Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Bab 25. Sanksi Pelanggaran Etik Kedokteran

Bab 25. Sanksi Pelanggaran Etik Kedokteran

Published by haryahutamas, 2016-04-02 20:13:16

Description: Bab 25. Sanksi Pelanggaran Etik Kedokteran

Search

Read the Text Version

25 faruxlr PrunccARAN Ellt< KeooxrERANTujuan ln*ruhrionql Khurus1. Menyebuthon butir-butir pelonggoron LSDI don KODEKI yong merupohon pelonggorqn etih murni don pelonggqrqn etih yqng seholigus merupohon pelonggoron huhum (etiholegol).2. Meneronghqn pedomqn yqng digunohqn dolqm mempertimbonghon hosus pelonggqrqn etih hedohteron.3. Menjeloshon prosedur penongqnon hqsus dugoon pelonggoron etih hedohterqn.4. Menjeloshqn sqnhsi-sonhsiyqng dopot dihenohqn dqlqm pelonggorqn etih hedohterqn.Pohoh Bqhqrqnt. Butii-butir LSDI dqn KODEKI yong bersifot etiho murnidon etiho yqng seholigus terhoit huhum.2. Pedomon dqlom mempertimbonghon berot ringqnnyo pelonggorqn etih hedohterqn.3. Prosedur penqngonon hqsus dugoon pelonggoron etih hedohteron.$ub-Pohoh Bqhqrqn1. Contoh-contoh hosus pelonggqrqn etih murni don pelonggorqn etih yong sehqligus merupohon pelonggqrqn huhum.2. Pedomon pertimbongon dolqm menongoni hosus-hosus pelqnggqrqn etih hedohteron.3. Prosedurdqn bodon-bqdon yong menqngoni hosus dugoon pelonggoron etih4. tsentuh-bentuh sqnhsi terhodop pelonggoron etih hedohteron. 173

174 Etiho Kedohteron don Huhum KesehotonDalam LSDI dan KODEKI telah tercantum secara garis besar perilaku atautindakan-tindalan yang layak dan tidak layak dilakukan seorang dokter dalammenjalankan profesinya. Namun, ada saja oknum dokter yang tega melakukanpelanggaran etik bahkan pelanggaran etik sekaligus hukum Qtiholegafi,lebih-lebihdalam lingkungan masyarakatyang sedang mengalami berbagai krisis akhir-akhirini, dan sebagian sanksi yang diberikan oleh atasan atau oleh organisasi profesikedokteran selama ini terhadap pelanggaran itu tidak tegas dan konsisten. Hal inidisebabkan antara lain oleh tidakjelasnya batas-batas antata yang boleh dan tidakboleh, antara yanglayakdan tidak layak dilakukan seorang dokter terhadap pasien;teman sejawat, atal masyarakat umumnya. Inilah bedanya etik dengan hukum.Hukum lebih tegas dan lebih objektif menunjukkan hal-hal yang merupakan pe-langgaran hukum sehinggajika terjadi pelanggaran dapat diproses sesuai denganhukum yang berlaku.Pelonggqrsn Etih Murni don EtiholegqlPelanggaran terhadap butir-butir LSDI dan KODEKI ada yang merupakan pe-langgaran etik semata-mata dan ada pula yang merupakan pelanggaran etik dansekaligus pelanggaran hukum. Pelanggaran etik tidak selalu berarti pelanggaranhukum, sebaliknya pelanggaran hukum tidak selalu merupakan pelanggaran etikkedokteran. Berikut ini diajukan beberapa contoh.I. Pelanggaranetikmurni 1. Menarik imbalan yang tidak wajar atat menarik imbalan jasa dari keluarga sejawat dokter dan dokter gigi. Hidup yang cenderung materialistis, hedonistis dan bersifat konsumeris- me dapat menyebabkan kecintaan terhadap material yang berlebihlebihan dan berakibat memancing keserakahan, dengan menarik imbalan jasa yang berlebihlebihan. Dalam melakukan peke{aan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi (KODEKI, Pasal3) 2. Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya. Sejaqrat adalah mitra ke4'a seorang dokter dan bukan saingan. Pembinaan kerja sama dalam satu tim harus selalu diupayakan guna kepentingan pasien. Anggota suatu tim harus saling hormat menghormati, saling bantu, saling belajar, dan saling ingat mengingatkan. Seorang dokter yang baik tidak me- nyalahkan sejawatnya di depan pasiennya (walaupun dokter itu benar-benar salah), tetapi secara bijaksana membahas kasusnya dengan sejawatnya dan sebaliknya mengembalikan pasien kepada sejawatnya yang pertama kali dikunjungi pasien tersebut. 3. Memuji diri sendiri di depan pasien. Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri (KODEKI, Pasal 4). Termasuk dalam hal memuji diri sendiri adalah mencautumkan gelar pada papan praktik yang tidak terkait dengan pelayanan jasa kedokteran yang diberikannya, mengadakan wawancara pers untuk mempromosikan cara pengobatan sesuatu penyakit, ataupun ber-

€*& 8s Sankcl Felqnggorqn Etlh Kedohteran 175 partisipasi dalam promosi obat, kosmetika, alat, dan taraRa kesehatan, makaRaR, miRuman, dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam deHarasi Muktamar IDI ke=?3 di Padang tanggal 12 December 1997, di= nyatakan bahwa pada dasarnya dokter sama sekali tidak boleh melibatkan diri dalam pelbagai kegiatan promosi, karcnapromosi t€rsebut selalu terkait kepada kepentingan=kepentingan yang sering kali bertentangan atau tidak menunjang tugas mulia kedokteran, Perbuatan dokler sebagai pemeran langsung suatu iklan promooi komoditi yang dimuat media massa dan/ataa elektrsnik merupakan perbuatan tereela karena tidak dapat disingkirkan penafsiran adanya suatu niat lain untuk memuji diri gendiri sebagaimana yang telah ditentukan dalam KODEKL Kendatipun pameran langsung promosi komoditi dilakukan dalam wahana ilmiah kedokteran, hal ini diangg\"ap juga suatu perbuaian tercela, apalagt jika tidak berlandaskan pe= ng,etahuan kedokteran tertinggi dalam bidangnya sehingga tidak diyakini oebagai produk yang layak diberikan kepada pasien, apa.Lagtr unt.uk dirinya sendiri ataupun kepada sanak keluarganya bila mengalami halyang sama, 4. Tidak pernah mengrkuti pendidikan kedokteran berkeeinambungan, Salah satu kewajiban dokter terhadap diri sendiri adalah senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/ kesehatan (KODEKI, Paoal 17), Ilmu pengetahuan dan teknologr kedokteran berkembang dengan pesat, lebih=lebih dalam tiga dekade terakhir ini, Setiap dokter harus mengikuti perkembangan ini baik untuk manftat diri sendiri dan keluarga! maupun untuk paoien dan masyarakat, Tuntutan maoyarakat akan pelayanan kedokteran yang bermutu dan mutakhir eesuai dengan per- kembangan Iptek Kedokteran global hendaknya ditanggapi oleh dokter dengan mengadakan konsolidasi diri, yaitu dengan mengikuti kursu.s:kursus, seminar, lokakarya, ataupun mengikuti program pendidikan spesialisasi/ sutrspesial isasi, 5, Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri, Dokter seharusnya memberi teladan kepada masyarakat dalam me: melihara kesehatan, melakukan peneegahan terhadap penyalut, berperilaku sehat sehingga dapat bekerja dengan baik dan tenang (KODEKI, Pasal 16), Jika dokter jatuh sakit, oelayaknya berobat kepada sejawatnya dan tidak mengobati diri sendiri,II. Pelanggaran etikolegal 1, Pelayanan kedokleran di bawah standar, Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi (KODEKI, Pasal 2), mem=- perhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh, yaitu promotif preventif, kurati{ dan rehabilitatif (KODEKI, Pasal 8) dan mem- pergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan pasien (KODEKI, Pasal 10)\" Dengan demikran, seorang dokter yang memberikan pelayanan kedokteran di bawah standar menrpakan suatu tindakan mal= praktik, dan dapatdikenakan Pasal350 KUHP, yang berbunyi \"Barang siapa

176 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehaton karena kesalahannya menyebabkan orang lain mendapat llka berat atau luka sedemikian sehingga berakibat penyakit atau halangan sementara untuk menjalankan jabatan atau pekery'aannya, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun. Padahal seorang dokter senantiasa membaktikan hidupnya guna kepentingan perikemanusiaan (LSDI, butir 1), menjalankan tugasnya dengan mengutamakan kepentinga.n masyarakat (LSDI, butir 1), menjalankan tugasnya dan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien (LSDI, butir 7). Menerbitkan surat keterangan palsu. , Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya (KODEKI, Pasal T).Jadi, jika seorang dokter menerbitkan surat keterangan cuti sakit berulang kali kepada seorang tahanan, padahal orang tersebut mampu menghadiri sidang pengadilan per- karanya, dalam hal ini dokter telah melanggar etik dan juga KUHP Pasal 267 yangberbunyi \"Dokter yang dengan sengaja memberi surat keterangan palsu tentang adanya atau tidak adarrya penyakit, kelemahan ata:u cacat, dihukum dengan hukuman penjara selama 4 tahun\". J. Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan dokter. Sejak zaman Hippokrates rahasia pekerjaan dokter menduduki tempat yang penting dalam hubungan dokter dengan pasien. 'Apapun yang saya dengar atau lihat tentang kehidupan seseorang yang tidak patut disebar- luaskan, tidak akan saya ungkapkan karena saya harus merahasiakahnya (Sumpah Hippokrates, butir 9). Prinsip ini tercantum pula dalam LSDI, butir 5 yang berbunyi \"Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai dokter\", sedangkan dalarir KODEKI Pasal 12 tercantum bahwa setiap dokter wajib merahasia- kan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkanjuga setelah pasien itu meninggal dunia.Jadi, seorang dokter yang menyebarluas- kan rahasia pribadi pasiennya di depan orang atau sekelompok orang lain sehingga atas pengaduan pasien bersangkutan, dokter dapat dituntut di depan pengadilan. Dokter tersebut yang dengan sengaja membuka suatu rahasia yang wajib disimpannya karenajabatan atau pekerjaannya baik yang sekarang maupun yang dulu, dihukum dengan hukuman penjara selama- lamanya 9 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 600,- (harus disesuai- kan dengan keadaan moneter saat ini) (KUHP, pasd'322). Lain halnyajika dokter menjadi saksi ahli di pengadilan, yang mempunyai peraturan ter- sendiri. 4. Abortus provokatus. Masalah abortus telah dibahas di berbagai pertemuan ilmiah dalam lebih dari 3 dekade terakhir ini, baik di tingkat nasional maupun regional. Namun, hingga saatiniRancangan Peraturan Pengguguran Berdasarkan Pertimbangan Keslhatan belum terwujud. Secara umum hal ini telah dicantumkair dalam UU No. 23 Thhun 1992 tentang Kesehatan, namun Peraturan Pemerintah yang mengatur hal ini belum diterbitkan hingga sekarang. Begitu pula belum ada petunjuk bagairnana seharusnya sikap dokter yang menyangkut tindakan

84/ 25 Sonhsi Pelonggorqn Etih Kedohteron 177 abortus provokatus para kasus-kasus misalnya perkosaan, kehamilan pada wanita dengan grande multipara (telah banyak anak), dan kegagalan kontra- sepsi. Seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani (KODEKI, Pasal 7d). Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, menyatakan bahwa dalam keadaan darurat, sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medik tertentu dan ini dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian, dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya dan dilakukan pada sarana kesehatan tertentu. Dalam KUHP secara rinci terdapat pasal-pasal yang mengancam pelaku- pelaku abortus ilegal sebagai berikut. a. Wanita yang sengaja menggugurkan kandungan atau menyuruh orang lain melakukannya (KUHP, Pasal346, hukuman maksimum 4 tahun). b. Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita tanpa seizinnya (KUHP, PasaI 347, hukuman maksimum 12 tahun dan bila wanita ter- sebut meninggal, hukuman maksimum 15 tahun). c. Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita dengan seizin wanita tersebut (KUHP, Pasal34B, hukuman maksimun 5 tahun 6 bulan dan bila wanita tersebut meninggal, maksimum 7 tahun). d. Dokter, bidan atau juru obat yang melakukan kejahatan di atas (KUHP, Pasal 349, hukuman ditambah sepertiganya dan pencabutan hak pe- kerjaan).5. Pelecehan seksual. Hubungan pasien dengan SpOG merupakan hubungan yang sangat khusus karena menyangkut pelayanan kesehatan reproduksi. Peluang untuk melakukan pelecehan seksual terbuka lebih lebar dibandingkan dengan pelayanan kesehatan oleh disiplin lain Ilmu Kedokteran. Sejak zaman Hippokrates masalah ini telah disorot dengan sumpahnya, \"Rumah siapa pun yang saya masuki, kedatangan saya itu saya tujukan untuk kesembuhan yang sakit dan tanpa niat-niat buruk atau mencelakakan dan lebih jauh lagi tanpa niat berbuat cabul terhadap wanita ataupun pria, baik merdeka mau- puan hamba sahaya\". Selanjutnya dalam LSDI secara umum dicantumkan bahwa seorang dokter senantiasa menjalankan tugasnya dengan cara ter- hormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaannya (LSDI, butir 3) dan akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran (LSDI, butir 2). Dari segi hukum, pengertian perbuatan cabul (pelecehan seksual) adalah perbuatan yang sengaja dilakukan untuk membangkitkan nafsu birahi atau nafsu seksual di luar perkawinan termasuk persetubuhan. Dalam KUHP secara rinciterdapat pasal-pasal tentang sanksi terhadap kejahatan kesusilaan, yaitu sgbagai berikut. a. Barang siapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan me- maksa seorang wanita yang bukan isterinya, bersetubuh dengan dia (Pasal285 KUHP), hukuman maksimum 12 tahun.

178 Etlhs Xedohteron dqn Hukum Kcrchctqn b, Barang siapa bersetubuh dengan wanita yang bukan isterinya, padahal diketahui wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya (Pasal 286 KUHP), hukuman maksimum 9 tahun. Barang siapa bersetubuh dengan wanita yang bukan isterinya, padahal diketahuinya atau patut disangkanya umur wanita itu belum cukup 15 tahun atau belum pantas buat dikawin (Pasa|287 KUHP), hukuman maksimum 9 tahun. Pejabat yang melakukan perbuatan eabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya atau dengan orang yang penjag'aannya dipereayakan atau diserahkan kepadanya (pasal294 KUHP), hukuman maksimum 7 tahun. Pengurus, dokter, guzu, pegawai, pengawas, atau pesuruh dalam peqjara, tempat pekerjaan Regara, tempat pendidikan, mmah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa, atau lembaga sosial yang melakukan perbuatan eabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya (Pasal 294 KUHP), hukuman maheimum 7 tahun.Proredur Pcnsngqnqn DcgEqn Pelqnggqrqn EtlhDalam Bab VIII, UU RI No. ?9 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dinyatakantrahwa untuk menegaktrean disiplin dokter dan dokter grgi dalam penyelenggaraanpraktik kedokteran dibentuk Majelis KehormataR Disiplin Kedokteran (MKDKD'Majelis ini merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)dalam menjalankan tugasnya bersifat independen.MKDKI bertugas: 1, Menerima pengaduan, memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter grgr yang diajrikan 2. Menyusun pedoman dan tataearu pcnanganan kasus pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi,Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokteratau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan seearateftulis kepada Ketua MKDKI atau sceara lisan jika tidak mampu secara tertulis.Pengaduan sekurang-kurangnya berisi identitas pengadu, nama dan a\amat tempatpraktik dokter atau dokter grgr, dan waktu tindakan dilakukan serta alasanpengaduan, Pengaduan tersebut di atas tidak menghilangkan hak setiap oranguntuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etik, MKDKI meneruskanpengaduan pada organisaoi pro{bsi (lDI, MKEK). Apabila terdapat bukti-buktiawal adanya dugaan tindak pidana, MKDKI meneruekan pengaduan tersebutkepada pihak yang benvenang. Apabila terdapat pelanggaran disiplin oleh dokter atau dokter gigi, MKDKIdapat memberikan canksi disiplin berupa peringatan tertulis, rekomendasi pen=eabutan Surat Tanda Regictrasi (STR) atau Surat Izin Praktik (SIP) atau wajib

8a/ 85 Sanhgl Felonggoron Etlh Kcdohtersn 179mengikuti pendidikan/pelatihan kembali di Institugi Pendidikan Kedokteran,Tuju=annya adalah untuk penegakan disiplin dokter dan dokter gigr, yaitu penegakanaturan=aturaR danlatau ketentuan penerapan keilmuan dalam hubungannya dc-ngan pasien. Keputusan MKDKI mengikat dokter, dokter gxgi, dan KKI. Keputusandapat berupa pemberian sanksi disiplin atau dokter/dokter grgr dinyatakan tidakbersalah. Ikatan Dokter Indonesia (lDI) memiliki Majelis Kchormatan Etika KedokteranIndonesia (MKEK) dari pusat hingga ke wilayah:wilayah dan mungkin eabang=cabangnya, Wblaupun demikian, MKEK ini belum lagi dimanfaatkan dengan baik oleh paradokter ataupun masyarckat.MKEK tidak mungkin melaklkan pengawasan sampaike ruang praktik dokter:dokter, Masyarakaf yang menilai perilaku dokter ber-tentangan dengan etik prsfesi kedokteran, seharuonya mengambil prakarsa meng-ajukan kasus-kasus dugaan pelanggaran etik itu kepada IDI setempat, yang nantinyaakan meneruskan kasus tersebut pada MKtrK. Namun, pengetahuan masyarakatumum tentang etika kedokteraR saRgat terbatas sehingga kadang=kadang yangterjadi adalah ada kasus pelanggaran etik murni yang keburu diajukan ke pengadilansebelum ditangani MKEK, Mengingat belum lanearnya penatalaksanaan pelanggaran etik, DepartemenKesehatan (Depkes) dengan Permenkes l{omor 554,/Menkes/Per/XII/1982membentuk Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etika Kedokteran (P3EK), DiPusat, P3EK terdiri dari unsur:unsur Depkes, Depdikbud eq Fakultas Kedokteran,Fakultas Kedokteran Gigi, Pengurus Besar IDI dan Persatuan Dokter Gigt Indonesia(PDGI),Jumlah'anggotanyaantaru 7--9 orang. TUgao P3EK Pusat adalah:1. Memberi pertimbangan tentang etika kedokteran kepada Menteri,2, Membina dan mengembangkan seeara aktifKODEKI dan Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia (KODEKGI) dengan bekerja sama dengan IDI dan PDGL3, Memberi pertimbangan dan usul kepada pejabat yang berwenang di bidang kesehatan.4. Menyelesaikan persoalan yang tidak dapat disclesaikan oleh PSEK Provin'seit.ika5, permasalahan pelanggaran Menyelesaikan rujukan i.rutt-it dalam kedokteran atau etika kedokteran gigi.6. Mengadakan konsultasi dengan inctansi penegak hukum dan instansi lain yang berkaitan,Pada tahun 1985 Rapat Kerja antara PSEK, MKEK, dan MKEKG telah meng-hasilkan pedoman keq'a yang menyangkut para dokter, antara lain sebagai ber:ikut.1, Pada prinsipnya semua masalah yang menyangkut pelanggaran etik diteruskan terlebih dahulu kepada MKEK.2. Masalah etik murni diselesaikan oleh MKEK'3. Masalah yang tidak murni etik serta masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh MKEK dirujuk ke P3EK Provinsi,

Etihq Kedohteron dqn Huhum Kesehotan4. Dalam sidang MKEK atau P3EK untuk pengambilan keputusan, Badan Pem- bela Anggota IDI dapat mengikuti persidangan jika dikehendaki oleh yang bersangkutan (tanpa hak untuk mengambil keputusan).5. Masalah yang menyangkut profesi dokter atau dokter gigi akan ditangani bersama.oleh MKEK dan MKEKG terlebih dahulu sebelum diteruskan ke P3EK apabila diperlukan.6. Untuk kepentingan pencatatan, tiap kasus pelanggaran etika kedokteran serta penyelesaiannya oleh MKEK dilaporkan ke P3EK Provinsi.P3EK Provinsi terdiri dari unsur-unsur Kantor Wilayah Depkes Provinsi, DinasKesehatan Provinsi Daerah Tingkat I, Fakultas Kedokteran, Fakultas KedokteranGigi (ika ada), IDI Provinsi dan PDGI Provinsi. Jumlah pengurusnya antara 5-7 orang. T[gas P3EK Provinsi adalah menerima dan memberi pertimbangantentang persoalan dalam bidang etik profesi di wilayahnya kepada Kepala KantorWilayah Depkes Provinsi, mengawasi pelaksanaan kode etik dalam wilayahnya,mengadakan konsultasi dengan instansi penegak hukum dan instansi lain yangberkaitan, memberi nasihat kepada dokter dan dokter gigi, membina dan me-ngembangkan secara efektif kode etik proGsi dan memberi pertimbangan sertausul-usul kepada pejabat yang berwenang di bidang kesehatan dalam wilayahprovinsi.Jadi dalam pelanggaran etika kedokteran, Kepala Kantor Wlayah DepkesProvinsi yang berwenang mengambil tindakan berupa peringatan atau tindakanadministratif terhadap dokter atau dokter gigi sesuai berat ringannya pelanggaran.Apabila dokter atau dokter gigi bersangkutan berkeberatan terhadap keputusanbersalah yang dinyatakan oleh pihak berwenang, yang bersangkutan dapat meng-ajukan banding dalam waktu 20 hari ke P3EK Pusat, melalui P3EK Provinsi.Keputusan banding oleh P3EK Pusat disampaikan kepada Menteri Kesehatanuntuk mengambil tindakan yang diperlukan terhadap dokter atau dokter grgl yangbersangkutan. Kasus-kasus pelanggaran etik yang tidak murni, yang tidak dapat diselesaikanoleh P3EK Provinsi diteruskan ke P3EK Pusat. Dengan demikian, kasus-kasuspelanggaran etik tidak murni dibahas lebih dahulu di P3EK sebelum diteruskant.p\"d\" p\".ryidik.Jadi, pada tahap pertama penanganan kasus-kasus tersebut tidakperlu dicampuri oleh pihak luar. Pembelaan cukup dilakukan oleh kalangan profesisendiri, yaitu Badan Pembela Anggota IDI atau PDGI. Kasus-kasus yang sudahjelas melanggar peraturan perundang-undangan dapat dilaporkan langsung kepadapihak yang berwenang.Fedomqn Penilqiqn Kqrur-Korus Pelqnggqrqn Etihq KedohterqnEtik lebih mengandalkan itikad baik dan keadaan moral para pelakunya dan untukmengukur hal ini tidaklah mudah. Karena itu, timbul kesulitan dalam menilaipelanggaran etik, selama pelanggaran itu tidak merupakan kasus-kasus pelanggar-an hukum. Dalam menilai kasus pelanggaran etika kedokteran, MKEK berpedomanpada: 1. Pancasila

?a/ 25 Sonhsi Pelonggoron Etih Kedohteron 1812. Prinsip-prinsip dasar moral umumnya3. Ciri dan hakikat pekerjaan profesi4. LSDI5. Tiadisi luhur kedokteran6. KODEKI7. Hukum kesehatan terkait8. Hak dan kewajiban dokter9. Hak dan kewajiban pasien10. Pendapat tata-(ata masyarakat kedokteran11. Pendapat pakar-pakar dan praktisi kedokteran yang seniorSelanjutnya MKEK menggunakan pula beberapa pertimbangan berikut.1. Tujuan spesifik yang ingin dicapai2. Manfaatnya bagi kesembuhan pasien3. Manfaatnya bagi kesejahteraan umum4. Penerimaan pasien terhadap tindakan itu5. Preseden tentang tindakan semacam itu6. Standar pelayanan medik yang berlakuJika semua pertimbangan menunjukkan bahwa telah terjadi pelanggaran etik, pe-langgaran itu dikategorikan kelas ringan, sedang atau berat berdasarkan pada:1. Akibat terhadap kesehatan pasien2. Akibat bagi masyarakat umum3. Akibat bagi kehormatan prolesi4. Peran pasien yang mungkin ikut mendorong terjadinya pelanggaran5. Alasan-alasan lain yang diajukan tersangkaDengan adanyapedoman penilaian tersebut di atas diharapkan faktor subjektivitasMKEK dapat dibatasi sekecil mungkin. Namun, sanksi profesional yang diberikanharus benar-benar memegang peranan sentral dan tidak hanya merupakansemboyan yang muluk-muluk atau merupakan /tps Jervice saja pada acara-acaraakademik atau acara-acara perhimpunan profesi.Bentuh-Bentuh JsnhriPelanggaran etik tidak menimbulkan sanksi formal bagi pelakunya sehingga ter-hadap pelakunya hanya diberikan tuntunan oleh MKEK. Secara maksimal mungkinMKEK memberikan usul ke Kanwil Depkes Provinsi atSu Depkes untuk mem-berikan tindakan administrati{ sebagai langkah pencegahan terhadap kemungkin4npengulangan pelanggaran yang sama di kemudian hari atau terhadap makinbesarnya intensitas pelanggaran tersebut. Sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran etika kedokteran bergantung padaberat ringannya pelanggaran etik tersebut. Yang terbaik tentulah upaya pencegahanpelanggaran etik, yaitu dengan cara terus menerus memberikan peny'uluhan kepadaanggota IDI, tentang etika kedokteran dan hukum kesehatan. Namun, jika terjadipelanggaran, ,sanksi yang diberikan hendaknya bersifat mendidik sehingga pe-

Etlhq K€dohterqn don Huhum Kenhotqnlanggaran yang sama tidak terjadi lagi di masa depan dan sanl$i'tersebut menjadipelqjaran bagi dokter lain. Bentuk sanksi pelanggaran etik dapat berupa:1. Tegpran atau tuntunan ceeara lisan atau f.rlisan.2. Penundaan kenaikan gaji ataupangkat3, Penunrnan gaji ataupangkat setingkat lebih rendah4. Dicabut izin praktik dokter unfirk sementara atau selamalamanya.5. Pada kacus-kacus pelanggaran etikolegal diberikan hukuman sesuai peraturan kepegawaian yang berlaku dan diproses ke pengadilan.


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook