Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Bab 02 Perkembangan Informed Consent

Bab 02 Perkembangan Informed Consent

Published by haryahutamas, 2016-08-22 10:02:24

Description: Bab 02 Perkembangan Informed Consent

Search

Read the Text Version

Perkembansan Informed ConsenttfN ahulu kala HipiX)crates telah pernah menganjurkan untuk meng- alihkan perhatian pasien terhadap apa yang sedang dilakukanterhadapnya dan jangan mengungkapkan apa-apa tentang keadaanpasien baik sekarang atau kemudian hari.{Perform calmly, and adroitly, concealing most tilings from the patientwhile you are attending him. Give necessary orders with cheerfulnessand serenity, turning his attention away from what is being done to him.... Revealing nothing of the patient's future or present condition...).Dengan perubahan zaman maka anjuran Hippocrates ini tidak dapatdipertahankan lagi. Banyaklah timbul teori-teori baru yang berkaitandengan Informed Consent Antara mana dapat disebut Jay Katz yangmengemukanan teori tentang ''the idea of informed consent\". Ide iniberintikan pendapat bahwa keputusan-keputusan yang menyangkutpelayanan kesehatan terhadap pasien, harus dilakukan berdasarkan carakolaboratif antara pasien dan dokternya (777/s idea is the core notion thatdecisions about the medical cara a person will receive, if any, are to bemade in a collaborative manner between patient and physician).Konsep ini juga menekankan bahwa dokter harus bersedia untukmemulai mengadakan diskusi dengan pasien tentang pilihan-pilihantindakan terapetik yang ada. Pula ia harus memberikan informasi yangberkaitan dengan tindakan terapetik ini.Informed Consent mengandung 4 buah komponen, yaitu: Pasien harus mempunyai kemampuan {capacity or ability) untuk mengambil keputusan,- Dokter harus memberi informasi mengenai tindakan yang hendak dilakukan, pengetesan, atau prosedur, termasuk juga manfaat dan risikonya dan kemungkinan adanya manfaat dan risiko yang mungkin terjadi.8

- Pasien harus dapat memahami informasi yang diberil<an,- Pasien harus secara sukarela memberikan izinnya, tanpa adanya paksaan atau tekanan.Kemampuan untuk mengambil keputusan dikaitkan dengan istilahhukum yang dinamakan kompetensi (competency). Ini merupakan salahsatu komponen terpenting dalam Informed Consent Namun suatupengambilan keputusan bukan \"pemilihan hitam atau putih\" belaka.Mungkin pasien bisa memahami dan menjatuhkan pilihannya untuksesuatu hal, namun mungkin ia tidak bisa untuk lainnya.Unsur-unsur dalam pengambilan keputusan adalah :- Kemampuan untuk mengerti pilihan-pilihan tersebut,- Kemampuan untuk mengerti segala akibat-akibat dalam menjatuh- kan pilihannya,- Kemampuan untuk mengadakan evaluasi untung ruginya dari setiap akibat dan mengkaitkannya dengan nilai-nilai dan prioritas yang dianutinya.IndonesiaDi Indonesia masalah In formed Consent suddh diatur di dalam PeraturanMenteri Kesehatan No. 585 tahun 1989. Memang pelaksanaannya belumsebagaimana mestinya. Masih dihadapi banyak kendala-kendala yangmenyangkut bidang sosial budaya dan kebiasaan. Pula karena belum adayurisprudensi di sini yang dapat dibuat pegangan sehingga belum bisaberkembang. Selain itu karena menyangkut HAM, Informed Consentsebenarnya kelak harus diatur di dalam perundang-undangan yang lebihtinggi tingkatnya seperti Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah)Dasar yuridis tindal<an medikConsent adalah sebagai dasar yuridis untuk pembenaran dilakukannyatindakan medik atau operasi. Karena untuk melakukan operasi harusmenggunakan pisau untuk membuka tubuh pasien. Tindakan medikdemikian memenuhi perumusan yuridis KUH Pidana pasal 351, danseterusnya yang mengatur tindakan Penganiayaan, walaupun tujuannyatidaklah demikian. 9

Meskipun secara yuridis formil belum ada dasar justifikasi, tetapi ilmu pengetahuan telah menerima tindakan pembedahan dokter melalui konstruksi \"materieel niet wederrechtelijk\" secara materiil tidak ber- tentangan dengan hukum atau atas konstruksi yuridis \"ketidakadanya kesalahan\", AVAS, [Afwezigheid van alle schuld) sama sekali tidak adanya kesalahan. (Oemar Seno Adji). Demikian sebenarnya juga tindakan anestesi memenuhi perumusan KUH Pidana tentang Penggunaan Kekerasan (Pasal 89) yang berbunyi :\"Dianggap sama seperti menggunakan kekerasan suatu tindakan yang membuat seseorang menjadi pingsan atau tidak berdaya\". Maka seorangdokter spesialis anestesi pun sebenarnya juga harus meminta persetuju-an pasien untuk dapat melakukan tindakan pembiusannya. Namun sejakdahulu kala sudah merupakan kebiasaan bahwa tindakan pembiusandianggap sudah melekat pada tindakan operasi. Akibatnya: di dalamformulir izin pembeaahan yang lama, persetujuan pemberian anestesitidak disebut.Stolker pernah mengatakan, bahwa legislasi baru tidak akan pernahmemecahkan semua masalah, bahkan seringkali akan menimbulkanproblema baru yang tadinya tidak ada. Hal ini terbukti dengan doktrinInformed Consent Jika kita menoleh sejenak di negara Barat, makapenerapan Informed Consent pm tudak berjalan semulus seperti diduga.Di samping bernada positif yang menyangkut HAM, namun ada pulatulisan-tulisan yang bernada sinis yang meragukan manfaatnya.Namun hal ini tidaklah berarti bahwa hukum kita harus statis saja. Dengandampak arus globalisasi, mau tidak mau kita juga akan terdorong untukmengadakan penyesuaian-penyesuaian dalam bidang hukum, kalau tidakmau ketinggalan. Juga demi lancarnya pergaulan di dunia internasionalumumnya, bidang miedik khususnya. Lagipula akan diperlukan dalamperkara malpraktek medik jika ada tersangkut orang asing di dalamkasusnya. Untungnya kita bisa langsung mengambil hikmahnya daripengalaman-pengalaman pahit negara lain yang sudah harus dibayardengan mahal. Dengan mempelajari kasus-kasus yurisprudensi kitatinggal memetik dan menyesuaikannya dengan sosial-budaya kita. Akanmenjadi lebih mudah dan lebih murah. Bijaksanalah orang-orang yangbisa belajar dari pengalaman orang lain dan memetik hikmahnya.Tinggal kemauannya yang masih harus dirangsang.10

Sluiters dari negeri Belanda pun pernah mengatakan bahwa negeri Belanda adalah terlampau kecil untuk mengembangkan sendiri suatu Hukum Kedokteran. Lagipula menurut pendapatnya bidang hukum tidak bisa berkembang tanpa dilakukan perbandingan hukum. Lebih lanjut dikatakan bahwa kita dapat berusaha untuk mencegah terulangnya kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan di luar negeri dan mengambiloper penyelesaiannya yang baik-baik. Menurut Appelbaum, et. al sepanjang dapat ditelusuri sejarahnya diInggris kasus Slater di bawah ini adalah peristiwa pertama di manadiputuskan bahwa para dokter harus memperoleh izin dari pasiennyaterlebih dahulu sebelum mulai melakukan tindakannya.Kasus \"Slater v. Baker Stapleton, 1767\".Duduk persoalannya adalah sebagai berikut:Dua orang dokter dipersalahkan karena tanpa izin pasiennya telahmemisahkan lagi callous dari suatu fraktur yang sudah mulai sembuh^ebahagian dan menyatu. Tindakan mereka itu selain dilakukan tanpaizin pasien, pula dianggap bertentangan dengan standard profesi medik,karena dokter bedah lain tidak akan berbuat demikian.Kemudian mungkin dilanjutkan cikal bakalnya pada tahun 1914 di dalamkasus :Mary E. Schloendorff v. The Soclerty of The New York Hospitalyang diputuskan di dalam Court of Appeals of New York, April14,1914.Duduk perkaranya adalah sebagai berikut:Pada bulan Januari 1908 Mary Schloendorff datang ke New York Hospitalkarena merasakan ada gangguan pada lambungnya. Rumah sakit iniyang didatangi ini adalah rumah sakit yang bersifat non-profit dan yangbersifat amal (charity institution). Ia dirawat dan diperiksa oleh DrBartlett yang mendeteksi adanya benjolan yang ternyata adalah sebuah\"fibroid tumor\". Ia konsultkan kepada Dr Srimson yang menganjurkanoperasi. Untuk memastikan adanya \"fibroid tumor\" tersebut harusdilakukan pemeriksaan dengan ether. Mary menyetujui untuk dilakukan 11

pemeriksaan dengan ether tersebut, tetapi menyatakan kepada Dr Bartlett bahwa ia tidak mau dilakukan operasi. Pada malam harinya ia diambil dari bangsal interne dan dibawa ke bangsal bedah, dimana perawat menyediakan untuk operasi. Esokharinya dilakukan pembiusan dengan ether dan sewaktu pasien dalamkeadaan tidak sadar, sebuah tumor telah diangkat. Mary mengatakanbahwa ini dilakukan tanpa persetujuannya. Hal ini dibantah oleh paradokter dan perawat lainnya.Sesudah operasi dan menurut kesaksian pada saksi, timbul gangrenepada lengan kirinya, sehingga beberapa jarinya harus diamputasi.Penderitaannya hebat, maka kini ia menuntut rumah sakitnya. Marydikalahkan dan ia mengajukan banding kepada Court of Appeals.Menurut prinsip-prinsip hukum, sebuah rumah sakit yang bersifat amal(Charitable institution) tidak dapat dimintakan pertanggungjawabanterhadap keialaian para dokter dan perawatnya.Teori lain yang dipakai sebagai pembelaan adalah teori (implied waiver)yang mengatakan bahwa seorang pasien yang meminta pertolongankepada suatu institusi amal dianggap telah melepaskan haknya untukmenuntut apabila ada keialaian dalam tindakan yang dilakukan.Namun Justice Cardozo yang memeriksa mengatakan bahwa \"Di dalamkasus ini, kesalahan yang digugat bukan hanya keialaian saja. Ini adalahpelanggaran terhadap hak seseorang. Setiap manusia yang dewasa danberpikiran sehat berhak untuk memutuskan apa yang hendak dilakukanterhadap dirinya dan seorang dokter bedah yang melakukan suatuoperasi tanpa izin telah melakukan pelanggaran untuk mana iabertanggungjawab atas kerugian yang diderita pasiennya\".\"In the case at hand, the wrong complained of is not merely negligence.It is trespass. Every human being of adult years and sound mind has aright to determine what shall be done with his own body; and a surgeonwho performs an operation without his patient's consent commits anassault, for which he is liable in damages\".Sesudah kasus Schloendorff ini, timbul banyak kasus-kasus lain. Antaramana yang juga sering disebut adalah:12

Allan V. New Mount Sinai Hospital, (1980) 28 O.R. 356 : Oleh hakim yang memeriksa diputuskan bahwa:\"Tanpa persetujuan, baik secara tertulis maupun lisan, tidak boleh dilakukan pembedahan. Ini bukan hanya formalitas belaka, ini adalah hak asasi dari seseorang untuk dapat mengontrol terhadap tubuhnya sendiri, walaupun dalam hal yang menyangkut bidang medik.Adalah pasien, bukan dokternya, yang memberi keputusan apakah suatu pembedahan akan dilakukan, bilamana akan dilakukan dan oleh siapa\"pembedahan itu akan dilakukan\".Kecuali dalam keadaan emergensi, namun keadaannya harus sedemikianrupa sehingga mengancam nyawanya dan tindakan itu bukan untukmemudahkan. \"Without a consent, either written or oral, no surgery may be performed. This is not mere formality; it is an important individual right to havecontrol over one's own body, even where medical treatment is involved.It is the patient, not the doctor, who decides whether surgery will beperformed, where it will be done, when it will be done and by whom it will be done\".Medical emergencies are exceptions to this principle, but the situationmust be life-threatening and the opportunity most than just \"convenient\".Consent sebagai Proses KomunikasiKalau kita berbicara tentang Informed Consent, biasanya yangdibayangkan dan sering kita kacaukan dengan formulir yang harusditanda-tangani oleh pasien atau keluarganya. Seolah-olah artinya sama,padahal artinya tidaklah demikian.Pada hakekatnya Informed Consent adalah suatu \"proses komunikasi'\",bukan suatu formulir. Bentuk formulir itu hanya merupakan perwujudan,pengukuhan atau pendokumentasian belaka apa yang telah disepakatibersama sewaktu pasien diperiksa dan dimana sudah terdapat dialogantara dokter dan pasien. (Rozovsky : a communication process).Demikian pula Appelbaum et.al. menekankan \".... Consent as a process,not an event\". 13

Department of Health U.K. dalam \"\"Good practice in consent impiementation ^i;/c^e\"mengatakan bahwa: ....member! dan memperolehconsent secara u m u m adalah suatu proses, bukan suatu \"one-off event\".Apabila seorang dokter menyangsikan kompetensi pasiennya, makapertanyaannya adalah: apakah pasien ini mengerti dan bisa memper-timbangkan informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan ?Pasien dapat merubah pikirannya dan menarik kembali persetujuan yangdiberikan pada setiap saat. Apabila masih disangsikan, maka dokternyaharus selalu mengecheck apakah pasien masih tetap setuju untukmeneruskan perawatan dan pengobatannya.\"Sementara itu Ian Meisel & Loren Roth memberi definisi doktrinInformed Consent sebagai \"tfie legai modei of the medical decisionmaking process\".Lembaga ini m e m u n g K i n k a n seorang dokter untuk memperoleh informasidari pasiennya, sehingga pemberian informasi terjadi dari kedua belahpihak dan yang terjadi dalam dua arah. Jika pasien sudah menyetujuitindakan yang diusulkan dokternya, maka terjadilah suatu kesepakatanbersama antara dokter-pasien untuk dilakukan tindakan medik tertentu.Tercapainya kesepakatan antara dokter - pasien adalah pokok dasar dariseluruh teori tentang Informed Consent Formulir yang ditanda-tanagnipasien (kadangkala dokternya juga turut menanda-tangani) hanyasekedar sebagai pembuktian bahwa telah adanya kesepakatan. Namunsetiap saat asalkan belum dimulai operasi dapat dibatalkan oleh pasien.Secara yuridis suatu Informed Consent yang ditanda-tangani olehpasien, dapat dianggap sebagai sebuah Surat Pernyataan sepihak(eenzijdige wilsverklaring) seperti suatu testamen. Dan sebuahpernyataan - demikian pula sebuah testamen - bisa saja dibatalkanselama hidupnya oleh si pembuat.Namun ada juga - karena selain pasien - dokternya juga turut dimintamenandatangani, kadangkala perawat sebagai saksi juga diminta turutmenandatangani, maka ada juga yang menganggap Informed Consentitu sebagai suatu \"peijanjian yang bersifat khusus\". Mengapa dikatakankhusus ? Karena pembatalan suatu perjanjian ini secara hukum hanyadapat terjadi dalam Hukum Kedokteran saja yang khususnya berkaitandengan Informed Consent Hal ini disebabkan karena berdasarkan BWpasal 1338 pembatalan suatu perjanjian hanya dapat dilakukan atas14

persetujuan kedua belah pihak. Mungkin karena Informed Consentbersifat khusus -- karena selain menyangkut HAM, ia juga kemungkinanbisa berkaitan dengan nyawa pasien - maka pengecualian untukpembatalan ini dapat dibenarkan. Namun ini adalah masalah akademik.Dilihat dari sudut faktual dengan adanya tanda-tangan dari kedua orangitu (pasien dan dokter) setidak-tidaknya mungkin dapat dipergunakansebagai bukti pembelaan (legal defence) bahwa mereka berdua itusetidak-tidaknya pernah berada di ruang yang sama pada waktu itu(Donald H. Stewart: Neurosurgery Vol. 30 No. 3, 1992).Informasi atau keterangan apa yang seorang Dokter wajib memberi-tahukan kepada pasien sebelum tindakan dilakukan ?Berdasarkan doktrin Informed Consent maka yang harus diberitahukanadalah:- Diagnosa yang ditegakkan,- Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan,- Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut,- Risiko-risiko dari tindakan tersebut,- Konsekwensinya apabila tidak dilakukan tindakan,- Kadangkala biaya-biaya yang menyangkut tindakan tersebut.Di dalam konteks tulisan ini topik Informed Consent hanya disinggungdalam kaitan perkembangannya di dunia internasional, yaitu yangmenyangkut pembuktiannya. Siapa yang harus membuktikan bahwabelum diberikannya informasi dan dimintakan persetujuan dari pasienatau keluarganya ?Di dalam hukum adalah suatu adagium yang mengatakan: Barangsiapayang menyatakan sesuatu, haruslah dapat membuktikannya (WIe stelt,moetzijn recht kunnen tjewijzen). 15


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook