Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Bab 09. Leukimia dan Penyakit Mieloproliferatif

Bab 09. Leukimia dan Penyakit Mieloproliferatif

Published by haryahutamas, 2016-08-03 14:48:12

Description: Bab 09. Leukimia dan Penyakit Mieloproliferatif

Search

Read the Text Version

170 Hematologi Klinik RingkasSumsum TulangSumsum tulang pada MDS sebagian besar bersifat hiperseluler, tetapipada sebagian kecil penderita dijumpai sumsum rulang hiposeluler.Disparitas antara sumsum tulang yang hiperseluler dengan darah tepiyang menunjukkan sitopenia merupakan tanda khas dari MDS. Pada preparat histologi hasil biopsi sumsum tulang sering sekalidijumpai abnormal localization of immature precurszrs (ALIP) padaMDS. Di sini dijumpai lebih dari 5 prekursor mieloid menge-lompok (clustering) pada bagian sentral sumsum tulang, berbedadengan orang normal di mana sel prekursor selalu berada pada per-mukaan endosteal sumsum tulang. 20Perubahan Displastik pada MDSPada.MDS perubahan kualitatif sangat menyolok baik dalam darahtepi maupun sumsum tulang yang dikenal sebagai perubahandisplastik, yang kemudian menimbulkan terminologi mielodispla-sia. Perubahan displastik ini merupakan hall marh dan pengikatbersama (common thread) dari MDS. Perubahan terjadi pada ketigagaris turunan sel (trilineag): eritroid, mieloid, dan megakariosit.zPada MDS perubahan displastik dijumpai pada lebih dari l0%5kaetaJuainleabn imh odraforilo2g0iok/otusnegl gbaelriynatni gdablearmsifsaut dmiasgun-ostutilka,ngte.2ta'3pTi didia\"gkno\"sdis\"hanya dapat dibuat apabila dijumpai kombinasi gambaran displas-tik pada darah tepi dan sumsum tula.rg.2'3Perubahan Displastik pada Sistem Eritroid (diseritropoesis)Dalam darah tepi eritrosit bersifat sangat makrositik (MCV>100 fl),tetapi dapat juga normositik, bahkan mikrositik. Pada RARS dijumpaibentuk dimorfik. Dijumpai anisopoikilositosis, kadang-kadangterdapat bentuk abnormal, seperti tear drop cell, ovalositosis ataueliptositosis. Basophilic stippling menunjukkan sisa RNA akibateritropoesis inefektif. Dapat juga dijumpai normoblast dalam darahtepi dengan inti ireguler (dyshinesis), fragmentasi inti atau perubahanmega lo bl as r oid.z-a'20 Perubahan displastik sistem eritroid dalam sumsum tulang jauhlebih menyolok. Dijumpai normoblast dengan kelainan inti: inti ba-nyak (mubinucbariry), inti dengan benruk aneh (bizane arau missltapen),nuclear dyshinesis, abnnormal dense chromatin, internuclear bridging,

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatlf 171broad-based nuclear budding. Perubahan sitoplasma dijumpai dalambentuk: gangguan hemoglobinisasi (ghoxed cytoplasma), punctatebasophilia, vakuolisasi sitoplasma, dan Houell-lolly bodies. Sering dijum-pai perubahan megaloblastoid berupa asinkroni inti-sitoplasma, dimana inti masih dengan kromatin yang halus, tetapi sitoplasma me-nunjukkan maturasi yang sudah jauh. Pada RARS dengan pengecaranbiru Prusia (Perl's stain) dijumpai ringed sidzroblast, yaitu bintik side-rotik lebih dari lima dan mengelilingi lebih dari sepertiga lingkaraninti. Jumlah sel normoblast berkisar antara 5-50o/o. Jika nucleated redcell dalam sumsum tulang lebih dari 50% dengan lebih dari 30%blast, kasus tersebut dapat digolongkan sebagai eritroleukem'a.1-4'20Perubahan Displastik pada Sistem Mieloid (disgranulopoesis)Gambaran yang.paling khas adalah hipogranulasi dan hiposegmentasin€tibfil. Netrofil hipogranuler dengan lobus inti dua, arau kadang-kadang satu disebut sebagai anomali pseudo Pelger-Huet, atauacquired Pelger-Huet anomaly. Kromatin sering menggumpal denganfragmentasi inti, nuclear stich, atau dijumpai sel dengan inti seperticincin. Kadang-kadang dijumpai hipersegmentasi netrofil, tetapi jauhlebih jarang dibandingkan dengan hiposegmentasi. Sitoplasma menun-jukkan basofilia per3istetrp-ada pinggir sel. Netrofil hipogranulerdan anomali pseudo Pelger-Huet dijumpai pada 92o/o kasus MDS.2'3 Sumsum tulang menunjuklcan peningkatan sel blast, baik tipe I:blast tanpa granula azurofilik, tipe II: blast dengan granula <15 dantidak dijumpai zona Golgi, atau tipe III: blast dengan >20 granulaazurofilik. Juga dijumpai anomali pseudo Pelger-Huet, ind berbentukcincin, hipogranulasi, hipersegmentasi, atau sel dengan sitoplasmasangar basofil.2'JPerubahan Displastik pada Sistem MegakariositDalam darah tepi dijumpai trombosit hipogranuler atau hipergra-nuler, atau trombosit raksasa (giant platele,t). Dalam sumsum tulangjumlah megakariosit sering normal tetapi menunjukkan perubahanmorfologi yang sangat khas: mikromegakariosit (duarf form), dapatjuga dijumpai megakariosit besar dengan hiperlobulasi inti, megakario-sit berinti satu dan nonbbukted, megakiriosit dengan inti banyak danterpisah. Kelainan megakariosit dijumpai pada 50o/o kasus MDS.

172 Hematologi Ktinik RingkasDengan teknik antibodi terhadap glikoprotein trombosit didapat-kan bahwa lebih dari 25o/o megakariosit pada MDS merupakanmikromegakariosit, berbeda dengan orang. normal yang hanya di-jumpai < l5o/o. Menurut Kuriyama et al, kombinasi mikromegaka-riosit dan anomaii pseudo Pelger-Huet merupakan petanda displastikyang paling khas pada MDS.20 Ringkasan gambaran displastik yang dapat dijumpai pada darahtepi dan sumsum tulang dapat dilihat pada tabel 9-21.Tabel 9-21Perubahan Displastik Darah Tepi dan SumsumTulang pada MDS20Lineage Darah tepi Sumsum tulangEritroid Ovalosit PNeurcutebaarhnaunAmiiei6ga-lo-b-la-s-to-id- Eliptosit Akantosit Stomatosit Ringed sideroblast Tear drop cell lnternuclear bridging Eritrosit berinti Karyorrhexis Fragmen inti Basophilic stippling Vakuolisasi sitoplasma Howell-Jolly bodles MultinucteationMieloid Pseudo -Pelger-Huet Defective granulation anomaly Batang Auer (hipogranulasi) Uari\"tion irntt ut myetocyte Hipogranulasi sfage Nuc/ear stlcks gentut monositoid meningkat Hipersegmentasi ALIP lnti bentuk cincinMegakariosit Giant ptatelets Mikromegakariosit Hipogranular atau Hipogranulasi Trombosit agranuler Muttiple small nucleiPenilaian Hasil Biopsi Sumsum TulangBiopsi vefin (trephine biopsy) sumsum tulang merupakan prosedurstandar yang perlu dikerjakan pada MDS. Hal ini berguna untukmendapatkan spesimen yang cukup rerutama pada sumsum tulangyang mengalami fibrosis dan pada MDS hipoplastik. Pengecaran

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatif 173retikulin pada hasil biopsi sumsum rulang sangat penring dalammenilai tingkat fibrosis sumsum tulapg. Selularitas dan distribusi sel sumsum tulang dapat dinilai lebihbaik dari pemeriksaan histopatologi setelah biopsi. Pada MDS terjadiapa yang disebut abnormal hcalization of immature mleloid precursor(ALIP). Pada orang normal prekursor mieloid selalu berada padapermukaan periosteal .sumsum tulang (perifer), tidak pada bagiansentral sumsum tulang. Jika dijumpai prekursor mieloid lebih dari 5sel mengumpul pada bagian tengah sumsum tulang, disebut sebagaiALIP AIIP hampir selalu dijumpai pada MDS dengan aspirasi sum-sum tulang yang menunjukkan sel blast >5o/o. Pada kasus denganblast <5% peran diagnosdk AIIP menjadi sangar pentin!.4 ALIPperlu dibedakan dengan pseudo-AllP yang merupakan agregat seleritroid dan megakariosit pada bagian sentral sumsum tulang. Nilaiprognostik ALIP masih kontroversial.5Pemeriksaan Laboratorium untuk Diagnosis MDSPemeriksaan apusan darah tepi dan sumsum tulang dengan pewar-naan standar (Romanowslqy: 'Wright atau Giemsa) dan pewarnaanbiru prusia rnerupakan pemerilsaan paling penting pada MDS. Jikadilakukan dengan baik, akan dapat mendiagnosis sebagian besarkasus MDS. Dalam suatu penelitian 28 kasus MDS dengan peme-riksaan apusan dan biopsi sumsum tulang oleh suatu panel peneliti,didapatkan hasil konkordan pada 24 kasus.5 Pemeriksaan sitokemistri dapat membantu mengidendfikasi je-nis sel blast yang dijumpai. Pengecatan dengan peroksidase danSudan black dapat memastikan sel mieloid, sedangkan pengecarandengan esterase nonspesifik sangar penting untuk menentukan serimonosit. Pemeriksaan imunofenotiping dapat dilakukan unruk me-netukan seri mieloid (CDl3, CDI4 dan peroksidase). Pemeriksaanimunologi ini kadang-kadang perlu dikerjakan untuk membedakanduarf micromegaharyocyte dengan limfoblast L2. Pemakaian antibodiantipktelet glycoprotein (CD41 atau CD6l) akan sangat membantu.Penentuan seri eritroid dilakukan memakai antibodi anti-glycophorinA. Pada MDS pemeriksaan sitokimia dan imunofenotiping tidaksepenting, seperti pada leukemia akut.5

1.74 Hematologi Klinik Ringkas Pemeriksaan sitogenetik sangat penting pada MDS. Pemeriksaanini sangat rRembantu pada kasus-kasus sulit, seperti pada MDShipoplastik atau MDS dengan fibrosis. Hasil pemeriksaan sitogenetikternyata merupakan pararrreter prognosdk yang sangat penting.DiagnosisLangkah diagnosis MDS adalah sebagai berikut:l'20 l. Diagnosis MDS sangat dicurigai apabila dijumpai gejala klinik yang sesuai, terutama pada orang tua (meskipun MDS dapat dijumpai pada semua umur), yang disertai sitopenia (anemia, leukopenia, trombositopenia) persisten atau monositosis yang tidak dapat diterangkan (unexplained) 2. Kemudian dilakukan pemerilsaan teliti terhadap apusan darah tepi dan sumsum tulang untuk mencari tanda-tanda displastik (lihat tabel 9-21). 3. Jika dijumpai tanda displastik pada satu atau lebih lineage, penyebab displasia di luar MDS harus disingkirkan (dengan anamnesis, pemeriksaan klinik, laboratorium, atau pemerik- saan lain). Penyebab displasia di luar MDS adalah: defisiensi vitamin B12, defisiensi folat, infeksi virus, seperti infeksi HIV pemakaian antibiotika tertentu, agen kemoterapi, etanol, ben- zene, atau timah hitam. Apabila penyebab-penyebab ini telah dapat disingkirkan, diagnosis MDS sudah dapat ditetapkan. 4. Langkah selanjutnya ialah melakukan klasifikasi menurut FAB (lihat tabel 9-22). 5. Jika fasilitas tersedia pemeriksaan, sitogenetik dikerjakan untuk menilai prognosis. Pemeriksaan sitogenetik sangat dibutuhkan untuk kasus MDS yang diagnosisnya tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan rutin, seperti MDS hipolastik atau MDS dengan fibrosis. 6. Pemeriksaan sitokemistri, imunofenotiping, imunokemistri, pemeriksaan onkogen, dan kultur jaringan (tissue culture) dapat membantu diagnosis, teapi secara rutin tidak selalu diperlukan.

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatif 175Tabelg-22Diagnosis MDS Sesuai Klasifikasi FABIeKlasifikasi F,AB: ::, Darah tepi Sumsum tulang Blast < 5%, rlnged slder+RA , Anemia:dan,,' ,.,, r , btast 315o/o dari ritroblast '..,.BlaSt'<19%., . l', .'f iri rr,.. I ..... ::. :: .. ... . ... 1.jytonos'rt,< Ix:1 091!,,,,,,,,. Blast <:s\"2\", rintged sidero- blast >15o/o dari ritroblastRARS ::,,rlABhlaesmti,a.ild%an\",',. ' :RAEB Blast > 5%, tetapi< 20%CMML rt'*Ono\"'a at'i.10e/l Blast sampai dengan 20% '..-,...':..1:,., tnromonos t,, derir'ro , Anemja ataU 1, ,,.::'i.': :r Blast:!17o.tapi < 57o' '' MonoSit,<t x 1}efi', .:,,. -a :. ' ,.:... :rr...r.1 -- .. : ,:.:,ygn6s*:!,'l:X 1Qe/l'... .Granuloaif:sering t 81as1,1,57-oii r' ,, ,,,RAEB-t l:rl ,B,alastat >u1''o/.o::,'t:apr'.i <i.SYo Blast > 207o tetapi < 30% , A,uel rbd pada dar:ah t9pi .:,.,,, :,. i ., -,,,,i,,::... . ., . ...,,.,,.,.,.,,.,,,.,,,,, :rr'.r at€iur.,SUmSUm irtUlangDiagnosis DiferensialBeberapa penyakit yang menyerupai MDS yang perlu dipikirkansebagai diagnosis diferensial adalah: 1. Anemia aplastik Anemia aplastik menyerupai MDS karena sama-sarna menunjuk- kan bisitopenia atau pansitopenia. Secara klinis anemia aplastik tidak pernah disenai organomegali. Secara definitif dapat di- bedakan dengan pemerilsaan sumsum tulang. Anemia aplastik menunjukkan sumsum tulang hiposeluler (selularitas <1,0o/o), sedangkan MDS menunjukkan sumsum tulang hiperseluler atau

176 Hematologi Ktinik Ringkas normoseluler. Pada anemia aplastik tidak dijumpai tanda-tanda displastik pada darah tepi atau sumsum tulang.' Anemia aplastik sangat sulit dibedakan dengan MDS hipo-- plastik. Di sini diperlukan pemeriksaan biopsi sumsum tulang . dengan spesimen cukup, dimana fokus utama untuk mencari tanda-tanda displastik dan adanya ALIP pada MDS. Peme- riksaan sitogenetik juga akan sangat membanru. 2. Penyakit mieloproliferatif CMML sering sulit dibedakan dengan penyakit mieloproli- feratif (terutama CML atipik) karena adanya leukositosis (mo- nositosis) dan splenomegali. Pemeriksaan sitogenetik untuk mencari kromosom Philadelphia atau pemeriksaan untuk men- deteksi onkogen abl dan bcr akan sangar membantu. 3. MDS dan AML Secara diagnostik MDS dengan AML hanya dibedakan dari presentase blast dalam darah tepi (.5o/o1 dan sumsum tulang (< 30o/o). Pada kasus-kasus perbatasan sering kedua keadaan ini sulit dibedakan. Bentuk AML-M6 paling sulit dibedakan dengan MDS. Pada AML-M6 dijumpai prekursor eritroid (eritroblast) >50o/o dari sel-sel sumsum tulang dengan mieloblast >30o/o dari elemen noneritroid.6'204. Mielodisplasia pada infeksi HIV Pada infeksi HIV dijumpai gambaran displastik pada darah tepi dan sumsum tulang, yaitu diseritropoerik 56%, dismegakario- sitik 31% dan disgranulopoetik 1B%o. Secara morfologik sangar menyerupai MDS, tetapi sampai saat ini mielodisplasia pada infeksi HIV belum pernah dilaporkan mengalami transformasi ke arah AML. Mekanisme perubahan displastik ini belum dike- tahui pasti, diperkirakan karena pengaruh langsung virus HIV akibat infeksi oportunistik, atau pengaruh obat, sepertl AZT. Mielodisplasia pada HIV dapat dibedakan dengan MDS ka- rena terjadi pada umur relatif lebih muda, dijumpai tanda klinis AIDS yang khas (penurunan berat tradan, limfadenopati, atau Kaposi's sarcotntt, dan lainlain), pemeriksaan untuk deteksi virus HIV positif.2'6'20

Leukemia dan Pengakit Mieloprotiferatif 177Varian Klinik MDS l. Sindrom 5q-(5q-$,ndrome) Sindrom 5q- pertama kali dikemukakan oleh Van den Berghe et al pada ahun 7974, yang terdiri atas anemia refrakter, pada umumnya makrositer, jumlah leukosit normal arau sedikit me- nurun, trombosit normal atau meningkat, serta mikrome- gakariosit hipolobus meningkat dalam sumsum tulang. Pada pemeriksaan sitogenetik dijumpai isolated deletion lengan pan- lang (l) kromosom no. 5 (del5q atau 5q). Lebih sering di- jumpai pada wanita di atas umur 65 tahun. Ketahanan hidup penderita panjang dan angka transformasi menjadi AML hanya 15-25o/o.t'a'20 Kromosom 5 mengandung banyak onkogen yang mengatur sitokin dan reseptor sitokin, serta tumor su?lessor gen. Bagai- mana hubungan antara kelainan gen dengan perubahan klinis yang timbul masih belum jelas. MDS dengan del5q tetapi disertai dengan perubahan kromosom kompleks lainnya maka tidak dapat disebut sebagai sindrom 5q-karena sifatnya sama dengan MDS lainnya.l 2. MDS hipoplastik Meskipun sebagian besar MDS disertai sumsum tulang hiperse- luler atau normoseluler, sekitar l0-15o/o kasus MDS disertai sumsum tulang hiposeluler. Suatu MDS dinyatakan hiposeluler jika selularitas sumsum tulang kurang dari 25-30o/o, tetapi untuk umur di atas 60 tahun jika selularitas kurang dari 20%. Kasus MDS hipoplastik sangat sulit dibedakan dengan anemia aplastik. Untuk diagnostik sangat diperlukan pemeriksaan histopatologi sumsum tulang dari hasil biopsi trefin sehingga jumlah sel yang diperiksa cukup banyak. Grpenting adalah ditemukannya tanda-tanda displastik pada darah tepi dan sumsum tulang atau adanya ALIP Pemeriksaan sitogenetik harus dikerjakan, dengan ditemukannya kelainan sitogenetik yang lazim pada MDS akan dapat mengkomfirmasi diagnosis. Sebagian besar kasus tergolong pada klasifikasi RA atau RAEB. Perjalanan penyakit MDS hi- poplastik hampir sama dengan MDS pada *-trrnny*.t'6'to

178 Hematologi Ktintk Ringkas3. MDS dengan fibrosis sumsum tulang. Fibrosis sumsum tulang (mielofibrosis) ditunjukkan oleh me- ningkatnya serabut retikulin pada pengecatan dengan impreg- nasi perak. Fibrosis sedang (mild) dljumpai pada 500/o kasus MDS, dan fibrosis berat pada sekitar l5% kasus. Pada therapy- related MDS kejadian fibrosis lebih tinggi, fibrosis berat pada 50% kasus dan fibrosis sedang pada 80% k\"rrrr. t'4'6'to MDS dengan fibrosis ditandai oleh adanya sitopenia (bi atau pansitopenia) ranpa organomegali mencolok, eritrosit menunjuk- kan anisopoikilositosis, sumsum tulang disertai fibrosis, trilineage displasia, jumlah megakariosit atipikal dengan hipolobus me- ningkat, dan blast dalam sumsum tulang meningkat.l'4'6,20 Diagnosis diferensial MDS yang disertai fibrosis dengan penya- kit mieloproliferatif sering sulit sekali. Kasus ini perlu dibedakan dengan mielofibrosis primer (myelofbrosis ruith myeloid meta- p las i a=\/tly114), p o s t-p o $ ryt b e m ia u e ra m7 e lof b ro s is, dan leukemia megakariositik akut (AML-M7). MMM pada umumnya me- nunjukkan splenomegali berat, leukositosis berat, gambaran leukoeritroblastik,,\" hematopoesis ekstrameduler dan sumsum tulang mengalami fibrosis, sedangkan sel blast tidak terlalu menonjol. Untuk membedakan dengan AML-MZ diperlukan pengecaran imunohistokimia dengan antibodi anti-faktor MII,4. alav platelet -specrfic glycoproteins IIB/IIIA (CD 411.t'a'e'zo MDS pada anak Frekuensi MDS pada anak jauh lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa arau orang tua. Sejak tahun 1985 sampai tahun 1990 dilaporkan sebanyak 50 kasus.r'2 Gambaran kli- niknya sama dengan MDS pada orang dewasa, hanya lebih banyak yang simtomatik dengan anemia, febris, dan perdarah- an, tidak pernah dijumpai bentuk RARS serra presentase rrans- formasi ke AML lebih besar, sekitar 40o/o.25. Therapy--related MDS Therapy-related MDS (I-MDS), atau MDS sekunder, seperti halnya I-AML telah menjadi masalah klinik yang semakin penting karena meningkatnya pemakaian radiasi dan kemoterapi pada tumor ganas, harapan hidup pascaterapi menjadi lebih panjang,

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatif 179' serta meningkatnya polusi bahan kimia dari lingkungan.6 Ke- lainan kromosom pada I-MDS dijumpai lebih tinggi dan lebih kompleks. Kromosom yang paling sering terkena adalah kro- mosom 5 dan 7.6 Kemorerapi alkylating agent lebrh sering me- nimbulkan kelainan kromosom 5 dan 7, pada MDS setelah pemaparan benzen lebih sering dijumpai trisomi 9, sedangkan kemoterapi topoisomerase-II inhibitor (seperti antrasiklin atau epipodophylhtoxin) menimbulkan translokasi yang melibatkan kromosom 3q26, Ilq23, ariu 2Iq22.1'6 I-MDS lebih sulit dimasukkan dalam klasifikasi FAB sehingga ada yang meng- golongkannya sebagai bentuk tersendiri di luar FAB. Sebagai contoh, meskipun blast < 5o/o, tetapi tanda displastik pada seri eritroid, megakariosit dan monosit mencolok, serta tidak ada sel yang dominan maka bentuk seperti ini sulit dimasukkan dalam Salah satu bentuk FAB.2'3 Sumsum tulang pada I-MDS lebih sering disertai fibrosis. Kelainan sitogenetik yang lebih kompleks pada I-MDS membawa konsekuensi prognostik yang lebih buruk.l 6. Unclassified MDS Sebagian kasus MDS menunjukkan displasia trilineage yang berat tetapi jumlah blast dalam darah tepi atau sumsum tulang belum memenuhi kriteria salah satu bentuk klasifikasi FAB sehingga sulit dimasukkan dalam penggolongan tersebut. Kasus, seperti ini tidak dapat disebut sebagai RA atau RARS karena pada kedua bentuk ini displasia pada seri granulosit dan me- gakariosit harusnya minimal. Oleh karena itu, beberapa pe- neliti menyebutnya sebagai unclassifed-MDS (u-MDS). Ada juga yang menyebutnya sebagai anemia refrakter dengan displasia (refactoyanemia uith dysplasia-RAD). Prognosis kasus ini le- bih buruk dari RA atau RARS, lebih menyerupai RAEB.a'2oPrognosisMDS adalah kumpulan beberapa penyakit dengan berbagai perangaibiologik yang berbeda-beda sehingga prognosis MDS sangat bervari-asi. Banyak studi yang telah dilakukan untuk dapat mengidentifikasifaktor-faktor yang terkait dengan prognosis dan harapan hidup pen-derita MDS. Faktor yang telah dianalisis antara lain: klasifikasi FAB,

.180 Hematotogi Klinik Ringkasumur, jenis kelamin, kadar hemoglobin, jumlah nerrofil, jumlahtrombosit, jumlah monosir, adanya sel muda (bkst) dalam sirkulasi,perubahan displastik dari sumsum tulang, prosenrase sel blast da-lam sumsum tufalg, sitogenetik, kultur dari sumsum tulang danlain sebagainy^.t-n''oParameter KlinikUmur yang lebih tua terbulri mempunyai prognosis yang lebihjelek. Tiicot et al. melaporkan dari total 851 penderita yang dieva-luasi, umur tua merupakan salah satu faktor prognosis, di sampingsitopenia, blast dalam sumsum tulang, sitogenetik dan kultur sum-sum tulang. Penderita yang berumur <50 tahun lebih sedikit yangmeninggal dibandingkan dengan penderita yang merumur >70 ta-hun akan tetapi prosentase penderita yang mengalami transformasileukemia sama pada semua golongan u*.r.. l-6'2uParameter Darah TepiBanyak studi yang mengakui nilai prognosis dari kadar hemoglobin,jumlah netrofil dan jumlah trombosit. Makin tinggi derajat sitope-nianya makin buruk prognosisnya. Kadar trombosit mempunyaiindeks prognosis yang lebih kuat dibandingkan dengan kadar he,moglobin dan netrofil. Pada kasus CMML, lekositosis rernyara me-nunjukkan prognosis yang jelek. Garcia'et al juga mendapatkaneritroblast pada darah tepi mempunyai hubungan yang signifikandengan survival pada penderita SMD. Coiffer et al. dan Seigneurinet al mendapatkan jumlah sel blast >5o/o pada darah tepi mempu-nyai korelasi dengan prognosis yang jelek. 1'20Parameter Sumsum TulangSejak pertama diajukan, klasifikasi FAB terbukti dan diterima olehbanyak senter sebagai salah satu faktor yang mempunyai nilai prog-nosis yang sangar kuat dan bahkan sebagai saru-sarunya faktor pre-diksi akan adanya perubahan ke arah transformasi leukemia.l'a'20Survival penderita secara bermakna akan berkurang dengan mening-katnya jumlah sel muda (blast). Penderita RA dan RARS menunjuk-kan survival yang lebih baik kalau dibandingkan dengan RAEB dan

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatif 181RAEB-I, sedangkan penderita CMML mempunyai survival yangterletak di antaranya. .Thicot et al. dan Valespi et al mendapatkansurvival penderita CMML lebih jelek dari RA-EB akan tetapi di siniternyata penderita CMML rersebut mempunyai jumlah sel blastyang jauh lebih tinggi.a'20 Adanya Auer rods oleh FAB dikategorikan sebagai faktor prognosisyang buruk dan penderita ini dimasukkan sebagai RAEB-I. Studiyang terbaru mendapatkan bahwa Auer rods sendiri tanpa diikutioleh jumlah sel blast yang banyak tidak terbukti mempunyai nilaiprognosis yang lebih jelek dibandingkan dengan jumlah sel blast itusendiri. Lagi pula dalam salah satu studi penderita RAEB-I denganAuer rods mempunyai respons terapi yang lebih baik dibandingkandengan RAEB:-I tanpa Auer rods.z Adanya ALIP (Abnormal Localization of Immature Precursor) padasediaan biopsi sumsum tulang terbukti mempunyai kaitan denganprognosis yang buruk dan potensi untuk menjadi leukemia, ter-utama pada penderita dengan jumlah sel blast yang > 5%o-disertaidengan adanya ALIP Pada penderita RA dan RARS dengan AIIP (+)mempunyai median suruiual yang lebih pendek dibandingkan de-ngan penderita tanpa AIIP (416 hari berbanding 1465 hari). Berdasarkan perilaku pertumbuhan sel progenitor pada kultursumsum tulang penderita MDS dapat dibagi menjadi 2, yaitu per-tumbuhan dengan pola leukemia dan nonleukemia. Beberapa pene-liti mendapatkan penderita dengan pola nonleukemia mempunyaiprognosis yang lebih baik dan kecil kemungkinan untuk menjadileukemia akut bila dibandingkan dengan pola leukemia yang ter-bentuk bersamaan dengan adanya sel blast yang berlebihan dalamsumsum tulang. Seperti dilaporkan oleh Spitzer et al. bahwa pasiendengan sel blast <5%o mempunyai pola pertumbuhan nonleukemiasebesar 74o/o, sebab,knya pada penderita dengan sel blast >5o/o hanya260/o dengan pola nonleuk.*i\". t-'3'20 Gozolla et al dapat menunjukkan penilaian tingkat eritropoesismempunyai nilai prognosis juga. Pasien dengan inffictiue erythropoiesisdan turn-ouer besi yang rendah (RA dan RARS) memperlihatkan survival

182 Hematologi Klinik Ringkasyang lebih baik bila dibandingkan dengan pasien dengan tingkatinffictiue erythropoiesis yang rendah dan turn-ouer besi yang tinggi(RAEB dan RAEB-I). Hal ini juga didukung oleh studi May et al.yang mendapatkan korelasi yang terbalik antara jumlah sel blast danturn-luer besi sumsum tnal.rg. t'20Parameter SitogenetikHampir setengah penderita MDS mempunyai kelainan kromosombahkan dengan teknik yang lebih baik, kelainan kromosom padapenderita MDS didapatkan pada 73o/o kasus. Beberapa kelainanyang umum ditemukan adalah monosomi 7, trisomi B, del 5 dandel 20.1'3'20 Dulu diperkirakan pasien MDS dengan karyotipenormal mempunyai prognosis yang lebih baik dibandingkan de-ngan mereka yang memiliki kelainan kromosom. Akan tetapi, kinidiketahui bahwa mereka yang mempunyai kelainan kompleks dankelainan kromosom tunggal yang melibatkan kromosom 7 (7q-)atau +8 mempunyai prognosis yang jelek. Sebaliknya, mereka yangwalaupun dengan kelainan kromosom tunggal dan hanya melibat-kan kromosom 5 (5qJ murni mempunyai survival yang panjang.rPenderita RAEB dan RAEB-I mempunyai frekuensi kelainan kro-mosom yang lebih banyak dibandingkan dengan RA dan RARS.MDS dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu golongan perta-ma dengan analisis kromosom yang normal atau kelainan 5q-murni,mempunyai median suruiual >2 tahun. Golongan kedua dengan ke-lainan kromosom berupa trisomi B mempunyai median suruiual l-2tahun, sedangkan golongan ketiga dengan prognosis terjelek mem-punyai kelainan kromosom yang kompleks atau del 7 dengan me-dian suruiualkurang dari I tahun. Pada suatu penelitian dengan\"284penderita MDS dan leukemia akut didapatkan kelainan sitogenetikmerupakan faktor prognosis yang independen.a Studi lain melaporkan mereka yang tetap dengan kromosomyang.normal selama perawatan akan mempunyai harapan hidupyang lebih panjang dibandingkan dengan penderita dengan per-ubahan kromosom selama menjalani p.r\"*\"t\"n. ' Gambaran patologik sendiri terbukti mempunyai nilai prognosis.Pada kasus MDS sekunder atau I-MDS Qherapy rekted MD$ yangumumnya menunjukkan tingkat displasia yang lebih berat dan meng-alami transformasi yang cepat menjadi leukemia dengan survival

Leukemta dan Pengakit Mieloproliferattf 183yang pendek mempunyai gambaran fibrosis yang berlebihan (hyper-fbrotic MDS).Masih belum jelas sekali apakah fibrosis ini sebagaifaktor yang independen ataukah dia terkait dengan kelainan lainyrDaenragt. menyertai fibrosis itu, seperti adanya sitopenia perifer yang 3-.6 Meskipun belum dapat ditarik kesimpulan yang pasti, akan teta-pi satu hal yang paling konsisten dari semua studi tersebut adalahnilai prognostik dari jumlah sel blast dalam sumsum tulang. MDSdengan sel blast dalam sumsum tulang >5o/o mempunyai survivalyang lebih pendek dibandingkan dengan mereka yang jumlah selblastnya <57o. Namun, seberapa besar faktor-faktor ini dapat mem-prediksi secara independen perjalanan penyakit MDS, masih belumjelas. Untuk mengatasi hal ini dikembangkan suatu model penilaianberdasarkan scoring system dengan menggabungkan parameter hema-tologi, sitogenetik dan gambaran klinis penderita MDS. l'2'4'20 Di dalam usaha untuk mencari sistem scoring ini, InternationalMDS Rish Analysis 'W'orhshop mengkombinasikan faktor sitogenetik,morfologi, dan data klinis dari 816 penderita MDS yang belummendapat terapi. Data tersebut dikumpulkan dari 7 penelitianbesar dan datanya diolah secara sentral. Analisis rnultivariat denganmengkombinasikan subklasifikasi dari sitogenetik, prosentase selblast sumsum tulang, dan sitopenia, sehingga menghasilkan suatumodel prognosis yang dikenal dengan International Prognostic ScoringSystem QPSS) seperti terlihat pada :'abel 9-23. Model ini memungkinkan penilaian prognosis lebih baik di-bandingkan dengan beberapa sistem terdahulu karena model inimemakai kategori sitogenetik yang lebih baik, memasukkan faktorsitopenia, pembagian sel blast yang lebih teliti, dan 4 klasifikasikategori risiko penderita serta dengan stratifikasi yang terpisah un-tuk masing-masing golongan umur penderita.2oTerapiSeperti diketahui, MDS umumnya menyerang penderita berumurlanjut sehingga perkembangan modalitas terapi untuk mengatasi kea-daan sitopenia yang tidak menyebabkan oleh kerusakan yang berle-bihan pada sumsum tulang adalah tantangan utama terapi pada MDS.Penderita umur tua umumnya juga menderita beberapa penyakit

184 Hematologi KLinik Ri.ngkasTabel 9-23S istem S c o ring M enurut Int ern ati o n al P r o gn o s ti cScoring Systemt'3''oSuruival and AML Evolution Score ValuePrognosls variable a 0.5 1.0 1.5 2.0Marrow btasts (%) <5 11-20 21-30 5-10 Karyotype a Good Cytopenias b a-1 lntermediate Poor 2-3RiskCategory Combined ScoreLow 0tnt-1Int-2 0.5-1.0High 1.5-2.0 > 2.5a Good =NormaI,-Y, del (5q), del (20q); poor = complex (> 3 abnormalities) orchromosome 7 anomalies; intermedinte= other abnormalities.b Neilrophils < 1.800 / pl, platelets < 100.000 ,/ pl, hemoglobin < 10g / dl.penyerta lainnya sehingga membatasi pilihan terhadap modalitasterapi yang ada. Agaknya terobosan untuk mencari jenis obat de-ngan toksisiras yang lebih rendah tetap masih belum terwujud.Bermacam jenis regimen terapi telah dan sedang dicobakan padapenderita MDS namun, sampai saat ini transplantasi sumsum tu-lang masih merupakan saru-satunya terapi yang memberikan kepas-tian sehingga terapi simtomatik masih memegang peranan yangpenting pada pasien MDS.r'3'20KemoterapiPilihan kemoterapi pada penderita MDS bervariasi dari kemoterapiintensif sampai terapi sirostatika dosis rendah. Kemoterapi intensifini pada penderira yang telah berumur lanjut sering tidak dapatditoleransi dengan baik. Penggunaan kernorerapi pada MDS umum-nya diberikan pada CMML, RAEB dan RAEB-I. Pada ketiga jenisini kelainan klinik yang terlihat hampir menyerupai leukemia akutwalaupun secara laboratorik belum memenuhi kriteria suatu leuke-mia akut sehingga pemberian kemoterapi agresif sebaiknya segeradiberikan. Kemoterapi tunggal dan kombinasi dengan regimen yang

Leukemia dan Pengakit Mieloproltferattf 185Tabel9-24Ketahanan Hidup Penderita MDS BerdasarkanUmur (Age-Related dan Perubahan ke Arah AMLpada Subgrup IPSS)1'20 Median Survival (yr) No. of Patient Low Int-1 lnt-2 High816Total pts.:No.(%) 267 314 176 59 (33%) (38%) (22%) (7%) 3.5 1.2Age < 60 yr 20s (25%) 5.2 3.5 1.8 0.4 5,2 0.3>60yr 611 2.7 2.7 1.1 0.5<70yr 445 (54%) 4.4 4.4 1.3 0.4>70yr 371 1.2 0.4 2.4 25%AML Evolution (yr)Total pts.:No.(%) No. of Patient Low lnt-l Int-2 High 759 235 295 171 58Age < 60 yr (31%) (3e%) (22%\ (8%) 187(25%) 9.4 3.3 1.1 >60yr 572 >9.4(NR) 6.9 0.7 0.2 <70yr 414(55o/o) 9.4 2.7 1.3 0.2 >70yr 345 >9.4(NR) 5.5 '1.0 0.2 >5.8(NR) 2.2 1.4 0.2 0.4sama dengan leukemia akut telah dicobakan pada penderita MDS.Cytarabine dosis rendah telah banyak dipakai. Suatu penelitianrandomized membandingkan cytarabine dosis rendah dengan terapisuportif dilakukan oleh ECOG dan SOG. Dari total 140 penderitadidapatkan 4o/o rcmisi komplit dan perbaikan pada sitopenia darahtepi sebesar l5o/o pada penderita dengan cytarabine akan tetapi di-ikuti oleh komplikasi sepsis yang berat. Total jumlah pasien yangmendapatkan terapi cltarabine dosis rendah sebanyak 250 orang,tetapi hanya l7o/o di antaranya dengan remisis komplit. Mediansuruiual tidak menampakkan perbaikan yang bermakna. Cytarabinedosis tinggi 2-3 grlm2 setiap 12 jam selama 6 hari juga terbuktitidak banyak memberi harapan. Hanya 13,3o/o mencapai remisikomplit dan 40o/o dengan komplikasi y^ng f^r^l.a'z}

186 Hematologi Klinik Ringkas Azacytidine juga pernah dicobakan, tetapi hasilnya tidak terlalumenggembirakan. Obat lain, seperti etoposide ltydroqturea, idarubicinoral juga sudah pernah diberikan pada penderita MDS.r'3'20 Terapi kombinasi dengan menggunakan daunorubicin plus cltara-bine, daunorubicin plus qttllrabine 6-thioguanine telah dicoba denganrespons komplit didapatkan bervariasi dari 15-560/o dengan responsberakhir dalam waktu singkat antara 1-8 bulan. Komplikasi akibatterapi ditemukan sangat tinggi l3-30o/o pada beberapa studi yangberbeda. Bahkan pada studi yang lainnya survival didapatkan lebihpendek dibandingkan dengan penderita yang tidak mendapat tera-pi. Dibandingkan dengan leukemia akut (de nouo) respons terapiterhadap kemoterapi pada penderita MDS lebih rendah walaupunalasannya belum diketahui dengan jelas (angka remisi 50-600/o de-ngan kekambuhan 90olo berbanding 70-80o/o dengan kekambuhansebesar 55-B0o/o).t'2'zo Diduga walau tidak seluruhnya, muncul gen MDR (Multi DrugResistence) pada penderita MDS lebih awal, merupakan penyebabterjadinya resistensi terhadap kemoterapi. Nampaknya terapi kom-binasi pada penderita MDS sangat toksis dengan respons yangsingkat. Toksisitas yang dnggi banyak dihubungkan dengan umurpenderita MDS yang umumnya sudah berusia lanjut.zoTransplantasi Sumsum Tu lan gPada pasien MDS yang prognosisnya jelek, transplantasi sumsumtulang merupakan satu-sarunya pilihan yang memberikan harapan.Akan tetapi, ini sulit terpenuhi karena kesulitan didalam menyedia-kan donor dan umur penderita yang sudah tua. Dalam salah satustudi yang besar didapatkan probaL,llitas disease fee suruiual,.relaps,kematian akibat penyakit lain dalam 4 tahun pascatransplantasiadalah sebesar masing-masing 41o/o, 28o/o, dan 43o/o. Dengan ana-lisis multivariat ditemukan bahwa umur <40 tahun dan sel blastsumsum tulang yang rendah <5o/o mempunyai prognosis yang baik(disease jlee suruiual 620/o), tetapi pada penderita lebih tua (>40tahun) dan sel blast >5% disease fee suruiual hanya l7-32o/o.3'20 Pada penelitian oleh European Bone Manou Tiansplantation Group,disease jiee suruiual pascatransplantasi pada penderita RAEB danRAEB-I ternyata lebih tinggi yairu 50-747o. Peningkatan dari jumlah

Leukemia dan Pengakit Mietoproliferatif 187sel blast mempunyai pengaruh yang jelek terhadap hasil transplan-tasi. Studi lain oleh Fred Hurcbinson Cancer dan The InternationalBone Marrow Ti\"ansplant Registry melaporkan bahwa penderita dengankelainan kromosom yang kompleks mempunyai angka relaps yangtinggi dan disease fee suruiual yang lebih pendek dimana merekay\"ng d.ttg\"\" sitogenetik normal mempunyai hasil yang lebih baik'Secara keseluruhan dari data ini dapat disimpulkan bahwa trans-plantasi dari donor sedarah yang cocok bermanfaat pada penderitaMDS yang prognosisnya baik. Donor yang tidak sedarah dan cang-kok stem sel darah tepi telah banyak dikerjakan pada penderitaMDS yang prognosisnya baik' Di sini didapatkan angka masing-masing 3\o/o, 2!o/o, dan 48o/o untuk disease fee suruiual, risiko rela.pslauh fibih tinggi ditemukan pada RAEB-I dan MDS sekun de,.4'20 Tiansplantasi stem sel autologus akhir-akhir ini mulai mendapat-kan perhatian mengingat pada beberapa kasus MDS dapat dijumpaihemopoesis poliklonal yang normal setelah mendapat kemoterapi'Satu studi mendapatkan angka disease free suruiual >30o/o setelah 2tahun pascat.\".tspi\".ttari stem sel \",rtologus. 1'20Hormon Hematopoetik dan Sitokinsitokin (c\tohine) dan hematopoietic grotath f/lctors (HGF) memainkanperanan yang penting sebagai bagian dari terapi simtomatik pende-rita MDS, baik GM-CSF maupum G-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factors dan Granulocyte Colony Stimulating Fac'tor) dapat meningkatkan netrofil sampai 80-:90olo sehingga dapatmenurunkan risiko terkena infeksi. Selama tahun 1987-1989 ada 5studi tentang GM-CSF pada MDS. Total^ada 45 pasien yang di-terapi denga-n dosis antara 30-750 pglmzlhari. Terjadi perbaikanjumlah leukosit dan trombosir. Sekitar l0-I5o/o penderita. disertaipeningkatan retikulosit dan 8 orang dengan perbaikan jumlah trombosit. Sekitar l0-l5o/o penderita mengalami progresi dengan meningkatnya jumlah sel blast. Srudi multisenter membuktikan bahwa pemberian GM-CSF dapat meningkatkan granulosit dan ti- dak terbukti dapat meningkatkan kadar hemoglobin dan trombosit. Dosis 1-3 pg/kg/hari untuk GM-CSF dan G-CSF cukup efektif danaman di mana efeknya akan menghilang setelah 4 minggu obat d I hentl.K,an. 4.20

188 Hematologi Klinik Ringkas Terapi dengan eritropoetin meningkatkan hematokrft pada 25o/o penderita sehingga kebutuhan akan transfusi menjadi jauh berku- rang. Eritropoetin akan mempunyai respons yang terbaik pada pen- derita dengan kadar eritropoetin yang rendah walaupun pada kadar yang normal juga memberi respons. Pada studi randomized multi- senter dari Lesin et al., 177 penderita diikutkan di mana didapatkan 28o/o penderita memberikan respons, tetapi responden kebanyakan mempunyai kadar eritropoerin yang lebih rendah dibandingkandengan nonresponden. Pada penelitian lain dari 277 pasien yangmendapat eritropoetin 73o/o penderita memberi respons denganpeningkatan kadar hemoglobin dan 18% lainnya kebutuhan akantransfusinya berkurang. Dari sini dapat disimpulkan bahwa terapieritropoetin akan memberikan hasil terbaik pada penderita MDSapabila kadar eritropoetin endogennya rendah (<l00mU/ml).20 Penelitian tenrang pemberian interleukin 6 atau interferon alfahanya dapat menunjukkan perbaikan sitopenia pada sebagian kecilpenderita saja, sedangkan sisanya tidak menunjukkan perbaikankadar trombosit, seperti yang diharapkan semula. Pengobatannyadengan interleukin 3 dapat\" memperbaiki jumlah netrofil pada 600/openderita dan jumlah rrombosit pada 20o/o, tetapi disertai denganefek samping berupa panas, lemah, mialgia dan eosinofilia. Pene-muan tentang sitokin yang dikatakan dapat meningkatkan kadartrombosit yaitu interleukin 11 dan trombopoetin memungkinkanperdarahan yang fatal dapat dikurangi.l Srudi terbaru dapat menunjukkan bahwa kombinasi anrara eritro-poetin dan G-CSF dapat meningkatkan eritropoesis pada 3848o/openderita dan peningkatan rletrofil pada hampir seluruh penderita.Kombinasi ini nampaknya sangar efektif untuk memperlebar cakup-an rangsangan terhadap sel induk. Alan tetapi, kombinasi ini jugadiikuti dengan peningkatan efek samping obat. Di samping ituharga obat yang mahal dan cara pemberian yang berbeda dan ke-butuhan obat yang kontinu uhtuk mempertahankan hasil membuatpenggunaan obat itu menjadi sangar terbaras.2oB i ol og i ca I Respons M od ifi e rsPada penderita MDS akan terjadi gangguan reaktivasi imunitas,seperti menurunnya aktivitas sel NK dan produksi interferon yang

Leukemta dan Pengakit Mietoprotiferatif 189berkurang. Ada 2laporan kasus MDS yang mengalami remisi kom-plit setelah pemberian interferon alfa. Studi fase II yang lebih besarternyata gagal membuktikan respons yang signifikan terhadap pembe-rian interferon 3 mU/hari subkutan, dimana respons hanya 5-I2o/o.Interferon alfa cukup toksik untuk MDS karena umur penderitayang sudah tua, sedangkan penggunaan interferon gama, TNF alfa,masih belum banyak diketahui. Secara keseluruhan biological resPonsmodif,ers tidak efektif sebagai terapi pada penderita MDS dan cukuptoksik pada pasien t,,t\". 3'5''oD ifferenti ati on I n d u c i n g Age ntPengamatan pada pertumbuhan sel leukemia memberikan informasibahwa sel leukemia dapat diinduksi sehingga mengalami diferen-siasi menjadi sel normal tanpa harus merusak sel sumsum tulangyang dengan sendirinya akan mengurangi risiko terjadinya infeksidan perdarahan, seperti pada leukemia akut yang mendapat terapil.ntensl.le. 4.20 Cytarabine dosis rendah dulu diperkirakan sebagai dffirentiationinducing agent dan dilaporkan tidak ditemukan efek yang mengun-tungkan dari obat ini. Akhirnya, diketahui bahwa efek tersebutberasal dari efek cytoreduction sehingga Penggunaannya sebagaidiferentiating agent diragukan. 20 Studi iz uino dari cis dan trans retinoic acid mampu menginduksidiferensiasi berbagai sel leukemia. Dalam beberapa penelitian trans-retinoic acid dengan dosis antara 20-125 mg/m2lhari selama 4-30minggu, didapatkan 20o/o penderita menunjukkan perbaikan darisel-sel darahnya. Namun, survival penderita tidak dipengaruhi olehobat ini. Bahkan satu studi mendapatkan tidak ada efek mengun-tungkan dari pemberian cis-retiruoc acid' Tfiun 1993, studi denganrctal 62 penderita SMD mendapat all trans-retinoic dosis berkisaranrara 10'250 mglm2lhari, tidak ditemukan perbaikan yang nYatapada sebagian besar penderita. Pengalaman klinik penggunaan 1,25 Dilrydroxyuitamin D3 sebagaidffirenting agent tidak seekstentif retinoat. Dalam 3 laporan yangterpisah dengan total 31 pasien diberikan 1,25 DihydroxyuitaminD3 I-2,5 mg/hari, hanya 7 penderita menunjukkan sedikit perbaikanpada sel darah tepinya, 6 pasien mengalami progresi menjadi leukemia'

190 Hematologi Klinik RingkasVitamin B, Androgen, dan KortikosteroidDulu piridoksin pernah diberikan pada pasien MDS rerutamaRARS karena pada RARS diketahui terjadi penurunan aktivitaspiridoksal kinase. lJmumnya respons terapi sangat rendah, dantidak ada efeknya pada jenis yang lain. Kortikosteroid yang diberikan pada MDS hanya memberikanrespons pada <l0o/o penderita dan androgen yang diberikan pada25 pasien MDS tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan darihemopoesis.Terapi SuportifTerapi suportif masih tetap merupakan terapi pilihan pada pen-derita MDS oleh karena tidak ada terapi yang cukup efektif kelualicangkok sumsum tulang. Yang termasuk terapi suportif disini ada-lah pengawasan yang kerat, mempertahankan kadar hemoglobinyang optimal, menangani komplikasi yang timbul akibat trombosi-topenia dan netropenia berat. Penderita dengan netrofil <0,5x10e/1akan berisiko terkena infeksi yang fatal sehingga apabila penderitaini disertai demam harus segera diberikan antibiotika secara inrra-vena. Demikian pula pada trombositopenia <lOxl0e/1 akan berisikoterjadinya perdarahan dan transfusi trombosit mungkin diperlukan.Pemberian terapi darah akan menyebabkan penderita t..pap\". d.-ngan risiko akibat produk darah yang kita berikan. pada transfusidarah yang berulang, kelebihan zat besi akan menimbulkan permasa-lahan baru. Setiap I kantong darah merah akan mengandung sekitar200 mg besi dan ransfusi yang lebih dari 100 kantong akan mem-berikan kelebihan besi sekitar 20 gr, suatu kadar yang dapat menim-bulkan keadaan yang disebut hemokromatosis. pada proses transfusitrombosit, terbentuknya antibodi antitrombosit akan sangar me-nyulitkantindakantransfusirrombositselanjutnya.l'3,20Strategi TerapiHoffo-rand et al. 6 mengategorikan MDS menjadi dua kelompokterdiri aras: l. Loru-rish MDS, yaitu penderita dengan blast <5%o dalam sum- sum tulang. Low rish MDS dikelola secara konservatif, dengan transfusi sel darah merah atau trombosit dan pemberian anti-

Leukemia dan Pengakit Mietoproliferatif 191 biotika jika terdapat infeksi. Dapat juga diberikan eritropoetin atau grouth factors seperti G-CSF untuk mengatasi leukopenia. Pemberian obat imunosupresif, seperti siklosporin dan AIG dapat dipertimbangkan. 2. High-rish MDS, yaitu penderita dengan blast sumsum tulang 5o/o atau lebih. Untuk high-rish MDS dapat dipertimbangkan pemberian kemoterapi, baik tunggal maupun intensif di sam- ping terapi suportif. Untuk penderita berumur kurang dari 50 tahun stem cell nansplantdtion merupakan satu-satunya pengo- batan yang dapat memberikan kemungkinan kesembuhan. Untuk high-rish MDS dengan umur tua (>65 tahun) dianjurkan hanya pemberian terapi suportif karena manfaat kemoterapi tidak sebanding dengan efek sampingnya.Terapi Masa DepanMengingat kemajuan telah cukup banyak didapatkan pada terapikasus-kasus leukemia akut, kemajuan pada terapi MDS juga akanmengikuti hal tersebut. Terapi yang lebih efekdf dan dengan tok-sisitas yang lebih rendah akan meningkatkan survival dan akan me-ningkatkan jumlah pasien yang dapat mentoleransi pengobatan.Pendekatan terapi genetik molekuler akan memberi terapi yang le-bih spesifik dan individualistik. Memperbaiki sel hemopoetik me-rupakan tujuan al,},ir (ubimate goal) dari terapi MDS. Cangkoksumsum tulang alogenik merupakan terapi yang paling efektif, akantetapi angka kematian yang diakibatkannya masih perlu diturun-kan. Perlu dicarikan regimen yang bersifat nonablatiue yang dapatmenyebabkan grafi-uersus leuhemia tanpa penekanan fungsi sumsumtulang yang berkepanjangan pada penderita khususnya penderitatua. Kemoterapi dosis tinggi diikuti dengan transplantasi autologusstem cell darah tepi dapat merangsang hemopoesis normal akibatengrafiment yang cepat tanpa disertat gnfi uersus host diseases. 1'3'20'21


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook