Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Bab 4. Clinical Guidelines dan Hukum

Bab 4. Clinical Guidelines dan Hukum

Published by haryahutamas, 2016-08-03 04:21:11

Description: Bab 4. Clinical Guidelines dan Hukum

Search

Read the Text Version

CLINICAL GUIDEI.'NES DAN HUKUM Di luar negeri sudah lama timbul istilah \"clinical guidelines\" yangterkait dengan praktek kedokteran. Apa yang dimaksudkan denganistilah itu ? Apa status legal dari guidelines itu ? Guidetines adalah suatu Pedoman kerja yang disusun dari hasilpenelitian (Evidence-based Medicine) dan pilihan yang terbaik dalamcata-cata berpraktek yang kemudian ditentukan sebagai Pedoman.Pedoman ini kemudian dipakai sebagai ukuran benar tidaknya suatucara kerja pemberian pelayanan medik. sekarang menjalani praktek medik sudah diatur dalam berbagaiketentuan dalam bentuk protokol, kebijakan praktek, clinical guide-/rnes dan kode praktek. (BMJ 1995; 311:1517-1518, (9 December) Tak diragukan bahwa Evidence based medicine (EBM) sebagaiGuidelines telah memberikan suatu pedoman yang paling dapatdipercaya kepada manajemen medik dan bidang Hukum Medik.lstilah 'evidence' yang diterjemahkan sebagai 'bukti ilmiah' secaraumum adalah sebuah konsep yang sangat penting dalam setiappraktek dan yang mengenai hal-hal berkaitan dengan persoalannya.Jika ditinjau dari sudut semantik, maka istilah 'evidence' memuat suatulpendekatan kearah suatu gabungan pengertian antara: kepercayaan,persepsi dan pengertian (belief, perception and understanding)' Evidence yang di dalam skope pelayanan kesehatan me-- -makai kata gabungan'evidence-based' itu mengarah kepada penun-jukan suatu informasi yang didasarkan atas observasi yang dapatdipercaya, inferential, atau eksperimen yang fungsinya menahan ataumenolak klaim-klaim atau kepercayaan tentang kebenaran sesuatu.Kontribusi yang diberikan adalah penekanannya terhadap tingkatanhirarki dari bukti-bukti yang dipercaya yang konklusinya berkaitan 49

dengan bukti-bukti berdasarkan eksperimen yang dapat dipercaya.Dengan demikian maka ia akan memperoleh kredibilitas lebihdaripada konklusi yang didasarkan atas bukti-bukti yang lainnya. Tingkat nilai kepercayaan dari Clinical Guidelines (PedomanStandar Klinik) itu sendiri yang dibentuk berdasarkan atas penelitianevidence-based medicine (EBM) juga masih sangat tergantungkepada penyortiran dan interpretasi tentang arti 'best evidence' yangpada umumnya sangat bervariasi dalam kualitas dan kredibilitas.Terdapat suatu ketegangan antara testes yang bersifat deskriptif darikelalaian medik yang berakar pada praktek secara umum (das Sein)dan tes-tes yang bersifat normatif yang memfokuskan dirinyaterhadap apa yang seharusnya dilakukan (das Sollen). Jika dasar sebagai pembuktian dan efektivitas klinik dari Clinicalguidetines masih bisa dipertanyakan, lalu bagaimana dengan statuslegalnya ? Apakah para dokter yang menyimpang dari PedomanStandar Klinik dapat lebih dianggap sebagai kelalaian jika pasiensampai menjadi menderita rugi (harm) karenanya ? Sebaliknya jikasudah sesuai dengan guidelines, apakah tenaga kesehatan itu jugaakan memperoleh perlindungan terhadap gugatan hukum ?Di United Kingdom penilaian dengan memakai tolok-ukur'Bolam test'masih berlaku yang mengatakan bahwa :\"seorang dokter tidak bersalah terhadap kelalaian apabila ia telahbertindak sesuai dengan suatu praktek yang sudah diterima baik olehsuatu badan medik yang bertanggungjawab dan terdiri atas paradokter yang pandai dalam bidang tersebut\".Untuk sekian lama sejak tahun 1957 keputusan hakim atas kasus\"Bolam v. Friern Hospital Management Committee\" bertahan sebagaiyurisprudensi tetap (lihat dibawah).Bolam v. Friern Hospital Management Gommittee (1957) Bolam prinsip ini adalah pedoman untuk menilai tanggungjawabdokter dalam menegakkan diagnosis, pemberian pengobatan dannasihat kepada pasien.50

Tes \"Bolam\" ini adalah untuk memberikan jawaban dan ukuranuntuk memastikan apakah di dalam suatu kasus terdapat kelalaianmedik atau tidak. Seorang dokter disyaratkan harus bisa men-jalankan profesinya menurut kepandaian seorang dokter yang wajardi dalam bidangnya. Tes atau tolok-ukur standar profesi dokteradalah harus sesuai dengan pendapat medik dari aliran mazhabmedik yang bertanggung jawab (responsible body of medicalopinion). Standarnya adalah dari kolega teman sejawat sendiri. Di dalam kasus Bolam ini ternyata terdapat dua buah opiniyang bertentangan. Dan tes legal yang ditetapkan menjadi masalahpula di kalangan pendapat medik. Di dalam contoh kasus Bolam inipertanyaan secara konkrit adalah: Apakah kepada pasien yanghendak dilakukan ECT (electro-convulsive therapy) harus diberi obatpenenang atau tidak ? Apabila tidak diberikan penenang : apakahharus diusahakan pencegahan fisik untuk meredam gerakankonvulsif dari pasien sewaktu tindakan dilakukan ? \"seorang dokter tidak bersalah karena kelalaian, apabila iabertindak sesuai dengan praktek yang telah diterima baik oleh suatualiran mazhab yang terdiri atas orang-orang terdidik yang ber-tanggung-jawab dalam ilmu tersebut.... sebaliknya, seorang dokterjuga tidak dianggap lalai apabila ia bertindak sesuai dengan suatupraktek apabila terdapat suatu aliran yang pendapatnya berlainan\".(A doctor is not guilty of negligence if he has acted accordance with apractice accepted as proper by a responsible body of medical menskilled in that pafticular aft.. .. Putting in the other way round, a doctor isnot negligent if he is acting in accordance with such a practice, merelybecause there is a body of opinion which takes a contrary view).It must be remembered that there may be one or more peffectlyproper standards; and if a medical man conforms with one of fhoseproper standards then he is not negligent ... ....). Hakim dalam kasus Bolam mengakui adanya dua atau lebihaliran mazhab yang berkenaan dengan pemberian pengobatan yangbenar. Dengan demikian para dokter dapat meniadakan suatu gugatankelalaian, jika ia telah bertindak sesuai suatu pendapat aliran mazhab 51

lain yang bertanggungjawab dari kelompok dokter yang berpendapatlain itu. Prinsip Bolam ini kemudian telah menuai banyak kritik.Dianggap telah terlampau banyak melindungi profesi dokter sehinggahanya sedikit menyisahkan kemungkin bagi pasien untuk menentukanadanya kelalaian. Antara mana Pengadilan Australia telah meng-anggap bahwa profesi medik seharusnya lebih dapat dimintakan per-tanggungjawabannya kepada pasien yang sampai menderita kerugianakibat tindakannya itu (Malcolm, DF.K. \"The Hight Court and lnformedConsent: The Bolam Principe Abandoned\" (July 1994) Torts Law Review81, at p. 83). Maka standar praktek dokter tidak lagi merupakan suatupenilaian medik (medicaljudgment) tetapi menjadi penilaian hukum.Maka dimulai tahun 1993 timbul tandingannya pada kasus: \"Bolitho v. City & Hackney HA\" yang mengatakan bahwa :\"lt is not enough for a defendant to call a number of doctors to saythat what he had done or not done was in accord with acceptedclinical practice. lt is necessa4l for the Judge to consider thatevidence and decide whether that clinical practice puts the patientunnecessa rily at risk\". Standar klinik pelayanan pengobatan yang disyaratkan olehhukum adalah guidelines dari suatu aliran mazhab dokter yangbertanggung jawab seperti halnya peran keterangan saksi ahli diPengadilan. Pada umumnya sebagai bukti dari standar pemberianpengobatan yang diterima, maka seorang saksi dapat mengajukan-nya sebagai protocol atau guidelines, tetapi mereka tidak dapatdisamakan atau disejajarkan dan diperlakukan sebagai penggantisaksi ahli. Hal ini karena - menurut keterangan yang diberikan -terhadap 'guidelines' tertulis tersebut tidak dapat diajukan cross-examination, sehingga mereka hanya diklasifisir sebagai bukti tidaklangsung (hearsay evidence). Dengan demikian maka Pengadilan dilnggris tidak dapat langsung memutuskan apakah suatu hal dapatditerima baik hanya dengan memakai dan merujuk kepada guidelinesItersebut. (BMJ. 1b95;311:1517-1518, December : Clinical guidelinesand the Law)52

Dalam keadaan demikian maka Pedoman Standar Klinik tidaksecara penuh merupakan standar legal dalam pemberian pelayananklinik, namun setidaktidaknya ia dapat memberikan suatu ukuran(benchmark) yang dapat dipakai dalam mempertimbangkan dan me-nilai suatu sikap-tindak klinik. Namun 'pedoman standar klinik' itusendiri secara terus-menerus akan berhadapan dengan paham yangberlainan tentang penilaian evidence yang s\karang ada (Sfate of theArt) dan dibandingkan dengan evidence yang pada saat dibuatnyamasih berlaku. Biar bagaimanapun proses pengembangan'evidence-based' tersebut terjadi, namun di dalam penerapannya khusus terhadapsuatu kasus tertentu kadangkala masih akan sukar dilaksanakan. MakaPedoman Standar Klinik itu hanya dapat berarti sebagai suatuperintah yang bersifat umum saja. Namun General Medical Counciltelah mengumumkan bahwa para dokter harus secara normal meng-ikuti pedoman tersebut.Kelalaian (neg ligen ce)Sebagaimana diketahui bahwa apa yang dinamakan kelalaian medik(medical negligence) adalah ketentuan legal yang terdiri atas 3 unsur:(1) Terdapat hubungan antara dokter dan pasien,(2) Dokter itu telah melanggar kewajibannya, karena tidak me- menuhi standar pemberian pelayanan,(3) Pelanggaran ini telah menyebabkan pasien menderita kerugian (harm) yang sebenarnya dapat dibayangkan dan secara wajar dapat dicegah. Evidence-based guidelrnes dapat mempengaruhi unsur ked.ua(2), yaitu dengan cara bagaimana pengadilan itu mengadakanpenilaiannya. Sebagaimana dikatakan di atas, bahwa dalam commonlaw terdapat ketegangan antara (1) tes yang bersifat deskriptif darikelalaian medik yang mengukur sikap-tindak yang dilakukan di dalampraktek, dan (2) tes normative yang mengfokuskan diri terhadap apayang seharusnya dilakukan. Yang pertama secara umum meng-anggap cara menjalankan praktek professional adalah yang sudahditerima dan berdasarkan standar legal. Sedangkan yang terakhir 53

mengizinkan standar-standar yang ditentukan dengan criteria lain,sepeti yang ditetapkan di dalam pernyataan untuk 'good practice'atau pedoman yang berdasarkan'evidence-based'' lstilah 'Kelalaian'adalah suatu istilah hukum, suatu doktrin legalyang harus ditafsirkan piula dari sudut hukum juga. Di dalam suatukasus pada tahun 1974 Hakim menunjukkan bahwa Pengadilan bisa-saja berpendapat bahw.a bertentangan dengan kebiasaan (customary)dan bertentangan pula dengan standar 'evidence-based'- meng-anggap adanya suatu kelalaian. Dalam hal yang menyangkut pem-berian pengobatan pengadilan memang mempunyai yurisdiksi untukmenentukan standar pemberian pengobatan, Namun jika merekajuga menggunakan wewenangnya tersendiri juga jarang tanpa suatutes praktek yang dilakukan secara umum. Suatu contoh konkritmungkin akan memperjelas persoalannya, yaitu dalam kasus :Helling v. Carey (19741 Dua orang dokter spesialis mata digugat karena tidak mendiag-nosiskan glaucoma terhadap seorang pasien wanita (32) sebelum iasampai kehilangan penglihatannya. Kedua-dua dokter telah seringkalimemeriksa pasien ini dalam jangka waktu 9 tahun untuk pemeriksaanrefraksi mata dan contact lensnya. Suatu testimony akhli yang diberikanuntuk kedua dokter mata menyatakan bahwa adalah standar untukprofesi ini untuk tidak mewajibkan pengetesan tekanan mata untukglaucoma terhadap pasien dibawah 40 tahun. Pengadilan pertamamemutuskan sesuai dengan testimony yang diberikan, yaitu standarpraktek yang secara profesionil berlaku seperti tercantum dalampedoman yang dibuat oleh asosiasi profesi mata. Namun SupremeCourt of the State of Washington membatalkan keputusan yangdiberikan oleh pengadilan pertama. Dikatakan bahwa \"dengan me-ngenyampingkan standar profesi ophtalmologis menurut ke-tentuan hukum ... maka standar wajar yang seharusnya diikuti .'.adalah secara tepat waktu dilakukan tes penekanan mata yangsederhana dan tidak berbahaya ini\".(\"lnespective of the standards of the ophthalmology profession .... as amatter of law .. the reasonable standard that should have beenfottowed ... was the timely giving of this simple, harmless pressure test')54

Akibat dari rasio dari keputusan ini berarti bahwa dimasukkanpandangan bahwa pasien dibavrah umur 40 tahun juga harusmemperoleh perlakuan yang sama seperti pasien yang lebih tuaadalah karena prevalensi glaucoma tinggi seperti diberikan skriningdengan tonometri. Keputusan ini pada waktu itu bersifat sangatkontroversial, karena jumlah untuk mendeteksi satu kasus glaucomapada usia muda dikalkulasikan jumlahnya menjadi 25.000 dengansebagian besar akan memberikan false positive. Biaya yang sangatbesar perlu dilibatkan yang disebabkan karena penggantian standarkebiasaan medik dengan standar hukum. Keputusan Supreme Courtdari Washington ini memberi gambaran cara bagaimana pengadilandi dalam yuridiksi common /aw bisa menentukan standar pemberianpelayanan pengobatan dan juga dalam hal skrining.Granley v. Medical Board of Western Australia, 1990 Seorang dokter umum dipersalahkan telah berbuat 'misconduct',karena ia telah memberi resep Diazepam injeksi kepada para pe-makai heroin. Hal ini bertentangan dengan rekomendasi Australianmethadone guidelines. Peradilan pertama telah menyalahkan dokter ini terhadap\"infamous and improper conducf'| Namun keputusan ini kemudiantelah dibatalkan oleh Supreme Court of Western Australia, sesudah iamendengar bahwa terdapat suatu aliran pendapat medik minoritasyang menyokong pemberiannya terhadap pemakai opiates dalamrangka pengurangan'harm' dan yang telah diikuti Cranley. Di dalarnkasus ini Pengadilan berpendapat bahwa dapat diakuijuga suatu carapraktek yang dipakai di luar negeri dan dapat diterima oieh hukum. Dengan demikian maka kesimpulannya adalah bahwa terhadap'Guidelines' tersebut dapat diajukan di Pengadilan oleh para saksiahli sebagai bukti diterimanya standar pemberian pengobatan.Namun masih belum dapat diterima sebagai pengganti legal darikesaksian akhli itu sendiri (experl testimony). Mengapa demikian ?Karena terhadap 'guidelines' itu tidak dapat dilakukan cross-examination, maka ia hanya dapat diperlakukan setingkat bukti tidaklangsung (hearsay). Faktanya adalah bahwa guidelines tidak dapat 55

menegakkan otoritasnya atau menunjang pendapat terhadap suatusituasi di depan pengadilan. Dengan demikian, maka istilah 'evidence-based, tidak menunjukkan adanya suatu tolok-ukur pembuktian yangmutlak atau juga suatu konsep baru yang penting. Kunci dari kontri-busi EBM terletak pada ranking kredibilitasnya terhadap pembuktianyang masih tergantung kepada faktor bisa yang mempengaruhi pe-ngumpulan data dan interpretasi. Situasi dewasa ini dapat dirumus-kan guidetines sebagai pembuktian ahli tentang praktek yang dapatditerima. Dengan demikian dapat disimpulkan: bahwa EBM menentukansuatu standar normatif, Sehingga suatu penyimpangan daripadanyaharus memberikan penjelasan. EBM tidak secara aktuil menentukanstandar legal untuk pelayanan klinik, namun ia setidak-tidaknya mem-berikan kepada pengadilan suatu tolok-ukur (bench-mark) yang dapatdipakai dalam menilai sikap-tindak klinik. (Hurwitz, B.) ooOoo56


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook