Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore bab 7

bab 7

Published by haryahutamas, 2016-05-21 03:01:34

Description: bab 7

Search

Read the Text Version

7KELAINAN KONGENITAL PADA SISTEM REPRODUKSIDAN MASALAH KELAINAN PERTUMBUHAN SEI(S(Disorders of Sex De,rtelopment)Kanadi SumaprajaTwjuan Instrwksional UmwmMemahami perkembangan normal dan kekinan pada gonad dan genitalia perempuan.T wj wan Instrwksional Khwsws1. Mampw menjelaskan peran kromosom seks pada proses perkembangan gonad dan akt genitalia.2. Mampu menjelaskan helainan bawaan alat genitalia pada indh,idu dengan kromosom seks normal.3. Mampu menjelaskan kelainan dan penatalaksanaan aual pad.a Disorders of Sex Deoelopment (DSD)PENDAHULUANPada bab sebelumnya telah dibahas mengenai perkembangan gonad dan organ genitaliase;'ak masa mudigah sampai janin dilahirkan. Proses perkembangan organ genitalia pe-rempuan ternyata cukup kompleks yang melibatkan mekanisme diferensiasi seluler, mi-grasi, fusi, dan kanalisasi. Adanya urutan kejadian yang sangat kompleks dapat menga-kibatkan terjadinya sejumlah kelainan perkembangan organ genitalia perempuan. Sangatbervariasinya kelainan struktur pada organ genitalia perempuan menyebabkan keiainantersebut dapat diidentifikasi pada masa-masa tertentu dari kehidupan seorang perempu-an. Contoh kelainan-kelainan yang mengakibatkan kelainan stmktur pada organ geni-talia eksterna tentu dapat teridentifikasi pada masa kehidupan yang iebih dini. Sementaraitu, kelainan seperti agenesis ata:u ganggsan kanalisasi umumnya teridentifikasi pada ma-

KEIAINAN KONGENITAL PADA SISTEM REPRODUKSI 147sa reproduksi di mana diharapkan pada saat itu seorang perempuan sudah mulai mem-perlihatkan fungsi reproduksinya. Perkembangan organ genitalia perempuan selain dipengaruhi oleh materi genetika,ternyata juga akan dipengaruhi oleh kromosom, khususnya kromosom seks yang akanmenentukan diferensiasi gonad apakah akan menjadi ovarium atau testis. Selanjutnya,perkembangan organ genitalia interna ataupun genitalia eksterna akan dipengaruhioleh beberapa produk dari gonad tersebut. Kadangkala terdapat suatu kelainan dimana morfologi organ genitalia tidak sesuai dengan kromosom seksnya. Dalam bab ini akan dibahas (1) peran kromosom pada perkembangan gonad danorgan genitalia, (2) kelainan kongenital pada organ genitaiia pada individu yang tidakmemiliki kelainan kromosom, dan (3) kelainan kongenital pada organ genitalia yangdisebabkan oleh kelainan pada kromosom seks, dan adanya paparan hormon yang ti-dak normal pada janin in utero.PERAN KROMOSOM SEKS PADA PERKEMBANGAN GONADDAN ORGAN GENITALIAKromosom SeksSeorang perempuan normalnya memiiiki kromosom seks XX, sementara seorang laki-laki akan memiliki kromosom seks XY. Pada kromosom Y terdapat suatu gen yangsangat penting untuk menentukan gonad tersebut akan menjadi testis. Gen tersebutberlokasi pada lengan pendek kromosom Y. Dengan hadirnya kromosom Y, maka go-nad yang pada awalnya belum berdiferensiasi (ind.ffirent gonad) akan berkembang men-jadi testis. Berkembangnya gonad ke arah testis ditandai dengan terbentuknya sel-selsertoli pada usia kehamilan 6 - 7 minggu dan sel-sel Leydig pada usia kehamilan 8minggu. Sel sertoli akan memproduksi Mwllerian Inbibiting Swbsunce (MIS), sementarasel Leydig akan memproduksi hormon androgen yang puncaknya akan tercapai padausia kehamilan antara 15 - 18 minggu. Tidak adanya kromosom Y dan hadirnya 2kromosom X (XX) akan menyebabkan gonad yang belum berdiferensiasi tersebut ber-kembang menjadi ovarium. Perkembangan ke arah ovarium ditandai dengan terben-tuknya folikel-folikel primer. Tidak seperti testis, folikel-folikel tersebut akan tetapberada dalam keadaan diam hingga masa pubertas.Mwlerian Inbibiting Swbstance (MIS)Mwlerian inbibiting substance (MIS) yang dihasilkan dari testis akan menekan pertum-buhan duktus Muller (duktus paramesonefros). Selanjutnya di bawah pengaruh andro-gen, duktus Wolff (duktus mesonefros) akan dipertahankan yang selanjutnya akan ber-kembang menjadi epididimis, vas deferens, dan vesikula seminalis. Hormon androgenyang dihasilkan oleh testis juga akan mempengaruhi diferensiasi dari tuberkel genita-lia yang tumbuh dari membran kloaka untuk berkembang menjadi organ genitaliaeksterna laki-laki (penis dan skrotum) dengan bantuan enzirn 5a reduktase. Sebaliknya,

148 KEIAINAN KONGENITAL PADA SISTEM R-EPRODUKSIapabila janin tersebut tidak memiliki testis (janin yang memiliki ovarium atau janinyang gonadnya tidak berkembang), maka tidak akan dihasilkan MIS yang menyebab-kan dipertahankannya duktus Muller yang selanjutnya akan berkembang menjadi tubafalopii, uterus, dan sepertiga atas vagina. Tidak diproduksinya androgen dapat menye-babkan duktus Wolff mengalami regresi. Selain itu, tuberkel genitalia juga akan berdi-ferensiasi menjadi organ genitalia eksterna perempuan apabila tidak dipengaruhi olehhormon androgen. Diferensiasi laki-laki normal Diferensiasi perempuan normalI I Kromosom Y I Kromosom X (tidak ada Y) I I I Produk kromosom Y (determinan testis) II I Produk kromosom X (determinan ovarium) .-- I lEsrs emz 1-.c{Ijlryry \ / Y_Z_Z_/_Z_Z_Z_Z_ I ovarium \4.uI_IJ I I| *t |Ii--:-----T-a--l-d-d: aa,r:rl IH noar I ITestisWWM [ I -ada'-l\" I [ teitosteronDuktus Wolff I-dipertahankan dDuikptuseMrtauhllaenr kan- Regresi duktus Wolff tavbuukatbeaagraniuagsFnteidaanratlabalnoespnitiu, k -tidakterbentuknyaterbentuknya epididimis, epididimis, vas deferens danvas deferens dan Regresi duKus vesikula seminalisseminalisvesiku.ulala seminalis -Muller tidak r::-ItIII terbentuknya tuba Il,'...[{Eihraidl(r?ogia.,.--]ll I Fallopii, uterus u ktase dan. bagian atas l,tFl$r'lSulred vagrnaYI Virilisasi genitalia I Tidak ada virilisasiI sKrot-umeksterna penis, ______L -genitalia eksterna skrotum terbentuk genitaliat____ _ iY'lr1':YlGambar 7-7.Peran kromosom seks, diferensiasi gonad, dan hormon dalam proses diferensiasi organ genitalia interna ataupun eksterna.

KF,I,AINAN KONGENITAL PADA SISTEM REPRODUKSI t49KELAINAN KONGENITAL PADA ORGAN GENITALIA PADA INDIVIDUYANG KROMOSOM SEKSNYA NORMALKelainan pada Genitalia EksternaHipertrofi LabialisPembesaran pada salah satu atau kedua labia dapat mengakibatkan terjadinya iritasi,infeksi kronik, dan nyeri yang dapat mempengaruhi aktivitas seksual atau segala kegiatanyang akan menimbulkan penekanan pada daerah l,ulva. Selain itu, kelainan bentuk padavulva tersebut juga dapat menimbulkan stres psikososial. Meski demikian, tidak semuapenderita hipertrofi labialis akan mengalami masalah-masalah tersebut. Penderita hiper-trofi labiaiis yang memiliki masalah dapat diberi penjelasan bahwa kelainan bawaan ter-sebut bukan merupakan suatu kelainan yang memiliki dampak yang serius. Untukmenghindari terjadinya masalah-masalah klinis tadi penderita dianiurkan untuk tidak-e.rgg,rnakan pakaian yang terlampau ketat dan selalu menjaga kebersihan daerah vulva.Namun, apabila gejala-gejala tersebut selalu timbul dan menimbulkan keluhan yangberulang, maka dapat dianjurkan untuk diiakukan labiopiasti. Pascatindakan pembedahanlabioplaiti pe.rd..it, juga perlu diingatkan untuk menghindari gesekan antara daerah,\"rlu, d\"t gr., paha pada saat berjalan dan selalu menjaga daerah r,rrlva tersebut dalamkeadaan kerin[ dan bersih untuk menjamin proses penyembuhan berjalan dengan baik. Gambar 7-2. Kelainan hipertrofi labialis bilateral'Himen ImperforatusHimen imperforatus adalah selaput darayang tidak memiliki lubang (hiatus heminalis)sama sekrli. IJmumnya kelainan ini tidak akan disadari sebelum peremPuan tersebut

150 KI,LAINAN KONGENMAL PADA SISTEM RIPRODUKSImengalami menarke. Kejadian himen imperforatus diperkirakan berkisar antara'1.: 1.000sampai dengan 1 : 10.000. Akibat tidak adanya hiatus himenalis, darah menstruasi yangdihasilkan tiap bulannya tidak dapat mengalir dan terkumpul di vagina. Semakin banyakdarah haid yang terkumpul di vagina akan menyebabkan himen menonjol keiuar dantampak kebiruan (lihat gambar 7-3). Pengumpulan darah haid di dalam vagina disebutsebagai hematokolpos. Apabila keadaan ini dibiarkan terus-menerus, maka jumlah darahhaid yang tertampung akan semakin banyak, dan darah haid akan mengisi kar,rrm uteri(hematometra), bahkan dapat mengisi tuba falopii (hematosaiping). Diagnosis kelainanini tidak sukar dan penanganannya cukup dilakukan himenektomi dengan perlindunganantibiotika. Pascatindakan pasien diletakkan dalam posisi Fowler sehingga akan mem-biarkan darah haid yang terkumpul di organ genitalia akan mengalir keluar. Gambar 7-3. (A) Adanya selaput himen yang menonjol dan berwarna kebiruan menandai adanya pengumpulan darah haid di vagina dan gambar (B) yang menunjukkan adanya pengumpulan darah haid pada vagina (hematokolpos) dan kar,.um uteri (hematometra).Anomali pada Uterus, Serviks dan VaginaAnomali organ genitalia perempuan dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme yangdapat disingkat sebagai CAFE yang merupakan kepan;'angan dari Canalization, Agenesis,Fwsion, Embryonic resrs. Anomali pada organ genitalia perempuan diakibatkan olehkarena terjadinya defek pada proses fusi lateral dan vertikal dari sinus urogenitalis danduktus Muller. Proses fusi (penggabungan) duktus Muller kanan dan kiri akan selesaipada usia kehamilan 12 minggu. Sementara itu, proses kanalisasi akan selesai pada usiakehamilan 5 bulan. Kegagalan iusi vertikal antara duktus Muller dan sinus urogenitalakan menyebabkan kelainan gangguan kanalisasi organ genitalia. Selanjutnya, kegagalanuntuk melakukan fusi lateral akan menyebabkan ter)adinya duplikasi organ. Gangguanresorpsi akan mengakibatkan terbentuknya septum.

KEIAINAN KONGENITAL PADA SISTEM REPRODI]KS] 151 Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa anomali pada duktus Muller dapatdisebabkan oleh mekanisme agenesis/hipoplasia, gangguan fusi vertikal atau lateral. TheAmerican Society of Reprodwctiae Medicine (ASRM) telah menciptakan suatu sistemklasifikasi untuk anomali pada duktus Muller (lihat Tabel Z-1). Sistem klasifikasi dariASRM ini tidak melibatkan kelainan padavagina, sedangkan untuk kelainan vagina telahpula dibuat klasifikasinya (lihat Tabel 7 -2).Klasifikasi Tabel 7-1.. Klasifikasi anomali duktus Muller dari ASRM Tipe 1 Gambaran Tipe 2 Hipoplasia atau agenesis duktus Muller Tipe 3 . Vaginal (dapat disertai uterus yang normal atau uterus malformasi) Tipe 4 Tipe 5 o Serwikal Tipe 6 Tipe 7 . Fundal . Tubal . Kombinasi Uterus unikornus . Ada hubungan (terdapat lapisan endometrium) . Tidak berhubungan (terdapat lapisan endometrium) . Tanduk tanpa lapisan endometrium c Tanpa tanduk rudimenter Uterus didelfis Uterus bikornus . Komplit (mencapai ostium internum) . Parsial lJterus septum . Komplit (mencapai ostium internum) . Parsial lJterus arkuatus Anomali terkait dengan paparar. terhadap dietilstilbestrol (DES) . Ijterus bentuk T o lJterus bentuk T dengan dilatasi tanduk o lJterus bentuk T dengan variasi Tabel 7-2. Klasifikasi anomali vaginal Kft*ifikasi Garnbaran Kelas 1 Transverse Kelas 2 . Obstmksi r Non-obstr-uksi Kelas 3 Longitudinal . Obstruksi o Non-obstruksi Stenosis/Latrogenik

152 KEIAINAN KONGENITAL PADA SISTEM REPRODUKSI ,f,=n aoenesis tuba hipoplasia uterus dan serulksagenesls vagina dan serurks uterus unikomus yang betr uterus unikornus yang tidak ulerus unrkornus yang lrdak uterus unikornus hubungan dengan tanduk berhubungan dengan landuk berhubungan dengan tanduk tanpa tanduk(dengan lapisan endometrium) (dengan lapisan endometrium) (tanpa laplsan endomelrium) uterus didelfis, bikoiis vaginauterus didelfis, bikolis dengan septumdengan vagina yang normal ffiuterus didelfis, bikolis uterus didelfls, bikolis de- dengan septurn vagina kompiit bilateralkomplit bagian atas dan obstruksi ngan obstruksi hemivagina uterus b!liu,]ur ll#nptli xlrrux br\?r,1Jt {parxrall !t {ux artrlnlil5 'l.:l-+:H \\\'{fr.]l#:::---. H \\ ;1,{1\, ,,- -.;4-- l*.4-'=-\"1 irl8ru.s stplut lpn.E st] $F \\\ 1l l,t {+ 'd \511 a\\rJ:t/i/ 1t tig E .;t t*v,rs, ii*ii []tlii{:: 1)l f[;ui di L4Pru5 !potiis{lnms|li 3p *;\ : hin*ga menrapE{ vBUma !hr+s stF(rn {isBpliii hngga utsr$s M$trJ{ iltrn#rl1 llnSEE menrape {sbum eksiHr*n m*n[ip* o?bH rrleEilm paparan DES:anomali uterus terkaii dengan anomali uterus terkaii dengan paparan DES anomali uterus lerkait dengan paparan DES: uterus berbentuk huruf T tandukuterus berbentuk huruf T dengan diiatasi uterus berbentuk variasi dari bentuk huruf TGambar 7-4. Gambaran skematik dari variasi defek yang dapat terjadi pada organ genitalia perempuan sesuai dengan klasifikasi yang telah dibuat oleh ASRM.S

KEI-AINAN KONGENITAL PADA SISTEM REPRODUKSI 153Sindrom Mayer - von Rokitansky - Kuster - Hawser (MRKH)Kegagalan dalam pembentukan akan mengakibatkan organ genitalia tersebut tidak akanterbentuk sama sekali. Apabila melibatkan kedua duktus Miiller, maka tidak akan ter-dapat utenrs, kedua tuba Fallopii, dan sepertiga bagian atas vagina. Tidak terbentgknya,^fin^ yang disertai dengan kelainan pada duktus Mtiller yang bervariasi, dan diikutikelainan pada sistem ginjal, rangka dan pendengaran disebut sebagai Sindrom Mayer 'von Rokitansky - Kuster - Hauser (MRKH). Kejadian tersebut diperkirakan dapatditemukan pada 1 dari 5.000 persalinan bayi perempuan. Namun, apabila kegagalanpembentukan hanya melibatkan satu sisi duktus Miiller, maka akan terbentuk uterusyang memiliki satu tanduk dan satu tuba Fallopii (uterus unikornis). Meski kejadiannyajaraig, dapat teqadi serviks tidak terbentuk tetapi uterus dan vaginanya normal. Halt..r.brt dapat menimbulkan masalah karena darah haid yang terbentuk dalam kammuteri tidak dapat keluar sehingga dapat mengakibatkan terjadinya hematometra, bah-kan hematosalping.Kegagalan dalam Proses Fwsi Dwktus Mhller Kanan dan KiriKegagalan dalam proses fusi duktus Mtller kanan dan kiri dapat menyebabkan. di-d^paik^nny^ (1) uterus terdiri atas 2 bagian yang simetris, di mana dapat ditemukanuterus dengan seprum padabagian tengah yang dapat bersifat komplit atat parsial, ata:uterdapat diia hemiute*s yr.r[ masing-masing memiliki kavum uteri sendiri-sendiri,trr-, irt., kamm uteri terbagi dalam dua bagian, yaittt: uterus didelfis, uterus bikornus,uterus arkuatus (2) uterus ierdiri atas 2 bagian yang tidak simetris. Tidak jarang salahsatu duktus Mtiller tidak berkembang akan tetapi mengalami kelambatan dalam per-tumbuhannya. Dalam hal ini hemiuterus akan tumbuh normal sementara sisi yang tidakberkembang akan menjadi rudimenter. Tanduk yang bersifat rudimenter tersebut perludibedakan apakah memiliki lapisan endometrium atau tidak dan apakah memiliki hu-bungan (komunikasi) dengar duktus Miiller sisi lainnya atau tidak. Hal ini terkaitd.rrgr.r fungsi tanduk rudimenter tersebut dalam hal menghasilkan darah haid. Apabilatr.rJrrk .rrd]*..rte. tersebut memiliki komunikasi dengan hemiuterus yang normal,maka darah haid yang dihasilkan dapat dialirkan keluar. Namun, apabrla tanduk rudi-menter tersebut -.-Iliki lapisan endomet.ium dan tidak memiliki komrinikasi denganhemiuterus yang normal, maka darah haid yang dihasilkan oleh tanduk r-udimentertersebut tidak akan dapat dialirkan keluar dan terkumpul di dalam tanduk tersebutmembentuk suatu tumor. Septum yang berjalan melintang (transaerse) pada daerah vagina diperkirakan di-,.babkr., oleh\"adanya kegagalan pada proses fuii danlatau kanalisasi antara duktusMiiller dengan sinus urogenitalis. Septum vagina tersebut dapat berlokasi pada.vaginabagian atas (46o/o), t..rgrL $o%), atiupun bawah (14%). Pada inspeksi genitalia eks-te.Iu tr-prk normal. Iir*.r.r, apabila dilakuka., pemeriksaan yang saksama, maka akandidapatkan vagina yang buntu aiau pendek. Ketebalan septum vagina umumnya kuralgdari 1 cm. Uirr-ry, masih memiliki lubang pada bagian tengahnya sehingga masihmampu mengalirkan darah haid dari uterus. Akan tetapi, jika septum tersebut tidak memiliki lubang, maka dapat terladi hematokolpos.

1.54 K-ELAINAN KONGENITAL PADA SISTEM REPRODUKSI Levelsuptum Gambar 7-5. (A) Letak septum sesuai dengan levelnya di vagrna. (B) Gambar berikutnya menunjukkan terdapatnya septum yang berjalan melintang, tetapi dengan lubang kecil pada bagian tengahnya.8 Tidak semua perempuan yang memiliki anomali pada organ genitalia akan menemuimasalah. Sebagian dapat hamil normal, bahkan melahirkan biasa. Apabila kehamilan ter-jadi pada hemiuterus yang normal kadangkala dapat terladi abortus, persalinan preterm,kelainan letak janin, distosia, dan perdarahan pascapersalinan. Anamnesis yang cermat mengenai kelainan haid, gangguan dalam kehamilan danproses persalinan disertai pemeriksaan ginekologi yang teliti dapat mengarahkan ke-curigaan ke arah kelainan kongenital organ genitalia. Penggunaan pemeriksaan penun-jang seperti ultrasonografi, histerosalfingografi, hingga yang tercanggih seperti histe-roskopi ataupun laparoskopi dapat membantu dokter dalam hal penegakan diagnosiskelainan-kelainan tersebut. Namun, perlu diingat secara embriologis perkembanganorgan-organ genitalia sangat erat dengan perkembangan organ-organ traktus urinarius.Oleh karena itu disarankan untuk melakukan pemeriksaan pielogram intravena untukdapat mengetahui apakah juga terdapat kelainan pada organ-organ traktus urinarius. Tindakan pembedahan pada kasus kelainan organ genitalia hanya akan dilakukanapablla ada indikasi berupa kejadian abortus ber-ulang, infertilitas, gangguan prosespersalinan, atau adanya gejala-gejala yang menunjukkan pengumpulan darah haid padavagina, kal,um uteri, tuba falopii, atau tanduk mdimenter yang tidak memiliki komu-nikasi dengan hemiutenrs yang normal.

KEIAiNAN KONGENITAL PADA SISTEM REPRODUKSI 155KELAINAN PERILMBUHAN SEKS (DISORDERS OF SEX DEVELOPMENT ''DSD'')Kelainan pertumbuhan seks atau Disorders of sex deoelopment (DSD) adalah suatu kon-disi yang melibatkan elemen-elemen berikut ini: (1) Ambiguows genialia, (2) Adanyaketidaksesuaian antara genitalia interna dengan genitalia eksterna yang bersifat konge-nital, (3) Perkembangan anaromi organ genitaliayang tidak normal, (4) Anomali kro-mosom seks, dan (5) Kelainan pada perkembangan gonad. Sebelumnya para klinisimenggunakan istilah hermafrodit, pseudo-hermafrodit, atau interseks pada kejadianDSD sebagai istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi-kondisi kelainanpada alat kelamin yang terkait dengan kelainan hormon atau kelainan kromosom.PseudohermaproditApabila bentuk alat kelamin individu tersebut tidak menimbulkan kebingungan tetapiterdapat ketidaksesuaian antara kromosom seks atau gonad dengan fenotipnya digu-nakan istilah pseudohermafrodit. Istilah pseudohermafrodit laki-laki atau pseudoher-mafrodit perempuan merujuk kepada jenis gonad yang didasari atas pemeriksaan kro-mosom seks. Pseudohermafrodit laki-laki berarti kromosom seksnya adalah XY, go-nadnya adalah testis, tetapi fenotipnya cenderung mengarah ke feminin (dengan va-riasi). Sebaliknya, istilah pseudohermafrodit perempuan digunakan apabila kromosomseksnya menunjukkan XX, gonadnya ovarium, tetapi fenotipnya cenderung ke arahmaskulin (dengan variasi). Berdasarkan konsensus terbaru, maka untuk menghindariistilah hermafrodit yang sangat membingungkan pasien, digunakan istilah DSD (lihatTabel z-t).Interseks atau Ambigwows GenitaliaIstilah interseks sering digunakan apabila bentuk alat kelamin tidak memungkinkanuntuk menentukan identitas kelamin individu tersebut atau seringkali disebut sebagaigenitalia ambigu. Penggunaan istilah-istilah tersebut di atas seringkali tidak sepenuhnyadapat diterima oleh pihak keluarga karena dianggap dapat menimbulkan beban mentalkepada si penderita. Oleh karena itu, penanganan kasus DSD perlu dilakukan secarahati-hati dengan selalu mengutamakan kepentingan pasien Qtatient centered), denganmengikutsertakan para ahli dari bidang disiplin ilmu lainnya. Penanganannya tidak hanyaditujukan pada aspek yang terkait dengan kelainan fisik saja, tetapi perlu pula di-perhatikan aspek psikis individu.Disorders of Sex Deaelopmen (DSD)Istilah DSD diperkenalkan untuk mengatasi kebingungan yang timbul akibat peng-gunaan istiiah-istilah seperti pseudohermafrodit dan interseks. Selain itu, dengan per-kembangan ilmu pengetahuan dan semakin meningkatnya kebutuhan advokasi bagipenderita, maka diusulkan beberapa perubahan terminologi (lihat Tabel 7-3).

t56 KTIAINAN KONGENITAL PADA SISTEM REPRODUKSI Tabel 7-3. Revisi nomenklatur. TerminoloEi sebel ermtnoInterseks Disorders of sex development (DSD)Pseudohermafrodit lakilaki 46,XY DSDPseudohermafrodit perempuan 46,XX DSDHermafrodit seiati DSD ovotestisHermafrodit sejati XX laki-laki (XX sex reversal) 46,XX testikular DSDHermafrodit seiati XY perempuan (XY sex reversal) 46,XY disgenesis qonad komplit The Ewropean SocieSt for Pediatric Endocrinologt and the Lar.oson Wilkins PediatricEndocrine Society (ESPE/L\[PES) telah membuat klasifikasi terkait dengan jenis-jeniskelainan DSD menjadi 3 kategori, yaitu (1) DSD kromosom seks, (2) 46,W DSD, dan(3) 46,XX DSD. Jenis-jenis kelainan DSD yang termasuk ke dalam 3 kategori tersebutdapat diiihat pada Tabel 7-4. Tabel 7-4. Klasifikasi dari Disorders of sex deoelopment. (DSD) DSD kromosom ;eks 46,XY DSD 46,XX DSD47,XXY (sindrom Kline- Kelainan -p(atdea spteisrk)embang- Kelainan pada perkembrng-lelter dan variasinya) an gon.rd an gonad-lovarium)a5.XO (Sindrom Turnerdan variasinya) . Disgenesis gonad kom- . Disgenesis gonad45,XO/46,XY (disgene-sis gonad campuran) pht atau parsral46,XX/46,YY (kimera) . DSD ovotestis . DSD ovotestis o Regresi testis o DSD testikuler Kelainan pada sintesis dan Kelebihan androgen kerja androgen . Kelainan pada proses o Berasal dari janin sintesis androgen . Kelainan pada kerja . Berasal dari feto- androgen plasenta o Berasal dari maternal Lainnya: Lainnya: genitllia. Sindrom rerkait denean . Sindrom vans rerkrit l,T,l,',T,0\"t\" i:H['j \";'\";li daerah . Sindrom duktus Muller . Hipoplasia atau agenesis menetap duktus Muller . Sindrom testis . Abnormalitas uterus menghilang . Hipospadia terisoiasi . Atresia vagina o Hipogonadotropik hi- . Adhesi labia pogonadisme kongenital . Kriptorkidismus r Pengaruh lingkungan

KI,LAINAN KONGENITAL PADA SISTEM RIPRODUKSI 157 Seperti telah disebutkan di atas DSD dapat disebabkan oleh adanya kelainan padakromosom, perkembangan gonad dan perkembangan genitalia. Kehadiran kromosomseks yang normal sangat penting untuk menentukan diferensiasi gonad untuk menjadiovarium atau testis. Selanjutnya, produk dari gonad akan mempengaruhi perkembangangenitalia interna yang berasal dari dukms Muller dan duktus Wolff. Kehadiran androgenyang dapat bekerja pada sel target akan mempengamhi virilisasi genitalia eksterna.Sementara itu, ketidakhadiran androgen atau androgen yang tidak mampu bekerja padasel target akan memicu feminisasi genitalia eksterna. Pada kategori DSD kromosomseks umumnyahanya akan mempengaruhi fungsi gonad dan tidak akan memicu kondisigenitalia ambigu. Hal tersebut akan mengakibatkan gonad tidak dapat berdiferensiasii\".r., ,.-prrna sehingga tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya. Kondisi tersebutdapat ditemukan pada kasus Sindrom Klinefelter, Sindrom Turner, dan kimera.Sindrom Klinefeher dan Sindrom TwrnerPada Sindrom Kiinefelter kromosom 46,XY akan mendapatkan tambahan satu kro-mosom X lagi sehingga dapat mempengaruhi fungsi testis Sementara itu, pada kasusSindrom Turner yang klasik kromosom 46,xx akan kehilangan satu kromosom Xsehingga menjadi 45,XO. Akibatnya, folikel-folikel pada gonad akan cepat mengalamiat.esii hingga akhirnya gonad tersebut tidak dapat berfungsi. Selain kelainan akibat ke-hilangan aiiu *errdapatkan tambahan kromosom seks, terdapat kelainan yang diaki-batkan oleh karena dalam satu individu terdapat 2 galur sel yang berbeda (mosaik),contohnya variasi dari Sindrom Turner, yaitu 45,XO/4(,,W atau kimera di manadidapatkan 46,I(I'/46,YY. Terdapatnya 2 kromosom seks yang berbeda dalam satu in-dividu dapat memicu gangguan fungsi gonad.Feminisasi Genitalia EksternaKondisi genitalia ambigu dapat ditemukan pada kasus 46,XY DSD atau 46JO( DSD.Prinsip dari kelainan 46,YY DSD atau 46,XX DSD adalah terdapatnyaPaParan androgenyr.rg k .r.rg pada individu dengan 46,XY atau terdapat Paparal androgen yang berlebihpada individu dengan 46,XX (too mwch androgen in the female or too little androgen inibe male). Akibat paparafl androgen yang kurang pada 46,XY dapat mengakibatkan ter-)adinya penurunan efek maskulinisasi atau virilisasi dari androgen yang dapat menga-kibatkan genitalia ambigu (parsial) atau feminisasi genitalia eksterna (komplit). Pada45,XX yang mendapat paparun androgen berlebih akan memicu efek virilisasi pada alatkelaminnya, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya genitalia ambigu. Pada 46,XYyang mengalami gangguan virilisasi umumnya dapat diakibatkan oleh karena tidakdihaiilkannya hormon androgen atau tidak bekerjanya hormon androgen tersebut padararget organ yang dapat disebabkan oleh adanya keiainan pada enztm atau reseptornya.Sementara itu, paparan hormon androgen yang berlebih pada 46,XX dapat berasal darikelenjar adrenal bayi tersebut, ketidakmampuan plasenta untuk mengonversi androgen,asupan hormon androgen dari maternal atau adanya tumor maternal yang menghasilkanhormon androgen (lihat Gambar 7-6).

158 KI,LAINAN KONGENITAL PADA SISTEM REPRODUKSI 0rqrium f}1' r /' qgHrd W\fs i'CsJi-}l n \uefl n fetal ffiMedikasi \_-g]#s---, ltmateffial Sel $Erlrl iil\i.l!adrenal jIfifTf{-e,qryM,*troAIo&.lI t\) l iw --r l,,f:fr\"i_lJPlasenta \ Ii.--I-*b-tl -!Testosleron / #i#r, slntetis I IUmOr I HIIS maternal .- TestosteronAndrogen r'Iy' *u*, *g/ I qfr Dukius ir'lulleri /\/+z.v-\\\. ffJ/y,J' \€Viri[isasl peremFuan q-4-D .-\"5\ B-d La[ti\"l*&i inkomptitGambar 7-6. Menunjukkan mekanisme terjadinya genitalia ambigu akibat adanya paparan androgen yang berlebih pada 46,XX atau kurangnya paparart androgen pada 46,XY(too mucb androgen in the female or too little androgen in the male). Diagnosis kasus DSD umumnya dapat ditegakkan pada saat bayi tersebut dilahirkankarena bayi tersebut memiliki genitalia ambigu atau pada saat anak tersebut beranjakdewasa karena adanya genitalia ambigu yang tidak dikenali sebelurnnya, hernia inguinalGambar 7-7. Gambaran genitalia ambigu pada kasus 46,XY (Partial Androgen Insensitir:ity) yang disebabkan oleh kurangnya papar^n androgen pada genitalia eksterna sehingga mengakibatkan efek virilisasi yang kurang (A). Gambar (B) menunjukkan efek virilisasi yang berlebih pada 46,XX akibat produksi androgen yang berlebih dari kelenjar adrenal akibat kelainan Congenital Ad.renal Hyperplasia (CAH). (Koleksi pasien DSD Dioisi Imwnoendobrinologi Reproduksi DEartemen Obstetri dan Ginekologi FKUI-RSCM)

KTLAINAN KONGENITAL PADA SISTEM REPRODUKSI t59pada perempuan, pubertas terlambat, gejala virilisasi pada seorang perempuan, amenoreaprimer, berkembangnya payudara pada lakiJaki, atau adanya gejala gross atau siklikhematuria pada seorang laki-iaki. Penanganan klinis pada kasus DSD perlu memper-timbangkan beberapa hal berikut ini (1) Penentuan gender seorang bayi jangan dilakukansebelum melakukan evaluasi secara teliti, (2) Tindakan evaluasi dan pemantauan jangkapanjang harus dilakukan pada suatu pusat yang memiliki tim yang terdiri dari para ahliberpengalaman dan bersifat multidisiplin, (3) Pada akhirnya seluruh pasien DSD harusmenerima hasil penentuan jenis gender, (4) Perlunya keterbukaan komunikasi dan ke-terlibatan pasien dengan anggota keluarga lainnya dalam pengambilan keputusan, (5)Pertimbangan pasien dan keluarga harus dihargai dan diperlakukan secara rahasia.Idealnya tim tersebut beranggotakan ahli endokrin anak, ahli kandungan, ahli bedahurologi, ahli genetika, ahli psikiatri atau ahli psikologi, perawat, pekerja sosial, dan ahlietika kedokteran. Dalam menangani pasien prinsip pdtient centered perlu diperhatikan.Oleh karena itu, penanganannya harus dilakukan secara bertahap dan diputuskan secarabersama hal yang terbaik bagi pasien (lihat Gambar 7-S). I+r A pSH P.ermsrl,k$*An :: r:PaflGl1: ;1 !: d; =ei =nF.cs-e\"eh\"\"rttt.HlHan*i:is, a: . ,uP,ef Hhtalrfirt,: flUI€:pEr|}AnSGambar 7-8. Alur penanganan kasus DSD yang melibatkan tim multidisiplin.

rca KTIAINAN KONGENITAL PADA SISTEM REPRODUKSI Penanganan pasien DSD dapat diklasifikasikan menjadi penanganan pembedahan,penanganan medisinal dan penanganan psikologis. Penanganan pembedahan umumnyaditujukan untuk melakukan tindakan pembedahan kosrnetik terutama pada kasus ge-nitalia ambigu, atau melakukan pengangkatan gonad pada kasus Complete AndrogenInsensitiaity Syndrome (CAIS) atau Pattial Androgen Insensitioity Syndrome (PAIS)pada 46,XY DSD, atau pada kasus Sindrom Turner mosaik (46,XO/46,XX) dan kimera(46,XX/46,XY), untuk mencegah terjadinya tumor akibat adanya gonad yang memilikikromosom Y di dalam rongga abdomen atau di daerah kanalis inguinalis (menyebabkanhernia). Penanganan medisinal pada kasus DSD umumnya dilakukan untuk mengatasikeadaan hipogonadisme akibat adanya gangguan fungsi gonad (disgenesis gonad).Induksi hormon untuk memicu proses pubertas sehingga akan terjadi perkembanganorgan seks sekunder, Ionjakan tumbuh (growth spw't), dan menjamin akumulasi mineraltulang yang optimal. Pada kasus laki-laki yang kekurangan hormon androgen, makadapat diberikan hormon androgen dalam bentuk injeksi, oral, ataupun transdermal. Se-mentara itu perempu^n yang kekurangan hormon estrogen dapat diberi suplementasiestrogen untuk memicu pubertas dan menarke. Penanganan psikososial yang dilakukanoleh staf yang terlatih dibutuhkan untuk membantu proses adaptasi yang positif olehpenderita sehingga penderita juga dapat membicarakan hal-hal yang terkait denganmasalah yarLg akan mempengaruhi kualitas hidupnya seperti isu mengenai memilikiteman dekat, perkawinan, hubungan seks hingga kemungkinan untuk memiliki anak.Masukan dari para ahli jiwa ini tentu sangat membantu anggota tim lainnya untukmerencanakan penentuan gender, waktu yang tepat untuk melakukan operasi, danpemberian pengobatan hormon.RUJUKAN 1. Aaronson IA. The investigation and management of the infant with ambiguous genitalia: A surgeon's perspective. Curr Probl Pediatr. 2001; 31: 168-91 2. Balley PE. Normal and abnormal sexual development in Cowan BD, Seifer DB (Eds) Clinical repro- ductive medicine. Philadelphia: Lippincott-Raven, 1997 3. Consortium on the management of disorders of sex development. Clinical guidelines for the mana- gement o{ disorders of sex development in childhood. Intersex Society of North America, 2006 ,1. Holm I. Ambiguous genitalia in the newborn in Emans SJH, Laufer MR, Goldstein DP (Eds) Pediatric and adolescent gynecology 5'h ed. Philadelphia: Lippincott lVilliams & Vilkins, 2OO5 5. Hughes IA. Nihoul-Fekete C, Thomas B, Cohen-Kettenis PT. Consequences of the ESPE/L\ilPES guidelines for diagnosis and treatment of disorders of sex development. Best Pract Res Clin Endocrinol Metab. 2o0z; 21.: 351-65 6. Hughes IA. Disorders of sex developments: a new definition and classi{ication. Best Pract Res Clin Endocrinol Metab. 2oo8; 22: 1.1.9-34 7. Hughes IA, Houk C, Ahmed SF, Lee PA. Consensus statement on management of intersex disorders. J Ped Urol. 2a06;2: 1.48-62 8. Laufer MR, Goldstein DP, Hendren \[H. Structural abnormalities of the female reproductive tract in Emans SJH, Laufer MR, Goldstein DP (Eds) Pediatric and adolescent gynecology 5th ed. Philadelphia: Lippincott lVilliams &'Wilkins 2005


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook