Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Bab 24 Gangguan Berkemih Pascaoperasi Radikal

Bab 24 Gangguan Berkemih Pascaoperasi Radikal

Published by haryahutamas, 2016-08-02 03:56:43

Description: Bab 24 Gangguan Berkemih Pascaoperasi Radikal

Search

Read the Text Version

24 PASCAOPERASI RADIKALG A N G G U A N BERKEMIHMuchlis A . LubisPENDAHULUANStudi urodinamik setelah operasi memperlihatkan disfungsi kandung kemih berupah i p e r t o n i k d a n s p a s t i k k a n d u n g k e m i h d e n g a n compliance y a n g r e n d a h d a n k a p a s i t a syang kecil. Setelah enam minggu kapasitas kandung kemih dapat menjadi normal,rendah, atau tinggi bergantung dari trauma bedah dan kualitas perawatan pascabedahyang terjadi. Hohenfellner pada tahun 1983 membagi gangguan ini menjadi 3 tipe gangguan.Pertama, terdapatnya lesi pada syaraf pelvik yang berkemih dalam keadaan normal.D a l a m keadaan i n i yang terkena syaraf parasimpatis saja ( m o t o r i k ) , b e r k e m i h dapatterjadi hanya dengan bantuan otot-otot perut dengan mengedan (Gambar 24-1).Kedua, lesi parsial pada pleksus pelvik menyebabkan kandung k e m i h yang hipertonik,compliance y a n g r e n d a h , d a n p e m b e n t u k a n u r i n r e s i d u ( G a m b a r 2 4 - 2 ) . K e t i g a , t e r j a d ilesi komplit dari pleksus pelvik yang menyebabkan kandung kemih atoni, i n k o m p e -tensia sfingter, dan hilangnya rasa ingin berkemih (Gambar 24-3).

GANGGUAN BERKEMIH PASCAOPERASI RADIKAL 315 1 \ _LJ 1 \ Li n- SI tiK n n M O S w it>i »Da^n 55 AA L J't Gambar 24-1. Tipe 1 A . Lesi terbatas pada syaraf motoriic (parasimpatiii) yang mempersyarafi kandung kemih, sensorik (simpatis), dan syaraf somatik motorik (syaraf pundendus) masih utuh.B. Sistometri menunjukkan kandung kemih atonik, dengan urin residu tidak ada kontraksi muskulus dentrusor. Sensorik masih ada, tetapi tidak dapat berkemih spontan.' LIJLL.Gambar 24-2. Tipe 2 A. Lesi parsial pada ganglion pelvik. Syaraf pundendus masih utuh dan otot-otot dasar panggul masih normal ( E M G ) . B. Sistometri menunjukkan kandung kemih hipertonik compliance obstruksi pada pengeluaran urin di kandung kemih dan terbentuk urin residu.'

316 PENATALAKSANAAN PEMBEDAHAN Gambar 24-3. Tipe 3 A. Lesi pada ganglion pelvik, kandung kemih menjadi atoni, sensorik terganggu, terjadi inkompetensia pada sfingter.B. Sistometri menunjukkan kandung kemih yang atoni dan penurunan tekanan pada uretra. Tabel 24-1. Disfungsi kandung kemih dan inkontinensia setelah histerektomi radikal^ Peneliti Tahun Disfungsi Inkonti- Gangguan (%) nensia (%) Sensasi ( % ) Articus 1980 Christ 1980 50 40 11 Forney 1980 29 24 13 Gaundez 1980 23 100 Manzi 1981 5-2 52 25 Carenza 1982 -— 27 45 Buchsbaum 1983 33 80 Sasaki 1986 21 Scotti 1986 — 17 Farquarson 1987 — 36 Ralph 1987 10 87 25 50 33 26 87 20 Tabel 24-1 memperlihatkan 1 1 % sampai 100% mengalami gangguan sensasi padakandung kemih, sedangkan 2 1 % sampai 87% mengalami disfungsi kandung kemih,dan 1 0 % sampai 5 2 % mengalami inkontinensia urin.' Hamada dkk. melakukanevaluasi urodinamik setelah histerektomi radikal mendapatkan penurunan lebih ber-

GANGGUAN BERKEMIH PASCAOPERASI RADIKAL 317makna fungsi kandung kemifi jika dibandingkan dengan kelompok kontrol.- Far-q u h a r s o n d k k . m e n d a p a t k a n 3 3 % m e n g a l a m i stress incontinence d a n 7 1 % p e n d e r i t adalam berkemih harus mengedan untuk berkemih.^ Radioterapi setelah operasimenyebabkan gangguan berkemih yang buruk jika tidak dilakukan radiasi. Tingkatradikalitas juga mempengaruhi gangguan berkemih.PENCEGAHAN TERJADINYA GANGGUAN BERKEMIHEvaluasi sebelum operasi merupakan hal penting untuk mendeteksi kelainan urologikseperti inkontinensia yang sudah ada sebelumnya. Tes urodinamik dapat mendeteksiadanya gangguan kandung kemih dan inkontinensia. Drainase yang efisien dapat m e -ngurangi cairan limfe dandarah menyebabkan penurunan terjadinya perlengketan danpembentukan jaringan ikat.'* Drainase kandung k e m i h juga direkomendasikan u n t u km e n c e g a h overdistension p a d a f a s e d i n i h i p e r t o n i k . P e m a k a i a n k a t e t e r d i a n j u r k a n .Pemilihan kateter transuretra atau suprapubik untuk i n iakan dibahas lebih lanjut.Pemakaian obat-obatan juga dilakukan untuk mengatasi gangguan berkemih setelahhisterektomi radikal. Kemp dkk. meneiiti penggunaan betanekol klorida (urekolin)mengurangi komplikasi disfungsi kandung kemih setelah histerektomi radikal, volumeurin residu normal dicapai lebih cepat 8 hari berbanding 13 hari.^ Hamada dkk. jugamendapatkan peningkatan kapasitas kandung k e m i h setelah diberikan terapi denganmabuterol.^ Penggunaan teknik operasi yang mengurangi denervasi kandung kemihjuga direkomendasikan. Kuwabara dkk. menggunakan stimulasi elektrik untukidentifikasi cabang vesikal d a nsyaraf pelvik saat operasi sehingga dapat dilakukanpreservasi syaraf yang menghasilkan penurunan bermakna dari gangguan berkemih.^Selain itu, penanganan komplikasi pada saat operasi, seperti hipotensi dan gangguankeseimbangan cairan, berpengaruh pula dalam mengurangi gangguan berkemih se-telah operasi.'PERBANDINGAN PEMAKAIAN KATETER SUPRAPUBIK D E N G A N KA-TETER TRANSURETRAGangguan berkemih setelah histerektomi radikal diatasi salah satunya dengan pe-masangan kateter pada kandung kemih. Pemakaian kateter ini masih merupakan halyang diperdebatkan dari segi lama pemakaian, jenis kateter, drainase melalui supra-pubik atau transuretra, kateterisasi yang dilakukan sendiri oleh penderita, dan berba-gai hal lain mengenai kateter. Penanganan yang diterima setelah operasi adalah m e n -cegah kandung kemih meregang berlebihan sehingga dianjurkan pemasangan kateterkontinu dipertahankan sampai 5 hari setelah histerektomi radikal. Selanjutnya, selama2 hari kateter diklem dan dibuka setiap 4 jam. Sementara itu, pada hari ke-8 kateterdilepaskan d a n dilaksanakan program kateterisasi intermiten dengan cara sebagaiberikut.

318 P E N A T A L A K S A N A A N P E M B E D A H A N• Penderita diberi m i n u m 400 - 500 m ldalam waktu 4 jam. Selanjutnya, penderita diminta untuk berkemih spontan dengan bantuan rangsangan stimulasi berupa m e - nepuk-nepuk daerah suprapubik dandaerah maedial paha sampai 10 menit. Bila penderita tidak berhasil berkemih spontan, dilakukan maneuver crede/vahava.• Kemudian dilakukan kateterisasi sampai kandung kemih kosong. U r i n yang keluar melalui kateter disebut urin residu. Kateterisasi intermiten i n i dilakukan setiap 4 jam (5kali sehari) dan dihentikan bila urin residu sekitar 50 - 100ml. Selanjutnya, dicari kemungkinan terjadinya infeksi dengan memeriksa kultur resistensi.'' Bila kateterisasi suprapubik digunakan, tidak perlu dilakukan kateterisasi berulang,tetapi cukup dengan membuka dan menutup kateter dengan menggunakan klem. Pe-makaian keteter suprapubik dilaporkan lebih baik jika dibandingkan dengan katetertransuretra, karena:• Angka terjadinya infeksi lebih kecil, sementara pemakaian kateter transuretra terus- menerus lebih dari 4 hari mencapai 100%, terjadinya infeksi setiap melakukan kateterisasi lebih kurang 1 % sampai 5%. Kateter suprapubik dapat menurunkan kejadian infeksi 50% sampai 75%.'• Memudahkan pelaksanaan bladder training tanpa harus melakukan kateterisasi in- termiten dalam menghitung urin residu. Adapun kekurangan penggunaan kateter suprapubik yaitu meningkatkan waktuoperasi dan menimbulkan trauma pada kandung kemih, fistula vesikokutan, dan her-niasi.8.9,10 Gambar 24-4. Cara memasukkan kateter suprapubik untuk drainase kandung kemih pada saat laparotomi.*

GANGGUAN BERKEMIH PASCAOPERASI RADIKAL 319CARA PEMASANGAN KATETER SUPRAPUBIKPosisi pasien Tredelenburg. Kandung l^emih diisi dengan 400 cc N a C L 0,9% melaluiurutan kateter transuretra dan diklem. Selanjutnya, trokar dengan arah 30° ditusukkanke kandung kemih, kemudian pasang/o/ej' kateter no. 12 atau 14, dikembangkanbalonnya, dan selanjutnya dipasang drain. Cara perawatan setelah operasi selesai ada-lah perawatan luka pada kulit. Cara melepasnya yaitu dengan mengosongkan balonkateter dan menariknya ke luar. Kemungkinan masih terdapat kebocoran selama 24jam pertama.\"RUJUKAN 1. Ralph G , Tamussino. Lower urinary tract dysfunction after radical abdominal hysterectomy. In: Burghardt, ed surgical gynecology. New York, 1996: 632-6 2. Hamada K, Kihana T, Kataoka M, et al. Urinary disturbance after therapy for cervical cancer: Urodyna- mic evaluation and B2-agonist medication. Int Urogynecol J , 1999; 10: 365-70 3. Farquharson D I M , Shingleton H M , O R R JW, Hatch K D , Hester S, Soorj SJ. The short term effect of cervical hysterectomy on urethral and bladder function. Br J Obstet Gynaecol, 1987; 94: 351-7 4. Petri E . Bladder dysfunction after intra abdominal or vagina surgery. In: Rosterguard P ed. Urogyne- cology and urodynamics theory and practice. Baltimore: Williams and Wilkins, 1996: 609-15 5. Kemp B, Kitschke HJ, Goetz M, Heyl W. Prophylaxis and treatment of bladder dysfunction after Wertheim-Meigs operation: The positive effect of early post operative detrusor stimulation using the cholinergic drug betanechol chloride. Int Urogynecol J, 1997; 8: 138-41 6. Kuwara Y, Suzuki M, Hashimoro M, Furugen Y, Yoshida K, Mitsuhashi N . New Method to Prevent Bladder Dysfunction after Radical Hysterectomy for Uterine Cervical Cancer. J Obstet Gynecol. Res. 2000; 26: 1-8 7. Jatim N M . Program kateterisasi interiniten. Jakarta, F K U I , 1985. Tinjauan Pustaka 8. Bump RS. Cundiff G W Comphcation of suprapubic catheterization. In: Rostergard D, ed Urogyne- cology and urodynamics theory and practice. Baltimore: Williams and Willkins, 1996: 604 9. Mehta A , Makris A, Saad A, Cavagkan PS. Incisional hernia after suprapubic catheter insertion. BJU International 1999; 84: 526-710. Lobel WR, Saud PK. Incisional hernia after suprapubic catheterization. Obstet Gynecol, 1997; 89: 844-611. Nelson H J , Morgan L . Manual of basic pelvic surgery. New York, McGraw Hill Inc, 1994: 145


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook