Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Bab 13 Infeksi HIV dan AIDS

Bab 13 Infeksi HIV dan AIDS

Published by haryahutamas, 2016-08-25 19:22:41

Description: Bab 13 Infeksi HIV dan AIDS

Search

Read the Text Version

^77777,BAB 13INFEKSI HIV DAN AIDSHIV/AIDS di Indonesia887Virologi HIV 898Imunopatogenesis InfeksiHIV 902Gejala dan DiagnosisHIV 910KewaspadaanUniversal pada PetugasKesehatan HIV/AIDS 916Koinfeksi HIV dan VirusHepatitis B (VHB) 920Respons Imun Infeksi HIV924ILMU PENYAKIT DALAM



121HIV/AIDS DI INDONESIA Zubairi Djoerban, Samsuridjal DjauziPENDAHULUAN diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibatMasalah HIV/AIDS adalah masalah besaryang mengancam infeksi oleh virus HIV {Human Immunodeficiency Virus)Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. UNAIDS, yang termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahapBadan WHO yang mengurusi masalah AIDS, memperkirakan akhir dari infeksi HIV.jumlah odha di seluruh dunia pada Desember 2004adalah 35,9-44,3 juta orang. Saat ini tidak ada negara SEJARAHyang terbebas dari HIV/AIDS. HIV/AIDS menyebabkanberbagai krisis secara bersamaan, menyebabkan krisis Kasus pertama AIDS di dunia dilaporkan pada tahun 1981.kesehatan, krisis pembangunan negara, krisis ekonomi,pendidikan dan juga krisis kemanusiaan. Dengan kata lain Meskipun demikian, dari beberapa literatur sebelumnyaHIV/AIDS menyebabkan krisis multidimensi. Sebagai krisiskesehatan, AIDS memerlukan respons dari masyarakat dan ditemukan kasus yang cocok dengan definisi surveilansmemerlukan layanan pengobatan dan perawatan untukindividu yang terinfeksi HIV. AIDS pada tahun 1950 dan 1960-an di Amerika Serikat. Hasil-hasil penelitian dalam bidang infeksi HIV Sampel jaringan potong beku dan serum dari seorang priamemberi harapan dalam bidang pencegahan dan terapi.Berbagai upaya pencegahan yang sudah dikenal seperti berusia 15 tahun di St. Louis, AS, yang dirawat dengan danperilaku sehat, penggunaan kondom, serta pencegahanpemakaian jarum suntik bersama tetap merupakan upaya meninggal akibat Sarkoma Kaposi diseminata dan agresifyang penting, namun pemberian obat anti retroviral (ARV)ternyata mampu menurunkan risiko penularan secara nyata. pada 1968, menunjukkan antibodi HIV positif denganBerdasarkan hasil-hasil penelitian ini, WHO menetapkanpencapaian pada tahun 2015 yaitu menurunkan infeksi Western Blot dan antigen HIV positif dengan ELISA. Pasienbaru HIV pada laki-laki dan perempuan muda sebesar50%, menurunkan infeksi baru HIV pada bayi dan anak ini tidak pernah pergi ke luar negeri sebelumnya, sehinggasebesar 90%, dan menurunkan angka kematian terkait HIVsebesar 50%. Bahkan para pakar pada bidang penyakit ini diduga penularannya berasal dari orang lain yang jugaoptimis dalam waktu yang tidak terlalu lama, infeksi HIVyang semula amat menakutkan akan dapat dikendalikan. tinggal di AS pada tahun 1960-an, atau lebih awal.Sudah tentu optimisme ini diharapkan juga akan mewarnaiupaya penanganan HIV di Indonesia. Virus penyebab AIDS diidentifikasi oleh Luc Montagnier pada tahun 1983 yang pada waktu itu diberi nama LAV {lymphadenopathy virus) s e d a n g k a n R o b e r t G a l l o menemukan virus penyebab AIDS pada 1984 yang saat itu dinamakan HTLV-III. Sedangkan tes untuk memeriksa antibodi terhadap HIV dengan cara Elisa baru tersedia pada tahun 1985. Istilah pasien AIDS tidak dianjurkan dan istilah Odha (orang dengan HIV/AIDS) lebih dianjurkan agar pasien AIDS diperlakukan lebih manusiawi, sebagai subjek dan tidak dianggap sebagai sekadar objek, sebagai pasien. Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan secara resmi oleh Departemen Kesehatan tahun 1987 yaitu padaDEFINISI seorang warga negara Belanda di Bali. Sebenarnya sebelumAIDS {Acquired Immunodeficiency itu telah ditemukan kasus pada bulan Desember 1985 Syndrome) dapat yang secara klinis sangat sesuai dengan diagnosis AIDS 887

888 INFEKSI HIV DAN AIDSdan hasil tes Elisa tiga kali diulang, menyatakan positif. narkotika. Padahal sebagian besar odha yang merupakanHanya, hasil tes Western Blot, yang saat itu dilakukan di pengguna narkotika adalah remaja dan usia dewasa mudaAmerika Serikat, hasilnya negatif sehingga tidak dilaporkan yang merupakan kelompok usia produktif Anggapan bahwasebagai kasus AIDS. Kasus kedua infeksi HIV ditemukan pengguna narkotika hanya berasal dari keluarga broken homepada bulan Maret 1986 di RS Cipto Mangunkusumo, pada dan kaya juga tampaknya semakin luntur Pengaruh temanpasien hemofilia dan termasukjenis non-progessor, artinya sebaya (peer group) tampaknya lebih menonjol.kondisi kesehatan dan kekebalannya cukup baik selama17 tahun tanpa pengobatan, dan sudah dikonfirmasi Pengguna narkotika suntik mempunyai risiko tinggidengan Western Blot, serta masih berobat jalan di RSUPN untuk tertular oleh virus HIV atau bibit-bibit penyakit lainCipto Mangunkusumo pada tahun 2002. yang dapat menular melalui darah. Penyebabnya adalah penggunaan jarum suntik secara bersama dan berulangEPIDEMIOLOGI yang lazim dilakukan oleh sebagian besar pengguna narkotika. Satu jarum suntik dipakai bersama antara 2Penularan HIV/AIDS terjadi akibat melalui cairan tubuh sampai lebih dari 15 orang pengguna narkotika. Surveyyang mengandung virus HIV yaitu melalui hubungan sentinel yang dilakukan di RS Ketergantungan Obat diseksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum Jakarta menunjukkan peningkatan kasus infeksi HIV padasuntik pada pengguna narkotika, transfusi komponen pengguna narkotika yang sedang menjalani rehabilitasidarah dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang yaitu 15% pada tahun 1999, meningkat cepat menjadidilahirkannya. Oleh karena itu kelompok risiko tinggi 40,8% pada tahun 2000, dan 47,9% pada tahun 2001.terhadap HIV/AIDS misalnya pengguna narkotika, pekerja Bahkan suatu survei di sebuah kelurahan di Jakarta Pusatseks komersil dan pelanggannya, serta narapidana. yang dilakukan oleh Yayasan Pelita llmu menunjukkan 93% pengguna narkotika terinfeksi HIV. Namun, infeksi HIV/AIDS saat ini juga telah mengenaisemua golongan masyarakat, baik kelompok risiko tinggi Surveilens pada donor darah dan ibu hamil biasanyamaupun masyarakat umum. Jika pada awalnya, sebagian digunakan sebagai indikator untuk menggambarkanbesar odha berasal dari kelompok homoseksual maka kini infeksi HIV/AIDS pada masyarakat umum. Jika pada tahuntelah terjadi pergeseran dimana persentase penularan 1990 belum ditemukan darah donor di Palang Merahsecara heteroseksual dan pengguna narkotika semakin Indonesia (PMI) yang tercemar HIV, maka pada periodemeningkat. Beberapa bayi yang terbukti tertular HIV dari selanjutnya ditemukan infeksi HIV yang jumlahnya makinibunya menunjukkan tahap yang lebih lanjut dari tahap lama makin meningkat. Persentase kantung darah yangpenularan heteroseksual. dinyatakan tercemar HIV adalah 0,002% pada periode 1992/1993, 0,003% pada periode 1994/1995, 0,004% pada Sejak 1985 sampai tahun 1996 kasus AIDS masih amat periode 1998/1999 dan 0,016% pada tahun 2000.\"jarang ditemukan di Indonesia. Sebagian besar odha padaperiode itu berasal dari kelompok homoseksual. Kemudian Prevalensi ini tentu perlu ditafsirkan dengan hati-hati,jumlah kasus baru HIV/AIDS semakin meningkat dan karena sebagian donor darah berasal tahanan di lembagasejak pertengahan tahun 1999 mulai terlihat peningkatan pemasyarakatan, dan dari pasien yang tersangka AIDS ditajam yang terutama disebabkan akibat penularan melalui rumah sakityang belum mempunyai fasilitas laboratoriumnarkotika suntik. Sampai dengan akhir Maret 2005 tercatat untuk tes HIV. Saat ini, tidak ada lagi darah donor yang6789 kasus HIV/AIDS yang dilaporkan. Jumlah itu tentu berasal dari penjara.masih sangat jauh dari jumlah sebenarnya. DepartemenKesehatan Ri pada tahun 2002 memperkirakan jumlah Pada narapidana, suatu survey cross sectional dipenduduk Indonesia yang terinfeksi HIV adalah antara penjara narkotika di Bandung, memperlihatkan prevalensi90.000 sampai 130.000 orang. HIV pada warga binaan yang 10 kali lipat lebih tinggi dibandingkan angka nasional. Sebuah survey yang dilakukan di Tanjung BalaiKarimun menunjukkan peningkatan jumlah pekerja seks Survey yang dilakukan pada tahun 1999-2000 padakomersil (PSK) yang terinfeksi HIV yaitu dari 1 % pada beberapa klinik KB, puskesmas dan rumah sakit di Jakartatahun 1995/1996 menjadi lebih dari 8,38% pada tahun yang dipilih secara acak menemukan bahwa 6 (1,12%) ibu2000. Sementara itu survey yang dilakukan pada tahun hamil dari 537 orang yang bersedia menjalani tes HIV2000 menunjukkan angka infeksi HIV yang cukup tinggi ternyata positif terinfeksi HIV.di lingkungan PSK di Merauke yaitu 5-26,5%, 3,36% diJakarta Utara, dan 5,5% di Jawa Barat. PATOGENESIS Fakta yang paling mengkhawatirkan adalah bahwa Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karenapeningkatan infeksi HIV yang semakin nyata pada pengguna virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi mengoordinasikan sejumlah

HIV/AIDS DI INDONESIA 889fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut juga bertahap.menyebabkan gangguan respons imun yang progresif. Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan Kejadian infeksi HIV primer dapat dipelajari pada tanda atau gejala tertentu. Sebagian memperlihatkanmodel infeksi akut Simian Immunodeficiency Virus (SIV). gejala tidak khas pada infeksi HIV akut, 3-6 mingguSIV dapat menginfeksi limfosit CD4+ dan monosit pada setelah terinfeksi. Gejala yang terjadi adalah demam, nyerimukosa vagina. Virus dibawa oleh antigen-presenting menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam,cells ke kelenjar getah bening regional. Pada model diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksiini, virus dideteksi pada kelenjar getah bening makaka HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala inidalam 5 hari setelah inokulasi. Sel individual di kelenjar umumnya berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi adagetah bening yang mengekspresikan SIV dapat dideteksi sekelompok kecil orang yang perjalanan penyakitnya amatdengan hibridisasi in situ dalam 7 sampi 14 hari setelah cepat, dapat hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula yanginokulasi. Viremia SIV dideteksi 7-21 hari setelah infeksi. perjalanannya lambat (non-progressor).Puncak jumlah sel yang mengekspresikan SIV di kelenjargetah bening berhubungan dengan puncak antigenemia Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh,p26 SIV. Jumlah sel yang mengekspresikan virus di odha mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksijaringan limfoid kemudian menurun secara cepat dan oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama,dihubungkan sementara dengan pembentukan respons rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening, diare,imun spesifik. Koinsiden dengan menghilangnya viremia tuberkulosis, infeksi jamur, herpes, dan Iain-Iain.adalah peningkatan sel limfosit CDS. Walaupun demikiantidak dapat dikatakan bahwa respons sel limfosit CD8+ Tanpa pengobatan ARV, walaupun selama beberapamenyebabkan kontrol optimal terhadap replikasi HIV. tahun tidak menunjukkan gejala, secara bertahapReplikasi HIV berada pada keadaan 'sfeody-stote'beberapa sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi HIV akanbulan setelah infeksi. Kondisi ini bertahan relatif stabil memburuk, dan akhirnya pasien menunjukkan gejala klinikselama beberapa tahun, namun lamanya sangat bervariasi. yang makin berat, pasien masuk tahap AIDS. Jadi yangFaktoryang mempengaruhi tingkat replikasi HIV tersebut, disebut laten secara klinik (tanpa gejala), sebetulnya bukandengan demikan juga perjalanan kekebalan tubuh pejamu, laten bila ditinjau dari sudut penyakit HIV. Manifestasiadalah heterogeneitas kapasitas replikatif virus dan dari awal dari kerusakan sistem kekebalan tubuh adalahheterogenitas intrinsik pejamu. kerusakan mikro arsitektur folikel kelenjar getah bening dan infeksi HIV yang luas di jaringan limfoid, yang dapat Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu dilihat dengan pemeriksaan hibridisasi in situ. Sebagiansetelah infeksi, namun secara umum dapat dideteksi besar replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukanpertama kali setelah replikasi virus telah menurun sampai di peredaran darah tepi.ke level 'steady- state'. Walaupun antibodi ini umumnyamemiliki aktifitas netralisasi yang kuat melawan infeksi Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasavirus, namun ternyata tidak dapat mematikan virus. sehat, klinis tidak menunjukkan gejala, pada waktu ituVirus dapat menghindar dari netralisasi oleh antibodi terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel setiap hari.dengan melakukan adaptasi pada amplopnya, termasuk Replikasi yang cepat ini disertai dengan mutasi HIV dankemampuannya mengubah situs glikosilasinya, akibatnya seleksi, muncul HIV yang resisten. Bersamaan dengankonfigurasi 3 dimensinya berubah sehingga netralisasi replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi,yang diperantarai antibodi tidak dapat terjadi. untungnya tubuh masih bisa mengkompensasi dengan memproduksi limfosit CD4 sekitar 10^ sel setiap hari.PATOFISIOLOGI Perjalanan penyakit lebih progresif pada penggunaDalam tubuh odha, partikel virus bergabung dengan DNA narkotika. Lebih dari 80% pengguna narkotika terinfeksisel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, virus hepatitis C. Infeksi pada katup jantung juga adalahseumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang penyakit yang dijumpai pada odha pengguna narkotikayang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap dan biasanya tidak ditemukan pada odha yang tertularAIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi dengan cara lain. Lamanya penggunaan jarum suntikpasien AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun berbanding lurus dengan dengan infeksi pneumoniahampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan dan tuberkulosis. Makin lama seseorang menggunakangejala AIDS, dan kemudian meninggal. Perjalanan penyakit narkotika suntikan, makin mudah ia terkena pneumoniatersebut menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, dan tuberkulosis. Infeksi secara bersamaan ini akansesuai dengan perusakan sistem kekebalan tubuh yang menimbulkan efek yang buruk. Infeksi oleh kuman penyakit lain akan menyebabkan virus HIV membelah dengan lebih cepat sehingga jumlahnya akan meningkat pesat. Selain itu juga dapat menyebabkan reaktivasi virus di dalam limfosit T. Akibatnya perjalanan penyakitnya

890 INFEKSI HIV DAN AIDSbiasanya lebih progresif. Tabel.1 Strategi Pemeriksaan Anti-HIB Perjalanan penyakit HIV yang lebih progresif pada ^. „ „ Prevalensi Strategipengguna narkotika ini juga tercermin dari hasil penelitian Tujuan Pemeriksaan . , • •.....di RS dr. Cipto Mangunkusumo pada 57 pasien HIV infeksi HIV -iasimptomatik yang berasal dari pengguna narkotika,dengan kadar CD4 lebih dari 200 sel/mm^ Ternyata 56,14% semua pemeriksaanmempunyai jumlah virus dalam darah {viral load) yang prevalersimelebihi 55.000 kopi/ml, artinya penyakit infeksi HIV nya keamananprogresif, walaupun kadar CD4 relatif masih cukup baik. transfusi dan >10% trasplantasi <10%TES HIV Surveillance >30%Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui secara pasti Bergejalaapakah seseorang terinfeksi HIV sangatlah penting, karena <30%pada infeksi HIV gejala klinisnya dapat baru terlihat setelah infeks HIV/ >10%bertahun-tahun lamanya. AIDS <10% Terdapat beberapa jenis pemeriksaan laboratorium Tanpauntuk memastikan diagnosis infeksi HIV. Secara garis gejalabesar dapat dibagi menjadi pemeriksan serologikuntuk mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV dan Strategi II menggunakan 2 kali pemeriksaan jika serumpemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV. pada pemeriksaan pertama memberikan hasil reaktif. JikaDeteksi adanya virus HIV dalam tubuh dapat dilakukan pada pemeriksaan pertama hasilnya non-reaktif, makadengan isolasi dan biakan virus, deteksi antigen, dan dilaporkan hasil tesnya negatif. Pemeriksaan pertamadeteksi materi genetik dalam darah pasien. menggunakan reagensia dengan sensitivitas tertinggi dan pada pemeriksaan kedua dipakai reagensia yang Pemeriksaan yang lebih mudah dilaksanakan lebih spesifik serta berbeda jenis antigen atau tekniknyaadalah pemeriksaan terhadap antibodi HIV. Sebagai dari yang dipakai pada pemeriksaan pertama. Bila hasilpenyaring biasanya digunakan teknik ELISA {enzyme- pemeriksaan kedua juga reaktif, maka disimpulkan sebagailinked immunosorbent assay), aglutinasi atau dot-blot terinfeksi HIV. Namun jika hasil pemeriksaan yang keduaimmunobinding assay. Metode yang biasanya digunakan adalah non-reaktif, maka pemeriksaan harus diulangdi Indonesia adalah dengan ELISA. dengan ke-2 metode. Bila hasil tetap tidak sama, maka dilaporkan sebagai indeterminate. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan testerhadap antibodi HIV ini yaitu adanya masa jendela. Strategi III menggunakan 3 kali pemeriksaan. BilaMasa jendela adalah waktu sejak tubuh terinfeksi HIV hasil pemeriksaan pertama, kedua, dan ketiga reaktif,sampai mulai timbulnya antibodi yang dapat dideteksi maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut memangdengan pemeriksaan. Antibodi mulai terbentuk pada 4-8 terinfeksi HIV. Bila hasil pemeriksaan tidak sama, misalnyaminggu setelah infeksi. Jadi jika pada masa ini hasil tes hasil tes pertama reaktif, kedua reaktif dan ketiga non-HIV pada seseorang yang sebenarnya sudah terinfeksi reaktif atau pertama reaktif, kedua dan ketiga non-HIV dapat memberikan hasil yang negatif. Untuk itu reaktif, maka keadaan ini disebut sebagai equivocal ataujika kecurigaan akan adanya risiko terinfeksi cukup \ndeterminate bila pasien yang diperiksa memiliki riwayattinggi, perlu dilakukan pemeriksaan ulangan 3 bulan pemaparan terhadap HIV atau berisiko tinggi tertular HIV.kemudian. Sedangkan bila hasil seperti yang disebut sebelumnya terjadi pada orang tanpa riwayat pemaparan terhadap HIV World Health Organization (WHO) menganjurkan atau tidak berisiko tertular HIV, maka hasil pemeriksaanpemakaian salah satu dari 3 strategi pemeriksaan antibodi dilaporkan sebagai non-reaktif Perlu diperhatikan jugaterhadap HIV di bawah ini, tergantung pada tujuan bahwa pada pemeriksaan ketiga dipakai reagensia yangpenyaringan keadaan populasi dan keadaan pasien berbeda asal antigen atau tekniknya, serta memiliki(Tabel 1). spesifisitas yang lebih tinggi. Pada keadaan yang memenuhi dilakukannya Strategi I, Jika pemeriksaan penyaring menyatakan hasilhanya dilakukan 1 kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan yang reaktif, pemeriksaan dapat dilanjutkan denganreaktif, maka dianggap sebagai kasus terinfeksi HIV dan bila pemeriksaan konfirmasi untuk memastikan adanya infeksihasil pemeriksaan non-reaktif dianggap tidak terinfeksi HIV. oleh HIV, yang paling sering dipakai saat ini adalah tehnikReagensia yang dipakai untuk pemeriksaan pada strategi Western Blot (WB).ini harus memiliki sensitivitas yang tinggi (> 99%). Seseorang yang ingin menjalani tes HIV untuk keperluan diagnosis harus mendapatkan konseling pra tes. Hal ini harus dilakukan agar ia dapat mendapat informasi yang sejelas-jelasnya mengenai infeksi HIV/AIDS

HIV/AIDS DI INDONESIA 891sehingga dapat mengambil keputusan yang terbaik untuk Tabel 2. Infeksi Oportunistik/Kondisi yang Sesuai dengandirinya serta lebih siap menerima apapun hasil tesnya Kriteria Diagnosis AIDSnanti. Untuk keperluan survei tidak diperlukan konseling Cytomegalovirus (CMV) (selain hati, limpa, atau kelenjarpra tes karena orang yang dites tidak akan diberitahuhasil tesnya. getah bening) CMV, retinitis (dengan penurunan fungsi penglihatan) Untuk memberitahu hasil tes juga diperlukan Ensefalopati HIV^konseling pasca tes, baik hasil tes positif maupun negatif Herpes simpleks, ulkus kronik (lebih dari 1 bulan), bronkitis,Jika hasilnya positif akan diberikan informasi mengenaipengobatan untuk memperpanjang masa tanpa gejala pneumonitis, atau esofagitisserta cara pencegahan penularan. Jika hasilnya negatif, Histoplasmosis, diseminata atau ekstraparukonseling tetap perlu dilakukan untuk memberikan Isosporiasis, dengan diare kronik (lebih dari 1 bulan)informasi bagaimana mempertahankan perilaku yang Kandidiasis bronkus, trakea, atau parutidak berisiko. Kandidiasis esofagus Kanker serviks invasiveKRITERIA DIAGNOSIS Koksidiodomikosis, diseminata atau ekstraparu Kriptokokosis, ekstraparuSeseorang dinyatakan terinfeksi HIV apabila dengan Kriptosporidiosis, dengan diare kronik (lebih dari 1 bulan)pemeriksaan laboratorium terbukti terinfeksi HIV, baik Leukoensefalopati multifokal progresifdengan meteode pemeriksaan antibodi atau pemeriksaan Limfoma, Burkittuntuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh. Limfoma, imunoblastik Limfoma, primer pada otak Diagnosis AIDS untuk kepentingan surveilans Mikobakterium avium kompleks atau M. kansasii, diseminataditegakkan apabila terdapat infeksi oportunistik (Tabel 2)atau limfosit CD4+ kurang dari 350 sel/mml atau ekstraparu Mikobakterium tuberkulosis, paru atau ekstraparuPENATALAKSANAAN Mikobakterium, spesies lain atau spesies yang tidak dapatHIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat teridentifikasi, diseminata atau ekstrapulmonerdisembuhkan secara total. Namun, data selama 8 tahun Pneumonia Pneumocystis cariniiterakhir menunjukkan bukti yang amat meyakinkan Pneumonia rekuren''bahwa pengobatan dengan kombinasi beberapa obat Sarkoma Kaposianti HIV (obat anti retroviral, disingkat obat ARV) Septikemia Salmonella rekurenbermanfaat menurunkan morbiditas dan mortalitas Toksoplasmosis otakdini akibat infeksi HIV.Orang dengan HIV/AIDS menjadi Wasting syndrome\"lebih sehat, dapat bekerja normal dan produktif. Manfaat ' Terdapat gejala klinis gangguan kognitif atau disfungsi motorikARV dicapai melalui pulihnya sistem kekebalan akibatHIV dan pulihnya kerentanan odha terhadap infeksi yang mengganggukerja atau aktivitas sehari-hari, tanpaoportunistik. dapat dijelaskan oleh penyebab lain selain infeksi HIV. Untuk menyingkirkan penyakit lain dilakukan pemeriksaan lumbal Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas punksi dan pemeriksaan pencitraan otak (CT Scan atau MRI)beberapa jenis, yaitu: a), pengobatan untuk menekan Berulang lebih dari satu episode dalam 1 tahunreplikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV), b). ' Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% ditambahpengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi diare kronik (minimal 2 kali selama > 30 hari), atau kelemahandan kankeryang menyertai infeksi HIV/AIDS, seperti jamur, kronik dan demam lama (>30 hari, intermiten atau konstan),tuberkulosis, hepatitis, toksoplasma, sarkoma kaposi, tanpa dapat dijelaskan oleh penyakit/kondisi lain (mis. kanker,limfoma, kanker serviks, c). pengobatan suportif, yaitu tuberkulosis, enteritis spesifik) selain HIVmakanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik danpengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial TERAPI ANTIRETROVIRAL (ARV)dan dukungan agama serta juga tidur yang cukup danperlu menjaga kebersihan. Dengan pengobatan yang Manfaat pemberian ARV, yaitu:lengkap tersebut, angka kematian dapat ditekan, harapan 1. Menurunkan angka kematian. Sejak dilaksanakanhidup lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik amatberkurang. terapi ARV dengan subsidi penuh di Indonesia tahun 2004 terjadi penurunan angka kematian di masyarakat secara nyata yaitu pada tahun 2006 sebesar 48% dan tahun 2008 sebesar 17%. 2. Menurunkan risiko perawatan di Rumah Sakit. Biaya untuk perawatan di Rumah Sakit amat besar karena obat-obat untuk infeksi oportunistik sebagian mahal dan penderita umumnya memerlukan waktu perawatan yang lama.

892 INFEKSI HIV DAN AIDS3. Menekan viral load. Dalam waktu sekitar 6 bulan, Kaposi dapat spontan membaik tanpa pengobatan terdapat 80% ODHA yang berobat di RSCM hasil khusus. Penekanan terhadap replikasi virus menyebabkan pemeriksaan viral loadnya menunjukkan tidak penurunan produksi sitokin dan protein virus yang dapat terdeteksi. menstimulasi pertumbuhan Sarkoma Kaposi. Selain itu pulihnya kekebalan tubuh menyebabkan tubuh dapat4. Memulihkan kekebalan. Pemberian ARV akan membentuk respons imun yang efektif terhadap human meningkatkan CD4 sehingga tubuh ODHA pulih herpesvirus 8 (HHV-8) yang dihubungkan dengan kejadian kekebalannya. sarkoma kaposi.5. Menurunkan risiko penularan. Berbagai penelitian Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti menunjukkan bahwa pemberian ARV secara dini nucleoside reverse transcriptase inhibitor, nucleotide reverse pada pasien di Scotlandia (pasien yang salah satunya transcriptase inhibitor, non-nucleoside reverse transcriptase terinfeksi HIV) mampu menurunkan risiko penularan inhibitor, dan inhibitor protease. Tidak semua ARV yang sebesar 96% karena itulah timbul pemahaman bahwa ada telah tersedia di Indonesia (Tabel 3). pengobatan ARV merupakan pencegahan juga (treatment as prevention). Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan dengan seksama karena obat ARV akan diberikan dalam Pemberian ARV telah menyebabkan kondisi kesehatan jangka panjang. Obat ARV direkomendasikan padaodha menjadi jauh lebih baik. Infeksi kriptosporidiasis yang semua pasien yang memiliki HIV +, telah menunjukkansebelumnya sukardiobati, menjadi lebih mudah ditangani. gejala yang termasuk dalam kriteria diagnosis AIDS, atauInfeksi penyakit oportunistik lain yang berat, seperti infeksi menunjukkan gejala yang sangat berat, tanpa melihatvirus sitomegalo dan infeksi mikobakterium atipikal, jumlah limfosit CD4+. Obat ini juga direkomendasikandapat d i s e m b u h k a n . Pneumonia Pneumocystis carinii pada pasien dengan limfosit CD4 kurang dari 350 sel/pada odha yang hilang timbul, biasanya mengharuskan m m l Pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ 200-odha minum obat infeksi agar tidak kambuh. Namun 350 sel/mm^ dapat ditawarkan untuk memulai terapi.sekarang dengan minum obat ARV teratur, banyak odha Pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ lebihyang tidak memerlukan minum obat profilaksis terhadap dari 350 sel/mm^dan viral load lebih dari 100.000 kopi/pneumonia. ml terapi ARV dapat dimulai, namun dapat pula ditunda. Terapi ARV tidak dianjurkan dimulai pada pasien dengan Terdapat penurunan kasus kanker yang terkait dengan limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm^dan viral load kurangHIV seperti Sarkoma Kaposi dan limfoma dikarenakan dari 100.000 kopi/ml.pemberian obat-obat antiretroviral tersebut. SarkomaTabel 3. Obat ARV yang Beredar di Indonesia Nama Nama Generilc Golongan Sediaan Dosis (per hari)Dagang 2 X 1 tablet Tablet, kandungan: zidovudin 300 mg,Duviral lamivudin 150 mgStavir Stavudin (d4T) NsRTI Kapsul: > 60 kg : 2 X 40 mgZerit 30 mg, 40 mg < 60 kg : 2 X 30 mg Lamivudin (3TC) NsRTI Tablet 150 mg Larutan.oral 10 mg/mlHiviral NsRTI 2 X 150 mg3TC Nevirapin (NVP) NsRTI Tablet 200 mg < 50 kg: 2 mg/kg, 2x/hariViramune Zidovudin Kapsul 100 mg 1 X 200 mg selama 14 hari, dilanjutkanNeviral (ZDV AZT) 2 X 200 mgRetrovir 2 X 300 mg, atau 2 x250 mgAdovi (dosis alternatif)AvirzidVidex Didanosin (ddl) NsRTI Tablet kunyah: 100 mg >60 kg: 2 x 200 mg atau 1 x 400 mg Kapsul 200 mg <60 kg: 2x 125 mg, atau 1 x 250 mgStocrin, Efavirenz (EFVEFZ) NNRTI 1 X 600 mg, malamNelvex Nelfinavir (NFV) PI Tablet 250 mg 2 X 1250 mgViraceptNsRTI = nucleoside reverse transcriptase inhibitor, NNRTI = non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor, PI = protease inhibitor.^''

HIV/AIDS DI INDONESIA 893 Saat ini regimen pengobatan ARV yang dianjurkan ARV yang dianjurkan digunakan pada odha dengan TBWHO adalah kombinasi dari 3 obat ARV. Terdapat beberapa pada kolom B (Tabel 4) adalah evafirenz. Rifampisin dapatregimen yang dapat dipergunakan (Tabel 4), dengan menurunkan kadar nelfinavir sampai 82% dan dapatkeunggulan dan kerugiannya masing-masing. Kombinasi menurunkan kadar nevirapin sampai 37%. Namun, jikaobat antiretroviral lini pertama yang umumnya digunakan evafirenz tidak memungkinkan diberikan, pada pemberiandi Indonesia adalah kombinasi zidovudin (ZDV)/lamivudin bersama rifampisin dan nevirapin, dosis nevirapin tidak(3TC), nevirapin (NVP), stavudin (d4T), dan Efavirenz (EFV). perlu dinaikkan.Penggunaan d4T (stavudin) dim waktu tidak terlalu lamakarena efek samping jangka panjang yaitu lipodisatropi EVALUASI PENGOBATANdan efek metabolik. Pada pengobatan ARV ini 2 digunakanTenofovir, Lopi/Ritonavir. Efek samping tenofovir yaitu Pemantauan jumlah sel CD4 di dalam darah merupakangangguan fungsi ginjal, osteoporosis, sedangkan efek indikator yang dapat dipercaya untuk memantau beratnyasamping PI adalah gangguan metabolik. kerusakan kekebalan tubuh akibat HIV, dan memudahkan kita untuk mengambil keputusan memberikan pengobatanTabel 4. Kombinasi Obat ARV untuk Terapi Inisial ARV. Jika tidak terdapat sarana pemeriksaan CD4, maka jumlah CD4 dapat diperkirakan dari jumlah limfosit total Kolom A Kolom B yang sudah dapat dikerjakan di banyak laboratorium padalamivudin + zidovudin Evafirenz* umumnya.lamivudin + didanosin lamivudin + stavudin Sebelum tahun 1996, para klinisi mengobati, menentukan prognosis dan menduga staging pasien,lamivudin + zidovudin Nevirapin berdasarkan gambaran klinik pasien dan jumlah limfosit CD4. Sekarang ini sudah ada tambahan parameter barulamivudin + stavudin yaitu hitung virus HIV dalam darah {viral load) sehingga upaya tersebut menjadi lebih tepat.lamivudin + didanosin Beberapa penelitian telah membuktikan bahwalamivudin + zidovudin Nellfinavir dengan pemeriksaan viral load, kita dapat memperkirakan risiko kecepatan perjalanan penyakit dan kematian akibatlamivudin + stavudin HIV. Pemeriksaan viral load memudahkan untuk memantau lamivudin + didanosin* Tidak dianjurkan pada wanita hamil trimester pertama atau wanita yang berpotensi tinggi untuk hamil Catatan.: kombinasi yang sama sekali tidak boleh adalah :zidovudin + stavudinSelain interaksi ARV dengan OAT, terdapat juga interaksi Tabel 5. Definisi Kegagalan Terapeutik pada Terapi ARV^ARV dengan obat lain, yaitu Tenofovir dengan ddl (videx), Dewasadan PI dengan statin. istilah Definisi Kegagalan Gagal untuk mencapai: virologis • VL (viral load) <400cm c/mL dalam 24Interaksi dengan Obat Ant! Tuberkulosis (OAT) minggu atau • VL < 50c/mL dalam 48 minggu atauMasalah koinfeksi tuberkulosis dengan HIV merupakan • Konsisten (pada 2 pengukuranmasalah yang sering dihadapi di Indonesia. Padaprinsipnya, pemberian OAT pada odha tidak berbeda berurutan) VL>50c/mL setelahdengan pasien HIV negatif. Interaksi antar OAT dan VL<50c/mLARV, terutama efek hepatotoksisitasnya, harus sangat Catatan: kebanyakan pasien akandiperhatikan. Pada odha yang telah mendapat obat ARV mengalami penurunan pada VL > llog ,gsewaktu diagnosis TB ditegakkan, maka obat ARV tetap c/mL pada 1-4 mingguditeruskan dengan evaluasi yang lebih ketat. Pada odhayang belum mendapat terapi ARV, waktu pemberian obat Kegagalan Hitung CD4 gagal meningkat menjadi 25-disesuaikan dengan kondisinya (Tabel 5). imunologis 50 cell/mm^ dalam satu tahun Catatan: kebanyakan pasien mengalamai Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV Kegagalan peningkatan hitun 1 CD4 150 cell/mm^golongan nukleosida, kecuali ddl yang harus diberikan klinis dalam satu tahun pertama dengan HAARTselang 1 j a m dengan OAT karena bersifat sebagai bufferantasida. Pada pasien yang belum pernah diobati. Terjadinya atau kekambuhan gejala terkait Interaksi dengan OAT terutama terjadi pada ARV HIV lebih dari 3 bulan setelah terapigolongan non-nukleosida dan inhibitor protease. Obat HAART dimulai Catatan: diagnosis sindrom rekonstitusional imunologis harus disingkirkan

894 INFEKSI HIV DAN AIDSefektivitas obat ARV. Tabel 7. Rekomendasi Terapi ARV untuk Pasien Koinfeksi Sejak awal pengobatan ARV, masalah kegagalan terapi HIV/TBARV lini pertama menjadi hal yang banyak diteliti. Definisi Regimen R e g i m e n Pilihankegagalan terapi dapat dilihat pada tabel 5. terapi ARV terapi ARV lini pertama saat muncul Obat-obat golongan protease inhibitor (Pis) seperti atau lini TBlopinavir/ ritonavir, atazanavir, saquinavir, fosamprenavir, keduadan darunavir memiliki barier genetik yang tinggi terhadapresistensi. Obat golongan lain memiliki barieryang rendah. Terapi ARV 2 NRTI + EFV Lanjutkan dengan 2 NNRTIWalau demikian, kebanyakan pasien yang mendapatkan lini pertama 2 NRTI + NVP + EFVPis- terkait HAART {highly active anti-retrovirai therapy)yang mengalami kegagalan virologis biasanya memiliki Terapi ARV 2 2 NRTI + PI Ganti NVP ke EFV ataustrain virus HIV yang masih sensitif, kecuali bila digunakan lini kedua ganti ke regimen 3 NRTIjangka panjang. Obat golongan lain biasanya menjadi atau lanjutkan dengan 2resisten dalam waktu yang lebih singkat ketika terdapat NRTI + N V P 'kegagalan virologis. Ganti ke atau lanjutkan Indikasi untuk merubah terapi pada kasus gagal terapi (bila sudah mulai) regimenadalah progresi penyakit secara klinis dimulai setelah > 6 yang berisi LPV/r denganbulan memakai ARV dosis ganda.^\"* Pada WHO stadium 3: penurunan BB > 10 %, diare ' bisa dipertimbangkan untuk mengembalikan ke NVP setelahatau demam > 1 bulan yang tidak dapat dijelaskan terapi TB yang berisi Rifampicin selesai. Bila mengembalikansebabnya, oral hairy leukoplakia terdapat infeksi bakterial ke NVP tidak perlu lead-in dose.yang berat atau \"bedridden\" lebih dari 50% dari satu bulan penggunaan regimen yang berisi EFV tidak dianjurkan untukterakhir perempuan hamil (terutama trimester pertama) berpotensi untuk hamil dan tidak menggunakan kotrasepsi. Tes resistensi seharusnya dilakukan selama terapiatau dalam 4 minggu penghentian regimen obat yang \" perlunya dilakukan monitoring klinis dan laboratoris (ALT)gagal. Interpretasi hasil tes resistensi merupakan hal bila menggunakan NVP atau boosted PI bersamaan denganyang kompleks, bahkan terkadang lebih baik dikerjakan rifampicin.oleh ahlinya. \" dosis LVP/r dinaikkan dua kali lipat sehingga LPV 800/ ritonavir 200 dua kali sehari.Tabel 6. Indikasi Tes resistensi Terapi ARV untuk HepatitisIndikasi Kegagalan virologis dengan VL (viral Pemeriksaan Hepatitis B dan C pada infeksi HIV amatlah load)>1.000c/mL penting mengingat ko-infeksi Hepatitis C/HIV sebesar Infeksi HIV akut 70%, sedangkan ko-infeksi Hepatitis B/HIV sebesar 16% Baseline, untuk mendapatkan terapi dan ko-infeksi Hepatitis B dan C/HIV sebesar 9%. Sama inisial. seperti pada keadaan khusus HIV/TB, pada keadaan di mana pasien HIV memiliki Hepatitis kronik aktif,Tidak Setelah penghentian terapi antiretoviral>1 haruslah dimulai terapi ARV berapapunjumlah CD4 nya. Pengobatan ARV berhasil menurunkan angka kematiandiindikasikan bulan terapi jangka pendek namun Hepatitis B dan C kronik merupakan ancamanjangka panjang. Berdasarkan Pedoman Nasionan VL< I.OOOc/mL Pelayanan Kedokteran 2011, regimen terapi ARV yang direkomendasikan yaitu TDF + 3 TC atau FTC untuk HBVTERAPI ARV PADA KEADAAN KHUSUS Untuk HCV menggunakan kombinasi terapi interferon alpha dan ribavirin (RBV). Selain itu vaksinasi Hepatitis ATerapi ARV untuk Koinfeksi HIV/Tuberkulosis dan Bjuga diperlukan untuk mencegah hepatitis akut.Terapi ARV direkomendasikan pada semua pasien koinfeksi Terapi ARV untuk pengguna MetadonHIV/TB berapapunjumlah CD4 nya. Namun bagaimanapunterapi TB sendiri yaitu OAT (obat anti tuberkulosis) Terdapat mitos bahwa ARV tak perlu diberikan kepadatetap menjadi prioritas utama. Sehingga untuk memulai pengguna NAPZA/mantan pengguna NAPZA dan ARVterapinya, OAT diberikan terlebih dahulu, kemudian diikuti tak boleh digunakan bersama Metadon. Namun, faktanyadengan ARV dalam waktu delapan minggu pertama. adalah interaksi Metadon dan ARV (Nevirapin danBerdasarkan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Efavirenz) menurunkan kadar Metadon sekitar 20%. Jadi2011, rekomendasi terapi ARV untuk pasien koinfeksi HIV/ tak ada alasan untuk tak menggunakan ARV bersamaTB dapat dilihat pada tabel 7. Metadon. Bahkan pengguna metadon sangat dianjurkan untuk memulai terapi ARV. Berdasarkan Pedoman Nasionan Pelayanan Kedokteran 2011, regimen yang

HIV/AIDS DI INDONESIA 895direkomendasikan adalah AZT atau TDF atau d4T + 3TC pada tabel 8.+ EFV atau NVP. Berbagai upaya pencegahan ini harus diikuti denganPENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU HAMIL kepatuhan berobat yang tinggi. Seperti yang pernah ditelitiKE BAYI sebelumnya, terdapat nilai keberhasilan pengobatan yang tinggi sesuai dengan tingginya tingkat kepatuhanObat ARV juga diberikan pada beberapa kondisi khusus berobat pasien. Pada pasien dengan tingkat kepatuhanseperti pengobatan profilaksis pada orang yang terpapar berobat 95%, maka tingkat keberhasilan pengobatannyadengan cairan tubuh yang mengandung virus HIV {post- sebesar 80%, sedangkan pada pasien dengan tingkatexposure prophylaxis) dan pencegahan penularan dari kepatuhan berobat kurang dari 70% akan didapatkan nilaiibu ke bayi. Menurut Pedoman Nasionan Pelayanan keberhasilan pengobatan sebesar 5%.Kedokteran 2012, regimen yang direkomendasikan adalahAZT + 3TC + EFV AZT + 3TC + NVP TDF + 3TC atau FTC Tabel 8. Keberhasilan dari Strategi Pencegahan HIV+ EFV dan TDF + 3TC atau FTC + NVP Evafirenz (EFV)sebaiknya tidak diberikan pada kehamilan trimester 1. Studi KeberhasilanPemberian ARV pada bayi yang lahir dari ibu HIV adalah (95%CI)AZT 2x/hari sejak lahir hingga usia 4-6 minggu, dosis 4 ARV sebagai pencegahan; Africa, Asia,mg/kgBB/kali. America 96 (73-99) Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak HIV vaccine; Thailand 31 (1-51)dengan pemberian obat ARV penting untuk mendapat 42 (21-58)perhatian lebih besar mengingat sudah ada beberapa Sexually transmitted diseases treatment;bayi di Indonesia yang tertular HIV dari ibunya. Efektivitas Mwanza, Tanzaniapenularan HIV dari ibu ke bayi adalah sebesar 10-30%.Artinya dari 100 ibu hamil yang terinfeksi HIV, ada KESIMPULAN10 sampai 30 bayi yang akan tertular. Sebagian besarpenularan terjadi sewaktu proses melahirkan, dan sebagian 1. Jumlah orang dengan HIV AIDS di Indonesia masihkecil melalui plasenta selama kehamilan dan sebagian lagi . akan meningkat terutama bila cakupan tes HIV dapatmelalui air susu ibu. ditingkatkan. Kendala yang dikhawatirkan adalah biaya untuk 2. Cakupan tes HIV yang tinggi akan dapat menemukanmembeli obat ARV. Obat ARV yang dianjurkan untuk orang dengan HIV AIDS sehingga orang tersebutPTMCT adalah zidovudin (AZT) atau nevirapin. Pemberian dapat diobati dengan antiretroviral sehingga risikonevirapin dosis tunggal untuk ibu dan anak dinilai sangat dia menularkan HIV pada orang lain menjadi amatmudah untuk diterapkan dan ekonomis. Sebetulnya rendah.pilihan yang terbaik adalah pemberian ARV yangdikombinasikan dengan operasi caesar, karena dapat 3. Infeksi HIV acap kali disertai dengan infeksi oportunistikmenekan penularan sampai 1 % . Namun sayangnya di TBC, koinfeksi hepatitis C dan B, dan berbagai infeksinegara berkembang seperti Indonesia tidak mudah untuk oportunistik lain. Pengobatan infeksi HIV perlumelakukan operasi sectio caesaria yang murah dan aman. memperhatikan infeksi oportunistik dan koinfeksiKemudian pemberian ASI oleh wanita dengan HIV tidak tersebut.direkomendasikan karena memiliki risikotransmisi sebesar5-20%. Alternatif pemberian susu pada bayi adalah dengan 4. Terbuka kesempatan untuk mencegah penularan HIVsusu formula. Namun, kendala pemberian susu formula baik melalui perubahan perilaku maupun intervensimasih dialami oleh Negara berkembang dikarenakan biomedik.factor kultur dan ekonomi. 5. Upaya penanggulangan HIV pada tingkat globalPENGOBATAN SEBAGAI PENCEGAHAN telah memberikan hasil yang cukup nyata karena itu kita juga harus berusaha meningkatkan keberhasilanBerbagai upaya pencegahan dapat dilakukan untuk penanggulangan HIV di Indonesia.mengendalikan infeksi HIV. Berdasarkan beberapa studiyang dilakukan, didapatkan bahwa peran pengobatan REFERENSIsebagai pecegahan amat besar seperti yang ditunjukkan Borrow P, Lewicki H , Hahn B H , Shaw G M , Oldstone MB. Virus- specific CD8+ cytotoxic T-lymphocyte activity associated with control of viremia in primary human immunodeficiency virus type 1 infection. J Virol 1994; 68:6103-10. C D C . 1993 revised classification system for H I V infection and expanded surveillance case definition for A I D S among adolescents and adults. MMWR 1992;41(no. RR-17).

896 INFEKSI HIV DAN AIDSChakrabarti L, Isola P, Cumont M-C, et al. Early stages of simian infected macaques. J Exp Med 1999; 189:991-8. immunodeficiency virus infection in lymph nodes. A m J Kementrian Kesehatan RI. Tatalaksana HIV/AIDS. Pedoman Pathol 1994;144:1226-34. Nasional Pelayanan Kedokteran.Jakarta 2012. h. 47-67.Collier A C , Coombs RW, Schoenfeld DA, Bassett RL, Timpone Krown SE. AIDS-Related Kaposi's Sarcoma: Biology and J, Baruch A. Treatment of Human Immunodeficiency Virus Infection with Saquinavir, Zidovudine, and Zalcitabine. N novel therapeutic strategies. Dalam: Perry M C , Chung M, Engl J Med 1996; 334:1011-8. Spahlinger M, editor. Proceeding of 38th Annual Meeting of A S C O ; 18- 21 May 2002; Orlando,FL.Alexandria: ASCO;2002.Djoerban Z. Membidik AIDS: Ikhtiar memahami HIV dan odha. h. 249-59. Ed 1. Yogyakarta:Penerbit Galang;1999 Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Ancaman H I V / A I D S di Indonesia Semakin Nyata, Perlu Penanggulangan LebihDitjen PPM & PL Depkes RI. Pedoman Nasional - Perawatan, Nyata. Jakarta: Depkes RI; 2002. dukungan dan pengobatan bagi odha.Jakarta:Departemen Kovacs JA, Masur H . Prophylaxis against opportvmistic infection Kesehatan RI, 2003. in patients with human immunodeficiency patients. N Eng J Med 2000;342(19):1416-29.Djoerban Z, Wydiatna, Solehudin U, Sri Wahyuningsih. K A P Lederman MM, Valdez H. Immune restoration with antiretroviral STUDY on Narcotics and H I V / A I D S among Teenagers therapies. J A M A 2000;284(2):223-8. in South Jakarta. Proceeding of the X I I I International Lathey JL, Hughes MD,Fiscus Sa, Pi T, Jacson B, Rasheed S et A I D S Conference . 9-14 Juli 2000; Durban, South Africa. al. Variability and Prognostic Values of Virologic and CD4 Bologna:Monduzzi Ed;2000. Cell Measures in Human Immunodeficiency Virus Typel - Infected Patients with 200-500 CD4 cells/mm3 ( A C T G 175).Ditjen PPM & P L Depkes RI. Rencana strategis penanggulangan J Infect Dis 1998;177:617-24. H I V / A I D S di Indonesia 2003-2007.Jakarta:Departemen Lydia A. Hitung Limfosit Total sebagai Prediktor Hitung Limfosit Kesehatan RI,2003 CD4 pada Pasien AIDS. Tesis Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 llmu Penyakit Dalam, F K U l . 1996Djauzi S, Djoerban Z, Eka B, Djoko P, Sulaiman A, Rifayani A,dkk. Internal error: Invalid file format. | In-line.WMF *]Garry RF, Profile of drug abusers in Jakarta's urban poor community. Witte M H , Gottlieb AA, Elvin-Lewis M, Gottlieb MS, Witte Med J Ind 2003;Kustin, Djauzi,dkk. Hasil surve) pada wanita C L , Alexander SS, Cole WR, Drake W L Jr. Documentation of hamil di Jakarta 1999-2000. Yayasan Pelita llmu, 2000. an A I D S virus infection in the United States in 1968. JAMA. 1988 Oct 14;260(14):2085-7.Djauzi S. Penatalaksanaan indeksi H I V . Pendidikan Kedokteran Montagnier L, Chermarm JC, Barre-Sinoussi F, Klatzmann D, Berkelanjutan Uji Diri. Jakarta: Yayasan Penerbit IDI,1997. Wain-Hobson S, Alizon M, et al.Lymphadenopathy associated U N A I D S / W H O . A I D S epidemic update 2004. [accessed Jan virus and its etiological role in AIDS. Princess Takamatsu 20 2005]. Available at url: http://www.unaids.org/wad2004/ Symp. 1984;15:319-31. report.html Monitoring the A I D S Pandemic (MAP). The Status and Trends of H I V / A I D S / S T I Epidemics in Asia and the Pacific.Djoerban Z. Viral Load Profiles in Drug Users with Asymptomatic Washington DC:;2001. HIV Infection with Normal CD4 Cell Counts.' Med J Ind Mercader M, Nickoloff BJ, Foreman K E. Induction of Human 2002;! 1(3). Immunodeficiency Virus 1 Replication by Human Herpesvirus 8. Arch Pathol Lab 2001;125:785-9.Depkes RI. Protap TB Palella FJ,DelaneyKM, Moorman AC, Loveless MO,FuhrerJ, Satten Panel on Clinical Practices for Treatment of H I V Infection. GA,et al. Declining Morbidity and Mortality among Patients Guidelines for the Use of Antiretroviral Agents in H I V - with Advanced Human Immunodeficiencv Virus Infection. infected Adults and Adolescents.October 29 2004. [access 10 N Eng J Med 1998,38(13):853-60 Jan 2005], available at url: http://aidsinfo.nih.gov/ Pantaleo G , Graziosi C, Demarest JF, et al. Role of lymphoid organs in the pathogenesis of human immunodeficiency virus (HIV)Farley T, Buyse D, Gaillard P, Perriens J. Efficacy of Antiretroviral infection. Immunol Rev 1994;140:105-30. Regimens for the Prevention of Mother to Child Transmission Reimann K A , Tenner-Racz K, Racz P, et al. Immunopathogenic of H I V and Some Programmatic Issue. Background events in acute infection of Rhesus monkeys with simian documents for W H O Technical Consultation October 2000. immunodeficiency virus of Macaques. J Virol 194;68:2362- [accessed 20 Feb 2003], available at u r L h t t p : / / w w w . w h o . 70. int/reproductive-health/rtis/MTCT/mtct_consultation_ Samgadharan M G , DeVico A L , Bruch L, Schupbach J, Gallo R C . october_2000/ consultation_documents / ef ficacy_of_arv_ H T L V - I I I : the etiologic agent of AIDS. Princess Takamatsu regimens/efficacy_of_antiretroviral_regimens.en.html Symp. 1984;15:301-8. Subdit PMS & AIDS Ditjen PPM & PLP Depkes RI. Statistik KasusGotlieb MS. AIDS-Past and Future. N Engl J Med 2001;344(23):1788- H I V / A I D S di Indonesia: s.d Maret 2005. Majalah Support. 90. Jakarta: Yayasan Pelita llmu.2005. Suryamin M. Hitung limfosit total sebagai indikasi memulaiGoldie SJ, Kaplan JE, Losina E, Weinstein M C , Paltiel A D , Seage terapi antiretroviral pada pasien H I V / A I D S . Tesis Program GR 3rd, et al.Prophylaxis for human immunodeficiency virus- Pendidikan Dokter Spesialis 1 llmu Penyakit Dalam, related Pneumocystis carinii pneumonia: using simulation FKUI.2002. modeling to inform clinical guidelines. Arch Intern Med U N A I D S - W H O . Revised recommendations for the selection and 2002;162(8):921-8. use of H I V antibody tests. Weekly Epidemiological Report 1997;72:81-8.Gortmaker SL, Hughes M, Cervia J, Brady M, Johnson G M , Seage O'Brien W A , Hartigan PA, Martin D, Esinhari J, Hill A, Benoit S GR. Effect of Combination Therapy including Protease et al. Changes in Plasma HIV-1 R N A and CD4+ Lymphocyte Inhibitors on Mortality among Children and Adolescents Counts and the Risk of Progression to A I D S , N Engl J Infected with HIV-1. N Engl J Med 2001; 345:1522-28 Medl996;334:426-43. Vaccher E, Spina M, Talamini R, Zanetti M, di Gennaro G, NastiHuminer D, Rosenfeld JB, Pitlik SD. AIDS in the pre-AIDS era. Rev Infect Dis. 1987 Nov-Dec;9(6):1102-8.Jones JL, Hanson D L , Dworkin MS, et al. Surveillance for A I D S defining opportunistic illnesses, 1992-1997. MMWR C D C Surveill Summ 1999;48(SS-2):l-22.Jones JL,Hanson DL, Dworkin MS,et al. Incidence and trends in Kaposi's sarcoma in the era of effective antiretroviral therapy. J Acquir Immune Defic Syndr 2000;24:270-4.Jin X, Bauer D E , Tuttleton SE, Lewin S, Gettie A, Blanchard J, Irwin C E , Safrit JT, Mittler J, Weinberger L, Kostrikis L G , Zhang L, Perelson AS, Ho D D . Dramatic rise in plasma viremia after CD8(+) T cell depletion in simian immunodeficiency virus-

HIV/AIDS DI INDONESIA 897 G, et al. Improvement of systemic humem immunodeficiency virus-related non-Hodgkin lymphoma outcome in the era of highly active antiretroviral therapy. Clin Infect Dis. 2003;37(ll):1556-64.Wei X, Decker JM, Wang S, H u i H , Kappes JC, W u X, Salazar- Gonzalez JF, Salazar MG, Kilby JM, Saag MS, Komarova NL, Nowak MA, Hahn BH, Kwong PD, Shaw GM. Antibody neutralization and escape by HIV-1. Nature 2003; 422:307- 12.Wigati. Hubungan antara pola penggunaan jarum suntik dengan risiko terjadinya infeksi maupun penurunan sistem imun selular pada pengguna heroin suntik. Tesis Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 llmu Penyakit Dalam, FKUI. 2003.Wahl SM, Greenwell-Wild T, Peng G, Hale-Donze H, Doherty TM, Mizel D, Orenstein JM. Mycobacterium Avium Complex augments macrophage HIV-1 production and increases CCR5 expression. Proc Natl Acad Sci 1998;95:12574-9.W H O . The use of antiretroviral therapy: A simplified approach for resource-constrained countries. New Delhi. World Health Organization,2002.

122VIROLOGI HIV NasronudinPENDAHULUAN pembuluh limfe seorang laki-laki pengidap limpadenopati persisten generalisata (PGL). Pada saat itu penelitiHIV t e r m a s u k famili Retrovirus subfamili Lentivirus. mencurigai adanya sindrom terkait AIDS, tetapi belumRetrovirus.disebut demikian karena genom RNA didapatkan bukti nyata karena limpadenopati bisamentranskrip DNA ke sel menggunakan bantuan enzim disebabkan oleh berbagai virus termasuk virus Ebstein-reverse transcriptase (RT), sehingga mampu mengubah Barr maupun virus Sitomegalo. Peneliti dari InstituteRNA menjadi DNA. Hasil transkrip DNA intermediit atau Pasteur menduga bahwa human T-cell leukemia virusprovirus yang terbentuk kemudian memasuki inti melalui (HTLV) sebagai pemicu AIDS. Penelitian selanjutnya HTLVbantuan enzim integrase dan berintegrasi di dalam dapat di isolasi dari penderita AIDS. Pada manusia awalnyakromosom. diketahui bahwa efek patogenik utama retrovirus adalah human T cell lymphotropic/leukemia virus (HTLV) yang Lentivirus non-onkogenik menyebabkan penyakit mempunyai kaitan erat dengan limfoma. Namun padapada spesies binatang, termasuk domba, kuda, kambing, perkembangannya replikasi HTLV tidak berkorelasi dengansapi, kucing, dan kera. Pada burung dan binatang penurunan limfosit CD4 dan tidak didapatkan bukti AIDSmengerat, retrovirus semula dikenal sebagai penyebab akibat infeksi HTLVleukemia dan limfoma. HIV erat kaitan dengan HTLV-1{human T-cell leukemia virus yang bersifat onkogen) (Montagnier dan kawan-kawan melakukan penelitiansebagai penyebab leukemia sel T. Tipe virus ini membentuk lebih lanjut untuk mengklarifikasi penyebab pembesarangenera lain golongan Oncovirinae. Setidaknya ada 4 kelenjar limfe generalisata adalah HTLV, kemudian disebutretrovirus potensial menimbulkan penyakit pada manusia Lymphadenopathy associated virus (LAV). Pada evaluasiyang terbagi dalam 2 kelompok: virus limfotropik T lebih lanjut diketahui bahwa LAV merupakan retroviruspada manusia (HTLV-1) dan HTLV-2, HIV-1 dan HIV-2 yang terkait dengan sindroma semacam AIDS. Pada akhiryang mempunyai efek sitopatik langsung maupun tidak penelitian dipastikan bahwa penyebab AIDS adalah HIV.langsung. Pada manusia HIV dikenal sebagai penyebabAIDS, dapat di isolasi dari berbagai cairan tubuh penderita. HTLV-1 mengakibatkan proliferasi, termasukPerjalanan infeksi HIV menuju AIDS ditandai oleh dampak menyebabkan leukemia, maka HIV-1 dan HIV-2 bersifatintervensi HIV terhadap sel imun host yaitu semakin menghancurkan sel yang terinfeksi. Lambat laun HIVmenurunnya limfosit T-CD4, muncul infeksi oportunistik menyebabkan AIDS setelah melalui masa laten panjangdan atau penyakit keganasan tertentu. Perjalanan progresif melalui paralisis kekebalan tubuh.infeksi HIV membuka peluang terjadi replikasi virus secarapersisten disamping penyebaran HIV. Pada proses infeksi glikoprotein 120 (gp120) pada amplop HIV berikatan dengan molekul CD4 padaHIV SEBAGAI PENYEBAB AIDS permukaan limfosit, ikatan diperkuat oleh peran CXCR4 dan CCR5. Proses selanjutnya terjadi fusi kedua membranHIV sebagai penyebab AIDS pertama diketahui pada atas dukungan dan peran glikoprotein 41 (gp41). HIVtahun 1983, ketika Barre-Sinoussi dari Institut Pasteur dengan bantuan enzim reverse transcriptase mengubahmenemukan virus yang memiliki aktivitas RT dari RNA menjadi DNA. DNA kemudian berintegrasi ke DNA genom host menjadi laten dalam waktu lama. Stimulasi terhadap limfosit T atau makrofag dapat mengaktifkan replikasi HIV melalui peningkatan aktivitas N F K B dimer 898

VIROLOGI HIV 899dalam sel dan berikatan pada daerah peningkatan juga dapat membantu menjelaskan distribusi geografi,sekuen konsensus HIV. Sitokin proinflamasi seperti TNF-a serta epidemiologi infeksi HIV. Tinjauan diagnostik,cenderung mempercepat peningkatan replikasi HIV. variasi rangkaian nukleotida sangat berpengaruh nyata terhadap implikasi reaktivitas dan reaktivitas silang padaTabel 1. HIV dan HTLV tes diagnostik guna mendeteksi protein maupun peptida spesifik virus.Parameter HIV HTLV HTLV/BLV Gambar 1. Pemetaan Genomik HIV-1 dan HIV-2 (Levy 2007)Genus Retrovirus LentivirusUkuran genome (kb) 8.5 MORFOLOGI HIVBentuk inti 9.8 KubusGen tambahan HIV termasuk golongan virus yang menggunakan RNAInfeksi limfosit CD4\"'' Kerucut 2 sebagai molekul pembawa informasi genetik. HIV memilikiInfeksi limfosit CD8+ ++ sifat khusus yaitu memiliki enzim unik reverse transcriptaseTropisme jaringan 6 ++ {RNA-dependent DNA polymerase). Melalui peran enzimFormasi sinsisium + reverse transcriptase ini HIV mampu mengubah informasiSitotoksik ++ genetik dari RNA ke DNA sehingga terbentuk provirus.Sel Transformasi + Perubahan informasi genetik tersebut di integrasikan keLaju replikasi - dalam inti sel target. Kelihaian HIVjuga memiliki kemampuanKeterkaitan sel + - untuk memanfaatkan mekanisme yang sudah ada di dalamKemampuan hidup laten ++ sel target untuk membuat kopi diri sehingga terbentuk virusKeterkaitan defisiensi imun ++ - baru dan matur yang memiliki karakter HIV.Potensi kelainan neurologist ++ ++ + HIV pada hakekatnya dibagi dua tipe virus, yaitu - + HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 merupakan virus klasik pemicu ++ ++ AIDS, didapatkan pada sebagian besar populasi di dunia. HIV-2 merupakan virus yang di isolasi pada binatang dan - beberapa pasien di Afrika Barat, meskipun dalam jumlah kecil juga ditemukan di Amerika. Organisasi genetik HIV-1 + pada dasarnya mempunyai persamaan dengan HIV-2, perbedaan terutama pada glikoprotein kapsul. Potensi ++ infeksi oleh HIV-2 di Afrika Barat kebanyakan asimptomatik. ++ Beberapa pasien di Amerika juga terinfeksi HIV-2, tetapi umumnya kurang patogenik serta memerlukan waktu lebihSumber: Levy, 2007 dengan modifikasi lama untuk memunculkan gejala dan tanda penyakit.KLASIFIKASI HIV HIV termasuk virus dengan genom relatif kompleks. Kebanyakan virion protein berasal dari pemisahan RNAKlasifikasi virus HIV didasarkan pada keterkaitan dan protease virus. HIV merupakan virus RNA, berdiameterpoligenetik rangkaian nukleotida. Akhir-akhir ini klasifikasi 100-120 nm, terdapat dua komponen penting yaitu kapsuldidasarkan pada kelompok, tipe, subtipe, sub-subtipe, dan dan inti. HIV mengandung untaian tunggal genom RNAbentuk rekombinan. Hingga kini dikenal dua tipe HIV yaitu dengan muatan polar positifHIV-1 dan HIV-2. Kapsul tersusun dari dua lapis lipid dan glikopeptida HIV-1 selanjutnya dibagi menjadi : kelompok major tunggal, terselip dalam lekukan protein transmembran(M); kelompok outlier (O); dan kelompok non-M, non-0(N). Kebanyakan infeksi HIV terjadi pada kelompok MHIV-1. Melalui analisis sekuens genetik kelompok M HIV-1dibagi lagi menjadi 9 subtipe atau varian dari kelompokM HIV-1 subtipe A,B, C,D,F, G,H, J, dan K. Subtipe A danF selanjutnya di klasifikasi dalam sub-subtipe A l , A2, A3,F1, dan F2. Subtipe ini penting guna mengetahui distribusi didunia serta untuk menilai sifat dan perilaku virus. Sehinggadapat diketahui potensi menimbulkan resistensi obat dankemampuan deteksi reagens tes antibodi HIV. HIV-2 mempunyai dua subtipe utama yaitu A danB. Bila virus dari kedua kelompok atau lebih HIV-1menginfeksi seseorang serta merubah material genetik,maka keadaan ini disebut virus rekombinan. Jika transmisivirus rekombinan didokumentasi sebagai rangkaiangenum virus seutuhnya pada tiga atau lebih individu,maka hal ini dikenal sebagai circulating recombinant form(CRF). Hingga kini dikenal CRF01 hingga CRF34. Variasirangkaian nukleotida mempunyai berbagai implikasibiologis dan transmisi virus, ketahanan hidup pasien, dan

900 INFEKSI HIV DAN AIDSnon kovalen, terikat pada protein permukaan (SU). HIV Gen lain adalah vif, tat, rev, vpr, vpu, dan neftermasuk heterodimer yang terangkai secara trimen mempunyai keterkaitan erat dengan inti. Tat sebagai promotor perubahan yang memicu ekspresi gen virus. Inti, secara umum mengandung genom virus terkait Erat kaitannya dengan aktivitas transkripsional poten.dengan protein nukleokapsid (NC), protein kapsid (PK), Rev, merupakan gen yang bertanggung jawab terhadapprotein matrik (MA) dan protein posporilasi (pi 2). ekspresi struktur protein. Gen vif, berperan sebagai pengontrol daya infeksi virus yang pada posisi bebas HIV memiliki prototipe tiga domain genetik. Gen tanpa terikat sel. Pada setiap vif dari setiap virion terdapatatau protein spesifik tersebut mempunyai peran sebagai sekitar 7 hingga 20 molekul. Pada virion, diluar inti terdapatregulator Regulator enzimatik virus dan juga struktur produk gen vpr (vpx pada HIV-2). Gen vpr, merupakanprotein. aktivator transkripsi. Gen vpu, mempunyai peran untuk budding yang efisien, serta penyiapan dan proses pada Ketiga gen tersebut adalah: gag, berperan sebagai amplop. Gen nef, pleiotropik, mempengaruhi peningkatanpengkode kelompok protein antigen atau protein kapsid. atau penurunan replikasi. LTR= long terminal repeatsGen gag (kelompok antigen spesifik), mengkode empat berhubungan dengan regulasi ekspresi virus, mengandungprotein penyangga inti virus, termasuk matrik (MA, pi7), region yang bereaksi dengan produk tat dan gen nef.dan nukleokapsid (NC, p7). Lokasi protein Gag pada Berbagai protein virus dalam partikel virion mempunyaiprekursor p55, juga mengkode: p1/p2/p6/p7/p13/p17/ peran penting pada awal infeksi HIV.p18/p24. Gag p55 memiliki 3 domain utama terkait targetmembran (M), interaksi (I), dan domain lambat (L). M Beberapa protein pada sitoskleletal (misal, actin,terletak di dalam regio MA. Target protein Gag adalah ezrin, emerin, moesin, dan coflin) mempunyai peranprotein pada membran. I, mencerminkan interaksi monomer beraneka ragam dalam berbagai aktivitas termasukGag yang terdapat dalam nukleokapsid (NC). Domain L, juga mempertahankan kehidupantiya serta untuk kepentinganditemukan pada NC, berperan untuk memidiasi budding replikasi. Emerin mempunyai peran penting, terutamaretroviral, tepatnya pada regio p6 dari poliprotein Gag. Di pada replikasi, dan juga membantu dalam hal interaksidalam Gag atau nukleoid, dapat di identifikasi dua RNA, cDNA virus dengan kromatin, serta dalam pengaturan danberperan RNA-dependentpotimerase DNA Po/, juga disebut penetapan rangkaian nukleotida selama proses integasi.RT (p66, p51) dan protein NC (p9, dan p6). Namun dalam Emerin juga berperan menjembatani hubungan antaraperjalanan proses pengendalian peran tersebut seringkali permukaan dalam kapsul dengan kromatin.disertai berbagai variasi strain. Variasi strain HIV sebagianbesar ditemukan pada kapsul virus. p7(NC) Gen pol (polimerase), sebagai pengkode polimerase Lipid bilayerdan m e n g e n d a l i k a n e n z i m y a i t u p r o t e a s e , reverse (can contain cellulartranscriptase dan intergrase serta polimerase. Protease yang protein, e.g. HLA)terlipat pada poliprotein gag, tersusun dari empat unsurpokok peptida. Enzim reverse transcriptase yang mengkopi G a m b a r 2. Struktur HIV (Levy 2007)genom RNA ke DNA dan terbentuk provirus. Enzim integaseyang mengkatalisir proses integrasi untaian ganda DNA Pada membran inti HIV-1 juga terdapat protein heatatau provirus terhadap inti pada genom manusia. shock (hsp70). Hsp 70 bersifat sitoprotektif, berperan dalam penentuan saat yang tepat pada proses pelipatan Gene env, pengkode protein kapsul dan bertugas protein, mengatur kelenturan, menghindari terjadimengendalikan dua protein kapsul, terutama selubung kekusutan protein, serta membantu menjaga integritasprotein gpl20 (mengikat CD4) dan gp41 (transmembran). struktur inti.Gen env, juga mempunyai tugas khusus lain terutama padasituasi kritis sebagai penginisiasi reverse transcriptase,inkorporasi genom ke virion, serta menyiapkan posisi dansaat tepat 3' poliadenilasi molekul mRNA untuk menyusunkomponen HIV. Guna menyusun rangkaian komponenlengkap HIV diperlukan protein, terutama interaksi asamnukleat pada partikel utama. Pada situasi ini MA perlumelakukan inkorporasi pada protein Env dalam virionmatur. HIV sebagai retrovirus mempunyai model unikdalam replikasi, salah satunya ditandai oleh peran reversetranscriptase guna menyiapkan terbentuknya intermedietDNA atau provirus agar berintegrasi ke genom host diawal proses replikasi.

VIROLOGI HIV 901 Keterkaitan HIV dengan lipid diketahui diidentifikasi REFERENSIsetelah terdapat inkorporasi HIV dengan donnain lipidspesifik dari membran sel pejamu selama proses budding Branson BM, McDougal S (2008). Establishing the Diagnosis of H I Vvirus. Hal ini mencerminkan refleksi rasio molar kolesterol Infection. In: AIDS Therapy. Third Edition. Editors: Dolin R,dengan posfolipid. Masur H , Saag M. Philadelphia, pp.1-12. Pada protein kapsul terdapat suatu derivat glikoprotein. Fauci AS, Lane H C (2008). Human Immunodeficiency VirusMisalnya, pada permukaan dalam kapsul terdapat gp160 Disease: AIDS and Related Disorders. In: Harrison'skDa yang melipat di dalam sel (menyerupai enzim selular Principles of Internal Medicine. 17* Edihon. Editors: Faucipada aparatus Golgi). Pada glikoprotein di permukaan luar AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jamesonkapsul terdapat gpl 20 dan protein transmembran gp41. JL, Loscalzo J. New York, pp. 1137-1142.Pemindahan komponen protein kapsul pada permukaansel, memerlukan peran protein transmembran gp41. Levy JA (2007). Discovery, Structure, Heterogeneity, and OriginsSegmen loop gp41 berperan utama dalam proses fusi of HIV. In: H I V and the Pathogenesis of AIDS. Third Edition.membran. Regio sentral protein transmembran gp41 Editor: Levy JA. Washington, D.C. pp. 1-25.berikatan erat dengan permukaan luar gpl20. Nathanson N, Robinson H L (2007). Viral cincogenesis: Retroviruses. Pada permukaan luar kapsul virus terdapat 72 In: Viral Pathogenesis and Immunity. Second edition. Editor:tonjolan, berlandaskan pada glikoprotein kapsul (Env) Nathanson N. Amsterdam, pp.146-156.sebagai trimers. Ketika terjadi pelepasan virus baru darisel, tidak semua tonjolan muncul, melainkan hanya Zolopo AR, Kotz M (2010). H I V Infechon & AIDS. In: Currentsekitar 7 hingga 14 trimers atau tonjolan yang muncul Medical Diagnosis & Treatment. Forty-Ninth Edition. Editors:pada permukaan virion. Model ini dapat diamati melalui McPhee SJ, Papadakis M A . New York: pp.1205-1208.mikroskop elektron. Hasil pengamatan ditampilkan melaluitomografi mikroskop krioelektron. Bila protein kapsulnampak cenderung semakin sedikit, maka keadaan ini inimenggambarkan terjadi penurunan jumlah tonjolan padavirion permukaan atau sekaligus mencerminkan terjadireduksi dari pembentukan Env. Bila HIV mendekati dan berhasil menggaet sel targetmelalui interaksi gp120 dengan CD4, ikatan semakindiperkokoh ko-reseptor CXCR4 dan CCR5, maka atasperan protein transmembran gp41 akan terjadi fusimembran virus dan membran sel target. Proses selanjutnyaditeruskan melalui peran enzim reverse transcriptasedan integrase serta protease untuk mendukung prosesreplikasi. Replikasi dimungkinkan melalui aktivitas enzim reversetranscriptase, di awali oleh transkripsi terbalik RNA genomikke DNA. Kopi DNA yang terbentuk berintegrasi ke genomsel manusia untuk selanjutnya disebut proviral DNA.Komponen virus kemudian disusun mendekati membransel host, keluar dari dalam sel menembus membransebagai virion matur Virion matur ini potensial penyebabinfeksi pada sel lain, bahkan mampu memicu infeksi padaindividu lain bila ditransmisikan. Selama proses replikasiHIV bisa mengalami perubahan karakter, mutasi setiap saatsehingga HIV yang beredar dalam sirkulasi praktis bukanmerupakan populasi homogen, melainkan terdiri dariberbagai kelompok varian sebagai spesies quasi. Variasivirus ini cenderung terus mengalami mutasi, terutamapada tekanan selektif di lingkungan mikro yang penuhstreson Hal ini memicu terjadi strain resisten terhadapobat maupun perubahan status imunologik.

123IMUNOPATOGENESIS INFEKSI HIV Tuti Parwati MeratiPENDAHULUAN mulai dari efek sitopatik HIV secara langsung pada sel limfosit T CD4+ sampai terjadinya aktivasi imun oleh HIVSetelah lebih dari 25 tahun ditemukannya AIDS dan HIV, telah yang menimbulkan kematian sel. Dalam imunopatogenesisbanyak dicapai kemajuan dalam pengetahuan mengenai infeksi HIV secara bersamaan terjadi baik aktivasi maupunmekanisme replikasi HIV dan strategi pengobatan yang supresi sistem imun.^^berhasil menurunkan mortalitas dan morbiditas pasienAIDS. Seiring dengan kemajuan dibidang imunologi dan PERJALANAN PENYAKITbiologi molekuler, imunopatogenesis infeksi HIVjuga terusberkembang. Karakteristik AIDS berupa adanya infeksi Perjalanan infeksi HIV dapat dibagi menjadi tiga fase,HIV pada sel limfosit T CD4+ dan menurunnya jumlah yaitu 1) infeksi akut, 2) infeksi kronik (asimptomatik dandan fungsi sel limfosit T CD4+ bersama perjalanan infeksi simptomatik) dan 3) AIDS^ Enam puluh sampai tujuh puluhHIV merupakan hal yang sudah baku. Tetapi bagaimana persen infeksi HIV akan mencapai stadium AIDS dalampatogenesis terjadinya penurunan jumlah dan fungsi waktu rata-rata 10-11 tahun {typical progressor), 10-20%sel limfosit CD4+ tersebut selama perjalanan infeksi sangat progresif dan berkembang menjadi AIDS dalamtelah mengalami kemajuan dan semakin jelas diketahui. waktu kurang dari 5 tahun {rapid progressor). SebagianHIV mempengaruhi hampir semua aspek dalam sistem kecil lainnya antara 5-15% infeksi HIV berjalan sangatimun manusia, baik imunitas bawaan, maupun imunitas lambat, masih belum mencapai AIDS dalam waktu lebihadaptif yang spesifik baik selular maupun humoral, dari 15 tahun {slow progressor) dan sekitar 1 % infeksisehingga terjadi disfungsi imun. Respons imun untuk HIV dikenal sebagai bagian dari slow progressor yangmengeliminir dan menekan replikasi HIV ternyata disebut Long-tern) non progressor (LTNP).^^ Perbedaanmengakibatkan aktivasi sistem imun yang berkepanjangan progresivitas penyakit ditentukan oleh titer virus dalamkarena kegagalan untuk menghilangkan HIV sama sekali plasma, jumlah limfosit T CD4 dan respons imun spesifikdari sel maupun organ dan aktivasi sistem imun yang kronik baik selular maupun humoral. Tingginya titer RNA HIVini berdampak patologi pada tubuh manusia. Penelitian setelah menurun dari puncaknya saat serokonversimenunjukkan replikasi HIV sendiri merupakan penyebab yang disebut virologic set point, menentukan prognosisutama keadaan chronic inflamatory state pada penderita kecepatan progresivitas penyakit. Perbedaan perjalananHIV, dimana penderita menunjukkan peningkatan penanda alamiah ini membuktikan adanya variasi beberapa faktorinflamasi dan aktivasi imun. yang mendorong terjadinya proses patologik, antara lain variasi genetik, imunologik dan faktor virologik. Berbagai hipotesis telah diajukan untuk menerangkanbagaimana patogenesis terjadinya defisiensi imun pada TROPISME VIRUSinfeksi HIV. Tapi dari sekian banyak hipotesis, yangbanyak disitir belakangan ini adalah hipotesis peranan Mekanisme infeksi HIV diketahui lebih jelas setelahaktivasi imun kronik dan inflamasi konik, karena berbagai ditemukan kemokin dan reseptornya. Kemokin adalahpenelitian menunjukkan bukti keterkaitan langsung antara suatu polpeptide yang disekresikan oleh sel-sel tertentutingginya aktivasi imun kronik dengan progresifitaspenyakit. Beberapa mekanisme yang bertanggung jawabatas hilangnya sel T CD4+ ini selama fase infeksi kronik, 902

IMUNOPATOGENESIS INFEKSI HIV 903yang terikat dengan reseptor permukaan spesifik dengan dan mempresentasikan HIV kepada sel limfosit T spesifiktransmisi signal melalui protein G. Ada dua kelas kemokin yang teraktivasi. Setelah diteliti, ternyata pada infeksiyang berkaitan dengan infeksi HIV, yaitu kemokin a(CXC primer/infeksi akut ini HIV yang ditularkan adalah strainkemokin), bila diantara dua cystein (C) ada asam amino M-tropik dan hampir 9 5 % strain HIV yang ditemukanlain (X), dan reseptornya diberi nomor yang sesuai, pada infeksi primer/akut adalah strain M-tropik atau R5yaitu CXCR4. Kelas kemokin lainnya adalah kemokin p HIV-1. Tapi walaupun sel dendritik dapat membawa strain(CC kemokin), kedua cystein letaknya berdekatan, dan virus R5 dan X4 ke kelenjar limfe terdekat, namun hanyareseptornya disebut CCR5. Reseptor kemokin pada sel envelope strain R5 saja yang mempunyai kemampuantarget merupakan koreseptor, dan makrofag mempunyai untuk mentransmisikan sinyal yang mengaktifkan limfositkoreseptor CCR5 sedangkan limfosit CD4 mempunyai CD4 dan merekrutnya dengan mekanisme kemotaksis.keduanya, baik reseptor CCR5 maupun CXCR4 (Th-1 Keadaan adanya perbedaan ekspresi koreseptor antaramempunyai CCR5, sedangkan sel T naive mempunyai virus R5 dan X4 dan kemampuan unik dari envelopeCXCR4). Infeksi oleh strain NSI memerlukan koreseptor virus R5 inilah yang dapat menjelaskan mengapa strainC C R 5 s e h i n g g a strain ini d i s e b u t R5 strain, d a p a t yang ditransmisikan terutama virus R5. Beberapa alasanmenginfeksi makrofag maupun sel limfosit T, sedangkan lain yang menjelaskan terdapatnya virus R5 pada infeksi5/ strain menggunakan koreseptor CXCR4 (disebut X4 akut atau infeksi primer adalah sebagai berikut: virus R5strain), karena itu strain ini tidak dapat menginfeksi mempunyai banyak sel target yang suseptibel selamamakrofag.^^^ Karena virus X4 adalah virus SI, maka virus X4 aktivasi imun, virus R5 juga dapat menginfeksi sel yangumumnya lebih sitopatik dibanding virus R5 yang bersifat tidak teraktivasi, dapat menginfeksi sel makrofag danNSI. Terdapat banyak koreseptor kemokin lain yang sel dendritik, produksi progenitor virus R5 lebih tinggidapat sebagai tempat attachment primer atau sekunder pada sel yang terinfeksi, virus R5 juga menginfeksiuntuk HIV-1 atau HIV-2, tapi umumnya tidak terlibat sel CCR5 + CD4+ dari saluran cerna, dan virus R5 jugadalam proses infeksi. Sebagai tambahan, selain reseptor kurang dikenal oleh sel imun seperti sel T sitotoksikCD4,galactosyl ceramid (GalC) merupakan binding site (CTL).^°'^^utama bagi HIV-1 dimukosa vagina, saluran pencernaandan sel otak. Di samping itu kompleks HIV dengan Dua hari setelah infeksi (pada rhesus), HIV dapatantibodi dapat masuk kedalam sel T, makrofag dan ditemukan didalam jaringan limfoid dan dengan cepatsel lain melalui ikatan reseptor Fc dan reseptor komplemen menyebar keseluruh sistem limfatik. Akhirnya HIV mencapai sirkulasi darah dan replikasinya dapat dideteksi10,12 dalam plasma lima hari setelah infeksi. Pada manusia terdapat variasi waktu antara infeksi mukosa sampaiINTERAKSI HIV DAN SEL PEJAMU PADA INFEKSI terjadi viremia, berkisar antara 4-11 hari. Hal ini jugaAKUT tergantung dari apakah ada hal-hal lain yang merusak barier mukosa yang memudahkan masuknya HIV, sepertiCara penularan utama HIV adalah melalui mukosa genital. adanya inflamasi dan infeksi (cervisitis, uretritis, ulkus genitalis, dsb). Segera setelah infeksi, akan terjadi replikasiUntuk meneliti urutan perubahan selular yang terjadi HIV yang sangat tinggi, dimana ditemukan sejumlah 10^ kopi/ml RNA HIV, puncaknya tercapai dalam 4-8 minggu,pada fase dini segera setelah penularan seksual, dipakai lalu akan menurun secara drastis, bahkan sampai kadar tidak terdeteksi, walaupun tanpa terapi ARV, dan kadarmodel rhesus monkey dan simian immunodeficiency virus yang dicapai ini disebut virologic set point.'^^'^ Secara klinis timbul gejala menyerupai infeksi mononukleosis(SIV). Pada model ini, sel dendritikjaringan (sel langerhan) atau flu like syndrome, berupa demam sakit kepala, mual, letargi dan anoreksia.\" Gejala ini hanya bisa dikenali atauyang ada di lamina propria mukosa vagina menjadi target diingat oleh sebagian kecil orang, yaitu sekitar 30% saja, lainnya tidak mengenali atau tidak dapat mengingat,pertama. Sebagai telah diketahui, sel dendritik dapat karena gejala dapat sembuh sendiri tanpa diobati. Secara imunologik, dalam beberapa jam akan terjadibertindak sebagai antigen presenting cell (APC) yang respons mobilisasi sistem imun bawaan berupa aktivasi non spesifik sel makrofag, sel natural killer, komplemendapat merangsang limfosit T naive, karena sel dendritik dan pelepasan sitokin proinflamasi. Perangsangan pada sistem imun adaptif berupa respons antibodi humoralm e n g e k s p r e s i k a n m o l e k u l major histocompatibility dengan terbentuknya antibodi netralisasi dan respons imun selular berupa meningkatnya sel limfosit T CD8+complex (MHC) klas I, MHC klas II dan molekul kostimulatorpada permukaannya.^° Dengan adanya kemokin yangspesifik, maka sel dendritik dapat menarik limfositT naive. Jadi sel dendritik dapat berfungsi memberi dasarsel T naive untuk memulai respons imun spesifik, danmengangkut HIV ke kelenjar limfe terdekat. Sekali sellangerhan bertemu dengan HIV pada epitel vagina, makadia akan terinfeksi atau menangkap HIV untuk dibawa kekelenjar limfe iliaka interna, menuju daerah sel limfosit T

904 INFEKSI HIV DAN AIDSsitotoksik yang melisiskan sel-sel yang terinfeksi dan merupakan keseimbangan yang dinamis antara pejamupelepasan kennokin oleh sel T dan makrofag yang sudah dan HIV dimana respons imun selular dan humoral tetapteraktivasi. Kemokin termasuk RANTES, MIP 1 alfa, MIP 1 aktif, sehingga sel limfosit CD4 jumlahnya masih tinggi,beta dapat mencegah infeksi dengan memblok reseptor RNA HIV masih tetap rendah. HIV dapat menghindarkemokin untuk masuknya HIV kedalam sel. Dalam 2-4 dari survailan imun karena sudah terjadi integrasi DNAminggu akan terjadi peningkatan jumlah sel limfosit total provirus ke gen sel pejamu, mutasi virus sangat cepat,yang disebabkan karena tingginya subset limfosit CD8+ adanya protein virus yang bersifat menekan imun, sepertisebagai bagian dari respons imunitas selular terhadap gp 120 yang menyebabkan limfosit CD4 menjadi energiHIV (Gambar 1: Dinamika kadar berbagai tipe dan fungsi dan TAT ekstraselular dapat bersifat seperti toksin yangsel imun selama infeksi HIV.14). Pada infeksi akut replikasi merangsang apoptosis sel limfosit CD4 dan menekanvirus sangat cepat, infeksi menyebar luas, terutama ke sistem imun. Jadi pada fase ini terjadi aktivasi sistemsel-sel limfosit T. Saat ini dikatakan paling bagus untuk imun yang berkelanjutan.memulai pengobatan dipandang dari kemungkinan bisamenekan replikasi virus ketingkat undetectable, karena HIV Setelah infeksi selama 10 tahun, sekitar 50% darimasih sangat sensitif terhadap highly active antretroviral orang yang terinfeksi dan tidak mendapat ARV akantherapy (HAART). Karena itu banyak peneliti sepakat menunjukkan gejala penyakit, penurunan sel limfositbahwa pemberian HAART harus dilakukan secara agresif CD4 dibawah 200-350 sel/uL dan hilangnya respons imunpada stadium infeksi akut ini. Masalahnya adalah tidak spesifik sel limfosit TCD4+ dan CD8+. Terjadinya destruksimudah bagi pasien atau dokter untuk mengenai stadium jaringan limfoid oleh virus mencerminkan infeksi HIV yanginfeksi akut ini, mungkin ditemukan secara kebetulan progresif. Pada fase ini strain HIV bisa berupa fenotip virussaja. Disamping itu bila diberi HAART, pasien seterusnya X4 atau R5 yang mempunyai sifat virulen. Pada fase kronikharus diikuti selama bertahun-tahun untuk menilai efek simptomatik ini atau disebut stadium AIDS, kemokin yanglanjutan jangka panjang, karena belum bisa diberi jaminan diproduksi oleh sel limfosit yang teraktivasi tidak dapatbahwa pengobatan pada infeksi akut dapat memberikan memblok tempat masuk virus X4 kedalam sel. Terjadikesembuhan total. peningkatan produksi HIV, penurunan sel limfosit CD4+ sehingga secara umum terjadi defisiensi sistem imun yangINFEKSI HIV KRONIK DAN FASE LANJUT mengakibatkan timbulnya infeksi opportunistik, tumor ganas dan akhirnya kematian.^Sekitar 6 bulan setelah fase infeksi akut, sebagian besarpasien akan masuk ke fase asimptomatik, dimana kadar INFEKSI LATENvirus mencapai sef point, seringkali RNA <20.000 kopi/ml. Ini menunjukkan adanya respons antiviral baik Infeksi HIV dapat bersifat laten tanpa menunjukkan bukti-dari imun bawaan maupun imun adaptif. Dari imun bukti adanya produksi progenitor virus. Keadaan ini bisabawaan ada factor mannose binding lectins (MBLs) dan meliputi site integrasi dan keadaan dimana tidak adakomplemen. Disamping itu anti HIV antibodi, sel Natural ekspresi TAT atau Rev. Di samping itu berbagai proteinKiller (NK), dan sel T memegang peranan. Sel limfosit T sel seperti histone deacetylase (HDAC), YY1 dan faktorsitotoksik CD8+ sebagai sel efektor dapat mengontrol antiviral CD8+ (CAP) dapat menekan virus pada sel yanginfeksi akut oleh virus, karena dia bisa mengenai dan terinfeksi.menghancurkan sel yang terinfeksi.^\" Pada infeksi HIVsejak awal ditemukan tingginya jumlah sel limfosit T Serokonversi Dini Pertengahan LanjutCD8 sitotoksik. Limfosit CD8 sitotoksik yang teraktivasi (CD4>500) (500>CD4>200) (CD4<200)oleh HIV ini akan mengeluarkan sejumlah solubel sitokin(termasuk CAP), yang dapat menghambat replikasi HIV 10 Minggu 5 Tahun 10 Tahundalam limfosit CD4 (invitro) tanpa menyebabkan sellisis.^° Keadaan seperti ini j u g a terjadi pada infeksi HIV Gambar 1. Kadar dari berbagai jenis dan fungsi sel imunakut, bahkan sebelum serokonversi.^^ Pada sekelompok selama infeksikecil individu yang terinfeksi HIV tidak dapat ditemukanviremia, dan grup ini sangat jarang terdapat, dan disebutelite controllers.^^ Dalam periode infeksi persisten, dapatterjadi replikasi virus yang rendah didalam kelenjar limfedan jaringan lain yang mencerminkan respons imunantiviral yang kuat. Selama fase kronik asimptomatik,

IMUNOPATOGENESIS INFEKSI HIV 905MEKANISMEPENURUNANJUMLAHSELLIMFOSIT berupa molekul HLA (Human Leucocyte Antigen) kelasCD4+ II dan CD38, yaitu molekul 5'-diphosphate (ADP) ribosyl cyclase yang terikat pada membran sel. Semakin aktifBerbagai faktor berperan dalam penurunan jumlah replikasi HIV, semakin meningkat pula ekspresi penandasel limfosit CD4 + . Faktor-faktor tersebut adalah efek fenotip tersebut. Beberapa penelitian menunjukkansitopatik langsung HIV terhadap sel limfosit CD4+ dan bahwa meningkatnya CD38 dapat memprediksi perjalananprogenitornya, induksi apoptosis melalui aktivasi imun, penyakit HIV lebih akurat dari pada kadar HIV dalamdestruksi stem sel dan sel stroma sumsum tulang, plasma.\" Aktivasi fenotip sel limfosit T CD8+ ini seringsitotoksisitas sitokin, destruksi jaringan limfoid termasuk ditemukan lebih dari 80%^°, jumlah yang benar-benarkelenjar thymus sehingga produksi sel baru tidak terjadi. jauh melebihi proporsi sel yang dapat ditunjukkan untukDisamping itu juga berperan faktor aktivitas anti sel CD4+ mengenai peptide HIV.^^sitotoksik (sel CD4+, CD8+ dan sel NK) dan autoantibodyanti sel CD4+. Disamping itu adanya efek indirek dari Kadar plasma dari berbagai sitokin seperti TNF-alfa,aktivasi imun akan menimbulkan hilangnya sel limfosit IL-1, dan IL-6 akan meningkat pada tahap kemudian dariT CD4 dengan lebih cepat karena adanya apoptosis by infeksi HIV. TNF dan IL-6 secara langsung berhubunganstander pada sel limfosit T CD4 yang tidak terinfeksi HIV. dengan tingginya kadar HIV RNA. Yang menarik adalah, pada jaringan limfoid yang merupakan tempat utama Pada fase infeksi akut, dampak utama yang terjadi replikasi HIV, kadar TNF alfa tidak meningkat, walaupunadalah destruksi hebat sel memori limfosit T CD4 pada ekspresi IL-1, IL-2, IL-6, IL-12, dan interferon gammasaluran cerna. Sel T yang termasuk mucosal associated meningkat. Dengan terapi ARV, indikator aktivasi imunlymphoid tissue (MALT) ini dapat menginduksi keseluruhan tersebut diatas cenderung menurun, yang menunjukkanrespons imun pejamu. Lagi pula dengan rusaknya integritas bahwa replikasi HIV merangsang keadaan tingginyaepitel mukosa saluran cerna akan memudahkan translokasi aktivasi imun.^\"\" Pada keadaan ini harus dicatat bahwabakteri kedalam darah dan menimbulkan inflamasi dan ekspresi CD38 mungkin menghambat suseptibilitas selaktivasi sehingga menimbulkan matinya sel. Sekarang untuk terjadinya replikasi HIV yang produktif .\"^^sedang diteliti seberapa jauh proses ini berperan dalampatogenesis penyakit. Hubungan antara aktivasi imun dan defisiensi imun selular yang progresif didukung oleh percobaan binatangAKTIVASI IMUN PADA INFEKSI HIV sebagai berikut. Pejamu alami dari SIV yaitu sooty mangabey menunjukkan tingginya replikasi SIV namun muncul sedikitInfeksi HIV mempunyai karakteristik adanya defisiensi gejala penyakit. Secara jelas, patogenitas yang rendah iniimun yang terjadi secara kronik progresif dan pada saat disertai oleh tidak terjadinya aktivasi imun dan proliferasiyang sama juga terjadi aktivasi imun. Aktivasi imun pada sel yang membedakan infeksi SIV pada primata yang laininfeksi HIV terjadi karena adanya disregulasi antara seperti rhesus macaque, dimana aktivasi imunnya miripimunitas bawaan dan imunitas adaptif sebagai respons seperti terjadinya aktivasi infeksi HIV pada manusia.^^terhadap HIV, produk mikroba, koinfeksi dan kompensasi Lebih jauh, pada sooty mangabey fungsi kelenjar Thymushomeostasis.^^ Berbagai bukti telah menunjukkan bahwa dan sumsum tulangnya tetap baik dan tidak menunjukkanaktivasi imun inilah yang terutama menjadi mediator bystander lymphocyte apoptosis, dimana sel-sel yang tidakterjadinya disfungsi imun dan defisiensi imun.^°^^ Stimulasi terinfeksi disekitar sel yang terinfeksi akan terangsang untukimun yang berkelanjutan tersebut memungkinkan terjadi apoptosis (kematian sel yang terprogram). Akhirnya,terjadinya lingkungan homeostasis yang permisif untuk study pada manusia dengan memblok aktivasi imun denganterus terjadi replikasi virus, walaupun sementara mungkin pemberian supresan cyclosporine A, bersama denganada perbaikan sediaan sel T. Pada penelitian akhir-akhir pemberian kombinasi ARV akan menghasilkan restorasi selini ditemukan peranan dari IFN alfa, translokasi mikroba, limfosit CD4+ lebih lama dan berkelanjutan dibandingkanaktivasi sel T CD8+ yang inefektif, respons sel Treg yang dengan pemberian terapi ARV saja.^^'^^tidak menentu, sel Th17 yang inadekuat, dan kematian selTyang mengakibatkan terjadinya defisiensi imun. PERANANKOFAKTORPADAIMUNOPATOGENESIS INFEKSI HIV Aktivasi imun mengakibatkan meningkatnya ekspresimarker fenotip pada permukaan sel T dan sel B, dan Infeksi mikrobial dapat mempengaruhi patogenesis infeksimeningkatnya kadar sitokin inflamasi pada plasma; HIV melalui aktivasi imun akibat pelepasan sitokin yangdisamping itu, sel limfosit pada Odha lebih sering dapat menginduksi sel-sel APC dan sel T spesifik. Koinfeksiditemukan pada fase aktivasi dari proses siklus sel.Sel antara lain dapat berupa infeksi virus CMV HSV, EBV HBV,limfosit T akan mengekspresikan penanda permukaan HCV dan mikobakterium TB,

906 INFEKSI HIV DAN AIDS Faktor genetik pejamu yang berbeda dan faktor mortalitasnya juga sebanding. Tetapi Garcia de la Heravirusnya sendiri juga akan mempengaruhi progresifitas dan kawan-kawan, melaporkan penemuannya tentangpenyakit, antara lain adanya mutasi reseptor kemokin, tipe risiko progresifitas penyakit dan kematian penasun laki-HLA dan strain HIV, seperti tampak dalam tabel laki dan perempuan Spanyol yang diketahui mempunyai lama infeksi yang sama.^\"*^^ Ternyata risiko progresivitasSEL T REGULATOR (TREG) menjadi AIDS dan kematian lebih rendah pada perempuan daripada laki-laki, meski masih perlu dilakukan koreksiSatu subset CD4+ sel T yang menunjukkan efek regulator/ untuk perbedaan faktor perancu lain yang umumnya lebihinhibitor b a r u - b a r u ini t e l a h d i t e m u k a n baik pada tinggi pada laki-laki. Laporan Lisgaris dan kawan-kawanmencit maupun manusia. Regulator sel T (Treg) CD4+ ini menemukan bahwa, secara keseluruhan perempuanmengeksprsikan rantai alfa dari reseptor interleukin (IL)-2 mengalami infeksi oportunistik pada jumlah CD4 yang(CD25). Pada keadaan sehat, sel Treg berperan kunci dalam lebih rendah dan pada kadar HIV RNA plasma yang lebihpencegahan autoreactivitas; dan pada sejumlah penyakit tinggi dari pada laki-laki.^^infeksi, Treg akan menekan/mengatur besaran responsimun.Penelitian melaporkan meningkatnya jumlah sel T reg FAKTOR VIRUSpada orang yang terinfeksi HIV. Dengan menekan sel Treg,baik respons sitokin maupun respons proliferasi sel CD4+ HIV dapat bertahan dalam tubuh karena HIV mempunyaidan CD8+ terhadap antigen HIV akan meningkat. Dan k e m a m p u a n untuk m e m b e n t u k pooling y a n g stabilpeningkatan ini nampaknya bersifat spesifik untuk respons dalam limfosit T CD4+, mempunyai kemampuan untukterhadap HIV dan tidak terhadap respons Candida. replikasi, adanya variasi genetik HIV dan trapping HIVPenemuan ini memastikan dan menambah penemuan pada permukaan sel folikuler dendritik. Pooling dalamoleh kelompok peneliti-peneliti lain yang telah meneliti limfosit CD4 terjadi sangat dini sekali, sebelum terjadipopulasi sel ini pada pasien HIV. Terbentuknya sel-sel T reg respons imun spesifik terhadap HIV. Pooling tersebutini dan peranannya dalam penyakit HIV belum diketahui mengandung DNA provirus dengan daya replikasi. Sebagaidengan jelas. Apakah sel ini berperan pada defisiensi imun catatan, tipe ini juga dapat dijumpai pada seseorang yangdari penyakit-penyakit yang berhubungan dengan HIV telah memakai HAART dalam jangka waktu lama sekitaratau apakah sel Treg muncul untuk menekan tingginya 2 tahun, sehingga bila HAART dihentikan, maka plasmareaksi aktivasi imun yang berlebihan yang merupakan inti HIV akan meningkat lagi yang berarti gejala penyakit akanpatogenesis hilangnya sel limfosit T CD4+ pada infeksi muncul lagi. Perusakan sel limfosit CD4 yang mengandungHIV. Pada infeksi HIV kemungkinan munculnya sel CD8+ provirus ini terjadi sangat lambat sekali, dan prosesnyaTreg juga perlu dipikirkan. tidak dapat dipengaruhi oleh HAART. Pertanyaan yang tidak mudah dijawab dan masih Dengan mengubah struktur gen, merupakan caradiperdebatkan adalah mengenai imunopatogenesis pada efektif untuk menghindarkan diri dari survailan imun. Hallaki-laki dan perempuan. Apakah imunopatogenesis infeksi ini dapat terjadi karena secara intrinsik, HIV mempunyaiHIV berbeda pada laki-laki dan perempuan? Meningkatnya kemampuan untuk mutasi secara cepat pada epitopebukti-bukti dari penelitian terdahulu dan penelitian yang yang dikenal oleh CTLs spesifik HIV. Oleh karena itu baikdisajikan belakangan ini mendukung kemungkinan ada respons imun selular maupun humoral dengan cepat akanperbedaan. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kehilangan fungsi kontrol terhadap HIV, karena tidak dapatperempuan cenderung datang ke klinik dengan kadar mengenali lagi.HIV RNA plasma lebih rendah, namun progresivitaspenyakit nampaknya sama dengan laki-laki, demikian pula Trapping oleh sel folikuler dendritik. Sebenarnya ini merupakan fungsi fisiologis untuk melakukan klirensTabel 1. Faktor Pejamu dan Faktor Virus pada Infeksi HIV-1Faktor Genetik Faktor Imunologik Faktor Virologik HLA klasi haplotype Perbedaan kualitatif dari Replikasi HIV-1 respons imun primer Fenotip virus (SI atau NSI HIV-1) Mutasi reseptor kemokin atau gen ligand: Delesi sel T CTLs - 32 pada CCR5 Trapping virus di j e j a r i n g sel - mSOB pd CCR5 • spesifik HIV-1 dendritik Aktivasi imun kronik Besar/kecil inokulum G801A pada stromal-derived factor- 7• Kadar kemokine p (RANTES, MIP-1a, MIP-lp

IMUNOPATOGENESIS INFEKSI HIV 907terhadap patogen. Tetapi pada HIV justru akan menjadi monoklonal terhadap gp41 dapat menetralkan beberapareservoir kronik yang stabil (karena HIV terbebas dari varian isolat HIV. Domain loop V3 dari g p l 2 0 bersifatserangan CTLs spesifik HIV) sehingga merupakan sumber isolate-specific karena cepatnya replikasi HIV denganinfeksi bagi limfosit T CD4, terjadi inflamasi kronik dan kecenderungan terjadi kesalahan tinggi dari ensim reverseakhirnya terjadi destruksi jaringan limfoid. ^^' •^^' transcriptase, sehingga terjadi mutasi virus. Domain lokasi tempat terikatnya CD4 relatif stabil dan dapat menetralkan Disamping karena sifat virus tersebut di atas, dikenal beberapa varian isolat, namun efek netralisasi antibodibeberapa keadaan yang menyebabkan HIV terhindar monoklonalnya sangat l e m a h . S e c a r a umum dapatdari respons imunitas tubuh, antara lain: menghilangnya dikatakan respons antibodi terhadap HIV sangat lemah,clone sel limfosit CD4+ yang spesifik, menghilangnya dan hanya sebagian kecil saja dari fraksi antibodi ini yangsel sitotoksik limfosit CD8+, terjadi mutasi virus yang dapat menetralisasi HIV. Karena itu HIV dapat terhindardiperantarai oleh CTLs, gangguan fungsi APCs, dan adanya dari respons antibodi ini sehingga dapat bertahan hidup,respons antibodi netralisasi. bereplikasi dan menginfeksi sel lainnyaRESPONS ANTIBODI HUMORAL PADA INFEKSI KESIMPULANHIV Interaksi antara HIV dan respons imun pejamu berlangsungBanyak yang belum diketahui tentang antibodi terhadap sangat kompleks, dan dari berbagai penelitian dapat disimpulkan, bahwa jaringan limfoid merupakan lokasiHIV. Apakah bisa antibodi mencegah meluasnya infeksi HIV utama terjadinya proses imunopatologi. Organ limfoid adalah reservoir utama HIV, dan monosit serta makrofagdidalam tubuh, atau sedikitnya berperan untuk menetralkan merupakan target pertama dan berperan penting dalam proses imunopatogenesis infeksi HIV.HIV. Pada berbagai infeksi virus, respons antibodi Infeksi HIV dapat berlangsung kronik persistenmempunyai peran sentral untuk klirens virus, namun sebagai akibat gabungan dari sifat karakteristik HIV dan respons sistem imun yang tidak efektif, dimana HIV dapatuntuk HIV hal ini nampaknya tidak berlaku. Seperti halnya berintegrasi dengan genom sel pejamu, HIV mempunyai kemampuan untuk mengubah struktur sehingga tidakrespons imun selular, sistem imun humoral ditandai oleh dikenal oleh respons imun dan kegagalan respons imun selluler intrinsic dari penyakitnya sendiri. Setelah terjadiparadox hiperaktivasi dan hiporesponsif. Hiperaktivasi infeksi, virus baru yang diproduksi akan berinteraksi dengan sel-sel tertentu yang mengekspresikan reseptordilihat dari adanya hiperglobulinemia poliklonal, adanya CD4, termasuk sel dendritik plasmasitoid (pDC). Hipotesis stimulasi kronik sel Tyang meningkatkan aktivasi responsplasmasitosis pada sumsum tulang,peningkatan ekspresi imun akan berakhir pada malfungsi, ekshausi dan kematianaktivasi sel limfosit B, a d a n y a a n t i b o d i a u t o r e a k t i f Adanya aktivasi imun kronik menyebabkan berkurangnya sel limfosit T CD4+ sehingga terjadid i d a l a m plasma dan a d a n y a autoimun-like disease gangguan respons imun dan progresivitas penyakit. Peningkatan ekspresi berbagai penanda inflamasi sepertipada penderita HIV. Hiperreaktif sel limfosit B mungkin HLA-DR, CD38 dan Ki67 pada sel limfosit T CD4 dan T CD8 menunjukkan bahwa subset sel limfosit ini secara kronikberperan dalam meningkatnya kejadian limfoma sel B pada terangsang oleh virus HIV. Terjadi pula produksi interferon (IFN)-a dan IFN-p oleh plasmacytoid dendritic cells (pDC)infeksi HIV.Tetapi hubungannya belum jelas, walaupun melalui induksi Toll-like receptor (TLR), yang mempunyai efek stimulasi imun dan efek anti virus, termasuk terhadapdidapatkan meningkatnya kadar stimulator sel limfosit B. HIV.7 Pada stadium awal infeksi HIV terjadi stimulasi imun bawaan melalui aktivasi pDC sehingga dapat meningkatkanSebaliknya,secara invitro didapatkan rendahnya respons sel respons imun adaptif Infeksi HIV yang berlangsung kronik akan menyebabkan terjadinya respons aktivasi imun kroniklimfosit B terhadap stimulasi antigen, dimana keadaan ini yang menimbulkan gangguan fungsi sel limfosit T. Respons yang tidak seimbang ini mempunyai dua konsekuensisesuai dengan sering terjadinya kegagalan pembentukanantibodi protektif pasca imunisasi dengan vaksin berbahanprotein atau polisakarida. Bila dibandingkan antara kasusAIDS stadium lanjut (dimana hitung limfosit CD4 < 200/uL) dengan orang tanpa HIV, ternyata produksi antibodidan terutama antibodi netralisasinya sangat berbeda,walaupun pada awalnya dimana hitung sel limfosit CD4masih diatas 200-500/ uL, produksinya tidak begituberbeda. Antibodi spesifik baru mulai muncul pada minggukedua atau ketiga, bahkan bisa mundur beberapa bulansetelah infeksi, terutama antibodi yang dapat menetralkanHIV (neutralizing antibody). Ada tiga domain dari HIVdimana antibodi netralisasi dapat efektif yaitu pada loopV3 dari amplop glikoprotein, pada lokasi terikatnya CD4,dan protein transmembran gp41.^ Dari ketiga domaintersebut yang paling baik adalah protein transmembrangp41 karena sekuensnya relatif stabil, dan antibodi

908 INFEKSI HIV DAN AIDSberupa deplesi jumlah sel T yang progresif karena terjadi two side of the same coin. N Engl J Med 2000; 343 :1020-34. Kawamura T, Gulden FO, Sugaya M, et al. R5 H I V productivelydisregulasi produksi sitokin pro-apoptosis dan hilangnya infects Langerhans cells, and infection levels are regulated byfungsi sel T secara progresif karena mekanisme supresi compound CCR5 polymorphisms. Proc Natl Acad Sci USA 2003; 100:8401-6imun yang berkaitan dengan imunitas bawaan. Ruxrungtham K. H I V pathogenesis and clinical implications. Paper presented at Symposium on H I V Medicine, Bangkok Model ini menunjukkan bahwa paparan berkelanjutan Thailand, January 12-14, 2000. French RF, Stewart GJ, Penny R, Levy J A. How H I V producesterhadap replikasi virus akan menimbulkan gangguan immune deficiency. In: Stewart GJ. Editor. Managing HIV. Sydney: Australasian Medical Publishing Co.Ltd.l997:22-8.i m u n o l o g i s y a n g t i d a k reversible s e h i n g g a s t r a t e g i Saeg-Cirion A, Pancino G,Sinet M, Venet A, Lambotte O. HIV controllers: how do they tame the virus?Trends Immunolmenekan respons imun mungkin memberikan nilai tambah 2007;28:532-540 Sagot-Lerolle N, Lamine A , Chaix M L , et al.Prolong Valproic aciddisamping terapi antivirus. Data awal menunjukkan treatment does not reduce the size of latent H I V reservoir. A I D S 2008;22:1125 - 9kemungkinan ini memang benar demikian adanya. Sejalan Espert L, Denizot M, Grimaldi M,et al. Autophagy is involved in T cell death after binding of HIV-1 envelope protein to CXCR4.dengan itu kita juga melihat respons klinis terhadap terapi J Clin Invest 2006; 116: 2161-72 Guadalope M, Reay E , Sankaran S, et al. Severe C D 4 + T cellantivirus sering kurang efektif apabila pengobatan dimulai depletion in gut lymphoid tissue during primary HIV-1 infection and substantial delay in restoration followingpada penyakit stadium lanjut. H A A R T . J Virol 2003; 77:11708-17 Brenchley JM, Price D A , Shecker TW, et al. Microbial translocation Peranan sel Tregulator dalam progresifitas penyakit is a cause of systemic immune activation in chronic H I V infection. Nat Med 2006; 12:1365-71masih sukar dipahami dimana hasil penelitian belum Hazenberg MD, Stuart JW, Otto SA et al. T-cell division in human immunodeficiency virus (HlV)-l infection is mainly due tokonsisten. Karena dapat menekan aktivasi sel T, mungkin immune activation: a longitudinal analysis in patients before and during highly active antiretroviral therapy (HAART).sel T reg bermanfaat untuk menekan aktivasi imun yang Blood 2000; 95:249-55.berlebihan sehingga menurunkan bystander apoptosis; Sousa A E , Carneiro J, Meier-Schellersheim M, Grossman Z, Victorino R M . C D 4 T cell depletion is linked directlyatau mungkin sel Treg merupakan kerugian karena to immune activation in the pathogenesis of H I V - 1 and HIV-2 but only indirectly to the viral load. J Immunol 2002;menekan respons imun adaptif sel T dan menghalangi 169:3400-6.klirens virus.^^ Dengan pengetahuan yang lebih rinci Giorgi JV, L y l e s R H , Matud JL et al. Predictive value of immunologic and virologic markers after long or shortmengenai imunopatogenesis terjadinya defisiensi imun duration of HIV-1 infection. J Acquir Immune Defic Syndr 2002; 29:346-55.pada infeksi HIV akan dapat membantu upaya pencarian Betts MR, Casazza JP, Koup RA. Monitoring HlV-specific CD8+ Tobat dan vaksin HIV. cell responses by intracellular cytokine production. Inununol Lett 2001; 79:117-25.REFERENSI Brazille P, Dereuddre-Bosquet N, Leport C, Clayette P, Boyer O,Brenchley JM, Price DA,Douek D C . H I V disease: fallout from Vilde JL, Dormont D, Benveniste O. Decreases in plasma a mucosal catastrophe? Nat Immunol 2006;7:235-239 TNF-alpha level and IFN-gamma mRNA level in peripheral [PubMed:16482171] blood mononuclear cells (PBMC) and an increase in IL-2 m R N A level in PBMC are associated with effective highlyPicker LJ. Immunopathogenesis of Acute A I D S virus Infection. achve antiretroviral therapy in HIV-infected patients. Clin Curr Opin Immunol 2006;18:399-405.[PubMed:16753288] Exp Immunol 2003; 131:304-11.Letvin NL and Walker BD.Immunopathogenesis and Tilling R, Kinloch S, G o h L E , et al. Parallel decline of C D 8 + / immunotherapy in AIDS virus Infections.Nat Med 2003;9:861- CD38++ T cells and viraemia in response to quadruple highly 866 [PubMed:12835706] active anhretroviral therapy in primary H I V infection. AIDS 2002; 16:589-96.Paiardini M. Cervasi B, Dunham R,Sumpter B,Radziewicz H, Silvestri G . Cel Cycle dysregulation in the immune Savarino A, Bensi T, Chiocchetti A, et al.Human CD38 interferes pathogenesis of A I D S . Immunol Res 2004;29:253-268. with HIV-1 fusion through a sequence homologous to theV3 [PubMed:15181287] loop of the viral envelop glycoprotein gpl20. Faseb J 2003; 17:461-3.Stanley SK and Fauci AS. Acquired Immunodeficiency Syndrome. In: Rich RR. Editor. Clinical Immunology, Principles and Chakrabarti L A , Lewin SR, Zhang L, et al. Normal T<ell turnover in practice. St. Louis, Wiesbaden: Mosby Co.l999; 1: 707-38. sooty mangabeys harboring active simian immunodeficiency virus infection. J Virol 2000; 74:1209-23.Ford ES,Puronen C E , and Sereti I . Immunopathogenesis of Asymptomatic Chronic H I V Irifection : The Calm before the Rizzardi G P , Harari A , Capiluppi B, et al. Treatment of primary Storm.Curr Opin H I V AIDS 2009;4(3):206-214.doi:10.1097/ HTV-l infection with cyclosporin A coupled with highly active COH.0b013e328329c68c. antiretroviral therapy. J Clin Invest 2002; 109:681-8.Boasso A and Shearer G M . Chronic Innate Immune Kinter A, Hennessey M, Bell A , et al. CD4+CD25+ Regulatory activation as a cause of H I V - 1 immunopathogenesis. T-like cells suppress HIV-specific CD4+ and CD8+ T cell Clin Immunol.2008;126(3):235-242.doi:10.1016/j. clim.2007.08.015.Herbeuval JP and Shearer GM. HIV-1 Immunopathogenesis: How Good Interferon Turns bad. Clin Immunol.2007;123(2):121- 128Rizzardi G P and Pataleo G.The Immunopathogenesis of HIV-1 Infection. In: Amstrong D, Cohen J.Editors. Infectious Diseases. London:Mosby Co.l999; 601-12Levy JA. H I V pathogenesis: 25 years of progress and persistent challenges. A I D S 2009; 23:147-160Von Adrian U H and Mackay CR. T-Cell Function and Migration,

IMUNOPATOGENESIS INFEKSI HIV 909 immune responses in vitro. Program and abstracts of the 11th Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections; February 8-11, 2004; San Francisco, California. Abstract M14.Kinter A L , Hennesey M, Bell A, et al. CD25+CD4+ regulatory T cells from the peripheral blood of asymptomatic H I V - infected individuals regulate CD4+ and CD8+ HIV- specific T cell immune responses in vitro and are associated with favorable clinical markers of disease status. J Exp Med 2004; 200: 331-43Chougnet C A and Shearer G M . Regulatory T cells (Treg) and H I V / A I D S : summary of the September 7-8,2006 Workshop. AIDS Res H u m Retroviruses 2007; 23:945-52Garcia de la Hera M, Ferreros I, del Amo J, et al. Gender differences in progression to AIDS and death from H I V seroconversion in a cohort of intravenous drug users from 1986 to 2001. Program and abstracts of the 11th Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections; February 8-11,2004; San Francisco, California. Abstract 152.Lisgaris M, Rodriguez B, Yadavalli G, et al. AIDS-defining illnesses develop with lower CD4 cell Counts and higher plasma HIV RNA levels in HIV-ir\fected women than in men. Program and abstracts of the 11th Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections; February 8-11,2004; San Francisco, California. Abstract 951.Schacker TW, Nguyen PL, Beilman GJ, et al. Collagen deposition in HIV-1 infected lymphatic tissues and T cell homeostasis.J Clin invest 2002; 110:1133-9Wei X, Decker JM, Wang S, et.al. Antibody neutralization and escape by HIV-l.Nature 2003;422:307-12

124GEJALA DAN DIAGNOSIS HIV Erni J Nelwan, Rudi WisaksanaPENDAHULUAN GEJALA HIVInfeksi virus HIV, merupakan masalah global tidak hanya Dalam pedoman WHO 2010 tentang pemberiandi dunia, namun juga di Indonesia. Prevalensi nasional antiretrovirus pada pasien dengan infeksi virus HIV dewasa,dilaporkan sekitar 0,24% namun demikian pada kelompok pertimbangan gejala klinis merupakan hal yang sangatrisiko tinggi seperti pada para pengguna jarum suntik, penting dan masuk ke dalam stadium penyakit HIV. Dalamkelompok pekerja seks komersial dan juga homoseksual/ tabel berikut ini, dapat diperhatikan gejala yang berpotensigay/ waria, prevalensi ini dilaporkan lebih tinggi dari angka sebagai pintu masuk untuk kecurigaan adanya suatu infeksinasional. Ditambah lagi adanya risiko melalui kecelakaan HIV. Berdasarkan pengalaman klinis sebagian besar kasuskerja, penularan dari ibu kepada bayi, tranfusi darah yang terdiagnosis melalui infeksi oportunistik atau infeksi laintercemar virus HIV. Dalam penegakkan diagnosis dan diluar dari kondisi full blown dari infeksi HIV itu sendiri.penatalaksanaan penting sekali dikenali sejak dini gejaladan tanda yang merupakan petunjuk adanya infeksi HIV Berdasarkan tabel di atas, maka seorang denganpada seseorang. infeksi HIV dapat datang ke dokter dengan berbagai macam keluhan baik akibat infeksi virus HIVnya ataupunTabel 1. Gejala Klinis Infeksi HIV Persistent generalized lymphadenopathy Wasting syndromePembesaran kelenjar getah bening Tonsilitis, sinusitis, otitis media, faringitisPenurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan Herpes zoster, papular pruritic eruptions, dermatitis seboroikInfeksi saluran napas atas berulang Angular cheilitis, sariawan atau ulserasi di rongga mulut, adanya jamurKelainan kulit mulut yang menetap, oral hairy leucoplakia, candidiasisKeluhan di rongga mulut dan saluran makan atas Ulserative stomatitis, gingivitis atau periodontitisKeluhan di gigi geligi Fever of unknown originInfeksi jamur di kukuDiare kronik lebih dari satu bulan Pneumonia, empiema, meningitis, pelvic inflammatory diseaseDemam berkepanjangan Anemia yang tidak jelas sebabnya, trombositopenia yang bersifat kronisNafsu makan menurun Pneumonia jiroveciiGejala infeksi tuberkulosis paru dan ekstra paru Herpes simpleks, sifilisInfeksi beratKelainan darah HistoplasmosisJamur paru Infeksi sitomegalovirusInfeksi menular seksual Limfoma, meningitis, toxoplasmosis, ensefalopathy HIVSarkoma kaposiInfeksi jamur sistemikGangguan penglihatanInfeksi di intrakranialKebas atau kesemutan pada tangan dan kakiKelemahan otot 910

GEJALA DAN DIAGNOSIS HIV 911karena infeksi oportunistik. Pengenalan gejala dan Kelompok penyakit di atas, pada penelitian inipemeriksaan yang teliti perlu dilakukan supaya upaya dilaporkan terjadi dengan frekuensi yang cukup seringuntuk melakukan konseling dari hasil temuan pemeriksaan dalam lima tahun sebelum pasien didiagnosis HIV.klinis ini dapat dilakukan secara tepat dan segera. Hasil penelitian ini menjadi hal penting terutama pada dokter dilayanan primer atau untuk dokter yang Pengenalan gejala HIV tersebut di atas, sangat erat tidak khusus menangani kasus HIV menjadi lebihjuga kaitannya dengan program untuk memulai pemberian waspada.obat antiretrovirus (ART), selalin pemeriksaan kadar CD4dalam darah. DIAGNOSIS HIVINDIKATOR PENYAKIT UNTUK HIV Diagnosis HIV ditegakkan dengan kombinasi antara gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.Seperti jugaSelain memahami tentang gejala yang tidak khas yang halnya penyakit infeksi lainnya, diagnosis laboratoriumberkaitan dengan infeksi HIV, saat ini salah satu tujuan HIV dapat dengan cara deteksi langsung virus HIVpenanganan kasus HIV adalah mendeteksi kasus dengan atau bagian-bagian dari virus HIV misalnya dengansegera untuk dapat mencapai angka NOL terhadap infeksi pemeriksaan antigen p24, PCR HIV-RNA atau kulturbaru, kematian dan diskriminasi. Salah satu pendekatan virus; atau dengan cara tidak langsung yaitu adalahpenting yang dapat dilakukan adalah dengan memahami dengan deteksi respon imun terhadap infeksi HIV ataupenyakit-penyakit yang bisa menjadi indikator untuk HIV konsekuensi klinis dari infeksi HIV. Pemeriksaan tidakdi waktu yang akan datang. Keterlambatan diagnosis HIV langsung lebih sering dipergunakan karena lebih mudahtidak hanya terjadi dinegara berkembang namun juga di dan murah daripada pemeriksaan langsung, tetapinegara maju, seperti yang baru ini di sampaikan pada mempunyai kerugian terutama karena respon imunEuropean Centre for Disease Control and Prevention's memerlukan jangka waktu tertentu sejak mulai infeksiDublin Declaration Progress Report 2010. HIV hingga timbul reaksi tubuh. Pada waktu yang sering disebut masa j e n d e l a atau 'window period'\n\ tubuh Penelitian yang dilakukan di Denmark memperlihatkan telah terinfeksi tetapi pemeriksaan antibodi memberikanbahwa dari lebih 2000 orang pasien yang didiagnosis HIV hasil negatif.Masa jendela dapat berlangsung hingga 6memiliki catatan kunjungan ke rumah sakit untuk berbagai bulan, tetapi sebagian besar berlangsung kurang darimacam penyakit dalam lima tahun sebelumnya.^ 3 bulan.Tabel 2. Kategorl Penyakit yang Menjadi Indikator PEMERIKSAAN ANTIGEN P24HIV Salah satu cara pemeriksaan langsung terhadap virus HIVPenyakit Odds Ratio untuk mendiagnosis HIV adalah pemeriksaan antigen p24 yang ditemukan pada serum, plasma, dan cairanInfeksi menular seksual dan 12,3 (9,60-15,7) serebrospinal. Kadarnya meningkat saat awal infeksi danhepatitis virus beberapa saat sebelum penderita memasuki stadium AIDS. Oleh karena itu pemeriksaan ini dapat digunakanInfeksi saluran napas bawah 3,98 (3,14-5,04) sebagai alat monitoring terapi ARV. Sensitivitas pemeriksaan ini mencapai 99% dan spesifitasnya lebihInfeksi intrakranial 3,44 (1,74-6,80) tinggi hingga 99.9%. Pada penderita yang baru terinfeksi, antigen p24 dapat positif hingga 45 hari setelah infeksi,Infeksi kulit 3,05 (2,47-3,75) sehingga pemeriksaan antigen p24 hanya dianjurkan sebagai pemeriksaan tanbahan pada penderita risikoPenyakit hematologi 4,28 (3,13-5,85) tinggi tertular HIV dengan hasil pemeriksaan serologis negatif, dan tidak dianjutkan sebagai pemeriksaan awalKanker tidak terkait HIV 1,72 (1,24-2,40) yang berdiri sendiri.Pemeriksaan antigen p24juga dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis HIV pada bayiPenyakit THT 1,84 (1,53-2,21) yang lahir dari ibu HIV positif. Sensitifitas-nya bervariasi sesuai umur dan stabil pada bayi berumur lebih dari 1Penyakit kulit lain 1,52 (1,16-2,01) bulan.Penyakit gastroentritis 1,39 (1,20-1,60)Penyakit mata 1,27 (0,98-1,64)Penyakit paru 1,17 (0,85-1,60)Penyakit ginjal 1,16 (0,80-1,69)Penyakit neurologis 0,93 (0,71-1,22)Trauma 0,87(0,78-0,97)Penyakit reumatologi 0,72 (0,62-0,85)Penyakit endokrin non-diabetes 0,60 (0,42-0,86)Diabetes 0,40 (0,23-0,69)

912 INFEKSI HIV DAN AIDSKULTUR HIV Selain ELISA, metode lain untuk pemeriksaan serologi lain yang dapat digunakan adalah pemeriksaan sederhanaHIV dapat dikultur dari cairan plasma, serum, peripheral yang tidak membutuhkan alat seperti aglutinasi,blood mononuclear cells (PBMCs), cairan serebrospinal, imunofiltrasi (flow through tests), imunokromatografisaliva, semen, lendir serviks, serta ASI. Kultur HIV biasanya {lateral flow tests) dan uji celup (dipstick). Hasil yangtumbuh dalam 21 hari. Pada saat ini kultur hanya digunakan positif pada metode ini diindikasikan dengan timbulnyauntuk kepentingan penelitian, karena nilai diagnostiknya bintik atau garis yang berwarna atau ditemukan polatelah digantikan oleh pemeriksaan HIV-RNA yang lebih aglutinasi. Pemeriksaan-pemeriksaan ini dapat dikerjakanmudah, murah dan lebih sensitif. kurang dari 20 menit, sehingga seringkali disebut uji cepat dan sederhana (simple/rapid, S/R). Pemeriksaan denganHIV-RNA metode yang sederhana ini sangat sesuai digunakan pada pelayanan pemeriksaan dan konseling serta padaJumlah HIV-RNA atau sering disebut j u g a 'viral load' laboratorium dengan fasilitas yang terbatas dengan jumlahadalah pemeriksaan yang menngunakan teknologi PCR spesimen perhari yang tidak terlalu banyak.untuk mengetahui jumlah HIV dalam darah. Pemeriksaanini merupakan pemeriksaan yang penting untuk Sampai saat ini, pemeriksaan konfirmasi yang palingmengetahui dinamika HIV dalam tubuh.Pemeriksaan HIV- sering digunakan adalah pemeriksaan Western Blot (WB).RNA sangat berguna untuk mendiganosis HIV pada pada Sayangnya, pemeriksaan ini membutuhkan biaya yangkeadaan pemeriksaan serologis belum bisa memberikan besar dan seringkali memberikan hasil yang meragukan.hasil (misalnya window period atau bayi yang lahir dari ibu Berbagai penelitian menemukan bahwa kombinasiHIV positif) atau pemeriksaan serologis memberikan hasil metode ELISA dan uji cepat dapat memberikan hasil yangindeterminate.HIV-RNA dapat positif pada 11 hari setelah setara dengan metode Western Blot dengan biaya yangterinifeksi HIV sehingga menurunkan masa jendela pada lebih rendah. WHO dan UNAIDS merekomendasikanskrining donor darah. Selain untuk diagnostik HIV-RNA penggunaan kombinasi ELISA dan atau uji cepat untukjuga merupakan alat paling penting dalam monitring pemeriksaan antibodi terhadap HIV dibandingkanpengobatan ARV saat ini. Hasil negatif semu dapat kombinasi ELISA dan WB. Hasil pengujian beberapa ujiditemukan karena penggunaan plasma heparin, variasi cepat dibandingkan ELISA dan WB, menemukan bahwagenomik HIV, kegagalan primer / probe atau jumlah virus banyak uji cepat sudah memiliki sensitivitas dan spesifisitasyang kurang dari batas minimal deteksi alat pemeriksaan. yang baik.Sedangkan hasil positif semu dapat juga terjadi terutamaakibat kontaminasi bahan pemeriksaan. Hal positif semu STRATEGI PEMERIKSAAN HIVini dapat dicegah dengan mengsyaratkan PCR positif biladitemukan 2 atau lebih produk gen. UNAIDS dan WHO merekomendasikan pemeriksaan strategi tiga, untuk memaksimalkan akurasi sertaPEMERIKSAAN ANTIBODI mengurangi biaya yang dibutuhkan. Strategi pemeriksaan yang harus digunakan tergantung dari tujuan pemeriksaanPemeriksaan serologi untuk mendeteksi antibodi serta prevalensi infeksi HIV pada populasi tempatterhadap HIV secara umum diklasifikasikan sebagai dilaksanakannya pemeriksaan, seperti terlihat padapemeriksaan penapisan (skrining) dan pemeriksaan tabel 3.konfirmasi. Metode yang paling banyak digunakanuntuk pemeriksaan penapisan adalah Enzyme linked Tabel 1. Strategi pemeriksaan HIV berdasarkan tujuanimmunosorbent assay {£L\SA), karena metode ini dianggap pemeriksaan dan prevalensi infeksi HIVmerupakan metode yang paling cocok digunakan untukpenapisan spesimen dalam jumlah besar seperti pada Tujuan pemeriksaan Prevalensi Strategidonor darah. Metode ELISA mengalami perkembangan Infeksi pemeriksaandengan menggunakan antigen yang dilabel sebagai Transfusi/ Seluruhkonjugat sehingga hasil pemeriksaan sangat sensitif transplantasi 1dan dapat mengurangi masa jendela. Untuk lebih prevalensimempersingkat masa jendela, pada ELISA generasi 4 Surveilans >10% 1dibuat pemeriksaan yang dapat mendeteksi baik antibodi <10% IIdan antigen HIV. Diagnosis Tanda-tanda >30% 1 klinis/ gejala infeksi HIV <30% II Asimtomatik >10% II <10% III

GEJALA DAN DIAGNOSIS HIV 913TRANSFUSI ATAU TRANPLANTASI dibandingkan spesifisitas pemeriksaan. Pemeriksaan dengan spesifisitas lebih dari 98% direkomendasikanGuna menjamin keamanan pada transfusi dan untuk surveilans. Pemeriksaan dengan metode yangtransplantasi, pemeriksaan antibodi HIV-1/HIV-2 dengan sama sebaiknya digunakan untuk memonitor fluktuasisensitivitas tinggi harus digunakan. Darah donasi dengan prevalensi HIV dari waktu ke waktu. Pemeriksaan HIVhasil pemeriksaan reaktif atau indeterminate harus dengan tujuan surveilans pada populasi dengan prevalensidimusnahkan sesuai aturan keamanan universal. StrategiI digunakan untuk memeriksa darah donasi, tetapi Altidak dapat digunakan untuk menandai donor denganhasil pemeriksaan positif Bila pemeriksaan positif akan r- A l positif A l negatif -.digunakan untuk donor, strategi pemeriksaan II atau IIIuntuk diagnosis harus digunakan (Tabel 3, gambar 2 dan3). Pada bank darah yang tidak memiliki fasilitas untukpemeriksaan lebih lanjut, donor sebaiknya dirujuk padaklinisi atau rujukan kesehatan yang sesuai.Algoritmepemeriksaan dengan strategi I untuk keamanan transfusi/transplantasi dapat dilihat pada gambar 1.SURVEILANS Gambar 1. Algoritme pemeriksaan dengan strategi IPada surveilans, sensitivitas pemeriksaan kurang penting Al A l positif A l negatif A2 A l pos, A2 negA l pos, A2 pos r UlangI A1&A2 A l pos, A2 pos A l pos, A2 neg A l neg, A2 negGambar 2. Algoritme pemeriksaan menggunakan strategi II

914 INFEKSI HIV DAN AIDS AlGambar 3. Algoritme pemeriksaan menggunakan strategi III

GEJALA DAN DIAGNOSIS HIV 915rendah, akan memiliki nilai duga positif rendah, walaupun kedua dan ketiga dianggap \"indeterminate\" pada individumenggunakan pemeriksaan dengan spesifisitas yangtinggi. Karenanya, pemeriksaan tambahan dibutuhkan yang mungkin pernah terekspos HIV sedikitnya pada 3agar tidak terjadi overestimasi prevalensi HIV pada daerahtersebut. Hasil pemeriksaan yang memiliki hasil berbeda bulan terakhirdan dianggap \"negatif\" pada individu yangsesudah pengulangan dengan dua pemeriksaan dianggapindeterminate, tetapi tidak seperti pada tujuan diagnosis, tidak mempunyai risiko infeksi HIV.hasil indeterminate pada surveilans tidak memerlukanpemeriksaan lebih lanjut. Hasil indeterminate dilaporkan REFERENSidan dianalisis secara terpisah. 1. WHO 2010. Antiretroviral therapy for HFV infection in adultsDIAGNOSIS and adolescents: recommendations for a public health ap- proach.Strategi pemeriksaan untuk kepentingan dapatmenggunakan strategi II atau III tergantung prevalensi 2. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Tatalaksana HTV/HIV pada kelompok tersebut. Pada kedua strategi serum AIDS 2011. (in press)atau plasma diperiksa menggunakan ELISA/ uji cepatpada pemeriksaan pertama. Pada strategi II (Gambar 3. Sogard OS, Lohse N, Ostergaard L, Kronborg G, Roge Birgit,2), setiap spesimen dengan hasil positif diperiksa ulang Gerstoft J, Sorenson HT, Obel Niels. Morbidity and Risk ofmenggunakan metode ELISA/ uji cepat kedua yang Subsequent Diagnosis of HIV: a population based case controlmemiliki preparasi antigen yang berbeda dan atau prinsip study identifying indicator diseases for HIV infection. Flospemeriksaan yang berbeda (misalnya pemeriksaan indirek One,'7(3), 2012dan kompetitif). Serum dengan hasil \"reaktif\" pada duapemeriksaan dianggap \"positif\" memiliki antibodi HIV. 4. HIV ASSAYS: OPERATIONAL CHARACTERISTICS (PHASESerum dengan hasil pemeriksaan \"non- reaktif\" pada 1) WHO Library Cataloguing-in-Publication Data Worldpemeriksaan pertama dianggap \"negatif\" dan tidak Health Organization. HIV Assays: Operational Characteristicsmemiliki antibodi HIV.1,2 Serum dengan hasil reaktif pada Report 14 / Simple/Rapid tests. World Health Organiza-pemeriksaan pertama, tetapi non reaktif pada pemeriksaan tion, 2004kedua, harus diperiksa ulang dengan kedua pemeriksaan.Hasil yang sama dari kedua pemeriksaan mengindikasikan 5. Owen SM, Yang C, Spira T, Ou CY, Pau CP, Parekh BS dkk.hasil \"positif\" atau \"negatif\". Bila hasil pemeriksaan dari Alternative Algorithms for Human Immunodeficiency Virusdua pemeriksaan tetap berbeda, hasil pemeriksaan Infection Diagnosis Using Tests That Are Licensed in thedianggap \"indeterminate\". United States. Journal of Clinical Microbiology, 46:5, 2008, 1588-95 Sedangkan pada strategi III untuk diagnosis (Gambar3), setiap sampel dengan hasil reaktif harus diperiksa 6. Plate DK. Evaluation and Implementation of Rapid HIV Tests:ulang menggunakan 2 pemeriksaan yang berbeda. Serum The Experience in 11 African Countries, AIDS research anddengan hasil \"non- reaktif\" pada pemeriksaan pertama, Human Retroviruses. 2007, 2; 12,1491-8.dianggap \"negatif\"/ tidak memiliki antibodi HIV. Serumdengan hasil reaktif pada pada pemeriksaan pertama, 7. Departemen Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Pelayanantetapi non- reaktif pada pemeriksaan kedua, harus diulang Medik, Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik. Hasildengan kedua pemeriksaan. Pada strategi III, dibutuhkan Evaluasi Reagensia HIV di Indonesia. Jakarta. 2006pemeriksaan ketiga pada serum dengan hasil reaktif padapemeriksaan kedua. Ketiga pemeriksaan pada strategi 8. World Health Organization. Rapid HIV Tests: Guidelines forIII harus merupakan 3 pemeriksaan dengan preparasi Use in HIV Testing and Counselling Services in Resource-antigen yang berbeda dan/atau prinsip pemeriksaan constrained Settings. France. 2004.yang berbeda. Serum dengan hasil \"reaktif\" pada ketigapemeriksaan dianggap \"positif\" atau memiliki antibodi 9. Wright RJ, Stringer JS. Rapid Testing Strategies for HIV-1HIV. Serum dengan hasil yang berbeda pada pemeriksaan Serodiagnosis in High-Prevalence African Settings. Americankedua atau yang reaktif pada pemeriksaan pertama Journal of Preventive Medicine. 2004;27(l):42-8dan kedua, tetapi non reaktif pada pemeriksaan ketiga,dianggap \"indeterminate\". Serum yang reaktif pada 10. Indrati AR. Metode dan Algoritme Pemeriksaan HIV. Su-pemeriksaan pertama dan non reaktif pada pemeriksaan mantri R, Wisaksana R, Hartantri Y (Eds). Buku Fanduan Dukungan Perawatan dan Pengobatan Komprehensif HIV- AIDS. Bandung. 2010. 45-55. 11. Weiss SH, Cowan EP. Laboratory Detection of Human Retro- virus Infection. In Wormser GP (Ed). AIDS and other manifes- tations of HIV infection. 4th ed. New York. 2003.143-80.

125 KEWASPADAAN UNIVERSALPADA PETUGAS KESEHATAN HIV/AIDS Julius Daniel TanasaleKewaspadaan universal berarti kewaspadaan secara apakah HIV/AIDS atau tidak. Kontak dengan kulit yangmenyeluruh dalam mengurangi risiko penularan patogen tidak utuh dan kontak dengan membrana mukosa jugaHIV/AIDS melalui darah atau cairan tubuh. Cairan tubuh harus dihindari.yang dimaksud adalah: Perlengkapan Pencegahan air mani cairan ketuban 1. Sarung tangan. cairan vagina Harus memakai sarung tangan bila kontak langsung cairan plasenta dengan darah atau cairan tubuh dan kontak langsung cairan otak dengan kulit yang tidak utuh atau membrana cairan rongga perut mukosa. cairan luka Sarung tangan harus terbuat dari latex dan sesuai air susu dengan ukuran tangan. Sarung tangan harus sekali cairan jaringan pakai. cairan sendi Disinfeksi sarung tangan dengan alkohol tidak cairan perikardial dianjurkan karena virus bisa menetap di latex. cairan tubuh sekresi dan ekskresi cairan pleura 2. Apron plastik cairan yang mengandung darah di air liur Harus dipakai untuk cegah kena darah atau cairan tubuh.Cairan tubuh yang mengandung mikro-organisme Dapat didisinfeksi untuk dipakai sekali lagi.patogen adalah : 3. Alat Pelindung mata. tinja Kaca mata pelindung atau visor untuk menghindari muntah percikan darah atau cairan tubuh ke konjungtiva. kencing dahak 4. Masker Dipakai untuk melindungi mulut dan hidung.Cairan tubuh yang tidak mengandung kuman patogenadalah: 5. Luka kulit. Luka atau abrasi kulit tangan dan lengan bawah harus air mata ditutupi dengan pembalut tahan air keringat• ingus 6. Cuci tangan atau penggunaan antiseptik. air liur Harus segera dilakukan dengan memakai air dan sabun setelah kontak dengan cairan tubuh walaupun Kewaspadaan universal berarti juga bahwa semua memakai sarung tangan. Cuci tangan penting untukdarah dan cairan tubuh harus ditangani sebagai penularan menghindari penyebaran infeksi di Rumah Sakit.penyakit yang berbahaya walaupun belum diketahui Ada 2 tipe cuci tangan 916

KEWASPADAAN UNIVERSAL PADA PETUGAS KESEHATAN HIV/AIDS 9176.1 Cuci tangan sosial. dan tidak mudah rusak. Buka dan tutup sebelum dan sesudah kontak dengan segera tempat penyimpanan agar tidak penderita. terkontaminasi bakteri. Bila telah kosong nnulai dan setelah kerja atau dinas. tempat penyimpanan segera dikirim ke bila menyentuh barang-barang kotor. farmasi untuk dicuci dan diisi ulang. bila ada kontak dengan cairan tubuh atau Sabun dan air. barang organik. Sabun dan air dapat menghilangkan setelah dari toilet kontaminasi organik pada pencucian tangan setelah membuka sarung tangan. secara sosial. Basil gram negatif yang resisten setelah melakukan tindakan tak steril dapat terkontaminasi di batang sabun dan setelah kontak dengan penderita waktu dapat menular ke staf dan penderita. Sabun ronde atau tindakan rutin seperti bereskan harus tersimpan dalam keadaan kering dan tempat tidur alkohol 70 % harus tersedia untuk dipakai setelah mencuci tangan.6.2 Cuci tangan aseptik. Disinfektan. persiapan untuk tindakan aseptik seperti Chlorhexidine dan povidine iodine dapat pemasangan jalur vena sentralis, kanula menghilangkan kontaminasi organik. Bila kanula periferal, atau kateter kencing alergi terhadap chlorhexidine maka dapat cuci tangan dan pakai disinfektan dan juga dipakai povidone iodine. pakai sarung tangan steril. 7. Fasilitas isolasi. Kamar isolasi tersendiri harus disediakan untuk Cara mencuci tangan. penderita dengan ketergantungan yang tinggi. Bila lepaskan cincin, perhiasan, arloji dan gulung dirawat dalam ruangan penderita harus dianggap lengan baju, berisiko tinggi dan isolasi tidak diperlukan. basahi tangan dengan air yang mengalir Perlengkapan pencegahan seperti baju, sarung juga telapak tangan dan pakai sabun yang tangan, apron dan masker harus disediakan. berbusa. 8. Tumpahan darah dan cairan tubuh. gosok kedua tangan serta sela-sela jari satu Harus ditangani secepat mungkin. persatu sampai seluruh tangan bersih. pakai sarung tangan dari latex. cuci pergelangan tangan dan bagian belakang tutupi tumpahan dengan granula hypochlorite tangan, atau dengan rendaman kertas anduk cairan bilas dengan air yang mengalir hypochlorite (1000 p.p.m chloride atau 10.000 keringkan tangan dengan anduk sekali p.p.m. untuk tanah yang padat.) pakai. biarkan 2 menit untuk waktu kerja desinfektan bersihkan tumpahan seperti pembersihan klinis. Cuci tangan aseptik bersihkan permukaan dengan air dan detergen selesai jangan menyentuh barang-barang 9. Sterilisasi dan disinfeksi. tidak steril. Semua penyebab kuman patogen melalui darah akan pakai sarung tangan steril. mati dengan sterilisasi pemanasan. lepas sarung tangan setelah tindakan dan Rekomendasi suhu minimal : segera cuci tangan. 115° C X 30 menit atau - 121°C X 15 menit atau Disinfektan tangan. 126° C X 10 menit atau Alkohol 70 % harus dipakai untuk bilas 134°C X 3 menit. tangan. Sinar ultraviolet dengan dosis kurang dari 5 x lO^j/m^ bila berpindah kelain penderita atau radiasi gamma dibawah setelah tindakan non-steril tapi bukan kontak 2 x 1 0 rad tidak dapat membunuh virus ini. dengan cairan tubuh. Alat-alat yang peka panas seperti gelas serat Setelah kontak dengan permukaan barang didisinfeksi dengan 2 % glutaraldehyde selama 10 yang terkontaminasi. - 30 menit kemudian dicuci dengan bersih sebelum Sebelum kontak dengan penderita yang dipakai. Disinfeksi dengan pemanasan 85° C x 3 menit neutropeni atau yang tergantungan tinggi. cukup efektif. Semua disinfektan tangan termasuk sabun Disinfektan harus disimpan di tempat yang steril, Tempat menyimpan harus bebas kontaminasi

918 INFEKSI HIV DAN AIDS Hypochlorit dipakai untuk permukaan dan 2 11. Pembuangan sampah alat sekali pakai. % gluteraldehyde untuk alat-alat yang peka Sampah dari klinik, nonklinik dan dari dapur. pemanasan. Barang-barang tajam.PENCAIRAN CHLORINE harus sekali pakai kemudian dibuang. jarum alat suntik tak boleh dipakai ulang.Keadaan kotor Keadaan bersih Diikuti dengan Permukaan pembersihan Barang pecah gelas. ini termasuk katagori benda-benda tajam. dibersihkan dari fisik dari pakai sarung tangan yang tebal material yang material pakai surat kabar atau kertas yang tebal untuk besar mengumpulkan gelas yang pecah. masukan pecahan gelas kedalam kantongChlorine perlu 0,5 % (5g/liter, 0,05-0,1 % ( 1g/ kertas.diencerkan 5000 p.p.m.) liter 500-1000 kemudian masukan dalam boks dengan tulisan p.p.m.) pecahan gelas.Cairan sodium 100 ml/liter 1 0 - 2 0 ml/liter beri tau petugas mengenai pecahan gelas ini.hypochlorite ( 5 % 0.7 - 1.4 g/liter Kotoran dan limbah cair. harus segera dibuang di toilet dan dibersihkanchlorine ) 0.9 - 1 . 7 g/liter yang benar. darah dan cairan tubuh harus ditempatkanCalcium hypochlorite 7.0 g/liter - 1 tablet/ liter dikantong yang berwarna kuning untuk di bawa ke incinerator atau tempat pembakaran.70 % tersedia 1 0 - 2 0 g/liter bila tempat pembakaran tak ada dapat dimasukan dalam tanah dihalaman rumah sakit sedalam 2,5sebagai chlorine meter.Sodium 8.5 g/liter 12. Tertusukjarum suntik. beri gammaglobulin hiperimun untuk yang belumdichloroisocyanurate divaksinasi hepatitis B dalam waktu 48 jam paling lambat dari waktu yang tertusuk. Kemudian(NaDCC) { chlorine vaksinasi hepatitis B bila hepatitis B^eAg +. Bila Hepatitis B'eAg - cukup Hepatitis B vaksin60 % ) saja. Bila tertusukjarum dari penderita HIV/AIDS makaNaDCC berupa tablet 4 tablet/liter harus diberi Zidovudine segera dalam 24 jam(1.5 g chlorine 13. Binatu atau/.oundry.tablet) Harus ada prosedur untuk mendistribusikan seprei/ selimut bersih dan mengumpulkan, menangani,Chloramine 20 g/liter menyimpan, mengangkut dan membersihkan seprei/ selimut yang telah dipakai. Semua seprei/selimut(tosylchloramide yang telah dipakai harus diperlakukan sebagaisodium, chloramines T potensial infeksius dan ditempatkan dalam kantong standar untuk seprei. Bila ada risiko kontaminasi(tersedia sebagai 25 akibat cairan tubuh maka kantong untuk seprei harus% chlorine) ditempatkan dalam kantong plastik yang tahan bocor Kantong untuk seprei/selimut harus diisi hanya tiga#Chloramine melepaskan chlorine secara lambat dibandingkan perempatnya dan harus diamankan sebelum diangkut. dengan dohypochlorite Sarung tangan dari kulit atau bahan tahan tusukan Cairan chloramine dapat mengaktifasi matenal biologis seperti harus dipakai karena mungkin ada benda-benda protein dan darah sehingga baik untuk pembersihan barang tajam yang tertinggal didalam seprei/selimut. Wadah yang bersih maupun yang kotor. Chlorine sangat tak stabil. untuk benda tajam harus tersedia untuk membuang Gunakan botol coklat dengan lama penyimpanan maksimal 30 benda tajam yang ditemukan dan harus dicatat dan hah dan jauh dari sinar matahari. dilaporkan.10. Tindakan intravena. Semua seprei/selimut harus dicuci dengan deterjen Harus dilakukan oleh yang telah berpengalaman. Harus memakai, sarung tangan, apron plastik, masker serta kaca mata. Perlu vacutainerjarum suntik, serta tempatnya. Jangan masukan jarum ketempatnya Pengambilan darah serta pengangkutannya. batasi tes yang perlu untuk mengurangi resiko penularan. kumpul sampel darah secara tertutup beri nama dan keterangan yang jelas. punksi vena hanya dari petugas yang berpengalaman. Sarung tangan ganda 2 serta anduk kertas diletakkan di bawah tempat pengambilan darah. Hindari kontaminasi serta percikan darah. pengiriman darah dengan container khusus. tangani jarum suntik yang besar

KEWASPADAAN UNIVERSAL PADA PETUGAS KESEHATAN HIV/AIDS 919 dan nrienggunakan air panas dengan suhu paling Kamar mayat. sedikit 80° C atau cuci kering diikuti penyeterikaan. Badan mayat dicuci dengan sodium hypochlorite Mesin cuci tak boleh dengan beban berlebihan. mengikuti agama masing-masing. Bila tak ada mesin cuci dan harus cuci dengan tangan Membersihkan rongga mulut, lubang hidung dan maka harus memakai sarung tangan karet rumah Iain-Iain harus memakai alat atau forsep. Lubang- tangga lubang ditutupi dengan kapas yang telah dibasahi14. Pengelolaan limbah. sodium hypochlorite. Limbah pelayanan kesehatan mempunyai potensi Badan mayat yang terluka atau kulit yang lecet lebih besar dalam menyebabkan infeksi dan dibungkus dengan kain putih dan yang beragama kesakitan dari pada jenis limbah lainnya. Penanganan Islam kain putih berlapis dua kemudian dimasukan limbah pelayanan kesehatan yang buruk dapat ke kantong mayat yang tembus pandang. menimbulkan konsekuensi yang harus terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Pengusaha Transportasi mayat. harus membuat prosedur pengelolaan limbah yang memenuhi hukum dan praktek nasional. Prosedur Transportasi mayat harus di dalam peti kayu atau tersebut harus memberikan perhatian khusus pada logam untuk pemakaman atau untuk dikremasi. limbah infeksius dan benda-benda tajam. Peti harus kuat, padat dan tahan bantingan serta Ini mencakup: tak mudah rusak. pengemasan dan penandaan limbah Semua daerah yang terkontaminasi dengan pembuangan limbah awal dari daerah yang tidak darah, produk darah atau cairan tubuh mayat menghasilkan limbah. harus didisinfeksi dengan sodium hypochlorite. pengumpulan dan transportasi limbah keluar dari daerah yang dia dihasilkan. REFERENSI penyimpanan, pengolahan dan pembuangan akhir limbah sebagaimana dituntut oleh peraturan ILO: Guidelines on occupational safety and health management dan pedoman teknis yang relevan system: I L O - O S H 2001, Geneva 2001. http:// www.ilo.15. Penanganan mayat. org/ public/ english/ protection/ safework/cops/ english/ Penularan HIV/AIDS melalui kontak seksual, darah download/e000913.pdf dan produk darah. Walaupun demikian penanganan mayat HIV/AIDS atau yang dicurigai harus berhati-hati Jere D L , MScN R N , Kaponda C P N . Improving Universal dengan darah, produk darah dan cairan tubuh dari Precautions and Client Teaching for Rural Health Workers: mayat tersebut. Semua perlengkapan harus dipakai A Peer-group Intervention. oleh mereka yang menangani mayat seperti sarung Malawi.2010.hal. 1-14. tangan, masker, apron plastik yang kedap air, kaca mata dan sepatu boot. Orang dengan luka terpotong, Parmeggiani C, Abbate R, Marinelli P. Healthcare workers and terbakar, terbuka dan penderita yang defisiensi imun health care-associated infections: knowledge, attitudes dilarang menangani mayat. Semua petugas kesehatan and behavior in emergency departments in Italy. Naples. harus menghormati agama mayat walaupun ada Parmeggiani et al. B M C Infectious Diseases.2010. hal. 1-9. perbedaan. Sarung tangan kalau perlu ganda dan cuci tangan dengan sabun setelah tindakan. Keluarga tak Public Hospital Sector Occupational health and Safety boleh memeluk atau mencium mayat. Management Meninggal di rumah sakit. Framework Model, Department of H u m a n Services. penderita yang meninggal di rumah sakit harus Melbourne, Stae of Victoria, Australia. 2003. http: w w w . dilaporkan sesuai peraturan dan diberitahu ke kesehatan.vic.gov.au/ohs. keluarga serta pemakaman dalam waktu 24 jam. Mayat ditempatkan dalam kantong mayat yang Rahman MZA, Doraisamy G, Yusof AR. Kementerian Kesihatan tembus pandang. Malaysia AIDS series Universal Infection Control Precaution. Pakai trolley yang mudah didisinfeksi dengan Kuala Lumpur Malaysia. Ministry of Health Malaysia. 2005. sodium hypochlorite. hal 2-45. Sprei dan pembalut mayat harus direndam dengan sodium hypochlorite paling sedikit Uti O G , Agbelusi G A , Jeboda SO. Infection control knowledge setengah jam. and practices related to H I V among Nigerian dentists. Lagos. J Infect Dev Ctries 2009; 3(8): 604-10. W H O : Guidelines on prevention and control of hospital associated infections. Regional Office for South-East Asia (New Delhi, 2002), h t t p : / / whglibdoc.who.int.searo/2002/SEA H L M 343.pdf. Yanri Zulmiar. Pedoman Bersama I L O / W H O tentang Pelayanan Kesehatan dan H I V / A I D S . Jakarta. Direktorat Pengawasan Kesehatan Kerja. Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI September 2005. hal. 25-52.

126KOINFEKSI HIV DAN VIRUS HEPATITIS B (VHB) Agus K. Somia, Erni J. Nelwan, Rudi WisaksanaPENDAHULUAN kadar SCOT persisten > 2 kali dari nilai batas atas normal selama 1 bulan pemantauan. Apabila didapatkanInfeksi virus hepatitis B (VHB) dapat meningkatkan kecenderungan peningkatan kadar SGOT atau kadarnnorbiditas dan risiko nnortalitas 4x lipat lebih tinggi pada SCOT > 5 kali nilai batas atas normal dapat terjadipasien HIV pada pasien yang belum dan sudah memulai hepatitis berat/dekompensasi hati; selain itu apabilaARV. Peningkatan risiko kematian lebih banyak pada pasien serum HBV-DNA > 10^kopi/ml atau bila telah didapatkanHBsAg positif dibandingkan dengan pasien HBsAg negatif fibrosis berat pada pemeriksaan fibroscan. Pada kondisiatau pada pasien dengan kadar CD4 yang rendah. Bila diatas inisiasi pengobatan perlu segera dilakukan untukkoinfeksi VHB/HIV tidak diobati, proses sirosis hati terjadi mencegah terjadinya dekompensasi hati. Apabila tidaklebih cepat serta karsinoma hepatoselular dapat muncul didapatkan tanda dekompensasi hati, contohnya padapada usia lebih awal dan agresif. Perlu diketahui juga pasien dengan kadar HBV DNA < 10^kopi/ml, serokonversibahwa pada pasien yang telah mengalami serokonversi HBeAg spontan dapat mendahului turunnya kadar virusHbsAg, reaktivasi replikasi virus Hepatitis B dapat terjadi yang kemudian baru diikuti remisi penyakit. Pada kondisiakibat defisiensi imunitas selular^ Telah terbukti bahwa terakhir ini, pengobatan dapat ditunda selama 3 bulan.^pengobatan VHB dapat mengurangi morbiditas danmortalitas pada pasien HIV, pemilihan obat dan waktu untuk Obat yang dapat digunakan pada pasien tanpamemulai terapi perlu dipertimbangkan untuk keberhasilan dekompensasi hati yaitu interferon konvensional atauterapi. PeglFN-a2a, lamivudin, adefovir, entecavir, dan telbivudin. Pada pasien viremia (tanpa melihat status HBeAg) denganEPIDEMIOLOGI SGOT >5 kali nilai batas atas normal direkomendasikan menggunakan entecavir, telbivudin, atau lamivudin.Di seluruh dunia, prevalensi infeksi VHB kronis jauh lebih Interferom tidak dianjurkan karena efek terapi tidak cepatbanyak dibandingkan prevalensi HIV.^ Di antara populasi sehingga pasien dapat mengalami perburukan. Padayang terinfeksi HIV, kemungkinan untukterkena VHB kronis pasien HBeAg positif dengan kadar SGOT diantara 2-5 kalimeningkat tiga sampai enam kali lipat, yang kemudian dari nilai batas normal maka interferon dapat digunakan.mengakibatkan beban infeksi campur Di antara kelompok Kortikosteroid sebelum IFN atau lamivudin secara umumberisiko tinggi yang mengidap koinfeksi VHB/HIV, 9 - 1 7 % tidak dianjurkan dan harus diberikan dengan pengawasandiantaranya adalah lelaki homoseksual, 4 - 6% heteroseksual ketat dan tidak pada pasien dengan penyakit VHB berat.^dan 7-10% adalah pengguna narkoba suntik.^ Terapi VHB pada Koinfeksi HIVTERAPI Pada pasien dengan koinfeksi HIV dan CD4*>500 sel/ pi, maka pemilihan terapi yaitu IFN dan obat golonganTerapi VHB polimerase inhibitor (adefovir/telbivudine). IFN atauPengobatan dapat dimulai bila pasien memiliki peningkatan adefovir lebih dipilih karena IFN tidak mengalami resistensi dan adefovir memiliki profil resistensi yang rendah.^ IFN pegilasi a-2a atau -2b merupakan pilihan yang tepat. Terapi dilakukan selama 48 hari. IFN pegilasi memiliki 920

KOINFEKSI HIV DAN VIRUS HEPATITIS B (VHB) 921HBV DNA < 20,000 lU/mL HBV DMAS 20,000 lU/mL(<10' kopi/mL) (S 10' kopi/mL)ALT normal ALT normal ALT 1-2 X ULN ALT 2-5 X ULN ALT > 5x ULNTidak diterapi Tidak diterapi Tidak diterapi Obati jika persisten (3-6 Indikasi dilakukanMonitor HBV DNA, bulan) atau memiliki pengobatanHBeAg, ALT/3-6 Monitor HBV DNA, Monitor HBV kecenderungan Jika HBV-DNA <2bulan terjadinya xl03IU/mL, obsevasi HBeAg, ALT/3 DNA, HBeAg, dekompensasi hati selama 3 bulan untuk bulan ALT/1-3 bulan Terapi berbasis serokonversi jika tidak interferon, entecavir, memiliki kecenderungan 1 telbivudine, adefovir dekompensasi hati merupakan opsi lini Terapi berbasis interferon, Biopsi hati jika pasien > 40 pertama entecavir, telbivudine, lamivudine tahun direkomendasikan, terutama bila terdapat Obati jika inflamasi moderat kecenderungan dekompensasi hati atau fibrosis pada biopsi 1 Pasien berisiko: surveilans Responsif karsinoma hepatoselular Tidak responsif • AFP dan USG/6 bulan Monitor HBV DNA, HBeAg, ALT/1-3 bulan IGambar 1, Penilaian indikasi pengobatan untuk VHB- pasca terapi Pertimbangkan strategi terapi lain (termasuk LT)efek anti- HIV ringan namun tidak menganggu resistensi dapat menimbulkan resistensi terhadap lamivudin danHIV. Terapi direkomendasikan untuk dihentikan bila VHB emtricitabin. Saat ini hanya telbivudin dan adefovir yangDNA gagal disupresi sebanyak 1 log,^ pada minggu ke 12 dianggap aman. Telbivudin dapat mengakibatkan mutasidan kurang dari 2000 lU/L pada minggu ke-24.^ pada Met2041lle dengan resistensi silang terhadap lamivudin, sehingga bila terdapat kegagalan terapi Faktor yang mendukung keberhasilan terapi IFN menggunakan telbivudin maka lamivudin tidak dapatadalah VHB DNA yang rendah, peningkatan SGOT digunakan, begitu juga sebaliknya.^sebelum memulai terapi, VHB genotipe A atau infeksiV H B wild type. N a m u n d e m i k i a n , p e m a k a i a n terapi Karena telbivudin dan adefovir memiliki keterbatasaninterferon untuk VHB pada pasien koinfeksi HIV masih pada kasus monoinfeksi VHB (banyaknya kasus resistensangat terbatas.^ terhadap telbivudine dan efikasi adefovir yang rendah), maka perlu dipikirkan untuk menginisiasi terapi antiviral Pada pasien koinfeksi VHB/HIV yang tidak memedukan menggunakan tenofovir ditambah lamivudin atauterapi anti HIV, disarankan untuk menghindari obat emtricitabine, terutama pada pasien koinfeksi HIV yang telahg o l o n g a n polimerase inhibitors y a n g memiliki efek memperlihatkan adanya fibrosis hati. Durasi pengobatanantivirus terhadap HIV - yaitu emtricitabin, lamivudin, ditentukan dengan serokonversi antigen HBe, sebagaimanatenofovir, dan entecavir Monoterapi entecavir sebaiknya halnya terapi pada kasus monoinfeksi VHB.^tidak digunakan karena adanya risiko mutasi yang

922 INFEKSI HIV DAN AIDS Lamivudin dan tenofovir memiliki aktivitas melawan atau monoterapi adefovir lebih dipilih. Lamivudin atauVHB dan HIV dan dapat digunakan sebagai kombinasi monoterapi tenofovir tidak direkomendasikan. ARVARV pada pasien yang membutuhkan terapi HBV dan yang mengandung lamivudin/tenofovir atau kombinasiHIV Pada pasien dengan kadar CD4^rendah dan penyakit yang ekuivalen direkomendasikan jika pengobatan HIVhati aktif maka HBV harus diobati terlebih dahulu diperlukan.^untuk menghindari terjadinya immune reconstitusionsyndrome} Di dalam konsensus yang dibuat oleh Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, pasien HIV dengan hepatitis B aktif Semua pasien yang terinfeksi HIV dengan replikasi VHB dengan tanda replikasi dan peningkatan SGOT seharusnyaaktif dan peningkatan kadar SGOT dapat dipertimbangkan diobati dan adevofir merupakan obat pilihan. Lamivudinuntuk diberi pengobatan. Pengobatan dipedukan untuk dan tenofovir monoterapi bukan pilihan utama oleh karenadirencanakan mengikuti status HIV pasien. Bila infeksi kemungkinan terjadinya resistensi HIV.^HIV tidak memenuhi kriteria pengobatan, maka interferonHBV DNA < 20,000 lU/mL HBV DNA > 20,000 lU/mL(<10' kopi/mL) (> 10' kopi/mL)ALT normal ALT normal ALT 1-2 X ULN ALT > 2 x ULNTidak diterapi Tidak diterapi Tidak diterapi Obati jika persisten (3-6 bulan)/memilikiMonitor HBV DNA, Monitor HBV DNA, Monitor HBV kecenderungan terjadinya dekompensasi hatidan ALT, 6-12 dan ALT/3 bulan DNA dan interferon, entecavir, adefovir, telbivudinebulan ALT/1-3 bulan Umumnya pengobatan antiviral jangka lama diperlukan Biopsi hati jika pasien > 40 tahun Obati jika inflamasi moderat atau fibrosis pada biopsiPasien berisiko: surveilans Responsif Tidak responsifkarsinoma hepatoselular• AFP dan USG/6 bulan Monitor HBV DNA Lanjutkan observasi dan ALT/1-3 bulan untuk mengenali pasca terapi keterlambatan respons terapi atau rencanakan strategi lainGambar 2

KOINFEKSI HIV DAN VIRUS HEPATITIS B (VHB) 923 Koinfeksi VHB/HIVCd4> 500/pl atau Cd4< 5 0 0 / M I tidak ada atau HIV simtomatik indikasi HAART atausirosis'[ndikasi terapi VHB' Tidak ada indikasi Lamivudine Lamivudine Terapi VHB' experienced naivea) HAART termasuk T D F + F T C / 3 T C Monitor ketat Penambahan NRTI HAART termasukb) PEG-INF jika genotype A, atau penggantian TDF + 3TC atau ALT tinggi, VHB DNA rendah dengan TDF FTC sebagai bagian dari HAART Gambar 3. Alur pengobatan untuk terapi VHB pada pasien koinfeksi HIV (EACS 2009)JKeterangan gambar:a. Pasien sirosis harus dirujuk untuk penilaian varises, monitor HCC reguler dan harus dirujuk awal untukpenilaiantransplantas. Pasien dengan sirosis hati danjumlah CD4 rendah memerlukan pengawasan hati-hati dalam bulan-bulan pertama setelah dimulainyaHAART agarterhindardari immune-reconstitution syndrome dan dekompensasi hati akibat peningkatanen zimhati.b. Lihat gambar 1 untuk penilaian indikasi terapi VHB. Beberapa pakar percaya bahwa semua pasien terinfeksi VHB yang memerlukan HAART harus mendapat TDF+3TC atau FTC kecuali terdapat intoleransi TDF, terutama pada pasien koinfeksi VHB/HIV dengan fibrosis hati lanjut.c. Jika pasien tidak bersedia untuk memakai ART dini,adefovir dan telbivudine dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengendalikanVHB saja. Data in vitro menunjukkan tidak adanya pengaruh telbivudine terhadap kapasitas replikasi HIV.d. Lamanyapengobatan: 48 mingguuntuk PEG-INF; penentuan kuantitas HBsAg selama pengobatan pada pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg (-) yang diobati dengan PEG-INF dapat membantu identifikasi pasien yang dapat sembuh dengan terapi ini dan mengoptimalisasi strategi penobatane. Pada kasus intoleransi tenofovir (yaitu penyakit ginjal), maka dapat dipertimbangkan pemakaian entecavir + adefoviratau tenofovir dalam dosis yang disesuaikan dengan klirens ginjal. Substitusi NRTI hanya boleh dilakukan jika dinilai layak dan tepatdari perspektif mempertahankan penekanan HIV. Hati-hati pada peralihan jenis obat yaitu dari regime tenofovirkeobat dengan penghalang genetik yang lebih rendah, misalnya FTC/3TC, khususnya padapasiensirosis yang diberi lamivudine karena perkembangan virus akibat mutasi YMDD telah diamati.REFERENSI 4. Barth R E , Huijgen Q, Taljaard J, Hoepeiman A l . Hepatitis B / C and HIV in sub-saharan Africa: an association between1. Mauss S, Rockstroh J. Management of H B V / H I V coinfection. highly prevalent infectious disease. A systematic review and In: Mauss S, Berg T, Rockstroh J, Sarrazin C, Wedemeyer H , meta-analysis.Int J Infect Dis. 2010;14(12):1024-31. editor. Hepatology: A Clinical Textbook. Flving publisher; 2012. 5. Liaw Y F , Leung N, Kao JH, et al. Asian-Pacific consensus statement on the management of chronic hepatitis B: a 20082. Cheruvu s, Marks K, Talal A. understanding the pathogenesis update. HepatolInt (2008) 2:263-283 and management of hepatitis B / H I V and hepatitis B/hepatitis C virus coinfection. Clin Liver Dis. 2001;14:917-43. 6. Lesmana L A , Akbar N , Djumhana A, Setiawan PB. Kon- sensusPerhimpunanPenelitiHati Indonesia: Panduan Tata3. Patel P, Davis S, Tolle M, Mabikwa V, Anabwani G . Preva- Laksanalnfeksi Hepatitis B Kronik. Jakarta;2006. lence of hepatitis B and hepatitis C coinfections in an adult HIV centre population in Gaborone, Botswana. A m J Trop Med Hyg. 2011 Aug;85(2):390-4.

127RESPONS IMUN INFEKSI HIV Tuti Parwati Merati, Samsuridjal DjauziSel limfosit CD4 merupakan target utama pada infeksi diameter 1000 angstrom yang termasuk retrovirus dariHIV. Sel ini berfungsi sentral dalam sistem imun. Pada famili Lentivirus.^^ Strukturnya terdiri dari lapisan luar ataumulanya sistem imun dapat mengendalikan infeksi envelop yang terdiri atas glikoprotein gpl 20 yang melekatHIV, namun dengan perjalanan dari waktu ke waktu pada glikoprotein gp 4. Dibagian dalamnya terdapatHIV akan menimbulkan penurunan jumlah sel limfosit lapisan kedua yang terdiri dari protein p i 7 . Setelah ituCD4, terganggunya homeostasis dan fungsi sel-sel terdapat inti HIV yang dibentuk oleh protein p24. Didalamlainnya dalam sistem imun tersebut. Keadaan ini akan inti terdapat komponen penting berupa dua buah rantaimenimbulkan berbagai gejala penyakit dengan spektrum RNA dan enzim reverse transcriptase (Gambar 1).yang luas. Gejala penyakit tersebut terutama merupakanakibat terganggunya fungsi imunitas selular, di samping Dikenal dua tipe HIV, yaitu HIV-1 yang ditemukanimunitas humoral karena gangguan sel T helper (TH) pada tahun 1983. dan HIV-2 yang ditemukan pada tahununtuk mengaktivasi sel limfosit B. HIV menimbulkan 1986 pada pasien AIDS di Afrika Barat. Epidemi HIV secarapatologi penyakit melalui beberapa mekanisme, antara global terutama disebabkan oleh HIV-1, sedangkan tipelain: terjadinya defisiensi imun yang menimbulkan HIV-2 tidak terlalu luas penyebarannya, hanya terdapat diinfeksi oportunistik, terjadinya reaksi autoimun, reaksi Afrika Barat dan beberapa negara Eropa yang mempunyaihipersensitivitas dan kecenderungan terjadinya malignansi hubungan erat dengan Afrika Barat.atau keganasan pada stadium lanjut. HIV-1 maupun HIV-2 mempunyai strukturyang hampir Infeksi HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama, sama, HIV-1 mempunyai gen vpu tetapi tidak mempunyaiyaitu transmisi melalui mukosa genital, transmisi langsung vpx, sedangkan sebaliknya HIV-2 mempunyai vpx tetapike peredaran darah melalui jarum suntik, dan transmisi tidak mempunyai vpu. Perbedaan struktur genom inivertikal dari ibu ke janin. Untuk bisa menginfeksi sel, HIVmemedukan reseptor dan reseptor utama untuk HIV adalah Virus structuremolekul CD4 pada permukaan sel pejamu. Namun reseptorCD4 saja ternyata tidak cukup. Ada beberapa sel yang tidak gp 120 Viralmempunyai reseptor CD4, tapi dapat diinfeksi oleh HIV. Di I envelopesamping itu telah ditemukan juga koreseptor kemokin yangmempunyai peranan sangat penting dalam proses masuknya ElectronHIV ke dalam sel yaitu CCR5 dan CXCR4. Penelitian intensif di micrographbidang virologi HIV dan kemajuan di bidang imunologi akhir-akhir ini dapat dengan lebih jelas menerangkan bagaimana of HIVHIV masuk kedalam sel pejamu dan menimbulkan perubahan particlepatologi pada tubuh manusia.STRUKTUR HIV Reverse transcriptase (RT)HIV merupakan suatu virus RNA bentuk sferis dengan Gambar 1. Struktur HIV 924

RESPONS IMUN INFEKSI HIV 925walaupun sedikit, diperkirakan mempunyai peranan Th mengekspresikan reseptor IL-2 dan produksi IL-2dalam menentukan patogenitas dan perbedaan perjalanan dan sitokin lain yang dapat mengaktivasi makrofag,penyakit diantara kedua tipe HIV tersebut. Karena HIV-1 CTLs (sitotoksik T limfosit atau TC) dan sel limfosit B.yang lebih sering ditemukan, maka penelitian-penelitian IL-2 juga akan berfungsi autoaktivasi terhadap sel Thklinis dan laboratoris lebih sering dilakukan terhadap semula dan sel Th lainnya yang belum memproduksi IL-2HIV-1. untuk berproliferasi. Jadi dengan demikian akan terjadi amplifikasi respons yang diawali oleh kontak APCs denganGcmone organisation of HIV-1 and of HIV-2 Gag = group-specific antigen sel Th semula. Pol = polymerase = reverse transcriptase Aktivasi sel Tc yang berfungsi untuk membunuh benda asing atau nonself-antigen, dan Tc dapat dibedakanSIV«m,SIVmac,HIV-2 Env = envelope dengan Th karena Tc mempunyai molekul CDS dan akan mengenai antigen asing melalui molekul MHC class I.,5'LTR 3'LTR Seperti sel Th, sel Tcjuga teraktivasi melalui dua sinyal, yaitu sinyal pertama adalah interaksi reseptor Ag-TCR r j V p u 11 dengan kompleks epitop benda asing dan molekul MHC •^Tat&rev | Class I. Sel tersebut bisa berupa sel tumor atau jaringan asing. Sinyal kedua adalah rangsangan dari sitokin IL-2Gambar 2. Perbedaan struktur gen HIV-1 dan HIV-2 yang diproduksi oleh sel Th tersebut.SEL TARGET Tangan ke tiga dari imunitas selular di lakukan oleh sel NK (natural killer), yaitu sel limfosit dengan granula kasarSel yang merupakan target utama HIV adalah sel yang dengan petanda CD16 dan CD56. Fungsinya secara nonmempunyai reseptor CD4, yaitu limfosit CD4+ (sel Thelper spesifik menghancurkan langsung sel-sel asing, sel tumoratau Th) dan monosit/makrofag. Beberapa sel lainnya yang atau sel terinfeksi virus. Atau juga dengan cara spesifikdapat terinfeksi yang ditemukan secara in vivo atau in untuk sel-sel yang di lapisi oleh antibody dependent cellvitro adalah megakariosit, epidermal langerhans, periferal mediated cytotoxicity (ADCC).dendritik, folikular dendritik, mukosa rektal, mukosasaluran cerna, sel serviks, mikroglia, astrosit, sel trofoblast, Aktivasi sel limfosit B memerlukan paling sedikitlimfosit CDS, sel retina dan epitel ginjal. Beberapa sel yang tiga sinyal, yaitu pertama oleh imunogen yang terikatpada mulanya dianggap CD4 negatif, ternyata juga dapat pada reseptor antigen, dan dua sinyal lainnya adalahterinfeksi HIV namun kemudian diketahui bahwa sel-sel limfokin BCDF (B cell differentiaton factor ) dan BCGFtersebut mempunyai CD4 kadar rendah. Sel tersebut (B cell growth factor) yang di produksi oleh sel TH yangantara lain adalah sel mieloid progenitor CD34+ dan sel teraktivasi. Dengan aktivasi sel limfosit B, maka akan terjaditimosit tripel negatif. pertumbuhan dan differensiasi sel limfosit B menjadi sel plasma sebagai sel yang akan memproduksi antibodi. Di samping itu memang ada sel yang benar-benarCD4 negatif tetapi dapat terinfeksi HIV. Untuk hal ini PENGARUH HIV TERHADAP SISTEM IMUNdiperkirakan ada reseptor lain untuk HIV, yaitu Fc reseptoruntuk virion yang diliputi antibodi, atau galaktosil seramid. HIV terutama menginfeksi limfosit CD4 atau T helper (Th),Terakhir ditemukan molekul CD26 yang diperkirakan sehingga dari waktu ke waktu jumlahnya akan menurun,merupakan koreseptor untuk terjadinya fusi sel dan demikian juga fungsinya akan semakin menurun. Thmasuknya virion setelah terjadi binding. mempunyai peranan sentral dalam mengatur sistem imunitas tubuh. Bila teraktivasi oleh antigen, Th akanMEKANISME IMUNITAS PADA KEADAAN NORMAL merangsang baik respons imun selular maupun respons imun humoral, sehingga seluruh sistem imun akanAktivasi sel Th dalam keadaan normal terjadi pada awal terpengaruh. Namun yang terutama sekali mengalamiterjadinya respons imunitas. Th dapat teraktivasi melalui kerusakan adalah sistem imun selular. Jadi akibat HIVdua sinyal, yaitu: pertama terikatnya reseptor Ag -TCR {T akan terjadi gangguan jumlah maupun fungsi Th yangCell Receptor) dengan kompleks Antigen-molekul MHC menyebabkan hampir keseluruhan respons imunitas tubuhClas II yang dipresentasikan oleh makrofag sebagai antigen tidak bedangsung normal.presenting cells (APCs) yang teraktivasi oleh antigen. Sinyalkedua berasal dari Sitokin IL-1 yang dihasilkan oleh APC Abnormalitas pada Imunitas Selularyang teraktivasi tadi. Kedua sinyal tadi akan merangsang Untuk mengatasi organisme intraselular seperti parasit, jamur dan bakteri intraselular yang paling diperlukan

926 INFEKSI HIV DAN AIDSadalah respons imunitas selular yang disebut Cell Mediated dan Iain-Iain. Fungsi neutrofil juga terganggu, karenaImmunity (CMI). Fungsi ini dilakukan oleh sel makrofag itu sering terjadi infeksi oleh stafilokokus aureus yangdan CTLs {cytotoxic TLymphocyte atau TQ, yang teraktivasi menyebabkan infeksi kulit dan pneumonia. Apalagioleh sitokin yang dilepaskan oleh limfosit CD4. Demikian pemakaian obat antiretrovirus (ARV) seperti zidovudin ataujuga sel NK {Natural Killer), yang berfungsi membunuh anti virus sitomegalo yaitu gansiklovir dapat menimbulkansel yang terinfeksi virus atau sel ganas secara direk non terjadinya neutropenia.spesifik, di samping secara spesifik membunuh sel yangdi bungkus oleh antibodi melalui mekanisme antibody Banyak yang belum diketahui tentang antibodidependent cell mediated cytotoxicity (ADCC). Mekanisme terhadap HIV Apakah antibodi bisa mencegah meluasnyaini tidak berjalan seperti biasa akibat HIV. infeksi HIV di dalam tubuh, atau paling tidak berperan untuk menetralkan HIV. Produksi antibodi terutama Sel Th: Jumlah dan fungsinya akan menurun. Pada neutralizing antibodi kasus AIDS stadium lanjut (di manaumumnya penyakit indikator AIDS tidak terjadi sebelum limfosit CD4 <200/uL) bila dibandingkan dengan orangjumlah CD4 mencapai 200/uL bahkan sebagian besar tanpa HIV, ternyata sangat berbeda. Sedangkan padasetelah CD4 mencapai 100/uL. stadium sebelumnya di mana sel Th masih di atas 200-Makrofag: Fungsi fagositosis dan kemotaksisnya 500/uL, produksi anitibodi tidak begitu berbeda. Antibodimenurun, termasukjuga kemampuannya menghancurkan spesifik terutama neutralizing antibody baru mulai munculorganisme intra selular, misalnya kandida albikans dan pada minggu kedua atau ketiga, bahkan bisa mundur.toksoplasma gondii beberapa bulan setelah infeksi. Sel Tc: Kemampuan sel T sitotoksik untuk meng- Secara umum dapat dikatakan respons antibodihancurkan sel yang terinfeksi virus menurun, terutama terhadap HIV sangat lemah, dan hanya sebagian kecil sajapada infeksi stadium lanjut, sehingga terjadi reaktivasi dari fraksi antibodi ini yang dapat menetralisasi HIV. Karenavirus yang tadinya laten, seperti herpes zoster dan retinitis itu HIV dapat melewati respons antibodi sehingga dapatsitomegalo. Demikian juga sering terjadi diferensiasi sel bertahan hidup dan menginfeksi sel lainnya.ke arah keganasan atau malignansi. Fase infeksi Akut. Setelah transmisi HIV melalui mukosa Sel NK: Kemampuan sel NK untuk menghancurkan genital yang merupakan transmisi utama, sel dendritik (DC)secara langsung antigen asing dan sel yang terinfeksi yang ada di lamina propria mukosa vagina akan menangkapvirus juga menurun. Belum diketahui dengan jelas HIV. DC bertindak sebagai antigen presenting cell (APC)apa penyebabnya, diperkirakan kemungkinan karena dan mempresentasikan HIV ke sel limfosit CD4 sehinggakurangnya IL-2 atau efek langsung HIV. dapat merangsang limfosit T naive. Hal ini terjadi karena DC mengekpresikan molekul major histocompatibilityAbnormalitas pada Imunitas Humoral complex {MHC) klas I, MHC klas II dan molekul kostimulatorImunitas humoral adalah imunitas dengan pembentukan lain pada permukaannya. Setelah HIV tertangkap DCantibodi oleh sel plasma yang berasal dari limfosit B, akan menuju kelenjar limfoid dan mempresentasikannyasebagai akibat sitokin yang dilepaskan oleh limfosit CD4 kepada sel limfosit T naive. Di samping mengangkut HIVyang teraktivasi. Sitokin IL-2, BCGF (6 cell growth factors) kekelenjar limfe, DC juga mengaktivasi sel limfosit CD4,dan BCDF (6 cell differentiation factors) akan merangsang dengan demikian akan meningkatkan infeksi dan replikasilimfosit B tumbuh dan berdiferensiasi menjadi sel plasma. HIV pada sel limfosit Th.Dengan adanya antibodi diharapkan akan meningkatkandaya fagositosis dan daya bunuh sel makrofag dan Perlu diketahui terikatnya HIV ke DC melaluineutrofil melalui proses opsonisasi. pengikatan protein envelop gp 120 pada sekelompok molekul yang disebut C-type lectin receptor. Termasuk HIV menyebabkan terjadi stimulasi limfosit B dalam C-type lectin receptor adalah dendritik cell-specificsecara poliklonal dan non-spesifik, sehingga terjadi lCAM-3-grabbing non-integrin ( D C - S I G N ) , mannosehipergammaglobulinaemia terutama IgA dan IgG. Di receptor dan Langerin. Masing-masing molekul ini dapatsamping memproduksi lebih banyak imunoglobulin, mengikat gp 120 dan ini lalu dipresentasikan pada sel DClimfosit B pada odha (orang dengan infeksi HIV/AIDS) yang berbeda. DC sel mengekspresikan molekul CD4 dantidak memberi respons yang tepat. Terjadi perubahan dari molekul CCR5 tapi tidak mempunyai CXCR4. Mungkin inipembentukan antibodi IgM ke antibodi IgA dan IgG. Infeksi berpengaruh dan dapat menjelaskan mengapa hampirbakteri dan parasit intrasel menjadi masalah berat karena 95% strain HIV yang ditemukan pada infeksi primer adalahrespons yang tidak tepat, misalnya reaktivasi Toksoplasma strain M-tropik atau R5 strain. Sama seperti transmisigondii atau CMV.tidak direspons dengan pembentukan mukosa, transmisi HIV secara vertikal juga terutama Strainimunoglobulin M (IgM). Respons antibodi pasca vaksinasi R5. Pada manusia waktu lama dari infeksi mukosa sampaidengan antigen protein atau polisakarida sangat lemah, terjadi viremia, berkisar antara 4-11 hari, Hal ini jugamisalnya vaksinasi Hepatitis B, Influenza, pneumokokus. tergantung dari apakah ada hal-hal lain yang merusak

RESPONS IMUN INFEKSI HIV 927barier mukosa, seperti misalnya inflamasi dan infeksi Peranan kelenjar limfe pada infeksi primer. Penelitian(servisitis, uretritis, ulkus genitalis, dsb). tentang peranan kelenjar limfe dalam infeksi akut HIV, dilakukan secara histopatologik biopsi kelenjar yang HIV baik sebagai virus bebas ataupun yang berada diikuti baik secara longitudinal, maupun cross sectional,dalam sel yang terinfeksi akan menuju kelenjar limfe pada percobaan rhesus monkey dengan SIV dan orangregional dan merangsang respons imun selular maupun yang terinfeksi HIV. Didapatkan HIV telah berada dalamhumoral. Mobilisasi limfosit ke kelenjar ini justru kelenjar limfe kera 5 hari setelah infeksi SIV, dan bilamenyebabkan makin banyak sel limfosit yang terinfeksi. dilakukan analisis hibrida terhadap RNA HIV/SIV padaDalam beberapa hari akan terjadi limfopenia dan fase itu, ternyata HIV kebanyakan terdapat sebagai sel-menurunnya limfosit CD4 dalam sirkulasi. Dalam fase ini sel individual yang mengekspresikan RNA, dan mencapaidi dalam darah akan ditemukan HIV bebas titer tinggi puncak pada hari ke 7 setelah inokulasi. Analisis biopsidan komponen inti p24, yang menunjukkan tingginya kelenjar secara cross sectional pada orang yang terinfeksireplikasi HIV yang tidak dapat dikontrol oleh sistem imun. HIV bersifat konsisten dengan model rhesus monkeyDalam 2-4 minggu akan terjadi peningkatan jumlah sel Dengan bukti itu, maka kelenjar limfe merupakan organlimfosit total yang disebabkan karena tingginya subset anatomi yang pertama yang terinfeksi HIV.limfosit CDS sebagai bagian dari respons imunitas selularterhadap HIV. Diperkirakan paling sedikit 10 milyard HIV Pada fase transisi ke fase kronik, terjadi switch daridiproduksi dan dihancurkan setiap harinya, karena waktu ekspresi sel-secara individual ke bentuk trapping HIVparuh virus dalam plasma adalah sekitar 6 jam. Tapi ada oleh jaringan sel dendritik folikuler didalam germinalyang mengatakan turnover HIV adalah 2x10 milyar perhari, senter kelenjar limfe. Bentuk ini mendominasi keberadaansedangkan sebagai bandingan, estimasi penurunan CD4 HIV dan pada saat ini terjadi penurunan secara drastislimfosit adalah 20-200 x 1 juta per hari dengan klirens jumlah sel-sel individual yang mengekspresikan HIV.waktu paruhnya sekitar dua hari. Jadi pada fase akut ini dapat dilihat adanya upaya sel- sel limfosit T sitotoksik untuk mengurangi jumlah HIV. Setelah fase akut, akan terjadi penurunan jumlah akan membentuk kompleks dengan imunoglobulin danHIV bebas dalam plasma maupun dalam sel. Masih komplemen. Kompleks ini akan terikat pada reseptorbelum jelas, mengapa bisa demikian, akan tetapi analogi komplemen pada permukaan sel dendritik. Secara klinikdengan infeksi virus pada umumnya. Sel limfosit T akan terjadi penurunan jumlah RNA HIV dalam plasmasitotoksik CDS yang sebagai efektor sel dapat mengontrol dan menghilangnya sindrom infeksi akutinfeksi akut oleh virus, karena dia bisa mengenai danmenghancurkan sel yang telah terinfeksi (ini kadang- Terjadinya gejala-gejala AIDS umumnya didahului olehkadang dapat merugikan juga), sehingga dapat percepatan penurunan jumlah limfosit CD4, sering terjadimencegah replikasi dan pembentukan virus baru. Pada pada keadaan di mana sebelumnya jumlah limfosit CD4infeksi HIV sejak awal ditemukan tingginya jumlah sel T di atas 300/uL. Pada umumnya perubahan ini berkorelasilimfosit sitotoksik (TCLs atau Tc). Sel limfosit sitotoksik dengan munculnya strain HIV yang lebih virulen, yaituyang mempunyai petanda CDS, akan teraktivasi oleh strain SI (Syncitial Inducing), diikuti oleh gejala klinisHIV dan akan mengeluarkan sejumlah solubel sitokin menghilangnya gejala limfadenopati generalisata yang(termasuk CAP ), yang dapat menghambat replikasi HIV merupakan prognosis yang buruk. Hal ini terjadi akibatdalam limfosit CD4. Keadaan seperti ini juga terjadi hilangnya kemampuan respons imun selular untukpada infeksi HIV akut, bahkan sebelum serokonversi. Di melawan turnover HIV dalam kelenjar limfe, ditandai olehsamping jumlahnya menurun, maka fungsi limfosit CD4 membanjirnya HIV kedalam sirkulasi karena rusaknyajuga terganggu, bahkan pada stadium di manajumlahnya struktur kelenjar limfe.masih di atas 500/ml. Ternyata kemampuannya untukproliferasi karena rangsangan berbagai macam antigen Reaksi Autoantibodidan kemampuannya untuk memproduksi sitokin untuk Reaksi autoantibodi cenderung terjadi pada fase awalfungsi helper juga menurun.Terjadi penurunan respons infeksi HIV pada saat sistem imunitas masih relatif bagus.pengenalannya terhadap antigen bakteri, virus atau Karena limfosit B tidak memberi respons yang tepat,toksin yang pernah dikenal, lalu hilangnya respons terbentuk autoantibodi terhadap beberapa protein tubuh,terhadap sel asing (aUogeneic response), terakhir j u g a antara lain antibodi terhadap platelet, neutrofil, limfositkehilangan kemampuan untuk respons mitogen non- dan mielin. Mekanismenya tidak begitu jelas, ada dua jalurspesifik seperti fitohaemaglutinin. Pertama akibat aktivasi sel B yang disregulasi sehingga terjadi poliklonal hipergammaglobulinemia. Kedua karena Risiko infeksi oportunistik dipengaruhi oleh jumlah adanya molecular mimicry antara antigen HIV denganCD4. Pada jumlah CD4 di bawah 100 dapat terjadi infeksi beberapa protein tubuh. Keadaan ini menimbulkantoksoplasma sedangkan pada jumlah CD4 di bawah 50 sindrom autoimun, antara lain Autoimun trombositopenikdapat terjadi infeksi Sitomegal.

928 INFEKSI HIV DAN AIDSpurpura (AITP), antifosfolipid antibodi (APLA), autoimun menunjukkan kelainan yang sama, tidak tergantunggastropati dengan hipoklorhidria, autoimun hemolitik obat pencetus, sehingga diperkirakan patogenesisnyaanemia (AIHA), pruritic papulovesicular eruption (PPVE). bersifat umum.Proses autoimun juga mempercepat penurunan jumlah b. Koinfeksi v i r u s - v i r u s lain, seperti virus E p s t e i n -T CD4. Pada stadium awal infeksi HIV juga dapat terjadi Barr (EBV), Sitomegalo (CMV) dan beberapa virusSindrom yang dimediasi oleh limfosit T-CD8, seperti saluran napas dikatakan berhubungan dengansindrom Sjogren's, Lymphocytic Interstitial Pneumonitis terjadinya kemerahan pada kulit akibat Ampisilin.(LIP), Autoimun Polimiositis, Autoimun chronic active Tidak ditemukan timbulnya kemerahan pada kulit,hepatitis dan Cardiac miositis. bila fase infeksi akut oleh virus-virus tersebut sudah lewat. Sindrom demielinisasi, seperti sindrom Guillain Barre, c. Besar dosis dan lama pemakaian obat. Misalnyakronik idiopatik demielinating polineuropati dan sindrom ditemukan reaksi hipersensitivitas pada pemakaiankompleks imun seperti polyarteritis nodosa-like arteritis dosis tinggi trimetoprim-sulfametoksazol biladan hipersensitivitas vaskulitis bisa timbul juga pada awal dibandingkan dengan pemakaian dosis rendahpenyakit Gambar 5 menunjukkan gejala klinik dihubungkan sebagai profilaksis. Dan semakin lama obat dikonsumsi,dengan lama infeksi dan jumlah Th (CD4). Jumlah CD4 semakin tinggi kemungkinan terjadinya reaksimenentukan manifestasi gejala klinik yang timbul melalui hipersensitivitas.patogenesis yang berbeda. Pada awal merupakan respons d. Faktor lain misalnya imunoglobulin yang spesifik untuktubuh yang sama seperti infeksi oleh virus lain, setelah obat tertentu dan struktur obat dan metabolismenyaitu, pada saat jumlah CD4 masih cukup tinggi (500-700) dalam tubuh.dapat timbul gejala akibat reaksi autoantibodi. Gejala klinikpada waktu CD4 sudah rendah (<500) merupakan infeksi Timbulnya Malignansi atau Tumor Sekunder padaoportunistik atau kanker oportunistik. Infeksi HIV Telah diketahui bahwa degenerasi maligna akan disebabkanReaksi Hipersensitivitas pada Infeksi HIV oleh adanya diferensiasi dan proliferasi sel yang abnormal.Reaksi hipersensitivitas pada infeksi HIV tidak jarang Kerusakan genetik sel dapat berakibat kematian sel, atauterjadi, dan umumnya berkaitan dengan obat-obatan. beberapa sel dengan struktur genetik yang berubahDaftar obat-obatan yang diketahui menimbulkan reaksi tersebut masih dapat hidup dan menunjukkan fenotiphipersensitivitas pada infeksi HIV semakin lama semakin yang berbeda. Fenotip yang berbeda bisa berkembangbertambah. Kejadian hipersensitivitas terhadap obat jauh kearah malignansi atau keganasan.lebih tinggi pada infeksi HIV dibandingkan pada nonHIV. Misalnya hipersensitivitas terhadap trimetoprim- Di sinilah peran sistem imun, terutama responssulfametoksazol dosis tinggi untuk mengobati PCP imun selular berfungsi untuk menghancurkan antigenterjadi antara 27-64%, dibandingkan 3% pada orang asing. Sebab bila tidak terjadi klirens, maka antigen asingimunokompeten atau imunodefisiensi karena non HIV. tersebut merupakan stimuli kronis terhadap proliferasi sel-Kejadian hipersensitivitas terhadap obat ini akan lebih sel imun yang cenderung berlebihan. Misalnya proliferasiburuk lagi karena selalu diperlukan obat pengganti, poliklonal dari sel limfosit B dengan berbagai akibatnyadi mana obat ini mempunyai efektivitas kurang atau dan terjadinya limfadenopati generalisata. Di samping itumempunyai efek yang lebih toksik. sistem imun berfungsi untuk menghancurkan sel dengan fenotip yang berubah kearah keganasan akibat adanya Patogenesis terjadinya reaksi hipersensitivitas ini virus yang bersifat onkogenik.diperkirakan melalui jalur reaksi alergi, (jadi bersifatimmune mediated) atau karena toksik yang penyebabnya Pada infeksi HIV dengan adanya defisiensi imun akanbelum diketahui. Namun reaksi hipersensitivitas yang memungkinkan aktivasi virus-virus laten dalam tubuhditemukan pada infeksi HIV ini tidak dapat dimasukkan sehingga terjadi keganasan sekunder, misalnya EBVpada salah satu dari 4 tipe reaksi hipersensitivitas menurut berkaitan dengan timbulnya Limfoma Non Hodgkin's,klasifikasi Gell and Coombs.^ Memang bertentangan sekali HPV (human papiloma virus) berkaitan dengan timbulnyaterjadi reaksi hipersensitivitas pada orang yang 'anergi' karsinoma leher rahim, dan Human herpes Virus 8terhadap beberapa stimulan lain, misalnya vaksinasi berkaitan dengan sarkoma Kaposi's.Hepatitis B atau tes tuberkulin.Beberapa keadaan yang diduga berperan adalah: Faktor Pejamu dan Virus yang Mempengaruhi Infeksia. Disregulasi pada sistem imun. Reaksi terhadap HIV. Respons imun spesifik terhadap HIV tidak dapat mengontrol atau menghambat infeksi kearah kronik. amoksisilin, trimetoprim-sulfametoksazol dan Faktor-faktor yang menentukan hal tersebut adalah: faktor obat anti TB (OAT) sering terjadi pada CD4 rendah genetik host, mekanisme imunologis untuk melepaskan (20-<200/uL). Pemeriksaan histopatologi kulit

RESPONS IMUN INFEKSI HIV 929diri dari imun survailan dan faktor virusnya sendiri. Organisme penyebab 10 adalah organisme yang merupakan flora normal, maupun organisme patogenFaktor Pejamu: Genetik dengan HLA classi haplotype yang terdapat secara laten dalam tubuh yang kemudiansering menunjukkan penyakit yang tidak progresif mengalami reaktivasi. Spektrum 10 pada defisiensi imundibanding HLA lainnya. Di samping itu ditemukan adanya akibat HIV secara umum mempunyai pola tertentumutasi genetik homozigot pada reseptor kemokin CCR5, dibandingkan 10 pada defisiensi imun lainnya. Namunseperti \"32CCR5-\"32CCR5 akan relatif resisten terhadap ada gambaran 10 yang spesifik untuk beberapa daerahinfeksi HIV. Akan tetapi mutasi heterozigot seperti tertentu. Semakin menurun jumlah limfosit CD4 semakinCCR5-\"32CCR5 tidak dapat mencegah infeksi, namun berat manifestasi 10 dan semakin sulit mengobati, bahkansecara bermakna berhubungan dengan progresifitas sering mengakibatkan kematian. Pengobatan denganpenyakit yang lambat. Faktor imunologik yang dapat anti retroviral (ARV) dapat menekan replikasi HIV, sehinggamempengaruhi, antara lain: tingginya RNA HIV plasma jumlah limfosit CD4 relatif stabil dalam jangka waktuyang terjadi setelah infeksi akut yang disebut set point, panjang, dan keadaan ini mencegah timbulnya infeksidapat dipakai untuk menduga kecepatan progresifitas oportunistik. Organisme yang sering menyebabkan 10penyakit. Virologic set point pada orang yang terinfeksi terdapat dilingkungan hidup kita yang terdekat, sepertiHIV akan berbeda-beda, tapi cenderung tetap stabil pada air, tanah, atau organisme tersebut memang berada dalamorang yang sama pada fase kronik. Menghilangnya clone tubuh kita pada keadaan normal, atau tinggal secara latensel sitotoksik limfosit CDS yang spesifik, gangguan fungsi lalu mengalami reaktivasi.APCs, dan adanya respons antibodi humoral. Penyebab 10 pada AIDS, sumber dan cara transmisinyaFaktor Virus: HIV dapat bertahan dalam tubuh karena HIV dapat dilihat dalam tabel 1.mempunyai kemampuan untuk tetap berada dalam limfositCD4 dan mempunyai kemampuan untuk replikasi, adanya Gambaran Infeksi Oportunistik di POKDISUS AIDSvariabilitas genetik HIV dan trapping HIV pada permukaan RSCM. Pola infeksi oportunistik diberbagai negarasel folikuler dendritik. Pooling tersebut mengandung DNA dapat berbeda. Di Amerika Serikat infeksi oportunistikprovirus dengan daya replikasi. Sebagai catatan, tipe ini yang sering dijumpai adalah PCP {Pneumocystic Cariniijuga dapat dijumpai pada seseorang yang telah memakai Peneumonia) namun di Indonesia infeksi oportunistik yangHAART selama 2 tahun, sehingga bila HAART dihentikan, sering dijumpai adalah infeksi jamur saluran vcerna danmaka HIV plasma akan meningkat lagi yang berarti gejala tbc. Pola infeksi oportunistik di RS Ciptomangunkusumopenyakit akan muncul lagi. Perusakan sel limfosit CD4 yang dapat dilihat pada tabel 2.membawa provirus ini terjadi sangat lambat sekali, danprosesnya tidak dapat dipengaruhi oleh HAART, sehingga Sindrom imun rekonstitusi dan disfungsi imun.menghambat eradikasi HIV. Trapping oleh sel folikuler Pemberian obat antiretroviral akan menekan jumlah HIVdendritik sebenarnya merupakan fungsi fisiologis untuk dalam darah sehingga penghancuran CD4 dapat dikurangi.melakukan klirens terhadap patogen, akan tetapi pada HIV Akibatnya jumlah CD4 akan meningkat. Peningkatan CD4justru akan menjadi reservoir kronik yang stabil (karena bermanfaat untuk mengurangi risiko infeksi oportunistik.HIV terbebas dari serangan CTLs spesifik) dan merupakan Pasien yang berhasil meningkatkan CD4 di atas 200 risikosumber infeksi bagi limfosit CD4, sehingga terjadi infeksi oportunistiknya akan rendah. Namun demikianinflamasi kronik yang mengakibatkan terjadi destruksi pemulihan kekebalan tubuh juga dapat menimbulkanjaringan limfosit pada stadium lanjut. HIV dapat bertahan sindrom imun rekonstitusi yaitu sindrom yang timbuldan berada dalam organ atau sel tertentu pada manusia, akibat terjadinya proses radang setelah kekebalansehingga merupakan sumber HIV secara kronik. tubuh pulih kembali. Sindrom ini dapat berupa demam, pembengkakkan kelenjar limfe, batuk serta perburukanPatogen penyebab Infeksi oportunistik pada AIDS. foto toraks. Sindrom ini sering terjadi pada pasien yangInfeksi oportunistik (10) adalah infeksi akibat adanya mengalami infeksi oprtunistik TBC namun juga dapatkesempatan untuk timbul pada kondisi-kondisi tertentu timbul pada infeksi oportnunistik lain. Sindrom ini biasanyayang memungkinkan, karena itu 10 bisa disebabkan timbul 6-S minggu penggunaan obat antiretroviral,oleh organisme non patogen. Pada infeksi oleh human namun dapat juga muncul beberapa bulan sesudahnya.immunodeficiency virus (HIV), tubuh secara gradual akan Pada sindrom ini gejala klinis lain seperti berat badanmengalami penurunan imunitas akibat penurunan jumlah membaik, jumlah CD4 meningkat namun gejala karenadan fungsi limfosit CD4. Pada keadaan dimana jumlah infeksi oportunistik timbul kembali sebagai akibat gejalalimfosit CD4 <200/ml atau kurang, sering terjadi gejala inflamasi. Selain infeksi oportunistik, sindrom inijuga bisapenyakit indikator AIDS. Spektrum infeksi yang terjadi bermanifestasi sebagai penyakit autoimun (lupus, penyakitpada keadaan imunitas tubuh menurun pada infeksi HIV Graves), perburukan hepatitis B atau C yang sudah ada,ini disebut sebagai infeksi oportunistik. atau penyakit inflamasi lainnya (sarkoidosis). Terapi obat

930 INFEKSI HIV DAN AIDSTabel 1. Penyebab Infeksi Oportunistik pada AIDS, Sumber dan TransmisinyaOrganisme Sumber Cara Transmisi Penularan Orang ke OrangBakteria: Reaktivasi endogen, org sakit Inhalasi 1. MTB Air, tanah Inhalasi, ingestion Ya 2. MAC Air, tanah Ingestion Tidak 3. Salmonella Tidak Reaktivasi endogen, org sakit SeksualVirus: Reaktivasi endogen, org sakit Tidak tentu Ya 1. Herpes simpleks Reaktivasi endogen, org sakit Seksual, darah Tidak tentu 2. Herpes Zoster Reaktivasi endogen, org sakit Inhalasi/ingestion? Ya 3. CMV Ya 4. EBV Reaktivasi endogen, org sakit Inhalasi Reaktivasi endogen, kotoran kucing, Ingestion MungkinParasit: Tidak 1. Pneumocystiscarinii daging mentah Ingestion/inhalasi? 2. Toksoplasma Gondii Air, orang/bint terinfeksi Ingestion Ya Air, orang/bint terinfeksi Ya 3. Mikrosporidia 4. Cryptosporidia Tidak TidakJamur Air,tanah, Tidak tentu Tidak 1. Kandida Tanah, kotoran burung/ binatang Inhalasi Tidak 2. Kriptokokkus Neoforman Tanah Inhalasi Tidak 3. Aspergilus Air, tanah Inhalasi/ingestion 4. Histoplasma Capsulatum Air, tanah Inhalasi/ingestion 5. Coccidioido immitisTabel 2. Pola Infeksi Oportunistik di RS Cipto Mangun oleh sel makrofag dan CTLs (sitotoksik T Limfosit atau TC),kusumo (n=698) yang teraktivasi oleh sitokin yang dilepaskan oleh limfosit CD4. Demikian juga sel NK {Natural Killer), yang berfungsiInfeksi oportunistik % membunuh sel yang terinfeksi virus atau sel ganas secara direk non spesifik, di samping secara spesifik membunuhKandidiasis (oroparing, esofagus) 40 sel yang di bungkus oleh antibodi melalui mekanismeTBC paru 37,1 antibody dependent cell mediated cytotoxicity (ADCC).Diare kronik 27,1 Mekanisme ini tidak berjalan seperti biasa akibat HIV.Pneumonia bakteri 16,7Toksoplasma ensefalitis 12 Di samping itu penurunan jumlah dan fungsi sel T CD4TBC luar paru 11,8 ini mengakibatkan terganggunya homeostasis dan fungsiHerpes zoster 6,3 sel lainnya dalam sistem imun humoral, yaitu sel limfosit B yang berperan dalam imunitas humoral. Terganggunyaantiretroviral perlu diteruskan dan untuk menekan gejala fungsi limfosit B karena disregulasi oleh sel limfosit CD4 akanradang diberikan obat kortikosteroid. Pada sisi lain dapat menimbulkan respons imun humoral yang tidak relevan danterjadi disfungsi imun, yaitu perbaikan klinis nyata namun terbentuknya poliklonal hipergamma-globulinemia.CD4 tidak atau meningkat dengan lambat. Dapat dirangkumkan, defisiensi imun akibat HIV dapatKESIMPULAN mengakibatkan terjadinya infeksi oportunistik, timbulnya reaksi autoimun, mudah terjadi reaksi hipersensitivitasTelah dibahas berbagai aspek imunodefisiensi pada infeksi terhadap obat-obat yang sering dipakai dan pertumbuhanHIV. Infeksi HIV mempunyai target utama sel limfosit tumor ganas sekunder, seperti Limfoma Non Hodgkin,CD4 yang berfungsi sentral dalam sistem imun. Pada Sarkoma Kaposi's dan karsinoma serviks.mulanya sistem imun dapat mengendalikan infeksi HIV,namun dengan perjalanan dari waktu ke waktu HIV akan Pemberian obat antiretroviral dapat meningkatkanmenimbulkan penurunan jumlah sel limfosit CD4, sehingga CD4 sehingga nsiko infeksi oportunistik menurun. Namunfungsi imunitas selular terganggu. Fungsi ini dilakukan pemulihan sistem imun juga dapat menimbulkan sindrom rekonstitusi imun . Sedangkan pada disfungsi imun, perbaikan klinik tidak disertai dengan peningkatan CD4 secara nyata.

RESPONS IMUN INFEKSI HIV 931REFERENSI In: Stewart GJ, editor. Managing HIV. Sydney: Australasian Medical Publishing Co. Limited; 1997. p. 15-6.Abbas A K , Lichtman A H and Pober JS. Antigen recognition and Pantaleo G , Graziosi C , Fauci AS. The immunopathogenesis of lymphocyte activation. Cellular and molecular immunology. 3\"* human immunodeficiency virus infection. N Engl J Med. editors. Philadelphia: WB Saunders Co; 1997. p. 35-65. 1993;328:327-35. Preiser W. H I V pathogenesis: what do the viruses do? http://Ananw^oranich J, Phanupak P, Ruxrungtham K. Immune www.kgu.de/zhyg/virologie/virologie.html. Diakses 8 reconstitution syndrome: when patient deteriorates after Februari 2005. starting highly active antiretroviral therapy. J Infect Dis Rizzardi G P , Pantaleo G . The immunopathogenesis of H I V - 1 Antimicrob Agents. 2003;20:109-18. infection. In: Armstrong, Cohen, editors. Infectious diseases. London: Mosby Co; 1999. p. 6112-.Barre-Sinoussi F, Nugeyre M , Dauguet C , et al. Isolation of a T-lymphocytotropic retrovirus from a patient at risk for Stewart GJ, Irvine SS, Scott M, et al. Strategies of care in managing acquired immune deficiency syndrome (AIDS). Science. HIV. In: Stewart GJ, editor. Managing HIV. Sydney: 1983;220:868-71. Australasian Medical Publishing Co. Limited; 1997. p. 38-.Bartlett JG, Gallant JE. Natural history and classification. In: Bartlett, Yunihastuti E . C hanging opportunistic infection in Gallant, editors. Medical management of H I V infection. Ciptomangunkusumo hospital. Temu Ilmiah PDPAI. Jakarta Baltimore: John Hopkins Medicine Health Publishing 2628- November 2005. Business Group; 2004. p. 1-4.Boyle MJ, Goldstein DA, Frazer IH, ScuUey TB. How H I V promotes malignancies. In: Stewart GJ, editor. Managing HIV. Sydney: Australasian Medical Publishing Co. Limited; 1997. p. 37-9.Carr A, Garsia R. H o w H I V leads to hypersensitivity reactions. In: Stewart GJ, editor. Managing HIV. Sydney: Australasian Medical Publishing Co. Limited; 1997. p. 34-6.Clavel F, guetard F, Brun-Veziner F, et al. Isolation of a new human retrovirus from West African patients with AIDS in West Africa. Science.1986; 233:343-6.Coffin J, Haase A, Levy JA, et al. What to call the AIDS virus? Nature. 1986; 321:10.Crowe S and Kombluth RS. How H I V leads to Opportunistic infection. In: Stewart GJ editor. Managing HIV. Sydney: Australasian Medical Publishing Co. Limited, 1997 p.28-30.Delves PJ, Roitt IM. The immune system. First of two parts. N Eng J Med. 2000; 343: 37-49.Delves PJ, Roitt IM. The immune system. Second of two parts. N Eng J Med. 2000;343:108-17.Essex M, Kanki PJ. The origins of the A I D S virus. The science of AIDS. In: W H Freeman, editor. New York; 1989. p. 27-37.French M A , Price P, Stone SF. Immune restoration disease after antiretroviral therapy. AIDS. 2004;18:1615-27.French RF, Stewart GJ, Penny R, Levy JA. How H I V produces immune deficiency. In: Stewart GJ, editor. Managing HIV. Sydney: Australasian medical publishing Co. Limited; 1997. p. 22-8.Gallo R C , Salahudin SZ, Popovic M, et al. Frequent detection and isolation of cytopathic retroviruses (HTLV-III) from patients with AIDS and at risk for AIDS. Science. 1984;224:497-500.Gallo R C , Montagnier L. The AIDS epidemic. The science of AIDS. In: W H Freeman, editor. New York; 1989. p. 1-12.Goodman JW. The immune response. In: Stites, Terr, editors. Basic human immunology. Connecticut: Appleton and lange; 1995. p. 34-44.Haseltine WA. Molecular biology of the human immvmodeficiency virus type 1. F A S E B J. 1991;5:2349-60.L a w n S D , Buter S T , Folks T M . Contribution of immune activation to the pathogenesis and transmission of human immunodeficiency virus type 1 infection. Clinical Microbiology Reviews. 2001;14:754-77.Levy JA. H I V pathogenesis. Virologic and immunologic features with attention to cytokines, http://www.medscape.com/ viewarticle/487733 di akses 5 Januari 2005.L e v y JA, Hoffman A D , Kramer S M , et al. Isolation of limphocvtopathic retroviruses from San Francisco patients with AIDS. Science. 1984; 25:840-2.Li X, Wainberg MA. In: Armstrong, Cohen, editors. Infectious diseases. Vol 2. 5. 7. p. 1-4.Luster A D . Chemokines-chemotactic cytokines that mediate ii-iflammation. N Eng J Med. 1998;338:436-45.Marriot DJE, McMurchie M. HIV and advanced immune deficiency.


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook