MODUL 3 SPOROGENESIS & GAMETOGENESIS PADA TUMBUHAN Dr.rer.nat. Adi Rahmat, M.Si. Tri Suwandi, S.Pd., M.Sc.
03 SPOROGENESIS & GAMETOGENESIS PADA TUMBUHAN 1
Salah satu karakteristik pada tahap reproduksi seksual tumbuhan tingkat tinggi adalah diferensiasi germline atau bakal sel-sel kelamin terjadi setelah meiosis ketika tumbuhan telah dewasa dan menghasilkan organ reproduktif, misalnya bunga. Hal ini sangat berbeda dengan reproduksi seksual pada hewan. Pada mamalia, germline dapat ditemukan pada awal embriogenesis, sebelum meiosis berlangsung. Pembentukan sel kelamin (gamet) pada tumbuhan terjadi melalui dua tahapan yang berkesinambungan, yaitu sporogenesis dan gametogenesis. Sporogenesis adalah pembentukan spora, sedangkan gametogenesis adalah pembentukan gamet. Pembentukan gamet betina terjadi dalam dua tahap, yaitu megasporogenesis dan megagametogenesis. Sementara, pembentukan gamet jantan terjadi dalam dua tahap, mikrosporogenesis dan mikrogametogenesis. Kata 'mega-' dan 'mikro-' digunakan karena terdapat perbedaan ukuran kedua gamet; gamet betina berukuran lebih besar dibandingkan dengan gamet jantan. Pada bab ini akan dibahas mengenai perbandingan sporogenesis dan gametogenesis pada Angiosperm dan Gymnosperm. Para mahasiswa, setelah mempelajari bab ini, diharapkan kalian mampu memahami tahapan dalam embriologi tumbuhan Angiosperm dan Gymnosperm secara utuh mulai dari pembentuk- an gamet hingga terbentuknya embrio dan poli- embrioni, serta terjadinya perkecambahan. Indikator Capaian Pembelajaran: 1. Membedakan (berdasarkan hasil analisis) tahapan mikrosporogenesis dan mikrogametogenesis pada tumbuhan Angiosperm dan Gymnosperm. 2. Mengidentifikasi jenis pembelahan sel yang terlibat dalam peristiwa mikrosprogenesis dan mikrogametogenesis. Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 2 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
A. SPOROGENESIS DAN GAMETOGEN PADA TUMBUHAN ANGIOSPERM Pembentukan spora dan gamet merupakan tahap awal dari pro tumbuhan (Gambar 1). Pembentukan gamet betina terjadi di gineci gamet jantan terjadi di androecium. Gambar 1. Reproduksi seksual pada Arabidopsis thaliana 3 (Kawashima & Berger, 2014) Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
NESIS oses reproduksi seksual pada um, sedangkan pembentukan Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 4 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
1. Pembentukan Gamet Betina Ginecium merupakan keseluruhan karpel atau pistilum (putik), yang masing-masing terdiri atas ovarium (bakal buah), stilus (tangkai putik), dan stigma (kepala putik). Ovulum (bakal biji) terdapat di dalam ovarium dalam suatu lobus (Gambar 2). Gambar 3. Struktur ginecium pada Lilium: penampang ovarium, profil putik, bakal biji dengan sel induk megaspora, kantung embrio berinti empat, kantung embrio matang berinti 8 7 sel embrio. (Sumber: https://search.library.wisc.edu/digital/AOJDQIQ6YE77DS8J) Sel dalam bakal biji berdiferensiasi menjadi sel induk megaspora yang bersifat diploid (2n). Sel induk megaspora ini mengalami meiosis membentuk empat megaspora haploid (n). Tiga dari empat megaspora berdegenerasi dan hanya satu megaspora yang tersisa di setiap bakal biji. Proses ini dikenal sebagai megasporogenesis (Gambar 3). Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 5 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
Inti megaspora ini sekarang mulai membelah (sitokinesis) untuk membentuk delapan inti. Enam dari delapan inti bermigrasi ke kutub yang berlawanan (masing-masing tiga), sementara dua inti tetap berada di tengah. Inti yang tetap di pusat dikenal sebagai inti kutub (polar cells) atau inti sentral (central cells). Inti kutub ini menyatu untuk membentuk inti sekunder. Tiga sel yang berada di ujung kalaza dikenal dengan sel-sel antipoda, sedangkan tiga sel di ujung mikropil menjadi satu sel telur (ovum) dan dua sel sinergid. Megaspora matang berisi delapan sel menjadi kantung embrio. Kantung embrio inilah yang disebut gametofit betina. Keseluruhan proses ini disebut sebagai megagametogenesis (Gambar 3). Gambar 3. Megasporogenesis dan Megagametogenesis pada Angiosperm: (a) Bagian-bagian ovulum yang menunjukkan sel induk megaspora besar, dyad (tahap dua sel), tetrad (tahap empat sel); (b) kantung embrio berisi sel megaspora berinti satu, dua, empat, dan delapan; (c) diagram representatif kantung embrio matang yang berisi delapan sel (Maheshwari, 2022). Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 6 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
Gametofit betina yang telah matang berisi delapan sel yang memiliki karakteristik dan peran masing-masing. Berikut ini disajikan uraian karakteristik dan fungsi sel-selnya. No. Sel Tabel 1. Gambar Kantung Embrio 1 Sel telur/ ovum Karakteristik 1. Memiliki struktur dinding sel yang relatif sama 2 Sel-sel sinergid dengan sinergid dan sel kutub. 2. Dinding di daerah mikropil lebih tebal dibandingkan daerah kalaza. 3. Dalam perkembangannya, sel mengalami polarisasi sebagai akibat terjadinya agregasi elemen-elemen sitoplasma pada ujung kalaza. 4. Vakuola menempati ujung mikropil (kebalikan dari sinergid). 5. Sitoplasmanya banyak mengandung ribosom. 1. Dua sel yang berdampingan dengan sel telur. 2. Dinding selnya tidak sempurna. 3. Memiliki filiform aparatus (modifikasi dinding sel menyerupai bentuk jari yang masuk ke sitoplasma. 4. Sitoplasmanya terpolarisasi (letak vakuola lebih ke arah kalaza). 3 Sel-sel 1. Biasanya mengalami degenerasi sebelum atau antipoda segera setelah fertilisasi terjadi, tapi pada beberapa species tumbuhan bersifat persistent (tetap ada) selama embrio berkembang. 4 Sel 1. Sel terbesar dalam kantung embrio. polar/sentral 2. Inti polar sangat besar, diploid (2n) 3. Dua inti berfusi sebelum atau selama fertilisasi ganda. Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 7 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
Fungsi Gamet betina; akan dibuahi oleh inti generatif 1 menjadi zigot. Sepertinya perlu gambar model kantung embrio dan preparat 1. Mengarahkan pertumbuhan tabung polen. 2. Membentuk tempat keluarnya tabung polen di kantung embrio. 3. Penyerapan dan transportasi bahan dari nuselus ke dalam kantung embrio. Berperan nutritif bagi kantung embrio; pada kebanyakan tumbuhan menunjukkan perilaku haustorial. Sel induk endosperm; akan dibuahi menjadi endosperma (cadangan makanan) Gambar 3. Kantung embrio matang Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 8 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
Pada sebagian besar Angiospermae, tetrad dari empat megaspora terbentuk, tiga di antaranya kemudian degeneratif, hanya menyisakan satu megaspora fungsional untuk berpartisipasi dalam megagametogenesis. Tipe kantung embrio seperti ini dikenal dengan kantung embrio monosporik, misalnya pada tipe Polygonum. Namun, keragaman yang tinggi dari proses perkembangan megasporogenesis dan megagametogenesis telah diamati pada genera/genus yang berbeda, bisa jadi pembentukan kantung embrio menjadi sangat bervariasi. Jika terdapat dua megaspora yang tersisa terlibat dalam pembentukan kantung embrio maka disebut kantung embrio bisporik (misalnya pada tipe Allium). Sementara itu, jika keempat megaspora tetap utuh dan terlibat dalam pembentukan kantung embrio maka disebut kantung embrio tetrasporik (misalnya pada tipe Adoxa). Selama megagametogenesis, gametofit betina dewasa terbentuk melalui pembelahan mitosis, migrasi inti, dan selulerisasi (Gambar 4). Gambar 4. Skema yang menunjukkan beberapa tipe dasar perkembangan gametofit betina dalam angiospermae dan keragaman struktural kantung embrio dewasa (setelah Maheshwari, 1950, dalam Schmid et al., 2015). Keterangan: megasporogenesis (arsir jingga) dan megagametogenesis (arsir hijau); sel induk megaspora (MMC); untuk kantung embrio matang, warna menunjukkan jenis sel: telur (merah muda), sinergid (kuning), sel pusat (biru), dan sel antipodal/lateral (putih). Sel yang secara struktural mirip dengan sel telur atau sinergid digambar sesuai, tetapi berwarna abu-abu. Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 9 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
10
2. Pembentukan Gamet Jantan Androecium merupakan kumpulan stamen yang terdiri dari filamen (tangkai sari) dan anthera (kepala sari). Butir serbuk sari yang membawa gamet jantan terkandung dalam anthera. Secara anatomis, anthera dibagi menjadi lobus dan lobus dibagi lagi menjadi ruang yang disebut mikrosporangium atau kantung serbuk sari (Gambar 5). Gambar 5. Struktur androecium Lilium: penampang anthera muda dengan tapetum, anthera pecah, tetrad mikrospora, butir polen berinti dua (mikrogametofit). Sumber: https://search.library.wisc.edu/digital/ALTI6YYT32MBWS8E Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 11 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
Pada tahap awal perkembangan anthera, terdapat sel-sel archesporial yang membelah periclinal, ke arah dalam membentuk jaringan sporogen primer (primary sporogenous cell, PSC) yang akan membentuk sel induk mikrospora/polen (microsporocyte, 2n) dan ke arah luar membentuk sel parietal primer (primary parietal cell, PPC) yang akan membentuk endotesium dan sel parietal sekunder yang akan berkembang menjadi lapisan tengah dan tapetum (Gambar 6 dan 7). Jaringan sporogen dilapisi oleh beberapa lapisan, yaitu: 1. Epidermis: jaringan protektif utama, mengalami pembelahan antiklinal. 2. Endotesium: memanjang radial; dinding sel dari α-selulosa dan bersifat higroskopik, membantu ketika anthera memecah. 3. Lapisan tengah: memipih dan rusak pada awal meiosis; sebagai tempat cadangan makanan yang dimobilisasi selama pematangan serbuk sari. 4. Tapetum: sel dengan sitoplasma padat dan intinya dominan; berperan dalam mentransfortasikan nutrisi ke sel-sel bakal serbuk sari; terlibat dalam sintesis enzim kalase yang penting bagi pelepasan mikrospora dari tetrad; bertanggung jawab pada sterilitas serbuk sari; membantu dalam pembentukan sporopollenin yang penting bagi pembentukan dinding serbuk sari; mensintesis pollenkitt (insect attractant) dan tryphine; mensintesis protein yang penting bagi kompatibilitas dengan stigma. Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 12 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
Gambar 6. Representasi skematik ontogeny berbagai lapisan dinding anthera dan sel induk mikrospora. (Bhojwani et al., 2015) 13
Gambar 7. a) Penampang melintang anthera matang; (b) pembesaran satu mikrosporangium yang menunjukkan lapisan-lapisan pelindungnya; (c) anther yang pecah (Maheshwari, 2022). 14
Sel sporogen diploid di dalam kantung serbuk sari (atau mikrosporangium) berkembang menjadi mikrosporosit (sel induk serbuk sari atau meiosit) yang membelah meiosis untuk menghasilkan empat mikrospora haploid (tetrad). Setiap mikrospora yang lepas maerupakan sel pertama gametofit jantan yang akan menghasilkan gamet jantan. Proses ini merupakan tahap mikrosporogenesis (Gambar 8). Selanjutnya mikrospora akan berkembang menjadi polen yang berisi gamet jantan melalui tahap mikrogametogenesis. Sebelum mikrospora mengalami mitosis, terjadi perubahan dalam protoplas, yaitu nukleus dipindahkan dari pusat ke satu sisi sel, yang memberi tanda untuk posisi sel generatif. Selain itu, sitoplasma antara nukleus dan dinding, di sisi di mana sel vegetatif akan dibentuk menjadi sangat bervakuola. Konsekuensinya, inti mikrospora membelah secara asimetris untuk menghasilkan sel-sel yang tidak sama: yang lebih besar adalah sel vegetatif atau sel tabung yang membentuk tabung polen, sementara itu inti yang lebih kecil, terletak ke arah dinding adalah sel generatif yang membelah lagi secara mitosis untuk membentuk dua sperma (gamet jantan) (Gambar 8). Mikrogametogenesis terhenti sampai tahap ini, dan akan dilanjutkan ketika polen jatuh di kepala putik (stigma). Ketika berkecambah, eksin pecah dan intin membentuk tabung polen. Inti vegetatif memasuki tabung polen dan sekarang dikenal sebagai inti tabung. Sedangkan, inti tabung generatif memasukitabung dan membelah untuk membentuk dua inti generatif yang akhirnya membentuk dua gamet jantan. Pada species tertentu, seperti pada Arabidopsis, proses pembelahan inti generatif juga dapat terjadi di dalam polen sebelum polen berkecambah (Gambar 8). Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 15 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
Gambar 8. Mikrosporogenesis dan mikrogametogenesis pada Angiospermae (Twell et al., 2006) Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 16 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
Pada Angiospermae, polen matang dibungkus oleh dinding yang penting untuk mempertahankan struktur dan fungsi serbuk sari. Dinding serbuk sari memberikan perlindungan dari berbagai tekanan lingkungan dan menjaga perkecambahan polen dan pertumbuhan tabung polen (Gambar 9). Dinding polen dibentuk pada saat yang sama ketika perubahan dalam sitoplasma mikrospora. Dinding polen terdiri atas beberapa lapis, yaitu eksin pada bagian luar yang berasal dari tapetum dan intin pada bagian dalam (Gambar 10). Eksin dapat dibedakan menjadi dua lapisan, yaitu seksin dan neksin. Seksin terdiri atas tectum dan baculum. Neksin tersusun atas lapisan kaki (footlayer/nexine I) dan endeksin (nexine II). Eksin ada di seluruh butir serbuk sari kecuali di satu bagian kecil dari tempat tabung serbuk sari muncul setelah penyerbukan. Bagian kecil ini dikenal sebagai pori germinal (germ pores). Rongga eksin diisi oleh mantel serbuk sari (pollen coat). Intin merupakan struktur lapisan ganda yang terdiri atas eksintin (menghadap eksterior) dan endintin (menghadap interior). Gambar 9. Representasi ultrastruktur spora pada bunga matahari 17 (Fan et al., 2020) Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
Gambar 10. Diagram struktur dinding polen A. thaliana (Jiang et al., 2013; Ma et al., 2021). Keterangan= Ba, bacula; Te, tectum; Tr, tryphine. Pembentukan dinding serbuk sari adalah proses kompleks yang terjadi melalui serangkaian peristiwa biologis. Mekanisme molekuler perkembangan eksin meliputi perkembangan dinding callose, morfologi primexine yang bergelombang, biosintesis dan transportasi sporopollenin dalam tapetum, dan deposisi mantel polen (Gambar 11). Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 18 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
Gambar 11. Model skema perkembangan dinding polen A. thaliana (Jiang et al., 2013; Ma et al., 2021). Keterangan= Ba, bacula; Te, tectum; Tr, tryphine. Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 19 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
Anthera terdiri dari empat lapisan sel yang berbeda: epidermis, endotesium, lapisan tengah dan tapetum. Mikrospora diproduksi di lokulus yang dikelilingi oleh tapetum. Perkembangan dinding polen dimulai pada tahap tetrad ketika mikrosporosit mengalami meiosis untuk menghasilkan empat mikrospora, yang seluruhnya tertutup oleh dinding callose yang dihasilkan mikrosporosit, dan dinding sel primer sel induk polen. Permukaan membran plasma mikrospora yang bergelombang menjadi inisiasi pembentukan eksin. Primexine, yang bertindak sebagai reseptor sporopollenin, diproduksi di sekitar mikrospora. Deposisi prekursor sporopollenin membangun proexine yang mengandung dasar bacula (probacula) dan tectum (protectum) pada primexine. Kemudian, pada mikrospora I yang lepas atau tahap mikrospora unicleat awal, dinding callose menjadi larut dan ketebalan eksin meningkat seiring dengan pengendapan sporopollenin terpolimerisasi yang berasal dari tapetum. Probacula tumbuh dan memanjang. Gelombang membran plasma berangsur-angsur menghilang. Dengan polimerisasi tambahan sporopollenin, struktur eksin secara visual lengkap pada tahap polen biseluler. Tryphine, sisa tapetum, mengisi ruang antara tektum dan lapisan kaki setelah mitosis kedua, yang menghasilkan polen triselular. Intin mulai berkembang dan selesai pada tahap akhir binukleat. Dinding polen integral sudah terbentuk. Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 20 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
B. SPOROGENESIS DAN GAMETOGENESIS PADA TUMBUHAN GYMNOSPERM Penjelasan mengenai sporogenesis dan gametogenesis Gymnosperm diwakili oleh Pinus. Pinus merupakan tumbuhan berumah satu yang menghasilkan organ reproduktif berupa strobilus, tetapi strobilus jantan dan betina diproduksi pada cabang terpisah dari tanaman yang sama (Gambar 11). Gambar 11. Strobilus jantan dan betina serta bagian-bagiannya 21 pada sporofit dewasa P. sylvestris (Sumber: http://www.seedbiology.de/evolution.asp) Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
1. Strobilus Betina Strobilus betina diproduksi dalam berpasangan atau berkelompok pada ketiak/aksil daun-daun sisik. Strobilus betina tumbuh sangat lambat dan pertumbuhannya dapat bertahan selama beberapa tahun. Dengan demikian, strobilus betina dari berbagai usia dapat terlihat dalam suksesi akropetal pada tunas panjang. Strobilus muda tahun pertama berukuran kecil (panjang 1-2 cm), lunak, padat dan berwarna merah-hijau. Strobilus tahun kedua relatif besar (panjang 5-8 cm), berkayu, kompak dan berwarna hijau. Strobilus tahun ketiga yang matang sepenuhnya jauh lebih besar (panjang 15-60 cm), berkayu, longgar dan berwarna coklat. Di sini megasporofil dipisahkan satu sama lain karena pemanjangan sumbu strobilus. Strobilus betina Pinus merepresentasikan tunas majemuk dengan struktur yang rumit. Strobilus betina terdiri dari sumbu pusat dengan 80-90 megasporofil yang tersusun secara spiral. Sebuah megasporafil tunggal terdiri dari dua jenis sisik, yaitu sisik fertil/ovuliferous (berkayu besar atau sisik seminiferus yang membawa dua ovula pada permukaan adaksial) dan sisik steril/bractea atau skala kerucut/conus pada permukaan abaksial (Gambar 12). Perkembangan megasporangium (ovulum) adalah tipe eusporangiate yaitu, sebuah ovulum berkembang dari sekelompok sel superfisial pada sisik ovuliferus. Ovulum Pinus adalah anatropous, unitegmik dan crassinucellate. Integumen tunggal bebas dari nuselus kecuali di ujung kalaza. Ada tabung mikropilar yang cukup lebar yang menjadi melengkung ke dalam selama tahap pra-fertilisasi dan melengkung ke luar pada saat penyerbukan. Integumennya berlapis tiga, bagian luar berdaging, bagian tengah berbatu dan bagian dalam berdaging. Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 22 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
A D E B G C F Gambar 12. A. Penampang membujur strobilus betina: 1. sisik steril, 2. megasporophyll, 3. integumen, 4. megasporangium, 5. micropyle; B. Skematik sisik ovuliferous; C. Sisik ovuliferous yang mengandung dua biji (ovulum yang terfertilisasi); D. Strobilus betina: Ovulum dapat ditemukan di megasporophyll, tersusus di strobilus: 1. strobilus betina, 2. biji bersayap; E. Pada setiap megasporophyll, dua biji dapat berkembang setelah fertilisasi: 1. biji, 2. sayap; F. Penampang melintang megasporophyll, megasporocyte dan megasporangium; G. Penampang melintang sporangium betina: 1. megasporophyll, 2. dinding megasporangium, 3. integumen, 4. megasporocyte, 5. jaringan megasporangium, 6. micropyle. (Sumber A, D-G: https://www.vcbio.science.ru.nl/en/virtuallessons/gymnosperma/ ; B-C: Singh, 1978). Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 23 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
2. Strobilus Jantan Strobilus jantan berkembang di cabang bawah, sedangkan strobilus betina terbentuk di cabang atas. Strobilus jantan, yang menggantikan tunas kerdil (dwarf shoot), berkembang dalam kelompok di dasar tunas panjang tahun yang sama di awal musim semi. Jumlah strobilus jantan dalam kelompok sangat bervariasi dari 15 (P. wallichiana) hingga 140 (P. roxburghii). Pada awal musim semi, strobilus jantan jatuh dan secara bersamaan strobilus betina muda muncul berpasangan atau berkelompok di sekitar ujung pucuk panjang. Strobilus jantan berukuran kecil (panjang 2-4 cm) dan berbentuk lonjong yang berkembang di ketiak daun sisik. Strobilus jantan memiliki sumbu pusat di mana 60-150 mikrosporofil diatur secara spiral di sekitar sumbu. Mikrosporofil tunggal adalah struktur bertangkai dan bermembran dengan bagian steril berbentuk segitiga yang melebar pada bagian distal yang disebut apofisis. Setiap mikrosporofil mengandung dua mikrosporangia seperti kantung pada permukaan abaksial. Berikut ini adalah detail strobilus jantan, mikrosporangium, dan polen pada Pinus (Gambar 13). Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 24 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
AB C D E F G H Gambar 13. A. Pohon pinus yang memiliki sekumpulan strobilus jantan; B. Strobilus jantan; C. Mikrosporofil dengan dua kantung polen oval; D. Penampang membujur strobilus jantan: 1. mikrosporofil, 2. kantung polen berisi poleh; E. Detail penampang membujur strobilus jantan: 1. mikrosporofil (2n), 2. dinding mikrosporangium (2n), 3. polen (mengandung sel-sel haploid); F. Detail sporangium jantan yang mengandung polen (mikrogametofit): 1. polen, 2. sisa jaringan sporogenik; G. Detail polen pinus: 1. kantung udara, 2. sel generatif; H. Detail polen berkecambah: 1. kantung udara, 2. sel generatif, 3. tabung polen, 4. nukleus tabung (Sumber: https://www.vcbio.science.ru.nl/en/virtuallessons/gymnosperma/ ). Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 25 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
3. Pembentukan Gamet pada Pinus Pembentukan gamet betina dan jantan pada Pinus secara umum dapat dilihat pada Gambar 14. Spora adalah fase pertama generasi gametofit. Mikrospora atau butir serbuk sari (polen) mewakili gametofit jantan, sedangkan megaspora mewakili tahap pertama gametofit betina yang berkembang menjadi gametofit betina. Gambar 14. Soporogenesis dan Gametogenesis pada Pinus 26 (Sumber: http://www.seedbiology.de/evolution.asp) Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
a. Pembentukan Gamet Betina Sebuah sel hipodermik dalam jaringan nuselus di ujung mikropil berdiferensiasi menjadi sel archesporial. Sel ini membelah periklinal untuk membentuk sel parietal (atas) dan sel induk megaspora (bawah). Sel parietal selanjutnya membelah membentuk lapisan tapetal (Gambar 15). Sel induk megaspora mengalami pembelahan meiosis untuk membentuk tetrad linier dari empat megaspora. Tiga megaspora terluar mengalami degenerasi, sedangkan megaspora paling bawah menjadi fungsional (Gambar 16A). Proses ini merupakan tahapan megasporogenesis. Pembukaan bebas bagian atas integumen membentuk mikropil dan cekungan di antara integumen dan nuselus di bagian atas bakal biji membentuk ruang serbuk sari. Setelah penyerbukan, polen disimpan di ruang polen dan perkembangan lebih lanjut dari polen terjadi di jaringan nuselar. Gambar 15. Skema representatif perkembangan gametofit betina pada Pinus (Singh, 2006) Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 27 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
Gambar 16. A. Tetrad linear yang menunjukkan satu megaspora fungsional dan tiga megaspora degenaratif; B. Gametofit betina pada tahap inti bebas; C. Arkegonium (Singh, 1978). Gametofit betina dari Pinus berkembang dari megaspora fungsional yang membesar secara signifikan (Gambar 16A). Inti megaspora membelah secara mitosis membentuk sejumlah besar inti tanpa disertai pembentukan dinding (free nuclear division). Jumlah inti bebas adalah konstan untuk spesies tertentu, misalnya 2.000 untuk P. gerardiana dan 2.500 untuk P. roxburghii dan P. wallichiana. Dengan bertambahnya ukuran, megaspora mengembangkan vakuola di tengah yang dipaksa oleh sitoplasma bersama dengan inti menuju pinggiran (Gambar 16B). Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 28 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
Dengan demikian, nukleus terletak pada lapisan tipis sitoplasma di sekitar vakuola (Gambar 16B). Setelah itu, pembentukan dinding sel dimulai secara sentripetal, dari pinggiran ke dalam. Pada tahap ini, banyak sel seperti tabung berinti banyak yang memanjang secara radial yang disebut alveoli terbentuk dan pembentukan dinding terjadi melalui alveoli (Gambar 16C). Kemudian, dinding silang terbentuk pada setiap alveolus untuk membentuk sel berinti satu. Dengan cara ini, seluruh gametofit menjadi seluler dan jaringan yang terbentuk mewakili endosperma atau prothallus betina atau kantung embrio (Gambar 17). Di ujung prothalus berkembang dua atau lebih arkegonia. Archegonia terdiri dari leher yang pendek dan perut yang menggembung, leher terdiri dari empat sel, dan perut berisi oosphere atau sel telur. Tahapan-tahapan tersebut merupakan proses megagametogenesis. Gambar 17. Penampang membujur ovulum matang Pinus: A=gametofit, B=sel telur, C=micropyle, D=integumen, E=megasporangium. Skala=0.8mm. (Sumber kiri: Singh, 1978; kanan: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Pinus_ovule_L.jpg) Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 29 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
b. Pembentukan Gamet Jantan Perkembangan mikrosporangia adalah tipe eusporangiate, yaitu berkembang dari sekelompok sel hipodermal mikrosporofil. Sebuah mikrosporangium matang terdiri dari dinding berlapis- lapis, tapetum dan sel induk mikrospora. Setiap sel induk mikrospora - dengan pembelahan meiosis - menghasilkan empat mikrospora atau polen (Gambar 18 dan 19). Tahapan ini disebut sebagai mikrosporogenesis. Gambar18. Skema representatif perkembangan gametofit jantan pada Pinus (Singh, 2006) Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 30 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
Gambar 19. A. Penampang melintang strobilus jantan pada Pinus; B. mikrofil; C. polen; D. Penampang melintang mikrosporangium. (Singh, 1978) Pada tahap pematangan, mikrosporangium tunggal mengandung banyak polen berwarna kuning pucat. Polen berbentuk perahu dengan lubang monosulkat dan dibatasi oleh dua lapisan dinding konsentris: eksin tebal luar dan intin tipis dalam (Gambar 19). Eksin pada sisi lateral polen melebar membentuk dua sayap (sacci). Jadi polen Pinus merupakan bisaccate yang menunjukkan cara penyerbukannya yang anemophilous (dibantu oleh angin). Perkembangan gametofit jantan dibagi menjadi dua tahap, yaitu sebelum polinasi yang terjadi di mikrosporangium dan setelah polinasi yang terjadi di gametofit betina (Gambar 20 dan 21). Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 31 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
Before pollination After pollination Gambar 20. Skema representatif perkembangan gamet jantan pada Pinus (Singh, 2006) Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 32 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
Gambar 21. A-E. Tahapan perkembangan gametofit jantan pada Pinus (Singh, 1978) Perkembangan Gametofit Jantan sebelum Penyerbukan Polen mengalami perkembangan endosporik. Nukleus polen membelah secara mitosis untuk menghasilkan sel prothalial pertama berbentuk seperti lensa kecil menuju ujung proksimal dan sel sentral besar di ujung distal (Gambar 21A). Sel sentral kembali membelah menjadi sel prothalial kedua dan inisial antheridial (Gambar 21B). Kedua sel prothalial adalah ephemeral (tidak kekal) dan sel prothalial kedua tetap melekat pada sel prothalial pertama. Sel antheridial pemula membelah untuk membentuk sel antheridial kecil dan sel tabung besar (Gambar 21C). Polen dilepaskan dari mikrosporangium pada tahap bersel empat (dua sel prothalial, sel antheridial dan sel tabung). Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 33 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
Perkembangan Gametofit Jantan Setelah Penyerbukan Setelah penyerbukan, polen bersel empat disimpan di ruang polen dan tetap tidak berkecambah selama sekitar 11 bulan. Polen berkembang pada musim semi berikutnya. Sel tabung polen keluar melalui lubang polen berupa tabung polen. Tabung polen berjalan menuju arkegonium, menembus jaringan nuselus ovulum. Sel antheridial di dalam tabung polen membelah untuk membentuk sel tangkai dan sel spermatogen (tubuh) (Gambar 21D). Sel spermatogen membelah untuk membentuk dua inti jantan sesaat sebelum pembuahan (Gambar 21E). Inti jantan sebenarnya adalah gamet jantan yang non-motil dan tidak bertahan lama. 34
C. EVALUASI 1. Buatlah tabel matriks yang menguraikan perbandingan megasporogenesis pada Angiosperm dan Gymnosperm! 2. Jelaskan perbedaan kantung embrio pada Angiosperm dan Gymnosperm! 3. Buatlah tabel matriks yang menguraikan perbandingan mikrosporogenesis pada Angiosperm dan Gymnosperm! 4. Jelaskan perbedaan polen pada Angiosperm dan Gymnosperm! Apakah semua pertanyaan sudah bisa dijawab? Jika “sudah”, silakan lanjutkan ke bab selanjutnya, jika “belum” silakan pelajari kembali topik ini secara mandiri, atau mendiskusikan dengan teman atau dosen. Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 35 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
REFERENSI Bhatnagar, S. P., & Dantu, P. K. (2015). The embryology of Angiosperms. Vikas Publishing House. Fan, T. F., Hwang, Y., Ibrahim, M. S., Ferracci, G., & Cho, N. J. (2020). Influence of Chemical and Physical Change of Pollen Microgels on Swelling/De-Swelling Behavior. Macromolecular Rapid Communications, 41(21), 2000155. Jiang, J., Zhang, Z., & Cao, J. (2013). Pollen wall development: the associated enzymes and metabolic pathways. Plant biology, 15(2), 249-263. Kawashima, T., & Berger, F. (2014). Epigenetic reprogramming in plant sexual reproduction. Nature Reviews Genetics, 15(9), 613-624. Ma, X., Wu, Y., & Zhang, G. (2021). Formation pattern and regulatory mechanisms of pollen wall in Arabidopsis. Journal of Plant Physiology, 260, 153388. Maheswari, P. (2022). Sexual Reproduction in Flowering Plants. Available online at https://ncert.nic.in/textbook/pdf/lebo102.pdf Schmidt, A., Schmid, M. W., & Grossniklaus, U. (2015). Plant germline formation: common concepts and developmental flexibility in sexual and asexual reproduction. Development, 142(2), 229-241. Singh, H. (1978). Embryology of gymnosperms. Berlin, Gerbrüder Borntraeger. Singh, V. P. (2006). Gymnosperm (naked seeds plant): structure and development. Sarup & Sons. Twell, D., Oh, S. A., & Honys, D. (2006). Pollen development, a genetic and transcriptomic view. In The pollen tube (pp. 15-45). Springer, Berlin, Heidelberg. Modul Digital Mata Kuliah Perkembangan Tumbuhan 36 © 2022 oleh Adi Rahmat dan Tri Suwandi
Search
Read the Text Version
- 1 - 37
Pages: