Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore I. Pengantar Farmakologi

I. Pengantar Farmakologi

Published by haryahutamas, 2016-04-02 20:18:11

Description: I. Pengantar Farmakologi

Search

Read the Text Version

Pengantar FarmakologiI. PENGANTAR FARMAKOLOGI Arini Setiawati, Zunilda SB dan F.D. Suyatna1. Pendahuluan 3.1, Mekanisme kerja obat 3.2, Fleseptor obat2. Farmakokinetik 3.3. Transmisi sinyal biologis 2.1. Absorpsi dan bioavailabilitas 3.4. lnteraksi obat-reseptor 2.2. Distribusi 3.5. Antagonisme larmakodinamik 2.3, Biotransformasi 3.6. Kerja obat yang tidak diperantarai reseptor 2.4. Ekskresi 3.7. Terminologi Farmakodinamik 4. Pengembangan dan penilaian obat 1. PENDAHULUAN ini diberikan kepada mahasiswa kedokteran, kare- na ada kalanya seorang dokter perlu memberikan Dalam arti luas, obat ialah setiap zat kimiayang dapat mempengaruhi proses hidup, maka far- obat racikan.makologi merupakan ilmu yang sangat luas ca- Farmakologi klinik ialah cabang farrnakologikupannya. Namun untuk seorang dokter, ilmu inidibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan yang mempelajari efek obat pada manusia, Ber-obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan bagai aspek dalam studi obat pada manusia ter-pengobatan penyakit. Selain itu, agar mengerti cakup dalam cabang ilmu ini dengan tujuan menda-bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan ber- patkan dasar ilmiah untuk penggunaan obat. Pe-bagai gejala penyakit. ngembangan dan penilaian obat akan dibahas pada Dahulu farmakologi mencakup pengetahuan bagian akhir bab ini.tentang sejarah, sumber, sifat kimia dan fisik, kom- Untuk mempelajari pengaruh obat pada ma-posisi, efekfisiologi dan biokimia, mekanisme kerja,absorpsi, distribusi, biotransformasi, ekskresi dan nusia, obat dicobakan dulu pada hewan dan dipela-penggunaan obat. Namun dengan berkembangnya jari efeknya dalam farmakologi eksperimental,pengetahuan, beberapa bidang ilmu tersebut telahberkembang menjadi cabang ilmu tersendiri. Farmakokinetik ialah aspek larmakologi Farmakognosi ialah cabang ilmu larmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh yaitu ab-yang mempelajari sifat-sifat tumbuhan dan bahan sorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya.lain yang merupakan sumber obat. Cabang ilmu initidak lagi dipelajari di lakultas kedokteran, tetapi Farmakodinamik mempelajari efek obat terhadapmerupakan salah satu mata pelajaran penting di fisiologi dan biokimia berbagai organ tubuh sertafakultas farmasi. Mungkin saja ilmu ini menjadi pen-ting lagi bagi kita kelak, kalau program tanaman mekanisme kerjanya,obat keluarga semakin populer. Farmakoterapi ialah cabang ilmu yang berhu- Farmasi ialah ilmu yang mempelajari cara bungan dengan penggunaan obat dalam pence- gahan dan pengobatan penyakit, Dalam farmakojmembuat, memformulasikan, menyimpan, dan me- terapi ini dipelajari aspek larmakokinetik dan far-nyediakan obat. Dalam batas tertentu pengetahuan makodinamik suatu obat yang dimanfaatkan untuk mengobati penyakit tertentu. Pengetahuan ini me- rupakan bagian yang terpenting dalam pendidikan farmakologi di fakultas kedokteran agar seorang dokter mampu menggunakan obat secara rasional. Karena upaya terapi juga menyangkut tindakan

Pengantar Farmakologihedah atau tindakan lain yang tidak menggunakan Membran sel terdiri dari dua lapis lemak yangobat, maka dalam buku ini akan digunakan kata membentuk lase hidrofilik di kedua sisi membran\"terapi\" untuk arti yang luas, dan kata \"pengobatan\" dan lase hidrofobik di antaranya. Molekul-molekuluntuk arti larmakoterapi atau terapi obat. protein yang tertanam di kedua sisi membran atau menembus membran berupa mozaik pada mem- t6t<sit<ologi ialah ilmu yang mempelajari ke-iacunan zat kimia, termasuk obat, zat yang diguna- bran. Molekul-molekul protein ini membentuk kanalkan dalam rumah tangga, industri maupun lingkung- hidrolilik untuk transport air dan molekul kecil lain-an hidup lain misalnya insektisida, pestisida, dan nya yang larut dalam air.zat pengawet. Dalam cabang ilmu ini dipelajari jugacara pencegahan, pengenalan, dan penanggula- Cara-cara transport obat lintas membranngan kasus-kasus keracunan. yang terpenting ialah difusi pasif dan transport aktif; 2. FARMAKOKINETIK yang terakhir melibatkan komponen-komponen Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui ber- membran sel dan membutuhkan energi. Sifatbagai cara pemberian umumnya mengalami ab- fisiko-kimia obat yang menentukan cara transportsorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai ditempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian, ialah bentuk dan ukuran molekul, kelarutan dalamdengan atau tanpa biotransformasi, obat diekskresi air, derajat ionisasi, dan kelarutan dalam lemak.dari dalam tubuh. Seluruh proses ini disebut prosesfarmakokinetik dan berjalan serentak seperti yang Umumnya absorpsi dan distribusi obat terjaditerlihat pada Gambar 1-1 . secara difusi pasif. Mula-mula obat harus berada dalam larutan air pada permukaan membran sel, TEMPAT KERJA DEPOT JARINGAN kemudian molekul obat akan melintasi membran (RESEPTOR) beoas I erlKat dengan melarut dalam lemak membran. Pada proses ini, obat bergerak dari sisi yang kadarnya1sp;1s1 ;= Bebas - lebih tinggi ke sisi lain. Setelah taraf mantap (steady ll/srnr u,-as, slale) dicapai, kadar obat bentuk non-ion di kedua sisi membran akan sama. \\\ \ SIST '-\"\\ Kebanyakan obat berupa elektrolit lemah -'-'--------t Obat Bebas - EKSKRESIAESORPSI yakni asam lemah atau basa lemah. Dalam larutan, // elektrolit lemah ini akan terionisasi. Derajat ionisasi Obat Terikat Metabolit ini tergantung dari pKa obat dan pH larutan. Untuk BIOTRANSFORMASI obat asam, pKa rendah berarti relatif kuat, sedang- kan untuk obat basa, pKa tinggi yang relatif kuat. Gambar 1-1, Berbagai proses larmakokinetik obat Bentuk non-ion umumnya larut baik dalam lemak Di tubuh manusia, obat harus menembus sehingga mudah berdifusi melintasi membran.sawar (barrier) ,sel di berbagai jaringan. Pada Sedangkan bentuk ion, sukar melintasi membranumurnnya obat melintasi lapisan sel ini dengan me- karena sukar larut dalam lemak. Pada taraf mantap,nembusnya, bukan dengan meleWati celah antar-sel, kecuali pada endotel kapiler. Karena itu peris- kadar obat bentuk non-ion saja yang sama di keduatiwa terpenting dalam proses larmakokinetik ialahtransport lintas membran. sisi membran, sedangkan kadar obat bentuk ionnya tergantung dari perbedaan pH di kedua sisi membran. Membran sel merupakan membran semiper- meabel, artinya hanya dapat dirembesi air dan molekul-molekul kecil. Alr berdifusi atau mengalir melalui kanal hidrofilik pada membran akibat per- bedaan tekanan hidrostatik maupun tekanan os- motik. Bersama aliran air akan terbawa zal-zalle? larut bukan ion yang berat molekulnya kurang dari 100-200 misalnya urea, etanol, dan antipirin. Mes- kipun berat atomnya kecil, ion anorganik ukurannya membesar karena mengikat air sehingga tidak dapat melewati kanal hidrolilik bersama air. Kini telah ditemukan kanal selektif untuk ion-ion Na, K, Ca.

Pengantat Farmakologi Transport obat melintasi endotel kapiler ter- pada pemberian oral - dan/atau di hati pada lintasan utama melalui celah-celah antarsel, kecuali di pertamanya melalui organ-organ tersebut. Metabo- susunan saraf pusat (SSP). Celah antarsel endotel lisme ini disebut metabolisme atau eliminasi lin- kapiler der.nikian besarnya sehingga dapat melolos- tas pertama (/irsf pass metabolism or etimination) kan semua molekul yang berat molekulnya kurang atau eliminasi prasistemik. Obat demikian mem- dari 69.000 (BM albumin), yaitu semua obat bebas, punyai bioavailabilitas oral yang tidak begitu tinggitermasuk yang tidak larut dalam lemak dan bentuk meskipun absorpsi oralnya mungkin hampir sem- ion sekalipun. Proses ini berperan dalam absorpsi purna. Jadi istilah bioavailabilitas menggambarkan obat setelah pemberian parenteral dan dalam filtrasilewat membran glomerulus di ginjal. kecepatan dan kelengkapan absorpsi sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai Sirkulasi sis- Pinositosis ialah cara transport dengan mem- temik. Elimlnasi lintas pertama ini dapat dihindaribentuk vesikel, misalnya untuk makromolekul atau dikurangi dengan cara pemberian parenteralseperti protein. Jumlah obat yang diangkut dengan (misalnya lidokain), sublingual (misalnya nitroglise-cara ini sangat sedikit. rin), rektal, atau mernberikannya bersama Transport obat secara aktif biasanya terjadipada sel saraf, hati, dan tubuli ginjal. Proses ini makanan.membutuhkan energi yang diperoleh dari aktivitas Berbagai faktor yang dapat mempengaruhimembran sendiri, sehingga zat dapat bergerak me- bioavailabilitas obat pada pemberian oral dapat di-lawan perbedaan kadar atau potensial listrik. Selain lihat pada Tabel 1-1 .dapat dihambat secara kompetitif, transport aktif ini BIOEKUIVALENSIbersilat selektif dan memperlihatkan kapasitas Ekuivalensi kimia - kesetaraan jumlah obatmaksimal (dapat mengalami kejenuhan). Beberapa dalam sediaan - belum tentu menghasilkan kadarobat bekerja mempengaruhi transport aktif zat-zat obat yang sama dalam darah dan jaringan yaituendogen, dan transport aktif suatu obat dapat pula yang disebut ekuivalensi biologik atau bioekui-dipengaruhi oleh obat lain. valensi. Dua sediaan obat yang berekuivalensi kimia tetapi tidak berekuivalensi biologik dikatakan Dif usi terfasilitasi (FacrTitated diff usion) ialah memperllhatkan bioinekuivalensi. lni terutama ter-suatu proses transport yang terjadi dengan bantuan jadi pada obat-obat yang absorpsinya lambatsuatu faktor pembawa (carrier) yang merupakan karena sukar larut dalam cairan saluran cerna, misalnya digoksin dan difenilhidantoin, dan padakomponen membran sel tanpa menggunakan ener-gi sehingga tidak dapat melawan perbedaan kadar obat yang mengalami metabolisme selama absorp-maupun potensial listrik. Proses ini, yang juga ber- sinya, misalnya eritromisin dan levodopa. Perbeija- an bioavailabilitas sampai dengan 10% umumnyasifat selektif, terjadi pada zal endogen yang tidak menimbulkan perbedaan berarti dalam elektransportnya secara difusi biasa terlalu lambat, kliniknya artinya memperlihatkan ekuivalensimisalnya untuk masuknya glukosa ke dalam sel terapi. Bioinekuivalensi lebih dari 10% dapat me- nimbulkan inekuivalensi terapi, terutama untukperiler. obat-obat yang indeks terapinya sempit, misalnya 2.1. ABSORPSI DAN BIOAVAILABILITAS digoksin, difenilhidantoin, teofilin. Kedua istilah tersebut tidak sama artinya. PEMBERIAN OBAT PER ORALAbsorpsi, yang merupakan proses penyerapanobat dari tempat pemberian, menyangkut ke- Cara ini merupakan cara pemberian obat yang paling umum dilakukan karena mudah, aman, danlengkapan dan kecepatan proses tersebut. murah. Kerugiannya ialah banyak faktor dapatKelengkapan dinyatakan dalam persen dari jumlahobat yang diberikan. Tetapi secara klinik, yang lebih mempengaruhi bioavailabilitasnya (lihat Tabel 1 -1 ),penting ialah bioavailabilitas. lstilah ini menyatakan obat dapat mengiritasi saluran cerna, dan perlujumlah obat, dalam persen terhadap dosis, yang kerja sama dengan penderita; tidak bisa dilakukan bila pasien koma.mencapai sirkulasi sistemik dalam bentukutuh/aktif. lniterjadi karena, untuk obat-obat terten-tu, tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pem-berian akan mencapai sirkulasi sistemik. Sebagianakan dimetabolisme oleh enzim di dinding usus -

Pengantat Farmakologi Ta!:el 'l-1. BERBAGAI FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI BIOAVAILABILITAS oBAT ORAL1. Faktor obat Keterangan a. Sifat-sifat fisikokimia obat menentukan jumlah obat yang - stabilitas pada pH larnbung tersedia untuk diabsorpsi - stabilitas terhadap enzim-enzim pencernaan - stabilitas terhadap llora usus menentukan kecepatan absorpsi obat - kelarutan dalam air/cairan saluran cerna - ukuran molekul menentukan jumlah obat yang - deraiat ionisasi pada pH saluran cerna mencapai sirkulasi sistemik - kelarutan bentuk non-ion dalam lemak - stabilitas terhadap enzim-enzim dalam dinding saluran cerna - stabilitas terhadap enzim-enzim dalam hati b, Formulasi obat menentukan kecepatan dis- integrasi dan disolusi obat - keadaan fisik obat (ukuran partikel, bentuk kristaububuk, dan lain-lain) - eksipien (zat-zal pengisi, pengikat, pelicin, penyalut, dan lain-lain)2, Faktor penderita- pH saluran cerna, fungsi empedu mempengaruhi kecepatan dis- integrasi dan disolusi obat- kecepatan pengosongan lambung (motilitas saluran cerna, pH. mempengaruhi kecepatan lambung, adanya makanan, bentuk tubuh, aktivitas lisik yang berat, absorpsi, dan dapat juga stres, nyeri hebat, ulkus peptikum, stenosis pilorus, gangguan jumlah obat yang diserap fungsi tiroid) dapat mempengaruhi jumlah obat Yang diserapdan- waktu transit dalam saluran cerna (motilitas saluran cerna gangguannya)- perfusi saluran cerna (makanan, aktivitas fisik yang berat, dapat mempengaruhi kecepatan penyakit kardiovaskular) atau jumlah absorpsi obat- kapasitas absorpsi (luas permukaan absorpsi, sindrom malabsorpsi, dapat mempengaruhi kecepatan usia laniut) absorpsi atau jumlah obat yang diserap- metabolisme dalam lumen saluran cerna (pH lambung, enzim-enzim menentukan jumlah obat yang pencernaan, llora usus) tersedia untuk diserap\" kapasitas metabolisme dalam dinding saluran cerna dan dalam hati menentukan jumlah obat yang (aktivitas enzim metabolisme dalam dinding saluran cerna dan dalam mencapai sirkulasi sistemik hati, laktor genetik, aliran darah portal, penyakit hati)3, lnteraksi dalam absorpsi di saluran cerna \" adanya makanan - perubahan pH saluran cerna (antasid) ' perubahan motilitas saluran cerna (katartik, opiat, antikolinergik) - perubahan pedusi saluran cerna (obat-obat kardiovaskula4 - gangguan pada fungsi normal mukosa usus (neomisin, kolkisin) - interaksi langsung (kelasi, adsorpsi, terikat pada resin, larut dalam cairan yang tidak diabsorpsi)

Pengantar Farmakologi Absorpsi obat melalui saluran cerna pada lambat (sustained - release). Obat yang dirusakumumnya terjadi secara difusi pasif, karena itu oleh asam lambung atau yang menyebabkan iritasiabsorpsi mudah terjadi bila obat dalam bentuk non- lambung sengaja dibuat tidak terdisintegrasi di lam- bung yaitu sebagai sediaan salut enterik (enteric-ion dan mudah larut dalam lemak. Absorpsi obat diusus halu3 selalu jauh lebih cepat dibandingkan di coated).lambung karena permukaan epitel usus halus jauh Absorpsi dapat pula terjadi di mukosa mulutlebih luas dibandingkan dengan epitel lambung. dan rektum walaupun permukaan absorpsinya tidakSelain itu, epitel lambung tertutup lapisan mukusyang tebal dan mempunyai tahanan listrik yang terlalu luas. Nitrogliserin ialah obat yang sangattinggi. Oleh karena itu, peningkatan kecepatan pe- poten dan larut baik dalam lemak maka pemberian sublingual atau perkutan sudah cukup untuk me-ngosongan lambung biasanya akan meningkatkan nimbulkan efek. Selain itu, obat terhindar dari meta-kecepalan absorpsi obat, dan sebaliknya. Akan bolisme lintas pertama di hati karena aliran darahtetapi, perubahan dalam kecepatan pengosongan dari mulut tidak melalui hati melainkan langsung ke v.kava superior. Pemberian per rektal sering diper-lambung atau motilitas saluran cerna biasanya tidak lukan pada penderita yang muntah-muntah, tidakmempengaruhi jumlah obat yang diabsorpsi atau sadar, dan pascabedah. Metabolisme lintas perta-yang mencapai sirkulasi sistemik, kecuali pada tiga ma di hati lebih sedikit dibandingkan dengan pem-hal berikut ini. (1) Obat yang absorpsinya lambat berian per oral karena hanya sekitar 50% obatyang diabsorpsi dari rektum akan melalui sirkulasi portal.karena sukar larut dalam cairan usus (misalnya Namun banyak obat mengiritasi mukosa rektum,digoksin, difenilhidantoin, prednison) memerlukanwaktu transit dalam saluran cerna yang cukup pan- dan absorpsi di sana sering tidak lengkap dan tidakjang untuk kelengkapan absorpsinya. (2) Sediaansalut enterik atau sediaan lepas lambat yang ab- teratur.sorpsinya biasanya kurang baik atau inkonsistenakibat perbedaan penglepasan obat di lingkungan PEMBERIAN SECARA SUNTIKANberbeda, memerlukan waktu transit yang lamadalam usus untuk meningkatkan jumlah yang dise- Keuntungan pemberian obat secara suntikanrap. (3) Pada obat-obat yang mengalami metabo- (parenteral) ialah: (1) efeknya timbul lebih cepat danlisme di saluran cerna, misalnya penisilin G dan teratur dibandingkan dengan pemberian per oral;eritromisin oleh asam lambung, levodopa dan klor- (2) dapat diberikan pada penderita yang tidak ko- operatif, tidak sadar, atau muntah-muntah; dan (3)promazin oleh enzim dalam dinding saluran cerna, sangat berguna dalam keadaan darurat. Kerugian-pengosongan lambung dan transit gastrointestinal nya ialah dibutuhkan cara asepsis, menyebabkan rasa nyeri, ada bahaya penularan hepatitis serum,yang lambat akan mengurangiiumlah obat yang di- sukar dilakukan sendiri oleh penderita, dan tidakserap untuk mencapai sirkulasi sistemik. Untuk obat ekonomis.yang waktu paruh eliminasinya pendek misalnyaprokainamid, perlambatan absorpsi akan menye- Pemberian intravena (lV) tidak mengalamibabkan kadar terapi tidak dapat dicapai, meskipun tahap absorpsi, maka kadar obat dalam darah di-jumlah absorpsinya tidak berkurang. peroleh secara cepat, tepat, dan dapat disesuaikan langsung dengan respons penderita. Larutan ter- Absorpsi secara transport aktif terjadi tentu yang iritatif hanya dapat diberikan dengan cara ini karena dinding pembuluh darah relatif tidakterutama di usus halus untuk zat-zat makanan : glu- sensitif dan bila disuntikkan perlahan-lahan, obatkosa dan gula lain, asam amino, basa purin dan piri- segera diencerkan oleh darah. Kerugiannya ialahmidin, mineral, dan beberapa vitamin. Cara ini juga efek tokslk mudah terjadi karena kadar obat yangterjadi untuk obat-obat yang struktur kimianya mirip tinggi segera mencapai darah dan jaringan. Di sam-struktur zat makanan tersebut, misalnya levodopa, ping itu, obat yang disuntikan lV tidak dapat ditarik kembali. Obat dalam larutan minyak yang mengen-metildopa, 6-merkaptopurin, dan 5-fluorourasil. dapkan konstituen darah, dan yang menyebabkan Kecepatan absorpsi obat bentuk padat diten- hemolisis, tidak boleh diberikan dengan cara ini,tukan oleh kecepatan disintegrasi dan disolusinya Penyuntikan lV harusdllakukan perlahan-lahansehingga tablet yang dibuat oleh pabrik yang ber- beda dapat berbeda pula bioavailabilitasnya. Ada sambil terus mengawasi respons penderita.kalanya sengaja dibuat sediaan yang waktu di- solusinya lebih lama untuk memperpanjang masa absorpsi sehingga obat dapat diberikan dengan in- terval lebih lama. Sediaan ini disebut sediaan lepas

Farmakologi dan Tarapi Suntikan subkutan (SK) hanya boleh diguna- PEMBEBIAN TOPIKALkan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jari- Pemberian topikal pada kulit. Tidak banyak obatngan, Absorpsi biasanya terjadi secara lambat dan yang dapat menembus kulit utuh. Jumlah obat yangkonstan sehingga efeknya bertahan lama. Obat da- diserap bergantung pada luas permukaan kulit yang terpajan serta kelarutan obat dalam lemak karenalam bentuk suspensi diserap lebih lambat daripada epidermis bertindak sebagai sawar lemak. Dermis permeabel terhadap banyak zat sehingga absorpsidalam bentuk larutan. Pencampuran obat dengan terjadi jauh lebih mudah bila kulit terkelupas atauvasokonstriktor juga akan memperlambat absorpsiobat tersebut. Obat dalam bentuk padat yang dita- terbakar. Beberapa zat kimia yang sangat larut lemak, misalnya insektisida organolosfat,dapatnamkan di bawah kulit dapat dlabsorpsi selama menimbulkan elek toksik akibat absorpsi melaluibeberapa minggu atau beberapa bulan. kulit ini. lnflamasi dan keadaan lain yang mening- Pada suntikan intramuskular (lM), kelarutan katkan aliran darah kulit juga akan memacu ab-obat dalam air menentukan kecepatan dan keleng- sorpsi melalui kulit. Absorpsi dapat ditingkatkankapan absorpsi. Obat yang sukar larut dalam airpada pH fisiologik misalnya digoksin, lenitoin, dan dengan membuat suspensi obat dalam minyak dandiazepam akan mengendap di tempat suntikan se- menggosokkannya ke kulit, atau dengan menggu-hingga absorpsinya berjalan lambat, tidak lengkap,dan tidak teratur. Obat yang larut dalam air diserap nakan penutup di atas kulit yang terpajan. Obatcukup cepat, tergantung dari aliran darah di tempat yang banyak digunakan untuk penyakit kulit seba- gai salep kulit ialah antibiotik, kortikosteroid, anti-suntikan. Absorpsi lebih cepat di deltoid atau vastus histamin, dan lungisid, tetapi beberapa obat siste-lateralis daripada di gluteus maksimus. Obat- obat mik dibuat juga sebagai sediaan topikal, misalnyadalam larutan minyak atau bentuk suspensi akan nitrogliserin dan skopolamin.diabsorpsi dengan sangat lambat dan konstan (sun-tikan depot), misalnya penisilin. Obat yang terlalu Pemberian topikal pada mata. Cara ini terutamairitatil untuk disuntikkan secara SK kadang- kadang dimaksudkan untuk mendapatkan elek lokal padadapat diberikan secara lM. mata, yang biasanya memerlukan absorpsi obat melalui kornea. Absorpsi terjadi lebih cepat bila Suntikan intratekal, yakni suntikan langsung kornea mengalami infeksi atau trauma. Absorpsike dalam ruang subaraknoid spinal, dilakukan bila sistemik melalui saluran nasolakrimal sebenarnyadiinginkan elek obat yang cepat dan setempat pada tidak diinginkan; absorpsi di sini dapat menyebab-selaput otak atau sumbu serebrospinal, seperti kan efek sistemik karena obat tidak mengalami me- tabolisme lintas pertamadi hati, maka B-blokeryangpada anestesia spinal atau pengobatan infeksi SSP diberikan sebagai tetes mata misalnya pada glau-yang akut. koma dapat menimbulkan toksisitas sistemik. Suntikan intraperitoneal tidak dilakukanpada manusia karena bahaya inleksi dan adesilerlalu besar.PEMBERIAN MELALUI PARU-PARU 2.2. DISTRIBUSI Cara inhalasi ini hanya dapat dilakukan untuk Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi keobat yang berbentuk gas atau cairan yang mudah seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Selain tergan-menguap misalnya aneste,Uk umum, dan untuk obat tung dari aliran darah, distribusi obat juga diten-lain yang dapat diberikan dalam bentuk aerosol. tukan oleh sifat lisikokimianya. Distribusi obat dibe-Absorpsi lerjadi melalui epitel paru dan mukosa dakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya disaluran napas. Keuntungannya, absorpsi terjadi dalam tubuh. Oistribusi fase pertama terjadi sege-secara cepat karena permukaan absorpsinya luas, ra setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusi-terhindar dari eliminasi lintas pertama di hati, dan nya sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal, danpada penyakit paru-paru misalnya asma bronkial, otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebihobat dapat diberikan langsung pada bronkus, Sa- luas yaitu mencakup jaringan yang perlusinya tidakyangnya pada cara pemberian ini diperlukan alat sebaik organ di atas misalnya otot, visera, kulit, dandan metoda khusus yang agak sulit dikerjakan, jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai kese-sukar mengatur dosis, dan sering obatnya meng- imbangan setelah waktu yang lebih lama. Dilusi keiritasi epitel paru. ruang interstisial jaringan terjadi cepat karena ce-

Pengantar Farmakologilah antarsel endotel kapiler mampu melewatkan dikenal sebagai sawar darah-otak. Endotel kapilersemua molekul obat bebas, kecuali di otak. Obat otak tidak mempunyai celah antarsel maupun vesi- kel pinositotik, tetapi mempunyai banyak taut cekatyang mudah larut dalam lemak akan melintasi mem- (tight junction). Di samping itu, terdapat sel gliayang mengelilingi kapiler otak ini. Dengan demikian, obatbran sel dan terdistribusi ke dalam sel, sedang- tidak hanya harus melintasi endotel kapiler tetapikan obat'yang tidak larut dalam lemak akan sulit juga membran sel glia perikapller untuk mencapai cairan interstisial jaringan otak. Karena itu, kemam-menembus membran sel sehingga distribusinya ter- puan obat untuk menembus sawar darah-otak ha-batas terutama di cairan ekstrasel. Distribusi juga nya ditentukan oleh, dan sebanding dengan, kela- rutan bentuk non-ion dalam lemak. Obat yangdibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, seluruhnya atau hampir seluruhnya dalam bentukhanya obat bebas yang dapat berdilusi dan men- ion, misalnya amonium kuaterner atau penisilin,capai keseimbangan (lihat Gambar 1-1). Derajat dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke otakikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh dari darah. Penisilin dosis besar sekali dapat masukafinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan ke otak, tetapi penisilin dosis terapi hanya dapatkadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat oleh pro- masuk ke otak bila terdapat radang selaput otak, karena permeabilitas meningkat di tempat radang.tein akan berkurang pada malnutrisi berat karena Eliminasi obat dari otak kembali ke darah terjadi melalui 3 cara, yakni (1 ) secara transport aktif mela-adanya defisiensi protein. lui epitel pleksus koroid dari cairan serebrospinal Obat dapat terakumulasi dalam sel iaringan (CSS) ke kapiler darah untuk ion-ion organik, misal- nya penisilin; (2) secara difusi pasil lewat sawarkarena ditransport secara aktil, atau lebih sering darah-otak dan sawar darah- CSS di pleksus koroid untuk obat yang larut lemak; dan (3) ikut bersamakarena ikatannya dengan komponen intrasel yaitu aliran CSS melalui vili araknoid ke sinus vena untukprotein, foslolipid, atau nukleoprotein. Misalnya, semua obat dan metabolit endogen, larut lemakpada penggunaan kronik, kuinakrin akan menum- maupun tidak, ukuran kecll maupun besar.puk dalam sel hati. Jaringan lemak dapat berlaku Sawar uri yang memisahkan darah ibu dansebagai reseryoar yang penting untuk obat larutlemak, misalnya tiopental. Protein plasma juga darah janin terdiri dari sel epitel vili dan sel endotelmerupakan reservoar obat. Obat yang bersifat kapiler janin; jadi, tidak berbeda dengan sawarasam terutama terikat pada albumin plasma, se- saluran cerna. Karena itu, semua obat oral yangdangkan obat yang bersifat basa pada asam cx.l- diterima ibu akan masuk ke sirkulasi janin, Distribusi obat dalam tubuh janin mencapai keseimbanganglikoprotein. Tulang dapat menjadi reservoar dengan darah ibu dalam waktu paling cepat 40 menit.untuk logam berat misalnya timbal (Pb) atau radium. 2.3. BIOTRANSFORMASICairan transeluler misalnya asam lambung, berlakusebagai reservoar untuk obat yang bersilat basa Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadilemah akibat perbedaan pH yang besar antara dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada pro- ses ini molekul obat diubah menjadi lebih pol.ardarah dan cairan lambung. Saluran cerna juga ber- artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larutlaku sebagai reservoar untuk obat oral yang diab- dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi me- lalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadisorpsi secara lambat, misalnya obat dalam sediaan inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperanlepas lambat. Obat yang terakumulasi ini berada dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada obat yangdalam keseimbangan dengan obat dalam plasma metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau lebih tok-dan akan dilepaskan sewaktu kadar plasma menu- sik. Ada obat yang merupakan calon obat (prodrug) justru diakti{kan oleh enzim biotransformasi ini. Me-run, maka adanya reservoar ini dapat memperpan-jang kerja obat, Redistribusi obat dari tempat kerjanya ke ja-ringan lain merupakan salah satu faktor yang dapatmenghentikan kerja obat. Fenomen ini hanya terjadipada obat yang sangat larut lemak, misalnya tiopen-tal. Karena aliran darah ke otak sangat tinggi, makasetelah disuntikkan lV, obat ini segera mencapaikadar maksimal dalam otak. Tetapi karena kadardalam plasma dengan cepat menurun akibat dilusike jaringan lain, maka tiopental dalam otak jugasecara cepat berdifusi kembali ke dalam plasma untuk selanjutnya diredistribusi ke jaringan lain, Distribusi dari sirkulasi ke SSP sulit terjadi karena obat harus menembus sawar khusus yang

Farmakologi dan Terapitabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih rantai sampingnya, deaminasi amin primer dan se-lanjut dan/atau diekskresi sehingga kerjanya berak- kunder, serta desulfurasi.hir. Glukuronid merupakan metabolit utama dari obat yang mempunyai gugus lenol, alkohol, atau Reaksi biokimia yang terjadi dapat dibedakan asam karboksilat, Metabolit ini biasanya tidak aktifatas reaksi lase I dan lase ll. Yang termasuk reaksi dan cepat diekskresi melalui ginjal dan empedulase I ialah oksidasi, reduksi, dan hidrolisis. Reaksi secara sekresi aktif untuk anion, Glukuronid yang diekskresi melalui empedu dapat dihidrolisis olehlase I ini mengubah.obat menjadi metabolit yang enzim p-glukuronidase yang dihasilkan oleh bakterilebih polar, yang dapat bersifat inaktif, kurang aktif, usus, dan obat yang dibebaskan dapat diserapatau lebih aktil daripada bentuk aslinya. Reaksifase ll, yang disebut juga reaksi sintetik, merupakan kembali. Sirkulasi enterohepatik ini memperpan-konyugasi obat atau metabolit hasil reaksi lase I jang kerja obat. Reaksi glukuronidasi ini dikatalisisdengan substrat endogen misalnya asam gluku- oleh beberapa jenis enzim glukuronil-transferase.ronat, sulfat, asetat, atau asam amino. Hasil konyu- Berbeda dengan enzim nonmikrosom, enzimgasi ini bersifat lebih polar dan lebih mudah terioni- mikrosom dapat dirangsang maupun dihambat akti-sasi sehingga lebih mudah diekskresi. Metabolit vitasnya oleh zat kimia tertentu termasuk yang ter-hasil konyugasi biasanya tidak aktil kecuali untukprodrug tertentu. Tidak semua obat dimetabolisme dapat di lingkungan. Zat ini menginduksi sintesismelalui kedua lase reaksi tersebut; ada obat yang enzim mikrosom tanpa perlu menjadi substratnya.mengalami reaksi fase I saja (satu atau beberapa Zat penginduksi enzim ini dibagi atas 2 golongan,macam reaksi) atau reaksi fase ll saja (satu atau yakni kelompok yang kerjanya menyerupai lenobar-beberapa macam reaksi). Tetapi, kebanyakan obat bital dan kelompok hidrokarbon polisiklik. Fenobar-dimetabolisme melalui beberapa reaksi sekaligus bital meningkatkan biotransformasi banyak obat,atau secara berurutan menjadi beberapa macam sedangkan hidrokarbon polisiklik meningkatkan metabolisme beberapa obat saja. Penghambatanmetabolit. enzim sitokrom P+so pada manusia dapat disebab- Enzim yang berperan dalam biotransformasi kan misalnya oleh simetidin dan etanol. Berbedaobat dapat dibedakan berdasarkan letaknya di dengan penghambatan enzim yang langsung ter-dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat jadi, induksi enzim memerlukan waktu pajanandalam retikulum endoplasma halus (yang pada iso- beberapa hari bahkan beberapa minggu sampai zat penginduksi terkumpul cukup banyak.lasi in vitro membentuk mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini Hilangnya elek induksi juga terjadi bertahap setelahterutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga ter-dapat di sel jaringan lain misalnya ginjal, paru, epitel pajanan zat penginduksi dihentikan. Beberapa obatsaluran cerna, dan plasma. Di lumen saluran cernajuga terdapat enzim nonmikrosom yang dihasilkan bersifat autoinduktif artinya merangsang metabo-oleh flora usus. Enzim mikrosom mengkatalisis lismenya sendiri, sehingga menimbulkan tolerdnsi. Karena itu diperlukan dosis yang lebih besar untukreaksi konyugasi glukuronid, sebagian besar reaksioksidasi obat, serta reaksi reduksi dan hidrolisis. mencapai elektivitas yang sama. Pemberian suatuSedangkan enzim nonmikrosom mengkatalisis obat bersama penginduksi enzim metabolismenya,reaksi konyugasi lainnya, beberapa reaksi oksidasi, memerlukan peningkatan dosis obat. Misalnya,serta reaksi reduksi dan hidrolisis. pemberian wadarin bersama lenobarbital, memer- lukan peningkatan dosis wadarin untuk men- Sebagian besar biotransformasi obat dikata- dapatkan elek antikoagulan yang diinginkan. Bilalisis oleh enzim mikrosom hati, demikian juga bio-transformasi asam lemak, hormon steroid, dan bili- lenobarbital dihentikan, dosis warlarin harusrubin. Untuk itu obat harus larut lemak agar dapatmelintasi membran, masuk ke dalam retikulum en- diturunkan kembali untuk menghindarkan ter-doplasma, dan berikatan dengan enzim mikrosom, ladinya perdarahan yang hebat. Sistem enzim mikrosom untuk reaksi oksidasi Oksidasi obat-obat tertentu oleh sitokrom Pasodisebut oksidase lungsi campur (mixedlunction menghasilkan senyawa yang sangat reaktif, yangoxidase - MFO) atau monooksigenase; sitokrom dalam keadaan normal segera diubah menjadi me- tabolit yang lebih stabil. Tetapi, bila enzimnya diin-Peso ialah komponen utama dalam sistem enzim ini. duksi atau kadar obatnya tinggi sekali, maka meta-Reaksiyang dikatalisis oleh MFO meliputi reaksi N-dan O-dealkilasi, hidroksilasi cincin aromatik dan bolit antara yang terbentuk juga banyak sekali. Karena inaktivasinya tidak cukup cepat, maka se- nyawa tersebut sempat bereaksi dengan komponen

Pengantar Famakologisel dan menyebabkan kerusakan iaringan. Contoh- hepatotoksik atau pada sirosis hepatis. Dalamnya ialah parasetamol. hal ini dosis obat yang eliminasinya terutama mela- Enzim nonmikrosom mengkatalisis semua lui metabolisme di hati harus disesuaikan atau diku' rangi. Demikian juga penurunan alir darah heparreaksl konyugasi yang bukan dengan glukuro- oleh obat, gangguan kardiovaskular, atau latihannat yaitu konyugasi dengan asam asetat, glisin, fisik berat akan mengurangi rnetabolisme obat ter- tentu dihati.glutation, asam sulfat, asam foslat, dan gugus metil.Sistem ini juga mengkatalisis beberapa reaksi ok- Pada neonatus, terutama bayi prematur, ak- tivitas enzim metabolisme ini rendah (baik enzimsidasi, reduksi, dan hidrolisis. mikrosom maupun enzim nonmikrosom). Ditambah Reaksi hidrolisis dikatalisis oleh enzim este- dengan lungsi ekskresi dan sawar darah-otak yang belum sempurna, maka kelompok umur ini sangatrase nonspesifik di hati, plasma, saluran cerna' dan peka terhadap elek toksik obat tertentu. Misalnya'di tempat lain, serta oleh enzim amidase yang ter- kurangnya aktivitas glukuronidase pada neonatusutama terdapal di hati. Reaksi oksidasi terjadi di mendasari terjadinya hiperbilirubinemia denganmitokondria dan plasma sel hati serta jaringan lain, risiko kernikterus, keracunan kloramlenikol, ataudan dikatalisis oleh enzim alkohol dan aldehid dehi- analgesik opioid tertentu. Kemampuan biotransfor-drogenase, xantinoksidase, tirosin hidroksilase' masi meningkat dalam beberapa bulan pertamadan monoamin oksidase. kehidupan baYi. Reaksi reduksi mikrosomal dan nonmikroso- 2.4. EKSKRESImal terjadi di hati dan iaringan lain untuk senyawaazo dan nitro, misalnya kloramfenikol. Reaksi ini Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagaiseringkali dikatalisis oleh enzim llora usus dalam organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil bio- translormasi atau dalam bentuk asalnya. Obat ataulingkungan usus Yang anaerob. metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat Karena kadar terapi obat biasanya iauh di larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru.bawah kemampuan maksimal enzim metabolisme- Ginial merupakan organ ekskresi yang ter-nya, maka penghambatan kompetitil antara obat penting. Ekskresi di sini merupakan resultante dariyang menjadi substrat bagi enzim yang sama jarang 3 proses, yakni liltrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan reabsorpsi pasil di tubuli prok-terjadi. Penghambatan kompetitil metabolisme obat hanya terjadi pada obat yang kadar terapinya simal dan distal. Glomerulus yang merupakan jaringan kapiler mendekati kapasilas maksimal enzim metabolisme- nya, misalnya dilenilhidantoin yang dihambat meta- dapat melewatkan semua zat yang lebih kecil dari albumin melalui celah antarsel endotelnya sehingga bolismenya oleh dikumarol, dan 6-merkaptopurin semua obat yang tidak terikat protein plasma me- yang dihambat metabolismenya oleh alopurinol. ngalami filtrasi di sana' Di tubuli proksimal, asam Akibatnya, toksisitas obat yang dihambat metabo- organik (penisilin, probenesid, salisilat, konyugat glukuronid, dan asam urat) disekresi aktif melalui lismenya meningkat. sistem transport untuk asam organik, dan basa or- Aktivitas enzim mikrosom maupun nonmikro- ganik (neostigmin, kolin, histamin) disekresi aktif melalui sistem transport untuk basa organik. Kedua som ditentukan oleh faktor genetik sehingga kece- sistem transport tersebut relatif tidak selektil se-' hingga teriadi kompetisi antar-asam organik dan patan metabolisme obat antarindividu bervariasi, antar-basa organik dalam sistem transportnya masing-masing. Untuk zal-zal endogen misalnya dapat sampai 6 kali lipat atau lebih. Beberapa enzim asam urat, sistem transport ini dapat berlangsung bahkan memperlihatkan polimorfisme genetik, ar- dua arah, artinya teriadi sekresi dan reabsorpsi. tinya terdapat 2 kelompok utama dalam populasi. Di tubuli proksimal dan distal terjadi reab- Distribusi populasi berdasarkan perbedaan aktivi- sorpsi pasil untuk bentuk non-ion. Oleh karena itu' tas enzim ini disebut distribusi bimodal, yaitu terdiri atas yang tinggi (cepat) dan yang rendah (lam' bat). Misalnya, untuk enzim asetilasi isoniazid, hi- dralazin, dan beberapa substrat lain, populasi diba- gi atas kelompok asetilator cepal dan asetilator lambat; untuk enzim sitokrom Paso yang mengok- sidasi debrisokuin, metoprolol, dan beberapa sub- strat lain, populasi dibagi atas kelompok g)(tensive metabolizers dan poor metabolizers. lni juga ber- laku untuk beberaPa enzim lain. Metabolisme obat di hati terganggu bila terjadi kerusakan parenkim hati misalnya oleh adanya zat

10 Pengantar Farmakologiuntuk obat berupa elektrolit lemah, proses reab- 3.1. MEKANISME KERJA OBATsorpsi ini bergantung pada pH lumen tubuli yang Efek obat umumnya timbul karena interaksimenentukan derajat ionisasinya. Bila urin lebih obat dengan reseptor pada sel suatu organisme. lnteraksi obat dengan reseptornya ini mencetuskanbasa, asam lemah terionisasi lebih banyak sehing- perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respons khas untuk obat tersebut. Reseptor obatga reabsorpsinya berkuran g, akibatnya ekskresinya merupakan komponen makromolekul fungsional yang mencakup 2 konsep penting. pertama, bahwameningkat. Sebaliknya, bila urin lebih asam, eks_ obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh. Kedua, bahwa obat tidak menimbulkan suatukresi asam lemah berkurang. Keadaan yang ber_ fungsi baru, tetapi hanya memodulasi lungsi yang sudah ada. Walaupun tidak berlaku bagiterapi gen,lawanan terjadi dalam ekskresi basa lemah. prinsip secara umum konsep ini masih berlaku sampai untuk mengobati keracunan obat sekarang. Setiap komponen makromolekul fung-ini digunakan sional dapat berperan sebagai reseptor obat, tetapi sekelompok reseptor obat tertentu, juga berperanyang ekskresinya dapat dipercepat dengan pemba_ sebagai reseptor untuk ligand endogen (hormon,saan atau pengasaman urin, misalnya salisilat, neurotransmitor). Substansi yang efeknya menye_ rupai senyawa endogen disebut agonis. Se-fenobarbital. baliknya, senyawa yang tidak mempunyai aktivitas intrinsik tetapi menghambat secara kompetitif efek Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada suatu agonis di tempat ikatan agonis (agonist bind-gangguan fungsi ginjal sehingga dosis perlu ditu_ ing site) disebut antagonis.runkan atau interval pemberian diperpanjang. Ber_sihan kreatinin dapat dijadikan patokan dalam me_ 3.2. RESEPTOR OBATnyesuaikan dosis atau interval pemberian obat. SIFAT KlMlA. Komponen yang paling penting dalam reseptor obat ialah protein (mis. asetilkoli- Banyak metabolit obat yang terbentuk di hati nesterase, Na*, K*-ATpase, tubulin, dsb.). Asamdiekskresi ke dalam usus melalui-empedu, kemu_ nukleat juga dapat merupakan reseptor obat yang penting, misalnya untuk sitostatika. lkatan obat-dian dibuang melalui feses, tetapi lebih sering dise- reseptor dapat berupa ikatan ion, hidrogen, hidro-rap kembali di saluran cerna dan akhirnya dieks_ fobik, van der Walls, atau kovalen, letapi umumnyakresi melalui ginjal. Ada 3 sistem transport ke merupakan campuran berbagai ikatan di atas. perludalam empedu, semuanya transport aktif yaitu diperhatikan bahwa ikatan kovalen merupakan ikat-masing-masing untuk asary organik termasuk glu- an yang kuat sehingga lama kerja obat seringkali,kuronid, basa organik, dan zat netral misalnya ste- tetapi tidak selalu, panjang. Walaupun demikian,roid. Telah disebutkan bahwa konyugat glukuronid ikatan nonkovalen yang afinitasnya linggi jugaakan mengalami sirkulasi enterohepatik. dapat bersifat permanen. Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, HUBUNGAN STRUKTUR-AKT|V|TAS. Srrukturair mata, air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlahyang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam kimia suatu obat berhubungan erat dengan afinitas-pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan seba_gai pengganti darah untuk menentukan kadar obat nya terhadap reseptor dan aktivitas intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam molekul obat,tertentu. Flambut pun dapat digunakan untuk mene_ misalnya perubahan stereoisomer, dapat menim-mukan logam toksik, misalnya arsen, pada kedok_ bulkan perubahan besar dalam sifat tarmakologi- nya. Pengetahuan mengenai hubungan struktur-teran forensik. aktivitas bermanfaat dalam strategi pengembangan 3. FARMAKODINAMIK obat baru, sintesis obat yang rasio terapinya lebih baik, atau sintesis obat yang selektif terhadap jari- Farmakodinamik ialah cabang ilmu yang ngan tertentu.mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat sertamekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari mekanis-me kerja obat ialah untuk meneliti efek utama obat,mengetahui interaksi obat dengan sel, dan menge_tahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan res-pons yang terjadi. Pengetahuan yang baik menge_nai hal ini merupakan dasar terapi rasional danberguna dalam sintesis obat baru.

Pengantar FarmakologiRESEPTOR FISIOLOGIS. lstilah reseptor sebagai Reseptor yang terdapat dalam sitoplasma,makromolekul seluler tempat terikatnya obat untukmenimbulkan respons telah diuraikan di atas. Teta- merupakan protein terlarut pengikat DNA (so/ublepi terdapat juga protein seluleryang ber{ungsi seba- DNA-binding protein) yang mengatur transkripsigai reseptor fisiologik bagi ligand endogen seperti gen-gen tertentu. Pendudukan reseptor oleh hor-hormon, neurotransmitor, dan autakoid. Fungsi re-septor ini meliputi pengikatan ligand yang sesuai mon yang sesuai akan meningkatkan sintesis(oleh ligand binding domain) dan penghantaransinyal (oleh effector domain) yang dapat secara protein tertentu.langsung menimbulkan e{ek intrasel atau secara tak Reseptor hormon peptida yang mengatur per-langsung memulai sintesis maupun penglepasanmolekul intrasel lain yang dikenal sebagai second tumbuhan, diferensiasi, dan perkembangan (danrnessenger. dalam keadaan akut juga aktivitas metabolik) umumnya ialah suatu protein kinase yang meng- Dalam keadaan lertentu, molekul reseptor katalisis losforilasi protein target pada residuberinteraksi secara erat dengan protein seluler lain tirosin. Kelompok reseptor ini meliputi reseptormembentuk sistem reseptor-efektor sebelum me-nimbulkan respons. Contohnya, sistem adenilat sik- untuk insulin, epidermal growth factor, platelet-deri-lase: reseptor mengatur aktivitas adenilat siklasesedangkan efektornya mensintesis cAMP sebagai ved growth factor, dan limtokin tertentu. Feseptorsecond/nessenger. Dalam sistem ini protein G-lah hormon peptida yang terdapat di membran plasmayang berfungsi sebagai perantara reseptor dengan berhubungan dengan bagian katalitiknya yangenzim tersebut. Terdapat 2 macam protein G, yang berupa protein kinase intrasel, melalui suatu rantaisatu berfungsi dalam penghantaran, yang lain ber- pendek asam amino hidrofobik yang menembuslungsi dalam penghambatan sinyal. Berikut ini akandibahas berbagai reseptor fisiologik tersebut. membran plasma. Pada reseptor untuk atrial natriuretic peptide, 3.3. TRANSMISI SINYAL BIOLOGIS bagian kompleks intrasel ini bukan protein kinase, Penghantaran sinyal biologis ialah proses melainkan guanilat siklase yang mensintesis sik-yang menyebabkan suatu substansi ekstraseluler(extracellular chemical messenger) menimbulkan lik-GMP.suatu respons seluler lisiologis yang spesifik. Sis- Sejumlah reseptor untuk neurotransmitor ter-tem hantaran ini dimulai dengan pendudukan tentu membentuk kanal ion selektif di membranreseptor yang terdapat di membran sel atau didalam sitoplasma oleh transmitor. Kebanyakan plasma dan menyampaikan sinyal biologisnya de-messenger ini bersifat polar. Contoh transmitor ngan cara mengubah potensial membran atau kom-untuk reseptor yang terdapat di membran sel ialahkatekolamin, TRFtr, LH; sedangkan untuk reseptor posisi ion. Contoh kelompok ini ialah reseploryang terdapat dalam sitoplasma ialah steroid nikotinik, gamma-aminobutirat tipe A, glutamat, as-(adrenal dan gonadal), tiroksin, vit. D. partat, dan glisin. Reseptor ini merupakan protein Feseptor di membran sel bekerja dengan cara multi-subunit yang rantainya menembus membranmengikat ligand yang sesuai kemudian menerus- beberapa kali membentuk kanal ion. Mekanismekan sinyalnya ke sel target itu, baik secara langsung terikatnya suatu transmitor dengan kanal yang ter-ke intrasel atau dengan cara memproduksi molekulpengatur lainnya (second messenger) di intrasel. dapat di bagian ekstrasel sehingga kanal meinjadiSuatu reseptor mungkin memerlukan suatu proteinseluler tertentu untuk dapat ber{ungsi (sistem re- terbuka, belum diketahui.septor-efektor) misalnya adenilat siklase. Pada sis- Sejumlah besar reseptor di membran plasmatem ini, reseptor mengatur aktlvitas adenilat siklase,dan efektor mensintesis siklik-AMP yang merupa- bekerja mengatur protein efektor tertentu dengankan second messenger. perantaraan sekelompok GTP binding protein yang dikenal sebagai protein G. Yang termasuk kelompok ini ialah reseptor untuk amin biogenik, eikosanoid, dan hormon peptida lainnya. Reseptor ini bekerja dengan memacu terikatnya GTP pada protein G spesifik yang selanjutnya mengatur ak- tivitas efektor- efektor spesilik seperti adenilat sjk- lase, tosfolipase 42 dan C, kanal Qa2* ,K* atau Na*, dan beberapa protein yang berfungsi dalam trans- portasi. Suatu sel dapat mempunyai 5 atau lebih protein G yang masing-masing dapat memberikan respons terhadap beberapa reseptor yang berbeda, dan mengatur beberapa efektor yang berbeda pula. Second messenger sitoplasma. Penghan- taran sinyal biologis dalam sitoplasma dilangsung-

12kan dengan kerja second messenger antara lain dikatalisis oleh foslodiesterase menjadi 5-AMPberupa cAMP, ion Caz*, dan yang akhir-akhir inisudah diterima ialah 1,4,5 inositol trisphosphate yang bukan suatu secondmessenger. Foslodieste-(lP3) dan diasilgliserol (DAG). Substansi ini me- rase diaktilkan oleh ion Ca dan kalmodulin atau cAMP, Siklik-AMP juga dikeluarkan dari dalam selmen u hi kriteria sebagai second rnessenger yaitu d i- melalui transport aktif.produksi dengan sangat cepat, bekerja pada kadaryang sangat rendah, dan setelah sinyal eksternal- Ca sitoplasma merupakan second messe- nger lain yang berfungsi dalam aktivasi beberapanya lidak ada mengalami penyingkiran secara jenis enzim (mis. fosfolipase), menggiatkan aparatspesifik. kontraktil sel otot, mencetuskan penglepasan hista- min, dan sebagainya. Kadar Ca sitoplasma diatur Siklik-AMP ialah second messenger yang oleh kanal ion Ca, dan ATP-ase yang terdapat dipertama kali ditemukan. Substansi ini dihasilkan membran plasma dan depot Ca intrasel (misalnyamelalui stimulasi adenilat siklase sebagai respons retikulum sarkoplasmik). Kanal ion Ca di membranterhadap aktivasi bermacam-macam reseptor (mis. sel dapat diatur oleh depolarisasi, interaksi denganreseptor adrenergik). Stimulasi adenilat siklase di- Gs, losforilasi oleh cAMP-dependenf protein kFlangsungkan lewat protein Gs dan inhibisinya lewatprotein Gi (lihat Gambar 1-2). Adenilat siklase juga nase, atau oleh ion K* dan Ca2*.dapat distimulasi oleh ion Ca (terutama pada lnositol trisphosphate (lPs) dan diasilgli- serol (DAG), merupakan second rnessenger padaneuron), toksin kolera, atau ion fluorida. transmisi sinyal di ar adrenoseptor, reseptor vaso- Siklik-AMP berfungsi mengaktifkan cAMP-de- presin, asetilkolin, histamin, p/atelet-derived growthpendent protein kinase (protein kinase A) yang me-ngatur laal protein intrasel dengan cara foslorilasi. factor-dsb.Siklik-AMP didegradasi dengan cara hidrolisis yang ooA n,A EKSTRASEL U (7 a2 actrenoseptor INTRASEL fosfodiesterase 5AMP+Pi protein kinase A fosforilasi protein I I I respons selulerGambar 1-2. Transmisi sinyal blologis dengan second messenger cAMP, Pendudukan reseptor (misalnya adrenoseptor p) yang terdapat di permukaan sel oleh agonisnya ((,l) menye- babkan terbentuknya cAMP di permukaan dalam membran sel. Proses ini meliputi interaksi antara reseplor (yang telah mengikat agonisnya) dengan protein pengatur Gs dan interaksi antara protein pengatur (Gs) dengan GTP. lnteraksi Gs-GTP menimbulkan stimulasi adenilat siklase untuk memproduksi cAMP. Selanjut- nya CAMP menimbulkan fosforilasi protein di bawah pengaruh kinase (protein kinase A), sehingga terjadi respons seluler (misalnya lipolisis, glikoge-nolisis, efek inotropik positif , dan sebagainya). Sebaliknya aktivitas adenilat siklase juga dapat dihambat melalui pendudukan reseptor lain misalnya aa adrenoseptor oleh agonisnya (9). Fosfodiesterase menghilangkan peran cAMP dengan hidrolisis menjadi 5AMP. Penghambatan fosfodieste- rase (misalnya oleh amrinon, teofilin) memberikan efek serupa dengan perangsangan p-adrenoseptor. 'Fi - fosfor inorganik

Pengantar Farmakologi 13 Stimulasi adrenoseptor at (dan beberapa re- biologis terjadi maka lPs dan DAG mengalami meta-septor lain) meningkatkan kadar Ca intrasel dengan bolisme di bawah pengaruh kinase tertentu.beberapa cara. Salah satu mekanisme yang palingditerima saat ini ialah bahwa akibat pengikatan ago- PENGATURAN FUNGSI RESEPTOR. Reseptor ti-nis pada reseptor terjadi hidrolisis foslatidil inositol dak hanya berf ungsi dalam pengaturan {isiologi dan4,S-bisfosfat (PlP2) yanS terdapat di membran sel biokimia, tetapi juga diatur atau dipengaruhi oleh mekanisme homeostatik lain. Bila suatu sel dirang-oleh fosfolipase C (PLC) sehingga terbentuk lPs sang oleh agonisnya secara terus menerus makadan DAG (Gambar 1-3). akan terjadi desensitisasi (re{rakterisasi atau Kelompok reseptor yang melangsungkan si- down regulation) yang menyebabkan efek perang-nyal biologis dengan perantaraan lPs dan DAG se- sangan selanjutnya oleh kadar obat yang samabagai second messenger disebut juga sebagai Ca- berkurang atau menghilang (lihat bab efedrin)' Se-mobilizing receptors. Sistem ini dapat berhubungan baliknya bila rangsangan pada reseptor berkurangdengan sintesis prostaglandin; di sini DAG menga- secara kronik, misalnya pada pemberian p-blokerlami hidrolisis lebih lanjut oleh fosfolipase 42 yang jangka panjang, seringkali terjadi hipereaktivitasdiaktifkan oleh meningkatnya kadar Ca. Seperti karena supersensitivitas terhadap agonis (akibatjuga second messenger yang lain, setelah respons bertambahnYa jumlah resePtor). o ooEKSTRASEL MEMBRAN SEL DAG lP3 I dJoot Ca** intrasel I Ca*1 '---tr/ . I l\"spons serurer protein kinase C I tostorilasi protein respons selulerGambar 1-3. Transmisi sinyal biologis dengan secondmessenger diasilgliserol (DAG) dan lPs (inositol trisfosfat)' i-p\"re\"npintog|k.altmanisaatkniiyvlitaos'1f-oasdfroelnipoasseeptCo0(PyLaCn)gdteenrgdaanpaptedrainptaerramaunkasuaantuseplrootleeinh agonisnya (O) pendudukan G (yang belum menyebabkan jtdeealrarbisedjneetnpuiosktnOyinaiat)rs.aitJSgeteilsulaelenror]ut dtn(adynaAmefoe;snfsiomelirpbtaauslkienaonCsirtaeokslap1no,4nm,s5esntergilshufilodesrrof.aliDtsiAs(lGPlo3ds)a.fanltPidlsPilsminmeonesyriaetonblga4sb,ak5na, gnbisapfkoetsinvfgaittlaestpta,ptsrroai:tne:!in'i1onk9in^ca9as-1e C sehingga terjadi losforilasi protein diikuti oleh respons seluler'

Pengantar Farmakologi 3.4. INTERAKSI OBAT-RESEPTOR Erur [Dl 1 Emax E= =- lkatan antara obat dan reseptor misalnya ikat- lDl + IDI zan sUbstrat dengan enzim, biasanya merupakanikatan l'emah (ikatan ion, hidrogen,'hiOrofoOi'k, van ini berarti 5-0% reseptor diduduki oleh obat.der Waals), dan jarang berupa ikatan kovalen,HUBUNGAN DOSIS DENGAN INTENSITAS EFEK Hubungan antara kadar atau dosis obat yaitu [D], dan besarnya efek E terlihat sebagai kurva D+ R ;- kr DR- E dosis-intensjtas efek (graded dose-effect curve(Obat) = DEC) yang berbentuk hiperbola (Gambar 1-4A). (Reseptor) kz (Efek) Tetapi kurva log dosis-intensitas efek (log DEC)Menurutteori pendudukan reseptor (reseptor oc- akan berbentuk sigmoid (Gambar 1-48). Setiapcupancy), intensitas elek obat berbanding lurus efek memperlihatkan kurvanya sendiri. Bila elekdengan lraksi reseptor yang diduduki atau diikat-nya, dan intensitas efek mencapai maksimal bila yang diamati merupakan gabungan beberapa efek,seluruh reseptor diduduki oleh obat. Oleh karenainteraksi obat-reseptor ini analog dengan interaksi maka log DEC dapat bermacam-macam, tetapisubstrat-enzim, maka di sini berlaku persamaanMichaelis-Menten : masing-masing berbentuk sigmoid. EmalDl Log DEC lebih sering digunakan karena men- cakup rentang dosis yang luas dan mempunyai E- bagian yang linear, yakni pada besar efek = 16-94% Kp + [D] (= 50% + 1SD), sehingga lebih mudah untuk mem- perbandingkan beberapa DEC.dengan: E =intensitasefekobat 1/Ke menunjukkan afinitas obat terhadap re- Emax = efek maksimal septor, artinya kemampuan obat untuk berikatan tDl = kadar obat bebas dengan reseptornya (kemampuan obat untuk mem- bentuk kompleks obat-reseptor). Jadi makin besar kz Ko (= dosis yang menimbulkan l 12 efek maksimal), Ke =- = konstanta disosiasi makin kecil afinitas obat terhadap reseptornya. kr kompleksobat-reseptor E63x menunjukkan aktivitas intrinsik atau efek-Bila Ke = [D], maka : tivitas obat, yakni kemampuan intrinsik kompleks obat-reseptor untuk menimbulkan aktivitas.dan/ atau efek farmakologik. Gambar 1-5 akan memper- jelas arti afinitas dan aktivitas intrinsik. 100 100 E ^i 84tuJ E uJur 50 a ;50 I I tDl los tol (A) (B) Gambar 1-4. (A) Kurva dosis-intensitas efek (= DEC). (B) Kurva log dosis-intensitas efek (= log OEC).

Pengantar Farmakologi 15 Log dosis E mat YrE mat E E',,,'\",Log dosis Ko K'o Log dosis {B) (c)Gambar 1-5, Log DEC obat P dan Q yang berbeda atinitas dan/atau aktivitas intrinsiknya (A) Afinitas berbeda (K'o > Ko), aktivitas intrindik sama (= Ema). (B) Afinitas sama (- Ko), aktivitas intrinsik berbeda (E'max < E.ax). (C) Af initas berbeda (K'o > Ko), aktivitas inVinsik juga berbeda (E'.- < E.ax).

Pengantar FarmakologiVariabel hubungan dosis-intensitas efek obat. pi dalam klinik, dosis obat dibatasi oleh timbulnya elek samping; dalam hal ini elek maksimal yang Hubungan dosis dan intensitas elek dalam dicapai dalam klinik mungkin kurang dari efek mak-keadaan sesungguhnya tidaklah sederhana karena simal yang sesungguhnya. lni merupakan variabel yang penting. Misalnya morfin dan aspirin berbedabanyat< obat bekerja secara kompleks dalam meng-hasilkan efek. Efek antihipertensi, misalnya, meru- dalam efektivitasnya sebagai analgesik; morfin da-pakan kombinasi efek terhadap jantung, vaskular, pat menghilangkan rasa nyeri yang hebat, sedang-dan sistem saraf. Walaupun demikian, suatu kurva kan aspirin tidak. Elek maksimal obat tidak selalu berhubungan dengan potensinya.efek kompleks dapat diuraikan ke dalam kurva-kurva sederhana untuk masing-masing komponen- S/ope atau lereng log DEC merupakan varia-nya. Kurva sederhana ini, bagaimanapun bentuk- bel yang penting karena menunjukkan batas ke-nya, selalu mempunyai 4 variabel yaitu potensi, ke- amanan obat. Lereng yang curam, misalnya untukcuraman (s/ope), efek maksimal, dan variasi biolo- lenobarbital, menunjukkan bahwa dosis yang me-gik (Gambar 1-6). nimbulkan koma hanya sedikit lebih tinggi diban- dingkan dengan dosis yang menimbulkan sedasi/ Potensi menunjukkan rentang dosis obat tidur.yang menimbulkan efek. Besarnya ditentukan oleh(1 ) kadar obat yang mencapai reseptor, yang ter- Variasi biologik adalah variasi antar individugantung dari sifat larmakokinetik obat, dan (2)afinitas obat terhadap reseptornya. Variabel ini dalam besarnya respons terhadap dosis yang samarelatil tidak penting karena dalam klinik digunakan dari sualu obat. Suatu graded DEEC hanya berlakudosis yang sesuai dengan potensinya. Hanya, untuk satu orang pada satu waktu, tetapi dapat jugapotensi yang terlalu rendah akan merugikan karena merupakan nilai rata-rata dari populasi. Dalam haldosis yang diperlukan terlalu besar. Potensi yang yang terakhir ini, variasi biologik dapat diperlihatkanterlalu tinggi justru merugikan atau membahayakan sebagai garis horisontal atau garis vertikal (lihatbila obatnya mudah menguap atau mudah diserap gambar di atas). Garis horlsontal menunjukkanmelalui kulit. Efek maksimal ialah respons maksimal yang bahwa untuk menimbulkan efek obat dengan inten- sitas tertentu pada suatu populasi diperlukan suatuditimbulkan obat bila diberikan pada dosis yang rentang dosis. Garis vertikal menunjukkan bahwatinggi. lni ditentukan oleh aktivitas intrinsik obat dan pemberian obat dengan dosis tertentu padaditunjukkan oleh dataran (plateau) pada DEC. Teta- populasi akan menimbulkan suatu rentang inten- sitas efek. Io o 6(o =o o Log dosisGambar 1-6, Variabel hubungbn dosis-intensitas efek obat

Pengantar Farmakologi 17HUBUNGAN DOSIS OBAT-PERSEN RESPON. Pada log DEC ordinatnya ialah intensitas efek, sedangkan pada log DPC ordinatnya adalah per-DER sentasi individu yang responsif. Selain itu, pada log Suatu distribusi frekuensi individu yang mem- DEC efek yang diukur ada gradasinya sehinggaberikan respons (dalam %) pada rentang dosis ter-tentu (dalam log dosis), akan tergambar dalam ben- kurva ini merupakan suatu graded DEC. Sementaratuk kurva distribusi normal (Gambar 1-7). Bila itu, pada log DPC respons penderita bersifat kuantal (all or none), artinya ada atau tidak sama sekali,distribusi lrekuensi tersebut dibuat kumulatif maka maka kurva sigmoid ini disebut juga kurva log do-akan diperoleh kurva berbentuk sigmoid yang di- sis-efek kuantal (quantal log dose-effect curve =sebut kurva log dosis- persen responder (/og log DEC kuantal). Jadi log DPC juga menunjukkan variasi in-dose-percent curve = log DPC). Bentuk kurvanyasama dengan log DEC, tetapi ordinatnya berbeda. dividual dari dosis yang diperlukan untuk menim- 100 \ Distribusi frekuensl kumulatif (sigmoid) '6 c o o6 oc pl50 .: ! .; Log dosis Gambar 1-7. Kurva frekuensi distribusi normal dan kumulatif a ao 0) 60 Cc,, G 50 p ': 40 .5 s 20 Gambar 1-8. Kurva log dosis-persen responsif (: log DPC) atau Kurva log dosis-efek kuantal (= log DEC kuantal) untuk suatu sedatif-hipnotik

1B Pengantar Farmakologibulkan suatu efek tertentu. Misalnya log DPC untuk active site) sehingga terjadi antagonisme anlarasuatu sedatif-hipnotik dapat dilihat pada Gambar agonis dengan antagonisnya. Misalnya efek his-1-8. Di sini tampak log DPC atau log DEC kuantal tamin yang dilepaskan dalam reaksi alergi dapatuntuk efek hipnosis di sebelah kiri dan untuk elek dicegah dengan pemberian antihistamin yang men- duduki reseptor yang sama.kematian di sebelah kanan. Antagonisme pada reseptor dapat diukur ber- Dosis yang menimbulkan efek terapi pada dasarkan interaksi obat-reseptor. Agonis ialah obat50% individu disebut dosis terapi median atau yang bila menduduki reseptor menimbulkan e{ekdosis efektif median (= ED50). Dosis letal {armakologi secara intrinsik, sedangkan antagonismedian (= LD50) ialah dosis yang menimbulkan ialah obat yang menduduki reseptor yang sama tetapi secara intrinsik tidak mampu menimbulkankematian pada 50% individu, sedangkan TD50 ialah efek farmakologi. Jadi antagonis menghalangi ikat-dosis toksik 50%. an reseptor dengan agonisnya sehingga kerja ago- Dalam studi farmakodinamik di laboralorium, nis terhambat. Antagonis demikian juga disebut re-indeks terapi suatu obat dinyatakan dalam rasio ceptor blocker atau bloker saja. Jadi bloker tidak berefek intrinsik karena elek yang terlihat bukanberikut: efek langsung melainkan penghambatan eleklndeks terapi TDsO LD5O EDsOatau EDsO agonis.Obat ideal menimbulkan elek -terapi pada semua Pada antagonisme kompetitif, antagonis berikatan dengan receptor sile secara reversibelpenderita tanpa menimbulkan efek toksik pada se- sehingga dapat digeser oleh agonis kadar tinggi.orang penderita pun. Oleh karena itu, Dengan demikian penghambatan efek agonis da-lndeks terapi TD.1 pat diatasi dengan meningkatkan kadar agonis ialah lebih tepat, dan sampai akhirnya dicapai efek maksimal. Jadi, diper- ED99 lukan kadar agonis yang lebih tinggi untuk mem- peroleh efek yang sama. lni berarti a{initas agonisuntukobatijsal '- TD1 terhadap reseptornya menurun (llhat Gambar 1-9). >1 Contoh antagonisme kompetitif ialah B-bloker ED99 dan antihislamin.Akan teta.pi, nilai-nilai ekstrim tersebut tidak dapatditentukan dengan teliti karena letaknya di bagiankurva yang melengkung dan bahkan hampir men-datar. Efek 3.5. ANTAGONISME FARMAKODINAMIK E. ut Secara larmakodinamik dapat dibedakan 2 D = Agonis Ak = Antagonisjenis antagonisme, yakni antagonisme fisiologik kompetitifdan antagonisme pada reseptor. Selain itu, antago-nisme pada reseptor dapat bersifat kompetitil atau KD K'D Log tOlnonkompetitif. Gambar 1-9. Antagonisme kompetitif,Antagonisme fisiologik terjadi pada organ yangsama, tetapi pada sistem reseptor yang berlainan. Antagonis kompetitif (Ak) menyebabkan log DEC agonisMisalnya, elek bronkokonstriksi histamin pada (D) bergeser sejajar ke kanan (D + Ak). Efek maksimal yang dicapai agonis sama (= Emax), tetapi afinitas agonisbronkus lewat reseptor histamin, dapat dilawan de- terhadap reseptornya menurun (K'o > KO).ngan pemberian adrenalin yang bekerja padaadrenoseptor B.Antagonisme pada reseptor terjadi melalui sistemreseptor yang sama. Artinya antagonis mengikatreseptor di tempat ikatan agonis (receptor sile atau

Pengantar Farmakologi Kadang-kadang suatu antagonis mengikat re- reseptor adrenergik alfa di receptor sile secaraseptor bukan di tempat ikatan reseptor agonis ireversibel.(agonist receptor site), tetapi menyebabkanperubahan konformasi reseptor sedemikian rupa Antagonisme nonkompetitif juga terjadi bilasehinggaafinitas terhadap agonisnya menurun. antagonis bukan terikat pada molekul reseptornya,Walaupun penurunan alinitas agonis ini dapat melainkan pada komponen lain dalam sistem re-diatasi dengan meningkatkan dosis agonis, ke- septor yang meneruskan lungsi reseptor di dalamadaan ini tidak disebut antagonisme kompetitil sel target; misalnya molekul adenilat siklase atau(meskipun gambar kurvanya sama) tetapi lebih molekul protein pembentuk kanal ion. lkatan an- tagonis pada molekul tersebut, secara reversibeltepat disebut kooperativitas negatif. maupun ireversibel, akan mengurangi Erpsy tanpa Pada antagonisme nonkompetitif, peng- mengganggu ikatan agonis-reseptor; afinitas ago- nis terhadap reseptornya tidak berubah.hambatan efek agonis tidak dapat diatasi dengan Agonis parsial ialah agonis lemah, artinyameningkatkan kadar agonis. Akibatnya, efek mak-simal yang dicapai akan berkurang, tetapi afinitas agonis yang mempunyai aktivitas intrinsik atauagonis terhadap reseptornya tidak berubah (Gam- etektivitas yang rendah sehingga ef ek maksimalnya lemah (lihat Gambar 1-11, kurva X). Akan tetapi,bar 1-10). obat ini akan mengurangi efek maksimal yang ditim- bulkan oleh agonis penuh (lihat Gambar 1-1 1 , kurvaE max Z). Oleh karena itu agonis parsial disebut juga an- t max D = Agonis tagonis parsial. Contoh: nalorfin ialah agonis par-Efek An = Antagonis sial alau antagonis parsial untuk reseptor morfin, sedangkan nalokson ialah antagonis murninya. YrE max nonkompetitif Nalorlin dapat digunakan sebagai antagonis pada 1y2 E'.\", Log [D] keracunan mor{in, tetapi bila diberikan sendiri nalor- KD lin juga menimbulkan berbagai efek opiat dalam Gambar 1-10. Antagonisme nonkompetitif derajat yang lebih ringan. Nalokson, yang tidakAntagonis nonkompetitif (An) menyebabkan efek mak- mempunyai elek agonis, akan mengantagonis de-simal yang dicapai agonis berkurang (E'rux. E66y) tetapi ngan sempurna semua elek opiat mortin.af initas agonis terhadap reseptornya tidak berubah (= 691. 3.6. KERJA OBAT YANG TIDAK DIPERAN- Antagonisme nonkompetitif terjadi bila anta- TARAI RESEPTORgonis mengikat reseptor secara ireversibel, di re-ceptor site maupun di tempat lain, sehingga meng- Dalam menimbulkan efek, obat tertentu tidak berikatan dengan reseptor. Obat-obat ini mungkinhalangi ikatan agonis dengan reseptornya. Dengan mengubah sifat cairan tubuh, berinteraksi dengan ion atau molekul kecil, atau masuk ke komponendemikian antagonis mengurangi jumlah reseptor sel.yang tersedia untuk berikatan dengan agonisnyasehingga efek maksimal akan berkurang. Tetapi EFEK NONSPESIFIK DAN GANGGUAN PADAafinitas agonis terhadap reseptor yang bebas tidakberubah. Contohnya, lenoksibenzamin mengikat MEMBRAN Perubahan sifat osmotik. Diuretik osmotik (urea, manitol), misalnya, meningkatkan osmolaritas filtrat glomerulus sehingga mengurangi reabsorpsi air di tubuli ginjal dengan akibat terjadi efek diuretik. De- mikian juga katartik osmotik (MgSO+), gliserol yang mengurangi udem serebral, dan pengganti plasma (polivinil pirolidon = PVP) untuk penambah volume intravaskular.

Pengantar Farmakologi A - Agonis parsial Emax ' elek maksimal agonis penuh Ema (A) - e{ek maksimal agonis parsial A Log [A] Gambar 1-11. Log DEC agonis parsial tanpa dan dengan adanya agonis penuh.:Kurva X dihasilkan oleh A sendiri dengan efek maksimal Emax(A)Kurva Y : dihasilkan oleh campuran A dan agonis penuh dalam dosis yang menimbulkan efek lebih kecil daripada Enra (A)i penambahan A akan menambah efek tersebut sampai dicapai Emax (A)KurvaZ : dihasilkan oleh campuran A dan agonis penuh dalam dosis yang menimbulkan efek lebih besar daripada Ema (A)i penambahan A akan mengurangi efek tersebut sampai dicapai Ema (A)Perubahan sifat asam/basa. Kerja ini diperlihat- Pb2* bebas menjadi kelat yang inaktif pada kera-kan oleh antasid dalam menetralkan asam lam- cunan Pb. Demikian juga kerja penisilamin yang mengikat Cu2* bebas pada penyakit Wilson danbung, NH+Cl dalam mengasamkan urin, Na bikar- dimerkaprol (8AL = British antilewisite) pada kera-bonat dalam membasakan urin, dan asam-asam cunan logam berat (As, Sb, Hg, Au, Bi). Kelat yangorganik sebagai antiseptik saluran kemih atau seba- terbentuk larut dalam air sehingga mudah dikeluar-gai spermisid topikal dalam saluran vagina. kan melalui ginjal.Kerusakan nonspesitik. Zat perusak nonspesifik MASUK KE DALAM KOMPONEN SELdigunakan sebagai antiseptik dan disinfektan,dan kontrasepsi. Contohnya, (1 ) detergen meru- Obat yang merupakan analog purin atau piri-sak integritas membran lipoprotein; (2) halogen, midin dapat berinkorporasi ke dalam asam nukleatperoksida, dan oksidator lain merusak zat organik; sehingga mengganggu fungsinya. Obat yang be-(3) denaturan merusak integritas dan kapasitas kerja seperti ini disebut antimetabolit misalnya 6-lungsional membran sel, partikel subseluler dan merkaptopurin, 5-fluorourasil, llusitosin, dan anti-protein. kanker atau antimikroba lain.Gangguan fungsi membran. Anestetik umum 3.7. TERMINOLOGIyang mudah menguap misalnya eter, halotan, enf lu- SPESIFISITAS DAN SELEKTIVITASran, dan metoksi{luran bekerja dengan melarut da-lam lemak membran sel di SSP sehingga eksitabili- Suatu obat dikatakan spesifik bila kerjanyatasnya menurun. terbatas pada satu jenis reseptor, dan dikatakan selektif bila menghasilkan satu efek pada dosisINTERAKSI DENGAN MOLEKUL KECIL ATAU rendah dan efek lain baru timbul pada dosis yangtoN lebih besar. Obat yang spesifik belum tentu selektil, Kerja ini diperlihatkan oleh kelator (chelatingagents) misalnya CaNaz EDTA yang mengikat

Pengantar Farmakologi 21tetapi obat yang tidak spesilik dengan sendirinya ISTILAH LAINtidak selektif. Klorpromazin bukan obat yang spe-sif ik karena ia beker.ia pada berbagai .ienis reseptor: Telah disebutkan bahwa untuk menimbulkankolinergik, adrenergik, dan histaminergik, selain suatu efek tertentu pada suatu populasi penderita,pada reseptor dopaminergik di SSP. Atropin adalah diperlukan suatu rentang dosis, dan distribusi fre-bloker spesifik untuk reseptor muskarinik, tetapi kuensi penderita yang responsif membentuk kurvatidak selektif karena reseptor ini terdapat di ber- normal (lihat butir 3.4), Dosis rendah sekali cukupbagai organ. Salbutamol ialah agonis B-adrenergik untuk penderita yang hipereaktif sedangkan dosisyang spesifik dan relatif selekti{, obat ini memblok tinggi sekali dibutuhkan oleh penderita yang hipo-reseptor pz dan pada dosis terapi hanya bere{ek di reaktif. lstilah hipersensitif digunakan untuk efek yang berhubungan dengan alergi obat. lstilah su-bronkus. persensitif digunakan untuk keadaan hipereaktif Selain tergantung dari dosls, selektlvilas obat akibat denervasi atau akibat pemberian kronik sua- tu bloker reseptor yang merupakan denervasi far-juga tergantung dari cara pemberian. Pemberian makologik (lihat hal. 94). lstilah toleransi diguna-obat langsung di tempat kerjanya akan meningkat- kan untuk keadaan hiporeaktit akibat pajanan obatkan selektivitas obat. Misalnya salbutamol, selek- bersangkutan sebelumnya. Toleransi yang terjaditivitas relatif obat ini pada reseptor p'2 di bronkus dengan cepat setelah pemberian hanya beberapaditingkatkan bila diberikan sebagai obat semprot dosis obat disebut toleransi akut atau takifilaksis.langsung ke saluranrapas. Bila toleransi timbul akibat pembentukan antibodi terhadap obat, digunakan istilah resisten, mlsalnya Tidak ada obat yang menghasilkan satu efek terhadap insulin.saja, dan makin banyak efek suatu obat, makin lstilah idiosinkrasi digunakan untuk elek obat yang aneh (bizzare), ringan maupun berat, tidakbanyak efek sampingnya. Dengan demikian selekti- tergantung dari besarnya dosis, dan sangat jarangvitas merupakan sifat obat yang penting dalam te- terjadi. lstilah ini seringkali digunakan secara sim- pang siur, maka sebaiknya istilah ini tidak diguna-rapi. Selektivitas obat dinyatakan sebagai hubung- kan lagi. Efek yang aneh ini di kemudian hari mung-an antara dosis terapi dan dosis obat yang me- kin terbukti merupakan reaksi alergi obat atau akibatnimbulkan efek toksik. Hubungan ini disebut juga perbedaan genetik.indeks terapi atau batas keamanan obat (margin 4. PENGEMBANGAN DAN PENILAIANof safety). lndeks terapi hanya berlaku untuk satu OBATelek terapi, maka obat yang mempunyai beberapa PENGUJIAN PADA HEWAN COBAelek terapi juga mempunyai beberapa indeks terapi. Suatu senyawa yang baru ditemukan (hasil isolasi maupun sintesis) terlebih dulu diuji dengan lndeks terapi aspirin sebagai anaJgesik lebih besar serangkaian uji larmakologik pada organ terpisah maupun pada hewan (uji praklinik). Bila ditemukandibandingkan dengan indeks terapinya sebagai an- suatu aktivitas farmakologik yang mungkin berman-tireumatik, karena dosis antireumatik lebih besar laat, maka senyawa yang lolos penyaringan iniakdn daripada dosis analgesik. Meskipun perbandingan diteliti lebih lanjut. dosis terapi dan efek toksik ini sangat bermanfaat Sebelum calon obat baru ini dapat dicobakan untuk suatu obat, data demikian sulit diperoleh dari pada manusia, dibutuhkan waktu beberapa tahun penelitian klinik. Umumnya dalam uji klinik, selek- untuk meneliti sifat farmakodinamik, larmakokine- tivitas obat dinyatakan secara tidak langsung, yakni tik, dan efek toksiknya pada hewan coba. Dalam studi larmakokinetik Ini tercakup juga pengembang- sebagai (1 ) pola dan insidens efek samping yang an teknik analisis untuk mengukur kadar senyawa ditimbulkan obat dalam dosis terapi, dan (2) persen- tase penderita yang menghentikan obat atau menu- runkan dosis obat akibat efek samping. Data demi- kian cukup memberikan gambaran mengenai ke- amanan obat yang bersangkutan. Selalu harus di- ingat bahwa gambaran atau pernyataan bahwa suatu obat cukup aman untuk kebanyakan pende- rita, tidak menjamin keamanan untuk setiap pende- riia karena selalu ada kemungkinan timbul respons yang menyimpang. Misalnya, penisilin dapat dikata- kan tidak toksik untuk sebagian besar penderita, tetapi dapat menyebabkan kematian pada pende- rita yang alergi terhadap obat ini.

22 Pengantar Farmakologitersebut dan metabolitnya dalam cairan biologik. sering timbul pada manusia akibat pemberian suatuSemuanya ini diperlukan untuk memperkirakan do- obat. Uji klinik ini terdiri dari uji fase I sampai lV.sis efektif dan memperkecil risiko penelitian pada UJI KLINIK FASE l. Fase ini merupakan pengujianmanusia. suatu obat baru untuk pertama kalinya pada manu- Studi toksikologi pada hewan umumnya dila- sia. Yang diteliti di sini ialah keamanan obat, bukan elektivitasnya, maka biasanya dilakukan pada su-kukan dalam 3 tahap, masing-masing pada 2-3 karelawan sehat.spesies hewan coba. Tujuan pertama fase ini ialah menentukan be- sarnya dosis tunggal yang dapat diterima, artinya Penelitian toksisitas akut bertujuan mencari yang tidak menimbulkan efek samping serius. Dosisbesarnya dosis tunggal yang membunuh 50% dari oral yang diberikan pertama kali pada manusia bia-sekelompok hewan coba (LD50). pada tahap ini sanya 1/50 x dosis minimal yang menimbulkan efek pada hewan. Tergantung dari data yang diperolehsekaligus diamati gejala toksik dan perubahan pato- pada hewan, dosis berikutnya ditingkatkan sedikit-logik organ pada hewan yang bersangkutan. sedikit atau dengan kelipatan dua sampai diperoleh efek farmakologik atau sampai timbul efek yang Penelitian toksisitas jangka panjang, ber- tidak diinginkan. Untuk mencari efek toksik yang mungkin terjadi dilakukan pemeriksaan hematologi,tujuan meneliti elek toksik pada hewan coba setelah faal hati, faal ginjal, urin rutin, dan bila perlu peme- riksaan lain yang lebih spesifik.pemberian obat ini secara teratur dalam jangka Pada fase ini diteliti juga sifat farmakodinamikpanjang dan dengan cara pemberian sepertl pada dan farmakokinetiknya pada manusia. Hasil peneli-pasien nantinya. Lama pemberian bergantung pada tian larmakokinetik ini digunakan untuk meningkat-lama pemakaian nantinya pada penderita (Tabel kan ketepatan pemilihan dosis pada penelitian se-1-2). Di sini diamati fungsi dan patologi organ. lanjutnya. Selain itu, hasil ini diperbandingkan de- ngan hasil uji serupa pada hewan coba sehinggaTabel 1-2. LAMA PEMBEHTAN OBAT PADA pENELt_ diketahui pada spesies hewan mana obat tersebut mengalami proses tarmakokinetik seperti pada ma- TIAN TOKSISITAS nusia, Bila spesies ini dapat ditemukan, maka dila- kukan penelitian toksisitas jangka panjang padaLama pemakaian pada Lama pemberian padamanusia hewan hewan tersebut.Dosis tunggal atau Minimal 2 minggu Uji klinik lase I ini dilaksanakan secara ter-beberapa dosis buka, artinya tanpa pembanding dan tidak tersa- mar, pada sejumlah kecil subjek dengan penga-Sampai dengan 4 minggu 13-26 minggu matan intensif oleh orang-orang yang ahli di bidangLebih dari 4 minggu Minimal 26 minggu (ter- ini, dan dikerjakan di tempat yang sarananya cukup masuk studi karsinogenisitas lengkap, Total jumlah subjek pada fase ini ber- Penelitian toksisitas khusus meliputi peneli-tian terhadap sistem reproduksi termasuk teratoge- variasi antara 20-50 orang.nisitas, uji karsinogenisitas dan mutagenisitas,serta uji ketergantungan. UJI KLINIK FASE ll. Pada fase ini obat dicobakan untuk pertama kalinya pada sekelompok kecil pen-. Walaupun uji farmakologi-toksikologik pada derita yang kelak akan diobati dengan calon obat. Tujuannya ialah melihat apakah efek farmakologikhewan ini memberikan data yang berharga, ramal- yang tampak pada fase I berguna atau tidak untukan tepat mengenai efeknya pada manusia belumdapat dibuat karena spesies yang berbeda tentu pengobatan. Fase ll ini dilaksanakan oleh orang-berbeda pula jalur dan kecepatan metabolisme, ke-cepatan ekskresi, sensilivitas reseptor, anatomi, orang yang ahli dalam masing-masing bidang yangatau lisiologinya. Satu-satunya jalan untuk memas_ terlibat. Mereka harus ikut berperan dalam mem-tikan efek obat pada manusia, baik efek lerapi mau- buat protokol penelitian yang harus dinilai terlebih dulu oleh panitia kode etik lokal. Protokol penelitianpun efek nonterapi, ialah memberikannya pada harus diikuti dengan ketat, seleksi penderita harus cermat, dan setiap penderita harus dimonitor de-manusia dalam uji klinik. ngan intensif.PENcUJtAN PADA MANUSTA (UJt KLtNIK) Pada dasarnya uji klinik memastikan efektivi-tas, keamanan, dan gambaran efek samping yang

Pengantar Farmakologi 23 Pada fase ll awal, pengujian efek terapi obat ekuiefektit. Pengujian dilakukan secara acak dandikerjakan secara terbuka karena masih merupa- tersamar ganda.kan penelitian eksploratif. Pada tahap ini biasanya Bila hasil uji klinik fase lll menunjukkan bahwabelum dapat diambil kesimpulan yang mantap me-ngenai efek obat yang bersangkutan karena ter- obat baru ini cukup aman dan efektif, maka obatdapat berbagai laktor yang mempengaruhi hasil dapat diizinkan untuk dipasarkan. Jumlah penderitapengobatan, misalnya perjalanan klinik penyakit, yang diikutsertakan pada {ase lll ini paling sedikitkeparahannya, efek plasebo. Untuk membuktikan bahwa suatu obat ber- 500 orang.khasiat, perlu dilakukan uji klinik komparatif yang UJI KLINIK FASE lV. Fase inisering disebutpost-membandingkannya dengan plasebo; atau bila marketing drug surveillance karena merupakan pe-penggunaan plasebo tidak memenuhi syarat etik, ngamatan terhadap obat yang telah dlpasarkan.obat dibandingkan dengan obat standard yang telah Fase ini bertujuan menentukan pola penggunaandikenal. lni dilakukan pada akhir fase ll atau awal obat di masyarakat serta pola efektivitas dan ke-fase lll, tergantung dari siapa yang melakukan, se- amanannya pada penggunaan yang sebenarnya.leksi penderita, dan monitoring penderitanya. Untuk Survei ini tidak terikat pada protokol penelitian;tidakmenjamin validitas uji klinik komparatif ini, alokasi ada ketentuan tentang pemilihan penderita, besar-penderita harus acak dan pemberian obat dilakukan nya dosis, dan lamanya pemberian obat. Pada lasesecara tersamar ganda. lni disebut uii klinik acak ini kepatuhan penderita makan obat merupakantersamar ganda berpembanding. masalah. Pada fase ll ini tercakup juga penelitian dosis-efek untuk menetapkan dosis optimal yang akan Penelitian fase lV merupakan survei epide-digunakan selanjutnya, serta penelitian lebih lanjutmengenai eliminasi obat, lerutama metabolisme- miologik menyangkut efek samping maupun efekti-nya. Jumlah subjek yang mendapat obat baru pada vitas obat. Pada lase lV ini dapat diamati (1 ) efeklase ini antara 100-200 penderita. samping yang frekuensinya rendah atau yang tim- bul setelah pemakaian obat bertahun-tahun lama-UJI KLINIK FASE lll. Uji klinik lase lll dilakukan nya, (2) efektivitas obat pada penderita berpenyakit berat atau berpenyakit ganda, penderita anak atauuntuk memastikan bahwa suatu obat-baru benar- usia lanjut, atau setelah penggunaan berulangkalibenar berkhasiat (sama dengan penelitian pada dalam jangka panjang, dan (3) masalah penggu-akhir lase ll) dan untuk mengetahui kedudukannyadibandingkan dengan obat standard. Penelitian ini naan berlebihan, penyalahgunaan, dan lain-lain'sekaligus akan menjawab pertanyaan-pertanyaan Studi lase lV dapat juga berupa uji klinik jangkatentang (1 ) efeknya bila digunakan secara luas dandiberikan oleh para dokter yang 'kurang ahli'; (2) panjang dalam skala besar untuk menentukan efekelek samping lain yang belum terlihat pada fase ll:(3) dan dampak penggunaannya pada penderita obat terhadap morb'rditas dan mortalitas sehingga datanya menentukan status obat yang bersangkut-yang tidak diseleksi secara ketat. an dalam terapi. Uji klinik fase lll dilakukan pada sejumlah be- Dewasa ini waktu yang diperlukan untuk pe- sar penderita yang tidak terseleksi ketat dan dikerja- ngembangan suatu obat baru, mulai dari sintesis kan oleh orang-orang yang tidak terlalu ahli, sehing-ga menyerupai keadaan sebenarnya dalam peng- bahan kimianya sampai dipasarkan, mencapaigunaan sehari-hari di masyarakat. Pada uji klinik waktu 10 tahun atau lebih, Setelah suatu obat dipasarkan dan digunakanlase lll ini biasanya pembandingan dilakukan de- secara luas, dapat ditemukan kemungkinan man- ngan plasebo, obat yang sama tetapi dosis ber- faat lain yang mulanya muncul sebagai efek sam- beda, obat standard dengan dosis ekuiefektif, atau ping. Obat demikian kemudian diteliti kembali di obat lain yang indikasinya sama dengan dosis yang klinik untuk indikasi yang lain, tanpa melalui uji lase L Hal seperti ini terjadi pada golongan salisilat yang semula ditemukan sebagai antireumatik dan anti- piretik. Efek urikosurik dan antiplateletnya ditemu- kan belakangan. Hipoglikemlk oral juga ditemukan dengan cara serupa.


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook