri hal Bantuan Penghadapan Saksi yang intinya dimohon kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung kiranya dapat menghadapkan salah seorang stafnya untuk dimintai keterangan sebagai saksi mengenai riwayat tanah sebagaimana SHM No.2987/Kel. Sukawarna sehubungan adanya laporan dari Sdri. Suwarni bind Sutijo tentang dugaan tindak pidana pemalsuan surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUH Pidana; Dan terdapat catatan dalam buku tanah bahwa SHM No.2987/Kel. Sukawarna tersebut diblokir oleh pihak kepolisian sesuai dengan surat tanggal 7-12-2009 No. B/483/XII/2009/Reslaim yang ditandatangani Kasat Reskrim Polwiltabes Bandung sesuai dengan bukti Tergugat. Dan siapa saja pelapornya akan mendapatkan Laporan Perkembangan Hasil Penyidikan dari pihak kepolisian dan sudah jelas yang diminta oleh pihak kepolisian kepada Tergugat adalah Riwayat Tanah SHM No.2987/Kelurahan Sukawarna in casu obyek sengketa sesuai dengan laporan keluarga Ibu Suwarni binti Sutijo serta permohonan pemblokiran dari pihak kepolisian yang langsung menuju obyek sengketa a quo yaitu SHM No.2987/Kelurahan Sukawarna, dengan demikian bagaimana mungkin keluarganya tidak mengetahui obyek sengketa a quo karena yang melaporkan obyek sengketa adalah keluarga Ibu Suwarni binti Sutijo sendiri meskipun secara tersirat pelapornya Ibu Suwarni binti Sutijo (ibu kandung Para Penggugat). Adanya unsur pidana penipuan tersebut akhirnya Majelis Hakim Kasasi mengeluarkan putusan menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: I. Nona Rosmawaty, II. Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung. 64
Search