Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Bab 17. Perkiraan besar sample

Bab 17. Perkiraan besar sample

Published by haryahutamas, 2016-04-02 01:03:48

Description: Bab 17. Perkiraan besar sample

Search

Read the Text Version

Bab L7 - Perkiraan besar sampel Bambang Madiyono, S Moeslichan Mz, Sudigdo Sastroasmoro, I Budiman, S Harry Purwanto alah satu aspek penting dalam pembuatan rancangan penelitian adalah menentukan besar sampel. Pertanyaan yang harus dijawab adalah:'Berapa subyek yang diperlukan dalam suatu penelitiary agar diperoleh hasil dengan tingkat kepercayaan tertentu?' Aspek ini sering merupakan'momok' bagi peneliti pemula, bahkan juga bagi yang berpengalaman. Jumlah subyek sangat menentukan manfaat penelitian. Penelitian klinis baru bermanfaat bila diperoleh hasil yang secara klinis penting (clinically important) dan ditunjang dengan uji statistika yang bermakna (statistically significant). Perbedaan hasil klinis yang kecil dapat bermakna secara statistika apabila jumlah subyeknya sangat banyak. Sebaliknya perbedaan klinis yang amat mencolok dapat tidak bermakna secara statistika apabila subyeknya terlalu sedikit. Fenomena tersebut dirumuskan dalam kalimat: Too many subjects prlae eaerything, too few subjects proae nothing. Catatan.Istilah yang benar adalah besar sampel (sample size) bukan iq!dah-€a!0pet. Bila ingin digunakan kata jumlah, gunakan istilah jumlah subyek, atau jumlah pasien bila yang diteliti adalah pasien. illl

Bambang Madiyono dkk 349 Banyak penelitian yang tidak dipublikasi oleh karena hasilnyatidak bermakna secara statistika (negatiae result) meskipun secaraklinis hasil tersebut penting. Hal ini menimbulkan apa yang dikenalsebagai bias publikasi (publication bias). Karena pustaka kedokterandidominasi oleh data dari penelitianyang dipublikasi, yangbiasanyabermakna secara statistika, maka dapat diduga terjadi bias publikasitersebut. Sebagian studi denganhasil secara statistika tidak bermaknaini sebenamya semata-mata disebabkan oleh kurangnya subyek yangdisertakan dalam penelitian. Dalam bab ini dibahas cara penetapan besar sampel untukpelbagai jenis desain penelitian klinis. Perhitungan matematikadiusahakan minimal. Sebelumnya akan diulas kaitan besar sampeldengan pelbagai konsep statistika lainnya. Pada akhir bab diajukancara penghifungan pouner statistika dan beberapa catatan yang peludiperhatikan yang berkaitan dengan besar sampel. Tabel untukbeberapa penghitungan besar sampel yang sering digunakan dapatdilihat pada Lampiran. Fnxron-FAKToR yANG DTpERLUKAN DALAM ESTIMASI BESAR SAMPELDi dalam setiap penelitian klinis, setelah terbebas dari pelbagai jenisbias, terdapat 5 data statistik yang saling memengaruhi, yaitu: o Perbedaan hasil klinis atau ffict size (d) o Besarnya kesalahan tipe I (u) atau hasil positif semu o Power yang diperlukan (t-F); F : kesalahan tipe II, atau hasil negatif semu . Karakteristik data (simpang baku atau proporsi) o Besar sampel Perubahan salah satu faktor tersebut akan memengaruhi 4 faktorlainnya. Perkalian kelima statistik ini menghasilkan konstanta, yangmenjadi dasarbagi perkiraanbesar sampel dan dapat diformulasikansebagai berikut: a.rf

350 Perkiraanbesar sampel K- K- nx6xo n= . zoxzuxSB o- konstonto p= iumloh subyek Z= deho oiou effecl size, perbedoon hosil yong diomoti -=d proporsi (unluk dolo nominol) p .= deviot boku normol unluk 0, deviot boku normol untuk B SB simpong boku (untuk doto numerik)Catatan o Notasi matematika formal deviat baku normal untuk u adalah Z$-rzo) untuk uii-2 arah, dafl 211,o1 untuk uji 1-arah- Dalam buku ini penulisan notasi tersebut disederhanakan menjadi z* dengan memperhatikan apakah uji bersifat satu atat2 arah. o Notasi untuk deviat baku normal untuk B (selalu 1 arah) adalah z,r_u,. Dalam buku ini penulisannya disederhanakan menjadi zu. '1, PEnnsneeN HASIL KLINIS (nrrccr srzE)Besar sampel paling dipengaruhi oleh perkiraan perbedaan hasilklinis atau ffict size atar delta; makin kecil perbedaan hasil yangdiinginkan, makin banyak subyek yang dibutuhkan. Besar sampelberbanding terbalik dengan kuadrat perbedaan hasil klinis; jadiperbedaan yang hanya berkurang 50% memerlukan subyek 4 kalilebih banyak. Perbedaan hasil klinis ditetapkan oleh peneliti, dan seyogyanyaangka yang digunakan tidak diperoleh dari pustaka, melainkandidasarkan pada judgment klinis peneliti, yakni perbedaan terkecilyang secnraklinis dianggap penting, Bila dikaitkan dengan praktik,'beda klinis terkecil yang secara klinis penting' sama dengan'beda &i

Bambang Madiyono dkk 3s1klinis terkecil yang akan mengubah praktik seorang dokter'.Misalnya dalam jurnal telah dilaporkan bahwa untuk penyakittertentu obat A memberi kesembuhan 60\"/\" lebih tinggi dibandingdengan obat standar (dengan obat standar sembuh 30%, denganobatAsembuh 90%). Apabila kita akan melakukan penelitian ulangsebagai konfirmasi untuk pasien kita, maka amat tidak wajar untukmenggunakan angka 60% itu sebagai perkiraan perbedaan hasilklinis, oleh karena dua alasan berikut: o Alasan konseptual: bila telah diperkirakan perbedaan hasil yang demikian meyakinkary tentunya tidak ada alasan yang logis lagi untuk melakukan penelitian ulang. r Alasan teknis: apabila ternyata data penelitian 'hanya' menghasilkan beda hasil klinis sebesar 50%, maka pada uji hipotesis akan diperoleh hasil yang tidak bermakna secara statistika (p>0,05), padahal perbedaan klinis sebesar 50% tentu sangat luar biasa. Untuk studi klinis, perbedaan hasil sebesar 10-20% merupakanangka yang rasional bagi peneliti untuk masih mempertanyakan efekobat dan menelitinya. Angka-angka tersebut memang paling seringdipergunakan, khususnya untuk pertanyaan penelitian utama. Namunbukan berarti bahwa hanya kisaran angka tersebut yang bolehdigunakan) pada penelitian tentang manfaat aspirin dosis rendahuntuk mencegah kejadian kardiovaskular yang berat (stroke, infarkmiokard) mungkin angka 5\"/o ataubahkan 3% logis untuk digunakan(oleh karena obahrya murah, mudah diperoletr, relatif aman, targetpotensi pemakainya sangat banyak, dan outcome y arrg dicegah sangatberbahaya). Sebaliknya untuk obat yang mahaf sulit diperoletr, banyakefek sampingnya, target penggunanya tidak banyak, atau outcome-nya tidak terlalu berbahaya, peneliti mungkin menganggap beda klinisyang lebih besar dari 20\"/\" diperlukan. Untuk pertanyaan tambahan,yang besar sampelnya juga harus dihitung dalam keadaan tertentubeda hasil klinis dari pustaka masih berterima. Jadi besar sampel dapat dengan amat mudah dikurangi dengancara memperbesar perkiraan effect size, misalnya dari20\"/o menjadi50\"/\", tetapi memperbesar risiko hasil penelitian secara statistika ili

352 Perkirqsnbesar sampelmenjadi tidak bermakna, meski secara klinis perbedaan tersebutpenting. Di sisi lain pada studi yang mengharap hasil yang tidakberbeda (uji klinis negatif, misalnya penelitian penyederhanaanprosedur terapi) perlu sampel yang besar untuk menunjukkanbahwa beda klinis kurang dari 5 ataull\"/\" dianggap tidak penting. 2 KEsannnnN DALAM uJr HrporEsrsDalam uji hipotesis tidak dapat dihindarkan terjadinya 2 kesalahan,yang disebut sebaagai kesalahan tipe I dan kesalahan tipe II (Tabelf7-L). Untuk pemahaman konsep ini perlu diingat istilah hipotesisnol (Ho), yakni hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan.Seperti telah dibahas dalam Bab 16, kesalahan tipe I (a) adalahbesarnya peluang untuk menolak Ho pada sampel, padahal dalampopulasi Ho benar (positif semu). Kesalahan tipe II (F) adalahbesarnya peluang untuk tidak menemukan perbedaan yangbermakna dalam sampel, padahal dalam populasi perbedaan ituada, jadi p adalah besarnya peluang untuk tidak menolak Ho yangsebenarnya harus ditolak (negatif semu). Kedua tipe kesalahan ini saling memengaruhi. Pada besar sampelyang sama, upaya untuk mengurangi B akan memperbesar 0tsebaliknya usaha mengurangi cr akan memperbesar B. Nilai cr dan Bhanya dapat dikurangi bersama-sama dengan cara menambahsubyek; dengan kata lain kesalahan tipe I dan tipe II akan berkurangdengan bertambahnya besar sampel. Besaran kesalahan tipe I atau nilai o ditetapkan oleh peneliti;dalam studi klinis nilai o yang biasanya digunakan adalah 0,05,kadang 0,10 atau 0,01. Nilai ini sangat memengaruhi besar sampel.Makin kecil cr (atau makin besar zo), makin besar pula sampelyang diperlukan. Besar sampel berbanding lurus dengan kuadratz\" untuk ini harus diperhatikan apakah uji hipotesis bersifat 2 arah(two-tailed hypothesis testing) atau 1 arah (one-tailed hypothesistesting). Pada uji 2 arah perbedaan mungkin terjadi ke 2 sisi (obatA mungkin lebih baik atau lebih buruk dari obat B). Dalam ujihipotesis, hal tersebut dirumuskan sebagai: d;.*

BambangMadiyono dkk 353 F{: A:B;F{: A*B . Ho = hipotesis 0; Ho = hipotesisolternotif Pada uji hipotesis satu arah, sebelum penelitian harus telahdipastikan bahwa perbedaan yang ditemukan hanya mungkin kearah satu sisi (A pasti lebih baik dari B), tidak mungkin sebaliknya.Keadaan (yang jarang dibenarkan) ini pada uji hipotesis dirumuskansebagai: l'{o: A=B; q: A }B Nilai cx sebesar 0,05 dan 0,01 rtji2-arahmemberi nilai zoberturut-turut sebesar 1,960 dan 2,575, sedang untuk uji 1 arah nilai zoberturut-turut sebesar 1.,640 dan 1.,960 (Tabel 17-2). Jadi jumlah:subyek akan lebih sedikit apabila dipilih hipotesis satu arah; dengandata yang sama, bila uji 2 arah menghasilkan p 0,08, bila diujidengan uji hipotesis 1 arah akan diperoleh p :0,04. Tqbel lZ-1. Kesqlqhqn podo uii hipotesis Keadeen dElE rn p*pulasi B*rb*ds Tidak berh*da Ho dit+lak f{o tidak ditdak {r .a\"i

354 Perkiraanbesar sampel Seperti telah disebutkary uji hipotesis satu arah hanya dapatdilakukan apabila ada pustaka atau logika yang meyakinkanbahwaperbedaan ke arah sebaliknya tidak mungkin te4adi (misalnya tidakmungkin tinggi badan anak akan berkurang dengan bertambahnyausia). Bila syarat ini tidak dipenuhi maka harus digunakan uji duaarah dalam analisis dan laporan penelitian. Saat ini banyak jurnal kedokteran terkemuka mengharuskanpemakaian :uji 2-ara}l dalam laporan ilmiah, dan kecenderunganuntuk penggunaan uji hipotesis 2 arah ini makin popular. Filosofinyaadalah penelitian dilakukan karena terdapat dugaan atau dugaankuat (hipotesis) bahwa A lebih baik daripadaB, namun hal yangsebaliknya dapat terjadi (B lebihbaik daripadaA). Bila peneliti sudahmeyakini bahwa A sudah pasti lebih baik dari B, maka logikanyapenelitian tidak perlu dilakukan. Bila pada awalnya direncanakanuji 1-arah, misalnya A lebih baik daripadaB, dan ternyata datamenunjukkan B lebih baik daripada A, maka penelitian tersebutharus dianggap batal. 3 PownnPENELmANPower suatu penelitiary analog dengan nilai sensitivitas pada ujidiagnostik, adalah kemampuan suatu penelitian untuk mendapatkanbeda yang secara statistika bermakn4 bila dalam populasi tersebutada (Tabel 77-l). Artinya power adalah kekuatan untuk menolakhipotesis nol pada data penelitian, apabila dalam populasi terdapatperbedaan hasil klinis. Nilai poToer adalah sebesar (1-B), bila P = 20%,maka berarti power = 80\"/\", artinya penelitian itu mempunyai peluangatau kekuatan sebesar 80% untuk mendeteksi perbedaan hasil klinis(dalam sampel penelitian) apabila perbedaan tersebut dalam populasimemang ada. Nilai F (atau 1-B, power) juga ditetapkan oleh peneliti; rilai poweryang seringkali dipergunakan adalah 80% atau 90%. Nilai power yangdiinginkan tersebut memengaruhi besar sampel. Makin besar poweryang diinginkan, makin kecil B atau makin besar zu, dan makinbertambah besar sampel. Besar sampel berbanding lurus dengan a.rl

BambangMadiyono dkk 355kuadrat zu. Untuk power sebesar 80% dan 90% diperlukan zu (selalusatu arah) berturut-turut sebesar 0,842 dan 1,282. Bila pada akhirpenelitian jumlah subyek yang berhasil diteliti kurang dari yangdiperhitungkan, dan bila nilai u dan ffict size yang diperoleh tetap,makapower penelitian akan berkurang. Daftar nilai z dapat dilihat padaTabel lT-2. Tqbel l7-2. Tsbel distribusi z Tingkot kesolqhon Zc l-oroh Zg\"2-qrch otou Zp 0,01 2,326 2,576 O,O2 2,O54 2,326 O,O4 1,751 2,O54 0,05 1,645 1,960 0,10 1,282 1,645 0,15 1,036 1A4O O,2O 0,842 1,282 4 SupaNc BAKUBerbeda dengan zo dan 20, simpang baku data variabel berskalanumerik merupakan statistik yang tidak dapat dimanipulasi sesuaidengan keinginan kit4 oleh karena nilai ini yang diperkirakan akanditemukan dalam penelitian. Nilai simpang baku yang diperlukanuntuk digunakan dalam formula besar sampel dapat diperoleh daripenelitian terdahulu (baik data sendiri ataupun dari pustaka), ataudari pengalaman atau studi pendahuluan. Nilai simpang baku inisangat memengaruhi besar sampel; makin besar simpang baku(berarti variabilitas nilai numerik lebih besar), maka akan makinbanyak jumlah subyek yang diperlukan. Dalam penghitungan, besarsampel berbanding lurus dengan varians (yakni kuadrat simpangbaku atau s2). il .4ut

356 Perkiraanbesar sampel 5 FnsrcusNSI ATAU PRoPoRSTSeperti halnya simpang baku, maka frekuensi atau proporsi variabelnominal juga tidak dapat dimanipulasi oleh peneliti, oleh karenamerupakan nilai yang diperkirakan diperoleh dalam penelitian.Dalam studi deskriptif, proporsi variabel yang diteliti diperkirakandari pustaka. Dalam studi perbandingan (misalnya uji klinis yangmembandingkan proporsi kesembuhan subyek pada kelompokkontrol dan kelompok perlakuan), proporsi kesembuhan kelompokkontrol diperoleh dari pustaka, pengalaman, atau studi pendahuluarysedangkan perbedaan proporsi kesembuhan ditentukan berdasarjudgment klinis. Makin kecil beda proporsi antara kedua kelompok,makin besar sampel diperlukan. Lihat kembali uraian tentangperbedaan hasil klinis. 6 Iwrnnvar KEPERCAYAANAkhir-akhir ini untuk menunjukkan hasil penelitian nllai interaslkepercayann (confidence interaal) sering digunakan di samping nilaip.Llhatkembali Bab 2. Beberapa jurnal mensyaratkan pencantumaninterval kepercayaan untuk hasil penelitiary terutama untuk hasilutamanya. Dalam pemanfaatan hasil penelitian untuk praktik,dokter juga lebih mudah memanfaatkan nilai yang ditemukan dalamsampel dengan interval kepercayaarrrya ketimbang merujuk padahasil nilai P yang kurang informatif. Dalam Bab 2 telah diuraikankelebihan mencantumkan interval kepercayaan ketimbang nilai psaja. Berikut diulas secara ringkas kaitan antara interval kepercayaandengan besar sampel dan parameter statistika lainnya. Lebar interval kepercayaan bergantung pada 3 faktor: r Besar sampel r Karakterstik data (simpang baku atau proporsi) r Derajat interval kepercayaan yang diinginkan Lebar interval kepercayaan sangat dipengaruhi oleh besarsampel. Interval ini akan makin lebar dengan berkurangnya besar il:l

Bambang Madiyono dkk 357sampel yang sekaligus menunjukkan power yang kecil. Sebaliknyainterval kepercayaan akan makin sempit dengan bertambahnyabesar sampel, dan power pun akan bertambah. Karakteristik data statistik berupa simpang baku (data numerik)dan proporsi (nominal) memengaruhi lebar interval kepercayaan.Simpang baku yang lebih besar menunjukkan dispersi data yanglebar, dan memperlebar interval kepercayaan. Proporsi yang makinmenjauhi nilai 0,50 menghasilkan interval kepercayaan yang makinasimetris. Pada proporsi yang menjauhi 0,50, makin sedikit jumlahsubyek, memberikan interval kepercayaan yang makin asimetris. Derajat interval kepercayaan memengaruhi lebar intervalkepercayaan. Pada set data yang sama, interval kepercayaan 99ohlebih lebar ketimbang interval kepercayaan 95%. Pada penelitianyang menginginkan interval kepercayaan perbedaan nilai statistikantara 2 kelompok sebesar 99\"/\", interval kepercayaannya dapatmelampaui titik nol (tidak ada perbedaan yang bermakna pada ujihipotesis), sedangkan bila menggunakan interval kepercayaan 95o/omaka titik nol tidak terlampaui (berarti terdapat perbedaan). Jadidalam melakukan interpretasi hasil klinis yang menyertakan intervalkepercayaaru kita tidak hanya melihat rentang interval kepercayaannamun juga derajat interval kepercayaannya. PnnrmeAN BESAR sAMpELPerkiraan besar sampel dapat dilakukan dengan pelb agai cara; dasaryang digunakan untuk estimasi bergantung pada tujuan penelitianserta desain yang dipilih. Saat ini tersedia petunjuk penghitunganbesar sampef dalam benfuk rumus, nomogram, atau tabel. Berikutdiuraikan estimasi berdasarkan rumus yang sering digunakan padapenelitian klinig dengan tanda I di belakang informasi yang diperlukan: o [ditetapkan] berarti dipilih nilai yang dikehendaki oleh peneliti o [dari pusataka] berartinilai diambil dari pustak4 pengalaman, atau studi pendahuluan . [clinical judgment] berarti nilai yang secara klinis penting tlt

358 P erkir aan b es ar s arnp el A BEsan SAMPEL I.INTuK DATA NUMERIKSampel tunggal untuk perkiraan rerataPenetapan besar sampel untuk estimasi mean (rerata) pada studideskriptif atau survai) memerlukan 3 informasi, yakni: o Simpang baku nilai rerata dalam populasi, s [dari pustaka] o Tingkat ketepatan absolut yang diinginkary d [ditetapkan] r Tingkat kemaknaan/ cr, [ditetapkan] Perhatikan bahwa nilai rerata tidak diperlukan dalam estimasibesar sampel perkiraaan rerata. Rumus yang digunakan: n = lLtoa\"l' l' Contoh: Seorang peneliti ingin mengetahui rerata tekanan darah diastolik remaja normal di daerah A. Menurut pustaka rerata tekanan diastolik adalah 80 mmHg dan simpang baku 10 mmHg. Tingkat kepercayaan yang dipilih adalah sebesar 957o dan ketepatan absolut yang dapat diterima adalah 2 mmHg. Berapakah besar sampel yang diperlukan? ^=[,t]rf'=r,Perkiraan besar sampel untuk beda rerata 2 kelompokDalam penelitian klinis perkiraan bbsar sampel paling sering digunakanpada studi untuk menguji hipotesis terdapatnya perbedaan duarerata. Untuk ini perlu diperhatikan apakah kedua kelompok yangdiperbandingkan tersebut bersifat independen atau berpasangan(paired). * Au.*

BambangMadiyono dkk 359 1 Uji hipotesis terhadap rerata dua populasi independen Untuk memperkirakan besar sampel dari dua kelompok independen dengan uji hipotesis diperlukan 4 informasi penting yaitu: o simpang baku kedua kelompok, s [dari pustaka] o perbedaan klinis yang diinginkan, x.,-x,fclinical judgmentl r kesalahan tipe I, o [ditetapkan] . kesalahan tipe II, B [ditetapkan] Rumus yang digunakan adalah: hr=h2=r[q\"=d]' Contoh Ingin diketahui beda tekanan diastolik 2 kelompok remaja, kelompok pertama gemar berolah raga, kelompok lainnya tidak. Beda sebesar 5 mmHg dianggap berarti. Tekanan diastolik remaja salah satu kelompok adalah 80 mmHg dan simpangbaku kedua kelompok sama, L0 mmHg. Bila dipilih = O,05 dan p otn er = 0,80, b erapakah subyek yang diperlukan? zo=1,9 6 ; zU=O,842 i s=l 0; xr =85i xz =80 (1,96+0,842X]0 nt =n, ='[ (85-80) ]'=,, 2 Vii hipotesis terhadap rerata dua populasi berpasangan Informasi yang diperlukan berbeda dengan untuk dua kelompok independen: r simpang baku dari rerata selisitr, so [dari pustaka] o selisih rerata kedua kelompok yang klinis penting, dlclinical judgmentl . kesalahan tipe I, cx [ditetapkan] o kesalahan tipe II, B [ditetapkan]I il .rl I

360 Perkirannbesar sampel Rumus yang digunakan: \"=LoI+zp)rsa-l' n_[(zoCatatan: Perlu diperhatikan bahwa yang diperlukan adalah so,simpang baku rerata selisih nilai yang berpasangan, bukan simpangbaku rerata. Simpang baku rerata selisih nilai ini lebih sulit diperolehdari pustaka daripada simpang baku rerata, karena biasanya tidakdisertakan oleh penulis yang melaporkan hasil penelitiannya kejurnal. Bila nilai ini tidak dapat diperolefu maka jalan terbaik adalahdengan melakukan studi pendahuluan untuk memperoleh nilaitersebuf dengan catatan akan diperoleh nilai yang kurang mendekatikebenaran karena hanya melibatkan sedikit kasus. Contoh Ingin diketahui beda tekanan diastolik 2 kelompok remaja; kelompok pertama remaja di perkotaan, kelompok kedua remaja pedesaan. Subyek dpilih dengan teknik matching individual. Beda sebesar 5 mmHg dianggap berarti. Bila dipilih = 0,05 dan power = 0,80, dan simpang baku selisih rerata = 10 mmHB, berapa pasang subyek diperlukan? zo=1 ,96; zr=O,842; so= I O; x, -xr=5 \":I ('1,96 + 0,842l, xro]'=32 5 Jadi diperlukan 32 pasang subyek B Bnsnn sAMPEL UNTLIK DATA NoMTNAL1 Sampel tunggal unhrk estimasi proporsi suatu populasiSeperti halnya pada estimasi besar sampel untuk data numerik,estimasi besar sampel untuk proporsi suatu populasi memerlukan3 informasi yaitu: I ot -';*

BambangMadiyono dkk 361 . proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari, P [dari pustakal r tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki, d [ditetapkan] o tingkat kemaknaan, cx [ditetapkan] Untuk simple random sampling rumus yang digunakan: rr- to'PQ - d'? Nilai Q adalah (1-P); jadi bila P = 0,7 rnaka Q = 1-0,7 = 0,3. Rumus ini hanya berlaku bila proporsi P > 0,10 atau < 0,90 danperkalian besar sampel (n) dengan proporsi: n x P dan n x Qkeduanya harus menghasailkan angka > 5. Seorang peneliti ingin mengetahui berapakah proporsi balita di daerah A yang telah mendapatkan vaksinasi polio. Tingkat kepercayan yang dikehendaki sebesar 95\"/\" dan ketepatan relatif yang diinginkan sebesar 10%. Berapakah jumlah subyek diperlukan? Karena P x Q mempunyai nilai paling tinggi bila P : 0,50, bilaproporsi sebelumnya tidak diketahui, maka pada subyek yangdipilih secara simple random sampling dipergunakan P = 0,50: F=0,50; zo =1,96; d=0,]0 : r,s6il o::g_:LL,*_9,50) _ eZ \" 0,.l0' Rumus besar sampel ini paling popular, bahkan seringkalidisalahgunakan dengan memak ainy a, padahal penelitian bukan(hanya) ingin mengetahui proporsi tunggal, melainkan juga untukuji hipotesis terhadap beda 2 proporsibahkanuntuk menguji hipotesisbeda2rerata. Praktik ini tidak selayaknya dilakukan. Apabila suatupenelitian memiliki lebih dari satu desain, misalnya awalnya inginmengetahui proporsi suatu keadaan, kemudian dilanjutkan denganstudi intervensi (uji klinis) terhadap subyek yan g ada, maka diperlukan2 penghitungan besar sampel secara terpisah. ili

362 Perkiraanbesar sampel2 Besar sampel untuk uii hipotesis terhadap 2 proporsia Dua kelompok independenUntuk uji hipotesis terhadap 2 proporsi independen diperlukan 4 informasi; . proporsi efek standar P, [dari pustaka] . proporsi efek yang ditelitiPrlclinical judgmentl o tingkat kemaknaan, cr [ditetapkan] . power atau zu [ditetapkan] Rumus yang digunakan: f-z [] =f,2 = (2\" r/2PQ+zu ./P,Q,+ P2Q2) (P, -Pr)' Cqtoton: P ='/, (Pr+Pr) Peneliti melakukan uji klinis untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan efektivitas obat baru A dengan obat standar B terhadap penyakit X. Proporsi kesembuhan dengan obat standar adalah 0,50 dan beda klinis yang dianggap penting 0,10. Bila c (2 arah) = 0/05 danpotaer= 0,80, berapakah subyek yang diperlukan ? zo =1,9 6 i 4 =0,8 42 ; P, =0,5 O; e -- fx9,6o+0,5 oFo,55 n, =nr =h,s42(o^55.0/a+o,aa@l =3\"8\"\"8Catatan: Rumus ini sangat sering digunakan pada uji klinis. Perhatikanbahwa proporsi efek pada terapi standar (P,) harus diketahui (daripustaka atau sumber lain), sedang proporsi efek pada terapi yangditeliti (Pr) ditentukan berdasar clinical judgment, yakni beda klinisterkecil yang dianggap penting. P, tidak diambil dari pustaka. Bilapustaka yang dirujuk memberi effect size (P1-Pr) sebesar 50% (0,50)dan angka itu diambil sebagai dasar menentukan Pr, maka subyek #.rl

BambangMadiyono dkk 363yang diperlukan sedikit. Namun bila penelitian menunjukkan bedasebesar 30\"/\", beda yang secara klinis amat penting tersebut secarastatistika tidak bermakna (p>0,50). Selain itu bila telah diduga efect sizedemikian besar (50%), tak ada alasan untuk melakukan penelitian lagi.b Dua kelompok berpasanganUntuk proporsi dua kelompok berpasangan diperlukan jumlahsubyek yang lebih sedikit ketimbang untuk kelompok independen.Estimasi besar sampel untuk menguji hipotesis beda proporsi 2kelompok berpasangan diperlukan informasi: . proporsi subyek dengan respons diskordan, yakni jumlah subyek yang memberi respons berbeda dibagi dengan jumlah seluruh subyek = (b+c)/n (Gambar \7-7) [dari pustaka, pengalamaru studi pendahuluan]. . kesalahan tipe I, [ditetapkan] . power atatt zu [ditetapkan] . d : beda proporsi yang klinis penting [clinical judgment] Obol slondor Sembuh Tidok Obol boru Sembuh TidokGambar l7-1..Tabel2 x 2 memperlihatkan hasil pengobatan duakelompok berpasangan terhadap obat standar dan obat baru. Sel aberisi jumlah pasangan subyek yang sembuh dengan kedua jenis obafsel b sembuh dengan obat baru namun pasangannya tidak sembuhdengan obat standar, sel c berisi subyek y*g tidak sembuh denganobat baru namun pasangannya sembuh dengan obat standar, sel dberisi pasanganyang tidak sembuh dengan obatbaru maupun standar.Proporsi subyek yang memberi respons diskordan = (b*c)/d. il.t

364 P erkir a an b e s ar s stnp elRumus yang digunakan: finp= {r\" *=u \",1+- a'y' d2atau rumus alternatif: no=_fz^+zol2f dr_Contoh Dengan teknik matchingindividual peneliti mempelajari beda efektivitas regimen A dan B untuk pengobatan obesitas. Proporsi kesembuhan regimen A adalah 50% danbeda klinis yang dianggap penting 20%. Proporsi pasangan yang diskordan adalah 20\"h.Dengan kesalahan tipe I5% dan tipe ll20% berapa pasangan subyek diperlukan? f =O,4,d=0,2,a =0,05rF =0120 rl---l + t:t.84?'!r'rl4 - tf ?-}' _ no_={#1.=F67.'5Jt-1.4 dengan rumus alternatif: fr : ll.Fr + il.E4ll ?ff.4 =7F F ll \"r. BEsen sAMPEL UNTUK sTLJDI KoHoRTPada studi kohort peneliti bermaksud mencari perbandinganinsidens efek pada kelompok dengan faktor risiko dengan insidensefek pada kelompok tanpa risiko. Besar sampel dihitung pada studikohort dengan pembanding eksternal (studi kohort ganda). Untukstudi kohort dengan pembanding internal perlu perkiraan pasienyang akan terpajan faktor risiko. Bila insidens efek pada kelompokdengan faktor risiko : P, dan insidens efek pad kelompok tanpa il .;e \".rl

BambangMadiyono dkk 365risiko: Pr, maka RR = Pr/Pr. Dari ketiga parameter tersebut cukupditentukan 2 parameter saja. Contoh: Bila RR =2,Pr= 0,80, maka P, =0,8012=0,40 Bila RR = 1,75, P r= 0,20, maka P, = 1,75x0,20 = 0,35 P, = PrlRR; P, = RR x P, Studi kohort sebenarnya sama dengan uji klinis dengan variabelbebas berskala nominal dikotom dan variabel efekberskala nominaldikotom. Oleh karena itu perkiraan besar sampel untuk studi kohortdapat dilakukan dengan 2 cara, yakni dengan melakukan estimasiuntuk interval kepercayaan risiko relatif, dan untuk uji hipotesisefek pada dua kelompok.L Estimasi interval kepercayaall risiko relatifUntuk estimasi besar sampel suatu studi kohort dengan intervalkepercayaan terhadap risiko relatif diperlukan 3 informasi yaitu: . perkiraan proporsi efek pada kelompok kontrol, P, [dari pustakal o risiko reiatif yang bermakna secara klinis, I7R lclinical i udgmentl; dengan P, dan RR dapat dihitung proporsi efek pada kelompok studi\" P, r tingkat ketepatan relatif yang dikehendaki, e [ditetapkan] o tingkat kemaknaan o [ditetapkan] Rumus yang digunakan:Contoh [r=h2= ,o 'te,/P, + e /P -iln(1 e)1'? Cototon t Q, = 1'l-P,); Q, = (1-Pr) ili

366 Perkiraanbesar sampel Dengan desain studi kohort ingin diteliti pengaruh diabetes melitus pada lelaki 40-50 tahun pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK). Diperkirakan RR = 1,75, proporsi PfK pada kelompok kontrol sebesar 0,20 dan ketepatan yang dikehendak i 20\"/o dengan nilai kepercayaan 95%. B erapakah subyek yang diperlukan? zo :1 ,96; RR: l,75;Pr =0,20; ?t=1 .7 SxO,2O=0.35; e=0,20 n _ r ,96'[i /{r - 0,33)10,33)]+ V(r - 0,20) / 0,201_ 830 irn(r - o,2o)]'2 Uji hipotesis terhadap risiko relatifDalam hal ini yang dihadapi sama dengan uji klinis dengan variabelbebas dan tergantung nominal dikotom. Untuk ini diperlukaninformasi sebagai berikut: . proporsi efek pada kelompok tanpa faktor risiko, P, [dari pustakal o risiko relatif (RR) yang dianggap bermakna secara klinis lclinical judgmentl; dari Prdan RR dapat dihitung P, dan P = r/z (P, + Pr) . Zo [ditetapkan] . zp [ditetapkan] Meskipun peneliti menduga kuat bahwa insidens efek lebihbanyak terjadi pada kelompok dengan faktor risiko dibandingdengan pada kelompok tanpa faktor risiko, namun seyogyanyatetap dipakai uji hipotesis 2-arah. Contoh nt.:n^2 (z* \"vEPQ+tu ,ffi+ erer;' (p, -pr)' &i dt -4\"

BambangMadiyono dkk 367 Pada studi kohort ingin diketahui pengaruh diabetes mellitus terhadap terjadinya neuropati diabetika. Bila nilai RR 1,75 dianggap bermakna, proporsi neuropati pada kontrol 0,20, o = 0,05 danpouer 807o, berapa subyek yang diperlukan? zo =1 ,96;zg :O,842i RR= l,75 pr=0,2O; pt=1 ,7 5xO,2O=0,35; p:(0,35*0,20) 1Z:O,ZZ S f_ s*qzx+o_,aerz@f -o\", ^ t_,-_f,eo,lz\"qzz Bssan sAMpEL UNTUK sruDr KASUS-KoNTRoLPada studi kasus kontrol peneliti menggunakan rasio odds (RO)sebagai perkiraan hasil yang diinginkan; dengan demikian apabilaP, = proporsi kasus dan P, = proporsi kontrol, maka: O*_PP2rxx{(11--PPz1)) p' o=ORP(l-,P)+P1 *= ORxpz '(1-P2)+(ORxP2)Dari 3 parameter yang diperlukan cukup ditentukan 2 parameter.Contoh: = o'8oBila OR = 2; P. = 0,80 maka P2 o'8o 2(l - 0.8O) + O,8O= l,2O =o,co q:*#',|oBila OR : 3, P, = 0,40 maka ' (l-O,40)+(3x0^,4.^0).=Il,'8lo0;o,u,Studi kasus-kontrol tidak belpasanganA. Estimasi interval kepercayan rasio oddsUntuk estimasi inerval kepercayaan rasio odds diperlukan 4informasi yaitu: dai

368 Perkiraanbesar sampelr Perkiraan proporsi kontrol, P' [dari pustaka]o Rasio odds yang dianggap bermakna fclinical judgment]o Tingkat ketepatan relatif yang dikehendaki, e [ditetapkan]o Tingkat kemaknaarr, cx [ditetapkan]Rumus yang digunakan: hr = h2 -to'(Q'/Pt + Q-'/P') iln(1 - e)l'Contoh Dengan menggunakan desain studi status kontrol seorang peneliti ingin mengetahui berapa besar pengaruh diabetes melitus yang diderita lelaki berumur 40-50 tahun terhadap penyakit jantung koroner. Diperkirakan OR = 2, proporsi pada kelompok kontrol 0,20 dan tingkat ketepatan yang dikehendaki 20\"/\" dengan nilai kepercayaan sebesar 957\". Berapakah subyek yang diperlukan?zo = l,g6; oR : 2 ; pz =o,2o ; p, = (2x o,201/(0,90+ 2 x 0,20): Q,l l; s = Q,f Q nr:nr:tG,qo'V-o,zsl/ o.ssl+[lt-o2ol/ opo] _ ^r,B Uji hipotesis terhadap rusio oddsStudi kasus-kontrol tidak berpasanganUntuk uji hipotesis terhadap rasio odds pada dasarnya sama denganuji klinis pada variabel bebas berskala nominal dikotom danvariabel efek berskala nominal dikotom. Untuk ini diperlukaninformasi:o perkiraan proporsi efek pada kontrol, P, [dari pustaka]o rasio odds yang dianggap bermakna secara klinis fclinical judgment); dari 1 dan 2 dapat dihitung proporsi efek padao kelompok kasus (P,), dan nilai P = tl2 (P, + Pr)o Tingkat kemaknaary u [ditetapkan] Pozner atat zu [ditetapkan] illl

BambangMadiyono dkk 369 Untuk uji hipotesis hendaknya dipilih uji 2-arah. Rumus yangdigunakan adalah seperti pada uji perbedaan 2 proporsi. 1t../2PQ +ru hr =[2: (P, -P?)'Contoh Dengan desain kasus kontrol tak berpasangan peneliti ingin mengetahui pengaruh diabetes melitus yang diderita lelaki berumur 40-50 tahun terhadap penyakit jantung koroner. OR yang dianggap bermakna adalah 2, proporsi efek pada kelompok kontrol sebesar 0,20 dengan nilai kemaknaan sebesar 0,05 dan pouer sebesar 80%. Berapakah perkiraan besar sampel minimal yang diperlukan?zo ='1,96;zU -0,84?;0 R- 2 ; ?, =A,2A iP, =QxA,2All {0,8}]_ 2x 0.20F0,3 3 (t,qO ltTr 0,275 r 0,725 + O,gxl t@'trr =tra = (0,33 -0\"20)'? =150Studi kasus kontrol berpasanganPada studi kasus kontrol yang berpasangan digunakan rumus: t- ,- 12 ,- +tu JPQ -.i1'\" 4 _ I I ILIt'a')/l rp,,i r IBerdasarkan rumus di atas, besar sampel minimal pada studi kasuskontrol berpasangan hanya bergantung pada OI{ za{ darr z$, tetapi cr : 0,05;t:id0a,0k1bdeargnaOntRun:g2p(ajdaadipPro:p2o1r1s1i kontrol. Bila diketahui Bb maka: + 2l:213 danQ:1,13), f,t

370 Perkiraanbesar sampel \"=lTl^-l'''04*''\"'E*%f'=-o'' :Bila OR 3, cr: 0,05 dan B = 0,'1.0, maka: 1,9/r+t,zazWZ \"f s/ /4 -r/2/ ]'=.,Contoh Dengan desain kasus kontrol berpasangan peneliti ingin mengetahui pengaruh diabetes mellitus terhadap penyakit jantung koroner. Diduga OR = 2, proporsi pada kelompok kontrol sebesar 0,20 dengan kemaknaan sebesar 0,05 dan poluer sebesar 80%. Berapakah jumlah subyek diperlukan ? 1,e6/2*0,s42{T* k =76 \"=[ /23/ _1/2/Studi kasus-kontrol dengan > 1 konhol per kasusBila digunakan c kontrol per kasus, maka dihitung lebih dahulu n(yakni jumlah subyek per kelompok bila digunakan rasio kasus :kontrol = 1 :1), artinya kedua kelompok memiliki jumlah subyekyang sama. Kemudian dihitung n', yakni jumlah kasus apabila ingindigunakan rasio kasus : kontrol = L : c, sebagai berikut: n'=(c- 1ln/2cjumlah kontrol dengan demikian menjadi: c x n'. Formula ini dapatdigunakan untuk desain yang lairy misalnya uji klinis il -1 ut

BambangMadiyono dkk 371 Contoh Pada contoh di atas n = 70. bila akan dipergunakan 3 kontrol per kadus, maka diperlukan kasus seiumlah 1' = (l+ll x70/ (21 3l = 4 x 70/ 6 = 47, dan jumlah\ kontrolnya = 3 x 47 = \"1.41. Dengan demikian maka jumlah kasus dapat dikurangi namunjumlah kontrol menjadi berlipat ganda. Cara ini dipakai bila kasussedikit namun cukup mudah mencari kontrolnya. Bssan sAMpEr UNTIJK pRopoRsr sANGAT KECrLUntuk penelitian penyakit yang sangat jarang diperlukan informasi:r Besar masing-masing proporsi (P, dan Pr)o.' Tingkat kemaknaan ( \" ) Power, atau zo rcsin J[- orcsin ./r, Rumus yan digunaan adalsh: Contoh Peneliti T ingin melihat manfaat program penapisan baru suatu penyakit keganasan pada gelombang usia 35 tahun ke atas. Insidens sekarang diketahui sebesar 50/100000 (0,0005), diharapkan cara baru ini dapatmenurunkan angka kejadian menjadi 201100000 (0,0002). Bila digunakan = 0,05 d.anpower = 80o/o, berapakah jumlah subyek yang diperlukan? zo :1,9 6 ;zg : O,8 42;Pz= 0,0005R :0,0002 n= 11,96+0,842f :45771 z[o r., i,rr/o,o oo s- o r., i,nu/q-o o o zf Contoh di atas memperlihatkan bahwa untuk dapat mendeteksiproporsi yang amatkecil diperlukan jumlah subyekyang amatbesar. ilJl

372 Perkiraanbesar sampel Bnsnn SAMPEL UNTUK KoEFISIEN KoRELASISampel tunggalUntuk menentukan besar sampel tunggal minimal pada ujihipotesis dengan menggunakan koefisien korelasi (r) diperlukaninformasi:1 Perkiraan koefisien korelasi, r [dari pustaka]2 Tingkat kemaknaan/ cx, [ditetapkan]3 Pozaer, atau zu [ditetapkan] Rumus yang digunakan: atau gunakan tabel pada Lampiran.Dua sampelUji hipotesis untuk perbedaan dua koefisien korelasi memerlukaninformasi:1 perkiraan kedua koefisien korelasi, r, dan r, [dari pustaka]2 tingkat kemaknaan, o [ditetapkan oleh peneliti]3 power, atau zu [ditetapkan oleh peneliti] Rumus yang digunakan: =f - -'r -l'*a\"2 It=o tu - -'n. =n^ E[ o,s[rn1 r,) / (t r, y]- tnft 1+ u) / (l ', )]l Rumus ini jarang digunakan dalam perkiraan besar sampeluntuk rancangan penelitian klinis, karena memang dalam konteksklinis jarang dipertanyakan apakah terdapat perbedaan yang bermaknaantara dua koefisien korelasi. 4At

BambangMadiyono dkk 373 BgsAR SAMPEL UNTLIK UJI KLINIS NEGAIIF (newanntttcn sruDv)Uji klinis negatif adalah uji klinis yang hendak menguji validitashipotesis bahwa antara kedua pengobatan tidak terdapat perbedaanyang bermakna. Untuk ini dapat digunakan rumus dasar sampelseperti pada uji klinis biasa, namun dapat pula digunakan rumuslain yang lebih tepat. Bila untuk perkiraan besar sampel untuk ujiklinis dengan 2 kelompok independen (variabel bebas dikotom,variabel bergantung dikotom): f,r =h2 = (+ ^lipa+=u .Eor P,er)' (P, -Pr)' maka untuk uji klinis negatif rumusnya: -n. =n^ (2PQ(2\" +-zP )'? (P' -Pr)' Untuk uji klinis negatif ini hal-hal berikut perlu diperhatikan: Pada uji klinis yang mencari perbedaan, perhatian tertuju pada kesalahan tipe I (o); peneliti'ingin memperoleh' nilai cx < 0,05. meskipun jumlah subyek yang direkrut ternyata kurang dari yang diperlukary bila nilai o< 0,05, dipandang dari kesimpulan penelitian tidak terlalu menimbulkan masalah. Dalam uji klinis negatif kita menghadapi hal yang berlawanan. Yang ingin 'dicari' adalah p>0,05; ini mudah dicapai dengan memperkecil besar sampel. Misalnya pada uji klinis negatif ditetapkan cr = 0,05 uji 2-arabs dan B = 0,20, diperlukan minimal sebanyak 60 pasien per kelompok. Bila hanya diperoleh 40 pasien per kelompok, nilai o tetap 0,05, maka nilai B berubah, misalnya menjadi 0,55. Bila pada uji hipotesis ditemukan p>0,05, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa kedua kelompok tidak berbeda. Padahal, dengan berkurangnya subyek maka power penelitian menjadi lebih kecil (0,55), atau nilai B menjadi besar, 0,45. Jadi terdapat fill

374 Perkiraanbesar sampel kemungkinan sebesar 45\"/\" untuk menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan padahal perbedaan tersebut ada. Makin sedikit jumlah subyek, makin mudah memperoleh nilai p >0,05 dengan pourer yang makin kecil. Dengan demikian maka untuk uji klinis negatif besar sampel minimal yang diperlukan harus dipenuhi.2 Pada uji klinis negatif sebenarnya peneliti ingin membuktikan bahwa tidak ada perbedaan proporsi antara kedua kelompok, dengan kata lain Pr= Pr, atau P, - P, = 0. Apabila ini diterapkan maka penyebut untuk formula menjadi = 0, sehingga n menjadi tak terhingga. Oleh karena hal tersebut tidak mungkiry maka perlu ditetapkan P, - P, sebagai \"perbedaan terbesar yang secara klinis tidak bermakna\". Biasanya untuk uji klinis negatif Pr-P, berkisar antara 5 sampaiL0\"/\", dengan nilai cr: 0,05 danpower sebesar 9}%.Bila hal tersebuttelah ditetapkary dapat dihitung besar sampel yang diperlukan,dan besar sampel itu harus terpenuhi. Contoh Ingin diketahui apakah dengan dosis per hari yang sama, fenobarbital yang diberikan sekali sehari sama baiknya dengan yang diberikan dua kali sehari. Selama ini terapi stdndar'adalah fenobarbital 2 kali sehari, dan dapat mengontrol kejang pada 707o kasus. Bila beda klinis sebesar 5o/\" dianggap tidak penting dan dengan menggunakan o= 0,05 dan F = 0,10, berapa subyek diperlukan untuk penelitian ini? hr=h2=S$rrI P,= O,7O,Pr= 0.65; P,-P, = 0,05;0t = 0,05; B = 0r10 nl = n2 = 2 x0.675 x 0.325(1.96 + 1.282) 2 = 1844 o.o5 2 {J)

Bambang Madiyono dkk 375 MSI.IENTUKAN PoI ERTidak jarang setelah besar sampel ditentukan dan penelitiandilaksanakan, saat waktu atau biaya telah habis, jumlah subyektidak mencapai seperti yang diharap. Untuk uji hipotesis yangmencari perbedaan yang bermakna (p<0,05), analisis tetap dapatdilakukan, namun harus dihitung power penelitian, untukmengetahui kesalahan tipe II. Dengan demikian dalam diskusi dapatdikemukakan peran kurangnya subyek terhadap hasif terutama bilatidak ditemukan beda yang bermakna antar- kelompok.Secara umum plwer dapat dihitung setelah penelitian selesai,dengan cara memasukkan nilai-nilai ke dalam rumus yang semuladigunakan unfuk menghitung besar sampel. Sebagai contoh, suatuuji klinis ingin menguji hipotesis bahwa obat A lebih baik daripadaB. ditentukan o(: 0,05 (uji 2-arah); B : 0,20, proporsi kesembuhandengan obat standar (P,) = 0,60 dan perbedaan klinis yang berartiadalah 0,20 (P2 = 0,80). Dengan rumus diperoleh besar sampel 60per kelompok. Temyata sampai waktu dan biaya penelitian habisdiperoleh hanya(} subyek per kelompok, dengan kesembuhan padakelompok A= 0,75 dan pada kelompok B = 0,50. nilai-nilai tersebutdimasukkan kembali ke dalam rumus semula, dengan n = 40; zo: 0,75, sehingga zu dapat dihitung, danL,960, P, : 0,50, Pr: denganmelihat tabel nilai z maka power penelitian dapat pula ditentukan.Bnsen SAMPEL UNTUK PELBAGAI DESAIN DALAM SATU PENELITIANTidak jarang dalam suatu penelitian terdapat beberapa desain.Misalnya peneliti ingin menguji hipotesis bahwa pemberian obatC pada bayi segera setelah lahir dapat menurunkan kejadian ikterusneonatal. Ia merandomisasi bayi baru lahir yang memenuhikriteria; satu kelompok tidak diobati, kelompok lainnya diberi obatC. Ia juga ingin mengetahui kadar bilirubin rerata pada hari ke-3pada kelompok tidak diobati, dan faktor-faktor yang menyebabkanikterus pada bayi.Untuk ini harus dihitung besar sampel untuk: *-rl

376 Perkirqanbesar sampel1 Menguji perbedaan proporsi ikterus pada bayi yang diobati dengan obat C dengan pada kelompok kontrol2 Estimasi kadar rerata bilirubin pada kelompok kontrol3 Menentukan pelbagai faktor risiko terjadinya ikterus, yakni dengan analisis multivariat (lihat keterangan di bawah) Dari ketiga perhitungan tersebut dipilih jumlah subyek terbesar,dengan catatan bahwa besar sampel untuk beda proporsi ikterus harusdiutamakan, karena merupakan pertanyaan penelitian utama.Kesalahan yang sering adalah peneliti menghitung besar sampel satukali, dan subyek yang tersedia dipakai untuk menguji pelbagai hipotesis,termasuk uji hipotesis terhadap subgrup. Hal ini membawa penelitikepada rentetan analisis yang keliru, sehingga hasil penelitian tidak sahih.KonErst BESAR sAMpEL uNTUK ANTrsrpASt DRop otrrDalam banyak keadaan peneliti telah mengantisipasi kemungkinansubyek terpilih yang drop out, loss to follow-up, atan subyek yangtidak taat. Bila dari awal telah ditetapkan bahwa subyek tersebuttidak akan dianalisis, maka perlu dilakukan koreksi terhadap besarsampel, dengan menambahkan sejumlah subyek agar besar sampeltetap terpenuhi. Untuk ini tersedia formula sederhana: nI = (t - f) n = besor sompel yong dihitung f = perkiroon proporsi drop out Contoh Pada suatu uji klinis eksplanatori diperkirakan diperlukan 100 orang subyek per kelompok. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa kira-kira t0\"/o (f = 0,1) subyek drop out atau tidak taat protokol. Bila diinginkan jumlah subyek tetap L00 per kelompok, berapakah subyek yang harus direkrut ? Dengan formula di atas, maka dapat dihitung jumlah subyekyang direncanakan diteliti (n') = 100 I (1-0,1) = 112. *.rl

Bambang Madivono dkk 377 Bnsnn SAMPEL UNTUK STUDI DENGAN ANATISIS MULTIVARIATAnalisis multivariat dalam penelitian klinis (dan komunitas) palingsering digunakan untuk menentuan beberapa (dapat sampaibelasan) faktor risiko sekaligus. Bila variabel independen (faktorrisiko) semuanya berskala numerik dan variabel dependennya jugaberskala numerik, maka yang digunakan adalah regresi multipel.Misalnya ingin diprediksi kadar kolesterol (dalam mg/dl,) denganfaktor risiko usia, jenis kelamin (ini adalah variabel nominal yangdapat dianggap numerik, dummy aariable), berat badan, tinggibadan,lingkar perut, lingkar lengan atas. Bila variabel independennya berskala nominal, ordinal, dannumerik, sedangkan variabel dependennya nominal, digunakanregresi logistik. Contohnya ingin dicari faktor risiko terjadinyareaktivasi pasien demam reumatik (ya atau tidak), dengan prediktorjenis kelamin, usia, lama sakit, pernah atau tidaknya reaktivasisebelumnya, adaatau tidaknya kelainan katup, status sosial ekonomi,kontrol berobat teratur atau tidak. Dalam pustaka terdapat beberapa formula untuk menentukanjumlah subyek yang diperlukan untuk penelitian tersebut. Namunsemua formula itu mengharuskan kita untuk memperkirakanberapa koefisien korelasi antar semua variabel independen; ini tidakmudah, dan cenderung subyektif. Oleh karenanya banyak ahlimenganjurkan penggunaan rule of thumb dengan patokan jumlahvariabel independen yang diteliti. Dasar penggunaan rule of thumbtersebut adalah pengalaman para ahli dalam melakukan analisismultivariat. Salah satu rule of thumb adalah bahwa jumlah subyekyang diperlukan adalah antara 5 sampai 50 kali jumlah variabelindependen; yarrg paling banyak dianjurkan adalah 10 kali jumlahvariabel independen. Jadi bila jumlah variabel independennya 6,maka diperlukan antara 30 sampai 300 subyek; suatu rentangestimasi yang sangat lebar. Dalam menentukan jumlah subyekberdasar cara ini harus diingat bahwa pemilihan jumlah subyekyang sedikit akan memperlebar interval kepercayaan hasil studi, *.a

378 Perkiraanbesar sampelsehingga mungkin akan banyak faktor risiko yang secara statistikatidak bermakna. Bila digunakan faktor perkalian yang besar (60kali jumlah variabel independen), maka hasilnya akan amat bagus,rentang interval kepercayaannya akan sempit dan orang akan lebihmempercayai hasil penelitian tersebut. Rekomendasi lain dengan rule of thumb lebih sederhana. Tanpamelihat jumlah variabel independen, jumlah subyek yang lebihdari 400 disebut sebagai banyak atau memadai, antara 200 sampai400 sedang, kurang dari 200 disebut sedikit. KIAT UNTUK MEMPERKECIL BESAR SAMPELDalam penelitian klinis seringkali peneliti mengharap agar subyekpenelitian tidak terlalu besar, baik oleh karena faktor biaya, waktu,fasilitas, atau jumlah subyeknya yarrg terbatas. Selain itu secaraetika memang tiap peneliti dituntut untuk menggunakan subyeksesedikit mungkiry khususnya apabila digunakan plasebo pada ujiklinis. Oleh karena itu sangat wajar bila peneliti cenderung untukberupaya agar jumlah subyek penelitian berada dalam jangkauarytanpa mengurangi kesahihannya dalam menjawab pertanyaanpenelitian. Upaya untuk memperkecil besar sampel ini dapatdilakukan dengan beberapa cara, dengan memperhatikan masing-masing rumus besar sampel.1 Memperlebar ketepatan yang masih dapat diterima pada studi deskriptif, misalnya untuk proporsi tunggal. Karena ketepatan merupakan penyebut atau denominator, maka hasil persamaan akan lebih kecil apabila ketepatan tersebut lebih besar. Kerugian cara ini adalahhasil penelitian mempunyai penyimpangan yang lebar, artinya keakuratan penelitian menjadi berkurang. Analog dengan uraian tersebut, hal yang sama juga digunakan pada estimasi rerata.2 Memperbesar besar nilai a dan atau F, yu.g akan memperkecil za maupun zu. Pada semua rumus besar sampel zo dan zu merupakan pembilang (numerator), jadi dengan memperkecii zoatalu zu maka sampel menjadi lebih kecil. Tetapi ini membawa |rll

BambangMadiyono dkk 379 konsekuensi serius, yakni kesalahan tipe I dan tipe II menjadi besar, sehingga keakuratan penelitian akan menjadi berkurang.3 Mempetbesar effect size, baik untuk hipotesis perbedaan 2 proporsi, 2rerata, maupun risiko relatif dan rasio odds.Tindakan ini mengancam diperolehnya hasil uji hipotesis yang negatif (secara statistika tidak bermakna atau p>0,05) meskipun secara klinis perbedaan yang ada cukup penting. Ketiga langkah di atas tidak dianjurkan, katena konsekuensistatistika akan mengurangi keakuratan hasil penelitian. Langkah-langkah tersebut di bawah ini dapat mengurangi besar sampel sertatidak bertentangan dengan prinsip-prinsip penelitian:1 Memilih variabel yang berskala numerik, bukan nominal atau ordinal, baik untuk penelitian deskriptif maupun analitik. Karena ketepatan pengukuran, maka besar sampel untuk variabel numerik lebihkecil daripada untukvariabel dengan skala nominal ataupun ordinal. Misalnya untuk membandingkan beda proporsi hipertensi antara 2 kelompok dokter diperlukan sampel yang lebihbesar daripada untuk membandingkan rerata tekanan darah kedua kelompok tersebut.2 Melakukan matching individual. Pemilihan kontrol secara matching akan memperkecil jumlah subyek yang diperlukan, meskipun juga akan menimbulkan masalah tersendiri, yakni: (a) pemilihan subyek menjadi jauh lebih sulit; (b) tidak dapat digunakan untuk uji klinis acak tersamar.3 Melakukan pengukuran yang variabilitasnya kurang sehingga simpang bakunya kecil. Perhatikan kembali bahwa pada variabel numerik, baik untuk studi deskriptif maupun studi analitik simpang baku merupakan pembilang, sehingga apabila nilainya dapat diperkecil maka besar sampel pun akan lebih kecil4 Memilih efek yang lebih sering terjadi; misalnya alih-alih kematian sebagai efek yang dibandingkar; dapat dipilih variabel lain yang lebih sering terjadi, misalnya renjatan atau gagal napas; ini disebut sebagai surrogate outcome. Dalam memilih surrogate outcome ini perlu dipikirkan apakah ia memang mewakili apa yang diteliti, karena adanya komplikasi atau variabel lain tidak * ,,;* \"t

380 Perkiraanbesar sampel selalu sejalan dengan kejadian kematian. Misalnya tingginya titer Widal tidak sejalan dengan prognosis pasien tifoid, hingga reaksi Widal sebagai surrogate outcome tidak menggambarkan prognosis pasien tifoid.5. Penggunaan kelompok studi dan kelompok kontrol yang tidak sama besar mungkin dapat menolong bila jumlah kasus sedikit namun mudah mencari kontrolnya (lihat uraian di atas). Bila dengan semua cara yang mungkin jumlah subyek yangmemadai (atau mendekati memadai) diperkirakan tidak dapatdiperoleh, maka lebih baik kita lupakan penelitian tersebut, karenatidak memenuhi syarat utama pertanyaan penelitian, yaknikemampulaksanaan (lihat Bab 3). BEnEnNPA CATATANPerlu diingat bahwa tidak ada formula besar sampel yang disepakatioleh secara universal untuk pelbagai desairy seperti sebagai uji non-parametrik danuji multivariat. Dalamhal ini makapada data ordinafuntuk perhitungan besar sampel, diubah menjadi skala nominaldikotom. Sedangkan untuk uji multivariat dapat dipakai rule of thumbdalam penetapan besar sampel, yang besarnya amat bervariasimenurut pelbagai pakar (lihat uraian sebelumnya). Dalam estimasi besar sampel hal-hal berikut perlu diperhatikan:'1, Be parsimonioas. Peneliti harus berhemat. Subyek penelitian yang amatbanyak akan membawa konsekuensi logistik, tenaga, waktu dan etika. Sedapat mungkin dicari upaya memperkecil besar sampel, dengan berpegang pada pertanyaan penelitian2 Be ueatiae. Peneliti harus kreatif. Bila desain yang dipilih ternyata tidak tersedia rumus untuk estimasi besar sampel, ubahlah variabel penelitian sehingga mendekati keadaan yang mempunyai rumus.3 Be logic. Peneliti harus berpikir logis. Jangan t{rlalu banyak merumuskan pertanyaan penelitian yang membawa akibat kesulitan menentukan besar sampel (di samping konsekuensi lain yang serius) il -4n.a

BambangMadiyono dkk 381 Be realistic. Peneliti harus realistik. Bila pertanyaan penelitian ternyata tidak mungkin terjawab karena ketiadaan subyek yang memadai, maka ia harus siap mengambil alternatif, misalnya mengubah pertanyaan penelitian, atau bahkan yang terburuk meninggalkan topik penelitian tersebut. Be stupiil. Peneliti kadang harus berani bertingkah'bodoh'. Bila memang tidak tersedia rumus yang sesuai dapat dipergunakan rule of thumb yang disarankan oleh para ahli, yang biasanya mendasarkan sarannya pada pengalaman dalam menggunakan teknik analisis tersebut. Dnrran PUsTAKAL Altman DG. Practical statistics for medical research. London: Champman and Hall;19912 Altman DG, Machini D, Bryant TN, Gardner M]. Statistics with confidence. Edisi ke-2. London: BMJ;2000 Dawson B, Trapp RG. Basic & clinical biostatistics. Edisi ke-3. Boston: Lange Medical Books/ Mc Graw-Hill, 2001,. Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical epidemiology - the essentials. Baltimore: Williams & Wilkins; 1996 Hulley SB, Cummings S& Browner WS, Grady D, Hearst N. Newman TB. Penyunting. Designing clinical research - An epidemiologic approach. Edisi ke-26 Lemeshow S, Hosmer Jr DW, Klar j, Lwanga SK. Adequacy of sample size in health studies Chicester: ]ohn Wiley & Sons, 19907 Lwanga SK, Lemeshow S. Sample size determination in health studies, Geneve: WHO, 1991 Sacket DL, Haynes RB, Tugwell P. Clinical epidemiology -Abasic science for clinical medicine. Boston: Little, Bron & Co, 1985. 6Ai

382 Perkiraznbesar snmpel Soloh sotu ospek penting dolom meroncong penelitian odoloh menetopkon beropa subyek dipenlukan unfuk memperoleh jowobon otos pertonoon penelition dengon tingkot kesolohon yong ditefopkon Penentuon besor sompel diperlukon boik untuk studi deskriptif moupun studi anolitik Bergontung podo desoin penelition, besor sompel dihitung berdosorkon formulo yong sesuoi. Besor sompel untuk studi deskriptif memerlukon informasi tentong kesolohon tipe I (a), sedongkon untuk studi onolitik IIjugo diperlukon informasi tantong kesolohon (B) Bilo dolom sofu penelition terdopot lebih dori 1 desoin, moko perlu dihitung besor sompel untuk tiop desoin. Desoin utomo yong dimoksudkon untuk menjowob perfonyoon penelition ufomo horus diprioritoskon bilo terdapot kesuliton untuk memenuhi besor sompel yong diperlukan. Perlu dihindorkon kesolohon yong sering terjodi, yokni memilih effect size dori pustoko; sehorusnyo odolah clinicol judgment; ef f ect size berupo yong bermokno secara klinis. Perhitungon besor sompel yong benor untuk studi deskriptif menghasilkon studi dengon ketepoton yong diinginkon, sedong podo studi onolitik okon menyelorqskon kemoknoon stotistiko dengon kemoknoon kl inis. &t


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook