Bab 6 -Desain penelitianHusein Alatas, WT Karyomanggolo, Dahlan Ali Musa,Aswitha Boediarso, Ismet N Oesmana Nikmah S ldris esain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat menuntun peneliti untuk dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian. Dalam pengertian yang lebih luasdesain penelitian mencakup pelbagai hal yang dilakukan peneliti,mulai dari identifikasi masalafu rumusan hipotesis, operasionalisasihipotesis, cara pengumpulan data, sampai akhimya pada analisis data.Dalam pengertian yang sempit desain penelitian mengacu pada jenispenelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian; karenaitu desain berguna sebagai pedoman untuk mencapai fujuan penelitian. Dengan demikian maka pada hakekatnya desain penelitianmerupakan suatu wahana untuk mencapai tujuan penelitiary yangjuga berperan sebagai rambu-rambu yang akan menuntun penelitidalam seluruh proses penelitian. Dalam garis besar, desain penelitianmempunyai 2 kegunaan yang amat penting dalam keseluruhanproses penelitiary yakni: o Merupakan sarana bagi peneliti untuk memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian. r Merupakan alat bagi peneliti untuk dapat mengendalikan atau mengontrol pelbagai variabel yang berpengaruh atau berperan dalam suatu penelitian. I {|ti
Husein alatasdkk 105 Desain penelitian membantu peneliti untuk mendapatkanjawaban atas pertanyaan penelitian dengan sahiFr\" obyektif, akurat,serta hemat. Desain penelitian harus disusun dengan cermat dankemudian dilaksanakan dengan penuh perhitungan agar dapatmemperoleh bukti empiris yang kuat relevansinya dengan merujukpada pertanyaan penelitian. Desain yang direncanakan dengan baiksangat membantu peneliti untuk mengandalkan observasi danintervensi, serta melakukan inferensi atau generalisasi hasil penelitianke popuiasi yang lebih luas. PEnaru DESAIN DALAM PENELITIANBagaimana desain penelitian dapat berperan seperti tersebut?Desain merupakan kerangka acuan bagi pengkajian hubunganantar-variabel. Dalam pengertian tertenfu desain mengatakan jenisobservasi atau pengukuran apa yang harus dilakukan, bagaimanacara melakukan pengukuran, serta bagaimana melakukan analisisterhadap hasil pengukuran. Jadi desain mengacu pada pengukurandan analisis; misalnya manakah yang terma suk o ariab eI b eb as (u ariab elindependen, prediktor, risiko, atau kausa) dan mana yang merupakanvariabel terganfung (aariabel dependen, ztariabel efek, outcome, eoent).Dari variabel bebas dapat dilihat mana yang termasuk dalam variabelaktif (misalnya kebiasaan merokok), dan mana yang merupakanvariabel atribut (misalnya jenis kelamin). Terdapat beberapa hal penting yang perlu dikaji sebelum jenisdesain ditentukan. Pertama, sejak awal peneliti harus menentukanapakah akan melakukan intervensi, yaitu studi intervensional(eksperimental), atau hanya akan melaksanakan pengamatan sajatanpa intervensi, yaitu melaksanakan studi observasional. Kedua,apabila dipilih penelitian observasional, harus ditentukan apakahakan dilakukan pengamatan sewaktu (yaitu studi cross-sectional)atau dilakukan follow-up dalam kurun waktu tertentu (studilongitudinal). Hal ketiga adalah apakah akan dilakukan studiretrospektif , yaltumengevaluasi peristiwa yang sudah berlangsungataukah studi prospektif yaitu dengan mengikuti subyek untukmeneliti peristiwa yang belum terjadi. *.r
106 Desainpenelitian Perlu dikemukakan bahwa desain penelitian yang satu tidaklebih unggul daripada yang lairy oleh karena desain yang dipilihberhubungan erat dengan tujuan dan pertanyaan penelitian.Dengan kata lairy pemilihan desain bertujuan untuk memperolehjawaban atas pertanyaan penelitian dengan carayangpaling efisiendan dengan hasil yang memuaskan. Selain itu, satu jenis penelitiandapat menunjang jenis penelitian yang lain. Hasil suatu penelitianobservasional untuk mencari data awal suatu penyakit, yang seringdisebut sebagai studi deskriptif, misalnya mengenai gambaran klinisdan laboratorium suatu penyakit, dapat digunakan untuk menyusunstudi analitik mengenai hubungan sebab-akibat beberapa variabel,misalnya faktor yang meningkatkan terjadinya penyakit. Padatahapan berikutnya mungkin dapat dilakukan studi intervensional,berupa intervensi medis, prosedur, ataupun penyuluhan kesehataountuk menilai peran intervensi dalam menurunkan morbiditas danmortalitas penyakit tersebut. KTnsmIKASI JENIS PENELITIANSeperti tercermin dalam uraian di atas, klasifikasi jenis penelitianmedis sangat bera gam,bergantung pada dasar pembuatan klasifikasi.Tidak ada satu klasifikasi pun yang memuaskan. Di satu sisi tidaksatu pun klasifikasi yang lengkap, namun di lain sisi banyak yangtumpang-tindih. Tidak ada klasifikasi desain yang bersif at mutuallyexclusiae (kalau sudah termasuk dalam kelompok yang satu tidakdapat dimasukkan dalam kelompok yang lain). Uraian ringkas dibawah ini dikemukakan untuk memperlihatkan betapa orang dapatmembuat klasifikasi jenis penelitian kedokteran dan kesehatan denganpelbagai dasar, bukannya untuk dihafal atau dianut. Tabel 6-L memperlihatkan salah satu cara klasifikasi penelitiandi dalam bidang ilmu kedokteran dan kesehatan. Tampak bahwaklasifikasi ini bersifat tumpang-tindih: penelitian dasar mungkinbersifat deskriptif, dapat pula analitik, penelitian klinis dapatbersifat transversal atau longitudinal, dan seterusnya. Inilah yangdimaksud dengan tidak mutually exclusiae. * t*u.t
Huseinalatas dkk 107Tqbel 5-1. Klqsifikqsi desoin peneliticn kedokteron / kesehotonI Berdosorkori podo ruong lingkup penelilion o Penelition klinis o Penelilion lopongon o Penelitionloborolorium2 Berdosorkqn podo woklu o . Penelition tronsversol (cross-secfiono/): prospektif otou retrospektif o Penelitiqn longitudinol: prospektif otou refrospektif3 Berdqsqrkqn podo subslonsi o Penelition dosor o Penelition teropon4 Berdasqrkon podo odo olqu tidoknyo onolisis hubungon onlor-voriobel o Penelitiondeskriptif o Penelition onolitik5 Desqin khusus o Uii diognostik o Anolisis kesintoson (survivol ono/ysis) o Meto-qnolisis Klasifikasi yang sangat sering dikemukakan adalah penelitiandeskriptif dan penelitian analitik. Pembagian ini menimbulkankerancuan oleh karena sering disalahtafsirkary yaitu disebut sebagaipenelitian deskriptif akan tetapi dalam pelaksanaannya dilakukananalisis data. Sebaliknya pada setiap studi analitik selalu diawalidengan deskripsi data sebelum dilakukan analisis. Arti kedua jenispenelitian tersebut diuraikan di bawah. Namun harus diakui bahwa terdapat perbedaan dalam klasifikasiini. Kami masih menggunakan pemahaman konvensionaf denganmengacu pada ada atau tidaknya hubungan antar-variabel. Studiyang tidak mempelajari hubungan antar-variabel disebut penelitiandeskriptif, dan semua penelitian yang mencari hubungan antar- * t;i u\"*
108 Desainpenelitianvariabel disebut sebagai penelitian analitik. Pendapat lain memberibatasan yang lebih ketat untuk menyatakan studi analitik, yaknipenelitian yang mencari hubungan kausaf termasuk uji klinis danstudi etiologi. Dengan demikian uji diagnostik, misalnya, menurutpaham ini termasuk studi deskriptif. Pada penelitian deskriptif peneliti hanya melakukan deskripsimengenai fenomena yang ditemukan. Hasil pengukuran disajikanapa adanya, tidak dilakukan analisis mengapa fenomena terjadi.Pada studi deskriptif tidak diperlukan hipotesis sehingga tidakdilakukan uji hipotesis (uji statistika) seperti uji x2 atau uji-t maupunpenghitungan risiko relatif, rasio odds dan sejenisnya. Contohnyaadalah survei morbiditas dan mortalitas, atau gambaran klinis danlaboratorium sindrom atau penyakit tertentu. Laporan retrospektifhasil pengobatan (biasanya dalam konteks pelayanan pasien) yangdilakukan tanpa kontrol adalah contoh lain. Pada penelitian analitik peneliti berupaya mencari hubunganantara variabel yang satu dengan variabel lainnya. Pada penelitianini dilakukan analisis terhadap data, karena itu pada penelitiananalitik selalu diperlukan hipotesis yang harus diformulasikansebelum penelitian dimulai, untuk divalidasi dengan data empirisyang dikumpulkan. Hubungan antar-variabel dapat dilakukandengan pelbagai uji hipotesis (sering disebut secara kurang tepatsebagai'uji statistika' atani uji'kemaknaan') sesuai dengan data, danI atas pelbagai jenis analisis lain yang disebutkan di atas. Telah disebutkan bahwa data pada penelitian deskriptif seringdapat dipakai untuk penelitian analitik pada tahapan berikutnya.|ika kita akan melakukan penelitian tentang penyakit yang datanyamasih sedikit sebaiknya dilakukan penelitian deskriptif terlebihdahulu. Data tersebut kemudian dipakai untuk menyusun latarbelakang dan hipotesis penelitian analitik. Hal tersebut relevanuntuk penyakit baru seperti flu burung atau flu babi. Perlu diingat pula bahwa laporan penelitian analitik selalu diawalidengan deskripsi subyek penelitian lebih dulu, sebelum dilakukananalisis. Hal ini tidak berarti penelitian tersebut bersifat deskriptifdan analitik, kecuali bila deskripsi subyek yang terpilih merupakansalah satu pertanyaan penelitian yang secara khusus perlu dijawab. *Jt
Husein alatas dkk 109 Penelitian analitik observasional umumnya dibagi menjaditiga jenis, yaitu (1) studi cross'sectional, (2) studi kasus-kontrol,(3) studi kohort. Akhir-akhir ini meta-analisis, suatu desain khususyang menggabungkan hasil banyak studi, digolongkan dalam studiobservasional analitik. Telah dikemukakan bahwa klasifikasi jenis desain penelitiansangat beragam; setiap ahli membuat klasifikasi sendiri, seringkaliterkesan dengan mengabaikan klasifikasi yang dibuat oleh ahli yanglain. Klasifikasi yang sederhana, mudah dipahami, dan banyakdipakai pada studi epidemiologi maupun penelitian klinis terterapada Gambar 6-'1.. Pembagian desain tersebut cukup praktis dan didasarkan padaada atau tidak adanya intervensi atau manipulasi yang dilakukanoleh peneliti terhadap subyek penelitian. Pada studi eksperimentalpeneliti melakukan manipulasi terhadap satu atau lebih variabelpenelitian dan kemudian mempelajari efek perlakuan tersebut,sedang pada studi observasional ia melakukan pengamatan ataupengukuran terhadap pelbagai jenis variabel subyek penelitianmenurut keadaan alamiah, tanpa berupaya melakukan manipulasiatau intervensi. Perlu sedikit dijelaskan tentang makna kata interoensi dalamdesain penelitian ini. Yang dimaksud dengan intervensi dalamkonteks ini adalah perlakuan yang dilakukan oleh peneliti terhadapsubyek penelitiary dan hasil perlakuan tersebut diamati, diukur,dan dianalisis. Apabila peneliti melakukan tindakan atau intervensi,namun efek intervensi tersebut tidak diukur dan tidak dianalisis,maka hal tersebutbukan merupakan suatu studi intervensi. Sebagaicontoh seorang ahli bedah melakukan intervensi bedah untukmengambil batu empedu dan meneliti komposisi batu empeduyang diambilnya, maka ahli bedah tersebut tidak dapat dikatakanmelakukan penelitian intervensional melainkan melakukan studiobservasional. Ciri khas studi intervensional dibanding denganstudi observasional adalah pada studi intervensional penelitimenentukan subyek mana yang akan memperoleh perlakuan apa,sedangkan pada studi observasional pajanan terhadap faktor risikoatau variabel independen berlangsung secara alamiah. *J)
110 Desainpenelitian Desoin peneliticnObservqsionol lnlervensionolI Loporon kosus* I Uii klinis2 Seri kosus* 2 lntervensi3 Studi cross-secfionol lermosuk survoi*4 Studi kosus-kontrol pendidikon5 studi kohorr periloku6 Melo-onolisis kesehoton mosyorokolGambar 6-L. Skema memperlihatkan klasifikasi sederhana desainpenelitian.Catatan: *Sebagian ahli berpendapat bahwa laporan kasus, serikasus, dan survai bukan merupakan penelitian yang sebenarnya.Kami mengacu pada Hegde yang mengatakan bahwa ilmu adalahsuatu filosofi, sedang penelitian adalah tindakan (action) untukmengisi ilmu. Sepanjang laporan kasus, seri kasug dan pelbagai survaitersebut merupakan proses untuk mengisi ilmu, maka ia dapat disebutsebagai penelitian dengan desain yang sederhana. Banyak penelitiandasar yang desainrrya sederhana namun membuahkan hasil spektakulardipandang dari segi ilmu karena substansinya yang berbobot. A PENnTmIAN oBSERVASToNAL LaponaN KASUS DAN sERJ KASUSBanyak yang tidak menganggap laporan kasus dan seri kasussebagai suatu penelitian. Dasar pendapat tersebut dapat dipahami,mengingat pada filosofi dasar penelitian: the essence of research iscoffipdrison. Dari laporan kasus dan seri kasus kita tidak dapatmenilai terdapatnya hubungan sebab-akibat, karena dilakukantanpa menggunakan kontrol. Bila pada laporan kasus dikemukakanadanya gejala efek samping terhadap sejenis obat baru, hal itu harusditanggapi secara berhati-hati karena faktor peluang (chance) sangatbesar. Tetapi deskripsi efek samping pada laporan kasus merupakan tj|
Husein alatas dkk 111dokumentasi yang amat berharga, karena dapat menggugah kitauntuk waspada terhadap kemungkinan efek samping tersebut danmemberikan stimulasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Cukup banyak laporan kasus atau seri kasus pada masa lampauyang kemudian membuahkan suatu Penemuan penyakit baru.Misalnya laporan kasus Richard Bright pada tahun 1827 yangmembuahkan penyakit glomerulonefritis yang pada saat initernyata sangat beragam jenisnya. Laporan William Heberden tahun1772 mengenai sakit dada pada sejumlah kasus pada akhirnyamembuahkan penyakit angina pektoris. Bahkan akhir-akhir inilaporan serial kasus yaitu 5 lelaki homoseksual yang menderitapneumonia akibat Pneumocystis carinii pada tahun 1980-1981,akhirnya membuahkan penemuan penyakit AIDS, sebagai suatupenyakit baru dan amat penting, muncul ke permukaan danmenjadi isu kesehatan global hanya dalam waktu beberapa tahun. Salah satu bentuk seri kasus yang seringkali dilakukan adalahpengaruh pengobatan atau prosedur atau tindakan pengobatanpada sejumlah kasus. Laporan semacam ini meski dilakukan padalebih dari 50 kasus, tidak mempunyai nilai yang besar dalam ranahpenelitiary oleh karena tidak dilakukan dengan kontrol. Penelitianseperti ini hanya memberi petunjuk mengenai kemungkinanterdapatnya efek terapi obat tersebut, serta efek samping ataupunkomplikasi yang dapat timbul pada pemakaian sesuatu obat atauprosedur. Seharusnya laporan semacam ini dilanjutkan denganstudi eksperimental untuk membuktikan ada atau tidaknya efekobat atau prosedur tersebut. Tidak jarang suatu laporan kasus yang mengesankan terdapatnyaefek terapi obat atau prosedur pengobatan, setelah diuji denganpenelitian eksperimental temyata hasilrrya negatif. Contohnya adalahpenggunaan obat imtrnosupresif imuran pada sindrom nefrotik relapsfrekuen; obat tersebut semula dilaporkan cukup efektif, nalnun setelahdilakukan penelitian eksperimental (uji klinis) oleh ISKDC (InternationalStudy of Kdney Disease in Children) secara kolaboratil temyata pasiensindrom nefrotik relaps frekuen yang diberi imuran hasilnya samadengan kelompok kontrol yang diberi pengobatan standar. Akhimyadisimpulkanbahwa penggunaan imuran pada pasien sindrom nefrotik dnJ|
112 Desainpenelitianrelaps sering adalah tidak efektif. Keadaan serupa dijumpai pada obatatau prosedur pengobatan lain. Karenanya pada saat ini dapat dibuatsimpulan umurn bahwa studi observasional atau uji klinis yang tidakdirandomisasi cenderung untuk melebih-lebihkan efek suatu obat ataupengobatan dibanding dengan uji klinis dengan randomisasi. Namunharus diakui terdapat cukup banyak prosedur pengobatan yang tidakdidasarkan atas uji klinis dengan randomisasi, baikkarena jumlahkasusyang sedikit masalah teknis, atau masalah etika, PENErrrnN cRoss- sECmoNALDalam penelitian cross-sectional peneliti melakukan observasi ataupengukuran variabel pada satu saat tertentu. Kata satu saat bukanberarti semua subyek diamati tepat pada satu saat yang sama, tetapiartinya tiap subyek hanya diobservasi satu kali dan pengukuranvariabel subyek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut. Dengandemikian maka pada studi cross-sectional peneliti tidak melakukantindak lanjut terhadap pengukuran yang dilakukan. Desain cross-sectional sering digunakanbaik dalam studi klinis danlapangan; desainini dapat digunakan pada penelitian deskriptif maupun analitik. Contoh penelitian cross-sectional deskriptif: o persentase bayi yang mendapat ASI eksklusif di komunitas o prevalens obesitas pada mahasiswa di Jakarta . indeks tuberkulin pada anak. (Studi ini, meski memerlukan follow-up 48-72 jamuntuk penilaian hasil uji tuberkulin, tetap disebut sebagai studi cross-sectional karena penyuntikan dan penilaian hasil merupakan satu kesatuan). Contoh penelitian cross-sectional analitik: r beda proporsi pemberian ASI eksklusif pada pelbagai tingkat pendidikan ibu . beda kadar kolesterol dokter anak dan dokter bedah o Beda prevalens penyakit tertentu antara siswa lelaki dan perempuan o Peranpelbagai faktor risiko dalam terjadinya penyakittertentu *t
Husein alatas dkk 113 Dalam studi analittk cross-sectional yang mempelajari hubunganantara faktor risiko dengan penyakit (efek), pengukuran terhadapvariabel bebas (faktor risiko) dan variabel tergantung (efek) hanyadilakukan sekali dalam waktu yang bersamaan. Dari pengukurantersebut maka dapat diketahui jumlah subyek yang mengalamiefek, baik pada kelompok subyek yang faktor risiko, maupun padakelompok tanpa faktor risiko. Hasil pengukuran biasanya disusun dalam tabel 2 x 2; dari tabelini dapat dilihat prevalens penyakit (efek) pada kelompok denganatau tanpa faktor risiko, kemudian dapat dihitung rasio preaalens,yakni perbandingan antara prevalens efek pada kelompok subyekyang memiliki faktor risiko dengan prevalens efek pada kelompoksubyek tanpa faktor risiko. Rasio prevalens memberikan gambaran peran faktor risikoterhadap terjadinya efek atau penyakit. Bila rasio prevalens samadengan 1, artinya prevalens penyakit pada subyek dengan faktorA sama dengan prevalens pada subyek tanpa faktor A, maka faktortersebut bukanlah merupakan faktor risiko. Bila nilai rasio prevalenslebih dari L berarti faktor A tersebut merupakan faktor risikg dan nilaiyang kurang dari 1 menunjukkan bahwa faktor tersebut merupakanfaktor protektif (mencegah terjadinya efek). Namun dalam menilai rasioprevalens harus diperhatikan interaal kepercayaan Karena studicross-sectional hanya mengukur prevalens (bukan insidens), makastudi tersebut seringkali disebut pula sebagai studi prevalens.Untuk uraian selanjutnya lihat Bab 7. Srunr KASUS-KoNTRoLBerbeda dengan studi cross-sectionnl, pada studi kasus,kontrolobservasi atau pengukuran variabel bebas dan variabel tergantungtidak dilakukan pada saat yang sama. Peneliti melakukan pengukuranvariabel tergantung, yakni efek, sedangkan variabel bebasnya dicarisecara retrospektif; karena itu studi kasus-konkol disebut sebagai studilongitudinaf artinya subyek tidak hanya diobservasi pada satu saat tetapidiikuti selama periode yang ditentukan. *t
114 Desainpenelitian Seperti telah disebutkan, pada studi kasus-kontrol dilakukanidentifikasi subyek (kasus) yang telah terkena penyakit (efek),kemudian ditelusur secara retrospektif ada atau tidaknya faktorrisiko yang diduga berperan. Untuk kontrol harus dipilih subyekdari populasi dengan karakteristikyang sama dengan kasus; bedanyakelompok kontrol ini tidak menderita penyakit atau kelainan yangditeliti. Pemilihan subyek kontrol ini dapat dilakukan dengan 2cara, yakni dengan cara serasi (matching) atau tanpa matching. Seperti pada studi cross -sectional, hasil pengukuran pada studi kasus-kontrol disusun dalam tabel}x 2. Hubungan sebab akibat antara faktorrisiko dan efek diperoleh secara tidak langsung, yakni denganmenghitung risiko relatif, yang dalam studi kasus-kontrol dinyatakansebagai lasio odds (odds ratio). Odds adalah perbandingan antarapeluang (probabilitas) untuk terjadinya efek dengan peluang untuktidak te4adinya efek; bila peluang terjadinya efek dinyatakan denganP, maka odds adalah P/(1-P). Sebagai contoh, bila peluang ataukemungkinan Muhammad Ali untuk menang melawan Joe Frazieradalah 75o/o, maka odds Alt' untuk menang adalah = 75% : 25\"/o = 3. Rasio odds menunjukkan berapa besar peran faktor risiko yangditeliti terhadap terjadinya penyakit (efek), jadi seruPa dengan rasioprevalens pada studi cross-sectional atau atau risiko relatif pada studikohort. Nilai rasio odds:1 menunjukkan bahwa faktor yang ditelititernyata bukan merupakan risiko untuk terjadinya efek. Rasio yanglebih besar dari L menunjukkan bahwa benar faktor yang ditelitimerupakan faktor risiko, sedangkan rasio yang kurang dari 1menunjukkan bahwa faktor tersebut merupakan faktor protektifuntuk terjadinya efek. Nilai rasio odds ini harus disertai intervalkepercayaannya. Sruor KoHoRTBerlawanan dengan studi kasus-kontrol yang mulai denganidentifikasi efek, pada penelitian kohort yang diidentifikasi lebihdahulu adalah kausa atau faktor risikonya kemudian sekelompoksubyek (yang disebut kohort) diikuti secara prospektif selamaperiode tertentu untuk menentukan terjadi atau tidaknya efek. Gi
Husein alatas dkk 115Pada penelitian kohort murni, yang diamati adalah subyek yangbelum mengalami pa;'anan faktor risiko yang dipelajari serta belummengalami'efek. Sebagian subyek tersebut secara alamiah akan mengalami pajananterhadap faktor risiko tertentu, sebagian lainnya tidak. Subyek yangterpajan faktor risiko menjadi kelompok yang diteliti, sedang subyekyang tidak terpajan menjadi kelompok kontrol. Dalam keadaan ini,oleh karena kedua kelompok berangkat dari populasi yang sama,maka biasanya keduanya sebanding (comparable) kecuali dalam haladanya pajanan terhadap faktor risiko. Kedua kelompok tersebutkemudian diikuti selama masa tertenhr, untuk kemudian ditentukanapakah telah terjadi efek atau penyakit yang diteliti. Hasil pengamatan studi kohort juga disusun dalam tabeI Z x 2,dan dapat ditentukan insidens terjadinya efek pada kelompokterpajan dan kelompok kontrol. Selanjutnya dapat dihitung risikorelatif, atau risiko insidens, yakni perbandingan antara insidensefek pada kelompok dengan faktor risiko dengnn insidens efek padakelompok tanpn faktor risiko. Risiko relatif menunjukkan besarnya:pe1ramnafkaaktofarkrtiosirkyoatnegrhdaditaeplititebrjuakdainnylaahpmeneyruapkiat;kabnilafarikstiokor relatif risiko,nilai yang lebih daripada 1. menunjukkan bahwa faktor tersebutmerupakan risiko, sedangkan nilai yang kurang daripada 1menunjukkan bahwa faktor yang diteliti tersebut bersifat protektif.Dalam menilai hasil risiko relatif harus pula diperhatikan intervalkepercayaannya. Uraian selanjutnya dapat dipelajari dalam Bab 9.Selain studi kohort prospektif juga dikenal studi kohortretrospektif. Pada desain ini peneliti mengidentifikasi faktor risikodan efek pada kohort yang terjadi di masa lalu (penelitian disebutrerospektif bila pada saat penelitian dilakukan outcome yarrg ditelitisudah terjadi). Analisis yang digunakan sama dengan pada studikohort prospektif. Kesahihan hasil studi ini bergantung padakualitas data pada rekam medis atau sumber data lain. Seperti padastudi kohort prospektil baik faktor risiko maupun efek yang ditelitiharus didefinisikan dengan jelas. Salah satu kelemahan studi kohortretrospektif ini adalah terdapatnya kemungkinan bahwa pelbagaipengukuran yang dilakukan pada masa lampau tidak memenuhi * ta* ti
116 Desainpenelitianstandar, karena data yang ada adalah data pelayanan, datapenelitian. Diagram pada Gambar 6'2 memperjelas perbedaandesain studi cross-sectional, kasus-kontrol, kohort prospektif, dankohort retrospektif. Cross sectional : ;..-;.l-l li i..t::.:lj:,t.t; t:,t:'l::,i,1:.::i::l::,l::l:::::lia:l:.:l:. i! t'. l.:. ::.'i.i::,1 :ll:l r, ll:''l:.:,:,,1i:::.rl :'!:,i;:i;:i:t.ll':1i1..:,;.r::.-, f t \"\"\"\" r\"\" ;p-€ktif '>' :. -,-,---'t]']--- : Masa lampau :*i . e|\"\"l.SsFl€,.,,,,Gambar 6-2. Skema memperlihatkan dimensi waktu dalam desainobservasional. Pada studi uoss-sectional pengukuran faktor risiko danefek dilakukdn satu kali pada saat yang sama; studi ini disebutretrospektif bila kejadian yang diteliti telah te4adi pada masa lalu.Pada studi kasus-kontrol, efek dinilai sekarang sedangkan faktorrisiko ditelusur retrospektif. Pada studi kohort prospektif penelitiandimulai sekarang, faktor risiko dan efek dideteksi ke depan secaraprospektif. Pada studi kohort ietrospektif faktor risiko dan efek telahterjadi di masa lalu, namun kejadian efek ditelusur prospektif dilihatdari saat pajanan faktor risiko. PgNnUTIAN EKSPERIMENTALStudi eksperimental, sering pula disebut studi intervensional,adalah salih satu rancangan penelitian yang dipergunakan untuk t arl -.t
Husein alatas dkk 117mencari hubungan sebab.akib at (cause-effect relationship). Dibandingstudi observasional, studi eksperimental ini mempunyai kapasitasasosiasi yang lebih tinggi. Simpulan adanya hubungan sebab akibatpada studi observasional, baik studi cross-sectional, studi kasus-kontrol, maupun kohort hanya sampai pada ingkatan dugaan ataudugaan kuat dengan landasan teori atau telaah logis. Pada penelitianeksperimental asosiasi sebab-akibat yang diperoleh lebih tegas dannyata, sehingga simpulan yang dapat diperoleh pun lebih definitifketimbang pada studi observasional. Namun studi eksprimentalini umumnya memerlukan biaya yang mahal dan pelaksanaannyarumit, hingga penggunaannya lebih terbatas. Di klinilg studi eksperimental sering dilakukaru dan didominasioleh uji klinis untuk mehilai efek terapeutik obat atau prosedurpengobatan (Bab 10). Di lapangan, studi eksperimental dilakukandalam bentuk intervensi komunitas, misalnya penelitian tentangpengaruh penyuluhan pembersihan air tergenang di sekitar rumahterhadap insidens demam berdarah dengue di suatu daerah. Di laboratorium studi eksperimental juga sering dilakukan,termasuk penelitian dengan hewan coba. Di antara ketiganya,kondisi yang ideal dapat dibuat di laboratorium, di klinik sampaibatas tertentu lingkungan penelitian dapat dibuat mendekati ideal,sedang di lapangan studi intervensi dilakukan atas dasar keadaanfaktual di masyarakat. Perbedaan ini tentu berpengaruh terhadaptingkat kepercayaan kita terhadap hasil masing-masing studi. Studi eksperimental juga mempunyai tingkatan atau gradasi,mulai dari studi pra-eksperimental (pre-experimental studies),studi kuasi-eksperim ental (q u a si - exp erim ent al studi es), dan studieksperimental benar (true experimental studies). True experimantalstudies dianggap merupakan desain terkuat untuk memperlihatkanhubungan sebab-akibat. Desain ini ditandai dengan terdapatnyarandomisasi, yakni alokasi subyek uji klinis yang berdasarkan asaspeluang untuk diberikan obat atau prosedur yang diuji ataudiberikan obat atau prosedur standar. Pembaca yang berminatdapat mempelajari lebih lanjut dalam buku Campbell & Stanley(1953) yang kini telah menjadi rujukan klasik dan edisi berikutnyayang diperluas oleh Shadish, Cook & Campbell (2002). sJl
118 Desainpenelitian CoNToH APLIKASI JENIS DESAIN PENELITIANDari uraian di atas tersirat bahwa tiap jenis desain penelitianmempunyai karakteristik tertentu, yang harus dipertimbangkandalam pemilihan desain untuk menjawab pertanyaan penelitiaryatau menguji hipotesis. Ciri-ciri, kelebihary dan kekurangan tiapdesain akan diuraikan dalam bab-bab berikut. Pemahaman akankarakteristik, kelebihan, dan kelemahan masing-masing desainpenelitian diperlukan agar peneliti dapat menentukan desain yangpaling tepat untuk dipergunakan menjawab pertanyaan penelitian. Teoritis setiap jenis desain dapat digunakan untuk menjawabbeberapa pertanyaan penelitian, dan teoritis satu pertanyaanpenelitian dapat dijawab dengan pelbagai desain. Jenis desain manayang Seharusnya dipilih? Kunci untuk pertanyaan tersebut adalah:desain yang mampu menjaraab pertanyaan penelitian dengan sshih,murah, mudah, cepat, dan tidak berlawanan dengan etika. Bila dapatmemberikan hasil yang sama sahihnya, maka studi yang biayanyalebih murah, lebih aman dan nyaman untuk subyek, lebih cepat dapatdiselesaikary dan lebih sedikit memerlukan subyek lebih disukai. Untuk memberi gambaran penggunaan desain penelitian, danuntuk memperlihatkan bahwa secara teoritis pelbagai jenis desainpenelitian dapat digunakan untuk menjawab masalah penelitianyang sama, berikut diberikan contoh penggunaan pelbagai jenisdesain untuk menjawab satu pertanyaan penelitian. Masalah yang dihadapi adalah: Seorang dokter anak mengamati bahwa sebagian besar pasien yang telah menunjukkan gejala asma sebelum berumur 1 tahun, pada anamnesis ternyata diberi susu formula pada masa neonatus. Diperkirakan dalam populasi persentase bayi yang mendapat formula pada masa neonatus adalah 50%. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa pemberian formula pada neonatus yang rentan akan mempercepat timbulnya manifestasi asma. Studi literatur menunjukkan terdapatnya dugaan bahwa pemberian protein asing dini (susu formula) pada bayi baru lahir yang rentan akan mempercepat terjadinya manifestasi alergi pada bayi tersebut. fi ,.1 ui
Husein alatas dkk 119 Untuk masalah penelitian tersebut peneliti dapat merumuskanhipotesis berikut: Pembeiian susu formula pada masa neonatus (formula dini) berkaitan dengan peningkatan kejadian asma di bawah usia L tahun (asma dini). Untuk menguji kesahihan hipotesis tersebut, dapat digunakanpelbagai jenis desairt /akni: o Studi cross-sectional, yakni dengan melakukan pemeriksaan satu kali pada sekelompok bayi dengan atau tanpa asma. o Studi kasus-kontrol, dengan mencari bayi dengan asma dan membentuk kelompok kontrol bayi tanpa asma. o Studi kohort, yakni dengan mengamati bayi baru lahir, mencatat yang diberi formula dini dan yang tidak o Uji klinis, dengan mengalokasi bayi yang mendapat formula dan yang tidak I. Desain yang paling sederhana adalah studi cross-sectional. Selama periode tertentu, misalnya selama 6 bulan, diperiksa semua bayi yang berumur di bawah 1 tahun pada satu komunitas. Misalnya terdapat 1000 bayi,100 di antaranya memberi gejala asma (dengan kriteria yang ditetapkan). Dari ke-L00 bayi tersebut, ternyata 80 mendapat fonnula dini, yang 20 lainnya mendapat ASI eksklusif. Pada 900 bayi tanpa gejala asma, 300 bayi diberikan formula dini, 600 lainnya tidak. Lihat Gambar 6-3. Dengan demikian maka dapat dihitung rasio prevalens, yaitu perbandingan prevalens bayi dengan asma yang mendapat formula (80/380) dengan prevalens bayi tanpa asma yang mendapat formula (201620). Rasio prevalens dapat dihitung = 397380 :201260 = 6,53 (interval kepercayaan 95o/o antara 4,07 sampai 10,471. II. Desain lain yang dapat dipergunakan adalah studi kasus- kontrol. Misal dapat dikumpulan 50 bayi yang menunjukkan manifestasi asma pada umur kurang dari l tahun; kelompok ini merupakan kelompok kasus (mengalami efek). Sebagai kontrol dicari 50 bayi kurang dari l tahun tanpa asma. Pada *t
120 Desainpmelitian Asmo dini Yo 80 300 380 Jumloh Formulo dini 20 r00 r 000Gambar 5-3. Tabel 2 x 2 menunjukkan hasil observasi pada studicross-sectional terdapat 1000 bayi untuk menentukan hubunganantara pemberian susu formula dini dengan terjadinya manifestasiasma dini. Pada contoh ini resiko relatif pemberian formula dinidinyatakan sebagai ratio prevalgns = prevalens asma dini pada bayiyang diberi formula dini : prevalens asma dini pada bayi tanpaformula dini = 80/380:201620 = 6,53. kedua kelompok ditelusuri secala retrospektif dengan wawancara yang teliti, apakah bayi diberi formula pada masa neonatus, untuk mengetahui proporsi subyek yang diberi formula sebelum berumur l bulan pada kelompok kasus dan kontrol. Data tersebut dianalisis dengan menghitung ratio odds.Lihat Gambar 5-4.Bila dari 50 bayi asma terdapat 37 yang diberikan formula dini, dan dari 50 bayi tanpa asma 18 diberikan formula dini, maka oddspadakelompok formula = 37 I 18 sedangkan o d ds p ada kelompok tanpa f ormula dini = 13i32. Rasio odds pada studi ini adalah 37118 : 13132 = 37x32 : 18x13 = 5,06 (IK 95\"/o antara L,98 sampai 13,13). III. Desain lain kohort prospektif dapat pula digunakan. Misalnya diamati 1000 bayi baru lahir. Sebagian (300 bayi) secara alamiah diberikan susu formula sebelum usia l bulan, sisanya (700 bayi) tidak. Kedua kelompok tersebut diamati 1 tahun, dan ditentukan apakah terdapat manifestasi asma t.i
Husein alatas dkk 121 Formulo dini Asmq dini Jumloh 55 Jumloh Yo 45 37 'r8 r00 r3 32 50 50 Gambar 6-4. Tabel2x2 menunjukkan hasil observasi pada studi kasus-kontrol. Risiko relatif (dinyatakan sebagai ratio odds) dihitung sebagai berikut: RO = (37x32):(18/13) = 5,1. Asmq dini Tidok Jumloh Yo r00 300 Formulq dini Tidok 700 Jumloh r50 850 r000 Gambar 6-5. Tabel 2x2 menunjukkan hasil observasi pada studi kohort. Risiko relatif (RR) dihitung dengan membandingkan insidens efek (asma dini) pada kelompok dengan faktor risiko (formula dini) dengan insidens efek pada kelompok tanpa faktor risiko. RR = 100/300 :501700 = 4,7. sebelum usia 1 tahun. Bila dari 300 bayi yang diberi formula dini 100 menderita asma (insidens = 100/300), dan dari 700 yang tidak diberi formula 50 menderita asma (insidens 50/ 700), dapat dihitung relatif (RR) pemberian formula yakni sebesar 100/300 :501700 = 4,67 (IK 95% 3,42 sampai 6,97). Gambar 5-5. *.i
122 Desainpenelitinn IV. fika faktor etika diabaikan (tentu saf a tidak dibenarkan), desain eksperimental dapat digunakan untuk menguji sahih atau tidaknya hipotesis tersebut. Pada 100 bayi baru lahir dilakukan alokasi acak; 50 diberikan susu formula dini,50 lainnya tidak. Kemudian efeknya dilihat sampai bayi berusia l tahun. ]adi yang membedakan studi kohort dengan studi eksperimental adalah adanya intervensi dari peneliti, siapa yang diberi formula dan siapa yang tidak. Pada studi kohort peneliti mengelompokkan subyek y.rng secara alamiah diberi formula dini dan yang tidak. Bila dari 50 bayi yang diberi formula dini L0 menderita asma dini, dan dari 50 bayi tanpa formula dini 6 menderita asma dini, maka dapat dilakukan uji hipotesis, dalam hal ini adalah uji x2. Lihatlah Gambar 6-6. Formulo dini Asmq dini Tidok Tidok Jumloh 40 l0 50 50 46 54 r00 Gambar 6-5. Tabel 2 x 2 menunjukkan hasil uji klinis yang mencari hubungan antara pemberian formula dini dengan terjadinya asma dini. Dalam desain ini dilakukan uji hipoiesis dengan x2 untuk 2 kelompok independen; v2 = 4,245; df = 1; p = 0,039.Nilai rasio prevalens pada studi cross-sectional, rasio odds padapenelitian kasus kontrol, maupdn risiko relatif pada studi kohortmenunjukkan berapa kali risiko terjadinya efek pada kelompokdengan faktor risiko dibanding pada kelompok kontrol. Misalnyar asio o dds sebesar 5, 05 berarti bahwa bahwa bayi yang diberi formuladini mempunyai risiko untuk terjadinya asma dini sekitar lima t.,
Husein alatas dkk 123kali lebih besar ketimbang yang tidak diberi formula dini. Rasioodds sebesar 5,01 ini mempunyai interval kepercayaannya; bilainterval kepercayaan 95\"/\" antara 1,98 sampai 13,1,3 berarti padapopulasi yang diwakili oleh sampel, risiko pemberian formula dinipada neonatus untuk kejadian asma dini 95% terletak antara 2sampai 13. Apabila rasio odds <1 maka faktor yang diteliti justrumerupakan faktor protektif. Baik faktor risiko maupun faktorprotektif, bila interval kepercayaannya mencakup angka 1 berartiia bukan merupakan faktor risiko / protektif yang sebenarnya;biladilakukan uji hipotesis akan diperoleh nilai p>0,05 - artinya hasilyang diperoleh tersebut cukup besar kemungkinannya semata-mata disebabkan oleh faktor peluang. Tiap desain mempunyai sisi positif dan negatil kelebihan dankekurangannya. Pada umumnya, dilihat dari segi biayayangpalingmurah ialah desain cross-sectional, diikuti oleh studi kasus-kontrol,studi kohort, dan yang termahal adalah studi eksperimental.Namun bila dilihat dari kuatnya hubungan sebab-akibat, hal yangsebaliknya terjadi: desain terkuat adalah studi eksperimental,diikuti oleh studi kohort, kasus-kontrol, dan studi cross-sectionalHal ini terutama karena pada studi eksperimental pelbagai jenisvariabel yang diukur atau diintervensi dapat dikontrol terhadapterjadinya pelbagai jenis bias. Akhir-akhir ini beberapa analisis menyebutkan bahwa studinon-eksperimental (biasanya studi kohort atau kasus-kontrol) yangdilakukan dengan baik dengan jumlah subyek yang besar dapatmemberi hasil yang sebanding dengan studi eksperimental. Namunhal itu tidak meniadakan pernyataan bahwa studi eksperimentallebih memberikan hasil dengan tingkat kesahihan yang lebih tinggidaripada desain observasional analitik. Uraian yang rinci pelbagai jenis desain tersebut, penerapannyadalam penelitian, perlunya dihitung perkiraan besar sampel danlain-lain dapat dipelajari dalam bab-bab berikut. Pada akhirnyapemilihan desain studi ditentukan oleh banyak hal, terutama padahipotesis atau tujuan penelitian, tingkat kesahihan yang akandicapai, serta fasilitas, sumber daya manusia, wakfu, serta biayayang tersedia. *i
124 Desainpenelitian Tnal,rs ra rr o NAL REsEAR cHSelain jenis-jbnis desain yang telah diulas di atas, juga dikenal desainuji diagnostik (yang pada dasarnya adalah studi cross-sectional -lihatlah Bab 1\), studi kesintasan (dapat observasional atauintervensi - Bab L2), dan meta-analisis (Bab 13). Meta-analisis,meski cikal-bakah:rya sudah lama dikenal,baru berkembang dalampustaka kedokteran dalam 2-3 dasawarsa terakhir. Meta-analisismerupakan suatu rangkuman kuantitatif hasil studi terdahuludengan menggunakan teknik statistika khusus. Meta-analisisdigolongkan dalam penelitian observasional analitik yang bersifatretrospektif. Studi kualitatif, meskipun tidak dilakukan sebanyakstudi kuantitatif dapat dilihat ikhtisarnya pada Bab L4. Semua jenis penelitian di atas merupakan penelitian terapan,yang melanjutkan penelitian ilmu dasar baik dalam laboratoriumin aitro maupun penelitian dengan hewan coba. Semua jenispenelitian kedokteran, baik penelitian dasar, klinis, maupunkomunitas akhirnya harus berujung pada peningkatan kualitaspelayanan kedokteran. Penjabaran temuan ilmiah dari penelitianilmu dasar ke ranah aplikasi klinis, dan akhimyaperbaikankesehatanmasyarakat merupakan tujuan utama penelitian kedokteran. Namunini terbukti tidak dapat mudah dicapai. Para penyandang dana,baik pemerintah maupun perusahaan farmasi, telah menghabiskandana luar biasa besar untuk penelitian dasar, namun nilaipengembalian investasi sangat jauh dari sasaran yang diharapkan.Sebagai contoh, The National Institute of Health (NIH) USA telahmengeluarkan dana hampir 15 milyar dolar untuk riset dasar padatahun 2009, tetapi laju translasi penelitian ke dalam praktik klinissangat lambat dan rendah. Suatu studi menunjukkan bahwa dalam20 tahun terakhir, kurang dari 25o/\" temuan penting riset biomedisdilanjutkan sebagai uji klinis dan kurang daril}\"h yang kemudianditerapkan dalam praktik klinis. Selain itu, walaupun suatu jenisterapi telah dibuktiNan memiliki efek positif, penerapannya tidaklakukan secara universal dalam praktik klinis, seperti pemberianobat penghambat beta setelah infark miokard atau obat penurunkolesterol pada penyakit jantung koroner. *Jl
Husein alatas dkk 125 Kendatipun masalah dalam proses penjabaran atau translasitersebut telah didiskusikan hampir lebih dari 30 tahun, namunbaru dalam dekade terakhir hal ini menjadi fokus perhatian parapeneliti. Para ahli menyadari bahwa pekerjaan ini merupakan halyang vital dalam kemajuan riset biomedis. Apn YANG DIMAKSUD DENGAN TRANSTATTONA L RESEARCH?Secara klasik tr anslational r esear ch didefinisikan sebagai \" ...ffictio etranslation of the new knowledge, mechanisms, and techniques generatedby adaances in basic science into nezn approaches for preaention,diagnotsis, and treatment of disease which are essential for improuinghealth..\" (Fontanerosa). Lebih jauh lagi beberapa pakar membagitranslational research menjadi dua blok, yaitu T1 dan T2 sebagaisuatu translational continuum atau clinical research enterprise. Istilah T1 sering dianggap bersinonim atau merujuk kepada\"bench to bedside\", yaltu \"the bench-to-bedside enterprise of harnessingknowldege from basic sciences to produce new drugs, deaices, andtreatment optings for patients\". The lnstitute of Medicine's ClinicalResearch Roundtable mendefinisikan T1 sebagai berikut: \"the transferof new understanding of disease mechanisms gained in the laboratoryinto the derselopment of neza methods for diagnosis, therapy, andpreaentionand their first testing in humans.\" Artinya area riset ini merupakanpertemuan antara ilmu dasar dengan kedokteran klinis; target atauendpointyang dituju adalahproduksi terapi atau obatbaru yang dapatdigunakan secara klinis atau diproduksi secara komersial. DefinisiT1 ini hampir mirip dengan definisi translational research secaraumum yang dikemukakan oleh Fontanerosa. Apa yang dimaksud dengan T2? Riset T2 dapat dikatakanmerupakan translasi hasil penelitian klinis ke dalam praktik untukmemastikan bahwa obat atau pendekatan diagnostik yang baruditemukan benar-benar menjangkau pasien atau populasi yangdimaksud. Untuk itu, produksi obat/pendekatan terapi atau *i
126 Desainpenelitiandiagnostik yang merupakan luaran fase bench-to-bedside menjadititik awal T2. Ringkasnya T2 menerjemahkan temuan dalampenelitian klinis ke dalam praktik sehari-hari serta pembuatankebijakan kesehatan. Berdasarkan pemahaman di atas, tampak bahwa T1 dan T2merupakan continuum. Riset T1 memerlukan Penguasaan biologimolekular, genetik, dan ilmu dasar lain serta klinikus terlatih yangbekerja di laboratorium lengkap dengan teknologi canggih sertainfrastruktur yang mendukung. Sebaliknya, laboratorium T2adalah komunitas dan pelayanan rawat jalary yaitu tempat intervensiberbasis populasi, tempat riset berbasis praktis membawa hasilpenelitian T1 ke ruang publik. Oleh karena itu, T2 memerlukanketerampilan riset berbeda, yaitu penguasaan ilmu implementasilapangan dan evaluasi intervensi di lingkungan nyata, termasukepidemiologi klinis, teori komunikasi, ilmu perilaku, kebijakanpublil keuangan, teori organisasi, desain sistem, informatika, dankombinasi riset metodologi/kualitatif. Penelirian T1 dan T2 menghadapi tantangarryar.g berbeda. TLberjuang dengan misteri biologi atau teknologi, rekrutmen ujiklinis, dan pengontrolan lingkungan. Adapun riset T2lebihbanyakmenghadapi tantangan perilaku manusia, masalah organisasi,hambatan infrastruktur dan sumber daya, dengan segala tantanganyang ada. Mengingat rumitnya proses translasi hasil penelitianuntuk memiliki dampak bagi kesehatan masyarakat, beberapakelompok membuat model dengan T1-T2-T3-T4 yang merupakankontinuum riset biomedis. o T1 adalah translasi dari ilmu dasar ke studi penelitian klinis (dengan subyek manusia), . T2 menerapkan hasil penelitian klinis ke pasien, o T3 adalah riset berbasis praktik, dan o T4 merupakan outcome research yang mengacu pada komunitas dan kebijakan kesehatan. Apa pun modelnya, inti konsep penelitian translasional adalahmemastikan bahwa apa yang ditemukan dalam penelitian dasarditeruskan ke penelitian pada manusai dan komunitas. il i*o\"i
Huseinalatas dkk 127 RlNcrRseuSecara tradisional, riset dalam bidang kedokteran dan kesehatanseringkali dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu riset dasar(disebut juga riset fundamental atau riset murni) dan riset terapan.Riset dasar bersifat lebih spekulatif dan memerlukan waktu lama(seringkali dalam hitungan dasawarsa) untuk diterapkan dalamkonteks praktis namun kadang mampu menghasilkan temuanfenomenal yang menyebabkan pergeseran paradigma praktis.Sebaliknya riset terapan memiliki implikasi langsung terhadappraktik tetapi seringkali hanya menghasilkan perbaikan bertahapdan bukan suatu terobosan radikal. Dikotomi riset dasar dan terapan ini menyulitkan pembentukantim multidisiplin yang diperlukan untuk keberhasilan penelitiantranslasional. Riset translasional berusaha membebaskan diri daridomain dasar dan terapan ini sehingga dapat diterapkan secaralebih umum. Pada riset translasional interaksi antara riset akademisdan praktik pelayanan kesehatan/industri ditingkatkan. Parapraktisi dapat membantu pembentukan agenda riset denganmemberi informasi mengenai masalah apa yang sebenarnyadihadapi dan memerlukan pendekatan dengan riset translasional.Seperti telah disebut, pendekatan riset terapan hanya menghasilanperbaikan masalah kesehatan yang sedikit. Darrnn PUsTAKA Abramowics M, Barnett Hl, Edelmann CMIR. Controlled trial of azathioprine in children with nephrotic syndrome. The report of The Intemational Study of Kidney Diseases in Children. Lancet. 7970;2:959-6L. Azwar A, Prihartono, ]. Metodologi penelitian kedokteran dan kesehatan masyarakat. ]akarta: Binarupa Aksara, L987. Campbell Dl Stanley jC. Experiitrental and quasi-experimental designs for research. Boston: Houghton Mifflin Co.;1963.4 Doll R, Hill AB. Mortality in relation to smoking: Ten-year observation of British doctors. BMI 1964; 1399-450.5 Dougherty D, Conway PH. The \"3T's\" road. map to transform US health care: the \"how\" of high-quality care, iAMA. 20[,8;299:2379-2321. * *uJ)
128 Desainpmelitian6 Egget M, Smith GD, Philips AN. Meta-analysis: principles and procedures. BMJ 1.997 ;31.5 :'1533-7 . Fletcher R, Fetcher S, Wagner EH. Clinical epidemiology - the essentials. Edisi ke-3. Philadelphia: Williams & Wilkins; 1996. Fontanarosa PB, C.D.DeAngelis CD. Basic science and translational research: call for papers/ IAMA. 2001,;285:2246. Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Newman TB, penyunting. Designing clinical research-An epidemiologic approach. Edisi ke-3. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.10 Katz DL. Clinical epidemiology & evidence-based medicine. Thousand Oaks: Sage Publications; 2001.11. Pratiknya AW: Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran dan kesehatan. ]akarta: Rajawali; 1986.12 Sackett DL, Wenberg JE. Choosing the best research design for each question. BMI 1997 ;135:1636.13 Zerhouni EA. US biomedical research: basic, translational, and clinical sciences. JAMA. 2005;294:1352-58. * *u.f
Husein alatas dkk 129 F,f@ Desoin penalition merupokan rencqno penelition sebagoi sorono bogi peneliti untuk memperoleh jowobon atas pertonyoon penelitian otou menguji validitos hipotesis. Klosif ikosi sederhono yong bermonfaot qdaloh pembogion menjodi studi eksperimentol don observosionol. Podo studi eksperimentol, peneliti melokukon olokosi subyek untuk diberi infervensi, don mengukur hosil (efek) intervensi. Podo studi observosional peneliti honyo melakukon pengomoton terhodop subyek penelition don menganolisis hosil pengamotan. Desoin penelitian seringkoli saling menunjong sotu dengon loinnyo. Bentuk'penalition' yong poling sederhano pun, yoitu loporon kosus, kodong dapot mambuahkon penemuon penyokit yong penting don berbohoyo di kemudion hori. Tiop jenis desoin mempunyoi keunggulon don kekurongon. Desoin untuk mencori hubungon kousol yong tarkuot odoloh stud i eksperimentol. Studi o b servas i o nal memi I i ki kopos itos hubungon sebab-okibot yong lebih lemoh, tatopi lebih bonyok digunokon koreno relatif muroh don mudoh. Tidak ado desoin terboik untuk semuo jenis penelition. Untuk menjowob pertonyoon penelition yong somo, teoritis dopoi dipergunakon pelbogoi desoin penelition. Desoin terboik odoloh yang dapot manjowob pertonyoon penelition secoro okurot, sahih, ef ektif , don ef isien. Dikotomi penelition dosor don taropon okhir-okhir ini menjodi bohan diskusi dan harus lebih diintegrosikon dalam konsep penelition fronsklqsionol, yong menerjemohkan hosil sfudi dosor ke penelition klinis, komunitos, don akhinryo ke kebijokon kesehoton. *.r
Search
Read the Text Version
- 1 - 26
Pages: