BAB 2SISTISERKOSIS DAN NEUROSISTISERKOSIS Sri S. Margono dan Magdalena L. J. HerjantoPendahuluanrQrJeyjaaiktu dahulu kala, zaman Hippocrates cacing gelembung babi lawa cysticercus cellulosae sudah diketahui terdapat didalam daging babi akan tetapi belum jelas hubungannya dengan bentukdewasanya yaitu Taenia solium, cacing pita yang ditemukan di dalamusus manusia. Pada tahun 1782 Goeze, Aristophane dan Aristotelesmelukiskan stadium sistiserkus pada lidah babi hutan. Pada tahun 1855-56 KUchenmeister memberikan sejumlah sistiserkus kepada seorangterpidana untuk dikonsumsi dan kemudian empat bulan setelah diinfeksididapatkannya cacing dewasa. Gessner yang pertama kali menemukaninfeksi dengan sistiserkus pada manusia pada tahun 1558. Penyakitini adalah kosmopolit, terutama di daerah-daerah dengan kebiasaanmemelihari babi dan juga makan daging babi yang kurang matang.Derajat endemisitas sistiserkosis ditentukan oleh faktor sosioekonomitermasuk tingkat higiene dan pendidikan masyarakat.Neurosistiserkosis yang disebabkan stadium sistiserkus T. soliumdiduga merupakan penyebab terbesar di antara penyakit serebral dibanyak negara sedang berkembang dan endemis pada negara di manatidak ada pengawasan yang efisien dan terus menerus terhadap dagingbabi.123 Selain itu juga merupakan penyebab terbesar dari acquiredepilepsy di dunia, terutama di Afrika, Asia dan Amerika Latin. Distribusipenyakit ini di dunia luas, di mana prevalensi sistiserkosis serebri relatiftinggi pada negara yang mempunyai frekwensi tinggi infestasi intestinaldengan cacing dewasa Taenia solium.a Taenia solium cysficercosismerupakan salah satu di antara kelompok emerging and reemergingparasitic diseases di seluruh dunia.Di lndonesia gejala kelainan otak terutama berupa kejang terbuktisecara patologi-anatomis disebabkan sistiserkus selulosae, telahdilaporkan di Papua (lrian Jaya) pada tahun 1978.s Dikatakan bahwasejumlah babiyang terinfeksi mungkin berasaldari Baliyang dibawa kePapua, di mana sebelum tahun 1970 tidak pernah ada sistiserkosis dipulau tersebut.o Hal ini merupakan masalah kontroversial dengan teori
I DASAR PARASITOLOGI KLINIKyang mengemukakan bahwa mungkin bukan babi, melainkan tentarayang berasal dari Bali yang membawa penyakit ini ke lrian pada zamanpertempuran dengan Belanda. Kini, khususnya di Bali sukar ditemukansistiserkosis lagi. Kebanyakan kasus yang sekarang ditemukanadalah kasus berumur lanjut, dengan infeksi didapatkannya pada usiamuda. Di lndonesia selain di lrian Jaya kasus sistiserkosis dilaporkandari Surabaya, Bali dan Jakarta.5'7-8 Dengan demikian di lndonesiasistiserkosis adalah penyakit yang perlu mendapat perhatian terutamadi berbagai daerah dan komunitas dengan penduduk nonmuslim.Gb. 18. Sejumlah kista sistiserkus Gb. 19. TelurTaenia, selulose T. solium yang bentuk infektif dari tinja diekstirpasi dari daging babi, manusia.Gara lnfeksi Manusia mendapat infeksi sistiserkosis bilamana telur f sofiumtertelan. Selain heteroinfeksi kemungkinan cara infeksi adalahautoinfeksi, berarti selain manusia dapat terinfeksi telur yang berasaldari orang lain, juga bisa terinfeksi dengan telur yang berasal dari diri-sendiri.e Ada tiga cara manusia terinfeksi dengan sistiserkosis. Carainfeksi yang pertama adalah bilamana mengkonsumsi makanan atauminuman yang terkontaminasi tinja penderita taeniasis solium yaitupenderita yang mengandung cacing dewasanya.e'10 Cara kedua adalahtransmisi per oral dengan perantaraan tangan kotor penderita yangtercemar telur cacing dan cara ketiga adalah bila terjadi peristalsis balikusus sehingga proglotid yang terdapat di dalam usus halus masuk kedalam lambung, mengalami disintegrasi, keluar telur yang melepaskanonkosfer yaitu larva dengan tiga pasang kait. Dengan menggunakan2841 :
kait larva onkosfer menembus usus, masuk ke dalam pembuluh darahportal dan saluran limfa sehingga tersebar ke seluruh badan. Sel-seldi bagian tengah larva mencair sehingga terbentuk ruang berisi cairandan di dalam dinding terjadi invaginasi kecil dengan skoleks (kepala),kait dan batil isap. Pada manusia larva sistiserkus terutama ditemukandi dalam jaringan subkutan, otak, mata, otot, jantung, hati, paru danperitoneum. Gejala-gejala berat ditemukan bilamana sistiserkusterutama ditemukan di dalam otak, sehingga menyebabkan neuro-sistiserkosis.ll-12Patologi dan Patogenesis Cacing dewasa T. solium menyebabkan taeniasis solium. T. solium,bentuk dewasa hidup di dalam usus halus dan hanya menyebabkanperadangan lokal minim karena iritasigesekan tubuhnya dengan dindingdalam usus dan adanya kait pada skoleks. Besar sistiserkus di dalamtubuh hospes tergantung pada umur dan lokasi. Di dalam jaringansubkutan ditemukan kista, sebesar kacang tanah, padat, lonjong, terababila kulit dipalpasi, berwarna putih, opalesen. Di dalam jaringan yanglebih padat ukuran kista lebih kecil. Di sekitarnya terjadieksudat denganinfiltrasi limfosit sehingga kemudian terbentuk kapsul berupa jaringanikat. Sebagian kista yang mati mengalami kalsifikasi.ll-12Gejala Klinik Gejala klinik sistiserkosis terutama timbul bila kista terdapat didalam susunan saraf. Bila terjadi serangan epilepsi pada pasien yangtidak mempunyai riwayat epilepsi dalam keluarganya, maka harusdipikirkan kemungkinan sistiserkosis, khususnya di daerah endemis.Apabila kista ditemukan dalam otak, gejalanya dapat disebabkankarena invasi larva ke dalam jaringan otak atau oleh karena kematianorganisme yang merangsang reaksijaringan sekitar larva. Lokasi kistadi dalam otak biasanya di parenkim, namun dapat juga di selaput otak,ruang subarahnoid, ruang ventrikel serta medulla spinalis. Di ruangsubarahnoid dapat ditemukan kista yang besar, sampai lebih dari1O cm.11-13 Pada lebih dari 70% kasus timbul kejang, yang biasanyabermula sebagai kejang yang parsial namun kemudian pada umumnyamenjadi kejang total. Bilamana kista ditemukan di dalam parenkimselain kejang juga ada defisit saraf fokal. Gejala-gejala pada penderitasistiserkosis meningial antara lain adalah sakit kepala, vertigo, muntahdan papiludem, serta kadang-kadang kesadaran menurun. Padaneuro-sistiserkosis intraventrikular, yaitu pada 5-10% total kasus, dapat
I DASAR PAMSITOLOGI KLINIKterjadi hidrosefalus dan kenaikan tekanan intrakranial naik. Kadang-kadang ada gejala-gejala seperti dementia atau parkinsonisme. Padaanak dengan infeksi berat dapat terjadi ensefalitis. 13 Gb.20. Autopsi penderita sistiserkosis serebri: kista-kista T.solium pada permukaan otak. Sumber: Dr Gunawan Tjahyadi, SpPA Departemen Patologi Anatomik FKUI JakartaDiagnosis .Semula diagnosis sistiserkosis terutama berdasarkan pengamatanklinik, radiografi dan esei serologi yang masih menggunakan antigen tidakspesifik. Kemudian dikembangkan antigen glikoprotein spesifik terhadapsistiserkosis dan pemakaian pada imunoblot yang mempunyai sensitivitasdan spesifisitas tinggi sehingga tampak lebih jelas dampak sistiserkosisyang ternyata jauh lebih luas daripada yang diperkirakan semula.la Berdasarkan gejala klinik bila ditemukan penderita dewasa denganserangan epilepsi yang pernah makan daging babi mentah atau kurangmasak, maka perlu dipikirkan kemungkinan sistiserkosis. Di samping itumungkin juga penderita mempunyai benjolan-benjolan di bawah kulit yangperlu dicari dengan cermat di seluruh tubuh. Benjolan-benjolan ini padaperabaan letaknya agak dalam, lunak dan difus. Diagnosis pasti adalahdengan biopsi benjolan tersebut. Setelah tersedia CT-Scan dan MRI diagnosis neurosistiserkosis lebihsering ditentukan di Bali15-16. Pemeriksaan CT-Scan dapat digunakanpada otot dan otak yang mengalami perkapuran. Pada mata larva dapatditemukan dengan oftalmoskop.17 Untuk keperluan program penanggulangan sistiserkosis, perlutes serologi yang cepat, tepat dan sederhana untuk mengidentifikasipenderita sistiserkosis karena mereka adalah sumber infeksi sehinggaperlu langsung diterapi. Tes serologi yang dapat digunakan ialah tesfiksasi komplemen dan hemaglutinasi. Selanjutnya tes serologi, ELISA39;
dan imunoblot, dengan memakai native glycoprotein, yang bergabungdengan glikoprotein murni dan antigen rekombinan telah digunakanuntuk sistiserkosis Taenia solium pada manusia dan babi. Tehnik ini telahdilakukan pada anjing di daerah yang sangat endemik sistiserkosis di lrianJaya.ls Selain itu pemeriksaan ELISA dapat digunakan untuk skrining didaerah endemik untuk mengetahuiadanya taeniasis pada manusia. Jugauntuk mengetahui gejala subklinis karena sistiserkus atau reaksi silangdengan infeksi parasit yang lain. Hal ini telah dilakukan di New Guinea,Mikronesia dan beberapa negara diAsia Tenggara.le Salah satu esei penapisan yang baru dikembangkan untuk digunakandi lapangan adalah tes magnetik imunokromatograf, untuk mendeteksiantibodi taeniasis T. solium dan antibodi neurosistiserkosis. Denganmenggunakan dua macam protein rekombinan ternyata kedua tes inimempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.20 Pada kelompok anak yang menderita neurosistiserkosis yang masihaktif ditemukan tumor necrosrs factor-a (TNF-o) dengan nilai tinggi padacairan serebrospinal. Nilai interleukin (lL)-6 akan lebih tinggi bila infeksiterjadi di ruang subaraknoid.2lDiagnosis Banding Di dalam otak sistiserkus, seperti penyakit SOL (space occupyingteslon) lain menimbulkan gejala-gejala sesuai dengan lokasinya.Misalnya bila ditemukan di dalam korteks serebri dapat terjadi kejangepileptik. Tuberkuloma, tumor, hidatidosis, penyakit jamur menahun, tokso-plasmosis, neurosifilis dan penyakit parasit lainnya dapatdipertimbangkanpada diagnosis banding. 12Pengobatan Ada beberapa hal yang perlu diingat pada waktu menentukanpengobatan neurosistiserkosis yaitu lokalisasi, viabilitas dan jumlahlesi. Beberapa tehnik digunakan untuk pengobatan neurosistiserkosis.Kombinasi terapi termasuk kemoterapi, pengobatan terhadap peradang-an dan kadang-kadang operasi.e Pengobatan peflu disesuaikan dengangejala-gejala yang ditemukan. Pada pasien dengan kejang epileptikdi beri obat antikonvu lsi. Udem serebral terkontrol den gan korti kosteroid.Penderita dengan gejala-gejala yang disebabkan kista multipel yangviabel di dalam parenkim otak sebaiknya diberikan albendazol.Al bendazol j uga diberi kan pada neu rosistiserkosis ekstraparenkim yangdengan pembedahan tidak mungkin disembuhkan dengan sempurna.
I DASAR PARASITOLOGI KLINIK Kini obat pilihan adalah albendazol untuk neurosistiserkosis, meskipun prazikuantel cukup berhasil. Allbendazol diberikan sebanyak 800 mg tiaphari ditambah 6 mg deksametason tiap hari selama 10 hari. Antara hari kedua sampai kelima setelah kemoterapi timbul eksaserbasi gejala-gejalasaraf yang disebabkan radang lokalkarena kematian parasit. Bersamaandengan albendazol atau prazikuantel diberikan terapi kortikosteroiduntuk menghindari terjadinya udem dan hipertensi intrakranial. Denganpemberian kortikosteroid gejala demam, sakit kepala, nausea, muntah,meningismus dan peningkatan tekanan intrakranial dapat dikurangi. Prazikuantel beri nteraksi dengan steroid, fen itoi n dan karbamazepi nyaitu menurunkan konsentrasinya di dalam serum, sedangkan albendazollebih berhasil menyusup ke dalam cairan serebrospinal, konsentrasinyatidak terpengaruh bila diberikan bersama-sama steroid dan juga lebihm u rah d ibandingkan dengan prazikuantel.22 23 Penyembuhan sempurna dihasilkan dengan pengeluaran kista solitermelalui pembedahan, akan tetapi ekstirpasi kista tidak dapat dilakukanbilamana ditemukan kista multipel. ,u . Pada kejadian sistiserkosisvesikular yang mengakibatkan hidrosefalus dibuat v entriculoperitonealshunt. Perlu ditambah terapi spesifik terhadap kista, supaya shunt dapatbertahan lebih lama.25'Pencegahan Sistiserkosis merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakatyang berpengaruh langsung pada ekonomi yaitu pada industriyang mengolah daging babi terutama di negara berkembang. Perlupengawasan pemotongan daging babiyang ketat, penyuluhan kesehatandan yang sangat penting adalah peningkatan higiene peroranganserta kesehatan lingkungan sehingga tidak teryadi kontaminasi tanahdengan tinja. Sarana sanitasi perlu diperluas dan ditingkatkan, sehinggamemadai. 7,e,12-14 Vaksinasi terhadap Taenia solium sistiserkosis pada babi telahdilakukan paralel seperti pada Taenia oyis dan Taenia saginata. Babidapat diproteksi terhadap kemungkinan infeksi dengan vaksinasi dariberbagai ekstrak yang tidak hidup yang berasal dari parasit, denganantigen onkosfer menyebabkan terjadinya proteksi dengan kadartertinggi.26 Babi dengan sistiserkosis yang diberi pengobatan dosistunggal oksfendazol dapat diproteksi terhadap infeksi baru paling sedikit3 bulan.27 Penyebaran penyakit sistiserkosis ke daerah lain terjadi karenamobilitas penduduk ke daerah lain yaitu untuk tujuan dagang dan,891 :
transmigrasi penduduk dari daerah yang telah terkontaminasi. 2sAspekgaya hidup, agama dan sosio-ekonomi adalah hal-hal penting yangmenyebabkan endemisitas tetap tinggi di daerah tertentu.Contoh Kasus Tjahjadi dkk. (1978).5 melaporkan satu kasus sistiserkosis serebriyang dibuktikan dengan diagnosis histopatologik pada autopsi penderitadi lrian Jaya (Papua). Seorang laki-laki, umur 35 tahun, masuk rumahsakit di Enarotali, Paniai, lrian Jaya karena menderita luka bakar beratpada kaki. Gejala kejang dideritanya selama empat bulan sebelummasuk rumah sakit. Kakinya terbakardi apiyang dinyalakan di rumahnyaselama malam hari berhubung hawa dingin di pegunungan. Lukabakar tingkat tiga sampai empat terdapat pada tungkai bagian bawah.Kejadian ini tidak diingat penderita karena dia tidak sadarkan diriwaktukakinya ditarik dari bara apidan mengalami amnesia mengenai kejadiantersebut. Tidak ada gejala saraf lain dan tidak ditemukan benjolansubkutan. Pemeriksaan rutin di laboratorium menghasilkan jumlah seleosinofil hanya 27o, sedangkan di dalam tinja hanya ditemukan telurAscan3 lumbricoides. Hasil rutin darah dan urin lain tidak menunjukkankelainan. Amputasi dilakukan di bawah lutut, akan tetapi setelah sadardari anestesi mengalami sesak nafas. Keadaannya semakin parah dankerpudian meninggal 18 jam setelah operasi. Pada otopsi seluruh otak diangkat, kemudian dikirim dan diperiksadi laboratorium Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran Universitaslndonesia. Pada permukaan serebrum yang dibelah ditemukan benjolankista sangat banyak dan tersebar luas di kedua hemisfer serebrum,dengan diameter berukuran 2 sampai4 mm diameter. Kista mengandungcairan jernih dan dindingnya tampak sebagai membran tipis, mengkilatdan benvarna abu-abu Gb.20. Gambaran histopatologik bervariasi yaituantara lain ditemukan dinding kista terdiri atas jaringan otak denganinfiltrasi limfosit dalam jumlah sedikit sedangkan pada dinding kista lainditemukan fibrosis yamg signifikan dengan reaksi radang granulomatusyang hebat. Pada salah satu kista ditemukan potongan skoleks denganbatil isap sedangkan terdapat kait-kait kecil yang sangat refraktil. Didaerah lndia Utara pernah dilakukan penelitian disuatu masyarakatpedesaan untuk menentukan prevalensi neurosistiserkosis (NCC) padasekelompok penderita epilepsi aktif (AE) dan juga mengidentifikasifaktor-faktor risiko. Data demografi dan sosioekonomi terkumpul dari1640 penderita yang berasal dari 294 keluarga yang tinggal di 30desa. Kelompok penderita epilepsi aktif didapatkan dengan melakukan
I DASAR PAMSITOLOGI KLINIKsurvei dari rumah ke rumah. Diagnosis ditegakkan dengan kriteriaklinik, imunologi, MRI kepada (brain magnetic resonance imaging)dan epidemiologi. Ternyata di antara kelompok ini teridentifikasi dandipastikan secara klinik 95 (5,8%) penderita AE. Kemudian 91 setujuuntuk lebih lanjut dievaluasi dan 44 (48,3%) memenuhi kriteria diagnosispasti atau diagnosis kemungkinan neurosistoserkosis. Ke44 penderitaberasal dari 37 rumah tangga. Adanya epilepsi di dalam keluarga dantidak ada tempat terpisah sebagai kandang babi merupakan faktor risikoterhadap kluster NCC. Ditemukan prevalensiAE yang sangat tinggi padakomunitas peternak babi inidengan NCC sebagai kausa yang dominan.Mengingat NCC adalah suatu penyakit yang dapat dicegah dan secarapotensial dapat dieridikasi maka strategi tepat guna dapat mengurangidampak penyakit NCC ini.2eDaftar Pustaka1. White AC Jr. Neurocysticercosis: a major cause of neurological disease a worldwide. Clin lnfect Dls. Feb 1997;24(2):101-13.2. WhiteAC Jr. Neurocysticercosis: updates on epidemiology, pathogenesis, diagnosis, and management. Annu Rev Med. 2000;51 :187-206.3. Flisser A 1988. Neurocysticercosis in Mexico. Parasitol Today 4: 131- 137.4. Dent JH. Cysticercus cerebri-Cestode infection of human brain. Report of a case occurring in Louisiana. J Am Med Assn; 1957:164:.401-05.5. Tjahyadi G,Subianto DB, Endardjo S, Margono SS. Cysticercosis cerebri in lrian Jaya,lndonesia. South Asean J Trop.Med.Pub.Hlth.197B June;9(2\:247-51.6. Hyndman D. Transcultural tapeworm trafficking. lndonesia's introduction7. of biological warfare ln West Papua. Fourth World Journal, 1986, 1(1 ). et Margono SS, lto A, Sato M, Okamoto M, Subahar R, Yamasaki H al. Taenia solium taeniasis/cysticercosis in Papua, lndonesia in 2001: detection of human worm carriers. Helminthol. 2003;77 :39-42.B. Giri lW Cysticercosis in Surabaya, lndonesia. Southeast Asian J Trop Med Pub Hlth. 1978 June;9(2):232-5,9. World Health Organization. Zoonoses and veterinary public health. Taeniasis/cysticercosis. http://www.who.inVzoonoses/diseases/taeniasis/ en/index.html diunduh pada Jumat tgl 2010-06-18.10. l-landojo l, Margono SS. Taenia solium. Dalam: Sutanto l, lsmid lS, Sjarifuddin PK, Sungkar S, editors. Parasitologi Kedokteran. Ed. ke4. Jakarta: Balai Penerbit FKUl.2008; h. 82-91.11. Harrison's Practice. Tapeworm infections and cysticercosis. http://wrw. harrisonspractice.com/practice/ub/view/Harrisonso/o20Practicel141115lall
/Pork-Tapeworm-lnfections-and-Cysticercosis' Diunduh pd tgl 20 Juni 201012. Goldsmith RS. cysticercosis. ln: Tierney LM Jr, McPhee sJ, Papadakis MA, editors. Current medical diagnosis and treatment 2001. lnternational Edition: Lange Medical Books /McGraw-Hill; 2001' p' 1456-8''13.GhadishahD,BurnsMJ'Cysticercosis.eMedicineSpecialities> Pediatrics: General Medicine > Parasitology. http://emedicine.medscape' com/article/997096-overview U pdated : oct 7, 2009. Diund uh pada tang gal 26 Juni 2010. Tsang VCW, Wilso n M.Taenia solium Cysticercosis: An under-recognized14. but serious public health problem. Parasit Today. '1995;11(3):124-6.15. Raka sudewi AA, Nuartha AABN. Gambaran cT-sken beberapa kasus neurosisti- serkosis di Rumah Sakit Umum Pusat Denpasar. Musyawarah kerja dan pertemuan ilmiah tahunan Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf lndonesia. 1998.16. Raka sudewi AA, Nuartha AABN. Neurosistiserkosis di Rumah sakit Umum Pusat Denpasar. Musyawarah kerja dan pertemuan ilmiah tahunan Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf lndonesia. 1998'17. Menon-MehtaS. Ocular cysticercosis. http://emedicine'medscape.com/ articleI 1 204683-overview. D i u nd u h pd lgl 22 J u n i 20 1 018. lto A, Putra Ml, subahar R, Sato MO, Okamoto M, Sako Y et al. Dogs as alternative intermediate host of Taenia solium in Papua (lrian Jaya), lndonesia confimed by highly specific ELISA and immunoblot using native . and recombinant antigens and mitochondrial DNA analysis. J Helminthol' 2OO2;76'.311-4. R, Garruto19. Cooker-Vann MR, Subianto DB, Brown P, Diwan AR, Desowitz in human LM et al. ELIsA antibodies to cysticerci of Taenia solium populations in New Guinea, oceania and southeast Asia. southeast Asian J Trop Med Pub Hlth. 19Bl Dec;12(a):499-505'20. Handali s, Klarman M, Amanda N, Gaspard X, Dong F, LaBorde R et al. Development and Evaluation of a magnetic immunochromatographic test to detect Taenia solium, which causes taeniasis and neurocysticercosis in humans. clinical and vaccine immunology. 2010 April;17(4):631-7. doi: 1 0. 1 1 2BICV|.0051 1 -0921. Rebolledo FA, Rivera RC, Violante PL, l-opez JT, Hernandez OM' Moreno JAE.lnterleukin levels in cerebrospinal fluid from children with neurocysticercosis. Am J Trop Med Hyg. 2001;64(1,2):35-40' CAW, Nash TE, Takayanagui oM, white ACJr, David22. Garcia HH, Evans current consensus guidelines for treatment of Botero D et al. neurocysticercosis. clin Microbiol Rev. 2002 october; 15(4): 747-56' doi: 1 0. 1 1 28lCM Rj 5.4.7 47 -7 56.2002.23. Garcia HH, Pretell EJ, Gilman RH, Martinez sM, Moulton LH, Del Brutto OH et al. A trial of antiparasitic treatment to reduce the rate of seizures due to cerebral cysticercosis.The New England Journal of Medicine' 2004
I DASAR PARASITOLOGI KLINIK Jan ;350(3):249-58. http://content. nejm.org/cgi/contenVfuXl350l3l24924. deGetaldi LD, Norman RM, Douville AW Jr. Cerebral cysticercosis treated biphasically with dexamethasone and prazikuantel. Ann lnt Med. '1983Aug;99(2):179-81.25. Kelley R, Duong DH, Locke GE Characteristics of ventricular shuntmalfunctions among patients with neurocysticercosis. Neurosurgery.2002 Apr;50(4):757-61. http ://jou rn a ls. lww. co m/neu rosu rge rylAbstract/2002/04000/C h a racteristics_of_Ve ntricu la r_S h u nt_ Malfu nctions . 1 4.aspx5 1 -2.26. Lightowlers MW, Flisser A, Gauci CG, Heath DD, Jensen O, Rolfe R.Vaccination against cysticercosis and hydatid disease. Parasitol Today.2000;16(5):1 91-6.2T.GonzalesAE, Gavidia C, Falcon N, Bernal T, Verastegui M, Garcia HH et al. Protection of pigs with cysticercosis from further infections after treatment with oxfendazole. Am J Trop Med Hyg. 2001 ;65(1):15-8.28. Margono SS, lto A, Suroso T. The problem of taeniasis and cysticercosis in lrian Jaya, lndonesia. Med J lndonesia.2001 April-June;10(2):110-4.29. Prasad KA, Prasad R, Gupta K, Nath S, Pradhan M, Tripathi C. etal.Neurocysticercosis in patients with active epilepsy from the pig farmingcommunity of Lucknow district, north lndia 2008. Trans Roy Soc Trop MedHyg. 2008; 1 03(2)1 44-50.
Search
Read the Text Version
- 1 - 10
Pages: