Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Bab 4. Aplikasi Model FCD

Bab 4. Aplikasi Model FCD

Published by R.M. Sukarna, 2020-12-16 02:02:14

Description: Bab 4. Aplikasi Model FCD

Search

Read the Text Version

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 IV. APLIKASI MODEL FCD CITRA LANDSAT UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR DAN FLORISTIK HUTAN RAWA GAMBUT Dalam bab pendahuluan telah diuraikan bahwa kajian spektral citra satelit resolusi spasial sedang seperti Citra Landsat yang dimaksudkan untuk memahami potensi sumberdaya hutan melalui pendekatan transformasi indeks vegetasi maupun klasifikasi multispektral belum memberikan hasil yang maksimal. Permasalahan mendasar yang dihadapi adalah bahwa struktur kanopi hutan yang berlapis dan sangat heterogen dapat menyebabkan kesalahan nilai respon spektral, akibatnya dapat terjadi kesalahan identifikasi dan interpretasi. Sejak Tahun 1990 telah dikembang model Forest Canopy Density (FCD) yang menunjukkan tingkat kecermatan hasil klasifikasi hutan yang cukup baik. Secara konseptual model FCD dikembangkan secara bertahap dengan mempertimbangkan kondisi struktur hutan secara faktual melalui integrasi antara indeks tanah, indeks vegetasi, indeks bayangan dan indeks temperatur (Rikimaru, 1996). Hal ini didukung oleh beberapa penelitian seperti yang dilakukan oleh Deka et al. (2012) found the ability of FCD model to detect the temporal change of tropical deforestation in North East India with overall accuracy of 84.0 % and kappa coefficient of 0.77. Mon et al. (2012) revealed that FCD Mapper can be applied to monitor tropical mixed deciduous vegetation over time at lower cost than alternative methods in Myanmar. Banerjee et al. (2014) used Landsat TM image for detecting in an old growth forest of North forest division of India using FCD, and found the overall accuracy for classified TM image is 80% and Kappa Coefficient is 0.74. Sukarna (2014) used FCD model to classify floristic diversity of peat swamp forest in Central Kalimantan Indonesia. It has been known that dense forest of FCD associated with high floristic diversity, and low forest of FCD associated with 1|Aplikasi Model FCD (Free Download)

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 low floristic diversity. Another study also used forest cover as a parameters to determine, classify and monitor forest condition using remote sensing such as which have been reported by Forkuo and and Frimpong (2012), Giree et al., (2013), Tian et al.,(2014), and Tran et al.,(2015). 4.1. Klasifikasi Struktur dan Floristik Hutan berbasis Model FCD Analisis struktur dan floristik hutan rawa terdiri dari 5 bagian utama, yaitu (1) klasifikasi spektral kerapatan kanopi hutan model FCD Citra Landsat yang mencakup kegiatan (a) koreksi dan normalisasi citra, (b) analisis spektral kerapatan vegetasi, (c) analisis spektral spektral kerapatan kanopi hutan (Forest Canopy Density), (2) identifikasi struktur hutan melalui foto udara, (3) analisis struktur hutan hasil pengukuran lapangan (4) klasifikasi akhir struktur hutan dan uji akurasi dan (5) pemodelan struktur hutan rawa melalui model FCD Citra Landsat 7 ETM+ (6) pemodelan struktur hutan rawa melalui model matematis, (7) pemodelan distribusi floristik hutan rawa pada masing-masing satuan bentang lahan. 4.1.1. Koreksi dan Normalisasi Citra Satelit Perbaikan nilai spektral Citra Landsat sebagai akibat gangguan awan dan gangguan atmosfer dilakukan melalui metode penyesuaian histogram dan normalisasi data menggunakan model perentangan kontras (streching), sehingga dihasilkan citra baru dengan julat nilai 0 – 255 untuk semua saluran. Hasil normalisasi data spektral Citra Landsat 7 ETM+ Path/Row 118/062 Tahun 2007 menggunakan komposit 543 seperti pada Gambar 1. 2|Aplikasi Model FCD (Free Download)

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 Keterangan : Vegetasi rapat Vegetasi agak terbuka Tanah Terbuka Tubuh Air Gambar 1. a) Model Perentangan Kontras Data Digital Citra Landsat 7 ETM+. b) Citra Komposit 543 Hasil Proses Normalisasi Data (Sukarna, 2009) 3|Aplikasi Model FCD (Free Download)

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 Hasil klasifikasi penutupan lahan pada Citra Landsat 7 ETM+ komposit 543 masih bersifat sangat umum. Secara umum fenomena penutupan lahan tersebut dapat diidentifikasi berdasarkan karakteristik spektral citra, yaitu tubuh air dan daerah rawa yang agak berair (warna biru), tanah terbuka (warna merah) dan vegetasi yang agak terbuka seperti rumput dan semak (warna hijau muda), dan vegetasi yang rapat seperti hutan (warna hijau tua). Fenomena penutupan lahan yang dihasilkan melalui analisis komposit belum mampu memberikan informasi sebaran penutupan vegetasi yang lebih rinci. Dengan demikian perlu dilakukan analisis lanjutan seperti membuat transformasi indeks vegetasi terhadap data spektral Citra Landsat 7 ETM+, sehingga diharapkan penentuan sebaran kerapatan vegetasi hutan rawa dapat dilakukan secara maksimal. 4.1.2. Analisis Kerapatan Vegetasi Citra Landsat 7 ETM+ Untuk mengurangi masalah tersebut Rikimaru dan Miyatake (1997), Roy et al. (1997) menyarankan penggunaan transformasi Advanced Vegetation Index (AVI). AVI dinilai memiliki kepekaan yang lebih baik dalam membedakan tingkat variasi kerapatan vegetasi. Hasil analisis lanjutan dengan mengintegrasikan nilai indeks vegetasi dan nilai indeks tanah melalui Principle Component Analysis (PCA) terhadap data spektral Citra Landsat 7 ETM+ menunjukkan bahwa variasi hubungan antara indeks vegetasi dan indeks tanah (Baresoil Index atau BI) secara umum bersifat negatif dengan nilai korelasi (r) = -0.849 untuk AVI-BI, r = -0.876 untuk NDVI-BI dan r = - 0,901 untuk ANVI-BI. Advanced Normalized Vegetation Index (ANVI) adalah gabungan antara NDVI dan AVI (Gambar 2). 4|Aplikasi Model FCD (Free Download)

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 Gambar 2. Hasil Analisis PCA Model Hubungan antara (a) AVI dan BI, (b) NDVI dan BI, (c) ANVI dan BI Citra Landsat 7 ETM+ (Sukarna, 2009). Hasil tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi nilai spektral kerapatan vegetasi hutan akan diikuti oleh menurunnya nilai spektral pantulan tanah terbuka. Berdasarkan hasil analisis PCA terlihat bahwa nilai koefisien determinasi (r2) antara indeks vegetasi dan indeks tanah cukup tinggi yaitu ± 70%. Hal ini juga berarti bahwa masih terdapat ± 30% pengaruh faktor-faktor lain yang belum dapat diperhitungkan dalam menentukan kondisi kerapatan vegetasi hutan. Hasil analisis kerapatan vegetasi melalui integrasi citra AVI dan citra BI memperlihatkan kerincian kelas penutupan lahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan citra NDVI, terutama dalam membedakan lahan-lahan yang terbuka dan kerapatan vegetasi yang dekat dengan permukaan tanah. Namun demikian Citra Vegetation Density tersebut masih memperlihatkan kekurangannya yaitu bahwa padang rumput dan semak yang rapat memberikan nilai persentasi kerapatan vegetasi yang lebih tinggi (>80%) dibandingkan dengan kawasan hutan belukar muda (40 – 60%), dan hal ini merupakan kesalahan dalam menginterpretasi struktur vegetasi hutan rawa. 5|Aplikasi Model FCD (Free Download)

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 Dengan kenyataan tersebut maka untuk menentukan variasi sebaran struktur hutan rawa secara baik memerlukan analisis lanjutan. Langkah awal adalah menggambarkan secara umum sebaran kelompok hutan melalui analisis komposit indeks vegetasi (VI), indeks tanah (BI) dan indeks bayangan (SI). Hasil analisis citra komposit VI-BI-SI menunjukkan bahwa kawasan hutan dengan pohon-pohon yang rapat dapat secara jelas dibedakan dengan kawasan padang rumput, semak dan lahan terbuka. Hasil analisis komposit VI-BI-SI digunakan sebagai dasar awal untuk menentukan sebaran struktur tegakan hutan rawa pada lokasi penelitian, karena nilai SI mampu merepresentasikan perbedaan strata tajuk pohon secara vertikal. Keterangan : Areal contoh A (padang rumput dan semak rendah), dan areal contoh B (hutan belukar muda). Gambar 3. Hasil Analisis Vegetation Density Citra Landsat 7 ETM+, Areal Contoh Penelitian dan Foto Udara (Sukarna, 2009). 6|Aplikasi Model FCD (Free Download)

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 Rikimaru dan Miyatake (1997) menjelaskan bahwa semakin meningkat nilai kerapatan tajuk pohon akan diikuti juga oleh meningkat nilai indeks bayangan (SI). Artinya semakin rapat vegetasi pohon maka akan menyebabkan bayangan yang lebih banyak. Sebaliknya peningkatan nilai SI menyebabkan tanah terbuka semakin sedikit atau semakin kecil nilai indeks tanah (BI), dan hal ini berhubungan langsung dengan menurunnya nilai indeks temperatur (TI). 4.1.3. Analisis Kluster dan Kerapatan Kanopi Hutan Rawa Gambut Untuk menghindari kesalahan identifikasi dan klasifikasi terhadap struktur vegetasi hutan rawa, dilakukan pengembangan metode dengan memasukan nilai indeks bayangan tajuk (shadow index atau SI) dan indeks temperatur (temperature index atau TI). Rikimaru dan Miyatake (1997) menjelaskan bahwa nilai maksimum indeks vegetasi tidak tergantung pada kepadatan pohon atau hutan, sehingga akan jenuh terlebih dahulu jika dibandingkan dengan indeks bayangan (SI). Sebaliknya nilai SI sangat tergantung pada jumlah vegetasi yang tinggi seperti pohon dengan bayangan tajuk yang signifikan. Semakin rapat vegetasi pohon maka akan menyebabkan bayangan yang lebih banyak. Dengan demikian Nilai SI yang tinggi akan menyebabkan terjadinya penurunan pada nilai indeks temperatur (TI). Hasil Analisis (Gambar 4) menunjukkan bahwa hubungan antara SI dan TI bersifat negatif dengan nilai korelasi -0,765. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi nilai bayangan tajuk vegetasi pada hutan rawa akan semakin menurun nilai suhunya. Sebaliknya hubungan antara BI dan TI bersifat positif dengan nilai korelasi 0.592. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi nilai indeks tanah pada lokasi penelitian akan semakin tinggi nilai indeks suhunya. Melalui integrasi antara indeks suhu (TI) dan indeks 7|Aplikasi Model FCD (Free Download)

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 bayangan tajuk (SI) dihasilkan algoritma Advanced Shadow Index (ASI) yang berfungsi untuk menentukan perbedaan kerapatan vegetasi yang memiliki tajuk atas (vegetation in the canopy) dan vegetasi yang memiliki tajuk dekat permukaan tanah (vegetation on the ground). Keterangan Citra SI Keterangan Citra TI Areal berhutan dengan tajuk pohon rapat Suhu Rendah Areal berhutan dengan tajuk pohon agak rapat Suhu agak rendah Areal dengan tajuk pohon agak terbuka Areal dengan tajuk pohon terbuka Suhu agak tinggi Suhu tinggi Gambar 4. a) Diagram Pencar Hubungan antara Nilai Spektral SI dan TI, (b) Diagram Pencar Hubungan antara Nilai Spektral BI dan TI, c) Hasil Klasifikasi Citra Shadow Index (SI), d) Hasil Klasifikasi Citra Temperature Index (TI) (Sukarna, 2009). 8|Aplikasi Model FCD (Free Download)

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 Citra ASI menjadi penting dalam menentukan variasi struktur vegetasi hutan secara vertikal melalui pendekatan spektral. Pengaruh nilai bayangan tajuk dan suhu dalam menentukan perbedaan lapisan tajuk memberikan hasil yang cukup maksimal dalam membedakan kawasan hutan yang memiliki pohon-pohon yang rapat dengan kawasan hutan yang memiliki padang rumput, semak-semak yang rapat. Aplikasi citra ASI digunakan sebagai acuan untuk membuat dan mengembangkan model Scaled Shadow Index (SSI) yang berfungsi lebih jauh untuk menentukan kluster struktur hutan rawa secara rinci. Pada Gambar 4c dan 4d terlihat bahwa kawasan hutan yang memiliki struktur tajuk pohon yang rapat (SI >60%) menyebabkan menurunnya nilai TI (<60%). Sebaliknya kawasan hutan yang memiliki struktur tajuk pohon yang jarang SI (<60%) menyebabkan meningkatnya nilai TI (>60%). Hasil Integrasi citra SI dan citra TI menghasilkan Citra ASI. 9|Aplikasi Model FCD (Free Download)

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 Gambar 5. Hasil Analisis Citra Advanced Shadow Index (ASI) Kawasan Penelitian Hutan Rawa Sebangau Kalimantan Tengah (Sukarna, 2009). Namun demikian model transformasi Citra ASI masih memiliki kelemahan yaitu taksiran kerapatan tajuk yang relatif berlebihan (over estimate). Akibatnya hampir seluruh areal yang memiliki bayangan tajuk pohon yang rapat memiliki nilai SI >80%, dan hal ini tentu menimbulkan masalah dalam menentukan dan mempelajari struktur hutan secara faktual. Hasil analisis seperti ini perlu diperbaiki dengan melakukan klusterisasi terhadap citra ASI. Hasil analisis klusterisasi data spektral Citra Landsat 7 ETM+ menghasilkan 8 kluster hutan berdasarkan karakteristik nilai spektral 10 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 indeks vegetasi, indeks tanah, indeks bayangan tajuk dan indeks temperatur seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Rekapitulasi Nilai Spektral pada Masing-Masing Kluster Hutan Nilai Spektral Citra Landsat 7 ETM+ + Kelompok Indeks Indeks Indeks Indeks Hutan Vegetasi Tanah Bayangan Temperatur (VI) (BI) Tajuk (SI) (TI) 1 2 36,9 155,8 89,1 203,6 3 4 29,0 157,3 137,8 170,7 5 6 62,2 138,7 110,3 172,9 7 8 130,4 122,3 119,5 162,6 61,3 133,2 149,2 137,8 115,0 120,1 175,4 122,4 136,6 112,7 176,7 120,6 157,4 105,5 174,8 120,9 Sumber : Hasil Analisis Citra Landsat 7 ETM+ (Sukarna, 2009). Hasil analisis terhadap seluruh kluster hutan tersebut menghasilkan citra baru yaitu Citra Scaled Shadow Index (SSI). Hasil klusterisasi hutan berdasarkan analisis spektral Citra SSI data Landsat 7 ETM+ pada memiliki kecenderungan memberikan informasi spektral yang didasarkan atas perbedaan kerapatan struktur tajuk vegetasi hutan secara vertikal. 11 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 Gambar 6. Peta Kluster Hutan Model Scaled Shadow Index (SSI) Landsat 7 ETM+, Bagian Areal Contoh Penelitian pada Citra SSI, dan Hasil Identifikasi dan Interpretasi Foto Udara. (Sukarna, 2009). Hal ini tentu sangat menguntungkan apabila hal tersebut digunakan untuk memahami berbagai perbedaan dan variasi struktur tajuk hutan berdasarkan kondisi strata tajuknya. Hasil identifikasi sementara menunjukkan bahwa kawasan hutan yang memiliki jumlah pohon yang rapat memiliki nilai SSI yang tinggi, dan sebaliknya kawasan hutan yang jumlah pohonnya sedikit atau jarang memiliki nilai SSI yang rendah. Untuk mengurangi dan menetralisir berbagai kesalahan interpretasi spektral yang dilakukan dalam mempelajari klusterisasi hutan melalui model 12 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 citra SSI, maka dalam penelitian juga dikembangkan model citra vegetation density (model VD). Citra model VD juga dikembangkan melalui integrasi nilai indeks vegetasi, indeks tanah, indeks bayangan dan indeks temperatur yang berfungsi untuk menajamkan berbagai perbedaan pada karakteristik struktur hutan dan lingkungan yang mempengaruhinya. Gambar 7. a) Model Klusterisasi Struktur Hutan Rawa Citra Landsat 7 ETM+, b) Citra Hasil Klusterisasi (Sukarna, 2009). Hasil analisis klusterisasi kerapatan struktur vegetasi hutan pada Gambar 7 menunjukkan bahwa pada kawasan penelitian diperoleh 4 group (G) kerapatan hutan, yaitu G1 (merah) merupakan representasi dari distribusi kondisi struktur hutan yang rapat, G2 (hijau) merupakan representasi dari distribusi struktur hutan yang cukup rapat, G3 (biru) merupakan representasi dari distribusi kondisi struktur hutan yang agak jarang, dan G4 (kuning) merupakan representasi dari distribusi kondisi struktur hutan yang jarang. Selanjutnya hasil analisis integrasi G1,G2,G3 dan G4 menghasilkan Citra Multi Vegetation Density Model (MVDM) seperti pada Gambar 8. 13 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 Gambar 8. Citra Multi Vegetation Density Model Data Landsat 7 ETM+ (Sukarna, 2009). Hasil analisis citra MVDM dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mempertajam pemodelan kerapatan vegetasi sesuai dengan aspek faktual kerapatan vegetasi hijau di lapangan. Hasil visualisasi Citra SSI dan Citra MVDM menunjukkan hal yang relatif berlawanan dalam menggambarkan kondisi kerapatan tajuk vegetasi hutan pada lokasi penelitian. Terlihat jelas bahwa pada kawasan vegetasi yang rapat tetapi memiliki struktur tajuk pohon yang dekat dengan permukaan tanah memiliki nilai kerapatan yang 14 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 tinggi pada citra MVDM dan sebaliknya memiliki nilai bayangan tajuk yang rendah pada citra SSI. Dengan dasar tersebut selanjutnya dilakukan integrasi antara Citra MVDM dan Citra SSI. Hasil integrasi antara citra SSI dan citra MVDM dihasilkan model citra baru yaitu citra Forest Canopy Density (FCD) yang diharapkan menghasilkan variasi nilai spektral struktur dan kerapatan tajuk hutan yang lebih representatif dibandingkan citra SSI maupun citra model VD. Citra FCD menghasilkan distribusi kelas kerapatan tajuk hutan didasarkan atas prinsip kerapatan vegetasi hijau yang merupakan representasi nilai akumulasi indeks luas daun (Leaf Area Index atau LAI) pada kanopi dan prinsip perbedaan tinggi atau strata tajuk vegetasi hutan yang merupakan representasi dari nilai akumulasi bayangan tajuk yang memiliki perbedaan ketinggian terhadap permukaan tanah. Hasil analisis citra FCD secara lengkap disajikan pada Gambar 9. 15 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 Keterangan : FCD 0% FCD 1 – 10% FCD 11 – 20% FCD 21 – 30% FCD 31 – 40% FCD 41 – 50% FCD 51 – 60% FCD 61 – 70% FCD 71 – 80% FCD 81 – 90% FCD 91 – 100% Gambar 9. Hasil Analisis Citra Forest Canopy Density (FCD) pada Kawasan Sebangau Provinsi Kalimantan Tengah (Sukarna, 2009). Berdasarkan hasil analisis spasial terhadap citra FCD diketahui bahwa luas seluruh areal penelitian adalah ± 226.292,40 ha yang terdiri dari 11 kelompok penutupan lahan menurut tingkat kerapatan tajuk vegetasi. Uraian secara detil mengenai kelompok penutupan lahan disajikan pada Tabel 2. 16 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 Tabel 2. Distribusi Penutupan Lahan Interval Hasil Identifikasi Nilai Luas Tentatif No. FCD Luas (ha) (%) (%) 1 0-0 43,793.73 19.35 Lahan kosong dan padang rumput 2 1-10 2,057.49 0.91 Padang rumput dan semak rendah 3 11-20 5,712.93 2.52 semak rendah dan belukar muda jarang 4 21-30 9,215.82 4.07 semak tinggi dan belukar muda jarang semak tinggi dan 5 31-40 10,812.78 4.78 belukar muda agak rapat 6 41-50 10,476.27 4.63 Semak dan belukar muda rapat 7 51-60 10,206.18 4.51 belukar muda rapat 8 61-70 42,644.79 18.84 belukar muda dan hutan rapat 9 71-80 70,733.97 31.26 Belukar muda dan hutan rapat 10 81-90 20,203.92 8.93 Hutan sangat rapat 11 91-100 434.52 0.19 Hutan sangat rapat Luas Total 226,292.40 100.00 (ha) Sumber : Hasil Analisis Citra Landsat 7 ETM+ (Sukarna, 2009). Untuk mengetahui konsistensi model FCD Citra Landsat 7 ETM+ yang digunakan dalam penelitian ini, selanjutnya dilakukan pengujian terhadap nilai Vegetation Density (VD) dan Scale d Shadow Index (SSI). Hasil pengujian menunjukan bahwa integrasi nilai VD dan nilai SSI Citra Landsat 7 ETM+ menghasilkan konsistensi terhadap nilai FCD. Dengan demikian hasil analisis ini sesuai dengan yang telah dikembangkan oleh ITTO/JOFCA (2003). Model integrasi antara nilai VD dan nilai SSI mengacu pada formulasi 17 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 yang dikembangkan oleh Rikimaru dan Miyatake (1997) serta Roy et al (1997). Tabel 3. Rekapitulasi Nilai Vegetation Density (VD) dan Nilai Scaled Shadow Index (SSI) dan Nilai Forest Canopy Density (FCD) Citra Landsat 7 ETM+ VD SSI FCD VD SSI FCD VD SSI FCD (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) 1-10 11-20 1-10 31-40 11-20 21-30 71-80 11-20 21-30 1-10 21-30 11-20 31-40 11-20 21-30 71-80 21-30 31-40 1-10 31-40 21-30 31-40 71-80 51-60 71-80 31-40 41-50 1-10 41-50 31-40 31-40 21-30 21-30 71-80 41-50 51-60 1-10 51-60 41-50 31-40 21-40 21-40 71-90 0 0 1-10 61-70 51-60 31-40 61-70 51-60 71-90 31-50 51-60 1-10 71-80 61-70 41-50 0 0 71-90 11-20 31-40 1-10 81-90 71-80 41-50 11-20 21-30 71-90 21-40 41-50 11-20 11-20 11-20 41-50 71-80 61-80 71-90 31- 40 51-60 11-20 21-30 11-40 41-50 81-90 51-60 71-90 81-90 81-90 11-20 31-40 21-40 51-60 41-60 51-60 81-90 0 0 11-20 51-60 31-50 61-70 11-20 31-40 81-90 41-50 61-70 11-20 61-70 31-40 61-70 81-90 71-80 81-90 71-80 71-80 21-30 11-20 11-20 61-80 11-20 21-30 81-90 81-90 81-90 21-30 31-40 21-30 61-80 1-10 1-20 91-100 0 0 21-30 61-70 41-50 61-80 21-40 41-50 91-100 11-20 41-50 21-30 71-80 51-60 71-80 0 0 91-100 21-30 41-50 21-30 81-90 51-60 71-80 1-10 11-20 91-100 81-90 81-90 Sumber : Hasil Analisis Citra Landsat 7 ETM+ (Sukarna, 2009) Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 8 dapat dijelaskan bahwa faktor utama yang paling berpengaruh terhadap nilai struktur kerapatan tajuk hutan (FCD) adalah nilai SSI. Terlihat bahwa walaupun nilai kerapatan vegetasi (VD) tinggi (91-100%) tetapi nilai SSI rendah (0%), maka nilai FCD cenderung rendah (0%). Hal ini berarti bahwa penentuan kawasan hutan yang memiliki perbedaan dalam strata tajuk dapat dilakukan secara optimal melalui integrasi nilai SSI dan nilai VD data spektral Citra Landsat 7 ETM+. 18 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 4.1.4. Verifikasi Model FCD menggunakan Foto Drone Berdasarkan Citra FCD Landsat 7 ETM+, selanjutnya dilakukan klasifikasi dan pemodelan struktur hutan rawa melalui identifikasi dan interpretasi melalui Foto Drone. Hasil identifikasi secara kualitatif pada Gambar 10 menunjukkan bahwa sebaran kelompok piksel dengan nilai FCD 0 – 20% umumnya didominasi oleh padang rumput dan semak rendah dan semak tinggi yang cukup rapat. Pada kawasan ini masih dijumpai pohon- pohon kecil, tetapi penyebarannya relatif masih jarang dan berkelompok kecil. Berdasarkan hasil analisis Citra FCD diketahui bahwa lahan terbuka dan padang rumput memiliki nilai FCD 0%, semak rendah dan semak tinggi dengan pohon-pohon kecil dengan nilai FCD 1 – 10%, dan semak tinggi dan belukar muda 11 – 20%. Gambar 10. Hasil Identifikasi menggunakan Foto Drone; Dominasi Padang Rumput, dan Semak (Dokumentasi Tahun 2019). 19 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 Gambar 11. Hasil Identifikasi Foto Drone ; Dominasi Semak, Belukar Muda dan Belukar Tua (Dokumentasi Tahun 2019). Contoh hasil analisis pada Gambar 11 menunjukkan bahwa sebaran kelompok piksel dengan nilai FCD 21 – 40% umumnya didominasi oleh vegetasi belukar muda yang rapat dengan pohon-pohon kecil berdiameter ± 10 cm yang menyebar dan membentuk komunitas vegetasi yang cukup luas. Tinggi pohon memperlihatkan kondisi yang seragam, artinya hanya terdapat satu strata tajuk. Sebaran kelompok piksel dengan nilai FCD 41 – 60% umumnya didominasi oleh vegetasi belukar muda dan belukar tua yang rapat dengan pohon-pohon berdiameter 10 – 20 cm. Tinggi pohon memperlihSa0t2k0 2a9n' 4k5.o2\"nEd1is1i40y0a8'n1g7.5t\"idak seragam, dimana terdapat satu atau dua strata tajuk pohon. Contoh hasil analisis pada Gambar 12 menunjukkan bahwa sebaran kelompok piksel dengan nilai FCD 61 – 100% umumnya didominasi oleh hutan primer yang rapat dengan pohon-pohon berdiameter 10 – 60 cm. Tinggi pohon memperlihatkan kondisi yang tidak seragam, dimana terdapat tiga atau empat strata tajuk pohon. 20 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 Gambar 12. Hasil Identifikasi Foto Drone, Dominasi Hutan yang rapat dan sangat Rapat (Dokumentasi Tahun 2019). 4.1.5. Analisis Struktur Hutan Hasil Pengukuran Lapangan Dombois dan Ellenberg (1974) mendefinisikan istilah struktur vegetasi sebagai organisasi di dalam suatu ruang dari individu-individu yang membentuk suatu tegakan dengan elemen utama adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Struktur vegetasi hutan paling sedikit mempunyai lima tingkatan, (1) phisiognomi vegetasi, yaitu kenampakan luar vegetasi, (2) struktur biomasa yaitu suatu konsep yang sangat teliti atau detil dari struktur vegetasi, (3) struktur bentuk kehidupan yaitu suatu bentuk yang berhubungan dengan komposisi bentuk pertumbuhan atau bentuk kehidupan tumbuhan di dalam vegetasi, (4) struktur floristik atau komposisi floristik merupakan bagian dari struktur vegetasi yang mencakup aspek struktur bentuk kehidupan dan biomasa, dan (5) struktur tegakan. Komponen struktur vegetasi terdiri atas (1) struktur 21 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 vertikal, yaitu stratifikasi pada lapisan tajuk, (2) struktur horizontal, merupakan distribusi spasial dari individu dan populasi spesies, (3) struktur kuantitatif yaitu jumlah dari setiap spesies di dalam komunitas. Pengetahuan terhadap struktur vegetasi hutan diperlukan terutama untuk dapat mengetahui struktur dan komposisi hutan, mengenal jenis-jenis pohon dan vegetasi lain serta mengetahui penyebarannya di dalam hutan. Analisis struktur dan keragaman vegetasi hutan rawa dalam penelitian ini didasarkan atas hasil pengukuran dan pengamatan vegetasi hutan rawa di lapangan. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap sejumlah parameter tegakan hutan (jenis vegetasi, diameter batang, tinggi tegakan, jumlah tegakan) pada petak ukur yang dibuat di lapangan, diperoleh hasil analisis vegetasi hutan rawa dalam bentuk nilai kerapatan relatif (KR), dominansi relatif (DR), frekuensi relatif (FR), indeks nilai penting (INP) dan indeks keragaman jenis (H’). Hasil pengukuran dan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kawasan hutan rawa dengan kerapatan tajuk pohon yang jarang (FCD 1 – 20%) secara umum hanya memiliki satu strata tajuk yang didominasi oleh pohon-pohon berdiameter 10 - 20 cm (tingkat tiang atau pole) dan dapat dikatakan masih sangat jarang dengan rata-rata jumlah tegakan ± 45 pohon per ha. Selanjunya pada kawasan hutan rawa dengan kerapatan tajuk pohon yang agak jarang (FCD 21 – 40 %) umumnya memiliki satu strata tajuk, walaupun di sebagian kecil areal juga ditemukan kawasan dengan dua strata tajuk. Pada kawasan ini terdapat vegetasi tingkat tiang ± 120 pohon per ha dan jumlah pohon yang berdiameter >20 cm berjumlah ± 25 pohon per ha. Pada kawasan hutan rawa dengan kerapatan tajuk pohon agak rapat (FCD 41 – 60%) umumnya telah memiliki dua sampai tiga strata tajuk, dimana tegakan tingkat tiang masih dominan yaitu ± 160 pohon per ha dan 22 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 tegakan tingkat pohon mencapai ± 50 pohon per ha. Selanjutnya untuk kawasan hutan rawa dengan kerapatan tajuk yang rapat (FCD 61 – 80%) terdapat jumlah tiang ± 216 pohon per ha dan jumlah pohon ± 65 pohon per ha. Pada kawasan hutan rawa yang sangat rapat (FCD 81 – 100%) ditemukan jumlah tegakan tingkat tiang ± 376 pohon per ha dan tingkat pohon ± 71 pohon per ha. Secara umum kawasan hutan rawa yang rapat dan sangat rapat memiliki 3 – 4 strata tajuk hutan. Hasil analisis struktur vegetasi secara lengkap disampaikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rekapitulasi Struktur Hutan Rawa Hasil Analisis Data Pengukuran Lapangan Hasil Pengukuran Struktur Dominasi Jumlah Pohon Tinggi Jumlah Tiang Tinggi Kanopi Penutupan per ha Diameter (m) per ha Diameter (m) Hutan (± sd) (± sd) Lahan (cm) (± sd) (cm) (± sd) (± sd) (± sd) Jarang semak dan - - - 45,56 12,74 12,88 Belukar ± 25,2 ± 2,20 ± 2,54 Agak Semak dan 25,26 27,12 23,92 120,29 15,20 15,58 Jarang belukar ± 8,44 ± 4,15 ± 3,46 ±23,51 ± 2,61 ± 2,56 26,96 23,42 158,66 15,17 15,72 Agak Belukar dan 50,88 ± 5,77 ± 3,27 ±29,40 ± 2,30 ± 2,43 Rapat Hutan ± 15,36 26,12 24,46 216,17 13,06 16,58 ± 6,51 ± 4,14 ±24,88 ± 2,46 ± 2,76 Rapat Hutan 64,48 27,12 27,52 376,58 15,31 17,21 ± 16,22 ± 5,15 ± 5,24 ±31,26 ± 2,72 ± 3,07 Sangat Hutan 71, 17 Rapat ± 19,88 Sumber: Sukarna (2009) Berdasarkan hasil analisis vegetasi juga diketahui bahwa semakin rapat kondisi kerapatan tajuk pohon akan diikuti oleh semakin meningkatnya nilai keragaman jenis vegetasi hutan rawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kawasan hutan rawa yang cukup rapat dan rapat secara umum memiliki nilai indek keragaman jenis (H’) yang cukup tinggi yaitu antara 2,25 – 3,50. Kisaran nilai H’ yang tinggi merupakan refleksi dari tingginya ditemukan jumlah jenis, tingginya nilai dominansi tegakan dan tingginya nilai 23 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 kerapatan tegakan hutan. Sebaliknya pada kawasan hutan rawa yang jarang, agak jarang dan kawasan yang agak rapat terlihat bahwa nilai H’ berkisar antara 1,50 – 2,25. Hal ini juga menggambarkan bahwa kawasan tersebut mempunyai kondisi kerapatan tegakan yang rendah, dominansi yang rendah dan jumlah jenis yang rendah. Tabel 5. Rekapitulasi Jumlah Rata-rata Jenis Pohon yang ditemukan pada Areal Contoh Penelitian Kerapatan Indeks Analisis Jumlah Seluruh Jenis Vegetasi yang Kanopi Keragaman ditemukan pada Areal Contoh Hutan Penelitian (ha) Jenis Pohon Tiang Rapat ≥2,75 – <3,5 Sd 7.77 10.41 Cukup Rapat Mean 23.67 26.67 9.50 8.96 Sd 21.67 26.33 Mean Agak Rapat ≥2,25 - < 2,75 Sd 4.04 9.24 Mean 15.33 22.67 Agak Jarang ≥2,00 - <2,25 Sd 7.00 5.51 Mean 15.00 14.67 Jarang ≥1,5 – <2,0 Sd 4.00 3.79 11.00 13.67 Mean Keterangan : Sd = Standar Deviasi Sumber : Sukarna (2009) Beberapa jenis-jenis pohon yang cukup dominan pada kawasan peat basin / dome adalah Combretocarpus rotundatus, Shorea sp., Camnosperma sp.dan Actinodaphne sp. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa jenis-jenis pohon yang dominan pada kawasan peat sandy terrace adalah Diospyros pseudomalabarica, Palaquium sp., Ganua mottleyana, Mangifera havilandii, dan Dyera lowii. Selanjutnya hasil analisis menunjukkan bahwa jenis-jenis pohon yang dominan pada kawasan waterlogged peat plain adalah Shorea 24 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 balangeran,Calophyllum sp., Cratoxylon arborescens, dan Eugina spicata. Sebaliknya hasil analisis dan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kawasan rawa yang sudah terbuka tidak terdapat lagi tingkat pertumbuhan pohon, dan umumnya didominasi oleh padang rumput seperti Imperata cylindrica (alang-alang), Osmanda cinnamomea (Pakis), dan Stenochlaena palutris (kalakai). Kawasan rawa dengan interval kerapatan kanopi 1 – 20% umumnya didominasi oleh padang rumput, semak rendah, dan pohon-pohon kecil berdiameter 5 – 10 cm yang distribusinya jarang. Pola peningkatan dan distribusi vegetasi terlihat pada kawasan rawa dengan interval kerapatan kanopi antara 21 – 40%, dimana kawasan ini umumnya didominasi oleh semak tinggi yang rapat dan belukar muda dengan pohon-pohon berdiameter antara 10 – 15 cm. Perubahan struktur floristik hutan rawa mulai terlihat jelas pada interval kerapatan kanopi 41 – 60%, dimana struktur hutan dengan pohon-pohon yang berdiameter antara 10 – 40 cm nampak mulai dominan, walaupun sebagian kecil masih terdapat beberapa penutupan padang rumput dan semak-semak. Selanjutnya kenampakan kondisi hutan primer terdapat pada interval kerapatan tajuk hutan antara 61 – 80%, dimana struktur hutan dengan pohon-pohon berdiameter antara 10 – 60 cm sudah dominan. Demikian juga kawasan rawa dengan interval FCD 81 – 100% umumnya merupakan hutan primer yang didominasi oleh pohon-pohon berdiameter antara 10 – 60 cm. 4.1.6. Klasifikasi Akhir Struktur Hutan dan Uji Akurasi Penentuan tingkat akurasi terhadap hasil klasifikasi FCD Citra Landsat 7 ETM dilakukan berdasarkan hasil interpretasi foto udara dan survei lapangan. Analisis klasifikasi akhir terhadap Citra FCD Landsat 7 ETM+ 25 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 menggunakan metode klasifikasi beracuan (supervised classification). Hasil klasifikasi multispektral yang dilakukan melalui Citra Komposit 543 Landsat 7 ETM+ belum memberikan hasil yang maksimal. Hal tersebut terkait dengan masalah menentukan kelas areal contoh penutupan vegetasi yang belum maksimal pada citra komposit, sehingga banyak ditemukan anggota kelas piksel tertentu yang menjadi anggota kelas piksel yang lain. Untuk meningkatkan nilai akurasi hasil klasifikasi, selanjutnya secara bertahap dilakukan uji akurasi menggunakan Citra FCD dengan interval kelas 15%. Hasil uji akurasi keseluruhan dengan jumlah 8 kelas (interval 15%) adalah sebesar 84.3890% dan Kappa Coefficient sebesar 0.8144. Hasil uji akurasi keseluruhan mencapai maksimal pada jumlah kelas penutupan lahan menjadi 6 kelas (interval 20%), dimana didapatkan akurasi klasifikasi citra FCD sebesar 97.9781% dan Kappa Coefficient sebesar 0.9742. (Sukarna, 2009). Hasil klasifiklasi akhir terhadap kerapatan kanopi hutan disajikan pada Gambar 30. Secara umum klasifikasi struktur hutan rawa menggunakan model FCD Citra Landsat 7 ETM+ terdiri dari kelas kerapatan kanopi hutan 0% yang umumnya didominasi oleh padang rumput dan lahan terbukan, kerapatan kanopi hutan antara 1 – 20% umumnya didominasi oleh semak dan belukar muda yang masih jarang, kerapatan kanopi hutan antara 21 – 40% umumnya didominasi oleh semak, belukar muda dan belukar tua yang agak jarang, kerapatan kanopi hutan antara 41 – 60 % umumnya didominasi oleh belukar muda dan hutan yang agak rapat, kerapatan kanopi hutan antara 60 – 80%% umumnya didominasi oleh belukar tua dan hutan yang rapat, dan kerapatan kanopi hutan antara 80 – 100% umumnya didominasi oleh hutan yang rapat. 26 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 Keterangan : (FCD 0%) Lahan rawa yang ditutupi padang rumput dan semak rendah yang rapat dengan tinggi antara 50 – 100 cm (FCD 1 – 20%) Padang rumput, semak tinggi dan pohon-pohon berdiameter ± 10 cm yang relatif masih jarang (FCD 21 – 40%) Semak tinggi dan hutan belukar muda yang agak rapat dengan pohon- pohon berdiameter antara 10 – 15 cm (FCD 41 – 60%) Semak tinggi dan Hutan belukar muda yang rapat dengan pohon-pohon berdiameter antara 10 – 20 cm (FCD 61 – 80%) Campuran hutan belukar muda dan belukar tua dengan pohon-pohon yang berdiameter antara 10 – 40 cm (FCD 81 – 100%) Campuran belukar muda dan hutan primer dengan pohon-pohon yang rapat dengan diameter antara 10 – 60 cm Gambar 13. Citra Distribusi Struktur Hutan Rawa Gambut 27 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 4.1.7. Pemodelan Spasial Profil Struktur Hutan Rawa Gambut Berdasarkan klasifikasi spektral model FCD Citra Landsat 7 ETM+, maka struktur hutan rawa pada kawasan penelitian dikelompokkan menjadi 5 klas yaitu, (1) kawasan hutan yang memiliki penutupan tajuk pohon agak terbuka dengan nilai FCD 1 – 20%, (2) kawasan hutan yang memiliki penutupan tajuk pohon yang agak jarang dengan nilai FCD 21 – 40%, (3) kawasan hutan yang memiliki penutupan tajuk pohon yang agak rapat dengan nilai FCD 41 – 60%, (4) kawasan hutan yang memiliki penutupan tajuk pohon yang cukup rapat dengan nilai FCD 61 – 80%, dan (5) kawasan hutan yang memiliki penutupan tajuk pohon yang rapat dengan nilai FCD 81 – 100%. Model grafis hubungan antara model FCD Citra Landsat dengan model profil struktur hutan rawa dibangun berdasarkan hasil hasil identifikasi foto udara dan hasil pengamatan langsung di lapangan. Model struktur hutan rawa dengan distribusi penutupan pohon-pohon yang jarang seperti pada Gambar 14 memiliki ciri-ciri spektral yang dapat diukur melalui kombinasi nilai indeks vegetasi (VI), indeks tanah (BI), indeks bayangan (SI) dan indeks temperatur (TI). Gambar 14. Variasi Struktur Hutan Rawa Gambut untuk FCD 1 – 20% (Sukarna, 2009) 28 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 Hasil analisis Citra Landsat menunjukkan bahwa pola spektral pada kawasan yang terbuka memiliki nilai spektral indeks vegetasi (VI) yang rendah yaitu berkisar antara 29,0 - 36,9 dan nilai spektral indeks bayangan tajuk pohon (SI) yang juga tidak terlalu tinggi yaitu antara 89,1 – 137,8. Namun demikian pada kawasan ini terlihat bahwa nilai spektral indeks tanah (BI) tinggi yaitu antara 155,8 – 157,3 dan nilai spektral indeks temperatur (TI) juga tinggi yaitu antara 170,7 – 203,6. Selanjutnya pada kawasan hutan rawa dengan penutupan pohon-pohon yang agak jarang (FCD 21 – 40%) namun memiliki kondisi semak yang rapat memiliki nilai spektral indeks vegetasi yang agak tinggi yaitu antara 62,2 – 130,4 dan nilai spektral indeks tanah mulai menurun yaitu antara 122,3 – 138,7. Sebaliknya nilai spektral indeks bayangan mulai meningkat yaitu antara 110,3 – 119,5. Peningkatan nilai spektral indeks bayangan menyebabkan menurunnya nilai spektral indeks suhu yaitu antara 162, 6 – 172,9. Gambar 15. Variasi Struktur Hutan Rawa Gambut untuk FCD 21 – 40% (Sukarna, 2009) Peningkatan jumlah penutupan pohon pada kawasan hutan yang agak rapat (FCD 41 – 60%) meningkatkan nilai spektral indeks bayangan tajuk 29 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 pohon (SI) yang cukup signifikan yaitu antara 149,2 – 175,4. Peningkatan nilai SI ternyata memberikan dampak yang nyata terhadap menurunnya nilai spektral indeks tanah yaitu antara 120,1 – 133,2 dan menurunnya nilai indeks suhu yaitu antara 122,4 – 137,8. Namun demikian nilai spektral indeks vegetasi memperlihatkan nilai yang tidak terlalu tinggi yaitu antara 61,3 – 115,0. Hal ini diduga sebagai akibat dari menurunnya pantulan inframerah dekat pada strata vegetasi semak akibat pengaruh bayangan tajuk pohon yang ada di atasnya. Gambar 16. Variasi Struktur Hutan Rawa Gambut untuk FCD 41 – 60%. (Sukarna, 2009). Hasil analisis spektral menunjukkan bahwa pada kawasan hutan yang rapat sampai dengan hutan yang sangat rapat (FCD 61 – 80% dan FCD 81 – 100%), terlihat bahwa nilai spektral indeks vegetasi sangat tinggi yaitu antara 136,6 – 157,4. Demikian juga nilai spektral indeks bayangan tajuk pohon mengalami peningkatan dengan nilai antara 174,8 – 176,7. Sebaliknya pada kawasan ini terjadi penurunan nilai spektral indeks tanah antara 105,5 – 112,7 dan penurunan nilai indeks temperatur antara 120,6 – 30 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 120,9. Hal yang menjadi perhatian utama dalam penelitian ini adalah bahwa fenomena kerapatan vegetasi hijau khususnya pada kawasan hutan rawa tidak dapat secara langsung digunakan untuk mengidentifikasi variasi struktur hutan. Dengan demikian perlu dilakukan integrasi dengan model pendetakan yang lain seperti kondisi tajuk pohon, kondisi iklim mikro sekitar hutan dan kondisi latar belakang tanah. Gambar 17. Variasi Struktur Hutan Rawa Gambut untuk FCD 61 – 100% (Sukarna, 2009). 4.1.8. Model Keterkaitan Spasial antar Struktur Hutan Rawa Pemodelan keterkaitan spasial antar penutupan lahan dalam penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan secara umum variasi dan distribusi keragaman struktur floristik hutan rawa pada lokasi penelitian. Pemodelan ini didasarkan atas hasil klasifikasi kerapatan hutan model FCD Citra Landsat, hasil identifikasi dan interpretasi foto udara, hasil survei lapangan, dan hasil pemodelan secara matematis. Model spasial yang dimaksudkan dalam penelitian diarahkan untuk memahami fenomena keterkaitan antar 31 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 penutupan lahan (interlocking) yang satu dengan yang lainnya yang saling berinteraksi dan membentuk suatu komunitas dan tipe struktur floristik tertentu. Secara umum kawasan penelitian hutan rawa Sebangau Kalimantan Tengah berdasarkan hasil kajian yang sudah dilakukan dapat dikelompokkan menjadi 5 tipe struktur vegetasi, yaitu hutan, belukar, semak belukar, semak rendah, dan padang rumput. Hasil analisis dan pengamatan menunjukkan bahwa pada masing-masing tipe struktur hutan rawa terdapat hubungan keterkaitan spasial (spatial-interlocking) yang dapat ditentukan berdasarkan distribusi kerapatan kanopinya. Tabel 6. Rekonstruksi Keterkaitan Spasial antar Tipe Struktur Hutan Rawa Persentase Penutupan Kanopi Tipe Struktur Tegakan Tegakan Semak Semak Rumput Hutan Rawa Ø20-60cm Ø 10-20 cm Tinggi Rendah (H < 1m) H 15-30 m 1.Hutan 40 - 50% H 5 – 15 m H 3 – 5 m H 1 – 3 m - 2.Belukar 5 - 10% < 5% 3.Semak-Belukar 30 – 40% 10 - 20% 5 - 10% < 10% 4.Semak < 5% 10 – 20% 6.Padang rumput 50 – 60% 10 – 20% 5 – 10% > 60% - - 20 – 40% 20 – 40% 20 – 40% < 5% 30 – 50% 30 – 50% - - 10 – 20% Sumber: Sukarna (2009) Keterangan Ø : DBH (diameter pohon setinggi dada) ; H (High) tinggi pohon Hasil pemodelan spasial struktur vegetasi pada Tabel 6 sekaligus juga memberikan deskripsi umum tentang variasi dan distribusi dari kondisi struktur hutan rawa gambut. Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan beberapa pengertian utama yang terkait dengan tipe struktur hutan rawa pada lokasi penelitian sebagai berikut. 1) Hutan adalah suatu kawasan yang memiliki struktur vegetasi yang didominasi oleh 40 – 50% penutupan tegakan yang berdiameter antara 20 – 60 cm, 30 – 40% penutupan tegakan yang berdiameter antara 10 – 32 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 19 cm, 10 – 20% penutupan semak tinggi dan semak rendah yang umumnya merupakan campuran antara perdu, liana dan anakan pohon (pancang dan semai), dan sangat sedikit penutupan vegetasi rumput. 2) Belukar adalah suatu kawasan yang memiliki struktur vegetasi yang didominasi oleh 50 – 60% penutupan tegakan berdiameter 10 – 19 cm, 5 – 10 % penutupan tegakan berdiameter 20 - 60 cm, 10 – 20% penutupan semak tinggi, 5 – 10% penutupan semak rendah dan < 5% penutupan padang rumput. 3) Semak-belukar adalah suatu kawasan yang memiliki struktur vegetasi yang didominasi oleh 20 – 40% penutupan tegakan yang berdiameter antara 10 – 19 cm, 20 – 40% penutupan semak tinggi dan semak rendah, < 10% penutupan rumput dan < 5% penutupan tegakan yang berdiameter > 20 cm 4) Semak adalah suatu kawasan yang memiliki struktur vegetasi yang didominasi oleh 30 – 50 % penutupan semak rendah dan semak tinggi, 10 – 20% penutupan padang rumput dan < 5% penutupan tegakan yang berdiameter 10 – 19 cm. 5) Padang rumput adalah suatu kawasan yang didominasi oleh > 60% vegetasi rumput, dan 10 – 20% penutupan semak rendah. Berdasarkan gambaran informasi keterkaitan spasial antar struktur vegetasi, dapat dimengerti bahwa masing-masing tipe struktur hutan memiliki variasi floristik tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin dominan keberadaan tegakan atau pohon-pohon pada suatu kawasan, semakin tinggi nilai keragaman floristiknya. Hal ini berarti bahwa kawasan hutan memiliki nilai keragaman floristik yang lebih baik jika dibandingkan dengan kawasan belukar. Demikian juga kawasan belukar 33 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 memiliki nilai keragaman floristik yang lebih baik dibandingkan dengan semak maupun padang rumput. Model spasial tipe kawasan hutan rawa gambut dapat dijelaskan secara bertahap melalui uraian berikut. 1) Tipe struktur rapat sampai dengan sangat rapat umumnya didominasi oleh struktur hutan yang rapat dengan sebagian kecil kawasannya masih terdapat belukar muda yang rapat. Kawasan ini memiliki 3 – 4 struktur lapisan kanopi hutan dengan ketinggian antara 20 – 30m. Disamping itu kawasan ini juga memiliki tingkat keragaman jenis yang tinggi dengan jumlah jenis vegetasi pohon berkisar antara 30 – 40 jenis per ha. 2) Tipe struktur hutan agak rapat umumnya didominasi oleh struktur hutan yang cukup rapat yang merupakan campuran antara hutan belukar tua dan hutan belukar muda yang rapat. Kawasan ini memiliki 2 – 3 struktur lapisan kanopi dengan ketinggian antara 15 – 25m.Tingkat keragaman jenis pada kawasan ini masih cukup tinggi dengan jumlah jenis vegetasi pohon antara 15 – 20 jenis. Pada kawasan ini sudah ditemukan padang semak tinggi. 3) Tipe struktur hutan agak jarang umumnya didominasi oleh belukar muda dan semak yang rapat. Kawasan ini memiliki 1 – 2 struktur lapisan kanopi dengan ketinggian antara 5 – 15m. Tingkat keragaman jenis pada kawasan ini sudah menurun dengan jumlah jenis vegetasi tingkat pohon antara 10 – 15 jenis. 4) Tipe struktur hutan jarang adalah suatu kawasan yang umumnya didominasi oleh padang rumput semak, dan belukar muda yang jarang. Kawasan ini umumnya hanya memiliki 1 strata kanopi dengan ketinggian ± 5m. Tingkat keragaman jenis sangat rendah dengan jumlah jenis < 10 jenis per hektar. 34 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )

Handout Mata Kuliah Penginderaan Jauh Sumberdaya Hutan Dr. Ir. R.M. Sukarna, M.Si. 2020 REFERENSI Banerjee, K., Panda S., Bandyopadhyay, J., Jain, M.K. (2014), Forest canopy density mapping using advance geospatial technique. International Journal of Innovative Science, Engineering & Technology. 1(7) 358-363. Deka, J., Tripathi, O.K., Khan, M.L. (2012), Implementation of forest canopy density model Forkuo, E.K., and Frimpong, A. (2012), Analysis of forest cover change detection. International Journal of Remote Sensing Applications. 2(4) 82-92. Giree N., Stehman S V., Potapov, P. and Hansen M. C. (2013), A sample-based forest monitoring strategy using Landsat, AVHRR and MODIS data to estimate gross forest cover loss in Malaysia between 1990 and 2005. Remote Sens. 5 1842-1855. ITTO / JOFCA, 2003. FCD Mapper Versi-2 User Guide, International Tropical Timber Organization and Japan Overseas Forestry Consultants Association. Mon, M. S., Mizoue. N., Htun N.Z., Kajisa, T and Yoshida, S. (2012), Estimating forest canopy density of tropical mixed deciduous vegetation using Landsat data: a comparison of three classification approaches. International Journal of Remote Sensing. 33(4) 1042-1057. Rikimaru, A., 1996. LANDSAT TM Data Processing Guide for Forest Canopy Density Mapping and Monitoring Model pp 1 – 8. ITTO Workshop on Utilization of Remote Sensing in Site Assessment and Planting of Logged-over Forest. Bangkok. Rikimaru, A and Miyatake, S., 1997. Development of Forest Canopy Mapping and Monitoring Model using Indices of Vegetation, Bare soil and Shadow pp. Proceeding of the 18th Asian Conference on Remote Sensing, E6. 1 – 6, Kuala Lumpur, Malaysia. Roy P.S., Rikimaru, A., and Miyatake, S., 1997. Biophysical Spectral Response Modeling Approach for Forest Density Stratification. Proceeding of the 18th Asian Conference on Remote Sensing, pp JSB 1– 6. Kuala Lumpur, Malaysia. Sukarna, R.M., 2014. Kajian Bentang Lahan Ekologi Floristik Hutan Rawa Gambut berbasis Citra Penginderaan Jauh. Jurnal Hutan Tropis Vol 2 No. 1, 52 – 59. Sukarna, R.M., 2009. Kajian Spektral Citra Landsat 7 ETM+ untuk Pemodelan Floristik Hutan Rawa di Kalimantan Tengah, Disertasi Fakultas Geografi UGM (tidak dipublikasikan). Tian, Y., Yin, K., Lu, D., Hua, L., Zhao, Q., and Wen, M. (2014), Examining land use and land cover spatio temporal change and driving forces in Beijing from 1978 to 2010. Remote Sens. 6 10593-10611. Tran, H., Tran, T., and Kervyn, M. (2015), Dynamics of land cover/land use changes in the Mekong delta, 1973–2011: a remote sensing analysis of the Tran Van Thoi district, Ca Mau Province, Vietnam. Remote Sens. 7 2899-2925. 35 | A p l i k a s i M o d e l F C D ( F r e e D o w n l o a d )