TINJAUAN PUSTAKA Sindrom Delirium Andy Luman Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia ABSTRAKDelirium merupakan suatu kondisi akut penurunan perhatian, kognitif, dan berfluktuasi yang sering dijumpai pada individu berusia 65tahun atau lebih, biasanya disebabkan oleh suatu kondisi medis atau obat. Pemahaman gambaran klinis sangat diperlukan untuk diagnosisdelirium secara bedside; dan dengan strategi pencegahan dan penanganan yang baik maka prognosisnya baik.Kata kunci: Kognitif, fluktuasi, confusion assessment method ABSTRACTDelirium is an acute condition of decreased and fluctuating attention and cognition, often found in individuals aged above 65 years,can be caused by a medical condition or drug adverse effect. Clinical understanding is very necessary for the diagnosis of delirium inbedside; and with appropriate prevention and treatment strategies, prognosis is good. Andy Luman. Delirium Syndrome.Keywords: Cognitive, fluctuation, confusion assessment methodPENDAHULUAN khas. Setidaknya 32-67% sindrom ini tidak sedangkan insidensnya mencapai 17%Delirium, suatu kondisi akut penurunan terdiagnosis oleh dokter, padahal kondisi ini pada pasien rawat inap. Sindrom deliriumperhatian dan disfungsi kognitif, merupakan dapat dicegah.4 mempunyai dampak buruk, tidak saja karenasindrom klinis yang umum, mengancam meningkatkan risiko kematian sampai 10 kalihidup, dan dapat dicegah; umumnya terjadi EPIDEMIOLOGI lipat, namun juga karena memperpanjangpada individu berusia 65 tahun atau lebih.1 Prevalensi delirium pada awal rawatan masa rawat serta meningkatkan kebutuhanSindrom delirium dapat didefinisikan sebagai rumah sakit berkisar antara 14-24%, dan perawatan dari petugas kesehatan dan pelakukegagalan otak akut yang berhubungan kejadian delirium yang timbul selama masa rawat.4dengan disfungsi otonom, disfungsi motorik, rawat di RS berkisar antara 6-56% di antaradan kegagalan homeostasis kompleks dan populasi umum rumah sakit. Delirium PATOFISIOLOGImultifaktorial, sering tidak terdiagnosis dan timbul pada 15-53% pasien geriatri pasca- Delirium merupakan fenomena kompleks,ditangani dengan buruk.2 Kata “delirium” operasi dan 70-87% pasien yang dirawat multifaktorial, dan mempengaruhi berbagaiawalnya digunakan dalam dunia medis di ruang rawat intensif. Delirium dijumpai bagian sistem saraf pusat. Hipotesis terbaruuntuk menggambarkan gangguan mental pada hingga 60% pasien rumah-rawat menunjukkan defisiensi jalur kolinergik da-selama demam atau cedera kepala, ke- atau kondisi perawatan pasca-akut, dan pat merupakan salah satu faktor penyebabmudian berkembang menjadi pengertian hingga 83% pasien pada akhir hidupnya. delirium.5 Delirium yang diakibatkan olehyang lebih luas, termasuk istilah “status Walaupun prevalensi delirium secara penghentian substansi seperti alkohol,konfusional akut”, “sindrom otak akut”, keseluruhan pada komunitas hanya berkisar benzodiazepin, atau nikotin dapat dibeda-“insufisiensi serebral akut”, “ensefalopati 1-2%, namun prevalensi meningkat seiring kan dengan delirium karena penyebabtoksik-metabolik”. Seiring waktu, istilah bertambahnya umur, hingga 14% pada pasien lain. Pada delirium akibat penghentiandelirium berkembang untuk menjelaskan berusia 85 tahun atau lebih. Lebih lanjut, alkohol terjadi ketidakseimbangan meka-suatu kondisi akut transien, reversibel, ber- pada 10-30% pasien geriatri yang datang nisme inhibisi dan eksitasi pada sistemfluktuasi, dan timbul pada kondisi medis ke departemen gawat darurat, delirium neurotransmiter. Konsumsi alkohol se-tertentu.3 Sindrom delirium sering muncul merupakan gejala yang menggambarkan cara reguler dapat menyebabkan inhibisisebagai keluhan utama atau tak jarang justru kondisi membahayakan jiwa.1 Di Indonesia, reseptor NMDA (N-methyl-D-aspartate)terjadi pada hari pertama pasien dirawat, prevalensi delirium di ruang rawat akut dan aktivasi reseptor GABA-A (gamma-menunjukkan gejala berfluktuasi yang tidak geriatri RSCM adalah 23% (tahun 2004), aminobutyric acid-A). Disinhibisi serebralAlamat korespondensi email: [email protected] CDK-233/ vol. 42 no. 10, th. 2015
TINJAUAN PUSTAKAberhubungan dengan perubahan neuro- 2. Inflamasi Tabel 1. Gambaran klinis delirium1transmiter yang memperkuat transmisi Delirium dapat terjadi akibat gangguandopaminergik dan noradrenergik, adapun primer dari luar otak, seperti penyakit Gambaran Esensial Gambaran Variabelperubahan ini memberikan manifestasi inflamasi, trauma, atau prosedur bedah. Padakarakteristik delirium, termasuk aktivasi sim- beberapa kasus, respons inflamasi sistemik Onset akut Gangguan persepsipatis dan kecenderungan kejang epileptik. menyebabkan peningkatan produksi sitokin, Berfluktuasi Hiper-/hipo-aktifPada kondisi lain, penghentian benzodiazepin yang dapat mengaktivasi mikroglia untuk Tidak terfokus Gangguan tidur/siklusmenyebabkan delirium melalui jalur pe- memproduksi reaksi inflamasi pada otak. Disorganisasi berpikir dan tidurnurunan transmisi GABA-ergik dan dapat Sejalan dengan efeknya yang merusak neuron, berbicara Gangguan emosionaltimbul kejang epileptik. Delirium yang tidak sitokin juga mengganggu pembentukan dan Kesadaran berkabutdiakibatkan karena penghentian substansi pelepasan neurotransmiter. Proses inflamasi Defisit kognitiftimbul melalui berbagai mekanisme, jalur berperan menyebabkan delirium pada pasienakhir biasanya melibatkan defisit kolinergik dengan penyakit utama di otak (terutama Pemeriksaan Fisik Disfungsi Autonomikdikombinasikan dengan hiperaktivitas penyakit neurodegeneratif ).dopaminergik.6 Disartria Takikardi 3. Stres Disnomia HipertensiPerubahan transmisi neuronal yang di- Faktor stres menginduksi sistem saraf Disgrafia Berkeringat banyakjumpai pada delirium melibatkan berbagai simpatis untuk melepaskan lebih banyak Afasia Flushingmekanisme, yang melibatkan tiga hipotesis noradrenalin, dan aksis hipotalamus- Nistagmus Dilatasi pupilutama, yaitu:6 pituitari-adrenokortikal untuk melepaskan Ataksia1. Efek Langsung lebih banyak glukokortikoid, yang juga Tremor/AsteriksisBeberapa substansi memiliki efek langsung dapat mengaktivasi glia dan menyebabkan Mioklonuspada sistem neurotransmiter, khususnya kerusakan neuron.agen antikolinergik dan dopaminergik. dalam tiga subtipe, yaitu:2,3Lebih lanjut, gangguan metabolik seperti DIAGNOSIS 1. Delirium Hipoaktif (25%).hipoglikemia, hipoksia, atau iskemia dapat Delirium merupakan suatu diagnosis yang Pasien bersikap tenang dan menarik diri,langsung mengganggu fungsi neuronal dan dapat ditegakkan secara bedside, sehingga dengan tampilan klinis letargi dan sedasi,mengurangi pembentukan atau pelepasan sangat diperlukan pemahaman gambaran berespons lambat terhadap rangsangan,neurotransmiter. Kondisi hiperkalsemia pada klinisnya. Tampilan klinis delirium dapat dan pergerakan spontan minimal. Tipe iniwanita dengan kanker payudara merupakan bervariasi, namun secara umum delirium cenderung tidak terdeteksi pada rawat inappenyebab utama delirium. diklasifikasi berdasarkan sifat psikomotorik dan menyebabkan peningkatan lama rawat dan komplikasi yang lebih berat. 2. Delirium Hiperaktif (30%). Pasien memiliki gambaran agitasi, hiper- vigilansi, dan sering disertai halusinasi dan delusi, yang walaupun lebih awal dapat terdeteksi, berhubungan dengan peningkatan penggunaan benzodiazepin, sedasi berlebihan, dan risiko jatuh. 3. Delirium Campuran (Mixed) (45%). Pasien menunjukkan gambaran klinis baik hiperaktif maupun hipoaktif. Masing-masing subtipe delirium diakibatkan oleh mekanisme patofisiologi yang berbeda dan memberikan prognosis yang juga berbeda. Delirium pasca-operasi dapat timbul pada hari pertama atau kedua pasca- operasi, namun biasanya bersifat hipoaktif dan sering tidak terdeteksi. Delirium dapat sulit dideteksi di ICU, mengingat uji kognitif standar sering tidak dapat digunakan karena pasien diintubasi dan tidak dapat menjawab pertanyaan secara verbal.3Gambar 1. Hubungan antara berbagai faktor etiologi delirium. Inflamasi sistemik dapat diakibatkan oleh infeksi sistemik, Usia lanjut merupakan faktor risiko deliriumtrauma, atau pembedahan. Neurotransmiter yang berperan pada delirium termasuk asetikolin, dopamin, 5-hidroksitriptamin, yang paling umum pada pasien kondisi kritis.norepinefrin, glutamat, dan γ–asam aminobutirat.3 Pada pasien ICU dan pembedahan, faktor risiko yang signifikan adalah usia lanjut danCDK-233/ vol. 42 no. 10, th. 2015 745
TINJAUAN PUSTAKATabel 2. Faktor predisposisi delirium2 Tabel 4. Confusion Assessment Method (CAM)2 Faktor Predisposisi Confusion Assessment Method (CAM) • Peresepan obat dan polifarmasi 1. Awitan Akut dan Berfluktuasi • Gejala penghentian alkohol dan benzodiazepin a. Apakah ada bukti status mental pasien berubah mendadak (akut) dari kondisi awalnya? • Sepsis, syok, hipotermia b. Apakah perilaku tersebut (abnormal) berfluktuasi pada hari itu, dengan kata lain hilang timbul atau • Gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, keparahannya meningkat-menurun? kalsium, magnesium, fosfat) 2. Perhatian Tidak Terfokus • Defisiensi nutrien (tiamin, B12, folat) Apakah pasien sulit memusatkan perhatian, misalnya mudah sekali teralih atau sulit mengikuti pembicaraan? • Gagal jantung, hati, atau ginjal • Gangguan fungsi paru (terutama pada kondisi 3. Pikiran Tidak Tertata Apakah pemikiran pasien tidak tertata atau tidak koheren, misalnya percakapan melantur atau tidak relevan, aliran hipoksemia) gagasan tidak jernih atau tidak logis, berganti-ganti topik secara tidak terduga? • CVA (cerebrovascular accident) atau kejang • Pasca-operasi, terutama jantung, ortopedik, atau 4. Perubahan Tingkat Kesadaran Secara keseluruhan, bagaimana Anda menilai tingkat kesadaran pasien ini? perawatan di ICU Waspada (normal), vigilant (waspada berlebihan), letargik, stupor, koma • Jatuh dan fraktur • Anemia atau perdarahan saluran cerna Pasien harus memenuhi nilai 1 dan 2 ditambah nilai 3 atau 4 untuk diagnosis delirium • Nyeri • Kanker atau penyakit tahap akhir Tabel 5. Perbedaan antara delirium, demensia, dan depresi2Tabel 3. Faktor risiko umum delirium2 Delirium Demensia Depresi Non-correctable Onset Akut Perlahan (tersembunyi) Bervariasi Perjalanan Berfluktuasi Progresif Diurnal • Usia Kesadaran Terganggu, berkabut Baik hingga tahap akhir Baik • Jenis kelamin laki-laki Perhatian Tidak terfokus Normal Kurang • Gangguan kognitif ringan, demensia, penyakit Memori Memori jangka pendek kurang Memori jangka pendek kurang Normal Proses Ber- Disorganisasi, inkoheren Kesulitan dengan pemikiran Tidak terganggu, kurang percaya Parkinson dijumpai pada >50% pasien pikir abstrak diri, tidak ada harapan hidup • Komorbiditas multipel meliputi: Persepsi Misinterpretasi, halusinasi, delusi Normal (kecuali Lewy Body) Dapat dengan kompleks delusi psikosis paranoid - Penyakit ginjal dan hati MMSE Sulit menyelesaikan MMSE Berjuang keras/berusaha Kurang motivasi - Riwayat CVA menemukan respons yang benar - Riwayat jatuh dan mobilitas yang buruk - Riwayat delirium sebelumnya MMSE: Mini Mental State Examination Correctable 2. Delirium intoksikasi substansi (pe- bentuk ataupun sedang berkembang nyalahgunaan obat) dan tidak timbul pada kondisi pe- • Gangguan pendengaran atau penglihatan nurunan tingkat kesadaran berat, se- meningkatkan risiko tiga kali lipat 3. Delirium penghentian substansi perti koma. 4. Delirium diinduksi substansi (pengobatan e. Temuan bukti dari riwayat, pemeriksaan • Malnutrisi, dehidrasi, albumin rendah berhubungan fisik, atau laboratorium yang meng- dengan peningkatan risiko dua kali lipat atau toksin) indikasikan gangguan terjadi akibat 5. Delirium yang berhubungan dengan konsekuensi fisiologik langsung suatu • Isolasi sosial, kurang tidur, lingkungan baru, pergerakan kondisi medik umum, intoksikasi di rumah sakit etiologi multipel atau penghentian substansi (seperti 6. Delirium tidak terklasifikasi. penyalahgunaan obat atau pengobatan), • Kateter indwelling dan jangka panjang pemaparan terhadap toksin, atau • Tambahan tiga atau lebih medikasi yang baru Diagnosis delirium memerlukan 5 kriteria karena etiologi multipel. • Tidak ada orientasi waktu (A-E) dari DSM V, yaitu:8 • Merokok a. Gangguan kesadaran (berupa penu- Suatu algoritma dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis sindrom delirium Potentially Correctable runan kejernihan kesadaran terhadap yang dikenal dengan Confusion Assessment lingkungan) dengan penurunan ke- Method (CAM). Algoritma tersebut telah di- • Uremia – urea darah >10 merupakan faktor risiko mampuan fokus, mempertahankan atau validasi, sehingga dapat digunakan untuk independen mengubah perhatian. penegakan diagnosis. CAM ditambah uji b. Gangguan berkembang dalam periode status mental lain dapat dipakai sebagai baku • Depresi singkat (biasanya beberapa jam hingga emas diagnosis. Algoritma CAM memiliki • Rawatan rumah sakit lama – risiko meningkat hari) dan cenderung berfluktuasi dalam sensitivitas 94-100% dan spesifisitas 90-95%, perjalanannya. dan tingkat reliabilitas inter-observer tinggi setelah 9 hari c. Perubahan kognitif (seperti defisit apabila digunakan oleh tenaga terlatih. Uji memori, disorientasi, gangguan bahasa) status mental lain yang sudah lazim dikenalkomorbiditas, penggunaan alkohol berlebih atau perkembangan gangguan persepsi antara lain Mini-mental Status Examinationdan nilai APACHE II yang tinggi. Pada pasien yang tidak dapat dimasukkan ke dalam (MMSE), Delirium Rating Scale, Deliriumjantung yang dirawat di ICU, beberapa faktor kondisi demensia.risiko adalah usia lanjut dan nilai Mini-Mental d. Gangguan pada kriteria (a) dan (c)State Examination (MMSE) yang rendah.7 tidak disebabkan oleh gangguan neurokognitif lain yang telah ada, ter-Klasifikasi dan kriteria diagnosis deliriumdapat berdasarkan DSM V (Diagnosis andStatistical Manual of Mental Disorders, 5thedition). Kriteria DSM V tahun 2013 tidakberbeda dengan pada DSM IV-TR tahun 2000.DSM V mengklasifikasi delirium menurutetiologi sebagai berikut:3,81. Delirium yang berhubungan dengan kondisi medik umum746 CDK-233/ vol. 42 no. 10, th. 2015
TINJAUAN PUSTAKATabel 6. Penanganan farmakologis delirium1 informasi dari keluarga dan pelaku rawat menjadi sangat berarti saat anamnesis. Kondisi gangguan kognitif pasca-operasi (post-operative cognitive dysfunction/POCD) agak berbeda dengan sindrom delirium, namun mempunyai implikasi klinis yang mirip. Secara klinis POCD jarang di- sertai penurunan tingkat kesadaran dan perjalanannya tidak berfluktuasi.4MMSE (Mini-Mental State Exam); CAM (Confusion Assessment Method); OTC (Over the Counter); PRN, as needed; TFT (thyroid PENCEGAHANfunction tests); ABG (Arterial Blood Gas); CSF (Cerebrospinal Fluid); EEG (Electroencephalogram); PO (per oral); IM (intramuskuler); Pencegahan delirium merupakan stra-IV (intravena).10 tegi paling efektif untuk mengurangi frekuensi dan komplikasi. Obat-obatan seperti benzodiazepin atau antikolinergik dan pencetus lain yang dikenal dapat menyebabkan delirium secara umum hen- daknya dihindari. Pencegahan yang sukses termasuk pendekatan multikomponen juga dapat dilakukan untuk mengurangi faktor risiko. Karena delirium memiliki banyak pe- nyebab, maka pendekatan multikomponen merupakan yang paling efektif dan relevan secara klinis. Yale Delirium Prevention Trial menunjukkan efektivitas protokol intervensi yang menargetkan kepada 6 faktor risiko: reorientasi dan terapi untuk gangguan kognitif, mobilisasi dini untuk mengatasi imobilisasi, pendekatan nonfarmakologik untuk meminimalisir penggunaan obat- obat psikoaktif, intervensi untuk mencegah gangguan siklus tidur, metode komunikasi dan perlengkapan adaptif (seperti kacamata dan alat bantu dengar) untuk gangguan penglihatan dan pendengaran, dan inter- vensi dini untuk kekurangan cairan.1,2,4 PENANGANAN Langkah utama adalah menilai semua kemungkinan penyebab, menyediakan duku- ngan suportif dan mencegah komplikasi, dan mengatasi gejala. Karena delirium dapat merupakan kegawatdaruratan medis, tujuan utama penanganan adalah mengetahui faktor predisposisi dan pencetus secara dini.Gambar 2. Algoritma penilaian delirium pada geriatri. MMSE (Mini-Mental State Exam); CAM (Confusion Assessment Method); Strategi penanganan delirium dapat di-OTC (Over the Counter); PRN, as needed; TFT (thyroid function tests); ABG (Arterial Blood Gas); CSF (Cerebrospinal Fluid); EEG bagi dalam strategi nonfarmakologis(Electroencephalogram); PO (per oral); IM (intramuskuler); IV (intravena).10 dan farmakologis. Strategi penanganan nonfarmakologis merupakan pengobatanSymptom Interview. Kombinasi pemeriksaan Demensia dan depresi sering menunjukkan utama seluruh pasien delirium; meliputitersebut dapat dikerjakan dalam waktu sekitar gejala mirip delirium; bahkan kedua kondisi reorientasi dan intervensi tingkah laku.15 menit oleh tenaga kesehatan terlatih, tersebut dapat dijumpai bersamaan dengan Tenaga kesehatan memberi instruksi yangcukup andal, spesifik, serta sensitif.3,4,9 sindrom delirium. Pada keadaan tersebut, jelas dan sering membuat kontak mata dengan pasien. Gangguan sensorik seperti kehilangan penglihatan dan pendengaran,CDK-233/ vol. 42 no. 10, th. 2015 747
TINJAUAN PUSTAKAdapat diminimalisir dengan menggunakan agitasi akut dan memiliki kelebihan, karena SIMPULANperalatan seperti kacamata dan alat bantu tersedia dalam bentuk parenteral, namun Sindrom delirium sering muncul sebagaidengar. Imobilisasi harus dicegah karena penggunaannya dihubungkan dengan keluhan utama atau tak jarang justrudapat meningkatkan agitasi, peningkatan efek samping ekstrapiramidal dan distonia terjadi pada hari pertama pasien dirawat,risiko luka, dan pemanjangan lamanya akut yang lebih tinggi dibandingkan berfluktuasi dengan gejala tidak khas, dandelirium. Intervensi lain termasuk mem- antipsikotik atipikal. Beberapa antipsikotik sering tidak terdiagnosis, padahal kondisi inibatasi perubahan ruangan dan staf serta atipikal (seperti risperidon, olanzapine, dan dapat dicegah.menyediakan kondisi perawatan pasien quetiapine) digunakan untuk mengatasiyang tenang, dengan pencahayaan rendah agitasi pasien delirium, namun tidak ada Patofisiologi delirium melibatkan berbagaipada malam hari. Kondisi lingkungan yang data yang menunjukkan keunggulan mekanisme dengan tiga hipotesis utama,tenang memberikan periode tidur yang satu antipsikotik dibandingkan lainnya. yaitu efek langsung pada sistem neuro-tidak terganggu, cukup penting dalam pe- Antipsikotik meningkatkan risiko stroke transmiter, inflamasi, dan stres.nanganan delirium. Meminimalisir peng- pada pasien geriatri dengan demensia dangunaan obat-obat psikoaktif dengan menyebabkan pemanjangan interval QT. Delirium merupakan kondisi yang dapatprotokol tidur nonfarmakologis yang me- Golongan benzodiazepin, seperti lorazepam, didiagnosis secara bedside, sehinggaliputi 3 komponen, antara lain segelas susu tidak direkomendasikan sebagai terapi lini sangat diperlukan pemahaman gambaranhangat atau teh herbal, musik relaksasi, dan utama pengobatan delirium, karena dapat klinisnya yang dapat bevariasi; secara umumpijat punggung. Protokol ini dapat dilakukan memperberat perubahan status mental dan diklasifikasikan dalam tiga subtipe, yaitusebagai bagian dari strategi pencegahan menyebabkan sedasi berlebihan.3,11,12 hipoaktif, hiperaktif, dan campuran.multikomponen yang efektif.1,3,10 PROGNOSIS Diagnosis delirium dapat menggunakanStrategi penanganan delirium secara Berbagai studi menunjukkan hampir sete- kriteria DSM IV-TR dengan terpenuhinya 4farmakologi lebih jarang dilakukan. Terapi ngah pasien delirium keluar dari kondisi kriteria; Confusion Assessment Method (CAM)farmakologi biasanya diberikan pada pasien rawatan akut rumah sakit dengan gejala merupakan algoritma telah tervalidasidelirium yang sesuai indikasi atau diperlu- persisten dan 20-40% di antaranya masih yang dapat digunakan untuk membantukan untuk mencegah pengobatan medis mengalami delirium hingga 12 bulan; penegakan diagnosis delirium.lanjutan (pada delirium hiperaktif ). Terapi prognosis jangka panjang lebih burukfarmakologi pada kondisi hipoaktif hingga dibandingkan pasien yang mengalami Strategi penanganan delirium dapat di-saat ini masih kontroversial. Obat-obat yang perbaikan sempurna pada akhir rawatan.2 bagi dalam strategi nonfarmakologismempengaruhi perubahan tingkah laku Pasien sindrom delirium memiliki risiko dan farmakologis. Strategi penanganandapat mengaburkan status mental pasien kematian lebih tinggi jika komorbiditasnya nonfarmakologis merupakan yang utamadan menyulitkan pemantauan, oleh karena itu tinggi, penyakitnya lebih berat (nilai APACHE untuk seluruh pasien delirium, strategihendaknya dihindari apabila memungkin- II tinggi), dan jenis kelamin laki-laki. Episode farmakologis lebih jarang, dengankan. Haloperidol telah luas digunakan delirium juga lebih panjang pada kelompok haloperidol sebagai agen utama untuksebagai obat pilihan untuk pengobatan pasien demensia.4,13,14 mengatasi agitasi.DAFTAR PUSTAKA1. Inouye SK. Delirium in older persons. N Engl J Med. 2006; 354: 1157-65.2. Wass S, Webster PJ, Nair BR. Delirium in the elderly: A review. Oman Med J. 2008; 23(3): 150-7.3. Fong TG, Tulebaev SR, Inouye SK. Delirium in elderly adults: Diagnosis, prevention and treatment. Nat Rev Neurol. 2009; 5(4): 210-20. doi: 10.1038/nrneurol.2009.244. Soejono CH. Sindrom delirium. In: Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 907-12.5. Flinn DR, Diehl KM, Seyfried LS, Malani PN. Prevention, diagnosis, and management of postoperative delirium in older adults. J Am Coll Surg. 2009; 209(2): 261-8. doi: 10.1016/j. amcollsurg.2009.03.0086. Lorenzi S, Fusgen I, Noachtar S. Acute confusional states in the elderly- diagnosis and treatment. Dtsch Arztebl Int. 2012; 109(21): 391-400.7. Mattar I, Chan MF, Childs C. Risk factors for acute delirium in critically ill adult patients: A systematic review. ISRN Critical Care 2013: 1-10. doi: 10.5402/2013/9101258. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders. 5th ed. Arlington, VA: American Psychiatric Publishing; 2013.9. Wei LA, Fearing MA, Sternberg EJ, Inouye SK. The confusion assessment method: A systematic review of current usage. J Am Geriatr Soc. 2008; 56: 823-30.10. McNicoll L, Inouye SK. Delirium. In: Landefeld CS, Palmer RM, Johnson MA, Johnston CB, Lyons WL, editors. Current geriatric diagnosis and treatment. 1st ed. McGraw-Hill: New York; 2004.11. Flaherty JH, Gonzales JP, Dong B. Antipsychotics in the treatment of delirium in older hospitalized adults: A systematic review. J Am Geriatr Soc. 2011; 59: 269-76.12. Campbell N, Boustani MA, Ayub A, Fox GC, Munger SL, Ott C, et al. Pharmacological management of delirium in hospitalized adults- a systematic evidence review. J Gen Intern Med. 2009; 24(7): 848-53. doi: 10.1007/s11606-009-0996-713. Witlox J, Eurelings LSM, de Jonghe JFM, Kalisvaart KJ, Eikelenboom P, van Gool WA. Delirium in elderly patients and the risk of postdischarge mortality, institutionalization, and dementia. JAMA. 2010; 304(4): 443-51.14. Lima DP, Ochiai ME, Lima AB, Curiati JAE, Farfel JM, Filho WJ. Delirium in hospitalized elderly patients and post-discharge mortality. Clinics 2010; 65(3): 251-5. doi: 10.1590/S1807- 59322010000300003748 CDK-233/ vol. 42 no. 10, th. 2015
Search
Read the Text Version
- 1 - 5
Pages: