Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Bab 33 Kanker Serviks

Bab 33 Kanker Serviks

Published by haryahutamas, 2016-08-02 04:03:36

Description: Bab 33 Kanker Serviks

Search

Read the Text Version

33RANKER SERVIKSDeri EdiantoPENDAHULUANH i n g g a saat ini kanl^er serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat pe-nyakit kanker di negara berkembang. Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bilaprogram skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiaptahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh dunia dan u m u m n y a ter-jadi di negara berkembang. Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku selepitel serviks. Pada saat ini sedang dilakukan penelitian vaksinasi sebagai upaya pen-cegahan dan terapi utama penyakit ini di masa mendatang. Risiko terinfeksi virus H P V dan beberapa kondisi lain seperti perilaku seksual,kontrasepsi, atau merokok akan mempromosi terjadinya kanker serviks. Mekanismetimbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks dan sangat ber-variasi hingga sulit untuk dipahami. Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelahkanker payudara. Sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan per-tama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada wanita usia reproduktif. H a m p i r80% kasus berada di negara berkembang. Sebelum tahun 1930, kanker serviks meru-pakan penyebab utama kematian wanita dan kasusnya t u r u n secara drastis semenjakdiperkenalkannya teknik skrining pap smir oleh Papanikolau. N a m u n , sayang hing-ga saat i n i p r o g r a m s k r i n i n g b e l u m lagi memasyarakat di negara berkembang, hinggamudah dimengerti mengapa insiden kanker serviks masih tetap tinggi. Registrasi kanker adalah upaya yang tepat untuk mengetahui insiden kankerserviks dan penggunaannya akhir-akhir ini semakin populer. N a m u n , di negara ber-kembang registrasi kanker ini tidak berjalan dengan baik, sehingga sulit mendapat

KANKER SERVIKS 443data yang akurat mengenai kanker ini apalagi bila kita menginginkan data kasus prain-v a s i f . D a t a y a n g p a l i n g b a i k a d a l a h b i l a d i k e t a h u i d a r i s e l u r u h p o p u l a s i {populationbase) a t a u d a p a t j u g a b e r d a s a r k a n d a t a r u m a h s a k i t {hospital base). N a m u n , t e r k a d a n gdata ini juga sulit diperoleh. Tampaknya yang lebih mudah adalah berdasarkan datad a r i t e m p a t p e m e r i k s a a n h i s t o p a t o l o g i {histopathologic base). H a l terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan diagnosissedini m u n g k i n dan memberikan terapi yang efektif dan sekaligus prediksi progno-sisnya. H i n g g a saat i n i pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi dan k e m o -terapi, atau k o m b i n a s i dari beberapa modalitas terapi i n i . N a m u n , tentu saja terapiini masih bersifat \"simptomatis\" karena belum menyentuh dasar penyebab kankeryaitu adanya perubahan perilaku sel. Terapi yang lebih mendasar seperti vaksinasiatau imunoterapi masih dalam tahap penelitian. Penelitian vaksinasi H P V tipe 16 dan18 saat i n i telah m e m a s u k i fase I I I . N a n t i n y a vaksinasi i n i diharapkan bukan hanyasebagai upaya pencegahan, melainkan juga sebagai upaya terapi. Saat ini pilihan terapi sangat bergantung pada luasnya penyebaran penyakit secaraanatomis d a n senantiasa berubah seiring dengan kemajuan teknologi kedokteran.Penentuan pilihan terapi dan prediksi prognosisnya atau untuk membandingkantingkat keberhasilan terapi baru harus berdasarkan pada perluasan penyakit. Secarauniversal disetujui penentuan luasnya penyebaran penyakit melalui sistem stadium.ETIOLOGIBerbeda dengan penyakit lain pada umumnya, kanker serviks uteri adalah penyakityang fatal sehingga tidak etis untuk melakukan percobaan klinis pada manusia. D e -ngan demikian, usaha pencegahan dan pengobatan sangat bergantung pada dataepidemilogik. Observasi untuk mencari penyebabnya terus berkembang mulai dari150 tahun yang lalu d imana kaum biarawati jarang menderita kanker serviks hinggaakhir-akhir ini pada infeksi H P V tipe tertentu. Sel kanker serviks pada awalnya berasal dari sel epitel serviks yang mengalami m u -tasi genetik sehingga mengubah perilakunya. Sel yang bermutasi ini melakukan pem-belahan sel yang tidak terkendali, imortal dan menginvasi jaringan stroma d i bawah-nya. Keadaan yang menyebabkan mutasi genetik yang tidak dapat diperbaiki akanmenyebabkan terjadinya pertumbuhan kanker ini. P e n y e b a b u t a m a k a n k e r s e r v i k s a d a l a h i n f e k s i v i r u s H P V {human papilloma virus).Lebih dari 9 0 % kanker serviks jenis skuamosa mengandung D N A virus H P V dan5 0 % kanker serviks berhubungan dengan H P V tipe 16. Penyebaran virus ini ter-utama melalui hubungan seksual. Dari banyak tipe H P V , tipe 16dan 18 mempunyaiperanan yang penting melalui sekuensi gen E6 dan E / dengan mengode pembentukanprotein-protein yang penting dalam rephkasi virus. O n k o p r o t e i n d a r i £& a k a n m e n g i k a t d a n m e n j a d i k a n g e n p e n e k a n t u m o r ( p 5 3 )menjadi tidak aktif, sedangkan onkoprotein E 7 akan berikatan dan menjadikan pro-duk gen retinoblastona (pRb) menjadi tidak aktif.

444 K A N K E R G I N E K O L O G I Faktor lain yang berhubungan dengan kanker serviks adalah aktivitas seksual terlalumuda ( < 16 tahun), Jumlah pasangan seksual yang tinggi ( > 4 orang), dan adanyar i w a y a t i n f e k s i b e r p a p i l {warts). K a r e n a h u b u n g a n n y a y a n g e r a t d e n g a n i n f e k s i H P V ,w a n i t a y a n g m e n d a p a t a t a u m e n g g u n a k a n p e n e k a n k e k e b a l a n {immunosuppressive)dan penderita H I V berisiko menderita kanker serviks. Bahan karsinogenik spesifik dari tembakau dijumpai dalam lendir serviks wanitaperokok. Bahan i n i dapat merusak D N Aselepitel skuamosa dan bersama denganinfeksi H P V mencetuskan transformasi maligna.Peranan H P VVirus H P Vtermasuk famili papovavirus suatu virus D N A . Virus ini menginfeksimembrana basalis pada daerah metaplasia d a n zona transformasi serviks. Setelahmenginfeksi selepitel serviks sebagai upaya u n t u k berkembang biak, virus i n i akanmeninggalkan sekuensi genomnya pada sel inang. G e n o m H P V berupa episomal (ben-tuk lingkaran dantidak terintegrasi dengan D N Ainang) dijumpai pada C I N danberintegrasi dengan D N A inang pada kanker invasif. Pada percobaan invitro H P Vterbukti mampu mengubah sel menjadi immortal. Dewasa i n i infeksi H P Vcenderung terus meningkat danterus dilakukan usaha-usaha untuk mengindentifikasi tipe virus ini. Dari hasil pemeriksaan sekuensi D N Ayang berbeda hingga saat i n i dikenal lebih dari 2 0 0 tipe H P V . Kebanyakan infeksiH P V bersifat Jinak. Tiga puluh d iantaranya ditularkan melalui hubungan seksual de-ngan masing-masing kemampuan mengubah sel epitel serviks. Tipe risiko rendah se-perti tipe 6 dan 11 berhubungan dengan kondiloma dan displasia ringan. Sebaliknya,tipe risiko tinggi seperti tipe 16, 18, 3 1 , 33, dan 35 berhubungan dengan displasiasedang sampai karsinoma insitu. Hubungan antara infeksi H P V dengan kanker serviks pertama kali dicetuskan olehHarold z u rHassen pada tahun 1980.Hubungan antara infeksi H P Vdan kankerserviks tampaknya jauh lebih kuat jika dibanding dengan merokok dan kanker paru-paru. Infeksi terjadi melalui kontak langsung. Pemakaian kondom tidak cukup aman u n -tuk mencegah penyebaran virus i n ikarena k o n d o m hanya menutupi sebagian organgenital saja sementara labia, s k r o t u m , d a n daerah anal tidak terlindungi. T i p e v i r u s r i s i k o t i n g g i m e n g h a s i l k a n p r o t e i n y a n g d i k e n a l d e n g a n p r o t e i n E(, d a nE? yang mampu berikatan dan menonaktifkan protein p53 dan p R b epitel serviks.P53 dan p R b adalah protein penekan tumor yang berperan menghambat kelangsungansiklus sel.Dengan tidak aktifnya p53 dan pRb, sel yang telah bermutasi akibat infeksiH P V dapat meneruskan siklus sel tanpa harus memperbaiki kelainan D N A - n y a .Ikatan E 6 d a n E7 serta adanya mutasi D N A m e r u p a k a n dasar u t a m a terjadinya k a n k e nGEJALA D A N T A N D APerlu dimasyarakatkan upaya pengenalan kasus secara dini melalui program skrining.Tingkat keberhasilan pengobatan sangat baik pada stadium dini dan hampir tidak

KANKER SERVIKS 445terobati bila tumor telah menyebar sampai dinding panggul atau organ di sekitarnyaseperti rektum dankandung kemih. Pemeriksaan pap smir bertujuan untuk menge-nali adanya perubahan awal sel epitel serviks hingga dapat dilakukan tindakan pence-gahan terjadinya kanker invasif. Pap smir ini menjadikan kanker serviks sebagai suatupenyakit yang dapat dicegah. Sebagaimana lazimnya pencegahan terhadap sesuatu jenis penyakit, perlu diwaspadaiadanya faktor risiko d a nketersediaan sarana diagnostik serta penatalaksanaan kasussedini mungkin. Lesi kanker serviks yang sangat dini ini dikenal sebagai servikali n -t r a e p i t e l i a l n e o p l a s i a {Cervical Intraepithelial Neoplasia = C I N ) y a n g d i t a n d a i d e n g a nadanya perubahan displastik epitel serviks. Kecepatan pertumbuhan kanker ini tidak sama dari satu kasus dengan kasus lainnya.Sayangnya bagaimana mekanisme keadaan i n idapat terjadi belum dapat dijelaskan.N a m u n , pada penyakit yang pertumbuhannya sangat lambat bila diabaikan sampailama juga tidak mungkin terobati. Sebaliknya, tumor yang tumbuh dengan cepat biladikenali secara dini hasil pengobatannya lebih baik. Semakin dini penyakit dapatdikenali dan dilakukan terapi yang adekuat, semakin memberi hasil terapi yang sem-purna. Walaupun telah terjadi invasi sel tumor ke dalam stroma, kanker serviks masihm u n g k i n tidak m e n i m b u l k a n gejala. Tanda dini kanker serviks tidak spesifik sepertiadanya sekret vagina yang agak banyak dan kadang-kadang dengan bercak perdarahan.U m u m n y a tanda yang sangat minimal ini sering diabaikan oleh penderita. Tanda yang lebih klasik adalah perdarahan bercak yang berulang, atau perdarahanbercak setelah bersetubuh atau membersihkan vagina. Dengan makin tumbuhnya pe-nyakit tanda menjadi semakin jelas. Perdarahan menjadi semakin banyak, lebih sering,dan berlangsung lebih lama. N a m u n , terkadang keadaan ini diartikan penderita sebagaiperdarahan haid yang sering dan banyak. Juga dapat dijumpai sekret vagina yang ber-bau terutama dengan massa nekrosis lanjut. Nekrosis terjadi karena pertumbuhant u m o r yang cepat tidak diimbangi pertumbuhan pembuluh darah (angiogenesis) agarmendapat aliran darah yang cukup. Nekrosis ini menimbulkan bau yang tidak sedapdan reaksi peradangan n o n spesifik. Pada stadium lanjut ketika tumor telah menyebar keluar dari serviks dan mehbat-kan jaringan d i rongga pelvis dapat dijumpai tanda lain seperti nyeri yang menjalarke pinggul atau kaki. H a lIni menandakan keterlibatan ureter, dinding panggul, ataunervus sklatlk. Beberapa penderita mengeluhkan nyeri berkemih, hematuria, perda-rahan rektum sampai sulit berkemih dan buang air besan Penyebaran ke kelenjargetah bening tungkai bawah dapat menimbulkan oedema tungkai bawah, atau terjadiuremia bila telah terjadi penyumbatan kedua uretenPatologiBanyak kepustakaan yang menulis sekitar 85 - 9 0 % kanker serviks berjenis karsinomasel skuamosa, seleblhnya dari jenis histoiogi yang lain. Dengan demikian, kebanyakandata khnik d a nepidemiologik dilaporkan dari jenis sel skuamosa ini. Subtipe karsi-

446 KANKER GINEKOLOGInoma seljernih merupakan varian adenokarsinoma yang berhubungan dengan peng-gunaan D E S . Sekarang kasus yang berhubungan dengan D E Si n ihampir tidak ada. Secara histoiogi kanker serviks dibagi berdasarkan asal selnya menjadi:• dari selepitel - selbesar tanpa pertandukan - selbesar dengan pertandukan - sel kecil - karsinoma verukosa - adenoma malignum - musinosum - papillaris - endometrioid - sel jernih - kistik adenoid - k a r s i n o m a s e l s t e m ( s e l glassy)• dari jaringan mesenkhim - karsinoma sarkoma - rabdomiosarkoma embrional• tumor duktus Gartner• lain lain.StadiumSetelah diagnosis kanker serviks ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan histopa-tologi jaringan biopsi, dilanjutkan dengan penentuan stadium. Stadium kanker serviks ditentukan melalui pemeriksaan klinik dansebaiknya pe-meriksaan dilakukan d i bawah pengaruh anestesia u m u m . Stadium tidak dipengaruhiadanya penyebaran penyakit yang ditemui setelah tindakan bedah atau setelah diberi-kan tindakan terapi. Penentuan stadium ini harus mempunyai hubungan dengan kon-disi khnis, didukung oleh bukti-bukti klinis, dan sederhana. Penentuan stadium kanker serviks menurut F I G O masih berdasarkan pada peme-riksaan klinis praoperatif ditambah dengan foto toraks serta sistoskopi dan rektos-k o p i . P e n g g u n a a n a l a t b a n t u d i a g n o s t i k s e p e r t i CT-scan, M R I , a t a u p u n P E T t i d a kdijadikan standar karena sebagian kasus berada d i negara berkembang dengan fasi-litas peralatan kesehatan yang masih minim. Sekali stadium ditetapkan tidak bolehberubah lagi walau apap u n hasil akhir terapi yang diberikan. T e m u a n d e n g a n p e m e r i k s a a n CT-scan, M R I , a t a u P E T t i d a k m e n g u b a h s t a d i u m ,tetapi dapat digunakan sebagai informasi u n t u k rencana terapi yang akan dilakukan.Kecurigaan adanya anak sebar ke kelenjar getah bening pelvis atau para aorta (ade-nopati) jangan dilanjutkan dengan biopsi kelenjar karena terlalu berbahaya. Stadium l a yang hanya dapat diketahui dari pemeriksaan mikroskopik, ke dalaminvasi sel t u m o r ke stroma diukur dari m e m b r a n basalis atau permukaan kelenjar

KANKER SERVIKS 447dari mana t u m o r ini berasal. Adanya invasi sel t u m o r ke dalam pembuluh darah ataulimfe tidak mempengaruhi stadium.Stadium 0 Stadium kanker serviks menurut F I G O 2000Stadium IStadium la Karsinoma insitu, karsinoma intra epitelialStadium l a l Karsinoma masih terbatas di serviks (penyebaran ke korpus uteriStadium Ia2 diabaikan)Stadium lb Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik,Stadium I b l lesi yang dapat dilihat secara langsung walau dengan invasi yang san-Stadium Ib2 gat superfisial dikelompokkan sebagai stadium l b . Kedalaman invasiStadium I I ke stroma tidak lebih dari 5 m m dan lebarnya lesi tidak lebih dariStadium I l a 7 mm.Stadium l i b Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 m m dan lebarStadium I I I tidak lebih dari 7 m m Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3 m m tapi kurang dariStadium Ilia 5 m m dan lebar tidak lebih dari 7 m mStadium Illb Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih dari l aStadium I V Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 c mStadium IVa Besar lesi secara klinis lebih dari 4 c mStadium IVb Telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai V 3 bawah atau infiltrasi ke parametrium belum mencapai dinding panggul Telah melibatkan vagina tapi belum melibatkan parametrium Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding panggul Telah melibatkan V 3 bawah vagina atau adanya perluasan sampai din- ding panggul. Kasus dengan hidroneprosis atau gangguan fungsi gin- jal dimasukkan dalam stadium i n i ,kecuah kelainan ginjal dapat dibuktikan oleh sebab lain Keterlibatan V 3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum men- capai dinding panggul Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidroneprosis atau gangguan fungsi ginjal Perluasan ke luar organ reproduktif Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul.DIAGNOSISDiagnosis kanker serviks diperoleh melalui pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi.Pada dasarnya bila dijumpai lesi seperti kanker secara kasat mata harus dilakukanbiopsi walau hasil pemeriksaan pap smir masih dalam batas normal. Sementara itu,biopsi lesi yang tidak kasat mata dilakukan dengan bantuan kolposkopi. Kecurigaan adaya lesi yang tidak kasat mata didasarkan dari hasil pemeriksaan si-tologi serviks (pap smir). Diagnosis kanker serviks hanya berdasarkan pada hasil pe-

448 KANKER GINEKOLOGImeriksaan histopatologi Jaringan biopsi. Hasil pemeriksaan sitologi tidak boleh digu-nakan sebagai dasar penetapan diagnosis. Biopsi dapat dilakukan secara langsung tanpa bantuan anestesia dan dapat dilaku-kan secara rawat jalan. Perdarahan yang terjadi dapat diatasi dengan penekanan ataumeninggalkan tampon vagina. Lokasi biopsi sebaiknya dapat diambil dari jaringanyang masih sehat dan hindari biopsi jaringan nekrosis pada lesi besar. Bila hasil biopsi dicurigai adanya mikroinvasi, dilanjutkan dengan konisasi. Koni-s a s i d a p a t d i l a k u k a n d e n g a n p i s a u {cold knife) a t a u d e n g a n e l e k t r o k a u t e r .Faktor PrognosisBerdasarkan data epidemiologik dapat dikatakan kanker serviks merupakan penyakitmenular seksual. A d a beberapa faktor risiko yang diperkirakan berhubungan dengankanker serviks, d i antaranya ialah aktivitas seksual pada usia sangat muda, berganti-ganti pasangan atau pasangan prianya sering berganti-ganti pasangan yang kesemuanyamerupakan perilaku seksual yang mempermudah infeksi patogen. Risiko juga m e -ningkat pada wanita dengan imunosupresi karena adanya transplantasi organ. Sebelum tahun 1980 beberapa faktor risiko lain dikenal seperti tingkat sosio-ekonomi,pengguna pil kontrasepsi, perokok, dan pola makan kekurangan vitamin A danC . Y a n g t e r p e n t i n g k e l a n g s u n g a n h i d u p d a n pelvic disease control s a n g a t b e r g a n t u n gpada stadium disamping beberapa karakteristik tumor yang tidak dicantumkan dalamsistem stadium terutama penyebaran k ekelenjar getah bening, ukuran K G B , dan jum-lah K G B dengan anak sebanTERAPISetelah diagnosis kanker serviks ditegakkan, harus ditentukan terapi apayang tepatuntuk setiap kasus. Secara u m u m jenis terapi yang dapat diberikan bergantung padausia dan keadaan u m u m penderita, luasnya penyebaran, dan komplikasi lain yangmenyertai. U n t u k ini, diperlukan pemeriksaan fisik yang saksama. Juga diperlukankerja sama yang baik antara ginekologi onkologi dengan radio terapi dan patologianatomi. Pada u m u m n y a kasus stadium lanjut (stadium l i b . III, dan I V ) dipilih pengobatanradiasi yang diberikan secara intrakaviter d a neksternal, sedangkan stadium awaldapat diobati melalui pembedahan atau radiasi. Terapi tunggal apakah berupa radiasi atau operasi merupakan pilihan bila kankerserviks dapat didiagnosis dalam stadium dini. N a m u n , sayang tidak sedikit penderitakanker serviks datang berobat setelah stadium lanjut d i mana terapi yang efektifmenjadi persoalan. Pada dasarnya untuk stadium lanjut ( l i b . III, danI V ) diobati dengan kombinasiradiasi eksterna d a n intrakaviter (brakhiterapi). Kombinasi radiasi i n iuntuk menda-patkan dosis cukup pada titik A . Berbagai perangkat radiasi dapat digunakan untuk

KANKER SERVIKS 449menghasilkan kekuatan radiasi sesuai dengan kebutuhan. Teknologi radiasi eksternadimulai tahun 1954 dengan ditemukannya alat radiasi Cobalt 6 0 yang sudah m e m -b e r i k a n e n e r g i 1 c m d i b a w a h k u l i t . A k h i r - a k h i r i n i l e b i h d i s e n a n g i linear acceleratoryang menghasilkan energi foton dan mulai memberi energi 3 - 4 c mdi bawah kulit. Kombinasi pemberian sisplatin mingguan bersamaan dengan radiasi memberikanrespons yang cukup baik. A k a n tetapi, bila terjadi kekambuhan baik lokal maupunjauh, setelah terapi kemoradiasi ini biasanya usaha pengobatan lain sering gagal. Banyak penelitian tentang pemberian kemoterapi baik tunggal maupun kombinasiuntuk mengobati penderita kanker serviks stadium lanjut atau kasus berulang yangtidak m u n g k i n dilakukan terapi operatif atau radiasi. Kombinasi antara bleomisin,sisplatin, dan ifosfamid tampaknya memberi respons yang lebih baik, tetapi efeksamping pada sistem syaraf pusat cukup mengganggu. Klinik M a y o melaporkan pem-berian kombinasi kemoterapi metotreksat - vinblastin - doksorubisin dan sisplatinmemberikan hasil yang lebih baik dengan efek samping yang lebih ringan. Harapan hidup penderita akan menjadi lebih baik bila setelah pemberian neoaju-van kemoterapi ini dapat dilanjutkan dengan operasi radikal. Evaluasi respons kemo-terapi neoajuvan ini dengan bantuan M R I karena M R I dapat membedakan antara gam-baran jaringan fibrosis dan jaringan tumor. Akhir-akhir iniada kecenderungan pembedahan kanker ginekologik menjadi k u -rang agresif dengan tujuan mengurangi kecacatan dan mempertahankan fungsi organgenital. Kanker serviks stadium l a i cukup hanya konisasi, sedangkan untuk stadiumlainnya fungsi reproduksi terpaksa dikorbankan. Pada tahun 1994 D'Argent memperkenalkan teknik operasi radikal kanker serviksstadium dini dengan mempertahankan uterus. Operasi radikal ini dikenal sebagai tra-khelektoml radikal, dilakukan pada penderita kanker serviks stadium dini yangmasih ingin hamil. Pada saat I t ut r a k h e l e k t o m i radikal dilakukan melalui vagina d a nllmpadenektomi dengan bantuan laparoskop. Trakhelektomi Ini dapat juga dilaku-kan melalui abdominal dengan cara d a nperalatan yang sama seperti operasi his-terektomi radikal biasa. Bahkan, pendekatan perabdomlnal i n iterasa lebih seder-hana karena operator tidak perlu mendapat pelatihan khusus di samping jaringanparametrium yang diambil dapat lebih banyak. Serviks dipotong setinggi orifi-sium uteri Internum. Radikal trakhelektomi Inidundikasikan untuk stadium Ia2dan Ibi/IIa dengan lesi kurang 2 c m d a ntidak ada anak sebar pada kelenjar getahbening pelvis.Mikroinvasi, stadium laiKasus-kasus stadium sangat dini Ini biasanya dijumpai d i negara maju d i mana pro-gram skrining sudah menjadi hal rutin. Diagnosis ditetapkan dari pemeriksaan his-topatologi jaringan konisasi. P a d a t a h u n 1 9 7 3 S C O {Society of Gynecologic Oncologist) m e n g g o l o n g k a n l e s i d e -ngan kedalaman invasi stroma 3 m m atau kurang tanpa adanya invasi pembuluh darahatau limfe sebagai stadium lai. Stadium l a i tanpa invasi pembuluh darah dan limfekemungkinan penyebaran k e kelenjar getah bening reglonalnya tidak lebih dari 1 % .

450 KANKER GINEKOLOGIHal ini dimungkinkan untuk dilakukan tindakan terapi yang lebih konservatif sepertihisterektomi simpel. Bahkan, bagi penderita yang masih ingin hamil dapat dilakukantindakan konisasi serviks asalkan pada pemeriksaan histopatologinya tidak dijumpaisel t u m o r pada tepi sayatan konisasi. Tingkat kesembuhan pada stadium i n i dapatdiharapkan hingga 100%. N a m u n , bila dijumpai Invasi pembuluh darah atau limfe sebaiknya dilakukan his-terektomi radikal atau radiasi bila ada Indikasi kontra tindakan operasi. Kasus dengan histopatologi berjenis adenokarsinoma perlu tindakan yang lebihdibanding jenis sel skuamosa. Kasus adenokarsinoma Insitu harus dilakukan totalhisterektomi. Tindakan konisasi tidak cukup adekuat karena kemungkinan Invasikelenjar getah bening reglonalnya 13 - 2 0 % serta k e m u n g k i n a n tepi sayatan tidakbebas t u m o r sebesar 3 0 -5 0 % .Stadium Ia2Kasus dengan Invasi stroma lebih dari 3 m m ,tetapi kurang dari 5 m m (stadium Ia2)kemungkinan invasi pembuluh darah atau hmfe sekitar 7%. Kasus pada stadium I n iharus dilakukan histerektomi radikal dengan limfadenektomi kelenjar getah beningpelvis atau radiasi bila ada Indikasi kontra tindakan operasi. U n t u k mengurangikomplikasi operasi, tindakan pembedahan cenderung kurang radikal karena kemung-kinan penyebaran k e parametrium sangat kecil. Bahkan, limfadenektomi dapat d i -abaikan bila tidak ada kecurigaan anak sebar. Bagi penderita yang masih Ingin hamildapat dilakukan trakhelektomi. Jenis pembedahan lebih bersifat Individual. Bila dijumpai Invasi limfe atau vaskularsebaiknya dilakukan histerektomi dan limfadenektomi atau radiasi karena kemung-kinan adanya anak sebar k e kelenjar getah bening. Pada jenis histoiogi adenokarsi-noma jarang dilakukan operasi konservatif karena sulit menentukan kedalaman I n -vasi stroma.Stadium lbStadium I b i (ukuran lesi < 4 c m ) pengobatannya adalah histerektomi radikal denganlimfadenektomi kelenjar getah bening pelvis dengan/tanpa kelenjar getah beningparaaorta memberikan hasil yang efektif. Hasil yang sama efektifnya didapat biladiberikan terapi radiasi. Walau kedua modalitas terapi ini memberikan tingkat kelang-sungan hidup yang sama, pada penderita usia muda operasi radikal lebih disukai ka-rena kita dapat mempertahankan fungsi ovarium. Bagi penderita yang masih Inginhamil dengan ukuran lesi < 2 c m dapat dilakukan operasi trakhelektomi radikal asal-kan tidak dijumpai anak sebar pada kelenjar getah bening pelvis. D I samping dapatmempertahankan fungsi hormonal, keunggulan lain terapi operatif tidak terjadi ste-nosis vagina akibat radiasi yang sangat mengganggu aktivitas seksual penderita muda.D I samping Itu, tidak mungkin terjadi kekambuhan pada serviks atau uterus. Pemili-han terapi radiasi lebih ditujukan pada kasus dengan indikasi kontra operasi.

KANKER SERVIKS 451 Komplikasi yang sering dijumpai pascatindakan operatif seperti gangguan berkemih,fistula ureter atau kandung kemih, emboli paru, obstruksi saluran cerna, limfokista,trauma syaraf, dan efek samping transfusi. Gangguan berkemih dapat dicegah denganmenghindari terpotongnya serabut syaraf pada ligamentum sakrouterina. Stadium Ib2 (ukuran lesi > 4 c m ) atau disebut juga dengan kanker serviks bentukb a r e l {barrel shaped a t a u bulky tumor) k a r e n a u k u r a n n y a y a n g b e s a r . K e m u n g k i n a npenyebaran k e kelenjar getah bening regional sekitar 20 - 25%. Dengan bentuk yang besar ini, secara anatomis bila diberikan terapi radiasi akanmeninggalkan bagian tengah tumor yang lebih radioresisten karena bagian tengahini lebih hipoksik. Setelah radiasi selesai diberikan adakecenderungan terjadi k e -kambuhan sentral. Beberapa institusi melakukan radiasi praoperatif kemudian dilanjutkan denganoperasi sebagai upaya menanggulangi kekambuhan sentral ini. A d a juga yangmemberikan kemoterapi neoajuvan terutama untuk jenis histoiogi skuamosa de-ngan tujuan mengecilkan massa tumor dan menghilangkan metastase mikro k e -mudian dilanjutkan dengan operasi radikal. Hasil pengobatan akan lebih baik dari-pada hanya mendapat terapi radiasi. Bagi penderita setelah menjalani operasi histerektomi radikal, dijumpai beberapafaktor risiko kekambuhan hingga memerlukan radiasi ajuvan, morbldltasnya lebihtinggi dibanding kasus yang hanya mendapat terapi radiasi saja. C u r t i n m e l a p o r k a npenambahan kemoterapi ajuvan pascaoperasi radikal memberikan hasil yang sama bilamendapat terapi ajuvan kemoradiasi. N a m u n , ia tidak membandingkan kasus ini de-ngan kasus y a n g hanya mendapat terapi ajuvan radiasi saja atau bahkan kasus tanpaterapi ajuvan. Pada prinsipnya kasus pascaoperasi radikal dengan faktor risiko seperti lesi besar,invasi stroma yang dalam, atau Invasi pembuluh darah/limfe perlu mendapat terapiajuvan. Terapi radiasi diberikan secara eksternal (teleterapl) d a n radiasi internal (brakhi-terapi). Radiasi eksternal diberikan per fraksi setiap hari sebanyak lima kali seminggudengan dosis 180 - 200 G y per fraksi sampai dosis 40- 5 0Gy.Radiasi eksternal i n ibertujuan untuk mengobati jaringan parametrium dan dinding panggul termasuk ke-lenjar getah bening pelvis. Radiasi eksternal i n iakan mengecilkan massa tumorsehingga lebih memudahkan pemasangan aplikator brakhiterapi. U n t u k mening-katkan hasil pengobatan diberikan kemoterapi sisplatin setiap minggu secara k o n -komitan. Setelah radiasi eksternal selesai, dilanjutkan dengan radiasi Internal hingga totaldosis yang diterima antara 70 - 80 Gy. Dosis total lebih dari 80 G y akan memberikankomplikasi jangka panjang lebih banyak. Total dosis ini sebaiknya diberikan padapenderita tidak lebih dari 7 minggu. Bila lebih dari waktu Ini akan mengurangitingkat harapan hidup d a nmeningkatkan kekambuhan. B r a k h i t e r a p i d a p a t d i b e r i k a n d e n g a n d o s i s t i n g g i {high dose rate = H D R ) b a g ip e n d e r i t a y a n g t i d a k m e m e r l u k a n r a w a t I n a p a t a u d e n g a n d o s i s r e n d a h {low dose rate= L D R ) bagi yang memerlukan rawat Inap.

452 KANKER GINEKOLOGI Pemilihan H D R atau L D R memberikan hasil terapi yang sama. Saat i n i lebih disu-kai H D R karena w a k t u yang singkat dan risiko petugas terkontaminasi radiasi lebihminim.Stadium IlaJenis terapinya sangat individual, bergantung pada perluasan t u m o r k evagina. Keter-libatan vagina yang minimal dapat dilakukan histerektomi radikal, limfadenektomipelvis, dan vaginektomi bagian atas. Terapi optimal pada kebanyakan stadium I l a adalah kombinasi radiasi eksternaldan radiasi intrakaviter. Operasi radikal dengan pengangkatan kelenjar getah be-ning pelvis dan paraaorta serta pengangkatan vagina bagian atas dapat m e m b e r i k a nhasil yang optimal asalkan tepi sayatan bebas dari invasi sel t u m o nStadium lib, I I I , dan FVaPada kasus-kasus stadium lanjut i n itidak mungkin lagi dilakukan tindakan operatifkarena t u m o r telah menyebar jauh ke luar dari serviks. Pada bulan Februari 1999,National Cancer Institute ( N C I ) di Amerika Serikat mengumumkan hasil pengobatankemoradiasi berbasis platinum memberikan hasil yang lebih baik dibanding radiasisaja u n t u k penderita k a n k e r serviks stadium l i b - I V a , stadium Ia2 - I l a risiko tinggid a n s t a d i u m I b 2 l e s i b e s a r {bulky tumor). P e m b e r i a n s i s p l a t i n t u n g g a l s a m a e f e k t i f n y adengan kombinasi ifosfamid, tetapi efek samping tentunya lebih minimal. Kombinasikemoradiasi i n iakan meningkatkan keberhasilan terapi sampai 3 0 % . Bagi penderitadengan gangguan fungsi ginjal tidak dianjurkan pemberian sisplatin dan sayangnyasampai saat i n ibelum ada kemoterapi penggantinya. Luas lapangan radiasi bergantung pada besar t u m o r serta jauhnya keterlibatan va-g i n a . B i l a d a r i h a s i l p e m e r i k s a a n imagine d i c u r i g a i a n a k s e b a r s a m p a i k e l e n j a r g e t a hbening paraaorta, lapangan radiasi harus diperluas sampai mencakup daerah ini. Khusus stadium I V adengan penyebaran hanya ke mukosa kandung kemih lebihdisukai operasi eksenterasi daripada radiasi. Terapi eksenterasi juga menjadi pilihanterapi kuratif atau paliatif pada kasus persisten sentral setelah mendapat kemoradiasiataupun bila ada komphkasi fistula rekto-vaginal atau vesiko-vaginal.Stadium IVbKasus dengan stadium terminal ini prognosisnya sangat jelek, jarang dapat bertahanhidup sampai setahun semenjak didiagnosis. Penderita stadium I V b bila keadaanu m u m memungkinkan dapat diberikan kemoradiasi konkomitan, tetapi hanya ber-sifat paliatif.

KANKER SERVIKS 453PROGNOSISPrognosis kanker serviks sangat bergantung pada seberapa dini kasus ini terdiagnosisdan dilakukan terapi yang adekuat. Terapi yang tidak adekuat baik berupa tindakanpembedahan maupun radiasi yang oleh alasan tertentu tidak sesuai dengan Jadual akanmengurangi tingkat keberhasilan terapi. A n a k sebar pada kelenjar getah bening pelvissangat mempengaruhi prognosis. Terapi biasanya tidak memuaskan baik pembedahanmaupun radiasi. F a k t o r risiko apa saja yang berhubungan dengan k e k a m b u h a n b e l u m ada kese-pakatan, tetapi pada u m u m n y a hampir sama yaitu invasi K G B pelvis, ukuran lesi besar,invasi limfe-vaskular, invasi parametrium, invasi sayatan tumor, invasi endometrium,jenis histoiogi, diferensiasi, kedalam invasi stroma, dan lain-lain. Deri Edianto men-dapati kasus-kasus setelah menjalani operasi radikal dengan anak sebar K G B seluruh-nya mengalami kekambuhan dan invasi stroma kurang dari 5 m m sangat jarang m e -ngalami kekambuhan. Setelah pembedahan bila dijumpai faktor risiko ini akan sangatmungkin terjadi kekambuhan. Penderita ini sebaiknya mendapat terapi ajuvan radiasi,kemoterapi, atau kombinasi keduanya. D i antara faktor risiko ini yang paling penting adalah invasi K G B . Kelangsunganhidup penderita dengan invasi K G B walau telah mendapat terapi ajuvan tetap lebihburuk daripada penderita tanpa invasi K G B . Nobeyama dkk. melaporkan dari 43kasus penderita kanker serviks stadium lanjutyang mereka berikan neoajuvan kemoterapi, semua kasus melalui pemeriksaan P G Rmengandung D N A virus H P V . Tingkat harapan hidup penderita dengan infeksi tipe33 yang paling tinggi, diikuti dengan tipe 16. Penderita kanker serviks yang telahmenjalani terapi primer masih mempunyai kemungkinan mengalami kekambuhan.Kekambuhan u m u m n y a terjadi dalam masa 2 tahun pertama. Selama periode i n i se-baiknya dilakukan pemeriksaan rutin seperti perabaan pembesaran kelenjar getahbening terutama pada daerah supra klavikula, pemeriksaan rekto-vaginal, dan sitologisetiap 3 - 4 bulan. Setelah 2 tahun pemeriksaan dapat lebih jarang misalnya setiap 6bulan hingga 5 tahun setelah terapi primer untuk selanjutnya setahun sekali. Adanyakeluhan perdarahan pervaginam, nyeri, dan gangguan saluran cerna atau kemih perlumendapat perhatian yang serius.Residif dan PenanganannyaKasus kekambuhan merupakan keadaan tanpa harapan karena 80 - 100% penderitaakan meninggal kurang dari setahun semenjak k e k a m b u h a n d a nsampai saat i n ibelum ada terapi pilihan yang efektif u n t u k mengatasinya. Secara keseluruhan ke-langsungan hidup lima tahun kasus berulang kurang dari 5 % d a nhampir 9 0 %terjadi dalam 2 tahun pertama. Kasus berulang setelah menjalani operasi radikaldapat dicoba dengan pengobatan radiasi. Kasus berulang setelah mendapat terapi radiasi dapat dilakukan operasi atau ke-moterapi terutama u n t u k lesi kambuh berada d i luar lapangan radiasi sebelumnya.Pembedahan dilakukan bila lesi soliter seperti pada paru-paru atau daerah sentral

454 KANKER GINEKOLOGI{central recurrence) d a n m a s i h m e m b e r i l ^ a n h a s i l y a n g c u k u p b a i k . J e n i s p e m b e d a -han yang dapat dilakukan seperti eksenterasi pelvik asalkan fasilitas perawatan pas-caeksenterasi cukup baik. Bila kekambuhan pascaoperatif di daerah pelvis dapat dio-bati dengan radiasi. Akhir-akhir i n iadaupaya lain untuk meningkatkan kualitas hidup penderita pas-c a e k s e n t e r a s i d e n g a n m e m b e n t u k \"urinary conduit\" d a n r e k o n s t r u k s l v a g i n a . P e m -berian kemoterapi pada kasus berulang yang sebelumnya telah radiasi atau operasitidak memberikan hasil yang baik.Algoritma Sitologi abnomial Curiga ca. serviksPrainvasif Biopsi Bukan kanker konisasiTerapi sebagai Kunktjr serviks prainvasif invasif Std. Ia2 Std lal 1 Ibl < 2cm r MR + LA HT LAC a t a l a n : H R = histerektomi r a d i k a l : H T = histerektomi total; T R = trakhelektomi radikal; L A = limfadenektomiRUJUKAN \. Arends MJ, Buckley G H , Wells M. Aetiology, pathogenesis, and pathology of cervical neoplasia. J Chn Pathol 1998; 51: 96-103

KANKER SERVIKS 455 2. Benedet J L , Hacker N F (ed). Staging classification and clinical practice guidelines of gynaecologic cancers, Elsevier 2000 3. Cannistra SA, Niloff JM. Cancer of the uterine cervix. New England J of Med, April, 1996 4. Deri Edianto. Faktor-faktor histopatologik kanker serviks stadium IB - I I A yang berhubungan de- ngan kekambuhan pascahisterektomi radikal. Tesis, subbagian Onkologi Ginekologi F K - U I / R S C M , Jakarta, 2000 5. Di Saia PJ, Creasman WT. Clinical Gynecologic Oncology, sixth ed. Mosby, 2002 6. Eileen M. Bird. Human papillomavirus and cervical cancer. Clin Microbiol Rev, 2003; 16(1); 1-17 7. Janicek MF, Averette H E . Cervical cancer. Prevention, Diagnosis, and Therapeutics, C A Cancer J Clin, 2001; 51: 92-114 S.John B Schlaerth, Nicola M, Spiortos, Alan C Schlaerth. Radical trachelectomy and pelvic lym- phadenectomy with uterine preservation in the treatment of cervical cancer. Am J Obstet Gynecol, 2003; 188: 29-34 9. Journal of epidemiology and biostatistics, F I G O annual report on the results of treatment in gyne- cological cancer, vol. 24, 200010. Lai C H , et al. Are adenocarcinoma different from squamous carcinoma in stage lb and I I cervical cancer patients undergoing primary radical surgery? Int J Gynecol Cancer, 1999; 9: 28-3611. Mandic A, Vuykov T. Review: Human Papillomavirus vaccine as a new way of preventing cervical cancer; a dream in the future? Annals of oncology, 2004; 15: 197-20012. Michael Rodriguez, Omar Guimares, Peter GRose. Radical abdominal trachelectomy and pelvic lym- phadenectomy with uterine conservation and subsequent pregnancy in the treatment of early invasive cervical cancer. Am J Obstet Gynecol, 2001; 185: 370-413. Monk BJ, et al. Extent of disease a indication for pelvic radiation following radical hysterectomy and bilateral pelvic lymph node dissection in the treatment of stage Ib/IIa cervical carcinoma. Gynecol Oncol. 1994; 54: 4-914. Nobeyama H , et al. Association of H P V infection with prognosis after neoajuvant chemotherapy in advanced uterine cervical cancer. Int. J Molecular Medicine 2004; 14: 101-515. Pierlugi Benedetti, et al. Neoadjuvant chemotherapy and radical surgery versus exclusive radiotherapy in locally advanced squamous cell cervical cancer: Results from the Italian multicenter randomized study Journal of clinical Oncology, 2002; 20(1): 179-8816. Riccardo Manfredi, et al. Cervical cancer response to neoadjuvant therapy. MR Imaging assessment. Radiology, 1998; 209: 819-2417. Samla R A K , et al. Identification of high risk groups among node positive patients with stage lb and Ila cervical carcinoma. Gynecol Oncol, 1997; 8: 78-8418. Samla R A K , et al. Surgical pathologic factors that predict recurrence in stage lb and Ila cervical carcinoma patients with negative pelvic lymph node. Cancer, 1997; 80: 1234-4019. Sean C . Dowdy, et al. Multimodal therapy including neoadjuvant methotrexate, vinblastine, doxoru- bin, and cisplatin (MVAC) for stage I I B to IV cervical cancer. Am J Obstet Gynecol, 2002; 186: 1167-7320. Sevin B U , et al. Surgical defined prognostic parameters in patients with early cervical carcinoma. A multivariate survival tree analysis. Cancer, 1996; 78: 1438-4621. Steven E . Waggoner. Seminar. Cervical Cancer. Lancet, 2003; 361: 2217-2522. Toshihiko Inoue. The trail of the development of high dose rate brachytherapy for cervical cancer in Japan. Jpn J Clin Oncol, 2003; 33(7); 327-3023. Waggoner SE. Cervical cancer. Lancet, 2003; 361: 2217-2524. Wang C J , et al. Recurrent cervical carcinoma after primary radical surgery. Am J Obstet Gynecol, 1999; 181: 518-241.


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook