Kebenaran, kata sang camerlengo pada dirinya sendiri. Hanya kebenaran. Terlalubanyak rahasia di dalam tembok ini ... salah satunya begitu gelap sehingga membuatnyagila. Tetapi dari kegilaan itu terbitlah cahaya. ”Kalau kamu dapat memberikan hidupmu untuk menyelamatkan jutaan nyawa,” katasang camerlengo sambil berjalan di gang Kapel Sistina, ”bersediakah kalianmelakukannya?” Wajah-wajah di dalam kapel itu hanya menatapnya. Tidak seorang pun bergerak.Tidak seorang pun berbicara. Di luar dinding ini, nyanyian kegembiraan terdengarmengalun dari lapangan. Sang camerlengo terus berjalan ke arah mereka. ”Dosa mana yang lebih besar?Membunuh musuh seseorang? Atau berdiam diri ketika melihat cinta sejatimu sedangtercekik?” Mereka menyanyi di Lapangan Santo Petrus! Sang camerlengo berhenti sesaatdan melihat ke arah langit-langit Kapel Sistina. Tuhan dalam lukisan karya Michelangeloitu seakan menatapnya ke bawah dalam keremangan sinar lilin yang menerangi ruanganitu ... dan Dia tampak senang. ”Aku sudah tidak bisa lagi berdiam diri,” kata sang camerlengo. Tapi ketika diamelangkah semakin dekat, dia tidak melihat ada orang yang memahaminya sedikitpun.Apakah mereka tidak melihat kesederhanaan dari tindakannya? Tidakkah mereka melihatkalau ini sangat penting? Semuanya sesederhana itu. Kelompok Illuminati. Ilmu pengetahuan dan Setan bergabung menjadi satu.Membangkitkan kembali ketakutan kuno. Lalu dia menghancurkannya.Ketakutan dan harapan. Buat mereka percaya lagi. Malam ini, kekuatan Illuminati dibangkitkan sekali lagi ... dan dengan konsekuensiyang mulia. Perasaan apatis telah menguap. Ketakutan telah melesat melintasi dunia seperti kilat dan menyatukan semua orang.Lalu kekuasaan Tuhan telah menaklukkan kegelapan. Aku tidak dapat berdiam diri! Inspirasi itu hanya milik Tuhan—muncul seperti suluh pada suatu malam ketika sangcamerlengo merasa begitu sengsara. Oh, dunia yang tanpa iman ini! Seseorang harusmembebaskan mereka. Kamu. Kalau bukan kamu, lalu siapa? Kamu telah diselamatkandengan satu alasan. Perlihatkan kepada mereka iblis-iblis tua itu. Ingatkan ketakutanmereka. Sikap apatis adalah kematian. Tanpa kegelapan, tidak akan ada cahaya. Gelapatau terang. Di mana ketakutan? Di mana para pahlawan? Kalau tidak sekarang, kapan
lagi? Sang camerlengo berjalan di gang utama dan langsung menuju ke kerumunankardinal yang sedang berdiri menunggunya Dia merasa seperti nabi Musa yang sedangmenyeberangi laut yang terbelah ketika orang-orang yang mengenakan setagen merahdan kopiah itu menyingkir di depannya untuk memberi jalan. Di altar, Robert Langdonmematikan televisi lalu menggandeng tangan Vittoria untuk mengajaknya agarmeninggalkan altar. Sang camerlengo tahu kenyataan bahwa Robert Langdon selamathanya mungkin terjadi karena Tuhan menghendakinya. Tuhan telah menyelamatkanRobert Langdon. Sang camerlengo bertanya-tanya, mengapa. Suara yang memecah kesunyian adalah suara dari satu-satunya perempuan didalam Kapel Sistina. ”Kamu membunuh ayahku!” katanya sambil melangkah ke depan. Ketika sang camerlengo berpaling ke arah Vittoria, emosi yang terlihat di wajahperempuan itu adalah hal yang tidak mampu dipahaminya. Terluka? Ya, itu masuk akal.Tapi kemarahan? Jelas Vittoria harus memahaminya. Kejeniusan ayahnya sangat berba-haya. Leonardo Vetra harus dihentikan demi kebaikan umat manusia. ”Ayah mengerjakan pekerjaan Tuhan,” kata Vittoria. ”Pekerjaan Tuhan tidak dikerjakan di dalam laboratorium. Tetapi di dalam hati.” ”Hati ayahku murni! Dan penelitiannya membuktikan—” ”Penelitiannya membuktikan bahwa pikiran manusia berkembang lebih cepatdaripada jiwanya!” suara sang camerlengo menjadi lebih tajam daripada yangdiharapkannya. Lalu sang camerlengo merendahkan suaranya. ”Kalau ada orangseberiman ayahmu dapat menciptakan senjata seperti yang dilihat semua orang malamini, bayangkan apa yang akan dilakukan oleh orang biasa dengan teknologi seperti itu.” ”Seseorang itu seperti dirimu?” Sang camerlengo menarik napas panjang. Apakah putri Leonardo Vetra ini tidakmemahaminya? Moralitas seseorang tidak dapat meningkat secepat ilmu pengetahuan.Spiritualitas umat manusia tidak mampu bergerak lebih cepat untuk menguasai kekuatanyang mereka miliki. Kita tidak pernah menciptakan senjata untuk tidak digunakan! Tapi,dia tahu antimateri itu tidak ada artinya. Dia sama dengan senjata lain yang sudahmenumpuk di dalam berbagai gudang senjata. Manusia bisa langsungmenghancurkannya. Manusia belajar membunuh sesamanya sejak zaman dahulu. Dandarah ibunya turun deras seperti air hujan. Kejeniusan Leonardo Vetra berbahaya untukalasan lain. ”Selama berabad-abad,” kata sang camerlengo, ”gereja hanya berdiam dirisementara ilmu pengetahuan mengalahkan agama sedikit demi sedikit. Mereka
menghancurkan keajaiban-keajaiban. Melatih pikiran untuk mendahului hati. Mengutukagama sebagai candu bagi massa. Mereka mencela Tuhan sebagai halusinasi saja—khayalan yang hanya pantas bagi mereka yang lemah untuk menerima kehidupan yangtanpa makna seperti ini. Aku tidak dapat berdiam diri sementara ilmu pengetahuan berniatmelecehkan kekuatan Tuhan! Bukti, katamu? Ya, bukti ilmu pengetahuan adalahkebodohan! Apa salahnya menerima apa yang diluar pengertian kita? Hari ketika ilmupengetahuan menggantikan Tuhan di dalam laboratorium adalah hari di mana orangberhenti membutuhkan keyakinan!” ”Maksudmu hari ketika manusia tidak lagi membutuhkan gereja?” tantang Vittoriasambil bergerak mendekatinya. ”Keraguan adalah kontrol terakhirmu. Keraguanlah yangmembawa jiwa jiwa itu kepadamu. Kami hanya ingin tahu kalau hidup itu memiliki makna.Rasa tidak aman yang dirasakan manusia dan kebutuhan untuk mendapatkan pencerahanmembuat ayahku tahu kalau semuanya adalah bagian dari sesuatu yang agung. Tapigereja bukanlah satusatunya jiwa yang tercerahkan di planet ini! Kita semua mencariTuhan dengan berbagai cara yang berbeda-beda. Apa yang kamu takutkan? Kalau Tuhanakan memperlihatkan diri-Nya di suatu tempat di luar tembok ini? Kalau orang-orang akanmenemukan-Nya dalam kehidupan mereka sehari-hari dan meninggalkan ritual kunomuitu? Agama berevolusi! Pikiran manusia selalu berusaha untuk menemukan jawabansehingga hati mereka mampu memahami kebenaran yang baru. Pencarian ayahku samadengan pencarianmu! Kedua-duanya berjalan bersisihan! Kenapa kamu tidak bisamemahaminya? Tuhan bukan hanya kekuatan yang melihat dari atas sana danmengancam umatnya untuk dijebloskan ke dalam neraka kalau mereka melawannya.Tuhan adalah energi yang mengalir melalui sinapsis yang terdapat dalam sistem syarafdan hati seluruh umat manusia! Tuhan berada di mana-mana!” ”Kecuali dalam ilmu pengetahuan,” bantah sang camerlengo dengan keras, matanyahanya memancarkan rasa kasihan. ”Makna ilmu pengetahuan adalah tidak punya jiwa.Terpisah dari hati. Keajaiban intelektual seperti antimateri tiba di dunia ini tanpamencantumkan petunjuk etis. Ini sangat berbahaya! Bagaimana mungkin ilmupengetahuan bisa mengatakan kalau pencarian bejatnya itu sebagai jalan pencerahan?Menjanjikan jawaban untuk berbagai pertanyaan yang tidak mereka ketahui jawabannya?”Sang camerlengo menggelengkan kepalanya. ”Ini tidak benar.” Untuk sesaat, kesunyian menyelimuti Kapel Sistina. Tiba-tiba sang camerlengomerasa letih ketika dia balas menatap mata Vittoria yang masih berapi-api. Ini tidakseharusnya terjadi. Apakah ini ujian terakhir dari Tuhan? Mortati-lah yang memecahkan kesunyian itu. ”Keempat preferiti,” bisikannyamengandung ketakutan. ”Baggia dan yang lainnya. Tolong katakan padaku, kamu tidak....”
Sang camerlengo berpaling kepadanya, heran karena mendengar suara Mortati yangterluka. Tentu saja Mortati dapat mengerti. Berita utama di berbagai media selalumemberitakan tentang keajaiban ilmu pengetahuan tiap hari. Tapi kapan merekamemberitakan tentang agama? Beratus-ratus tahun yang lalu. Agama membutuhkankeajaiban! Sesuatu untuk membangunkan dunia yang sedang tertidur ini. Membawamereka kembali ke jalan kebajikan. Memperbaiki iman mereka. Para preferiti bukanlahpemimpin, mereka hanyalah pembaharu—sekelompok orang liberal yang bersiap-siapuntuk memeluk dunia baru dan mengabaikan cara-cara lama! Inilah satu-satunya carauntuk menghentikan mereka. Pemimpin baru. Muda. Kuat. Penuh semangat. Pembawakeajaiban. Lebih baik para preferiti itu melayani gereja dengan membiarkan diri merekamati daripada hidup untuk kemudian menodainya. Ketakutan dan harapan. Korbankanempat nyawa untuk menyelamatkan jutaan lainnya. Dunia akan mengenang merekaselamanya sebagai martir. Gereja akan mendapatkan pujian mulia untuk mengharumkannamanya. Berapa ribu orang yang sudah mati untuk kemuliaan Tuhan?Pengorbanan inihanya membutuhkan empat nyawa. ”Para preferitP.” kata Mortati mengulangi pertanyaannya. ”Aku juga berbagi rasa sakit yang sama,” kata sang camerlengo membela diri sambilmenunjuk dadanya yang terluka. ”Dan aku juga bersedia mati untuk Tuhan, tapi tugaskubaru saja dimulai. Orang-orang kini sedang bernyanyi di Lapangan Santo Petrus.” Sang camerlengo melihat ketakutan di mata Mortati dan sekali lagi dia merasabingung. Apakah ini karena morfin itu? Mortati menatap anak kesayangan mendiang Pausdi hadapannya ini seolah sang camerlengo-lah yang telah membunuh keempat kardinal itudengan tangannya sendiri. Aku akan melakukan itu demi Tuhan, pikir sang camerlengo.Tetapi dia tidak melakukannya sendiri. Aksi itu dilakukan oleh si Hassassin—sebuah jiwapanas yang telah diperdayanya sehingga dia merasa dirinya bekerja untuk Illuminati. AkuJanus, sang camerlengo berkata kepadanya. Aku akan membuktikan kekuasaanku. Dandia sudah melakukannya. Kebencian si Hassassin membuatnya menjadi bidak Tuhan. ”Dengarkan nyanyian itu,” kata sang camerlengo sambil tersenyum dan hatinyaterasa kembali gembira. ”Tidak ada yang menyatukan hati selain munculnya kejahatan.Bakarlah gereja, dan orang-orang akan bangkit sambil berpegangan tangan, menyanyikanhimne perlawanan ketika membangun gereja itu kembali. Lihat bagaimana merekaberkerumun malam ini. Ketakutan telah membuat mereka berkumpul. Buatlah iblis-iblismodern untuk manusia modern. Sikap apatis adalah kematian. Tunjukkan pada merekawajah kejahatan—pemuja setan menyelinap di sekitar kita, menguasai pemerintah kita,bank-bank kita, sekolah-sekolah kita, dan mengancam ingin menghancurkan RumahTuhan dengan ilmu pengetahuan mereka yang salah arah. Keburukan sudah merasukbegitu dalam. Manusia harus mewaspadainya. Carilah kebaikan. Jadilah kebaikan!”
Dalam kesunyian, sang camerlengo berharap mereka kini memahami maksudnya.Kelompok Illuminati tidak muncul kembali. Illuminati sudah lama mati. Hanya mitosnyasaja yang masih hidup. Sang camerlengo telah membangkitkan Illuminati kembali sebagaipengingat. Mereka yang mengetahui sejarah Illuminati pasti menyadari kejahatan mereka.Mereka yang tidak tahu akan memahami kejahatan mereka dan menyadari betapabutanya mereka selama ini. Iblis dari masa lalu telah dibangkitkan kembali untukmembangunkan dunia yang tidak pedulian. ”Tapi ... cap-cap itu?” Suara Mortati terdengar berusaha menahan amarahnya yangnyaris meledak. Sang camerlengo tidak menjawab pertanyaan itu. Mortati tidak tahu kalau cap-cap itusudah disita oleh Vatikan sejak satu abad yang lalu. Cap-cap itu disimpan jauh-jauh,terlupakan dan diliputi debu di Ruang Penyimpanan Kepausan—ruang pribadi milik Pausyang berfungsi untuk menyimpan berbagai peninggalan kuno yang tersembunyi diapartemennya di Borgia. Tempat penyimpanan ini berisi berbagai benda yang dianggapterlalu berbahaya oleh gereja untuk dilihat oleh orang lain kecuali Paus sendiri. Kenapa mereka menyembunyikan sesuatu yang bisa menimbulkan ketakutan?Ketakutan malah membuat orang mendekati Tuhan! Kunci tempat penyimpanan itu diwariskan dari satu paus ke paus berikutnya.Camerlengo Carlo Ventresca mencuri kunci itu dan menggeledah ruangan tersebut danmenemukan isinya yang sangat menakjubkan, seperti manuskrip asli yang terdiri atasempat belas buku Alkitab, yang tidak dipublikasikan dan dikenal dengan nama Apocrypha,dan ramalan ketiga dari Fatima, di mana dua ramalan sebelumnya sudah menjadikenyataan se-mentara yang ketiga membuat gereja sangat ketakutan sehinggamemutuskan untuk tidak mengungkapkannya. Tapi yang paling hebat adalah sangcamerlengo menemukan koleksi benda-benda Illuminati beserta semua rahasia yangditemukan gereja setelah mengusir kelompok itu dari Roma ... Jalan Pencerahan yangkejam itu ... penipuan licik yang dilakukan seniman utama Vatikan bernama Bernini ...sekelompok ilmuwan ternama bersama-sama mengejek agama ketika mereka bertemusecara diam-diam di dalam Kastil Santo Angelo yang merupakan gedung milik Vatikansendiri. Koleksi barang barang itu termasuk kotak ber-bentuk segi lima yang berisi limacap yang terbuat dari besi, salah satu di antaranya adalah Berlian Illuminati yanglegendaris itu. Ini adalah bagian dari sejarah Vatikan yang lebih baik dilupakan saja. Tapisang camerlengo ternyata tidak setuju dengan pendapat itu. ”Tetapi antimateri itu ...,” tanya Vittoria. ”Kamu berisiko menghancurkan Vatikan!” ”Tidak ada risiko ketika Tuhan berada di sisimu,” kata sang camerlengo. ”Ini adalahurusan Tuhan.”
”Kamu gila!” desis Vittoria. ”Jutaan orang selamat.” ”Banyak orang yang terbunuh!” ”Banyak nyawa yang selamat.” ”Katakan itu kepada ayahku dan Max Kohler!” ”Kesombongan CERN harus diungkapkan ke seluruh dunia. Setetes cairan yang bisamenghancurkan semuanya dalam radius setengah mil? Dan kamu menyebutku gila?”Kemarahan sang camerlengo semakin membara di dalam hatinya. Mereka pikir ini tugassederhana yang harus dipikulnya sendiri? ”Bagi siapa saja yang memercayai ujianterbesar yang diberikan Tuhan di masa lalu pasti ingat semua ini. Tuhan menyuruhIbrahim untuk mengorbankan putranya! Tuhan menyuruh Yesus untuk menahan rasa sakitketika disalib! Sehingga kita sekarang menggantung simbol salib di depan mata kita yangmemperlihatkan Yesus yang berdarah, menahan rasa sakit dan menderita, agar kita ingatakan kekuatan jahat! Untuk membuat hati kita waspada! Luka-luka di tubuh Yesus terusmengingatkan kita bahwa kekuatan jahat itu masih ada! Luka di dadaku adalah pengingatitu! Kejahatan merajalela tetapi kekuasaan Tuhan akan menghadapinya!” Teriakannya menggema dan menembus dinding Kapel Sistina sehingga membuatruangan itu menjadi sangat sunyi. Waktu tampak berhenti. Lukisan karya Michelangeloberjudul Pengadilan Terakhir, menjulang menyeramkan di belakang sang camerlengo ... Yesus memasukkan para pendosa ke neraka. Air mata mengambang di mataMortati. ”Apa yang telah kamu lakukan, Carlo?” tanya Mortati sambil berbisik. Dia lalumemejamkan matanya dan air matanya pun bergulir. ”Bagaimana dengan Sri Paus?” Suara desahan kesedihan terdengar bersamaan, seolah semua orang di ruangan itusudah lupa akan Paus dan baru teringat saat itu juga. Mendiang Paus meninggal karenadiracun. ”Dia hanya seorang pembohong,” kata sang camerlengo. Mortati tampak hancur hatinya. ”Apa maksudmu? Beliau orang yang jujur! Beliau ...mencintaimu.” ”Dan aku juga mencintainya.” Oh, betapa aku mencintainya! Tetapi dia berbohonglDia melanggar sumpahnya kepada Tuhan! Sang camerlengo tahu saat ini mereka mungkin tidak mengerti, tetapi mereka nantiakan mengerti. Ketika dia mengatakannya di hadapan mereka semua, mereka akanmemahaminya! Mendiang Paus adalah penipu paling keji yang pernah dikenal gereja.
Sang camerlengo masih ingat malam mengerikan itu. Dia baru saja kembali dariperjalanannya mengunjungi CERN dan membawa berita tentang penciptaan alamsemesta karya Vetra dan kekuatan antimateri yang menakutkan itu. Sang camerlengoyakin Paus bisa melihat kejahatan dalam penemuan ilmuwan itu, tapi Sri Paus hanyamelihat harapan dalam terobosan yang dibuat oleh Vetra. Dia bahkan menyarankan agarVatikan mendanai penelitian Vetra sebagai isyarat niat baik dari gereja agar dapatmenciptakan spiritualitas yang berdasarkan pada penelitian ilmiah. Ini gila! Gereja mendanai penelitian yang akan membuat gereja tampak ketinggalanzaman? Karya yang menghasilkan senjata pemusnah massal? bom yang telahmembunuh ibunya .... ”Tetapi ... kamu tidak bisa!” seru sang camerlengo. ”Aku berhutang sangat besar kepada ilmu pengetahuan,” jawab Paus. ”Sesuatu yangsudah aku sembunyikan sepanjang hidupku. Ilmu pengetahuan telah memberiku hadiahketika aku masih muda. Sebuah hadiah yang tidak pernah kulupakan.” ”Aku tidak mengerti. Apa yang ditawarkan ilmu pengetahuan kepada hamba Tuhan?” ”Itu rumit,” kata Paus. ”Membutuhkan waktu yang lama untuk membuatmu mengerti.Tetapi pertama-tama, ada fakta sederhana tentang diriku yang harus kamu ketahui. Sayasudah menyimpan rahasia ini selama bertahun-tahun. Aku percaya inilah waktu yang tepatuntuk mengatakannya kepadamu.” Lalu Paus mengatakan kepadanya tentang kebenaran yang sangat mencengangkanitu. 132 SANG CAMERLENGO BERBARING meringkuk di atas tanah di depan makamSanto Petrus. Udara di Necropolis dingin, tetapi itu membuat darah yang mengalir dariluka yang telah dibuatnya di tubuhnya sendiri, membeku. Sri Paus tidak akanmenemukannya di sini. Tidak seorang pun akan menemukannya di sini .... ”Itu rumit,” suara Paus bergema di dalam benaknya. ”Membutuhkan waktu yang lamauntuk membuatmu mengerti ....” Tetapi sang camerlengo tahu tidak ada waktu tertentu yang dapat membuatnyamengerti. Pembohong! Aku memercayaimu! TUHAN percaya padamu! Dengan satu kalimat, Paus telah membuat dunia sang camerlengo hancurberantakan. Semua yang pernah dipercaya sang camerlengo tentang mentornya itu telah
hancur berkeping-keping di depan matanya. Kebenaran itu menembus jantung sangcamerlengo dengan kekuatan yang membuatnya terhuyung-huyung ke belakang,kemudian mendorongnya keluar dari Kantor Paus dan membuatnya muntah di koridor. ”Tunggu!” teriak Paus sambil mengejarnya. ”Kumohon. Biarkan akumenjelaskannya!” Tetapi sang camerlengo terus berlari. Bagaimana Sri Paus berharap dia bisa tahanmendengarkan kebohongan ini? Oh, kebejatan yang luar biasa! Bagaimana kalau adaorang lain yang mengetahuinya? Bayangkan bagaimana gereja akan ternoda karenanya!Apakah sumpah suci Paus tidak berarti apa-apa? Kegilaan itu datang dengan cepat, menderu-deru di telinganya sampai dia terjaga didepan makam Santo Petrus. Saat itulah Tuhan datang kepadanya dengan ketegasanyang mengagumkan. TUHANMU ADALAH TUHAN YANG PENUH DENDAM! Bersama-sama, mereka membuat rencana. Bersama-sama, mereka akan melindungigereja. Bersama-sama, mereka akan memperbaiki iman di dunia yang dipenuhi dosa ini.Kejahatan ada di manamana. Tapi dunia tidak menanggapinya! Bersamasama, merekaakan menguak kegelapan agar dunia melihatnya ... dan Tuhan akan mengatasisemuanya! Ketakutan dan harapan. Kemudian dunia akan percaya! Ujian pertama dari Tuhan tidak terlalu menakutkan dibandingkan dengan apa yangdibayangkan sang camerlengo. Dia menyelinap ke kamar tidur Paus ... mengisi tabungsuntiknya ... lalu menutup mulut pembohong itu ketika tubuhnya mengejang sekarat. Dibawah sinar rembulan, sang camerlengo dapat melihat di mata Paus yang sedangmeregang nyawa kalau Yang Mulia ingin mengatakan sesuatu. Tetapi terlambat. Paussudah cukup berkata-kata. 133 ”MENDIANG PAUS MEMILIKI seorang anak.” Di dalam Kapel Sistina sang camerlengo berdiri tidak bergerak ketika dia berbicara.Lima kata itu terucap dan mengungkapkan kenyataan yang mencengangkan. Kerumunandi hadapannya terlihat tersentak bersamaan. Para kardinal yang tadinya menampakkanwajah yang menuduh kini berubah menjadi terguncang seolah mereka semua berdoa agarkata-kata sang camerlengo tadi tidak benar. Mendiang Paus memiliki seorang anak. Langdon juga tak kalah terkejut. Tangan Vittoria menjadi kaku di dalam
genggamannya, sementara Langdon masih tidak percaya akan apa yang baru sajadidengarnya tadi. Kata-kata sang camerlengo tampak seperti menggantung di atas mereka. Bahkan dimata sang camerlengo yang sekarang terlihat kalap, Langdon melihat kebenaran yangsesungguhnya. Langdon ingin melarikan diri dan mengatakan pada dirinya sendiri kalaudia sekarang sedang mengalami mimpi buruk yang aneh dan sebentar lagi dia akanterjaga di dunia yang lebih masuk akal. ”Itu pasti bohong!” salah satu kardinal berteriak. ”Aku tidak akan memercayainya!” yang lainnya protes. ”Mendiang Paus adalah orangyang sangat beriman sepanjang hidupnya!” Mortatilah yang berbicara kemudian, suaranya terdengar tipis karena rasa sedihyang dideritanya. ”Teman-temanku, apa yang dikatakan sang camerlengo itu benar.”Semua kardinal di kapel itu berpaling seolah Mortati baru saja meneriakkan sesuatu yangcabul. ”Mendiang Paus memang memiliki seorang anak.” Wajah para kardinal menjadi pucat pasi. Sang camerlengo tampak terpaku. ”Kamu tahu? Tetapi ... bagaimana kamu bisa tahutentang hal ini?” Mortati mendesah. ”Ketika mendiang Paus terpilih ... akulah yang menjadi Devil’sAdvocate.” Semua orang menarik napas karena terkejut. Langdon mengerti. Ini berarti informasi tersebut mungkin benar. Skandal yang dimilikiseorang paus adalah hal yang berbahaya sehingga sebelum seorang kardinal terpilih,diadakan penyelidikan rahasia untuk mengetahui latar belakang sang calon yangdilakukan oleh seorang kardinal yang bertindak sebagai Devil’s Advocate. Pejabat inibertanggung jawab untuk menemukan alasan kenapa seorang kardinal yang memenuhisyarat dianggap tidak bisa diangkat sebagai paus. Pejabat ini dipilih oleh paus terdahulusebelum beliau meninggal untuk memastikan agar penggantinya nanti adalah orang yangbersih. Seorang Devil’s Advocate tidak boleh mengungkapkan identitasnya kepada siapapun. Tidak pernah boleh. ”Aku adalah Devil’s Advocate ketika itu,” ulang Mortati. ”Karena itulah akumengetahuinya.” Semua mulut ternganga. Sepertinya malam ini adalah malam di mana semuaperaturan sudah tidak berlaku lagi. Sang camerlengo merasa sangat marah. ”Dan kamu ... tidak mengatakannya kepadasiapa-siapa?”
”Aku menghujani mendiang Paus dengan berbagai pertanyaan,” kata Mortati. ”Danbeliau mengakuinya. Beliau menceritakan semuanya dan hanya memintaku untukmenggunakan hatiku untuk membimbingku dalam membuat keputusan apakah aku harusmengungkapkannya atau tidak.” ”Dan hatimu menyuruhmu untuk mengubur informasi tersebut?” ”Beliau adalah calon yang paling kami andalkan untuk menjadi paus. Masyarakatmencintai beliau. Skandal itu akan sangat melukai gereja.” ”Tetapi dia memiliki seorang anak! Dia melanggar sumpah sucinya untuk tetap tidakmenikah!” Sang camerlengo sekarang berteriak. Dia dapat mendengar suara ibunya Janjikepada Tuhan adalah janji yang paling penting dari segalanya. Jangan pernah melanggarjanji kepada Tuhan. ”Sri Paus melanggar sumpahnya!” Mortati tampak resah. ”Carlo, cinta beliau ... murni. Beliau tidak melanggar sumpahapa pun. Memangnya beliau tidak menjelaskannya padamu?” ”Menjelaskan apa?” Sang camerlengo ingat ketika dia berlari keluar dari Kantor Pausdan mentornya itu mengejarnya sambil berteriak. Biar aku jelaskan! Dengan perlahan dan dipenuhi oleh kesedihan, Mortati membiarkan kisah itu terbukaseluruhnya. Beberapa tahun silam, Paus, ketika masih sebagai pastor biasa, jatuh cintadengan seorang biarawati muda. Keduanya telah bersumpah untuk tidak menikah dansama sekali tidak pernah berniat untuk melanggar janji mereka kepada Tuhan. Tapi, ketikacinta mereka semakin mendalam, walau mereka mampu menahan godaan nafsu, merekaberdua samasama merindukan sesuatu yang belum pernah mereka bayangkansebelumnya: ikut berpartisipasi dalam keajaiban penciptaan milik Tuhan—seorang anak.Anak mereka. Kerinduan itu, terutama di dalam diri sang biarawati, semakin menjadi-jadi.Tapi, mereka tetap ingat janji mereka kepada Tuhan. Satu tahun kemudian, ketikakeputusasaan yang mereka rasakan semakin memuncak, biarawati itu datang kepadanyadengan penuh rasa suka cita. Dia baru saja membaca sebuah artikel tentang keajaibanbaru di dunia ilmu pengetahuan—proses di mana dua orang bisa memiliki anak tanpaharus berhubungan seks. Biarawati itu merasa ini adalah pertanda dari Tuhan. Pastor itujuga dapat melihat kebahagiaan di mata kekasihnya dan kemudian menyetujuigagasannya. Satu tahun kemudian, biarawati itu memiliki anak melalui keajaibaninseminasi buatan. ”Itu tidak ... benar,” kata sang camerlengo dengan rasa panik dan berharap itu hanyareaksi yang dirasakannya dari suntikan morfin yang diterimanya tadi sehinggamembuatnya berhalusinasi. Tapi kata-kata yang didengarnya itu sangat jelas.
Air mata Mortati sekarang mengembang di matanya. ”Carlo, karena itulah kenapamendiang Paus selalu mencintai ilmu pengetahuan. Dia merasa berhutang besarkepadanya. Ilmu pengetahuan memberinya kesempatan untuk merasakan kegembiraanmenjadi seorang ayah tanpa melanggar sumpah sucinya. Mendiang Paus mengatakanpadaku beliau tidak menyesal, kecuali satu hal: kedudukannya yang tinggi di gereja inimelarangnya untuk bersama-sama dengan perempuan yang dicintainya dan melihatbayinya tumbuh besar.” Camerlengo Carlo Ventresca merasa kemarahannya mulai muncul lagi. Dia sangatingin mencakari tubuhnya sendiri. Bagaimana aku tidak mengetahuinya? ”Sri Paus tidak berdosa, Carlo. Beliau suci.” ”Tetapi ....” Sang camerlengo mencari alasan yang masuk akal di dalam pikirannyayang sudah dipenuhi oleh kemarahan. ”Pikirkan risiko ... akibat perbuatannya itu.”Suaranya menjadi lemah. ”Bagaimana kalau perempuan jalang itu muncul? Atau, ohjangan sampai terjadi, anaknya muncul? Bayangkan rasa malu yang harus diderita olehgereja.” Suara Mortati bergetar. ”Anak itu sudah muncul ke hadapan umum. Semuanya berhenti. Mortati berkata dengan hati hancur. ”Carlo ...? Anak mendiang Paus adalah ...kamu.” Pada saat itu sang camerlengo dapat merasakan api imannya meredup di dalamhatinya. Dia berdiri gemetar di atas altar, dibingkai oleh lukisan Pengadilan Terakhir, karyaMichelangelo yang menjulang tinggi. Dia tahu dia sudah berada di bibir neraka sekarang.Dia membuka mulut untuk berbicara, tapi bibirnya gemetar dan tidak mampu untukmengucapkan apa-apa. ”Tidakkah kamu memahaminya?” suara Mortati tercekat. ”Karena itulah mendiangPaus datang menjengukmu di rumah sakit di Palermo ketika kamu masih anak-anak.Karena itulah beliau mengambilmu dan membesarkanmu. Biarawati yang dicintainyaadalah Maria ... ibumu. Ibumu meninggalkan biara untuk membesarkanmu, tetapi ibumutidak pernah meninggalkan pengabdiannya kepada Tuhan. Ketika Paus mendengar ibumutelah meninggal dunia dalam ledakan bom itu, dan kamu, putranya, secara ajaib selamatdari peristiwa mengerikan itu ... beliau bersumpah kepada Tuhan tidak akanmeninggalkanmu sendirian lagi. Carlo, kedua orang tuamu masih suci. Mereka tetapberpegang teguh pada sumpah mereka kepada Tuhan. Namun mereka menemukan carauntuk melahirkanmu ke dunia. Kamu adalah anak ajaib mereka.” Sang camerlengo menutup telinganya, berusaha untuk menghalangi kata-kata ituagar tidak masuk ke telinganya. Dia berdiri lemas di atas altar. Lalu, dengan dunia yang
terasa ambruk di bawah kakinya, dia jatuh berlutut dan mengeluarkan teriakan yangsangat menyedihkan. Detik demi detik. Menit demi menit. Jam demi jam. Waktu seperti telah kehilangan artinya di dalam ruangan Kapel Sistina. Vittoriamerasa dirinya berhasil keluar dari kebekuan yang seolah membelenggu semua orang didalam ruangan ini. Dia kemudian melepaskan tangannya dari genggaman Langdon danmulai menyibak kerumunan kardinal di sekitarnya. Pintu kapel serasa bermil-mil jauhnya,dan dia merasa seperti bergerak di bawah air ... gerakannya menjadi berat dan lambat. Ketika Vittoria berjalan di antara jubah-jubah para kardinal yang berdiri di dalamKapel Sistina, gerakannya itu seperti membangunkan mereka dari mimpi buruk ini.Beberapa orang kardinal mulai berdoa. Yang lainnya menangis. Beberapa diantaranyamenoleh dan hanya menatap kosong ke arah Vittoria yang bergerak meninggalkanmereka. Tapi keterkejutan mereka akibat kata-kata yang diucapkan Mortati tadi mulaimenguap ketika mereka melihat Vittoria mendekati pintu. Dia hampir sampai ke ujungkerumunan itu ketika sebuah tangan menangkap lengannya. Sentuhannya lemah tapitegas. Vittoria berpaling dan berhadapan dengan seorang kardinal tua berwajah keriput.Wajahnya masih dibayangi oleh ketakutan. ”Jangan,” bisik kardinal tua itu. ”Kamu tidak boleh.” Vittoria menatapnya dengan pandangan ragu-ragu. Kardinal yang lainnya kini juga berada di sampingnya. ”Kita harus berpikir sebelumbertindak.” Dan yang lainnya lagi. ”Keadaan yang menyakitkan ini akan mengakibatkan ....” Vittoria seperti dikepung oleh sekumpulan kakek-kakek yang mengenakan jubah. Diamenatap ke arah mereka semua dan terpaku. ”Tetapi semua yang terjadi di sini, hari ini,malam ini ... tentu saja, semua orang harus mengetahui yang sebenarnya.” ”Hatiku setuju,” kata kardinal berwajah keriput itu sambil tetap memegang tanganVittoria, ”tapi ini adalah kejadian yang tidak bisa diperbaiki dan diulang dari awal lagi. Kitaharus mempertimbangkan harapan orang lain yang akan hancur karenanya. Rasa sinisyang kemudian berkembang. Bagaimana orang bisa percaya lagi?” Tiba-tiba, para kardinal berdatangan dan menghalangi jalannya. Kini terlihat tembokdari jubah hitam di hadapannya. ”Dengarkan orang-orang yang berada di lapangan itu,”salah seorang berkata. ”Pikirkan akibatnya bagi hati mereka? Kita harus belajar untukbersikap bijaksana.” ”Kami perlu waktu untuk berpikir dan berdoa,” yang lainnya berkata. ”Kita harusbertindak dengan perhitungan. Akibat dari ini semua ....”
”Dia membunuh ayahku!” kata Vittoria. ”Dia membunuh ayahnya sendiri!” ”Aku yakin dia akan menanggung dosanya,” kata kardinal yang memegangi tanganVittoria dengan sedih. Vittoria juga yakin begitu, dan dia berniat untuk memastikan agar sang camerlengobenar-benar menanggung semua dosa-dosanya. Lalu dia mencoba bergerak ke arah pintulagi, tetapi para kardinal berkerumun dengan lebih rapat. Wajah mereka dilingkupi olehketakutan. ”Apa yang akan kalian lakukan?” teriak Vittoria ”Membunuhku?” Sekumpulan lelaki tua itu langsung pucat pasi mendengar teriakan Vittoria sehinggamembuatnya menyesal karena bertindak kasar kepada mereka. Dia dapat melihat kalaupara kardinal itu berjiwa lembut. Mereka telah melihat cukup banyak kekerasan malam ini.Mereka tidak berniat mengancamnya. Mereka hanya terperangkap. Ketakutan, danberusaha mendapatkan kekuatan untuk menghadapi kenyataan ini. ”Aku ingin ...,” kata kardinal berwajah keriput itu dengan tergagap, ”... melakukansesuatu yang benar.” ”Kalau begitu, biarkan dia keluar,” suara berat dari seorang lelaki dengan aksenAmerika terdengar berkata di belakang Vittoria. Kata-kata itu tenang tetapi tegas. RobertLangdon kemudian tiba di samping Vittoria, dan putri Leonardo Vetra itu merasa tanganlelaki itu menggenggam tangannya. ”Nona Vetra dan aku akan pergi dari kapel ini. Sekarang.” Dengan ragu-ragu, para kardinal itu mulai melangkah menepi. ”Tunggu!” seru Mortati. Dia sekarang bergerak ke arah mereka, berjalan dengantenang di gang utama dan meninggalkan sang camerlengo yang sedang terpuruksendirian di altar. Tiba-tiba saja Mortati tampak letih dan lebih tua dari usia sesungguhnya.Gerakannya terbebani oleh rasa malu yang dirasakannya. Ketika dia tiba di sampingVittoria, dia meletakkan kedua tangannya di atas bahu Langdon dan bahu Vittoria. Vittoriamerasakan ketulusan dalam sentuhan itu. Mata lelaki tua itu semakin basah oleh airmata. ”Tentu saja kalian bebas untuk pergi,” kata Mortati. ”Tentu saja.” Lelaki itu berhentisejenak karena tidak mampu menyembunyikan dukanya. ”Aku hanya meminta ini ....” Dialalu menatap ke lantai untuk beberapa saat, kemudian mendongak kembali dan menatapVittoria dan Langdon. ”Biarkan aku yang melakukannya. Aku akan pergi ke LapanganSanto Petrus sekarang dan mencari jalan keluar. Aku akan mengatakannya kepadamereka. Aku tidak tahu bagaimana caranya ... tetapi aku akan menemukannya.Pengakuan gereja harus datang dari dalam. Seharusnya kami yang mengungkapkankegagalan kami sendiri.”
Mortati berpaling dengan wajah sedih ke altar. ”Carlo, kamu telah membuat gerejaberada dalam bahaya.” Mortati berhenti kemudian melihat ke sekelilingnya. Altar itu sudahkosong. Terdengar suara gemersik kain di gang yang terdapat di sisi dinding, kemudianterdengar bunyi pintu yang terkunci. Sang camerlengo sudah pergi. 134 JUBAH PUTIH CAMERLENGO Ventresca berkibar-kibar ketika dia berjalan disepanjang koridor saat meninggalkan Kapel Sistina. Garda Swiss yang menjaga tampakterpaku ketika sang camerlengo keluar sendirian dari kapel, tapi lelaki itu mengatakankepada mereka kalau dirinya ingin sendirian saja. Mereka mematuhinya danmembiarkannya pergi. Sekarang, ketika sang camerlengo membelok di sudut, dan menghilang daripandangan para Garda Swiss, dia merasakan berbagai emosi yang tidak mungkin dialamioleh orang kebanyakan. Dia telah meracuni seseorang yang dia panggil ”bapa suci”, orangyang memanggilnya ”anakku”. Sang camerlengo selalu percaya kalau kata ”bapa” dan”anak” adalah bagian dari tradisi yang religius, tapi kini dia mengetahui kenyataan yangkejam—katakata itu juga bermakna harfiah baginya. Seperti malam yang dipenuhi oleh peristiwa yang mengerikan beberapa mingguyang lalu, sang camerlengo kini kembali merasakan kemarahan yang luar biasa ketikamenyusuri kegelapan. Saat itu adalah pagi yang dihiasi hujan ketika seorang pegawai Vatikan menggedorpintu sang camerlengo untuk membangunkannya dari tidurnya yang dipenuhi dengankegelisahan. Mereka berkata Sri Paus tidak menjawab ketukan di pintu kamarnya maupunmengangkat telepon di ruang tidurnya. Pastor itu ketakutan. Sang camerlengo adalahsatu-satunya orang yang boleh memasuki kamar Paus tanpa izin khusus. Sang camerlengo sendiri yang masuk ke kamar Paus dan menemukannya terbujurkaku di atas tempat tidurnya seperti ketika dia meninggalkannya pada malam sebelumnya.Wajah Sri Paus terlihat seperti setan. Lidahnya menghitam seperti kematian itu sendiri.Sepertinya iblis sendiri yang tidur di pembaringan Paus. Sang camerlengo tidak merasa menyesal. Tuhan telah berbicara. Tidak seorang pun dapat melihat pengkhianatan itu ... belum. Itu akan muncul nanti. Lalu dia mengumumkan berita menyedihkan itu: Sri Paus wafat karena stroke. Sang
camerlengo kemudian mempersiapkan rapat pemilihan paus. Suara Bunda Maria berbisik di telinganya. ”Jangan pernah mengingkari janji kepadaTuhan.” ”Aku mendengarmu, Bunda,” jawabnya. ”Ini adalah dunia tanpa iman. Mereka harusdibawa kembali ke jalan kebenaran. Ketakutan dan harapan. Itu satu-satunya jalan.” ”Ya,” sahut Bunda Maria, ”jika bukan kamu ... lalu siapa? Siapa yang akan memimpingereja keluar dari kegelapan?” Jelas bukan salah satu dari preferiti itu. Mereka sudah tua ... sebentar lagi meninggal... orang-orang liberal yang akan mengikuti jejak mendiang Paus, mendukung ilmupengetahuan, mencari pengikut dari kelompok modern dengan mengabaikan cara-carakuno. Orang-orang tua yang ketinggalan zaman dan berpura-pura kalau mereka tidakdemikian. Mereka tentu saja akan gagal. Kekuatan gereja adalah pada tradisi yangdimilikinya, bukan orang yang berada di dalamnya. Dunia tidak kekal. Gereja tidak perluberubah, gereja hanya harus mengingatkan kepada dunia kalau institusi ini masih relevan!Kejahatan masih berkeliaran! Tuhan akan menghadapinya! Gereja membutuhkan seorang pemimpin. Orang tua tidak memberikan inspirasi!Yesus memberikan inspirasi! Muda, bersemangat, kuat ... AJAIB. ”Nikmati teh Anda,” kata sang camerlengo pada keempat preferiti itu ketika menjamumereka di ruang perpustakaan pribadi Paus sebelum acara rapat dimulai. ”Pemandu Andaakan segera datang.” Para preferiti itu berterima kasih kepadanya untuk semua kesempatan yangditawarkan kepada mereka seperti kesempatan memasuki Passetto yang terkenal itu.Sangat luar biasa! Sang camerlengo, sebelum meninggalkan mereka di ruangperpustakaan, telah membuka pintu ke Passetto. Kemudian, tepat pada waktu yang telahdijadwalkan, pintu itu terbuka. Seorang pastor berwajah asing dengan obor di tangankemudian mengantar preferiti yang gembira itu untuk memasuki Passetto. Orang-orang itu tidak pernah keluar lagi dari situ. Mereka akan membawa ketakutan. Sedangkan aku akan memberikan harapan. Tidak ... akulah ketakutan itu. Sang camerlengo sekarang berjalan terhuyung-huyung di dalam kegelapan BasilikaSanto Petrus. Bahkan ketika tenggelam dalam kegilaan dan perasaan bersalah, dihantuioleh bayangan ayahnya sendiri, merasakan kesedihan dan menerima pengungkapanyang begitu mengejutkan, dan dipengaruhi oleh morfin ... dia menemukan kejelasan yangcemerlang. Perasaan kalau dia tahu takdirnya. Aku tahu tujuanku, katanya dalam hati danmerasa terpesona dengan kejernihan yang dirasakannya itu.
Sejak awal, semua kejadian yang terjadi malam ini tidak ada yang berjalan sesuairencana. Halangan-halangan yang tidak terduga muncul tanpa diduga-duga, tapi sangcamerlengo berhasil menyesuaikan diri dan membuat penyesuaian yang berani. Meskipundemikian, dia tidak pernah membayangkan malam ini akan berakhir seperti ini, tapi kini diamelihat keagungan di balik itu. Ini harus diakhiri dengan cemerlang juga. Oh, betapa dia merasa begitu ketakutan ketika berada di Kapel Sistina tadi karenamerasa seperti Tuhan telah mengabaikannya! Oh, tindakan yang telah ditakdirkan-Nya!Sang camerlengo jatuh berlutut dan diselimuti kebimbangan sementara telinganyamenanti-nanti suara Tuhan. Tetapi dia hanya mendengar kesunyian. Dia memohon untukdiberi sebuah tanda. Petunjuk. Pengarahan. Apakah ini yang dikehendaki Tuhan? Gerejadihancurkan oleh skandal dan kebencian? Tidak! Tuhan-lah satu-satunya yangmenakdirkan sang camerlengo untuk bertindak! Begitu, bukan? Kemudian dia melihatnya sedang duduk di altar. Sebuah tanda. Komunikasi suci.Sesuatu yang biasa terlihat dalam sinar yang tidak biasa. Salib sederhana dari kayu.Yesus yang sedang disalib. Pada saat itu, semuanya menjadi jelas ... sang camerlengotidak sendirian. Dia tidak pernah sendirian. Ini kehendak-Nya ... Maksud-Nya. Tuhan selalu meminta pengorbanan besar dari mereka yang sangat dicintai-Nya.Mengapa sang camerlengo begitu lambat untuk memahaminya? Apakah dia terlaluketakutan? Terlalu rendah diri? Semuanya itu tidak masalah. Tuhan selalu menemukancara untuk merengkuhnya. Sekarang sang camerlengo mengerti kenapa Robert Langdontelah diselamatkan. Dia selamat untuk membawa kebenaran. Untuk mempercepat akhirdari pengorbanan ini. Ini adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan gereja! Sang camerlengo merasa seperti melayang ketika dia menuruni tangga yang menujuke Niche of the Palliums. Pengaruh morfin itu terasa semakin menguat, tetapi dia tahuTuhan sedang mengarahkannya. Dari kejauhan, dia dapat mendengar para kardinal berteriak teriak kebingunganketika menghambur keluar dari kapel dan memberikan perintah kepada Garda Swiss. Tetapi mereka tidak akan menemukannya. Tidak tepat pada waktunya. Sang camerlengo merasa dirinya hanyut ... lebih cepat ... menuruni tangga menujuke lantai cekung yang diterangi oleh 99 lampu minyak yang bersinar terang. Tuhansedang mengembalikannya ke Tanah Suci. Sang camerlengo bergerak ke arah saranganpenutup lubang yang menuju ke Necropolis. Di Necropolis itulah malam ini akan berakhir.
Dalam kegelapan yang suci di bawah tanah. Dia kemudian mengambil sebuah lampuminyak dan bersiap untuk turun. Tetapi ketika dia mulai bergerak menyeberangi ruangan itu, sang camerlengoberhenti sejenak. Ada yang salah tentang hal ini. Bagaimana ini bisa menunjukkanpengabdiannya kepada Tuhan? Akhir yang sunyi dan sendirian? Yesus menderita didepan mata semua orang. Pasti ini bukan kehendak Tuhan! Sang camerlengo berusahamendengarkan suara Tuhan, tapi yang didengarnya hanya dengung samar dari pengaruhobat yang diterimanya tadi. ”Carlo” Itu suara ibunya. ’’’’Tuhan mempunyai rencana untukmu. Dengan bingung, sang camerlengo terus berjalan. Kemudian tiba-tiba, Tuhan datang. Sang camerlengo tersentak berhenti, dan menatap dengan pandangan terkejut.Cahaya dari 99 lampu minyak itu membuat bayangan sang camerlengo terpantul didinding pualam di sampingnya. Besar dan menakutkan. Sesosok buram itu dikelilingi olehcahaya keemasan di sekitarnya. Dengan nyala api yang berpendar di sekelilingnya, sangcamerlengo tampak seperti malaikat yang turun dari surga. Dia berdiri sesaat, kemudianmengembangkan lengannya dan memerhatikan bayangannya sendiri. Lalu dia berputardan menatap kembali ke atas. Maksud Tuhan sangat jelas. Tiga menit telah berlalu di koridor yang hiruk-pikuk di luar Kapel Sistina, tapi tidakada seorang pun yang bisa menemukan sang camerlengo. Seolah lelaki itu hilang tertelanmalam. Mortati baru saja hendak memerintahkan pencarian di seluruh Vatican City ketikaterdengar suara sorak sorai dari Lapangan Santo Petrus. Suasana perayaan spontanyang muncul dalam kerumunan itu begitu riuh. Para kardinal saling bertatapan. Mortati memejamkan matanya. ”Tuhan, tolong kami.” Untuk kedua kalinya pada malam ini, Dewan Kardinal membanjir ke Lapangan SantoPetrus. Langdon dan Vittoria terseret bersama iring-iringan kardinal yang menghambur keluar. Lampu kamera dari seluruh media merekam ke bagian depan Basilika Santo Petrus.Dan di sana, baru saja melangkah ke luar untuk menuju ke Balkon Kepausan yangterletak di tepat di tengah-tengah bagian depan Basilika Santo Petrus yang menjulang itu,Camerlengo Carlo Ventresca berdiri dengan kedua lengan terangkat ke langit. Darikejauhan, dia terlihat mirip dengan penjelmaan suci. Sesosok tubuh dengan bajuberwarna putih yang disirami oleh cahaya lampu. Energi di lapangan itu tampak meningkat seperti ombak pasang sehingga membuatbarisan Garda Swiss yang memagari bagian depan gereja kewalahan. Massa mengalir kearah Basilika Santo Petrus dalam kegembiraan atas kemenangan umat manusia. Orang-orang menangis, bernyanyi, kamera media berkilat-kilat. Semuanya kacau balau. Ketika
orang-orang membanjiri bagian depan Basilika Santo Petrus, kehebohan ini terusmenguat seperti tidak seorang pun yang mampu menghentikannya. Dan kemudian, sesuatu menghentikannya. Tinggi di atas atap, sang camerlengo membuat isyarat kecil. Dia melipat tangannyadi dadanya. Lalu dia menundukkan kepalanya dan berdoa lirih. Satu demi satu, orang-orang itu menundukkan kepala bersamanya. Lapangan itu menjadi sunyi ... seolah sebuah mantera telah diucapkan. Di dalam kepalanya yang kini terasa semakin pusing, doa sang camerlengo adalahgelombang harapan dan penderitaan ... maafkan aku, Bapa ... Bunda ... dengan segalahormat ... kalian adalah gereja ... semoga kalian mengerti pengorbanan dari anakmu satusatunya. Oh, Yesusku ... selamatkan kami dari api neraka ... bawa semua jiwa ini ke surga,terutama mereka yang sangat membutuhkan belas kasihmu .... Sang camerlengo tidak membuka matanya untuk melihat kerumunan massa dibawahnya yang berkumpul bersama-sama dengan kamera televisi dan seluruh dunia yangmenyaksikannya. Dia dapat merasakannya di dalam jiwanya. Bahkan dalamkesedihannya yang mendalam, kebersamaan yang terjadi pada saat itu begitu luar biasa.Seolah hubungan kebersamaan antar umat manusia telah menyebar ke seluruh penjurudunia. Di depan televisi, di rumah, di mobil, seluruh dunia sama-sama berdoa. Sepertialiran darah yang dipompa oleh sebuah jantung raksasa, semua orang berusaha meraihTuhan dengan mengucapkan doa dalam berbagai bahasa dan tersebar di ratusan negara.Kata-kata yang mereka bisikkan adalah hal yang baru tapi sudah tidak asing lagi ...kebenaran yang kuno ... terpatri di dalam hati. Kebersamaan itu terasa abadi. Ketika keheningan terangkat, nada-nada kegembiraan dari nyanyian mulai terdengarlagi dari mulut mereka. Sang camerlengo tahu saat itu telah tiba. Tritunggal yang Tersuci, aku persembahkan tubuh, darah, dan jiwa yang palingberharga ini ... sebagai perbaikan bagi kemurkaan, pelanggaran dan pengabaian .... Sang camerlengo mulai merasakan rasa sakit di dalam tubuhnya. Rasa sakit itumenyebar ke seluruh kulitnya seperti wabah pes sehingga membuatnya ingin mencakaritubuhnya sendiri seperti yang dilakukan seminggu yang lalu ketika Tuhan untuk pertamakalinya datang kepadanya. Jangan lupakan rasa sakit yang diderita Yesus. Dia dapatmerasakan aromanya sekarang di dalam tenggorokannya. Bahkan morfin pun tidak dapatmematikan rasa sakit itu.
Tugasku di sini sudah selesai. Ketakutan adalah miliknya. Harapan adalah milik mereka. Di dalam Niche of the Palliums, sang camerlengo mengikuti kehendak Tuhan danmelumuri tubuhnya, rambutnya, wajahnya, dan jubah linennya dengan minyak suci.Sekarang dia basah kuyup karena minyak dari lampu suci yang membuat Niche of thePalliums terang benderang. Aromanya wangi seperti ibunya, tetapi mudah terbakar. Iniakan menjadi kenaikan yang penuh kasih. Ajaib dan cepat. Dan dia tidak akanmeninggalkan skandal ... tetapi kekuatan baru dan kekaguman. Dia memasukkan tangannya ke dalam saku jubahnya dan mengeluarkan sebuahpemantik emas yang dibawanya dari Pallium incendiario. Dia membisikkan ayat Pengadilan. Dan ketika api menyala ke arah surga, malaikatTuhan akan naik bersama api itu. Ibu jarinya tinggal menekan pemantik itu. Mereka masih bernyanyi di Lapangan Santo Petrus .... Malam itu, pemandangan yang disaksikan dunia tidak akan pernah mereka lupakan. Tinggi di atas balkon, seperti jiwa yang membebaskan diri dari penjara tubuhnya,cahaya api muncul dari tubuh sang camerlengo. Api itu meluncur ke atas dan dengancepat membungkus tubuhnya. Dia tidak menjerit. Dia mengangkat tangannya danmenatap ke arah surga. Kobaran api itu menyelimutinya secara keseluruhan sehinggamembentuk pilar cahaya. Api itu mengamuk seperti tidak akan pernah padam. Seluruhdunia menyaksikannya. Sinar itu menyala lebih terang lagi. Lalu sedikit demi sedikit, api itupadam. Sang camerlengo menghilang. Apakah dia terjatuh di balik bingkai pintu ataumenguap bersama udara tipis di sekkarnya, sulit untuk diketahui. Yang tersisa hanyalahawan asap yang berputar ke angkasa di atas Vatican City. 135 FAJAR MUNCUL TERLAMBAT di Roma. Hujan lebat yang datang lebih awal seperti mengusir kerumunan di Lapangan SantoPetrus. Tapi media masih bertahan di lapangan itu. Mereka berkerumun di bawah payungdan di dalam van sambil mengomentari kejadian malam tadi. Di seluruh dunia, gereja-gereja dipenuhi oleh jemaat. Ini adalah saat yang tepat untuk merenung dan berdiskusi ...bagi semua agama. Pertanyaan-pertanyaan bermunculan, tapi jawabannya hanyamemberikan pernyataan yang lebih mendalam lagi. Sejauh ini Vatikan tetap diam dan
tidak mengeluarkan pernyataan apa pun. Jauh di bawah Gua Vatikan, Kardinal Mortati berlutut di depan sebuah sarkofagusyang terbuka. Dia mengulurkan tangannya dan menutup mulut Sri Paus yang terbuka.Bapa Suci kini terlihat tenang dalam istirahat abadinya. Di dekat kaki Mortati tergeletak sebuah guci emas yang berat karena berisi abu.Mortati telah mengumpulkan abu itu sendiri dan membawanya ke sini. ”Kesempatan untukminta maaf,” katanya kepada mendiang Paus sambil meletakkan guci itu di samping tubuhPaus yang terbaring di dalam sarkofagus. ”Tidak ada cinta yang lebih besar daripada cintaayah kepada anak lelakinya.” Mortati menyembunyikan guci itu di balik jubah kepausanyang dikenakan mendiang Paus agar tidak terlihat orang lain. Dia tahu gua suci ini hanyadiperuntukkan bagi peninggalan peninggalan paus, tetapi Mortati merasa apa yangdilakukannya ini layak saja. ”Signore” seseorang memanggilnya ketika memasuki gua itu. Suara itu adalah milikLetnan Chartrand. Dia ditemani oleh tiga orang Garda Swiss. ”Mereka siap dan menungguAnda untuk meneruskan rapat pemilihan paus.” Mortati mengangguk. ”Sebentar lagi.” Dia lalu menatap sekali lagi ke dalamsarkofagus di depannya. Kemudian dia berdiri. Mortati berpaling ke arah para penjagayang menemuinya itu. ”Sekarang sudah waktunya bagi Sri Paus untuk mendapatkankedamaian yang pantas untuk dimilikinya.” Para penjaga itu berjalan ke depan dan dengan mengerahkan seluruh tenaga,mereka mendorong tutup sarkofagus Paus agar kembali ke tempatnya. Dengan suarabergemuruh akhirnya sarkofagus itu tertutup. Mortati berjalan sendirian ketika melintasi Borgia Courtyard menuju Kapel Sistina.Angin lembab meniup jubahnya. Seorang kardinal muncul dari Istana Apostolik danberjalan bersamanya. ”Bolehkah saya mendapat kehormatan untuk menemani Anda menuju tempat rapat,signore?” ”Kehormatan itu ada padaku.” ”Signore,” kata kardinal itu, wajahnya menyiratkan kesusahan dalam hatinya. ”DewanKardinal harus minta maaf kepada Anda kemarin malam. Kami dibutakan oleh—” ”Kumohon,” jawab Mortati. ”Pikiran kita kadang-kadang melihat apa yang diinginkanhati kita agar terwujud.” Kardinal itu terdiam untuk beberapa saat. Akhirnya dia berkata lagi. ”Anda sudahdiberi tahu? Anda bukan Great Elector kami lagi.” Mortati tersenyum. ”Ya. Aku berterima kasih untuk berkat kecil itu.”
”Dewan Kardinal memutuskan Anda termasuk yang memenuhi syarat.” ”Tampaknya kebaikan hati tidak pernah mati di gereja.” ”Anda orang yang bijaksana. Anda akan memimpin kami dengan baik.” ”Aku sudah tua. Aku akan memimpin dengan singkat.” Mereka berdua tertawa. Ketika mereka tiba di ujung Borgia Courtyard, kardinal itu raguragu. Dia berpaling kearah Mortati dengan wajah yang masih digayuti oleh pikiran yang mengganggunya.Sepertinya kejadian mengejutkan tadi malam muncul kembali ke dalam pikirannya. ”Tahukah Anda?” bisik kardinal itu. ”Kami tidak menemukan apaapa di balkon.” Mortati tersenyum. ”Mungkin hujan telah membasuh lantai balkon hingga bersih.” Lelaki itu menatap langit yang berawan di atasnya. ”Ya. Mungkin ....” 136 LANGIT PAGI MENJELANG siang itu masih digayuti awan tebal ketika cerobongasap di Kapel Sistina mengeluarkan kepulan asap putih yang tipis. Gumpalan itubergulung ke atas, ke arah awan, lalu semakin menghilang ditelan angin. Jauh di bawahnya, di Lapangan Santo Petrus, wartawan Gunther Glickmenyaksikannya dengan diam. Bab terakhir .... Chinita Macri mendekatinya dari belakang dan mengangkat kameranya ke atasbahunya. ”Sudah waktunya,” katanya. Glick mengangguk dengan muram. Dia berpaling ke arah Macri sambil melicinkanrambutnya, dan menarik napas panjang. Siaranku yang terakhir, pikirnya. Kerumunankecil telah terbentuk di sekitarnya untuk menontonnya. ”Siaran langsung dalam enam detik,” kata Macri member tahu. Glick menengok sekilas ke arah atap Kapel Sistina di belakangnya. ”Kamu dapatasapnya?” Dengan sabar Macri mengangguk. ”Aku tahu bagaimana membingkai sebuah obyekbidikan, Gunther.” Glick merasa bodoh. Tentu saja Macri tahu. Prestasi Macri di belakang kamerakemarin malam mungkin akan memberinya hadiah Pulitzer. Sementara prestasinya sendiri... Glick tidak mau memikirkannya. Dia yakin BBC akan memecatnya. Tidak diragu-kanlagi, mereka akan mendapatkan masalah hukum dari sejumlah orang penting ... CERN
dan George Bush, di antaranya. ”Kamu kelihatan bagus,” kata Chinita memberikan dukungan bagi rekannya sambilberhenti membidikkan kameranya dan menunjukkan wajah yang prihatin. ”Aku bertanya-tanya apakah aku boleh memberimu ....” Dia ragu-ragu untuk menyelesaikan kalimatnya. ”Beberapa nasihat?” Macri mendesah. ”Aku hanya ingin bilang kamu tidak usah mengakhiri liputan inidengan kehebohan lagi.” ”Aku tahu,” katanya. ”Kamu mau liputan yang singkat, ya ’kan?” ”Yang paling singkat dalam sejarah penyiaran. Aku percaya kepadamu.” Glick tersenyum. Liputan yang singkat? Apa dia sudah gila? Berita tentang kejadianseperti tadi malam membutuhkan lebih dari sekadar liputan akhir yang singkat. Sebuahtambahan yang hebat dan mengejutkan. Informasi berharga yang akan mengagetkansemua orang. Untunglah, Glick mempunyai rencana tersendiri di dalam benaknya .... ”Kamu mulai dalam ... lima ... empat ... tiga ....” Ketika Chinita Macri membidik melalui lensa kameranya, dia seperti melihat kilatanpenuh arti di mata Glick. Aku pasti sudah gila karena membiarkannya melakukan ini, pikirMacri. Apa yang kupikirkan? Tetapi dia tidak mungkin mengulang jalannya waktu. Mereka sudah siaran. ”Langsung dari Vatican City,” kata Glick melaporkan setelah diberi isyarat oleh Macri,”saya Gunther Glick melaporkan.” Dia menatap kamera dengan santun ketika asap putihmembubung di belakangnya dari cerobong asap Kapel Sistina. ”Para pemirsa yangterhormat, kami mendapatkan berita resmi. Kardinal Saviero Mortati, seseorang yangberpandangan progresif berusia 79 tahun, baru saja terpilih sebagai paus di Vatican City.Walau beliau adalah orang yang tidak dijagokan sebelumnya, tapi Mortati terpilih dengansuara bulat oleh seluruh anggota Dewan Kardinal. Sebuah kejadian yang belum pernahterjadi sebelumnya di Vatikan.” Ketika Macri menatapnya dari balik lensa kameranya, dia mulai bernapas denganlega. Entah kenapa hari ini Glick terlihat profesional. Walau tampak tegang, untuk pertamakalinya dalam kehidupan Glick, dia benar-benar terlihat dan terdengar seperti seorangpembaca berita sungguhan. ”Dan seperti yang telah kami laporkan sebelumnya,” tambah Glick dengansempurna, suaranya terdengar semakin bersungguh sungguh. ”Vatikan belum jugamemberikan pernyataan apa pun tentang kejadian mencengangkan yang terjadi kemarin
malam.” Bagus. Kepanikan Chinita semakin berkurang. Sejauh ini, baik baik saja. Air muka Glick menjadi muram sekarang. ”Walaupun kemarin malam adalah malampenuh dengan keajaiban, malam itu juga menjadi malam yang dipenuhi dengan tragedi.Empat orang kardinal tewas dalam konflik yang terjadi kemarin malam, bersama denganKomandan Olivetti dan Kapten Rocher dari Garda Swiss. Keduanya tewas ketikamelaksanakan tugas. Korban lainnya adalah Leonardo Vetra, ahli fisika ternama danperintis teknologi antimateri dari CERN, dan Maximilian Kohler, Direktur CERN, yangtampaknya datang ke Vatican City untuk memberikan bantuan, tetapi dilaporkanmeninggal dalam usahanya tersebut. Tidak ada laporan resmi tentang kematian PakKohler, tetapi diperkirakan kematiannya itu disebabkan karena komplikasi penyakit yangsudah lama dideritanya..” Macri mengangguk. Laporan itu berjalan dengan sempurna. Tepat seperti yangmereka diskusikan sebelumnya. ”Dan akibat dari peristiwa ledakan di angkasa Vatican City kemarin malam, teknologiantimateri CERN menjadi topik panas di antara para ilmuwan. Teknologi tersebutmembangkitkan kegembiraan yang luar biasa sekaligus memicu kontroversi. Pernyataanyang dibacakan oleh asisten Pak Kohler, Sylvie Baudeloque, di Jenewa pagi inimengatakan bahwa dewan direksi CERN, walau sangat bersemangat menanggapi potensiantimateri tersebut, telah menghentikan semua penelitian dan lisensi sampai penyelidikanlebih lanjut mengenai keamana n teknologi itu dapat diuji.” Bagus sekali, pikir Macri. Ringkas dan tepat. ”Yang tidak muncul dalam laporan kami tadi malam,” Glick masih melaporkan,”adalah wajah Robert Langdon, dosen dari Harvard yang datang ke Vatican City kemarinuntuk menyumbangkan keahliannya selama krisis Illuminati berlangsung. Walau padaawalnya dia diduga tewas dalam ledakan antimateri, kini kami mendapatkan laporanbahwa Langdon terlihat berada di Lapangan Santo Petrus beberapa saat setelah ledakanitu terjadi. Bagaimana dia dapat berada di sana, masih menjadi spekulasi. Juru bicaraRumah Sakit Tiberina menyatakan Pak Langdon jatuh dari langit ke Sungai Tiber sesaatsetelah tengah malam yang menakutkan itu. Mereka kemudian merawatnya danmengizinkannya pergi.” Glick mengangkat alisnya ke arah kamera. ”Dan kalau itu memangbenar ... tadi malam benar-benar menjadi malam yang penuh dengan keajaiban.” Akhir yang sempurna! Macri tersenyum lebar. Liputan tanpa cela! Kini undurkandirimu! Tetapi Glick tidak mengundurkan diri. Dia malah berhenti sejenak dan kemudianmelangkah ke arah kamera. Dia tersenyum misterius. ”Tetapi sebelum kami mengakhiri
laporan kami ....” Jangan! ... saya akan mengundang seorang tamu untuk bergabung bersama saya.” Tangan Chinita seperti membeku di kameranya. Seorang tamu? Apa yangdilakukannya? Tamu apa? Sudahi liputan ini! Tetapi Macri tahu itu sudah terlambat. Glicksudah berniat melakukan sesuatu. ”Orang yang saya akan perkenalkan ini,” kata Glick, ”adalah orang Amerika ...seorang ilmuwan ternama.” Chinita ragu-ragu. Dia menahan napasnya ketika Glick berpaling ke kerumunan kecildi sekitar mereka dan memberi isyarat kepada tamunya itu untuk melangkah maju. Macriberdoa dalam hati. Kumohon, katakan padaku, Glick kalau kamu berhasil menemukan Robert Langdon... dan bukan orang gila penggemar teori konspirasi Illuminati. Tetapi ketika tamu Glick melangkah ke luar kerumunan, Macri merasa sangatkecewa. Itu sama sekali bukan Robert Langdon. Lelaki itu botak, bercelana jeans danmengenakan kemeja flanel. Dia membawa tongkat dan berkacamata tebal. Macriketakutan. Orang gila itu! ”Izinkan saya memperkenalkan,” kata Glick, ”ahli Vatikan ternama dari De PaulUniversity di Chicago, Dr. Joseph Yangk.” Macri sekarang merasa ragu-ragu ketika lelaki itu bergabung bersama Glick dalamsorotan kameranya. Orang ini bukan penggemar teori konspirasi. Macri pernahmendengar tentang dirinya ”Dr. Yangk,” kata Glick. ”Saya dengar Anda memiliki informasi mengejutkan untukdibagikan kepada kami seputar rapat pemilihan paus tadi malam.” ”Benar,” kata Yangk. ”Setelah melewati malam yang penuh dengan kejutan sepertiitu, sulit untuk membayangkan kalau ternyata masih ada satu kejutan lainnya ... tapi ....”Dia berhenti sejenak. Glick tersenyum. ”Tapi, ada sesuatu yang aneh disini.” Yangk mengangguk. ”Ya. Ini sangat mencengangkan karena saya yakin DewanKardinal tanpa sadar telah memilih dua paus malam ini.” Macri hampir menjatuhkan kameranya. Glick tersenyum penuh arti. ”Dua orang paus, begitu?”
Ilmuwan itu mengangguk. ”Ya! Pertama -tama saya ingin menyampaikan kalau sayasudah menghabiskan seluruh hidup saya untuk mempelajari undang-undang yangmengatur pemilihan paus. Pelaksanaan rapat pemilihan paus sangat rumit dan banyakdiantaranya kini sudah terlupakan atau diabaikan karena sudah dianggap kuno. Bahkanpejabat Great Elector mungkin tidak menyadari apa yang akan saya katakan ini. Walaudemikian ... menurut sebuah undang-undang kuno yang sudah dilupakan orang sepertiyang tercantum dalam Romano Pontifici Eligendo, Numero 63 ... pemungutan suarabukanlah satu-satunya cara untuk memilih seorang paus. Masih ada cara lainnya yanglebih suci. Ini yang disebut ’Aklamasi yang Didasarkan Oleh Kekaguman.”’ Akademisi ituberhenti. ”Dan itu terjadi tadi malam.” Glick menatap tamunya dengan lembut untuk memberikan dukungan. ”Silakan,lanjutkan.” ”Mungkin Anda ingat,” ilmuwan itu melanjutkan, ”tadi malam ketika Camerlengo CarloVentresca sedang berdiri di atap gereja, semua kardinal di bawahnya mulai menyerukannamanya bersama sama.” ”Ya, saya ingat itu.” ”Dengan gambaran seperti itu, izinkan saya membacakan kata demi kata undang-undang pemilihan yang sudah kuno ini.” Lelaki itu kemudian mengeluarkan beberapalembar kertas dari sakunya. Setelah berdehem, dia mulai membaca. ”Pemilihan yangberdasarkan kepada kekaguman terjadi ketika ... semua kardinal, seolah diilhami oleh RohKudus sendiri, secara bebas dan spontan, dengan suara bulat dan keras, memanggil satunama.” Glick tersenyum. ”Jadi, Anda mengatakan bahwa kemarin malam, ketika parakardinal menyerukan nama Carlo Ventresca secara bersama-sama, mereka sebenarnyatelah memilihnya sebagai paus?” ”Betul sekali. Terlebih lagi, hukum menyatakan bahwa hasil Pemilihan BerdasarkanKekaguman bisa mengalahkan para kardinal yang memenuhi syarat karena hukum inimengizinkan pastor dari tingkat apa pun, dari pastor biasa, uskup, atau kardinal, untukterpilih menjadi paus yang baru. Jadi, seperti yang Anda lihat, sang camerlengo dianggapsah sebagai paus oleh undangundang ini.” Dr. Yangk kemudian menatap lurus ke kamera.”Kenyataannya adalah ... Carlo Ventresca sudah terpilih menjadi paus tadi malam.Sayangnya dia hanya memerintah selama tidak lebih dari tujuh belas menit. Dan kalau diatidak diangkat ke surga secara ajaib dalam bentuk pilar api, dia kini pasti dikubur di GuaVatikan bersama-sama dengan paus lainnya.” ”Terima kasih, doktor.” Glick lalu berpaling pada Macri dengan kedipan matanakalnya. ”Sangat mencerahkan ....”
137 TINGGI DI PUNCAK Koliseum Roma, Vittoria tertawa dan memanggil Robert yangmasih berada di bawah. ”Robert, cepatlah! Aku tahu aku semestinya menikah denganlelaki yang lebih muda!” Senyuman perempuan itu begitu memesona. Robert berjuang untuk mengimbanginya, tetapi kakinya terasa seperti terpaku.”Tunggu,” pintanya. ”Kumohon ....” Kepalanya berdenyut-denyut. Robert Langdon tersentak bangun. Kegelapan. Dia masih terus berbaring di atas pembaringan asing yang lunak tanpa dapatmembayangkan di mana dia berada saat itu. Bantalnya diisi bulu angsa, berukuran sangatbesar dan empuk. Di udara tercium aroma rangkaian bunga kering yang harum. Diseberang ruangan, dua pintu kaca terbuka ke arah balkon yang mewah di mana anginsepoi-sepoi bermain di antara sinar bulan yang temaram. Langdon berusaha mengingat-ingat bagaimana dia dapat berada di sini ... dan di mana dirinya sekarang. Kenangan samar seperti mimpi menyelinap kembali ke dalam kesadarannya. Gumpalan api mistis ... malaikat menjelma di antara kerumunan manusia ... tanganperempuan itu menggandeng tangannya dan membawanya memasuki kegelapan malam... mengantar tubuhnya yang letih dan terluka melewati jalan-jalan kota Roma ...membawanya ke sini ... ke kamar besar ini ... memandikannya dengan air hangat ...kemudian membawanya ke tempat tidur ini ... dan menjaganya ketika dirinya tertidursangat pulas. Sekarang dari keremangan yang menyelimuti ruangan itu, Langdon dapat melihattempat tidur kedua di sisi tempat tidurnya. Selimutnya berantakan dan tempat tidur itukosong. Dari salah satu ruangan tak jauh dari situ, samar-samar dia dapat mendengarsuara air pancuran. Ketika dia melihat tempat tidur Vittoria, dia melihat sulaman besar di sarungbantalnya. Bantal itu bertuliskan: HOTEL BERNINI. Langdon tertawa. Vittoria memilihdengan baik. Kemewahan dunia masa lalu yang menghadap ke Air Mancur Triton karyaBernini ... tidak ada hotel yang paling cocok di seluruh Roma selain yang ini. Ketika Langdon berbaring di sana, dia mendengar suara ketukan pintu danmenyadari apa yang telah membangunkannya tadi. Seseorang mengetuk pintunya. Dansemakin keras sekarang.
Dengan bingung, Langdon bangkit. Tidak ada yang tahu kami berada di sini, pikirnyasambil merasa khawatir. Dia lalu mengenakan jubah mewah Hotel Bernini, dan berjalankeluar dari ruang tidur untuk menuju ke serambi suite itu. Dia berdiri terpaku di depanpintu yang terbuat dari kayu ek yang berat untuk beberapa sesaat. Langdon kemudianmenariknya hingga terbuka. Seorang lelaki kuat yang mengenakan seragam Garda Swiss berwarna ungu dankuning keemasan memandangnya. ”Saya Letnan Chartrand,” kata lelaki itu. ”Garda SwissVatikan.” Langdon sangat tahu siapa lelaki ini. ”Bagaimana ... bagaimana Anda tahu kalaukami di sini?” ”Saya melihat Anda meninggalkan lapangan tadi malam. Saya mengikuti Anda. Sayamerasa lega, Anda masih berada di sini.” Langdon tiba-tiba merasa cemas dan bertanya-tanya apakah para kardinal mengutusChartrand untuk mengawal Langdon dan Vittoria agar kembali ke Vatican City. Lagipula,mereka berdua adalah pihak luar yang mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi selainDewan Kardinal. ”Sri Paus meminta saya untuk memberikan ini kepada Anda,” Chartrand berkatasambil memberikan sebuah amplop yang tersegel dengan stempel Vatikan. Langdonmembuka amplop itu dan membaca surat dengan tulisan tangan yang tertera di sana. Pak Langdon dan Nona Vetra, Walau saya sangat memohon agar Anda berdua merahasiakan apa yang terjadiselama 24 jam terakhir ini, saya tidak bisa meminta lebih daripada yang sudah Andaberikan kepada kami. Oleh karena itulah saya hanya bisa berharap agar Andamembiarkan hati Anda untuk membimbing Anda mengenai masalah ini. Dunia terlihatmenjadi tempat yang lebih baik hari ini ... mungkin pertanyaan lebih kuat daripada jawaban. Pintuku selalu terbuka untukAnda. Yang Mulia Saverio Mortati. Langdon membaca pesan itu dua kali. Dewan Kardinal jelas telah memilih seorangpemimpin yang mulia dan berbudi luhur. Sebelum Langdon dapat mengatakan apa-apa, Chartrand mengeluarkan sebuahbungkusan kecil. ”Tanda ucapan terima kasih dari Sri Paus.” Langdon menerima bungkusan itu. Bungkusan itu berat dan terbungkus dengankertas cokelat.
”Menurut keputusan Sri Paus,” Chartrand berkata, ”artifak ini dipinjamkan dalamwaktu yang tidak terbatas kepada Anda dari Ruang Penyimpanan Kepausan. Sri Paushanya memohon agar dalam surat wasiat Anda, Anda memastikan artifak ini dikembalikanke tempatnya semula.” Langdon membuka bungkusan itu dan sangat terkejut sehingga kehilangan kata-kata. Berlian Illuminati. Chartrand tersenyum. ”Semoga kedamaian selalu bersama Anda.” Dia kemudianberniat untuk pergi. ”Terima ... kasih,” akhirnya Langdon dapat berkata. Tangannya gemetar ketikamemegang hadiah yang tak ternilai itu. Penjaga itu terlihat ragu-ragu. ”Pak Langdon, boleh saya bertanya sesuatu?” ”Tentu saja.” ”Teman-teman saya dan saya juga ingin tahu. Beberapa menit terakhir ... apa yangtelah terjadi di dalam helikopter itu?” Langdon merasakan munculnya serbuan kecemasan. Dia tahu saat itu akan tibajuga— saat untuk mengungkapkan kebenaran. Dia dan Vittoria telah membicarakan hal itutadi malam ketika mereka menyelinap pergi dari Lapangan Santo Petrus itu. Dan merekatelah membuat keputusan. Bahkan sebelum Langdon membaca surat dari Paus. Ayah Vittoria bermimpi penemuan antimaterinya itu akan membawa kebangkitanspiritual. Berbagai kejadian yang berlangsung tadi malam, jelas bukan yang dikehendakioleh Leonardo Vetra, tetapi ada fakta yang tidak dapat disangkal ... pada saat itu, diseluruh dunia, manusia mengingat Tuhan dengan cara yang belum pernah merekalakukan sebelumnya. Untuk berapa lama keajaiban itu akan bertahan, Langdon danVittoria tidak tahu. Tetapi mereka tahu mereka tidak pernah dapat menghancurkankekaguman itu dengan mengungkapkan skandal dan keraguan. Tuhan bertindak dengancara yang aneh, kata Langdon pada dirinya sendiri sambil bertanya-tanya dengan getir,mungkin ... peristiwa kemarin itu benar-benar merupakan kehendak Tuhan. ”Pak Langdon?” Chartrand mengulangi. ”Saya tadi menanyakan tentang helikopteritu?” Langdon tersenyum sedih. ”Ya, aku tahu ....” Dia merasa katakatanya mengalir darihatinya, bukan dari pikirannya. ”Mungkin ini disebabkan oleh benturan yang aku deritaketika aku jatuh ... tetapi ingatanku ... sepertinya ... semuanya menjadi begitu kabur ....” Chartrand kecewa. ”Anda tidak ingat apa-apa?” Langdon mendesah. ”Sepertinya hal itu akan menjadi misteri selamanya.”
Ketika Robert Langdon kembali ke ruang tidur, pemandangan yang menunggunyamembuatnya menghentikan langkahnya. Vittoria berdiri di balkon, punggungnyamenempel di pagar, matanya menatap tajam padanya. Vittoria terlihat sepertipenampakan yang cantik sekali ... sesosok yang dihiasi dengan sinar bulan dibelakangnya. Dia mungkin seorang dewi Romawi yang terbungkus jubah kamar berwarnaputih dengan tali pinggang yang terikat erat sehingga memperjelas bentuk tubuhnya yangramping. Di belakangnya, kabut pucat mengambang seperti lingkaran sinar di atas Air MancurTriton karya Bernini. Langdon merasa sangat tertarik dengan perempuan ini ... lebih kuat dibandingkankepada perempuan lain sepanjang hidupnya. Dengan tenang, dia meletakkan BerlianIlluminati dan surat Paus di atas meja yang terdapat di samping tempat tidurnya. Adawaktunya untuk menjelaskan semuanya nanti. Dia mendatangi Vittoria di balkon. Vittoria tampak gembira melihatnya. ”Kamu sudah bangun,” katanya dalam bisikanmalu-malu. ”Akhirnya.” Langdon tersenyum. ”Hari yang melelahkan.” Vittoria membelai rambutnya yang panjang, kerah jubahnya sedikit terbuka. ”Dansekarang ... mungkin kamu menginginkan hadiahmu.” Langdon tidak siap mendengar kalimat itu. ”Maaf?” ”Kita berdua sudah dewasa, Robert. Akui saja. Kamu merasakan kerinduan yangbegitu besar. Aku bisa meliha tnya di dalam matamu. Kerinduan yang mendalam danpenuh gairah.” Dia tersenyum. ”Aku juga merasakannya. Dan kerinduan itu akan segeraterpenuhi.” ”Betulkah?” Dengan gagah Langdon melangkah maju untuk mendekatinya. ”Tentu saja.” Vittoria memegang menu layanan kamar. ”Aku sudah memesan semuayang mereka punya.” Pesta mereka sangat menyenangkan. Mereka menyantap makanan itu bersama-sama di bawah sinar rembulan ... duduk di balkon ... menyantap frisee, truffles dan risotto.Mereka menikmati anggur Dolcetto dan bercakap-cakap hingga larut malam. Langdon tidak perlu menjadi seorang ahli simbologi untuk membaca tanda-tandayang dikirimkan Vittoria kepadanya. Selama menyantap hidangan penutup yang berupakrim boysenberry dengan savoiardi dan Romcaffe yang hangat, di bawah meja, kakitelanjang Vittoria menekan kaki Langdon dan menatapnya dengan pandangan bergairah.Tampaknya Vittoria ingin Langdon meletakkan garpunya dan membawanya segera kedalam pelukannya.
Tetapi Langdon tidak melakukan apa-apa. Dia terus menjadi lelaki yang sopan.Permainan ini hanya bisa dimainkan oleh dua orang, pikir Langdon sambilmenyembunyikan senyuman nakalnya. Ketika semua makanan sudah habis, Langdon pergi dan duduk sendirian di tepiantempat tidurnya sambil mengamati Berlian Illuminati di tangannya, dan terus berkomentartentang kesimetrisan mengagumkan yang dimilikinya. Vittoria menatapnya. Kebingunganyang dirasakannya mulai berubah menjadi keputusasaan. ”Kamu pikir ambigram itu sangat menarik, ya?” tanyanya. Langdon mengangguk. ”Sangat memesona.” ”Apakah itu benda paling menarik dalam ruangan ini?” Langdon menggaruk kepalanya dan pura-pura berpikir. ”Sebetulnya ada satu halyang lebih menarik bagiku.” Vittoria tersenyum dan berjalan mendekatinya. ”Apa itu?” ”Bagaimana kamu meruntuhkan teori Einstein dengan menggunakan ikan tuna.” Vittoria mengangkat tangannya. ”Dio mio! Cukup tentang ikan tuna itu! Janganbermain-main denganku, aku peringatkan kamu!” Langdon menyeringai. ”Mungkin untuk percobaanmu yang berikutnya, kamu dapatmempelajari ikan flounder yang gepeng itu untuk membuktikan kalau bumi itu datar.” Vittoria menjadi marah sekali sekarang, tetapi sekilas terlihat senyum kesal dibibirnya. ”Sebagai informasi, profesor, percobaanku yang selanjutnya akanmengguncangkan sejarah ilmu pengetahuan. Aku berencana untuk membuktikan kalauneutron memiliki massa.” ”Neutron pergi ke misa?” Langdon sengaja memplesetkan kata kata Vittoria untukmembuatnya kesal. ”Aku tidak tahu kalau mereka Katolik!” Dengan gerakan yang luwes, Vittoria sudah berada di atas Langdon danmenindihnya. ”Kuharap kamu percaya pada kehidupan setelah mati, Robert Langdon.”Vittoria tertawa ketika dia menduduki Langdon. Tangannya menahan tangan lelaki itu agartidak bergerak, matanya berkilat-kilat nakal. ”Sesungguhnya,” Langdon mulai tertawa sekarang, ”aku selalu memiliki masalahdalam membayangkan hal-hal yang supranatural seperti itu.” ”Ah, benarkah? Jadi kamu belum pernah mengalami pengalaman religius sepertimomen yang agung?” Langdon menggelengkan kepalanya. ”Tidak, dan aku ragu kalau aku termasuk jenisorang yang bisa mengalami pengalaman religius seperti itu.”
Vittoria menanggalkan jubahnya. ”Kamu pasti belum pernah tidur dengan guru yoga.”***
UCAPAN TERIMA KASIH Aku berhutang terima kasih kepada: Editorku, Jason Kaufman—dia salah satu sahabat yang paling kusayang—karenatelah mengakui tanda-tanda dari simbolog Robert Langdon sejak awal ... danmembayangkan ke mana penyelidikan ini akan menuju. Heide Lange—kepadanya Angels and Demons telah memanduku—yang tiadabandingnya, karena telah memberi novel ini kehidupan baru di rumahnya sendiri danmemperkenalkannya ke seluruh dunia. Emily Bestler di Atria dan Ben Kaplan serta setiap orang di Pocket Books atasdukungan dan antuasisme mereka yang tanpa henti terhadap buku ini. Sang legenderis George Wieser, atas usahanya meyakinkan saya agar menulisnovel, dan kepada agen pertama saya, Jake Elwell, atas pertolongannya di awal-awal danmenjualkan novel ini ke Pocket Books. , Temanku tersayang Irv Sittler, yang telah memfasilitasi audiensiku dengan Paus,menyusupkan aku ke bagian-bagian Vatikan City yang hanya pernah dilihat oleh sedikitorang, dan membuat waktuku di Roma menjadi tak terlupakan. Salah satu seniman paling berbakat dan pandai, John Langdon, yang telah begitumenyemangatiku menghadapi tantangan yang tidak mungkin dan menciptakan ambigramuntuk novel ini. Stan Planton, kepala perpustakaan, Ohio University-Chilicothe, yang telah menjadisalah satu sumber informasi nomor satuku atas topik-topik yang tak terhitung jumlahnya. Sylivia Cacazzini, atas turnya yang ramah sepanjang Passeto yang penuh rahasia. Dan orangtua terbaik yang selalu didambakan seorang anak, Dick dan Connie Brown... atas segalanya. Terima kasih juga untuk CERN, Henry Beckett, Brett Trotter, Akademi of SainsPontifical, Institut Brookhaven, Perpustakaan FermiLab, Olga Wieser, Don Ulsch dariInstitut Keamanan Nasional, Caroline H. Thompson di Universitas Wales, Kathryn Gerharddan Omar Al Kindi, John Pike dan Federasi Ilmuwan Amerika, Heimlich Viserholder,Corinna dan Davis Hammond, Aizaz Ali, Proyek Galilelo Universitas Rice, Julie Lynn danCharlie Ryan di Mockingbird Pictures, Gary Goldstein, Dave (Vilas) Arnold dan AndraCrawford, Jaringan Persaudaraan Global, Perpustakaan Phillips Exeter Academy, JimBarrington, John Maier, mata yang sangat tajam dari Margie Watchel,alt.masonic.members, Alan Wooley, Perpustakaan Kongres Vatican Codices Exhibit, Lisa
Callamaro dan Callamaro Agency, Jon A. Stowell, Musei Vaticani, Aldo Baggia, NoahAlireza, Harriet Walker, Charles Terry, Micron Electronics, Mindy Renselaer, Nancy danDick Curtin, Thomas D. Nadeau, NuvoMedia dan Rocket E-books, Frank dan SylviaKennedy, Dewan Turis Roma, Maestro Gregory Brown, Val Brown, Werner Brandes, PaulKrupin di Direct Contact, Paul Stark, torn King di Computalk Network, Sandy dan JerryNolan, Linda George, Akademi Seni Nasional di Roma, fisikawan Steve Howe, RobertWeston, Toko Buku Water Street di Exeter, New Hampshire, dan Observatorium Vatikan.
Tentang Pengarang Dan Brown (lahir 22 Juni 1964) adalah pengarang nover fiksi thriller Amerika, yangterkenal dengan novel kontroversialnya yang laku keras pada 2003 -The Da Vinci Code. Tigal Novel pertama Brown lumayan sukses, dengan angka penjualan sekitar 10.000copy setiap cetakan pertama; tetapi novel ke-empatnyalah--The Da Vinci Code--yangmenjadi novel paling laris dan mendudukkannnya pada puncak deretan buku terlaris versiNew York Time selama minggu pertama novel tersebut di publikasikan tahun 2003. Dansekarang novel tersebut tercatat sebagai novel paling popular sepanjang masa, denganangka penjualan 60,5 jutacopy di seluruh dunia sampai yahun 2006.
Sekedear Berbagi Ilmu & Buku Attention!!! Please respect the author’s copyrightand purchase a legal copy of this book AnesUlarNaga. BlogSpot. COM
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271
- 272
- 273
- 274
- 275
- 276
- 277
- 278
- 279
- 280
- 281
- 282
- 283
- 284
- 285
- 286
- 287
- 288
- 289
- 290
- 291
- 292
- 293
- 294
- 295
- 296
- 297
- 298
- 299
- 300
- 301
- 302
- 303
- 304
- 305
- 306
- 307
- 308
- 309
- 310
- 311
- 312
- 313
- 314
- 315
- 316
- 317
- 318
- 319
- 320
- 321
- 322
- 323
- 324
- 325
- 326
- 327
- 328
- 329
- 330
- 331
- 332
- 333
- 334
- 335
- 336
- 337
- 338
- 339
- 340
- 341
- 342
- 343
- 344
- 345
- 346
- 347
- 348
- 349
- 350
- 351
- 352
- 353
- 354
- 355
- 356
- 357
- 358
- 359
- 360
- 361
- 362
- 363
- 364
- 365
- 366
- 367
- 368
- 369
- 370
- 371
- 372
- 373
- 374
- 375
- 376
- 377
- 378
- 379
- 380
- 381
- 382
- 383
- 384
- 385
- 386
- 387
- 388
- 389
- 390
- 391
- 392
- 393
- 394
- 395
- 396
- 397
- 398
- 399
- 400
- 401
- 402
- 403
- 404
- 405
- 406
- 407
- 408
- 409
- 410
- 411
- 412
- 413
- 414
- 415
- 416
- 417
- 418
- 419
- 420
- 421
- 422
- 423
- 424
- 425
- 426
- 427
- 428
- 429
- 430
- 431
- 432
- 433
- 434
- 435
- 436
- 437
- 438
- 439
- 440
- 441
- 442
- 443
- 444
- 445
- 446
- 447
- 448
- 449
- 450
- 451
- 452
- 453
- 454
- 455
- 456
- 457
- 458
- 459
- 460
- 461
- 462
- 463
- 464
- 465
- 466
- 467
- 468
- 469
- 470
- 471
- 472
- 473
- 474
- 475
- 476
- 477
- 478
- 479
- 480
- 481
- 482
- 483
- 484
- 485
- 1 - 50
- 51 - 100
- 101 - 150
- 151 - 200
- 201 - 250
- 251 - 300
- 301 - 350
- 351 - 400
- 401 - 450
- 451 - 485
Pages: