Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Bab 10. Berbagai Macam Kelalaian

Bab 10. Berbagai Macam Kelalaian

Published by haryahutamas, 2016-08-03 04:21:51

Description: Bab 10. Berbagai Macam Kelalaian

Search

Read the Text Version

BERBAGAI MACAM KEIAIAIAN (Negligencel Di dalam konteks Hukum Medik istilah dan kasus \"Kelalaian\"dapat dikatakan memenuhi sebahagian besar memenuhi kepustakaanyang menyangkut yurisprudensinya. Kadang-kadang secara umumdipakai istilah \"malpraktek medik\" atau Kelalaian Medik. \"Malpraktek\" adalah istilah umum yang sebenarnya bukan hanyabisa terjadi di dunia kedokteran saja. Profesi lainpun, seperti hukumatau akuntan atau apoteker juga bisa dituntut berdasarkan malpraktekprofesinya. Sehingga jika berbicara mengenai masalah yang menyangkutbidang medik, sebaiknya ditambah juga dengan embel-embel \"medik\"sehingga menjadi malpraktek medik (medical malpractice). Seorang dikatakan telah berbuat kelalaian apabila ia melakukansuatu tindakan yang seharusnya tidak dilakukan, atau sebaliknyatidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan menurut ukuranseseorang yang biasa, wajar dan hati-hati (reasonable man). Di dalam arti kelalaian sudah tersirat suatu sifat sembronoatau sembarangan (heedlessness or carelessness) yang merupakantindakan yang menyimpang dari tolok ukur yang secara umum biasanyadapat diharapkan dilakukan terhadap setiap anggota masyarakat.Anggota masyarakat yang wajar dalam melakukan suatu tindakan akanselalu menjaga agar jangan sampai mencelakakan sesama manusia. Kelalaian juga bisa terjadiwalaupun seorang dokter sudah mem-perhitungkan akibat dari tindakannya dan juga telah mempertimbangkansebaik-baiknya, namun ia lalai atau tidak menyiapkan upaya pen-cegahan terhadap suatu risiko yang bisa menimbulkan bahaya ter-hadap pasiennya. Bahasa lnggris lebih kaya dalam peristilahantentang berbagai macam kelalaian. Bentuk-bentuk kelalaian di dalambahasa lnggris terdapat 5 (lima) macam, yaitu:94

1. Malfeasance apabila seseorang melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan hukum atau melakukan perbuatan yang tidak patut. (execution of an unlawful or improper act).2. Misfeasance pelaksanaan suatu tindakan tidak secara benar (the improper performance of an act).3. Nonfeasance tidak melakukan suatu tindakan yang sebenamya ada kewajiban untuk melakukan (the failure to act when there is a duty to act).4. Malpractice kelalaian atau tidak berhati-hati dari seorang yang memegang suatu profesi, seperti misalnya: dokter, perawat, bidan, akuntan, dan profesi lainnya sebagainya dalam menjalankan kewajibannya (negligence or carelessness of a professlonal person, such as a nurse, pharmacist, physician, accountant, etc.)5. Maltreatment Cara penanganan sembarangan, misalnya suatu operasi yang dilakukan tidak secara benar atau terampil (improper or unskillful treatment). Hal ini bisa disebabkan karena ketidaktahuan, ke- lalaian, sembarangan atau secara acuh (ignorance, neglect, or wilfulness).6. Criminal negligence sifat acuh, dengan sengaja atau sikap yang tidak peduli terhadap keselamatan orang lain, walaupun ia mengetahui bahwa tindakan- nya itu bisa mengakibatkan cedera/merugikan kepada orang lain (reckless disregard for the safety of another. It is the willful indifference to an iniury which could follow an act). 95

Tingkat-tingkat KelalaianOleh hukum hanya dibedakan 2 (dua) ukuran tingkat kelalaian:*1. Yang bersifat ringan, biasa (s/rght, simple, ordinary) pulpa levis), yaitu apabila seseorang tidak melakukan apa yang seorang biasa, wajar dan berhati-hati akan melakukan, atau justru me- lakukan apa yang orang lain yang wajar tidak akan melakukan di dalam situasiyang meliputi keadaan tersebut.-2. Yang bersifat kasar, berat (gross, serlous,) (Culpa lata), yaitu apabila seseorang dengan sadar dan dengan sengaja tidak melakukan atau melakukan sesuatu yang sepatutnya tidak ilakukannya (the intentional or wanton omission of care which would be proper to provide or the doing of that which would be improper to do). Sebagai contoh butir (2) misalnya dapat diambil kasus Hastingsv. Baton Rouge Center Hospital, 498 So. 3d 713 (S.C. La 1986)mengenai seorang pasien yang dari suatu Unit Gawat Darurathendak ditransfer ke rumah sakit lain, sedangkan pasien belum di-stabilkan. Pasien yang menderita luka tusuk pada torak telah me-ninggal di dalam perjalanan pengangkutan ke rumah sakit lain. Hal inidisebabkan karena dokter spesialis \"On Call\" tidak mau datangpadahal rnalam itu adalah giliran jaganya.Alasannya: karena pasien itu tidak mempunyai asuransi. Padahal me-nurut ketentuan yang terdapat pada 'hospilal bylaws\" secara jelas di-larang untuk mentransfer pasien tanpa memperhatikan keadaannya.Hakim mempersalahkan dokter spesialis tersebut dan mengatakanbahwa dalam kasus ini sudah jelas kesalahannya dan tidak diperlu-kan kesaksian dari saksi ahli lagi (the failuie of an on-calt physicianto respond to a hospital emergency, when he knew or should haveknown his presence was necessary, is obvious negligence).Di dalam hal ini hakim menerapkan doktrin \"Res rpsa loquitur\" atau\"The thing speaks for itself'alau\"The doctrine of Common Knowledge\".96

Unsur-unsur Kelalaian Untuk berhasilnya suatu tuntutan berdasarkan kelalaian, harusdipenuhi 4 (empat) unsur yang dikenal dengan nama 4-D, yaitu:1. Duty to use due care Tidak ada kelalaian jika tidak ada kewajiban untuk mengobati. Hal ini berarti bahwa harus ada hubungan hukum antara pasien dan dokter/rumah sakit.' Dengan adanya hubungan hukum, maka' implikasinya adalah bahwa sikap tindak dokter/perawat rumah sakit itu harus sesuai dengan standard pelayanan medik agar pasien jangan sampai menderita cedera karenanya. Adagium \"Primum non nocere\" terutama harus ditaati. Hubungan pasien- dokter/perawat rumah sakit itu sudah harus ada pada saat peristiwa itu terjadi. timbulnya hubungan ini bahkan juga dapat terjadi dari suatu pembicaraan per telpon. Di dalam kasus \"O 'Neil v. Montefiori Hospital, 11 App.Div.2d 132. 202 N.Y. 2d 436 ('1st Dep. 1960), seorang dokter mengadakan pembicaraan per telpon dengan seorang pasien tentang kondisi- nya. Tanpa memeriksa pasien dulu secara fisik, dokter tersebut mengizinkan pasien itu ke luar dari rumah sakit dengan hanya memesan agar besok pagi kembali lagi ke rumah sakit. Namun sang pasien pada malam harinya itu ternyata meninggal. Pengadilan berpendapat bahwa seorang dokter yang telah menerima seseorang sebagai pasien untuk diperiksa dan diobati, namum tanpa memeriksa lagi pasiennya, sehingga membuktikan adanya kewajiban sebagai mana terdapat pada unsur pertama: Duty of due care\". Contoh lain misalnya: seorang dokter terkenal di dalam kapal terbang duduk di sebelah seorang penumpang lain yang baru dikenal. Karena wajah sang dokter sering terdapat di majalah maka orang itu langsung mengenalinya dan mulai menrbuka pembicaraan. Antara mana diceritakan tentang penyakitnya dan juga sekaligus menanyakan obat apa yang ia harus makan. Sang dokter menyebutkan beberapa obat yang sering dipergunakan. Orang itu kemudian membelinya di rumah obat dan meminumnya, 97

namun ternyata tidak cocok karena terdapat kontra-indikasi untuknya, sehingga menderita luka karenanya. Orang itu kemudian menuntut dokter tersebut, tetapi kemudian ditolak oleh hakim karena tidak memenuhi unsur pertama tersebut, dalam arti tidak ada hubungan sebagai dokter-pasien.2. Dereliction (breach of duty) Apabila sudah ada kewajiban (duty), maka sang dokter / perawat rumah sakit harus bertindak sesuai dengan standard profesi yang berlaku. Jika terdapat penyimpangan dari standard tersebut, maka ia dapat dipersalahkan. Bukti adanya suatu penyimpangan dapat diberikan melalui saksi ahli, catatan-catatan pada Rekam medik, kesaksian perawat dan bukti-bukti lainnya. Apabila kesalahan atau kelalaian itu sedemikian jelasnya, sehingga tidak diperlukan kesaksian ahli lagi, maka hakim dapat menterapkan doktrin \"Res ipsa Loquitu/'. Tolok ukur yang dipakai secara umum adalah sikap-tindak seorang dokter yang wajar dan setingkat di dalam situasi dan keadaan yang sama.3. Damage (lnjury) Unsur ketiga untuk penuntutan malpraktek medik adalah \"Cedera atau kerugian\" yang diakibatkan kepada pasien. Walaupun se- orang dokter atau rumah sakit dituduh telah berlaku lalai, tetapi jika tidak sampai menimbulkan luka/cedera/kerugian (damage, iniury, harm) kepada pasien, maka ia tidak dapat dituntut ganti-kerugian. lstilah luka (injury) tidak saja dalam bentuk fisik, namun kadangkala juga termasuk dalam arti ini gangguan mental yang hebal (mental anguish). Juga apabila terjadi pelanggaran terhadap hak privacy orang lain.4. Direct Causation (Proxi mate cause) Untuk berhasilnya suatu gugatan ganti-rugi berdasarkan malpraktek medik, maka harus ada hubungan kausal yang wajar antara sikap- tindak tergugat (dokter) dengan kerugian (damage) yang menjadi diderita oleh pasien sebagai akibatnya. Tindakan dokter itu harus merupakan pehyebab langsung. Hanya atas dasar penyimpangan saja, belumlah cukup untuk mengajukan tuntutan ganti-kerugian.98

Kecualijika sifat penyimpangannya itu sedemikian tidak wajar sehingga sampai mencederai pasien. Na,'nun apabila pasien tersebut sudah diperiksa oleh dokter secara adekuat, maka hanya atas dasar suatu kekeliruan dalam menegakkan diagnosis saja, tidaklah cukup kuat untuk meminta pertanggungjawaban hukumnya. Standard Profesi Medik Di dalam menilai suatu kasus malpraktek medik, maka tolok- ukurnya adalah apa yang dinamakan: Standard profesi medik. Namun apa yang dimaksudkan dengan istilah ini ? Standard profesi medik menguraikan apa yang seharusnya dilakukan atau sikap-tindak yang diharapkan dari seorang profesionalyang wajar di dalam situasi tersebut. Mungkin terhadap Standard Profesi Medik perlu terus diadakan perbaikan sesuai perkembangan ilmu kedokteran. Di negeri Belanda sudah diciptakan apa yang di- namakan \"Richtlijnen\", semacam Pedoman bagaimana harus berlakudidalam hal-hal tertentu. setiap Pedoman dibuat sedemikianlengkapnya, sehingga dapat dipakai sebagai tolok-ukur apabila adagugatan Dugaan Malpraktek Medik (DMM). Tingkat kewajaran dari seorang dokter yang biasa yang ber-tindak dan hati-hati (reasonable person, doctor) di dalam situasisemacam itu. Tolok ukur \"reasonable prudent person\" atau se-orang yang berhati-hati secara wajar adalah suatu ciptaan hipotetisdari disiplin hukum yang dipakai sebagai alat pengukur. Walaupuntolok ukur ini masih bersifat umum dan masih harus ditafsirkan lagi,tetapi setidak-tidaknya sudah ada sesuatu yang dapat dipakaisebagai pedoman. Tanpa adanya pedoman ini r:naka penilaian salahtidaknya akan sangat tergantung kepada pendapat subjektif setiaphakim secara pribadi. \"Orang wajar\" ini masih harus melihat juga berbagaifaktor,seperti: usia, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengetahuan danketrampilan, kapasitas, mental dan sebagainya. Juga memegangfaktor menentukan adalah keadaan kondisi pasien, tingkat penyakitnya,usia, komplikasi dan lain-lainnya yang bisa mempengaruhi sikap-tindak dokter dalam mengambil keputusannya. Tingkat hati-hati dari 99

\"orang wajar\" ini sangat diperlukan untuk mempertimbangkan adatidaknya suatu kesalahan atau kelalaian. Untuk mengambil sebuah contoh dalam kehidupan sehari-harimisalnya seseorang yang mengendarai kendaraan dijalan umum. laharus hati-hati dan mematuhi aturan-aturan lalu-lintas, sehingga tidaksampai mencederai orang lain. Namun lain halnya jika ia dengan ke-cepatan agak tinggi .mengendarai mobilnja di jalan bebas hambatan(tol). Salah satu unsur penting yang pertama-tama harus dipertim-bangkan adalah apakah dapat dibayangkan (foreseeability) kemung-kinan timbulnya cedera/kerugian tersebut ? Kedua: apakah kesem-barangan atau kelalaian itu adalah penyebab'langsung (proximatecause) dari cedera yang diderita pasien penggugat ?Untuk membuktikan apa yang seorang dokter/perawat rumah sakityang wajar akan bertindak, hakim bisa memakai kesaksian ahli,yaitu seorang seprofesi yang setingkat dan terlatih di dalam bidangkedokteran dan perawatan tentang apa yang merupakan standard didalam situasi. keadaan dan tempat yang hampir sama. Dikatakanyang sama, karena peralatan, kebiasaan dan lain-lainnya bisaberbeda-beda.Seorang dokter yang ditempat di suatu tempat terpencil dan di manaperalatan dan lainnya serba terbatas, tentu tidak dapat dibandingkantindakannya dengan seorang dokter rumah sakit di kota besar yangserba lengkap peralatannya.Kesaksian ahli ini perlu bagi para penegak hukum (Polisi, Jaksa danpara Hakim) yang memeriksa kasus malpraktek medik yang biasanyakompleks dan bersifat kasuistis. Pada intinyapa.a saksi ahlimernbantupara penegak hukum dengan memberikan uraian yang objektif denganmemberikan pendapatnya yang dapat dipakai sebagai tolok-ukur adatidaknya suatu kelalaian. Namun Hakim tentunya tidak terikatdengan apa yang diuraikan oleh saksi ahlitersebut.100

Kini masih timbul pertanyaan: apakah standard profesi medik itubersifat nasional, dalam arti berlaku sama di semua wilayah lndo--nesia? Kalau kita melihat sejarah di Amerika, maka dahulu kala-sekarang sudah tidak berlaku lagi di sana dahulu berlaku suatudoktrin yang dinamakan \"locality rule\", standardnya tergantung kepadatempatnya. lni berarti bahwa tingkat ilmu pengetahuan kedokteranmasih tergantung kepada wilayah di mana dokter itu berpraktek. Namun dewasa ini Amerika sudah meninggalkan doktrin ter-sebut. Hal ini disebabkan karena hubungan komunikasidan informasiberjalan demikian cepatnya, sehingga tidak tergantung darijarak danwaktu lagi. seorang dokter yang berpraktek di tempat kecilpun, di-anggap bisa mengikuti perkembangan ilmu kedokteran melaluikonferensi, seminar, majalah, televisi, media masa, bahkan kini jugasudah dilakukan melalui satelit. suatu profesi, apalagi di bidang kedokteran adalah suatu Tife-long education\", suatu pendidikan yang berkesinambungan seumurhidup tanpa akhir. Dan seorang dokter yang tidak mengikuti per-kembangan ilmunya, cenderung dan mengandung risiko besar akan bisa terkena tuntutan malpraktek medik(A physician who sfands sfr4 as medicine progress, come to bear aresemblance to the herb-bearing witch-doctor. And a witch-doctorcharged with matpractice will rarely elicit the sympathy of the Coutt :Sharpe & Sawyer). Namun masalah ini menurut pendapat saya untuk lndonesia- -doktrin \"locality rule\" tersebut masih diperlukan penerapannya didalam Hukum Medik. Situasi, kondisi, tingkat taraf telekomunikasiserta geografi negara kita yang terdiri dari sekian ribu pulau tidakbisa disamaratakan tingkatnya. Letak wilayah yang terpencar di antarakepulauan, adanya lokasi yang sukar dicapai, belum meratanyapenyebaran tenaga medik dan para medik, masih kurang lancarnyatransportasi dan komunikasi, berlainan sosial-budaya, dan lain-lainbelum memungkinkankan untuk menghilangkan doktrin \"locality rule\". Di bawah ini diberikan beberapa contoh tentang Kelalaiansebagai berikut: 101

Lalai karena kurang pengalamanMaynard v. West Midlands RHA (1984) 1 WLR 634, 638. Kurangnya pengalaman tidak. bisa dipakai sebagai pemaafkelalaian. Hakim banding secara tetap menolak pendapat bahwaadanya variasi dalam standar profesi medik. Hal ini diparalelkandengan seorang pengandara mobil yang walaupun telah berusahauntuk mengendarai sebaik mungkin, namun ukuran standar adalahsama seperti seorang pengendara lain yang pandai dan ber-pengalaman Pendirian seperti kasus Maynard ini juga diterapkanoleh hakim lain dalam kasus :Wilsher v. Essex AHA (1986) 3 All ER 801, CA. Pengadilan tingkat banding seorang dokter junior staf darirumah sakit bertanggungjawab. Martin Wisher telah dilahirkan hampir3 bulan prematur. la dirawat di bagian neo-natal, dimana dokterpandai dari rumah sakit telah menyelamatkan jiwanya. Hanya sangatdisayangkan, dokter junior membuat kesalahan di dalam memonitorkadar oksigen di dalam darah dan telah dua kali memberikan kadaroksigen sacara berlebihan yang menyebabkan timbulnya retrolentalfibroplasia (RLF), sekarang disebut \"Renopathy of Premature (ROP).Retinanya Martin dalam hal ini berada di dalam suatu keadaan yangtidak mungkin disembuhkan lagi, bahkan secara gradual akanmenyebabkan kebutaan. Namun House of Lords menganggap bahwa penggugat telahgagal membuktikan bahwa kelebihan oksigen inilah sebagai penyebab-nya ROP, suatu kondisi dari retina yang membuat Martin hampirbuta. Yang penting adalah pertimbangan hakim yang telah menolakargumentasi bahwa dokter staf yang bersangkutan kurang pengalaman.Hukum mensyaratkan bahwa semua staf medik di dalam unit se-macam ini harus memenuhi standar kepandaian dan pengalamanyang lazim. Menurut pembuktian secara ilmiah ROP mungkin disebabkanoleh kelebihan p6mberian oksigen, namun masih terdapat 5 (lima)sebab lain yang bisa menyebabkan ROP dalam bayi prematur yang102

berada dalam keadaaan gawat. Pengadilan pertama menganggapadanya kelalaian pada pihak tergugat, maka pembuktian sebaliknyakini dibebankan kepada tergugat. Namun House of Lords tidak menerima pendirian ini dan me-merintahkan pemeriksaan ulang. Beban pembuktian terletak hanyapada penggugat, dan tidak beralih kepada tergugat walaupun telahdibuktikan adanya kelalaian. Dengan demikian maka pembuktianpaling sedikitnya harus'membuktikan bahwa terdapat keadaan yanglebih berat pada adanya kelalaian daripada tidak (more likely thannot) yang setidak-tidaknya secara material telah menambah beratkantimbulnya risiko terhadap timbulnya keadaan penggugat.Kelalaian jelas sehingga beralihnya beban pembuktian Di dalam kasus-kasus tertentu kelalaiannya sudah sedemikianjelasnya sehingga beban pembuktiannya (burden of proof) yang tadinyaterletak pada penggugat kini beralih kepada tergugat. lni berdasarkanadagium: Res rpsa loquitur atau The thing speaks for itself. Kesalahanatau kelalaiannya sudah sedemikian jelasnya, sehingga sebenarnyatidak perlu kesaksian akhli lagi. Misalnya tertukar pasien yangdioperasi, salah amputasi kaki, tertinggalnya kain kasa atau alatdalam tubuh pasien. Dalam hal di bawah ini disajikan kelalaian dibidang anestesi, yaitu dalam kasus:Saunders v. Leeds Western HA (1985) 82 [-aw Soc. Gazette(1e51)2 KB 343.Di dalam suatu operasi dalam banyak hal bahayanya lebih banyakterletak di bidang anestesi daripada tindakan operasinya itusendiri. Seorang pasien anak berusia 4 tahun yang secara umumberada dalam keadaan sehat walafiat telah dioperasi untukpembetulan pinggul yang kurang benar letaknya sejak lahir(congenitally displaced hip). Namun sewaktu dioperasi mendapatserangan jantung yang mengakibatkan kerusakan otak.J.Hakim Mann mengatakan bahwa: adalah sudah sangat jelasterbukti bahwa jantung seorang anak yang sehat tidak akan 103

mengalami serangan jantung apabila pemberian obat anestesi danprosedur pembedahan telah dilakukan dengan teliti. Di dalam kasusini beban pembuktiannya beralih kepada dokter spesialis anestesiuntuk membuktikan tidak-adanya kelalaian pada pihaknya.Hotson v. East Berkshire Area HA (1987). lni adalah suatu keputusan yang banyak dipakai sebagaipegangan (leading case). Seorang telah jatuh dan pinggulnya terluka.Staf medik dari rumah sakit telah menegakkan diagnosis yang salahdan disuruh pulang. Lima hari kemudian sesudah menderita kesakitanyang hebat, ia kembali ke rumah sakit. Dokter kemudian menyadarikesalahannya. Pinggul pasien menjadi tak berluna secara tetap (apermanent hip disability). Pasien menuntut rumah sakit dan staf dokter-nya dengan argumentasi: seandainya diagnosis yang ditegakkandengan benar, maka kelumpuhan pinggulnya dapat dihindarkan.Hakim Simon J berpendapat bahwa: andaikata tergugat telah meng-obati dengan cara benar, namun masih ada kemungkinan 75% ke-lumpuhan itu juga akan bisa timbul. Walaupun demikian tergugatdihukum karena telah menghilangkan kemungkinan 25oA untukmenghindarkannya. Namun House of Lords telah membatalkan keputusan ter-sebut. Ditekankannya bahwa di dalam keputusan itu telah diterapkansuatu pertimbangan kemungkinan (balance of probabilifles) sebagaistandar pembuktiannya. Setiap keadaan yang tidak pasti tidak dapatdiperlakukan sebagai suatu kepastian sepertitelah dilakukan dalam halini. (Anything that is more probable than nof rs trcated as ceftainty). Makapenggugat dianggap telah tidak berhasil dalam membuktikan adanyakelalaian.Tolok ukur \"but for\" (walaupun demikian). Di dalam Hukum negara Anglo Saxon terdapat suatu ajarantolok ukur yang dinamakan \"but for\" test (walaupun demikian). lni me-nyangkut walaupun terbukti adanya kelalaian, akan tetapi seandainyatidak ada kelalaian pada pihak dokter, kejadian itu toh tak terelakkan.Contoh yang paling jelas yang masih dipakai hingga klni adalah:104

Barneft v. Chelsea and Kensington Hospital Management Committee,1969,428. Seorang penjaga malam, suami penggugat pada pagi haritelah datang ke suatu rumah sakit dengan keluhan muntah-muntahsesudah meminum teh. Perawat jaga menelpon dokternya dandijawab bahwa penjaga malam itu suruh pulang dan memeriksakansaja kepada dokternya sendiri. Lima jam kemudian penjaga malamitu meninggal karena penyebabnya adalah keracunan arsenikum..Karena dokter itu telah tidak memeriksa pasien itu, maka terdapatsuatu kelalaian pada pihak dokter. Namun kelalaiannya itu sendiribukan penyebab langsung (causa) terjadinya kematian. Maka gugatansang isteri tidak berhasil karena ia tidak dapat membuktikan adanyasuatu \"bala nce of probabilities\" bahwa sang dokterlah adalah penyebabkematian suaminya. Andaikata dokter tersebut telah memeriksa pasienitu dan mengobatinya, toh pasien itu juga pasti akan mati.Gontoh Variasi lain Di dalam kepustakaan hukum medik terdapat banyak sekaliberbagai macam kelalaian dalam melakukan tindakan profesi medikdalam arti luas. Di bawah ini diberikan beberapa contoh yang seringterjadi.a. Kelalaian tidak Merujuk Apabila keadaan pasien secara wajar dapat diatasi oleh dokter-nya, maka ia tidak wajib untuk merujuk pasien itu kepada seorangdokter spesialis. Apabila pasien tidak responsif terhadap pengobatanyang diberikan, tidaklah langsung berarti bahwa ia wajib merujuknyakepada seorang dokter spesialis. Namun apabila seorang dokter mengetahui atau seharusnyamengetahui bahwa kondisi atau kasus pasien itu berada di luarkemampuannya dan merujuknya kepada dokter spesialis akan dapatmenolongnya, maka ia wajib melakukannya. Namun segala sesuatujuga tergantung kepada keadaan finansial pasien, keadaan emosipasien dan keberadaannya doker spesialis. 105

Kode Etik Kedokteran lndonesia dalam pasal 11 merumuskan:\"Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segalailmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita. Dalam hal iatidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan makaia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang mempunyaikeahlian dalam penyakit tersebut\".Seorang dokter jugi dapat dianggap telah melakukan wanprestasi,apabila ia lalai untuk merujuk kepada dokter spesialis apabila iamengetahui atau seharusnya mengetahui bahwa kasus ini adalah diluar jangkauan kemampuannya, bahwa ilmu pengetahuan yangdimiliki tidak cukup untuk dapat memberi pertolongan kepada pasiendan seorang spesialis akan dapat melakukannya.Manion v. Tweedy, 257 Minn. 59, 100 N.W. 2d 124,1960Seorang dokter dapat dipersalahkan telah melakukan malpraktekmedik apabila tidak mengkonsulkan kepada seorang spesialis. Namunsebelum dapat dikatakan telah lalai karena tidak mengkonsulkankepada spesialis, maka harus jelas bahwa dokter itu mengetahui atauseharusnya mengetahui atau mendeteksi bahwa keadaan pasienadalah di luar pengetahuan, ketrampilan teknis, kemampuan ataukapasitas untuk menangani pasiennya dengan sukses.Smith v. Mallinekridt ChemicalWorks, 251 SW 155 Mo. 1923Seorang dokter berusaha untuk mengangkat sebuah benda asingdari mata pasien. Gejala-gejalanya menunjukkan ke arah pelepasanretina, namun sang dokter tidak mengatakan demikian. Dokter itumengatakan bahwa pasiennya terserang pilek. Seminggu kemudianpasien pergi ke dokter spesialis mata, namun penglihatannya sudahtidak bisa tertolong lagi. Pengadilan berpendapat bahwa dokter itutelah berbuat kelalaian karena tidak merujuk kasus ini kepada seorangspesialis yang pasti akan mendeteksi sifat penyakit matanya.Ramberge v. Morgan, 218 NW 492 lowa 1928)Seorang dokter polisi memeriksa korban kecelakaan di tempat yangtelah tertabrak mobil. Korban itu berada dalam keadaan tidak sadar.106

Dokter polisi itu menarik kesimpulan bahwa ketidaksadaran pasiendisebabkan karena keracunan alkohol, bukan karena akibat tabrakandan menginstruksikan untuk membawanya ke tempat penahanan,dan tidak ke rumah sakit. Dokter itu mengetahui bahwa korban initelah berada dalam keadaan tidak sadar untuk beberapa hari,sehingga pada akhirnya dipindahkan dari rumah tahanan ke rumahsakit. Pasien kemudian meninggal. Otopsi yang dilakukan mengung-kapkan adanya fraktur pada batok kepala. Dokter polisi itu dianggapbertanggungjawab, karena kelalaian tidak merujuk korban lalu-lintaske dokter lain atau mengirimnya ke rumah sakit.b. Lalai tidak konsultasi dengan Dokter terdahuluKadang-kadang seorang pasien sudah pernah di bawah pengobatandari dokter atau beberapa dokter lain yang sudah memberikan obat-obatan tertentu atau telah melakukan prosedur pembedahan. Untukmencegah adanya risiko di dalam pengetrapan suatu prosedur peng-obatan adalah sangat dianjurkan untuk menghubungi dokter-dokterterdahulu yang telah memberikan pengobatan sebelumnya.Longford v. Kosterlitz,2S0 P. 80 Cal. 1930Di dalam mengobati penyakit asma pasien, tulang turbinate yangtengah telah dibuang. Kemudian pasien berobat kepada seorangdokter lain. Dokter kedua ini tidak mengadakan konsul kepada dokterpertama mengenai operasi tersebut. Dokter kedua menginjeksikanalkohol dan novocaine ke dalam hidung untuk mematikan ganglion dihidung. Sebagai akibat pasien menjadi buta. Dokter kedua itu di-anggap bertanggungjawab.c. Lalai tidak merujuk pasien ke Rumah Sakit dengan peralatan tenaga yang terlatih Seorang dokter tidak saja harus sadar akan ilmu pengetahuan-nya secara pribadi dan keterbatasannya, tetapijuga akan peralatanyang sesuai dalam menangani pasien. Di dalam praktek seorangdokter bisa saja berhidapan dengan suatu pasien yang penanganan-nya memerlukan instrumen tertentu khusus dan prosedur yang ia 107

tidak sedia. Atau juga memerlukan asisten dalam menanganinya.Praktek yang baik menuntut agar dokter itu merujuk pasien itu kesuatu rumah sakit di mana tersedia peralatan dan asisten terlatihtersedia. Di bawah ini diberikan contoh-contoh sebagai ilustrasi.Wilson v. Corbin 41 NW 2d lowa, 1950 Seorang dokter memeriksa pasien korban kecelakaan lalu-lintas. Dokter tergugat tersebut juga mengakui bahwa apabila fotoRontgen menunjukkan adanya fraktur pada vertebra, maka pasienharus dibawa ke rumah sakit pendidikan. la mengambil foto depandari vertebra pasien, tetapi pengambilan secara lateral tidak dapatdibuat, karena alat Rontgen tersebut tidak dilengkapi dengan suatualat tambahan khusus (device) untuk pengambilan foto lateral ter-sebut. Kepada pasien oleh dokternya diberitahukan bahwa tidakada tulang yang patah, namun tiga bulan kemudian pada sebuahpengambilan foto lateraltampak adanya suatu fraktur. Dokternya dahulu tidak pernah menganjurkan pasiennya untukpergi ke rumah sakit yang lebih besar untuk pengambilan foto lateralX-ray. Bahkan dokter itu mengatakan bahwa pemeriksaan demikiantidak diperlukan. Pengadilan tingkat banding menganggap dokternyabertanggungjawab.Twedt v. Haugen, 294 NW 183 N.D. 1940 Seorang dokter umum menangani kaki pasien yang patah dantidak merujuknya kepada seorang dokter spesialis ortopedi, walaupunpenyembuhan kakinya tidak betul. Seorang dokter lain yang dikonsultoleh pasien mengirim pasien itu ke rumah sakit, di mana dilakukanoperasi. Hakim mempersalahkan dokter pertama dan menyatakanbahwa seorang dokter yang berpraktek di suatu tempat kecil tidaksaja harus mempergunakan fasilitas yang tersedia di tempat itu saja.Cara transportasi dan komunikasi modern memungkinkan aksesterhadap medical centers di mana penanganan tepat dapat dilakukandan tersedianya fasilitas dan tenaga terlatih.World Hospital, Vol XIX No. 182, April 1983 Sebuah rurnah sakit yang tidak mempunyai alat CT-Scan telahdipersalahkan oleh pengadilan. Bukan karena tidak tersedianya alat108

yang mahal ini, tetapi karena rumah sakit tersebut tidak merujukpasien tersebut ke rumah sakit lain yang mempunyainya. Akibatnya:pasien sampai meninggal. Rumah sakitnya dipersalahkan, karenakekurangan data diagnostik (/ack of diagnostic information) yangdiperlukan sehingga pasien meninggal.d. Tidak mendeteksi adanya infeksi Kegagalan seorang dokter untuk mendeteksi bahwa pasienmenderita semacam infeksi, tidak selalu berarti kelalaian. Apabilatidak terdeteksi infeksi tersebut disebabkan karena keadaannya tidakmemungkinkan untuk melakukan pemeriksaan singkat pun, makatanpa adanya justifikasi yang dapat diterima, ia dapat dipersalahkankarena kekurangan ketelitian. Sebaliknya apabila seorang doktertelah melakukan segala macam pemeriksaan yang para dokter lainjuga akan melakukan apabila berhadapan dengan pasien dengangejala-gejala sama, maka ia tidak dapat dianggap bertanggungjawab,apabila infeksi itu tidak diketemukan untuk beberapa waktu.Baird v. National Health Foundation,l44 SW 2d 850, Mo 1940Penyakit seorang pasien wanita didiagnosiskan sebagai pilek. lajuga menderita infeksi streptococcus berat. Pengadilan menganggapdokter itu bersalah, karena berulang-ulang telah menolak permintaansuami dan keluarganya untuk dilakukan sesuatu. Hakim menyatakanbahwa seorang awampun dapat menarik kesimpulan bahwa pasienitu juga menderita penyakit lain daripada pilek, apabila pada tubuhnyaterdapat tanda-tanda hitam. Namun hal ini tidak pernah dilihat olehdokter tergugat. Seorang dokter lain dipanggil oleh suami pasien danmenegakkan diagnosisnya secara langsung dan memberi kesaksianbahwa tergugat seharusnya melihat pasiennya setiap hari.Majestich v. Westin,8O Cal Rptr 787, Cal. 1969Seorang anak perempuan berumur 8 tahun hendak dioperasi kaki-nya karena menderita \"drop foot\". Enam hari kemudian timbul infeksi.Saksi ahli dari penggugat menyatakan bahwa seharusnya diberikanantibiotik pada waktu itu. 109

Namun pengadilan berpendapat bahwa tidak ada kesamaanpendapat apakah harus diberikan antibiotik atau tidak. Ada yangmengatakan harus diberikan, ada pula yang bilang tidak. Maka karenatidak ada persesuaian paham ini, maka hal ini termasuk bidang penilaianmedik (medical judgement), sehingga secara yuridis tidak dapat di-katakan adanya suatu kelalaian.e. Lalai tidak memberi surat rujukan (tidak bertanya lagi kepada pasien) Di dalam kasus Coles v. Reading Hospital ManagementCommittee, 1963 seorang pasien dengan ibu jari hancur telahdatang untuk meminta pertolongan di rumah sakit daerah. Perawatyang menerima menganjurkan agar pasien pergi ke suatu rumahsakit umum untuk memperoleh suntikan tetanus prophylaxis. Namunpasien itu tidak pergi ke rumah sakit umum, tetapi pergi ke seorangdokter umum. Dokter ini menganggap bahwa menganggap bahwajika pasien sudah ke rumah sakit, tentunya sudah diberikan tetanusprophylaxis, sehingga tidak disuntikkannya kepada pasien. Rumah sakit daerah dianggap telah berbuat kelalaian, karenakebutuhan untuk pergi ditolong di rumah sakit umum tidak ditekankanwanti-wanti kepada pasien dan tidak diberikan instruksi tertulis.Sedangkan dokter umum itu juga dianggap lalai, karena tidak me-nanyakan untuk mengecek apakah sudah diberikan suntikanprophylactic tetanus atau belum.f. lnstruksi per Telpon Adalah suatu praktek berbahaya dari dokter untuk memberikanpengobatan atau resep kepada pasien per telpon. Selain bertentang-an dengan etik, praktek semacam ini pun termasuk di bawah standarprofesi medik. Demikian pula tidak dianjurkan jika dokter memberikaninstruksi kepada perawat atau penjaganya per telpon. Bisa sajaperawat yang mqnerima instruksi per telpon tersebut melakukannya,tetapi hal ini dilakukan atas risikonya sendiri. (Solis).118

Twombley v. Piette, 99 Vt 499, 135 A 700 lbu dari seorang anak perempuan menelpon dokter keluarga-nya bahwa badan anaknya penuh dengan gigitan nyamuk dan mintaobat untuk memperbaiki kondisinya. Dokternya memesan kepadafarmasi untuk diberikan 'satu onS chloride mercury ringan' dandiberikan kepada ibu pasien tersebut. Apa yang diberikan kepada ibutersebut adalah \"bichloride mercury\" atau corrosive sublimate.Adalah bukan kewajiban farmasis untuk menentukan penggunaanobat tersebut. Dokternya dianggap bertanggungjawab terhadapcedera dan luka-luka yang diderita pasien karena pemakaiannya. Untuk memberi pelayanan yang baik oleh dokter dan perawatuntuk kepentingan pasien adalah jika instruksi dokter itu diberikansecara tertulis. Seorang farmasi yang menerima resep per telpon atau perawatyang menerima instruksi pemberian obat per telpon harus meng-ulangi atau membaca kembali instruksi tersebut untuk meyakinkankebenaran instruksi tersebut. Sorang perawat yang menerimainstruksi tersebut harus meminta dokter yang memberi instruksi untukmenandatanganinya sewaktu ia datang ke rumah sakit. Apabila perawat yang menerima instruksi per telpon menyangsi-kan akan kebenaran instruksi tersebut atau cara pemberiannya,maka ia harus meminta nasihat kepada dokter jaga atau staf dokterlain apakah instruksi tersebut cocok dengan kebutuhan pasiennya. Dengan demikian maka tidak dianjurkan untuk cara memberi-kan instruksi per telpon . Cara per telpon hanya dapat dibenarkandidalam kasus-kasus yang bersifat emergensi mana kecepatanadalah suatu hal yang mutlak.g. Tidak bisa dihubungi Per TelPonGorder v. Banks (1960) Seorang pasien diperbolehkan pulang sesudah menjalanisuatu bedah plastik untuk membuang lemak di bawah mata. Doktermemberikan instruksi bahwa apabila timbul perdarahan di dalamwaktu 48 jam, maka dokter spesialis bedah plastik itu harusdihubungi. 111

lnstruksi ini adalah wajar dan penting, karena apabila terjadiperdarahan, maka harus penanganan segera untuk mencegahterjadinya kegagalan. Sebelum 48 1am lewat terjadilah perdarahan;sang pasien menelpon dokter bedah tersebut tetapi tidak dapatjawaban. Hakim berpendapat bahwa adalah kewajiban dokter bedahitu termasuk pemberian pelayanan pasca-bedah. Lagipula sudahdisetujui bahwa apabila dalam waktu 48 jam terjadi perdarahan,dokter itu minta dihubungi per telpon.h. Kelalaian jelas sehingga beralihnya beban pembuktian Di dalam kasus-kasus tertentu kelalaiannya sudah sedemikianjelasnya sehingga beban pembuktiannya (burden of proofl yangtadinya terletak pada penggugat kini beralih kepada tergugat. lniberdasarkan adagium Res ipsa loquitur atau The thing speaks foritself. Kesalahan atau kelalaiannya sudah sedemikian jelasnya, se-hingga sebenarnya tidak perlu kesaksian ahli lagi. Misalnya tertukarpasien yang dioperasi, salah amputasi kaki, tertinggalnya kain kasaatau alat dalam tubuh pasien. ooOoo112


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook