Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Bab XVII. Petanda Ganas

Bab XVII. Petanda Ganas

Published by haryahutamas, 2016-08-03 14:57:33

Description: Bab XVII. Petanda Ganas

Search

Read the Text Version

BAB XVII PETANDA GANASPENDAHULUAN umor ganas atau kanker dianggap sebagai pertumbuhan sel yang tidak terkendali, karena ifu secara patologik tumor ganas disebutsebagai penyakit sel. Tetapi kita juga menyadari bahwa pertumbuhan selsecara tidak terkendali menyebabkan sel-sel tersebut membentuk masayang kemudian menginfiltrasi organ dan mengganggu fungsinya; karenaitu kanker juga dapat dianggap sebagai penyakit organ. Di lain fihak,kanker juga dapat disebut sebagai penyakit sistemik karena respons tubuhterhadap perlumbuhan kanker berperan dalam menimbulkan gejala klinik,misalnya sekresi berbagai substansi yang berpengaruh pada homeostasisatau metabolisme pasien seperti berbagai jenis hormon, sitokin, faktorpertumbuhan, faktor koagulasi dan lain-lain.. Saat ini diketahui bahwakplainan (mutasi) pada onkoge n danl atau anti-onko gen tertentu merupakanefektor dariberbagai perubahan morfologik maupun sifat biologik kanker,sehingga dengan demikian kankerjuga dapat disebut sebagai penyakit gen.Karena itu dalam menentukan diagnosis dan penatalaksanaan kanker perludifahami berbagai perubahan pada gen, sel, organ maupun respons tubuhterhadap pertumbuhan kanker. Dalam mengatasi masalah diagnosis dan penentuan prognosis maupunpemantauan keganasan, akhir-akhir ini perhatian banyak diarahkankepada berbagai substansi yang dianggap dapat memberikan informasitentang perkembangan tumor ganas. Identifikasi substansi-substansiitu diharapkan dapat membantu menegakkan diagnosis, menentukanprognosis dan memprediksi perjalanan penyakit. Dengan perkembanganteknologi laboratorium khususnya perkembangan dalam bioteknologi,saat ini dimungkinkan untuk mendeteksi petanda ganas bukan saja ditingkat seluler atau ekstraseluler, tetapi juga di tingkat molekuler sehinggapetanda ganas tidak saja digunakan untuk menunjang diagnosis, penentuanprognosis dan pemantauan, tetapi -khususnya identifikasi petanda ganasmolekuler- digunakan untuk mendeteksi sisa sel ganas (minimal residual 463

disease, MRD) bahkan pada keadaan-keadaan tertentu dapat digunakan sebagai faktor prediksi atau faktor risiko timbulnya keganasan.1,2,3,4 Deteksi molekuler sel kanker dalam sirkulasi (circulating tumor cell) dengan menggunakan gen-gen spesifik kaqker payudara dapat merupakan test skrining yang dapat digunakan baik secara independent maupun secara bersamaan dengan mamografi.5 Petanda molekuler juga dapat digunakan untukmenentukan status penyakitpadapasien yang asimtomatik atau deteksi dini kanker semasa kanker itu belum membesar dimana kemungkinan sembuh juga besar.r.Hal yang hampir sama dikemukakan oleh beberapa peneliti yang membuktikan bahwa keberadaan petanda molekuler (DNA bebas) dalam sirkulasi dapat digunakan untuk diagnosis, pemantauan dan prognosis pada pasien dengan kanker nasofaring.3,6,7 Cell-free DNA (cf- DNA) dalam sirkulasi menunjukkan gambaran genetik dan epigenetik yang sama dengan DNA tumor, sehinnga dianggap merupakan bukti bahwa cf- DNA berasal dari jaringan tumor.8,e DNA, mRNA dan miRNA dilepaskan oleh sel tumor dan bersirkulasi dalam darah psien kanker. Perubahan kadar asam nukleat tersebut berkaitan dengan masa tumor sehingga merupakan petanda molekuler dalam darah yang potensial.r0 Zhou dan kawan-kawanjuga membuktikan bahwa mRNA-AFP, mRNA-yGT dan mRNA-TERT (human telomerase) pada kanker hati dapat dideteksi dalam sirkulasidan keberadaan mRNA ini setelah operasi menunjukkan kemungkinan terj adinya metastasis atau kekamb uhan2 , sedangkan Greenberg menyatakan\" bahwa biomarker dapat digunakan untuk stratifikasi risiko, deteksi dini, seleksi terapi secara optimal, prognosis dan pemantauan kekambuhan.a,bahkan ada peneliti yang membuktikan bahwa petanda molekuler dapatdigunakan sebagai faktor prediksi.ll Akhir-akhir ini ada kecenderunganuntuk menggunakan petanda ganas molekuler sebagai dasar terapi targetdan menuju ke arah 'opersonalized medicine\".l2,r3 Karena makna klinikpetanda ganas molekuler dirasakan cukup besar, maka NCCN memberikanrekomendasi dalam NCCN clinical practice guidelines in oncology untukmenyertakan dan mempertimbangkan petanda ganas molekuler dalampenatalaksanaan kanker.ra Gambar I memperlihatkan berbagai biomarkerpotensial yang saat ini dapat digunakan dalam penatalaksanaan kanker.464

li il ln-rltu Slfiltslsr:*i,id ,,:1. frj t#,!f,. v[df t{-}ii + €6F !{6Ff'; f l{ U-L{ Hllla!l !i PIF.{.C {AIX H*+-r gst-la ttlt {.x{R\"f psl {H{tS\"* ii r'5 i+\"'; s {indeti$SfN{lor:,n\"fli:{i.u** $-=*!i'illI !'eGF \"q*ginqr*in f&td-r ttr{r Fl$f !t*M.r lKif l'1afutti{iH;\",li, *ln] TGFa sVEeFRlil e 11 L4!'-A i#E6Ffil'1-; tj 9:Flr :t'i*FSJGamtrar 1. Berbagai biomarker potensial sebagai faktor prediktif.NEOPLASMA DAN PENGATURAN PERTUMBUHAN Dalam keadaan normal, pertumbuhan dan diferensiasi sel diatur olehproto-onkog en (growth promoting onco genes) yang menghasilkan produk-produk yang memegang peranan penting dalam berbagai aspek proliferasidan diferensiasi sel, dan di lain fihak dikendalikan secara ketat oleh gensupresor tumor (tumor suppressor genes) yang produknya berfungsimenghambat pertumbuhan, karena itu sering juga disebut sebagai anti-onkogen. Selain diatur oleh proliferasi dan diferensiasi, pertumbuhan seljuga dikendalikan oleh mekanisme kematian sel terprogram (apoptosis)dengan tujuan menyingkirkan sel-sel yang tidak dikehendaki. Denganadanya mekanisme kontrol pertumbuhan ini, sel-sel normal memilikistabilitas genetik yang sangat tinggi dan kecepatan proliferasi selumumnya dapat diprediksi tidak melebihi 10% dari jumlah sel, tergantungpada jenis sel dan jaringannya. Di lain fihak, tumor ganas ditandai denganpertumbuhan populasi sel abnormal yang tidak taat pada mekanismekontrol pertumbuhan\" I 5 Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa mutasi atau aktivasi/ekspresi onkogen dan atau inaktivasi maupun mutasi gen supresor dapatmenyebabkan proliferasi sel secara tidak terkendali dan diferensiasi sel 465

secara abnormal. Mutasi gen dapat terjadi antara lain karena satu atau lebih untaian DNA bertambah (amplifikasi), hilang atau translokasi dari satu bagian genom ke bagian lain sehingga terjadi rekombinasi DNA yang salah. Mutasi ini mengakibatkan gen bersangkutan abnotmal dan menghasilkan produk abnormal pula.. Mutasi yang berakibat kanker dapat terjadi pada sel germinal maupun pada sel somatik. Mutasi somatik dapat berpengaruh pada sifat dan perilaku sel dan melalui siklus sel yang berulang-ulang sifat ini dapat diwariskan kepada sel-sel generasi berikutnya. Sel-sel yang diturunkan langsung dari sel progenitor ini yang jumlahnya dapat mencapai berjuta-juta sel disebut sebagai suatu klon dan karena sifat dan perilakunya abnotmal disebut klon abnormal. Bukti-bukti inilah yang kemudian digunakan sebagai dasar teori patogenesis kanker.l5 Walaupun konsep onkogenesis ini telah diterima secara luas, konsep ini masih terlalu sederhana untuk dapat menjelaskan secara lengkap proses terjadinya kanker dan ekspresi petanda-petandanya. Asal-usul klonal neoplasma tidak dengan sendirinya berarti bahwa mutasi gen tunggal langsung mengakibatkan terjadinya kanker. Kanker terjadi melalui proses bertahap (multistep), dimulai dengan inisiasi, promosi dan progresi di mana terjadi serangkaian perubahan genetik secara progresif sebelum klon itu menunjukkan fenotip ganas. Selama proses ini dapat dilihat fase- fase perubahan preneoplastik yang merupakan petanda kecenderungan. sel menjadi ganas.16'17 Beberapa jenis mutasi tidak menyebabkan kanker secara langsung tetapi menyebabkan instabilitas genetik dan memudahkan terjadinya mutasi kedua. Mutasi awal dalam germline cells memudahkan terjadinya mutasi kedua yang somatik seperti yang sering dijumpai pada kanker herediter. Mutasi pada gen yang berhubungan dengan defek pada DNA repair, mutasi pada gen yang menyandi enzim-enzim dalam jalur transduksi sinyal, atau gen yang berhubungan dengan sistem imun juga dapat meningkatkan predisposisi kanker. Kehilangan stabilitas genomik dan perubahan gen yang diakibatkannya merupakan patogenesis molekuler utama yang terjadi pada awal tumorigenesis. Instabilitas genetik meungkinkan terjadinya perubahan pada gen supresor tumor dan onkogen yang berakibat transformasi sel dan meningkatkan progrsivitas kanker.r8 Selain kerusakan pada gen, perubahan epigenetik pada promoter gen akhir-akhir ini juga mendapat perhatian yang sangat luas karena metilasi abnormal pada promoter dan histon juga berakibat gen bersangkutan tidak berfungsi normal. Fenomena epigenetik ini memegang peran penting pada evolusi dan progresi banyak jenis kanker. r8'1e'20'2r 466

Bila mutasi gen terjadi pada sel germinal (germline cells), mutasi genitu dapat ditemukan dalam setiap jenis sel tubuh, dan tumor ganas yangterjadi biasanya bersifat herediter.r5'r6 Mutasi dapat juga terjadi pada selsomatik; pada keadaan ini mutasi gen dapat dijumpai pada tumor yangberasal dari sel bersangkutan setelah proliferasi klonal. Banyaknya mutasiyang diperlukan untuk menyebabkan sel normal berubah menjadi kankertidak diketahui, tetapi banyak penelitian yang mengungkapkan bahwadiperlukan 2 ataulebihmutasi untukperubahan selmenjadi ganas. Pada saatini sedikitnyatelah diketahui lebih dari 55 jenis kelainan gen pada kankeryang pada umumnya memberikan sifat pertumbuhan yang karakteristikpada sel demikian rupa sehingga sel tersebut mampu tumbuh menjadi klonyang terdiri atas berjuta-juta se1.15Perubahan permukaan Kehilangan kemampuan adhesr - muatan listrik Kehilangan antigen normal - glikoprotein l Muncul antigen baru / neoantigen Perubahan sitoplasma katriotip Nukleus : - hiperkromatik - mikrotubuii - onkogen - nukleolus membesar - sintesis produk - aneuploidi - nukleus membesar tumorGambar 2. Beberapa macam perubahan pada sel kanker Seperti telah diuraikan di atas, pertumbuhan sel secara tidak terkendalidisertai diferensiasi abnormal menghasilkan populasi sel dengan sifat baru.(gambar 1) Sifat-sifat baru populasi sel yang mengalami transformasi itu diantaranya 15,16 ' 1) kemampuan proliferasi sel berlebihan tanpa memerlukanrangsangan dari luar (autocrine stimulation); 2) dapat mengekspresikanantigen berlebihan, neoantigen, atau fenotip yang tidak lazim untukjenisdan stadium maturasi sel bersangkutan; 3) dapat kehilangan molekul-molekul tertentu; 4) menunjukkan perubahan struktur kromosom; 5)kandungan DNA abnormal (aneuploid); 6) menjadi lebih invasif kedalam jaringan sekitamya bahkan dapat bermetastasis jauh;7) kehilangankemampuan apoptosis. Sifalsifat inilah yang kemudian diidentifikasidan digunakan untuk menunjang diagnosis atau konfirmasi adanyakeganasan, menentukan prognosis dan memantau perjalanan penyakit. 467

Dengan menggunakan teknik biomolekuler sebagian dari perubahan gendapat digunakan sebagai petanda ganas molekuler untuk deteksi dini, rnenentukan sisa sel kanker atau sebagai faktor prediksi terjadinya kanker,bahkan akhir-akhir ini digunakan sebagai landasan terapi kanker.rlIDENTIFIKASI PETANDA GANAS Berdasarkan perubahan-perubahan yang terjadi pada kanker seperti disebutdi atas, baikyangdapatdideteksi ekstraseluler, selulerataumolekuler, ada pergeseran dalam pengertian petanda ganas yang dianut beberapa tahun yang lalu dan pada saat ini. Menurut pengertian lama, istilah petanda ganas menyatakan berbagai substansi yang disekresikan oleh sel kanker atau oleh seljinak sebagai respons terhadap adanyakeganasan serta dapat dideteksi atau diukur kadarnya dalam darah atau cairan tubuh lain. Petanda ganas ini dahulu disebut sebagai tumor marker.2a Dengan perkembangan ilmupengetahuan dan teknologi laboratorium yang memungkinkan deteksi berbagai substansi pada tingkat molekuler, maka pengertian petanda ganas saat ini adalah selain substansi-substansi ekstraseluler seperti disebut di atas, juga mencakup berbagai substansi molekuler yang terdapat pada permukaan sel maupun intraseluler, serta DNA dalam sirkulasi yang saat ini dikenal sebagai biomarker keganasan.2s. Biomarker keganasan dapat diidentifikasi dalam berbagai tingkatan, yaitu tingkat DNA, RNA, protein, sel dan jaringan. Identifikasi petanda ganas berdasarkan DNA dapat mendeteksi mutasi, delesi, amplifikasi dan metilasi gen. Identifikasi petanda ganas berdasarkan RNA dapat mendeteksi ekspresi berlebihan (overexpression), kurang (underexpression) atau perbedaan splice (splice difference). Identifikasi berdasarkan protein dapat mencakup ekspresi berlebihan, kurang maupun kelainan kualitatif.2s 1. Petanda ganas serologik (ekstraseluler) Substansi yang diproduksi oleh sel kanker atau yang disekesi dan dilepaskan oleh sel jinak sebagai respons terhadap adanya kanker pada umumnya berupa makromolekul atau protein dengan komponen karbohidrat atau lipid yang kadarnya dalam darah atau cairan tubuh lain dapat diukur secara kuantitatif. Kadar substansi ini dalam batas-batas terlentu menunjukkan korelasi dengan pertumbuhan tumor.2a Hingga saat ini banyak sekali jenis substansi yang diketahui berkaitan dengan tumor (.tumor associated antigen), sehingga dalam aplikasinya di klinik petanda 469 ..

ganas sering dikelompokkan dalam beberapa kelompok, yaitu: a) kelompokyang dihubungkan dengan respons penderita lhost response marker) danb) yang berkaitan dengan pertumbuhan dan destruksi sel, (cell turnovermarker) c) dihubungkan dengan proliferasi (proliferation marker); d)petanda diferensiasi atau asal-usul sel (dffirentiation maker). Petanda respons penderita pada umumnya dikaitkan dengan adanyainflamasi, baik sebagai respons terhadap tumor itu sendiri, responsterhadap proses destruksi jaringan normal akibat invasi tumor ke jaringanatau respons terhadap infeksi yang berkaitan dengan kanker. Petanda ganasgolongan ini yang telah lama digunakan di klinik adalah fosfatase alkali,y-Gl CRP, o2-makroglobulin dan lain-lain. Perkembangan terakhir telahmengungkapkan bahwa berbagai jenis sitokin dan reseptornya jluga dapatdigunakan sebagai petanda ganas, misalnya IL-2 dan sIL-2R, IL-6 danIL-6R, TNF-cr dan beberapa jenis sitokin lain. Dinamika perubahan kadarsitokin dalam serum sesuai dengan progresi dan regresi tumor.26 Di sampingitu pada penderita kanker juga sering dilepaskan aktivator plasminogenjenis jaringan (tPA, tissue plasminogen activator) maupun jenis urokinase(uPA) sehingga terjadi aktivasi kaskade koagulasi yang menyebabkanDIC (dis s eminated intrav as cul ar coagul ation) dan hiperfibrinolisis yangseringkali berakhir dengan perdarahan l'r\"1ou1.z1'zz2o Pada penderita kankerjuga sering dijumpai para-endokrinopati, yang ditandai dengan sekresihormon oleh sel-sel yangpada keadaan normal tidak diprogramkan untukmemproduksi hormon tersebut dalam jumlah fisiologis (ectopic hormonesecretion).30 Petanda pertumbuhan dan destruksi sel yang sudah lama dikenal adalahLDH, fosfatase alkali plasenta dan asam sialat (scialic aciQ. Beberapadi antaranya merupakan produk sel yang mengalami destruksi, misalnyasitokeratin CKB, CKlB dan CKl9 atauCyfra2l.1 yang sering dilepaskanke dalam serum atau cairantubuh akibat dekomposisi jaringan.3r32 Petanda proliferasi menggambarkan intensitas proliferasi sel, yaitujumlah sel baru yang dihasilkan setiap satuan waktu. Petanda ini dilepaskanoleh sel-sel yang sedang membelah diri secara aktif dan mengindikasikanaktivitas pertumbuhan sel. Beberapa contoh petanda ganas golongan iniadalah Ki67, PCNA (proliferating cell nuclear antigen) dan TPS (tissuep o lyp eptide sp ec ific antigen). Ekspresi antigen-antigen ini menunjukaknkorelasi baik dengan sintesis DNA, sehingga dapat digunakan sebagaiindeks proliferasi sel 33 Petanda diferensiasi adalah substansi yang diproduksi oleh sel ataujaringan tertentu, termasuk di antaranya berbagai jenis protein, enzim dan 469

isoenzim serta hotmon. Tumor yang berasal dari sel bersangkutan biasanyamemproduksi substansi ini secara berlebihan, walaupun pada beberapakasus ada pengecualian. Peran terpenting pengukuran kadar substansi iniadalah menentukan asal-usul tumor atau jenis tumor primer pada pasiendengan rnetastasis yang asal-usul tumornya tidak jelas. Bebetapa diantaranyayang sudah lama dikenal adalah PSA(prostate specffic antigen)yang digunakan sebagai petanda kanker prostat., P-HCG (human chorionicgonadotropin) yang digunakan untuk memantau pasien pasca-molahidatidosa dan deteksi dini choriocarcinoma. Protein lain yang banyakdigunakan adalahprotein onc ofetal misalnya AFP (alpfa-fetoprotein) padakanker hati, CEA (carcinoembryonic antigen) pada kanker yang berasaldari jaringan embrional, CA15.3, anti-GAL dan MUC-I (breast cancerassociated mucinous antigen) pada kanker paludara, SCC (squamous cellcarcinoma antigen) untuk kanker leher rahim dan kanker lain yang berasaldari sel skuamosa.34'35'36'372. P etanda ganas seluler Walaupun belum ada petanda morfologis yang hanya terdapat pada selkanker dan tidak terdapat pada sel normal, ada beberap a citi yang seringdijumpai pada populasi sel ganas. Bersamaan dengan perubahan strukturkomponen seluler biasanya juga terjadi perubahan sifat dan fungsi biologissel yang menetap.a. Sel tumor dalam sirkulasi (circulating tumor cell, CTC) Keberadaan sel tumor dalam sirkulasi (CTC) merupakan prasyaratunfuk terjadinya metastasis jauh, sehingga identifikasi dan enumerasi CTCdapat dipakai sebagai biomarker prognostik, prediktif dan farmakodinamikindependen.38'3e Peningkatan jumlah CTC baik sebagai data dasar (base-line) maupun dalam perj alanan penyakit kanker parytdata dapat digunakansebagai indikator prognostik.a0'ar Identifikasi CTC dapat dilakukan baikdengan metode flowsitometri maupun PCR. Sel tumor dalam sirkulasi(CTC) secara umum didefinisikan sebagai sel berinti daTam darah yangtidak mengekspresikan CD45 dan mengekspresikan sitokeratin. Padametode flowsitometri umumnya digunakan antibodi terhadap epCAM(surface epithelial cell adhesion molecule) untuk mengidentifikasi selyang berasal dari epitel. Selanjutnya CTC dapat dibedakan dari sel leukositkarena tidak mengekspresikan cD45. (cD45 negative). Anti-sitokeratinyang digunakan pada umumnya adalah anti-CK8, -CKl8 dan -CK19'40 470

Gambar 3 memperlihatkan bagaimana cara membedakan CTC dari leukositpada metode flowsitometri. Gambar 3. Membedakan CTC dari leukosit dengan metode flowsitometri. CTC ternyata tidak saja dapat dijumpai dalarn darah * yangpengarnbilannya dari daratr disebut sebagai \"liquid biopsy\" - tetapi jugadapat di.iumpai dalarn ceiran otak. Jumlah CTC dalam cairan otak berkorelasidengan respons tumor terhadap khemoterapi dan secara dinarnik berkaitandengan masa tuinsrn sehingga pengukuran CTC dalam cairan otak dapatdigunakan sebagai petanda progresifisitas penyakit dan metastasis dini.atSelain petanda permukaan sel seperti disebut di atas, seringkali diperlukanpetanda spesifik yang lain, misalnya untuk CTC kanker payudara disamping epCAM juga seringkali digunakan antibodi terhadap MUCI,HER} ER dan FR\"a2 Sedangkan untuk meningka&an sensitivitas danspesifrsitas deteksi CTC dapat dilakukan penentuan profil molekuler CTCdengan menggunakan berbagai petanda genetik seperti CCNE2. EMP2,MAI-2- PPIC\"5 da:x EGFR, MET, ERBBZ, FOXAtr, ESRI. GATA3 uatukkanker payudara.a3 sedangkan ultuk kanku kolorektal dapat digunakankombinasi EGFRICEA/CKZ0mRNA# atau panel mwltiple gene-cSrp yangantara lain rnengandurng hTERI, CKl9\" CK20\" CEArnRNAdan K-RAS\"as 411

b. Morfologi sel Sel ganas sering menunjukkan anaplasia dengan ciri-ciri rasio antaravolume nukleus dengan sitoplasma lebih besar dari normal, pola kromatininti lebih halus dan maturasi sitoplasma' terhambat. Hilangnya adhesiantar-sel dan antara populasi sel dengan stroma di sekitarnya juga dapatmerupakan petanda pertumbuhan ganas.a6 Evaluasi sel dan jaringan denganpewarnaan sitokimia dan histokimia merupakan cara menentukan petandaganas seluler yang pertama digunakan, kemudian disusul dengan teknikimuno-sitokimia dan imuno-histokimia. Teknik ini dapat memberikaninformasi tentang asal-usul sel kanker, jenis sel dan stadium diferensiasinyaserta derajat keganasan. Teknik ini masih merupakan teknik yang sangatpenting untuk memastikan adanya keganasan pada satu spesimen, namuntidak memberikan informasi tentang sifat biologis tumor. Karena itu,di negara-negara di mana metode diagnostik dan terapi kanker sudah sangat maju, pemeriksaan histopatologik dan sitopatologik saja dianggaptidak cukup. Mereka menuntut parameter yang lebih objektif, kuantitatif dan reproducible sefta dapat mengukur sifat dasar tumor yang berkaitanlangsung dengan sifat pertumbuhan dan sifat biologis lainnya yang mericerminkan agresivitas tumor dan sensitivitasnya terhadap terapi.c. Fenotip dan petanda petmukaan sel. Perubahan sel ke arah ganas dapat mengakibatkan ekspresi antigenperrnukaan atau fenotip yang tidak lazim atau produksi berbagai antigenbaru yang mempunyai makna klinik dalam menunjang diagnosis atau memprediksi prognosis kanker. Penemuan antibodi monoklonal (AbMo) pada awal tahun 1980-an merupakan penemuan yang sangat penting dalamdunia kedokteran, katena dengan adanya AbMo saat ini dimungkinkan menenfukan antigen permukaan sel yang merupakan petanda jenis sel maupun stadium diferensiasinya secara spesiflk. Salah satu contohpemanfaatan ABMo adalah menentukan klasifikasi dan subklasifikasi leukemia. Jenis AbMo yang digunakan untuk mengidentifikasi antigen permukaan leukosit banyak sekali bahkan daftarnya makin lama makinpanjang karena setiap kali ditemukan yang baru. Dengan konsensus internasional antibodi dikelompokkan dalam berbagai clusters of dffirentiation (CD's) sesuai dengan antigen permukaan yang dideteksinya.Hingga saat ini telah diidentifikasi lebih dari 200 jenis CD antigen, walaupun banyak di antaranyayang belum diketahui jelas fungsinya.aT 472 , ;

Setiap jenis sel dan setiap stadium maturasi mengekspresikan CDspesifik atau kombinasi spesifik CD yang relevan, misalnya ekspresi CD3untuk limfosit, CD14 untuk monosit, CDl9, CD20, atau CD22 unfitklimfosit B, kombinasi CD10 dengan CD19 atau CD20 untuk sel pre-B,ekspresi CD5 dan CD7 untuk limfosit T, bD13 dan atau CD33 untuksel mieloid. Sel leukemik dianggap sebagai counterpart sel normal padaberbagai stadium diferensiasi, karena itu ekspresi antigen pada permukaansel leukemik dapat digunakan sebagai petanda jenis maupun stadiumdiferensiasi leukemia, dan karena itu pula penentuan fenotip leukemiadapat digunakan untuk klasifikasi dan subklasifikasi leukemia. Walaupunsel leukemik mengekspresikan jenis antigen permukaan yang sama dengansel normal, pada sel leukemik antigen permukaan biasanya diekspresikandengan densitas abnormal (ekspresi berlebihan). Dalam keadaan normaltidak lebih da-i 30oh antigen permukaan yang relevan diekspresikan padapermukaan sel. Selain itu ekspresi antigen spesifik pada satu jenis selsering disertai atau diekspresikan dalam kombinasi dengan antigen lainyang tidak lazim tampak pada proses maturasi normal (ko-ekspresi atauaberrant expression) misalnya ekspresi antigen limfosit pada satu seldiekspresikan bersama antigen mieloid.a8'ae Penentuan imunofenotip padaleukemia diperlukan untuk melengkapi diagnosis morfologis dan sitokimia,sehingga klasifikasi dan subklasifikasi leukemia dapat dilakukan lebihtepat sesuai dengan kelompok prognostik. Banyak penelitian menyatakanbbhwa immunophenotyping pada leukemia dapat digunakan untuk: a)membedakan sel normal dari sel leukemik; b) menentukan lineage danstadium diferensiasi ; c) mengidentifi kasi adany a ko - ekspresi antigen dar i 2lineage berbeda (mixed lineage leukemia); d) memprediksi prognosis. Kadang-kadang sel ganas mengekspresikan molekul-molekul yangtidak khas untuk sel dari mana sel itu berasal. Salah satu di antaranya adalahekspresi urokinase plasminogen activator (uPA) dan reseptornya sertaplasminogen activator inhibitor (PAI- 1). Ekspresi uPAdan reseptornyayangmenyebabkan kelainan sistem koagulasi-flbrinolisis sering dijumpai padaberbagai jenis kanker dan menandakan prognosis buruk. Telah dibuktikanbahwa sifatprokoagulan yang diekspresikan oleh sel ganas dan dampaknyaterhadap mekanisme koagulasi-fibrinolisis bukan hanya merupakanepifenomena dari kanker, tetapi mempunyai fungsi penting dalam alurbioregulasi kanker yang berpengaruh pada proses invasi, proliferasi danmetastasis serta meningkatkan progresivitas kanker tertentu.28'2e 473

d. Kinetik sel dan status ploidi Kanker secara konstan berubah dalam 3 dimensi, yaitu: perubahanintrinsik, perubahan dalam hubungan dengan lingkungan baik denganmatriks maupun dengan substansi biokimiawi ekstraseluler, danperubahan,dalam jumlah sel. Sitokinetik mencakup kinetik dari proliferasidan pertumbuhan sel, yaitu 2 fenomena yang berkaitan erat denganperubahan 3 dimensi di atas.16 Kemampuan untuk berproliferasi secaraautonom atau proliferasi tidak terkendali merupakan salah satu perubahanfenotip sel yang mengalami transformasi ganas. Sistem cyclin-cyclindependent kinctse (cyclin-cdk) sangat berpengaruh dalam pengaturansiklus sel.33 Kelainan pada sistem cyclin-cdk terutama p34\"ot pada faseS dapat menyebabkan replikasi DNA berulang lebih dari satu kali padasatu fase S tr\"urggal sebelum siklus sel memasuki fase berikutnya denganakibat kandungan DNA abnormal atau yang dikenal sebagai aneuploidi.Kecepatan pertumbuhan sel dalam satu tumor tidak sama. Distribusi seldengan fase kinetik yang berbeda dalam satu tumor dapat diukur denganmenentukan persentase populasi sel yang berada dalam fase S (S-phasefraction,,SPF). Proporsi fraksi dalam fase S dan fase G2M merefleksikankecepatan pertumbuhan tumor. Kinetik sel menggambarkan pertumbuhandan agresivitas tumor sehingga pengukurannya merupakan prosedurpenting untuk menentukan prognosis dan sebagai dasar pemilihan terapiyang tepat. Beberapa parameter kinetik sel yang sudah banyak digunakan'adalah parameter fraksi fase S (SPF) seperti disebut di atas, ekspresi Ki67,PCNA dan TLI (thymidine labelling index).33 Proliferasi tidak terkendali mengandung risiko kesalahan dalamreplikasi DNA dan menghasilkan kandungan DNA abnormal (aneuploidi).Anaeuploidi sering ditemukan pada kanker dan dianggap mempunyai nilaiprognostik. Pada umumnya status ploidi dinyatakan dengan indeks DNA(ID). Status ploidi disebut diploid bila ID : 0.95-1.05 dan aneuploid bila ID <0.95 atau >1.05. Pada umumnya jenis kanker dengan DNA aneuploidmempunyai prognosis lebih buruk dibanding kanker dengan DNA diploid. Walaupun aneuploidi dalam sel atau jaringan tidak selalu berarti keganasan, aneuploidi merupakan indikasi bahwa sel bersangkutan potensial menjadi ganas, bahkan sering dianggap sebagai status premalignan. Karena itu histogram DNA merupakan informasi yang bermakna dan dianggap dapatmempengaruhi keputusan klinik dalam kaitannya dengan penentuan prognosis rr 474

e. Kelainan kromosom Pada kanker sering dijumpai kelainan kariotip atau struktur kromosomabnormal yang dapat diidentifikasi pada sel-selyang bermitosis. Kelainansitogenetik ini dapat berupa translokasi, kehilangan (deletion), penyisipan(insertion), inversion, amplifikasi dan lain-lain. Kelainan genetik padaumumnya terjadi pada kromosom di bagian-bagian yang rapuh dan letaknyaberdekatan dengan ata:u pada lokasi proto-onkogen yang menyebabkandisfungsi onkogen bersangkutan dan selanjutnya berakibat transformasiganas. Kelainan kariotip spesifik telah diketahui sejak lama padakeganasan-keganasan tertentu, misalnya kromosom Philadelphia (Ph)yang dijumpai pada 90% leukemia mielositik kronik dan pada 11-25%leukemia limfositik akut. Kromosom Ph terj adi akibat translokasi resiprokalonkogen c-abl dari kromosom 9 ke lokasi spesifik pada kromosom 22yang disebut bcr (breakpoint cluster region), yang kemudian melakukanfusi dan membenfuk chimeric bcr-abl gene. Gen abnormal ini dianggapbertanggung jawab atas terjadinya transformasi ganas. Petanda sitogenetiklain yang sudah lama diidentifikasi adalah translokasi antara kromosom15 dan 17 pada lebih dari 70% leukemia akut tipe M3 dan translokasiantara. kromosom 8 dan 14 pada B-ALL.50's1's2 Kelainan kariotip juga dapatdijumpai pada tumor padat. Sebagian besar tumor padat menunjukkan delesimaterial genetik yang lokasinyapada umumnya sesuai dengan lokasi gensupresor, sehingga hal itu merupakan indikasi hilangnya atau inaktivasigbn supresor. Beberapa contoh di antaranya adalah delesi material genetikpada kromosom 17 (17q) t' dan kromosom 1 5a pada kanker payrdaradan delesi pada kromosom 3 (3p) dan kromosom 6q23-25) pada kankerparu.\" Penambahan atau amplifikasi gen banyak dijumpai pada kankermulut rahim yang menyebabkan timbulnya sifat onkogenik dengan caraderegulasi gen-gen yang berkaitan dengan tumor. 563. Petanda ganas molekuler. Seperti telah diuraikandalam Bab-bab terdahulu, kanker terjadi akibatakumulasi perubahan genetik dan/atau epigenetik yang menyebabkanperubahan ekspresi protein dalam sel bersangkutan. Kadar protein spesifikdapat meningkat atau menurun atau fungsi dan distribusinya tergangguakibat modifikasi pasca-translasi. Perubahan-perubahan inilah yangkemudian diidentifikasi dan digunakan sebagai biomarker atau petandamolekuler adanya keganasan. Biomarker mencakup gen dan variasinya'perubahan dalam ekspresi mRNA dan atau protein dan kadar metabolit. 475

Karena perubahan molekuler yang terjadi selama progresi tumor dapat berlangsung selama bertahun tahun, biomarker genomic, proteomic dan metabolomic potensial digunakan untuk mendeteksi kanker, menentukan prognosis dan memantau perjalanan penyakit serta respons terapi 57 Sampel yang digunakan untuk menganalisis biomarker ini dapat berupajaringan tumor yang diperoleh dengan operasi, atau biopsy (FNAB),58 atau spesimen biologik lain misalnya darah atau cairan tubuh yang lain, bahkan akhir-akhir ini terbukti pula bahwa sel-sel tumor yang ada dalam sirkulasi (circulating tumor cells, CTC) dapat digunakan untuk mengidentifikasi biomarker molekuler. CTC dianggap merupakan representasi dari sel punca kanker atau populasi sel dengan potensi metastasis yang tinggi. Selain itu CTC merupakan alternatif yang menarik di luar jaringan tumor karena mudah di-akses dan dikoleksi secara non-invasif.5e Analisis biomarker dalam CTC yang diperoleh sebelum terapi potensial digunakan untuk memilih terapi target, sedangkan sampling yang dilakukan serial selama terapi dapat digunakan untuk mendeteksi adanya respons atau resistensi terhadap terapi sehingga bila perlu dapat diberikan terapi lain yang lebih tepat 5o Penerapan teknologi DNA telah memungkinkan identiflkasi perubahanminimal pada DNA Qtoint mutation), yaitu perubahan satu atau beberapa nukleotida saja, baik karena hilang (deletion), substitusi atau translokasi yang tidak terdeteksi dengan penentuan kariotip kromosom. Teknologi PCR'(ltolymerase chain reaction) meningkatkan kemampuan deteksi kelainanmolekuler sehingga dapat digunakan untuk deteksi dini dan deteksi sisa sel kanker (minimal residual disease, MRD). Teknik PCR bahkan dapat digunakan untuk mendeteksi risiko terjadinya kanker terlentu, khususnyapada jenis kanker herediter, misalnya delesi gen MSH2 dan MLH1 padakanker kolorektal\"60, mutasi gen supresor BRCAl dan BRCA2 pada kanker payudara dan kanker ovarium.6l Identifikasi gen MDR (multidrug resistant) dengan teknik ini juga bermanfaat sebagai pedoman terapi. Berbagai kelainan gen yang unik sebagai akibat translokasi, deletion, insertion atau transposisi maupun point mutation di lokasi yang khas diketahui ada kaitannya dengan keganasan tertentu. Mutasi onkogen c-myc dan ras merupakan mutasi onkogen yang pertama kali diketahui terlibat dalam mekanisme pertumbuhan kanker. Translokasi c-myc dapat dijumpai antara lain pada kanker paytdara, kanker paru dan kanker kolon. Setidaknya sepertiga dari semua jenis kanker mengandung gen ras mutant. Onkogen ras memegang peran pada stadium awal maupun stadiumterminal perkembangan tumor.62 Onkogen lain yang sering mengalami 476

mutasi pada berbagai jenis kanker adalah bcl2 yang berfungsi sebagaigen anti-apoptotik, c-erbB2 dan lain-lain. Di samping mutasi onkogen,mutasi atau inaktivasi gen supresor juga mempunyai peranan pentingdalam tumorigenesis. Inaktivasi gen p53 yang terletak pada lengan pendekkromosom 17, atatgen Rbl yang terletak pada lengan panjang kromosom13 menyebabkan disfungsi gen-gen tersebut dan berakibat pertumbuhantidak terkendali. Gen p53 disebut sebagai regulator negatif pertumbuhandan bekerja pada checkpoint fase Gl dan G2M dari siklus sel. Adanyakerusakan DNA akan menginduksi aktivitas p53 normal (wild type) unbtkmenghentikan siklus sel pada fase G I dan memberi kesempatan kepada genDNA repair memperbaiki DNA yang rusak, sebelum siklus sel berlanjutke fase sintesis dan replikasi DNA. Disfungsi gen p53 mengakibatkandisfungsi mekanisme DNA repair, sehingga DNA yang rusak tidak sempatdiperbaiki bahkan direplikasi pada fase S dan diwariskan kepada sel-selturunannya. Disfungsi gen ini walaupun tidak selalu langsung menyebabkantransformasi ganas, mengakibatkan ketidak stabilan genetik.63,6a Mutasilebih dari satu gen menyebabkan sel tumbuh lebih tidak terkendalidibanding mutasi satu gen saja. Ekspresi gen abnormal secara berlebihandikaitkan dengan kecenderungan invasi atau metastasis, sedangkan bilahal itu terjadi pada kasus-kasus tenang atau remisi, merupakan indikasibahwa penyakit menjadi progresif. Dengan demikian, identifikasi mutasigen pada lokasi tertentu dapat digunakan sebagai parameter prognosis,bAhkan sebagai prediktor kecenderungan ganas. Sepefti telah diuraikan dalam bab-bab terdahulu dalam buku ini (bacaBab V tentang microRNA) microRNA atau miRNA dilepaskan olehsel tumor dan dapat dideteksi dalam sirkulasi sebagai cell-free miRNA.Sebagai contoh miRNA-2l dijumpai dengan kadar tinggi pada limfomasel B, miRNA-141 rneningkat pada kanker prostat, 6s Teknologi DNA microarray teLah memungkinkan analisis ekspresiberibu-ribu gen secara simultan, sehingga memungkinkan untukmenentukan profil ekspresi gen dalam berbagai kondisi biologik. Denganmembandingkan kadar relatif mRNA beribu-ribu gen dalam j aringan normaldan jaringan kanker, dimungkinkan untuk mengidentifikasi perubahanekspresi gen dalam jaringan kanker dan mengklasifikasinya. Kelemahandari teknologi microanay adalah bahwa teknik ini hanya memberiinformasi tentang ekspresi gen secara relatif dan tidak mengukur mRNAsecara kuantitatif. Real-time PCR merupakan metode alternatif yang dapatmemberikan hasil secara kuantitatif. Teknik ini juga dapat menganalisisbeberapa gen secara simultan. Teknik lain adalah teknik proteomics yang 47',7

dapat mengukur perubahan kadar protein dan adanya modifikasi pasca- translasi protein bersangkutan secara kuantitatif.5T 'APLIKASI KLINIK. Seperti telah disebut di atas, petanda tumor adalah substansi yang diekspresikan aau diproduksi oleh sel tumor sebagai respons terhadap kanker atau beberapa kondisi jinak tertentu. Beberapa kategori petanda tumor berikut menunjuukan bukti manfaat klinik untuk digunakan dalampraktek, yaitu: l) neoantigen terdiri atas tumor associated antigen (TAA) dan tumor specffic transplantation antigens (TSTA); 2) antigen yang disandi oleh virus onkogenik (a.1. EBV HPY HBV HCV); 3) antigen onkofetal (a.1. AFP, CEA); 4) onkoprotein yang diekspresikan pada sel tumor yang disandi oleh onkogen (a.1. Ras, Myc); dan yang disandi oleh gen supresor tumor (a.1. p53, Rb, cadherin). Petanda tumor ini dapat dideteksi dalam sel kanker, dalam sel-sel kanker yang terlepas atau sebagai molekul yang bersirkulasi dalam darah perifer. Spesimen biologik lain juga dapat mengandung petanda tumor. 66'67 .Dengan ditemukannya biomarker molekuler saat ini penggunaan petanda tumor atau biomarker secara umum adalah untuk menentukan risiko, skrining, diagnosis banding, prognosis, prediksi dan pemantauan.25 Namun demikian untuk dapat digunakan dalam klinik biomarker harus'memenuhi beberapa kriteria dasar, yaitu 25:1) Tujuan penggunaan harus ditentukan secara jelas; 2) magnituda perbedaan dalam keluaran (outcome) antara populasi positif dan negatif harus cukup untuk dapat mengubah kepufusan klinik berdasarkan hasil identifikasi atau pengukuran petanda tumor; 3) perkiraan magnituda itu harus dapat dipercaya dan divalidasi: a) teknik yang digunakan harus stabil, reproducible dan akurat; b) studi klinik harus didisain secara tepat dan kuat untuk memperoleh manfaat klinik; c) Analisis studi harus dapat dipertanggung jawabkan secara statistik. 1 Petanda ganas serologik Hingga saat ini banyak sekali petanda ganas serologik yang telah ditemukan, sebagian telah digunakan secara luas dan sebagian lagi masih dalam taraf penelitian, di antaranya yang menjanjikan adalah PSME3 untuk kanker kolorektal 68 VEGF dalam cairan otak untuk glioma 6e dan mamoglobin (MAG) untuk kanker palTrdara 70 Walaupun banyak petanda ganas yang telah ditemukan, pengukuran kadar petanda ganas saja tidak 478

cukup untuk menentukan diagnosis kanker, dengan alasan sebagai berikut;1) kadar petanda tumor dapat meningkat pada orang dengan kelainanjinak; 2) kadar petanda tumor tidak selalu meningkat pada pasien dengankanker khususnya pada stadium dini; 3) banyak petanda tumor yang tidakspesifik terhadap jenis kaker tertentu; 4) tidak semua tumor organ yangsama mengekspresikan petanda tumor yang sama; 5) kadar petanda tumordapat meningkatpada lebih dari satu jenis kanker. Sebagai akibatnya telahdikembangkan berbagai panduan dan rekomendasi untuk penggunaanpetanda tumor di klinik. Panduan ini telah dikembangkan oleh AmericanSociety of Oncology 35, American Cancer Society36 dan National Cancerlnstitute 71 dan National Comprehensive Cancer Network 37 Dalammemanfaatkan dan menafsirkan hasil pengukuran kadar petanda ganasserologik ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan, yaitu sensitivitasdan spesifisitas, nilai rujukan atau kadar substansi bersangkutan padapopulasi normal dan decision value yang membedakan lesi ganas darilesijinak. Petanda ganas serologik yang ideal adalah substansi yang tidakdiproduksi oleh sel jinak atau sel normal (spesifisitas I00%). Selain itusubstansi itu harus dapat dideteksi sedini mungkin dengan kadar yang dapatdiukur. (sensitivitas 7000 ), sehingga dengan demikian dapat digunakansebagai skrining. Hingga saat ini beberapa puluh petanda ganas telahditemukan, namun sayang sekali belum ada satupun yang memiliki sifatsifat ideal, walaupun beberapa di antaranya menunjukkan korelasi denganddrajat penyebaran atau stadium kanker. Kendala lain adalah bahwa tidaksetiap kanker organ yang sama menunjukkan petanda ganas yang sama.Karena spesifisitas dan sensitivitasnya rendah, sebagian besar petandaganas serologik tidak dapat digunakan untuk skrining penderita yangasimptomatik dan sangat sedikit yang dapat digunakan untuk diagnosis.T2Manfaat pengukuran petanda ganas serologik yang paling penting adalahuntuk menentukan prognosis, memantau progresivitas dan responssetelah tindakan operasi, kemoterapi, radiasi atau terapi hormon. Untukmeningkatkan sensitivitas pada beberapa jenis keganasan digunakankombinasi petanda ganas yang relatif spesifik secara multiparametrikT3 Untuk mengevaluasi perubahan dan kadar petanda ganas diperlukanpengertian mengenai faktor-faktor in vivo dan in vitro yang mempengaruhihasil penetapan kadar petanda ganas. Kadar petanda ganas bergantungpada seberapa banyak ia disintesis, disekresikan ke dalam cairan tubuhdan diekskresikan melalui ginjal atau saluran cerna. Selain itu jugabergantung pada besar dan penyebaran tumor, supply darah ke dalam tumor, 479

katabolisme petanda ganas sefia ada tidaknya gangguan ekskresi misalnyagagal ginjal, gagal hati dan kolestasis. Gaya hidup seseorang misalnyaperokok berat dan peminum alkohol berpengaruh terhadap kadar CEA.Perlu dipertimbangkan pengaruh iatrogenik pada kadar PSA, misalnyasetelah pemeriksaan rektum cara digital, sistokopi atau endoskopi, biopsiprostat dan kateterisasi, kadar PSA dapat meningkat. Tabel I menunjukkanbeberapa jenis petanda ganas yang telah terbukti mempunyai maknaklinik untuk kanker-kanker teffentu dan pada tabeI2 dapat dilihat indikasipengukuran petanda ganas.Tabel 1. Klasifikasi beberapa petanda ganas yang mempunyai makna klinik.IENIS PETANDAGANAS CONTOH PENGGUNAAN Antigen onkol'etal a:o Kyker kofn AFP ^Germ cell tumor, hePatoma Cancer related antigen PSA Kanker plostat CAI25 Kanker ovarium Kanker payudara cA15.3 Kanker payudara Kanker pankeas MUC-1 Leukemia & limfomaDifferentiation & Iineage cAl9.9 associaled CD Leukemia Antigen sel B dan T Kanker prostat Komponen sel normal Antigen mieloid Limloma & tumor Paclat lain PSA, PAP Immunoglobulin LDH Paraproteinemia & limfoma IgG, IgA, IgM, IgD, IgE, r & LeukemiaselT/limfbma LeukemiaselB/limfoma I light chain ChoriocarcinomaB & T cell gene rearrangemenl TCR gene rearrangement Gerrrl cell tumor Iq qene rearrangement Kanker tiroid I{ormon B-HCG Calcitonin Tidak adajadwal yang baku untuk pengukuran petanda ganas serologikpada pemantauan hasil terapi, tetapi jadwal itu harus disesuaikan denganL\"uduan masing-masing paiien. Di samping itu perlu diingat bahwa yanglebih penting adalah kinetik atau dinamika perubahan kadar petanda ganasselama perjalanan penyakit dan bukan semata-mata tinggi rendahnyakadar petanda ganas sewaktu. Secara umum jadwal pengukuran petandaganas dalam rangka pemantauan dilakukan sebagai berikut: a) sebelumdilakukan pengobatan pefiama atau bila ada perubahan pengobatan; b)setelah tindakan operasi atau permulaan terapi: 2-10 hari setelah terapi,bergantung pada masa paruh petanda ganas; dengan interval 3 bulan selama480

1-2tahun pertama; dengan interval 6 bulan pada tahun ke-3, ke-4 dan ke-5;c) bila diduga ada relaps atau metastasis; d) bila dilakukan penentuan ulangstadium; e) bila pada pemantauan dijumpai peningkatan kadar petandaganas, pemeriksaan diulang 2-4 minggu kemudian. Pada keadaan terakhirperlu dilakukan pemantauan dengan frekuensi lebih sering\"Ta Sebagai pedoman dalam pemantauan kinetik petanda ganas, kadarpetanda ganas harus turun bila terjadi regresi, meningkat bila kankermenjadi progresif dan menetap pada keadaan stabil. Kadar petanda ganasyang menurun secara konsisten merupakan indikasi keberhasilan terapi;sebaliknya bila kadarnya menetap atau meningkat berarti bahwa terapitidak efektif dan diperlukan pendekatan terapi yang lain. Pada lebih dari500% kasus, perubahan kadar petanda ganas dapat mendeteksi adanyaprogresivitas tumor 1-6 bulan lebih cepat dibanding metode diagnostikinvasif. Adanya relaps setelah terapi awal yang efektif dapat diduga biiakadar petanda ganas tidak turun hingga nilai rujukan dalam jangka waktusesuai dengan waktu paruhnya dan kemudian meningkat kembali.Tabel 2. lndikasi pengukuran petanda ganas serologikJENIS SKRINING DIAGNOSIS PEMANTAUAN PROGNOSIS CEA Kelompok risiko C-cell Carcinoma Kolon. payudara. Kolon AFP ting.qi oaru. C-cellCA19.9 Risiko tinggi Hepatoma, germ cell Hepatoma, germ-cell Genn cell tumorCA125 tumor tumor Pankreas Pankreas (JvariumcA1s.3 Payudara NSE SCLC SC]LC SCC Germ cell neuroblastomaCYFRA21.1 Tumor tlofoblas O-HCG Kanker sen'iks, Kanker prostat PSA Kanker THT esofagus NSCLC Kanduns kemih Risiko tinggi Germ cell Getm cell Pria > 50 thn Tumor trofbblas Tumor trofbblas Prostat The Working Group on tumor marker criteri.a yang merupakan salahsatu kelompok kerja dari The Internalional Societyfor OncodevelopmentalBiology and Medicine (ISOBM) mengemuakan kriteria berikut untukmenafsirkan perubahan kadar petanda ganas.75: a) Pada saat tidak diberikan 481

terapi, peningkatan kadar petanda ganas secara linear pada 3 spesimen berturut-turut - biasanya dengan interval 3 bulan - harus dicatat dan diamati kemungkinan/kecenderungan kambuh. b) Selama pemberian terapi, kinetik petanda ganas harus menggambarkan perkembangan tumor. Penurunan kadar petanda ganas hingga 50o/o saja dari kadar semula menunjukkan remisi parsial. c) Penyakit yang menjadi progresif dapat diduga bila kadar petanda ganas meningkat sebanyak25% dari kadar terakhir dan meningkat terus secara progresif. Peningkatan kadar petanda ganas harus dibuktikan dengan beberapa kali pengukuran. Kelompok kerja itu juga menyatakan secara umum bahwa pada keadaan itu, remisi lengkap secara klinis yang didasarkan atas metode konvensional perlu dipertanyakan, kecuali ada bukti- bukti bahwa peningkatan kadar petanda ganas disebabkan oleh hal lain. Karena sebagian petanda ganas serologik juga dapat diproduksi oleh sel jinak, diperlukan suatt decision value yang dapat membedakan kanker dari lesi jinak. Decision value dapat bervariasi bergantung pada tujuan penentuannya. Apabila ingin mengidentifikasi kanker tertentu sebanyak mungkin, decision value petanda ganas dapat diturunkan dengan risiko mendapatkan lebih banyak hasil positif palsu. Sebaliknya bila ingin pasti bahwa diagnosis kanker itu benar, decision value hatus ditentukan lebih tinggi, dengan risiko lebih banyak negatif palsu atau lebih banyak kasus yang tidak terdeteksi. Karena itu harus dipilih decision value yang paling optimal dan efisien dengan menggunakan kurva PIOC (receiver operating characteristics). Kurva ini merupakan diagram yang menggambarkan\" sensitivitas dan spesifisitas petanda ganas, atau rnenunjukkan jumlah positifbenar dan positifpalsu pada berbagai decision value. Berdasarkan ROC itu dipilih salah satu nilai yang paling efisien untuk menunjang diagnosis. Gambar 4 adalah contoh kurva ROC Cyfra2l.1, NSE, SCC dan TPS yang diukur untuk menunjang diagnosis adenokarsinoma paru. .'==+- t I I ''t J l 4j\"d N +i \"u *r: i -Sil€a-,f..-r.r r* i \"*:'::-=..!-F:*:*:i!-'l I #::E1 l Gambar 4. Kurva ROC Cyfra2l.1, NSE, SCC dan TPS pada kanker paru482

Tampak pada contoh ini bahwa Cyfra2l.7 adalah yang paling spesifikdan sensitif disusul oleh NSE untuk adenokarsinoma paru dibanding keduapetanda ganas yang lain. Dari uraian di atas jelas bahwa penggunaanpetanda ganas serologik secara benar dapat\"bermanfaat bagi pasien danmengurangi .biaya pemeriksaan. Sebaliknya penggunaan petanda ganassecara tidak benar dapat mengakibatkan biaya tinggi. Evaluasi daninterpretasi petanda ganas secara tidak tepat menyebabkan pengambilankeputusan yang salah.2. P etanda ganas seluler Seperti telah diuraikan di atas, petanda ganas seluler dapat digunakanuntuk menentukan jenis dan tingkat maturasi sel, bahkan petanda ganasseluler tertentu dapat digunakan untuk deteksi dini dan penentuanprognosis.Klasifikasi dan subklasifikasi leukemia Penentuan petanda permukaan leukosit dengan immunophenoQpingdigunakan untuk klasifikasi dan subklasifikasi leukemia secara tepat.Klasifikasi leukemia dengan immunophenotyping tidak dimaksuduntuk menggantikan klasifikasi leukemia berdasarkan morfologi dansitokimia (klasifikasi FAB) yang digunakan hingga saat ini, tetapi untukm'elengkapinya. Penentuan fenotip dapat memberikan informasi tentanglineage dan stadium maturasi, yang tidak dapat ditentukan denganpemeriksaan morfologi dan sitokimia saja. Informasi ini penting karenaterbukti bahwa respons terhadap terapi maupun prognosis berkaitan eratdengan lineage dan diferensiasi sel.ae Dengan penentuan fenotip dapatdibedakan B-ALL yang mengekspresikan antigen sel B (CD19, CD20,CD22) dari T:ALLyang mengekspresikan antigen sel T (CD3, CD5, CD7).AML biasanya mengekspresikan CD13 dan atau CD33. Densitas antigendianggap abnormal bila diekspresikan lebih dari 30% untuk seri mieloiddan lebih dai20o/o untuk seri limfoid. Subtipe dari masing-masing fenotipmenunjukkan kombinasi ekspresi antigen yang khas untuk masing-masinglineage dan stadiumnya, tetapi seringkali juga dijumpai fenotip yang tidaklazim terdapat pada lineage bersangkutan, misalnya ko-ekspresi petandalimfosit pada AML atau sebaliknya ekspresi petanda mieloid pada ALL.Kelainan ini disebut mixed lineage leukemia (AMML). Deteksi mixedlineage leukemia atau aberrant expressiora ini perlu dilakukan karenaprognosisnya berbeda dari AML maupun 6yy.ts'ta 483

Bahw a immunop h enoQping padalettkemia mempunyai nilai prognostiktelah diterima secara luas. Ekspresi CD9 dan CDllb secara konsistenmerupakan indikator prognosis buruk. Pada B-ALL terungkap bahwa adaperbedaan dalam tingkat remisi lengkap antara CDl0 pro-B-ALL denganCD10- pre-B-ALL, yaitu bahwa CDl0 pro-B-ALL yang menunjukkanstadium yang lebih muda, tingkat remisinya lebih rendah dibanding CD10*pre-B-ALL. CD34 merupakan ko-faktor yang turut menentukan kapasitasPgp untuk efflux obat. Pgp adalah P-glikoprotein yang merupakan produkrnultidrug resistent gene (MDR-I), yang mampu memompa obat anti-neoplastik ke luar sel yang berakibat konsentrasi obat dalam sel berkurangsehingga obat itu menjadi tidak ef'ektif. Ekspresi CD34 dikaitkan denganekspresi Pgp sehingga dengan demikian dianggap turut menentukanresistensi leukemia terhadap o1ou1.+s'tt Pemilihan antibodi monoklonal sebagai alat diagnostik untuk leukemiabergantung pada dugaan diagnosis dan diagnosis banding berdasarkanevaluasi morfologik. Reaktivitas dengan hanya satu jenis antibodimonoklonal tidak cukup menentukan lineage dalam diagnosis leukemia.Antibodi monoklonal ini dapat membantu menentukan lineage sel biladigunakan dalam kombinasi. Dengan perkembangan antibodi monoklonalyang baru dan berdasarkan berbagai penelitian ada perubahan dalam panelantibodi yang digunakan untuk diagnosis leukemia akut. The General TaskForce of the British Committee for Standards in Hematology (BSCH)mengusulkan panduan (guideline) untuk immunophenotyping padaleukemia akut dan kelainan limfoproliferatif kronik seperti tampak padatabel 3. dengan beberapa modifikasi 77Tabel 3. Panel antibodi untuk menentukan leukemia akut (BSCH guideline) B-Limfoid T-Iimfoid Mieloid Nonlineage pertama CD'79a+,CD22*, CD3+, CD2* Anti-MPO*, CD117, TdT**i kedua CD19. CD1O CD13 Snrig (rc,}\"), Cytlg, CD7 CD33, CD41, ClD42, CD45 Petanda CD138 CD61, GlycoproteinA nonhernopoetik* Ekspresi sitoplasmlk; ** Ekspresi nuklearPetanda opsional: antilysozyme. CD14, CD15, CD36, HLA-DR Pada keadaan tertentu penentuan fenotip dengan menggunakanfiowclttometry dapat digunakan untuk mendeteksi sisa sel leukemik,yaitu bila ada ko-ekspresi antigen yang tidak lazim atau adanya aherrantexpression dari antigen. Adanya sel-sel yang menunjukkan fenotip484

TdT*CD5- dalam sirkulasi darah atau dalam sumsum tulang membuktikanbahwa sel-sel itu adalah sei leukemik karena dalam keadaan normal seldengan kombinasi antigen permukaan demikian tidak pernah dijumpai diluar thymus. Adanya sel yang mengekspresikan fenotip CD34.CD33* dianlara sel-sel normal dalam darah tepi pasca pengobatan membuktikanmasih adanya sisa sel leukemik, karena dalam keadaan notmal sel-seldengan kombinasi fenotip itu tidak terdapat dalam sirkulasi. KombinasiCD34|CD22 dan CD341CD56 juga tidak pernah dijumpai dalam keadaannormal. Sensitivitas metode imunologis untuk mendeteksi sisa sel leukemikadalah 10a. Dibandingkan dengan metode PCR yang sensitifitasnya l0s-10-6, penentuan fenotip ini memang kurang sensitif, namun demikiandengan kombinasi antibodi monoklonal yang tepat seringkali relaps dapatdideteksi 1-6 bulan sebelum relaps itu tampak secara klinis.ae'78 Tabel 4memperlihatkan berbagai jenis kombinasi imunofenotip yang dapatdigunakan untuk mendeteksi MRD. 7eTabel4. Kombinasi imunofenotip untuk mendeteksi MRD FREQ FREQDALAM {%)# BMNOR\&L (% POS + SD)B-ALL* TdT-CD 1 0 (atau CD 1 9-CD34)/CD 1 3 0.02 + 0.01 TdT-CD l0 latru C D Io-CD.l+) CDil 0.03 + 0.02 TdT-CD 1 0 (atau CD 1 9-CD34)/CD*'65 TdT-CD10 (atau CD19-CD3 4)lCD21 0.02 + 0.01 TdT-CD10 (atau CD1 9-CD3 4)/CD56 0.02 + 0.01 0.03 + 0.01 CD3rt/CD56 <0.01 CDw65/CD34/TdT <0.01* Kurang lebih 35% sel mengekspresikan sedikitnya satu leukemia associated antigcn# Lebih dan 10% limfbblast leukemik Aplikasi flowcy'tometry multidimensional dan penggunaan antibodimonoklonal yang dipilih secara cermat sesuai yang dibutuhkan terbuktibermanfaat untuk mendeteksi MRD dengan sensitivitas cukup tinggi.+u zt' zo Selain untuk klasifikasi dan subklasifikasi leukemia flowcytometryakhir-akhir ini juga digunakan untukmenentukan prognosis leukemialimfositik kronik. Seperli diketahui leukemia lirnfositik kronik menunjukkan 485

perj alananpenyakityang sangatvariable. Pada sebagian pasien prognosisnyabaik dalam arti tidak memerlukan pengobatan, tetapi pada sebagian lainprognosisnya buruk dan memerlukan terapi segera.. Untuk membedakankedua subgroup tersebut identifikasi ekspresi CD38 danZAP-10 terbuktibermanfaat. Pada umumnya ekspresi CD38 disertai ekspresi Z,\P-70 danIgVH yang unmutated menunjukkan tingkat progresivitas penyakit yanglebih tinggi.so'8'Kinetik sel dan status ploidi Penentuan kinetik sel dan kandungan DNA dapat memberikan informasitentang kecepatan proliferasi dan status ploidi DNA yang berkaitan eratdengan prognosis. Salah satu aplikasi klinik analisis sitokinetik yang sudah banyak dilakukan adalah untuk memprediksi prognosis pada kanker parytdara, terutama pada kasus dengan kelenjar getah bening (KGB)negatif. Sudah terbukti bahwa pada kanker payudara ada korelasi antaraDNA aneuploid dengan status diferensiasi buruk dan ekspresi reseptorestrogen rendah. Banyak penelitian telah mengungkapkan bahwa penderitakankerpayudara dengan tumoryang diploid dan KGB negatifmenunjukkanmas'a bebas penyakit dan survival yang jauh lebih panjang dibandingmereka dengan tumor aneuploid. Namun demikian beberapa peneliti lainmenyatakan bahwa parameter S-phase fraction (SPF) merupakan faktor,prognostik yang lebih kuat dibanding status ploidi DNA. Nilai SPF rendahmerupakan prediktor independen untuk tingkat kekambuhan yang lebihrendah dan suvival yang lebih panjang.s2'83'84 Tabel 5 memperlihatkan profilstatus ploidi dan SPF pada beberapa jenis kanker.85 dan tabel 6 : Maknastatus ploidi dan SPF sebagai faktor prognostik s6Tabel 5: Profil status ploidi dan SPF pada berbagaijenis kanker (Kresno dkk8s) Rendah:,', Interm Titiggir.Par,rrdnra 57 18 26 31 22.72 10 12 35 01 83538.44534 7 Paru 43 10 119 18.767',| 6 8 Orbita , 20 0372328.163423 40 11 13 3 17 20.38 5 119 Larins 30R.ekfum 20 KNF 25 32 3 22 18.48 8 Total,' I9' 3'7Singkatan: SPF- S-phase fraction; ID:indeks DNA; KNF:kanker nasofaring486

Tidak semua kasus pada tabel 5 dapat dipantau perjalanannya, tetapidari jenis yang dapat dipantau terungkap bahwa kanker rektum dannasofaring yang aneuploid disertai SPF tinggi menunjukkan responsbaik terhadap radiasi. Tetapi dalam pemantauan selanjutnya terbuktibahwa walaupun menunjukkan respons yang baik terhadap terapi, 50% djantara tumor dengan SPF tinggi dan 43oA di antara tumor yang aneuploidmenunjukkan residif dalam waktu 7 bulan hingga 2 tahun.85 Dari kankerlaring diperoleh data bahwa ada korelasi yang signifikan antara status ploididengan metastasis ke kelenjar getah bening, yaitu risiko untuk metastasisadalah 1.7x lebih tinggi pada tumor aneuploid dibanding diploid. Korelasisignifikan juga dijumpai antara SPF dengan stadium, yaitu risiko untukstadium tinggi adalah 2.5 x lebih tinggi pada tumor dengan SPF tinggidibanding SPF rendah. Analisis ketahanan hidup juga rnembuktikan bahwaSPF merupakan faktor prognostik yang lebih baik dibanding stadiummaupun grade histologik.sTTabel 6. Nlakna status ploidi dan SPF sebagai faktor prognostik Hubungannyadengan survival advantage 83 Diploid SPF rendah ++paludaraiLeher/kepalaMelanomaiI .imfomaAMLlALL Implikasi klinik dari penentuan kinetik sel adalah untuk menunjangkeputusan klinik dalam memberikan terapi adjuvan atau untuk memprediksipasien yang akan memperoleh manfaat paling besar dengan pemberianterapi adjuvan. 48'l

Circulating cancer cell (CTC) Identifikasi dan pengukuran jumlah CTC dapat digunakan untukmenentukan prognosis dan survival. Gambar 5 memperlihatkan jumlahCTC pada orang sehat dan penyakit non-malignan serta pada berbagaikeganasan. Tampak bahwa pada berbagai jenis kanker dalam statusmetastasis jumlah CTC dalam sirkulasi meningkat. Dalam gambar initampak bahwapadaorangsehat dan non-malignan, jumlah CTC kurang dari5 per7,5 ml darah, sedangkan padaberbagai jenis fumor ganas, khususnyayang bermetastasis, jumlahnya di atas 5 per 7,5 ml darah, sehingga nilai5 dianggap oleh beberapapakat sebagai cut-offuntuk jumlah CTC dalamsirkulasi.s82&O2-t6*at ei0x r*' Ifi 562.- r.fqiils rFsE 50x 1..s-g ft 351'.oe t01-E,FJ gt-mE gs-Ir 45 rF:L.s 4+ J'J-t)rL 35(FJ 3C- ffi ?5- ffi 2*- at. 1S ffi ih ffi rttlt o 5* e.€Et Lutrg Cclo.Htal ovBri8n Pancre*ia *6rs Normals ftenigf,s sfa6 atre f,anc*r TypesGambar 5. Jumlah CTC pada berbagai jenis kanker, penyakit non-malignan dan orang sehat. (dikutip dariAllard 88) Pada gambar 6 tampak bahwa dengan nilai cut off yang sama, yaitujumlah CTC 5, pragression free survival (PGS) pada mereka denganjumlah CTC < 5 lebih baik dibanding mereka dengan jumlah CTC > 5.8e488

pr**Hliry atr pr*e$?*;i*rl4ra* *re*iq* i%3 * l-l!::e.rt+-_!-j ffi i:i::E ::1 ;.-; * fl F * t.r:?: fl#s& .s!! .Fi q4;fi I tj+ +:F:.F:3 :t]+, l;rft 713\"3 :f $S Tirr* frsnr $r*t {FiIqsqF {*,tv*}Gambar 6. CTC dalam penatalaksanaan kanker payudara.8ePetanda ganas molekuler Penerapan teknologi DNA dan teknologi biologi molekuler lain telahmemungkinkan identifikasi perubahan minimal pada gen yang tidakdapat diperlihatkan dengan penentuan kariotip. Walaupun pengembanganmetode diagnostik molekuler dan aplikasinya di klinik sebagian besarmasih dalam taraf penelitian, banyak harapan ditujukan pada hasilperkembangan bioteknologi itu untuk diterapkan di klinik. Berdasarkananggapan bahwa kanker merupakan manifestasi kelainan gen, besarkemungkinan identifikasi kelainan gen dapat digunakan sebagai biomarkeruntuk menunjang diagnosis dini, bahkan pada keadaan tertentu digunakansebagai faktor risiko atau faktor prediksi progresivitas tumor\"a'25 Biomarker yang digunakan untuk skrining harus mampu mendeteksikanker secara dini dengan ketepatan dan sensitivitas tinggi. Jenisbiomarker yang diperiksa tergantung dari tujuan pemanfaatannya, apakahakan digunakan untuk mengetahui paparun (exposure), menentukan risiko,deteksi dini, prognosis atau respons terapi, dan tidak kalah penting adalahketersediaan metode analisis yang sesuai.57 Sudah diketahui bahwa sebagian besar tumor dalam perjalananpenyakitnya berubah menjadi lebih agresif dan menunjukkan sifat-sifat lebih ganas. Fenomena ini berlangsung secara bertahap dan setiaptahap ditandai berturut-turut dengan perubahan-perubahan genetik dan 489

sitogenetik secara spesifik. Contoh yang jelas tampak pada kasus leukemiamielositik kronik, di mana penderita dengan translokasi t(9;22) dapathidup selama bertahun-tahun. Leukemia dengan tingkat keganasan rendahini akan menjadi progresif (mengalami. krisis blastik) apabila dalamperjalanan penyakitnya terjadi mutasi gen yang lain misalnya terbentuknyavarian kromosom Ph, trisomi 8, ekspresi c-myc atau mutasi p53. Hal samadijumpai pada limfoma sel B dengan t(1a;18) yang dianggap sebagailimfoma dengan tingkat keganasan rendah, tiba-tiba menjadi lebih agresifbila terjadi mutasi tambahan misalnya mutasi c-myc atau translokasi l7q.Dengan demikian analisis kromosom (sitogenetik) dikombinasikan denganteknik biomolekuler sangat bermanfaat untuk memprediksi peningkatanagresivitas kanker.87 Distribusi kelainan gen pada kanker dapat digunakan sebagai dataepidemiologi molekuler dan melengkapi data epidemiologi klinik yangdigunakan unfuk menentukan faktor risiko dalam satu populasi. Banyakupaya dilakukan untuk mengevaluasi kemungkinan penerapan genelictesting untuk menentukan kecenderungan timbulnya kanker padapopulasi risiko tinggi. Data epidemiologi molekuler bukan saja pentingunfuk menentukan dasar-dasar molekuler dari kecenderungan seseorangmenderita kanker tertentu, tetapi juga dapat digunakan sebagai faktorprognostik molekuler yang menggambarkan sifat biologis tumor yangberkaitan erat dengan respons tumor terhadap terapi, sehingga parameteritu juga dapat digunakan untuk seleksi pengobatan yang lebih tepat. Tabel7 memperlihatkan beberapa jenis kanker yang sering dijumpai dalamkeluarga dan kelainan gen yang menyertainya.TabelT . Jenis kanker yang sering dijumpai dalam satu keluarga Jenis kanker Lokasi kromosom BRCSl BRCA2yudara/ovarium 17q I MSH2 2p MLH2 Jp PM52 7 5q APC, MCC llp P53 DCC 1 INK4A 9p CDK4 I2(490

Beberapa contoh aplikasi klinik yang sudah digunakan di banyak pusatkanker terkemuka adalah deteksi dini dan penentuan faktor prognostikmolekuler pada kanker kolorektal dan kanker payudara. Deteksi dinikanker kolorektal dapat dilakukan dengan menganalisis onkogen K-rasdalam tinja..Tumor kolon sebesar I cm3 mengandung lebih dari 10e sel,dan secara teoretis sel-sel kanker yang mengandung onkogen K-rasmutan dilepaskan ke dalam saluran cerna, sehingga analisis K-ras denganteknologi DNA dapat digunakan untuk deteksi dini yang jauh lebih spesifikdibanding pemeriksaan darah samar yang selama ini digunakan.86 Salahsatu faktor prognostik molekuler untuk kanker paludara adalah penentuanekspresi neu/HER atat c-erbB2. Protein yang disandi oleh gen ini adalahp 1 85 atau p 1 85erbB2. Ekspresi c-erbB2yang berlebihan menunjukkan tingkatproliferasi dan insidens residif lokal serta mikroinvasi yang lebih tinggidibanding kanker payudara dengan c-erbB2 negatif. Namun demikian,penderita dengan ekspresi berlebihan c-erbB2 menunjukkan responskemoterapi adjuvan lebih baik dibanding mereka dengan ekspresi minimal,sehingga penetapan gen ini dapat digunakan untuk menseleksi penderitayang akan memperoleh keuntungan dengan kemoterapi adjuvan'11'53 Kanker paludara herediter mendapat publikasi yang sangat luas dalambeberapa tahun terakhir setelah ditemukan gen yang diduga bertanggungjawab atas penyakit itu. Sekitar 4-5% kanker pay'udara disebabkanpredisposisi keturunan. Pengertian predisposisi adalah minimal 3 orangairggota keluarga tingkat satl ffirst degree relatives) menderita kankerpayudara. Gen yang diduga berlanggung jawab atas kelainan herediteritu terletak pada kromosom 17q disebut BRCA1 dan yang terletak padakromosom l3p disebut BRCA2. Mutasi germline BRCA1 dijumpai pada500/o anggota keluarga dengan predisposisi kanker payudara hereditertdan pada 90% anggota keluarga dengan predisposisi kanker payudaradan ovarium. BRCA1 berfungsi sebagai regulator negatif, sehinggadikelompokkan ke dalam gen supresor dan berperan meningkatkantranskripsi gen DNA repair. Mutasi gen BRCAI atau BRCA2 beraklbatgangguan pada siklus dan proliferasi sel dan meyebabkan kanker payudaradan atau ovarium.TT'78'7e'80 Pembawa gen BRCA1 dan atau BRCA2 dalamkeluarga penderita kanker pay'udara mempunyai risiko tinggi kanker dikemudian hari sehingga memerlukan pemantauan yang lebih ketat-60'e2Mutasi p53 juga dapat digunakan sebagai faktor prognostik dan faktorprediksi respons terapi pada kanker payudara dan beberapajenis kankeryang lain. Masa bebas penyakit 8 tahun pada kanker paSudara adalah 820/o 491

pada penderita dengan p53 normal KGB negatif dibanding hanya 600/opada penderita dengan mutasi p53 KGB negatif, sedangkan pada penderitadengan KGB positif perbandingannya adalah 56%bila p53 normal dan20%bilap53 mutasi.e3 Pada leukemia teknologi DNA sudah lama digunakan untukmendeteksi sisa sel leukemik. Dengan cara ini sisa sel leukemik dapatIdideteksi dengan sensitivitas deteksi sel di antara 105-106 sel normal.Deteksi sisa sel leukemik dapat dilakukan dengan menggunakan probespesifik untuk masing-masing penderita Qtatient specffic) atau probe spesifik untuk jenis leukemia tertentu (disease specific').aeRINGKASANDalam mengatasi masalah diagnosis kanker akhir-akhir ini perhatiandiarahkan pada berbagai substansi yang diharapkan dapat memberikaninformasi tentang perhrmbuhan tumor dan disebut sebagai petanda tumor(petanda ganas). Dengan perkembangan bioteknologi saat ini dimungkinkanuntuk mengidentifikasi dan mengukur kadar petanda ganas molekuler yangdapat digunakan bukan saja untuk menunjang diagnosis tetapijuga sebagaifaktbr prediksi, prognosis, bahkan sebagai terapi target dan menuju ke arah\"personalized medicine\". Petanda ganas molekuler menunjukkan gambaranyang sama dengan gambaran genetik dan epigenetik tumor sehingga.dianggap berasal dari tumor. Karena petanda ganas ini dapat dilepaskanke dalam sirkulasi, maka identifikasinya dalam darah merupakan cara non-invasif untuk mendeteksi kanker.RUetUKAN1. Reinholz MM, Nibbe A, Jonart LM, Kitzman K, Suman VJ, Ingle JN, et al. Evaluation of a panel of tumor markers for molecular detection of circulating cancer cells in women with suspected breast cancer. Clin Cancer Res 2005; 1I(10):3722-322. ZhouL, Liu J, Luo F. Serum tumor markers for detection of hepatocellular carcinoma. World J Gastroenterol 2006; l2(8): 1175-813. Cho WC. Nasopharyngeal carcinoma: molecular biomarker discovery and progress. Mol cancer 2007,6:1. Dir.mduh dari http://www.molecular-cancer.com/ contentl6/lll4. Greenberg AK, Lee MS. Biomarkers for lung cancer: Clinical uses. Curr Opin Pulm Med 2007; l3(4):249-555. Zellinger R, Obermayr E, Fink-Retter A, Heinze G, Reinthaller A, Horvat R, et al. Molecular markers for circulating tumor cells in breast cancer. J Clin Oncol 2011;9 (suppl27):2236. Chan KC, Lo YM. Clinical applications of plasma Epstein-Bar virus DNA analysis and protocols for the quantitative analysis of the size of circulating Epstein-Barr virus DNA. Methods Mol Biol 2006:336:1lI-21492

7. Tan EL, Looi LM, Sam CK. Evaluation of plasma Epstein-Barr virus DNA load as prognostic marker for nasopharyngeal carcinoma. Singapore Me d J 2006; 47 : 803-'/8. Kohler C, Barekati Z, Radpour R, Zhong XY. Cell free DNA in the circulation as a potential cancer biomarker. Anticancer Res 20 1 1 ; 3 I (8) : 2623 -289. Mead R, Duku M, Bhandari P, Cree IA. Circuiating tumour markers can deflne patients with normal colons, benign pol1ps and cancer. Brit J Cancer 2011;105:239-4510. Schwarzenbach H, Hoon DSB, Pantel K. Cell free nucleic acids as biomarkers in cancer patients. Nature Rev Cancer 20ll;11:426-3711. Bepler G, Begum M, Simon GR.Molecular analysis-based treatment strategies for non-small-ceil lung cancer. Cancer Contr 2008; 15(2): 130-912. Reuben JM, Lee BN,Li C, Gao H, Brogilio KR, Volero V et al. Circulating tumor cells and biomarkers: Implications for personalized targeted treatment for metastatic breast cancer. Breast J 2010; 16:327-3013. Daenen LGM, Voest EE. Finding predictive biomarkers for anti vascular endothelial growth factor heatment; a mission imposible? Am Soc Clin Oncol 2011; 29l.254-5614. Kelley RK. What clinicians need to lmow about molecular markers in solid tumors. Medscape Educ Oncol 201 1 .15. Weinberg RA. The biology and genetics of cells and organism. Dalam: The biology of cancer NY, Garland Sc 2007: l-2416. Weinberg RA. The nature of cancer. Dalam: The biology of cancer. NY. Garland Sc 2007 25-5617. Weinberg RA. Multistep tumorigenesis. Dalam: The biology of cancer. NY, Garland Sc 2007: 399-46218. Grady WM, Carethers JM. Genomic and epigenetic instability in colorectal cancer pathogenesis. Gastroenterol 2008; diunduh dari: http:i/www.biowizard.com/pm.19. Arnold CN, Goel A, Blum HE, Boland CR. Molecular pathogenesis of colorectal cancer:implications for molecular diagnosis. Cancer 2005; 1 04( 1 0): 2035-4720\". Luxen S, Belinsky SA, Knaus KG. Silencing of DOIIX NADPH oxidases by promoter hypermethylation in lung cancer. Cancer Res 2008; 68: 1037-4521. Brock MV, Hooker CM, Ota-Machida E, Han X Guo M, Ames S et a1. DNA methylation markers and early recurence in stage I lung cancer. N Engl J Med 2008; 358:1116-2822. Hawley Nl, Pandolfi PP. Etiology of cancer: Cancer susceptibility syndrome. Dalam: deVitta V! Lawrence TS, Rosenberg SA (eds). Cancer: principle and practice of oncology vol 1, 8'h ed Philadelphia, Lippincott Willliams & Wilkins 2008: 157-6823. Wang JCY Dick JE. Cancer stem cells. Dalam: deVitta V! Lawrence TS, Rosenberg SA (eds). Cancer: Principles and practice of oncology vol 1, 8'h ed. Philadelphia, Lippincott Williams &Wilkins 2008; 13 5 -4624. ChanDW, Schwartz MK. Tumor markers: introduction and general principles. Dalam: Diamandes EP, Fritsche HA, Lilja H, Chan DW, Schwartz MK (eds). Tumor markers: Physiology, pathobiology, technology and clinical application. Washington DC, AACC Press 2002: 9-1725. Hayes DF. Biomarkers. Dalam: devitta VT, Lawrence TS, Rosenber SA (eds). Cancer: Principle and practice of oncology vol 1 8'h ed, Philadelphia, Lippincott Willimas & Wiikins 2008;7'74-8026. Barak V. Cytokines as tumor markers. J Tumor Marker Oncol 1996; ll(2):60-327. Schmitt M, Magdolen V, Reunig U, Harbech N. uPA and PAI-1 in breast cancer. Dalam Diamandes EP, Fritsche HA, Lilja H, Chan DW, Schwartz MK (eds). Tumor markers: Physiology, pathobiology, technology and clinical application. Washington DC, AACC 493

Press 2002: 445-4828. MajoloA,TuaA,CrignaniG.Hemostasisandcancer: tumorcellsinducetheexpression of tissue factor-like procoagulant activity on endothelial ceils. Haematologica 2002: 87 624-2829. Boccaccio C, comoglio PM. A functional Jole for hemostasis in early cancer developpent. Cancer Res 2005; 65(19): 8579-8230. Rees LH. Concepts in ectopic hotmone production. Clin Endocrinol2001;5:363-7231. Uenishi ! Kubo S, Hirohashi K, Tanaka H, Shuto lYamamoto I Nishiguchi S. Cfokeratin-l9 fragments in serum (Cyfra2l-1) as a marker in primary liver cancer. BI J Cancer 2003; 88: 1894-9932. Chang KH, Rlti HS, Chang SJ, Blun YJ, Lee JP. Relationship between pre-treatment serum SCC (squamouscell carcinoma) antigen, Cyfra2l-l levels and sur-vival in squamous cell carcinoma of the uterine ceffix. Cancer Res Treat 2005;37(5):302-633. Beresford MJ, Wiison GD, Makris A. Measuring proliferation in breast cancer: practicabilities and applications. Breast cancer Res 2006; 8: 216. Diunduh dati:httpll breast-cancer-research. com/content/8/6/2 1 634. American Society of Clinical Oncology (ASCO) 2006; ASCO patients guide: understanding tumor markers for breast and colorectal cancer. Diunduh dari'. httpll asco.org/asco/shared,/asco.print.view/ 1 . 1 i 6835. American Society of clinical oncology. Update of recommendations for the use of tumor markers in breast cancer. J Clin Oncol 2007; 25:. 1-2636. American Cancer Society (ACS) guidelines for the eariy detection of cancer. Diunduh dari : http://www. cancer.org/docroot/PED/content?ED37. National Comprehensive Cancer Network (NCCN) 2007. Clinical Parctice guidelines in oncology. Breast Cancer. Diunduh dari: htQ://nccn.orqEo.le$ienalq /physician- g1s/PDF/breast38. Hou JM, Krebs M, Ward T, Monis K, Sloane R, Blackhall F, Dive C. Circulating tumor cells, enumeration and beyond. Cancer 2010; 2:1236-5039. Pierga J! Halage D, Bachelot T, Delaloge S, Brain E, Campone M, et al. High ondependent prognostic and predictive value of circulating tumor cells compared with serum tumor markers in a large prospective trial in first-line chemotherapy for metastatic breast cancer patients. Annals Oncol 2011; Diunduh dari http://annone. oxfordj oumals.org/40. Swaby RF, Cristofanilli M. circulating tumor cells in breast cancer: A tool whose time has come of age. BMC Med 2011;9:43. Diunduh dari http://www.biomedcentral. coml174l-70151914341. Patel AS, Allen JE, Dicker DT, Peters KL, Sheeham JM, Glantz MJ, El-Deiry S. Identification and enumeration of circulating tumor cel1s ih the cerebrospinal fluid ofbreast cancer patients with central nervous system metastases. Oncotarget 2011. Diunduh dari www.impactjournals.com/oncotarget42. Tewes M, Aktas B, Welt A, Mueller S, Hauch S, Kimmig R, et al. Molecular profiling and predictive value of circulating tumor cells in patients with metastatic brest cancer: an option for monitoring response to breast cancer related therapies. Breast cancer Res Treat 2009; 115: 581-9043. Punnoose EA, Atwal SK, Spoerke JM, Savage H, Pandita A, Yeh RF, et al. Molecular biomarker analysis using circulating tumor cells' PLoS One 2010; 5(9): el25l7. doi: 1 0. 1 37 1/jounal.pone.00 125 1 7 44. Teama SH, Agwa SHA. Detection of circulating tumor cells by nested RI-PCR targeting EGFR/CEA/CK20mRNAs in colorectal carcinoma patietns. The Egypt J Med Hum Genom 2010; 11: 173-80 494

45. Lin SR, Huang M! Chang HJ. Molecular detection of circulating tumor cel1s with multiple mRNA markers by genechip for colorectal cancer early diagnosis and prognosis prediction. Genom Med Biomark Health Sc 2011; 3(10): 9-1646. Charalabopoulos K, Cogali A, Lostoula OK, Constantopoulos SH. Cadherin superfamily of adhesion molecules in primary lung cancer. Exp Oncol 2004; 26(4): 2s6-6047. Abbas AK, LichtmanAH, Pilai S. Principle features of selected CD molecules. Dalam Cellular and molecular immunology 6\"' ed. Philadelphia, WB Saunders 2007: 519-2448 El-Sissy AH, El-Mashari MA, Bassuni Wl El-Swaayed AF. Aberrant lymphoid antigen expression in acute myeloid leukemia in Saudi Arabia. J Egypt Nat Cancer Inst 2006; 18(3): 244-4949 Craig FE, Foon KA. Flowcy'tometric immunophenotlping for hematologic neoplasms. Blood 2008; 111(8): 3941-6750. Kantarijan KR, Druker BI,Talpaz M. Philadelphia chromosome-positive leukemia: from basic mechanism to molecular therapeutics. Ann Int Med 2003; 138(10): 819-3051 Shi RZ, Morissey JM, Rowley JD. Screening and quantification of multiple chromosome translocations in human leukemia. Clin Chem 2003;49(7):1066-7352. Breems DA, Van Putten WLJ, De Greef GE, Van Zelderen-Bhola SL, Gerssen-Schoorl KBJ, Mellink HM et al. Monosomal karyotype in acute myeloid leukemia: a better indicator of poor prognosis than a complex karyotype. J Clin Oncol 2008; Diunduh dari: http://jco.ascopubs.org/cgi/content/JCO.200853 Salido M, Tusquets I, Corominas JM, Suarez M, Espinet B, Corzo C, et al. Polysomy of chromosome 17 in breast cancer tumors showing an overexpression of ERB2: a study of 175 cases using fluorescence in situ hybridization and immunohistochemistry. Breast Cancer Res 2005; '7 : R267 -R27354. Orsetti B, Nugoli M, Cervera N, Lasorsa L, Chucana P, Rouqe C, et al. Genetic profiling of chromosome 1 in breast cancer: mapping of regions of gains and losses and identification ofcandidate gene in 1q. Br J Cancer 2006; 95(10): 1439-4755 Bailey-Wilson JE, Amos CI, Penney SM, Peterson GM, de Andrade M, Wiest JS et al. A major lung cancer susceptibility locus maps to chromosome 6q23-25. Am J Hum Genet 2004; 7 5 (3) : 460 -7 456 Scotto L, Narayan G, Nandula SV Subramaniyam S, Kaufmann AM, Wright JD. Integrative genomic analysis of chromosome 5p gain in cervical cancer reveals target over-expressed gene, including DROSHA. Mol Cancer 2008;7: Diunduh dart:http:ll www.pubmed. central.nih. gov/article.render. fc gi57 Maruvada P, Wang W, Wagner PD, Srivastava S Biomarkers in molecular medicine: cancer detection and diagnosis.. BioTechniques 2005; 3 8: S9-S 1 558 Moses W, Weng J, Sansano l, Peng M, Khanalshar E, Ljung BM, et a1. Molecular testing for somatic mutations improves the accuracy of thyroid flne-needle aspiration biopsy. W J Surg 2010. Diunduh dari: DOI 10.1007/s00268-010-0720-059. Punnoose EA, Atwal SK, Spoerke JM, Savage H, Pandita A, Yeh RF, et al Molecular biomarker analysis using circulating tumor cells. PloS ONE 2010; 5(9): e12517 doi: 1 0. 1 37 1/joumal.pone.00 I 25 I 760 Wehner M, Mangold E, Sengteller M, Friedrichs N, Aretz S, Friedl W, et al. Hereditary nonpolyposis colorectal cancer: pitfalls in deletion screening in MSH2 and MLH1 genes. Eur J Hum Genet 2005; 11: 983-8661. Walsh T, Casader S, Coats KH, Swisher E, Stray SM, Higgind J. Spectrum of mutations in BRCA1, BRCA2, CHEK2 and TP53 in families at high risk of breast cancer. JAMA 2006:295: I379-88 495

62. Weinberg RA. Cellular oncogenes. Dalam: The biology of cancer. NY, Garland Sc' 2007:91-lI863. Weinberg RA. Tumor suppressor genes. Dalam: The biology of cancer. NY.Garland Sc. 2007: 209-5464. Weinberg RA.pRB and control of the ce11 cycle clock. Dalam The biology of cancer. NY. Garland Sc. 2007: 255-30665. Brase JC, Wuttig D, Kuner R, Sultman H. Serum icroRNAs as non-invasive biomarkers for cancer. Moi Cancer 2010; 9: 306. Diunduh dari: http://www.molecular-cancer.com/ contentl9lll30666. National Cancer Institute G'JCI) 2006. Dictionary of cancer terms: Tumor marker. Diunduh dari: http ://www.nacb.org/Impg/tumor/chp3 o.thyroid.pdf67. National Caricer Institute (NCI) 2006. Tumor markers. Questions and answets. Diunduh dari : http://cancer.gov/cancertopic/factsheet/detectiori/tumor rn3{kgls68. Roessier M, Rollinger W, Mantovani-Endl L, Hagmann ML, Palmet S, Berndt P, et al. Identification of PSME3 as a novel serum tumor marker for colorectal cancer by combining two-dimensional polyacrylamide gel electrophoresis with a strictly mass spectrometry-based approach for data analysis. Molecular and Cellular Proteomics 2006: 5: 2092-210169. Sampath P, Weaver CE, Sungarian A, Cortez S, Alderson L, Stopa EG. Cerebrospinal fluid (vascular endothelial growth factor) and serologic (recoverin) tumor markers for malignant glioma. Diunduh dari: //C:\DOCUME-I\PROFSI-1\LOCALS-1\Temp\ tTiEFAHE-htm70. El-Sharkawy SL, El-Saied Abd El-Aal W Abd El-Monaem El-Shaer M, Abbas N, Youssef MF. Mammoglobin; Anovel tumor marker for breast cancer. Turkish J Cancer. 2007; 5\"7 (3): 89-9771. National Cancer Institute2007. Prostate cancer: Screening. Diunduh dari: http:lhuuu cancer. gov/cancertopiqs/72. Lindblom A, Liljegren A. Tumor markers in malignancies. Br Med J 2000;320: 424-'7'73. Liao Q, Zhao \?, Yang YC, Li LJ, Long X, Han SM. Combined detection of serum tumor markers for differential diagnosis of solid lesions iocated at the pancreatic head. Hepatobilliary Pancreat Dis Int, 2007;6(6): 641-4574. Maghadam AF, Stieber P. Sensible use of tumour markers 2nd ed Basel, Jurgen- Hartman Verlag 1993 75. Bonfrer JMC. Working Group on Tumor Marker Criteria (WGTMC). Tumor Biol 1990:11:287-976. Rawstron AC, Villamor N, Ritgen M. International standardization approach for flowcytometric residual disease monitoring in chronic lymphocytic leukemia' Leukemia 2007; 21: 956-64 77. Bain BJ, Barnett D, Linch D. Revised guideline on immunophenotlping in acute leukemia and chronic lymphoproliferative disorders. Clin Lab Haem 2002; 24:l-13 78. Kern W, Schninger S. Monitoring of acute myeloid leukemia by flowcy4ometry. Cur Oncol Rep 2003; 5(5): 405-12 79. CampanaD, Behm FG. Immunophenotyping of leukemia. J Immunol Methods 2000; 243:59-75 80.. Deaglio S, Valsitti T, Aydin S, Bergui L, D'Arena G, Bonello L, et al. CD38 and ZAP-'70 expression are functionally linked and mark CLL cells with high migratory potential.Blood 2007 ; I 10(1 2): 4012-21 81. Daneshpouy NE, Mognora ME, Gisselbecht G, Haadad A, Brice P, Marioliau JP et al. Zap-70 expression and CD38 positivity in B cell chronic iyrnphocl4ic leukemia. Clin Adv Hematol & Oncol 2008; 6: 55-63 496

82. Minchwitz G, Kuhn W, Kaufman M, Feichter GE, Heep J, Schmid H. prognostic impotance of DNA ploidy and S-phase fraction in endometrial cancer. Int J Gynecol Cancer 2002;4:250-5683. Cristi E, Petrone G, Toscano G, Yent A, Nori S, Santini D. Tumour proliferation, angiogenesis and ploidy status in human colon cancer. J Clin pathol 2005; 5 8 : 117 0-j 484. PeritoAE,Andre S, Pereiral Silva G, Soares J. DNAflowcy'tometrybutnottelomerase activity as predictor of disease free survival in pT 1-2,No/G2 breast cancer. pathobiol 2006;73:63-7085 Kresno SB, Harijanto SH, Haryono SJ. Aprofile of DNAploidy status and proliferative activity of solid tumors. Jap J Cancer and Chemother 2000; 20 (supp1): 505- 1386. Tannock IF. ceil proliferation. Dalam: Tannock IF and Hill RP.(eds) The Basic sciences of Oncology 2nd ed, Ny McGraw Hill Inc, 1992:153-687. Muryanto CH, Roezin A, Hermani B, Harijanto SH. Application of DNA ploidy and proliferative activif as prognostic markers for laryngeal carcinoma. Presented at the lTth Meetimg of The Intemational Academy of Tumor Marker Oncology, Hongkong 200088. Allard WJ, Matera J, Miller MG, Repollet M, Connelly MC, Rao C, et al. Tumor cells circulate in the peripheral blood of a1i major carcinomas but not in healthy subjects or I0patients with non-malignant disease. Clin Cancer Res 2009; 6897 -90489 Beveridge R. circulating tumor cells in the management of metastatic breast cancer patients. Comm Oncol 2007 ; 4(2): 79-8290. Gauwerki CE, Crose CM. Molecular genetics and cytogenetics of hematopoetic malignancirs. Dalam: Mendelsohn JM, Howley PM, Israel MA, Liotta LA (eds). The molecularbasis of cancer. Philadelphia, WB Saunders Co 1995: 18-3791 Villa E, Dugam A, Rebecchi AM. Identification of subjects at risk for colorectal carcinoma through test based on K-ras determination in the stool. Gastroenteroi 1996; 110:1346-5392. Lahad CL, Friedman E. Cancer risk among BRCA1 and BRCA2 mutation carriers. Br J Cancer 2007; 96: 1l-1593: Thor AD, Moor DH, II, Edgerlon SM. Accumulation of p53 tumor suppressor gene protein: an independent marker ofprognosis in breast cancer. J Natl Cancer Inst 1992; 84: 845-55 49',|


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook