Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore SUTANTO_PRIYO_HASTONO_Analisis_Data_SUTA

SUTANTO_PRIYO_HASTONO_Analisis_Data_SUTA

Published by DORIS ABADI 7 COPY CENTRE DA7, 2022-07-26 14:38:26

Description: SUTANTO_PRIYO_HASTONO_Analisis_Data_SUTA

Keywords: 12345

Search

Read the Text Version

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data ‰ Apakah ada perbedaan tingkat pengetahuan antara sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan. ‰ Apakah ada perbedaan berat badan antara sebelum dan sesudah mengikuti program diet. Syarat : a. Distribusi data normal b. Kedua kelompok data dependen/pair c. Jenis variabel: numerik dan katagorik (dua kelompok) Formula : d T= S_d / n d = rata-rata deviasi/selisih sampel 1 dengan sampel 2 S_d = standar deviasi dari deviasi/selisih sampel sampel 1 dan sampel 2 101

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data KASUS: UJI t INDEPENDEN DAN UJI t DEPENDEN 1. Uji t independen Sebagai contoh kita gunakan data “ASI.SAV” dengan melakukan uji hubungan perilaku menyusui dengan kadar Hb (misal digunakan variabel Hb1), apakah ada perbedaan kadar Hb antara ibu yang menyusui eksklusif dengan ibu yang menyusuinya tidak eksklusif, caranya: 1. Aktifkan/bukalah file data “ASI.SAV” 2. Dari menu utama SPSS, pilih menu ‘Analyze”, kemudian pilih sub menu “Compare Means’, lalu pilih “Independen-Samples T Test” 3. Pada layar tampak kotak yang di dalamnya ada kotak ‘Test variable (s)’I dan ‘Grouping Variable’. Ket: kotak test varibles tempat memasukkan variabel numeriknya, sedangkan kotak grouping variable untuk memasukkan variabel katagoriknya, ingat jangan sampai terbalik. 4. Klik ‘hb1’ dan msukkan ke kotak ‘Test variable’ 5. Klik variabel ‘eksklu’ dan masukkan ke kotak‘Grouping Variable’. 6. Klik ‘Define Group’, kemudian di layar nampak kotak isian. Anda diminta mengisi kode variabel ‘menyusui’ ke dalam kedua kotak. Pada contoh ini, kita 102

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data tahu bahwa ‘0’ kode untuk yang tidak eksklusif dan kode ‘1’ untuk Yang eksklusif. Jadi ketiklah 0 pada Group 1” dan 1 pada “Group 2” 7. Klik “Continue” 8. Klik “OK” untuk menjalankan prosedur perintahnya, dan hasilnya sbb: T-Test Group Statistics kadar hb pengukuran status menyusui asi N Mean Std. Deviation Std. Error pertama tdk EKSKLUSIVE 24 10.421 1.4712 Mean .3003 EKSKLUSIVE 26 10.277 1.3228 .2594 Independent Samples Test Levene's Test t-test for Equality of Means for Equality of Variances Sig. Mean Std. 95% Confidence (2-taile Differen Error Interval of the Differe Difference F Sig. t df d) ce nce Lower Upper kadar hb Equal .072 .790 -.364 48 .717 -.1439 .3951 -.9384 .6505 pengukur variances an assumed pertama Equal variances -.363 46.4 .719 -.1439 .3968 -.9425 .6547 not assumed Pada tampilan di atas dapat dilihat nilai rata-rata, standar deviasi dan standar error kadar Hb ibu untuk masing-masing kelompok. Rata-rata kadar Hb ibu yang menyusui ekslusif adalah 10,277 gr% dengan standar deviasi 1,322 103

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data gr%, sedangkan untuk ibu yang menyusui non eksklusif, rata-rata kadar Hb-nya adalah 10,421 gr% dengan standar deviasi 1,471 gr%. Hasil uji T dapat dilihat pada tabel bawah, SPSS akan menampilkan dua uji T, yaitu uji T dengan asumsi varian kedua kelompok sama (equal variances assumed) dan uji T dengan asumsi varian kedua kelompok tidak sama (equal variances not assumed). Untuk, memilih uji mana yang kita pakai, dapat dilihat uji kesamaan varian melalui uji Levene. Lihat nilai p Levene test, nilai p < alpha (0,05) maka varian berbeda dan bila nilai p > alpha (0,05) maka varian sama (equal). Pada uji Levene di atas menghasilkan nilai p = 0,790 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada alpha 5%, didapat tidak ada perbedaan varian (varian kedua kelompok sama). Selanjutnya dicari p value uji t pada bagian varian sama (equal variances) di kolom sig (2 tailed) ,yaitu sebesar p=0,717 artinya tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata kadar Hb antara ibu yang menyusui eksklusif dengan ibu yang menyusui non eksklusif. Penyajian dan Interpretasi di laporan penelitian: Seperti pada analisis deskriptif, print out di atas tidak boleh langsung di copy dan disajikan di laporan penelitian. Pada laporan penelitian kita harus membuat tabel baru untuk menyajikan hasil print out analisis di atas. Adapun bentuk penyajian dan interpretasinya adlah sbb: Tabel … Distribusi Rata-Rata Kadar Hb Responden Menurut Perilaku Menyusui di..th.. Menyusui Mean SD SE P value N Ya Eksklusif 10,277 1,322 0,259 0,717 26 Tdk Eksklusif 10,421 1,471 0,300 24 Rata-rata kadar Hb ibu yang menyusui eksklusif adalah 10,277 gr% dengan standar deviasi 1,322 gr%, sedangkan untuk ibu yang menyusui non eksklusif rata-rata kadar Hb-nya adalah 10,421 gr% dengan standar deviasi 1,471 gr%. 104

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,717, berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata kadar Hb antara ibu yang menyusui secara eksklusif dengan non eksklusif. 2. Uji T Dependen Uji T dependen seringkali disebut uji T Paired/Related atau pasangan. Uji T dependen sering digunakan pada analisis data penelitian eksperimen. Seperti sudah dijelaskan di depan bahwa disebut kedua sampel bersifat dependen kalau kedua kelompok sampel yang dibandingkan mempunyai subyek yang sama. Dengan kata lain disebut dependen bila responden diukur dua kali/diteliti dua kali, sering orang mengatakan penelitian pre dan post. Misalnya kita ingin membandingkan berat badan antara sebelum dan sesudah mengikuti program diet. Untuk contoh ini akan dilakukan uji beda rata-rata kadar Hb antara kadar Hb pengukuran pertama dengan kadar Hb pengukuran kedua, ingin diketahui apakah ada perbedaan kadar Hb antara pengukuran pertama dengan pengukuran kedua. Disini terlihat sampelnya dependen karena orangnya sama diukur dua kali. Adapun langkahnya: 1. Pastikan anda berada di file “ASI.SAV”, jika belum aktifkan/bukalah file ini. 2. Dari menu utama SPSS, pilih menu ‘Analyze”, kemudian pilih sub menu “Compare Means’, lalu pilih “Paired-Samples T Test” 105

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data 3. Klik ‘hb1’ 4. Klik ‘hb2’ 5. Klik tanda panah sehingga kedua variabel masuk kotak sebelah kanan 6. Klik ‘OK’ hasilnya tampak sbb T-Test Paired Samples Statistics Pair kadar hb pengukuran Mean N Std. Deviation Std. Error 1 pertama 10.346 50 1.3835 Mean kadar hb pengukuran 10.860 .1957 kedua 50 1.0558 .1493 Paired Samples Correlations Pair kadar hb pengukuran N Correlation Sig. 1 pertama & kadar hb 50 .707 .000 pengukuran kedua Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Std. Std. Interval of the Sig. Deviati Error Difference (2-taile Mean on Mean Lower Upper t df d) Pair kadar hb -.5140 .9821 .1389 -.7931 -.2349 -3.701 49 .001 1 pengukuran pertama - kadar hb pengukuran kedua Pada tabel pertama terlihat statistik deskriptif berupa rata-rata dan standar deviasi kadar Hb antara pengukuran pertama dan pengukuran kedua. Rata-rata kadar Hb pada pengukuran pertama (hb1) adalah 10,346 gr% dengan standar deviasi 1,38 gr%. Pada pengukuran kedua (hb2) didapat rata-rata kadar Hb adalah 10,860 gr% dengan standar deviasi 1,05 gr%. 106

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data Uji T berpasangan dilaporkan pada tabel kedua, terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran pertama dan kedua adalah 0,514 dengan standar deviasi 0,982. perbedaan ini diuji dengan uji T berpasangan menghasilkan nilai p yang dapat dilihat pada kolom “Sig (2-tailed)”. Pada contoh di atas didapatkan nilai p=0,001, maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan kadar hb antara pengukuran pertama dengan pengukuran kedua. Penyajian dan Interpretasi di laporan penelitian: Dari hasil yang didapat di atas kemudian angka-angka disusun dalam tabel yang disajikan dalam laporan penelitian. Bentuk penyajian dan interpretasinya sbb: Tabel … Distribusi Rata-Rata Kadar Hb Responden Menurut Pengukuran pertama dan Kedua di …. Th…… Variabel Mean SD SE P value N Kadar Hb Pengukuran I 10,346 1,38 0,19 0,001 50 Pengukuran II 10,860 1,05 0,14 Rata-rata kadar Hb pada pengukuran pertama adalah 10,346 gr% dengan standar deviasi 1,38 gr%. Pada pengukuran kedua didapat rata-rata kadar Hb adalah 10,860 gr% dengan standar deviasi 1,05 gr%. Terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran pertama dan kedua adalah 0,514 dengan standar deviasi 0,982. hasil uji statistik didapatkan nilai 0,001 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara kadar Hb pengukuran pertama dan kedua. 107

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data ANALISIS HUBUNGAN 8 KATEGORIK DENGAN NUMERIK UJI ANOVA Pada bab terdahulu telah dijelaskan uji beda mean dua kelompok data baik yang independen maupun dependen. Namun seringkali kita jumpai jumlah kelompok yang lebih dari dua, misalnya ingin mengetahui perbedaan mean berat badan bayi untuk daerah Bekasi, Bogor dan Tangerang. Dalam menganalisis data seperti ini (> 2 kelompok) sangat tidak dianjurkan menggunakan uji T. kelemahan menggunakan uji T adalah; pertama kita melakukan uji berulang kali sesuai kombinasi yang mungkin, kedua, bila melakukan uji T berulang kali akan meningkatkan (inflasi) nilai α, artinya akan meningkatkan peluang hasil yang keliru. Perubahan inflasi α sebesar = 1 – (1-α)n Untuk mengatasi masalah tersebut maka uji statistik yang dianjurkan (uji yang tepat) dalam menganalisis beda lebih dari dua mean adalah uji ANOVA atau uji F. Prinsip uji ANOVA adalah melakukan telaah variabilitas data menjadi dua sumber variasi yaitu variasi dalam kelompok (within) dan variasi antar kelompok (between). Bila variasi within dan between sama (nilai perbandingan kedua varian sama dengan 1) maka mean-mean yang dibandingkan tidak ada perbedaan, sebaliknya bila hasil perbandingan tersebut menghasilkan lebih dari 1, maka mean yang dibandingkan menunjuk ada perbedaan. 108

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data Analisis varian (ANOVA) mempunyai dua jenis analisi varian satu faktor (one way) dan analisis faktor (two way). Pada bab ini hanya akan dibahas analisis varian satu faktor (one way). Beberapa asumsi yang harus dipenuhi pada uji ANOVA adalah: 1. Varian homogen 2. Sampel/kelompok independen 3. Data berdistribusi normal 4. Jenis data yang dihubungkan adalah : Numerik dengan katagori (untuk katagori yang lebih dari 2 kelompok. Perhitungan uji ANOVA sbb: Sb2 df = k-1 Æ untuk pembilang n-k Æ untuk penyebut F= Sw2 (n1-1)S12 + (n2-1)S22 + ……..+ (nk-1)Sk2 Sw2 = N-k n1(X1-X)2 + n2(X2-X)2 + ………+ nk(Xk-X)2 Sb2 = k-1 n1.X1 + n2.X2 + ……. + nk.Xk X= N Ket N = jumlah seluruh data (n1 + n2 + ….. + nk) Analisis Multi Comparison (POSTHOC TEST) Analisis ini bertujuam untuk mengetahui lebih lanjut kelompok mana saja yang berbeda mean-nya bilamana pada pengujian ANOVA dihasilkan ada 109

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data perbedaan yang bermakna (Ho ditolak). Ada berbagaijenis analisis multiple comparasion diantaranya adalah Bonferroni, Honestly Significant different (HSD), Scheffe dan lain-lain. Pada modul ini yang akan dibahas adalah metode Bonferroni. Perhitungan Bonfrroni adalah sbb Xi - Xj tij = Sw2[(1/ni) + (1/nj)] df = n – k Dengan level of significance (α) sbb: α α* = (k2) 110

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data Kasus: UJI ANOVA Pada contoh ini aka dicoba dihubungkan antara tingkat pendidikan dengan berat badan bayi. Variabel pendidikan merupakan variabel katagorik dengan 4 katagori. Variabel berat bayi berbentuk numerik sehingga uji yang digunakan ANOVA. Adapun caranya sbb: 1. Aktifkan/bukalah file data “ASI.SAV” 2. Dari menu utama SPSS, pilih menu ‘Analyze”, kemudian pilih sub menu “Compare Means’, lalu pilih “One-Way ANOVA” sesaat akan muncul menu One Way NOVA 3. Dari menu One way ANOVA, terlihat bahwa kotak Dependent List dan kotak Factor perlu diisi variabel. Kotak ‘dependent’ diisi variabel numerik dan kotak ‘factor’ diisi variabel katagoriknya. Pada contoh ini berarti pada kotak Dependen diisi variabel “bbbayi” pada kotak Factor diisi variabel “Didik”. 4. 5. Klik tombol ‘Options” tandai dengan √ pada kotak “Descriptive” 111

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data 6. Klik “Continue” 7. Klik tombol “Post Hoc”, tandai dengan √ pada kotak “Bonferroni” 8. Klik “Continue” 9. Klik “OK” Oneway Descriptives berat badan bayi 95% Confidence Interval for Mean SD N Mean Std. Std. Lower Bound Upper Bound Minim Maxim SMP 10 2470.00 Deviation Error 2291.40 2648.60 um um SMU 11 2727.27 78.951 2565.23 2889.32 2100 2900 PT 16 3431.25 249.666 72.727 3287.32 3575.18 2100 3000 Total 13 3761.54 241.209 67.527 3528.10 3994.98 3000 4000 50 3170.00 270.108 107.141 3003.96 3336.04 3000 4100 386.304 82.623 2100 4100 584.232 112

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data Test of Homogeneity of Variances berat badan bayi Levene df1 df2 Sig. Statistic 3 46 .071 2.506 ANOVA berat badan bayi Sum of df Mean Square F Sig. Squares 3 4232345.862 48.334 .000 Between Groups 12697038 Within Groups 46 87564.400 Total 4027962 49 16725000 Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: berat badan bayi Bonferroni (I) (J) Mean 95% Confidence Interval pendidika pendidikan Difference n formal formal ibu Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound ibu menyusui (I-J) 129.294 .315 SD i SMP -257.273 .000 -613.76 99.21 .000 SMU -961.250* 119.286 .315 -1290.14 -632.36 .000 PT -1291.538* 124.468 .000 -1634.72 -948.36 .000 SMP SD 257.273 129.294 .000 -99.21 613.76 .027 SMU -703.977* 115.902 .000 -1023.54 -384.42 .000 PT -1034.266* 121.228 .027 -1368.51 -700.02 SMU SD 961.250* 119.286 632.36 1290.14 SMP 703.977* 115.902 384.42 1023.54 PT -330.288* 110.492 -634.93 -25.64 PT SD 1291.538* 124.468 948.36 1634.72 SMP 1034.266* 121.228 700.02 1368.51 SMU 330.288* 110.492 25.64 634.93 *. The mean difference is significant at the .05 level. Dari print out ini diperoleh rata-rata berat bayi dan stndar deviasi masing-masing kelompok. Rata-rata berat bayi pada mereka yang berpendidikan SD adalah 2470,0 gram dengan standar deviasi 249,6 gram. Pada mereka yang berpendidikan SMP rata-rata berat bayinya adalah 2727,2 gram dengan standar deviasi 241,2 gram. Pada mereka yang berpendidikan SMU rata-rata berat 113

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data bayinya adalah 3431,2 gram dengan standar deviasi 270,1 gram. Pada mereka yang berpendidikan PT rata-rata berat bayinya adalah 3761,5 gram dengan standar deviasi 386,3 gram. Pada hasil di atas nilai p uji ANOVA dapat diketahui pada kolom “F” dan “Sig”, terlihat p=0,000 (kalau desimalnya 0, maka penulisannnya menjadi p=0,0005), berarti pada alpha 5%, dapat disimpulkan ada perbedaan berat bayi diantara keempat jenjang pendidikan. Pada Box paling bawah terlihat hasil dari uji ‘Multiple Comparisons Bonferroni” yang berguna untuk menelusuri lebih lanjut kelompok mana saja yang berhubungan signifikan. Untuk mengetahui kelompok yang signifikan dapat terlihat dari kolom Sig. Ternyata kelompok signifikan adalah tingkat pendidikan SD dengan SMU, SD dengan PT, SMP dengan SMU, SMP dengan PT dan SMU dengan PT. Penyajian dan Interpretasi di laporan Penelitian Tabel … Distribusi Rata-Rata berat Bayi Menurut Tingkat pendidikan Variabel Mean SD 95% CI P value Pendidikan - SD 2470,0 249,6 2291,4 – 2648,6 0,0005 - SMP 2727,2 241,2 3565,2 – 2889,3 - SMU 3431,2 270,1 3287,3 – 3575,1 - PT 3761,5 386,3 3528,1 – 3994,9 Rata-rata berat bayi pada mereka yang berpendidikan SD adalah 2470,0 gram dengan standar deviasi 249,6 gram. Pada mereka yang berpendidikan SMP rata-rata berat bayinya adalah 2727,20 gram dengan standar deviasi 241,2 gram. Pada mereka yang berpendidikan SMU rata-rata berat bayinya adalah 3431,2 gram dengan standar deviasi 270,1 gram. Pada mereka yang 114

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data berpendidikan PT rata-rata berat bayinya adalah 3761,5 gram dengan standar deviasi 386,3 gram. Hasil uji statistik didapat niali p=0,0005, berarti pada alpha 5% dapat disimpulkan ada perbedaan berat bayi diantara keempat jenjang pendidikan. Analisis lebih lanjut membuktikan bahwa kelompok yang berbeda signifikan adalah tingkat pendidikan SD dengan SMU, SD dengan PT, SMP dengan SMU,SMP dengan PT dan SMU dengan PT. 115

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data ANALISIS HUBUNGAN 9 KATAGORIK DENGAN KATAGORIK UJI KAI KUADRAT Seringkali dalam suatu penelitian, kita menemui data yang tidak dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka pengukuran (data numerik). Sebaliknya justru yang kita jumpai adalah data hasil dari menghitung jumlah pengamatan yang diklasifikasikan atas beberapa katagori. Data seperti ini disebut data katagorik (kualitatif), misalnya jenis kelamin yang mempunyai katagori: laki-laki dan perempuan; status merokok yang mempunyai katagori; perokok berat, perokok ringan dan tidak merokok. Dalam penelitian kesehatan seringkali peneliti perlu melakukan analisis hubungan variabel katagorik dengan variabel katagorik. Analisis ii bertujuan untuk menguji perbedaan proporsi dua atau lebih kelompok sampel. Uji statistik yang digunakan untuk menjawab kasus tersbut adalah UJI KAI KUADRAT (CHI SQUARE). Misalnya ingin diketahui hubungan jenis pekerjaan dengan perilaku menyusui ibu, apakah ada perbedaan proporsi kejadian menyusui eksklusif antara ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja. Dari contoh terlihat bahwa variabel jenis pekerjaan (bekerja/tidak bekerja) merupakan variabel katagorik, dan variabel perilaku menyusui (eksklusif/non eksklusif) juga merupakan variabel katagorik. Sebelum berlanjut lebih dalam tentang kai kuadrat terlebih dahulu kita pahami dengan benar apa itu variabel katagorik. Suatu variabel disebut katagorik bila isi variabel tersebut terbentuk dari hasil klasifikasi/penggolongan, misalnya variabel sex, jenis pekerjaan, golongan darah, pendidikan. Di lain pihakvariabel numerik (misalnya berat badan, umur dll) dapat masuk/dapat 116

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data menjadi variabel katagorik bila variabel tersebut sudah mengalami pengelompokan. Misalkan kita ambil satu contoh variabel berat badan, berat badan bila nilainyamasih riil (50 kg, 63 kg dst) maka masih termasuk variabel numerik, namun bila sudah dilakukan pengelompokan menjadi (<50 kg (kurus), 50-60 kg (sedang) dan > 60 (gemuk) maka variabel tersebut sudah berjenis katagorik. 1. Tujuan Uji kai Kuadrat Tujuan dari digunakannya uji kai kuadrat adalah untuk untuk menguji perbedaan proporsi/persentase antara beberapa kelompok data. Dilihat dari segi datanya uji kai kuadrat dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel katagorik dengan variabel katagorik. Contoh pertanyaan penelitian untuk kasus yang dapat dipecahkan oleh uji kai kuadrat misalnya: a. Apakah ada perbedaan kejadian hipertensi antara wanita dan pria. Kasus ii berarti akan menguji hubungan variabel hipertensi (katagori dengan klasifikasi ya dan tidak) dengan variabel jenis kelamin (katagori dengan klasisfikasi wanita dan pria) b. Apakah ada perbedaan kejadian anemia antara ibu yang kondisi soseknya tinggi, sedang dan rendah. Pada kasus ini akan menguji hubungan variabel anemia katagori dengan klasifikasi ya dan tidak) dengan variabel Sosek (katagori dengan klasifikasi rendah, sedang dan tinggi). 2. Prinsip dasar Uji Kai Kuadrat Proses pengujian kai kuadrat adalah membandingkan frekuensi yang terjadi (observasi) dengan frekuensi harapan (ekspektasi). Bila nilai frekuensi observasi dengan nilai frekuensi harapan sama, maka dikatakan tidak ada perbedaan yang bermakna (signifikan). Sebaliknya, bila niali frekuensi observasi dan nilai frekuensi harapan berbeda, maka dikatakan ada perbedaan yang bermakna (signifikan). Pembuktian dengan uji kai kuadrat dengan menggunakan formula: 117 (O – E)2 X2 = Σ E

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data df = (k-1)(n-1) ket : O = nilai observasi E = nilai ekspektasi (harapan) k = jumlah kolom b = jumlah baris Untuk mempermudah analisis kai kuadrat, nilai data kedua variabel disajikan dalam bentuk tabel silang: Variabel 1 Variabel 2 Jumlah Tinggi Rendah Ya a b a+b Tidak c d c+d Jumlah a+c b+d n a, b, c, d merupakan nilai observasi, sedangkan niali ekspektasi (harapan) masing-masing sel dicari dengan rumus: Total barisnya X total kolomnya E= Jumlah keseluruhan data misalkan untuk mencari nilai ekspektasi (E) untuk sel a adalah: Ea = (a+b) x (a+c) n Untuk Eb, Ec dan Ed dapat dicari dengan cara yang sama. Khususnya untuk tabel 2x2, dapat mencari nilai X2 dengan menggunakan rumus: N (ad-bc)2 X2 = (a+c)(b+d)(a+b)(c+d) 118

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data Uji kai kuadrat sangat baik untuk tabel dengan derajat kebebasan (df) yang besar. Sedangkan khusus untuk tabel 2 x 2 (df-nya adalah 1) sebaiknya digunakan uji kai kuadrat yang sudah dikoreksi (Yate Corrected atau Yate’s Correction). Formula kai kuadrat Yate’s Correction adalah sbb: (|O – E| - 0,5)2 X2 = E atau N {|ad-bc|2 – (N/2)]2 X2 = (a+c)(b+d)(a+b)(c+d) 3. Keterbatasan Kai Kuadrat Seperti kita ketahui, uji kai kuadrat menuntut frekuensi harapan/ekspektasi (E) dalam masing-masing sel tidak boleh terlampau kecil. Jika frekuensi sangat kecil, penggunaan uji ini mungkin kurang tepat. Oleh karena itu dalam penggunaan kai kuadrat harus memperhatikan keterbatasan- keterbatasan uji ini. Adapun keterbatasan uji kai kuadrat adalah sbb: a. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 1. b. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 5, lebih dari 20% dari jumlah sel. Jika keterbatasan tersebut terjadi pada saat uji kai kuadrat, peneliti harus menggabungkan katagori-katagori yang berdekatan dalam rangka memperbesar frekuensi harapan dari sel-sel tersebut (penggabungan ini dapat dilakukan untuk analisis tabel silang lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 4 dsb). Penggabungan ini tentunya diharapkan tidak sampai membuat datanya kehilangan makna. 119

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data Andai saja keterbatasan tersebut terjadi pada tabel 2 x 2 (ini berarti tidak bisa menggabung katagori-katagorinya lagi), maka dianjurkan menggunakan uji Fisher’s Exact. ODDS RATIO (OR) dan RISIKO RELATIF (RR) Hasil uji Chi Square hanya dapat menyimpulkan ada tidaknya perbedaan proporsi antar kelompok atau dengan kata lain kita hanya dapat menyimpulkan ada/tidaknya hubungan du variabel katagorik. Dengan demikian uji Chi Square tidak dapat menjelaskan derajat hubungan, dalam hal ini uji Chi Square tidak dapat mengetahui kelompok mana yang memiliki risiko lebioh besar dibanding kelompok lain. Dalam bidang kesehatan untuk mengetahui derajat hubungan, dikenal ukuran Risiko Relatif (RR) dan Odds Rasio (OR). Risiko relatif membandingkan risiko pada kelompok ter-ekspose dengan kelompok tidak terekspose. Sedangkan Odds Rasio membandingkan Odds pada kelompok ter-ekspose dengan Odds kelompok tidak ter-eksp[ose. Ukuuran RR pada umumnya digunakan pada disain Kohort, sedangkan ukuran OR biasanya digunakan pada desain kasus kontrol atau ptong lintang (Cross Sectional). Pengkodean Variabel : Perlu diketahui bahwa dalam mengeluarkan nilai OR dan RR harus hati- hati jangan sampai terjadi kesalahan pengkodean. Pemberian kode harus ada konsistensi antara variabel independen dengan variabel dependen. Untuk variabel independen, kelompok yang berisiko/expose diberi kode tinggi (kode 1) dan kode rendah (kode 0)untuk kelompok yang tidak berisiko/non expose. Pada variabel dependennya, kode tinggi (kode 1) untuk kelompok kasus atau kelompok yang menjadi fokus pembahasan penelitian dan kode rendah (kode 0) untuk kelompok non kasus atau yang bukan menjadi fokus penelitian. Sebagai contoh data di atas pengkodeannya adalah sbb: Ibu tidak bekerja diberi kode 1 120

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data dan bekerja kode 0 dan ibu yang menyusui secara eksklusif diberi kode 1 dan non eksklusif diberi kode 0. Sebetulnya bisa juga kodenya dibalik, tapi harus konsisten, misalnya kodenya: tidak bekerja =0, bekerja =1 dan eksklusive =0, tdk eksklusive =1. Tabel … Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Pengetahuan Total Pendidikan Rendah Tinggi n% 50 34,4 SD N% n % 40 27,6 SMP 30 20,7 SMU 25 50,0 25 50,0 25 17,3 PT 145 100,0 Jumlah 16 40,0 24 60,0 10 33,3 20 66,7 5 20,0 20 80,0 56 38,7 89 61,3 Pembuatan persentase pada analisis tabel silang harus diperhatikan agar tidak salah dalam menginterpretasi. Pada jenis penelitian survei/Cross sectional atau Kohort, pembuatan persentasenya berdasarkan nilai variabel independen. Contoh di atas jenis penelitiannya Cross Sectional, variabel pendidikan sebagai variabel independen dan pengetahuan sebagai variabel dependen. Dapat dilihat di tabel persentasenya berdasarkan masing-masing kelompok tingkat pendidikan (persentase baris). Contoh di atas dapat di interpretasikan sbb: Dari 50 pasien yang berpendidikan SD, ada sebanyak 25 (50,0%) pasien mempunyai pengetahuan tinggi. Dari 40 pasien yang berpendidikan SMP, ada sebanyak 24 (60,0%) yang berpengetahuan tinggi. Dari 30 pasien yang berpendidikan SMU ada sebanyak 20 (66,7%) yang berpengetahuan tinggi. Dan dari 25 pasien yang berpendidikan PT, ada sebanyak 20 (80,0%) yang 121

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data berpengetahuan tinggi. Dari data ini terlihat ada kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin tinggi tingkat pengetahuannya. Pada penelitian yang berjenis kasus kontrol (Case Control) pembuatan persentasenya berdasarkan variabel dependennya, misalkan terlihat pada tabel berikut: Tabel … Distribusi Responden Menurut Kasus kanker paru dan Jenis Kelamin Jenis Kanker Paru Total Kelamin n% Kasus Kontrol n%N% Laki-laki 75 75,0 30 30,0 105 52,5 Perempuan 25 25,0 70 70,0 95 47,5 Jumlah 100 50,0 100 50,0 200 100,0 Interpretasinya: Dari mereka yang menderita kanker paru, ada sebanyak 75 (75%) responden berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan pada kelompok yang tidak menderita kanker paru, ada sebanyak (30%) responden yang berjenis kelamin laki-laki. 122

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data KASUS : UJI KAI KUADRAT Suatu penelitian ingin mengetahui hubngan pekerjaan dengan perilaku menyusui. Variabel pekerjaan berisi dua nilai yaitu tidak bekerja dan bekerja, dan variabel menyusui berisi dua nilai yaitu eksklusif dan non eksklusif. Untuk mengerjakan soal ini gunakan data “Susu. SAV”. Adapun prosedur di SPSS sbb: 1. Pastikan anda berada pada data editor ASI.SAV 2. Dari menu SPSS, klik “Analyze”, kemudian pilih “Descriptive statistic”, lalu pilih “Crosstab”, sesaat akan muncul menu Crosstabs 3. Dari menu crosstab, ada dua kotak yang harus diisi, pada kotak “Row(s)’ diisi variabel independen (variabel bebas), dalam contoh ini variabel pekerjaan masuk ke kotak “Row(s)”. 4. pada kotak “Column(s)” diisi variabel dependennya, dalam contoh ini variabel perilaku menyusui masuk ke kotak “Column(s)”. 123

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data 5. Klik option “Statistics..”, klik pilihan “Chi Square” dan klik pilihan “Risk” 6. Klik “Continue” 7. Klik option “Cells”, bawa bagian “Percentages” dan klik “Row” 8. Klik “Continue” 9. Klik “OK” hasilnya tampak sbb: 124

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data Crosstabs status pekerjaan ibu * status menyusui asi Crosstabulation status pekerjaan KERJA Count status menyusui asi Total ibu tidak kerja % within status 25 pekerjaan ibu tdk Total Count EKSKLUSIVE EKSKLUSIVE 100.0% % within status 25 pekerjaan ibu 17 8 Count 100.0% % within status 68.0% 32.0% 50 pekerjaan ibu 7 18 100.0% 28.0% 72.0% 24 26 48.0% 52.0% Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. 8.013b 1 (2-sided) (2-sided) (1-sided) .005 Pearson Chi-Square 6.490 1 Continuity Correctiona .011 Likelihood Ratio 8.244 1 .004 Fisher's Exact Test .010 .005 Linear-by-Linear 7.853 1 .005 Association N of Valid Cases 50 a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12. 00. Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper 5.464 Odds Ratio for status 1.627 18.357 pekerjaan ibu (TIDAK 2.250 KERJA / KERJA) 1.209 4.189 .412 For cohort status 50 .208 .816 menyusui asi = YA EKSKLUSIVE For cohort status menyusui asi = TIDAK EKSKLUS N of Valid Cases 125

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data Pada hasil di atas tertampil tabel silang antara pekerjaan dengan pola menyusui, dengan angka di masing-masing selnya. Angka yang paling atas adalah jumlah kasus masing-masing sel, angka kedua adalah persentase menurut baris (data yang kita analisis “ASI.SAV, berasal dari penelitian Cross Sectional sehingga persen yang ditampilkan adalah persentase baris, namun bila junis penelitiannya Case Control angka persentase yang digunakan adalah persentase kolom) Dari analisis data di atas maka interpretasinya: Ada sebanyak 18 (72,0%) ibu yang tidak bekerja menyusui bayi secara eksklusif. Sedangkan diantara ibu yang bekerja, ada 8 (32,0%) yang menyusui secara eksklusif. Hasil uji Chi Square dapat dilihat pada kotak “Chi Square Test”. Dari print out muncul dengan beberapa bentuk/angka sehingga menimbulkan pertanyaan, “Angka yang mana yang kita pakai?”, apakah Pearson, Continuity Correction, Likelihood atau Fisher?” Aturan yang berlaku pada Chi Square adalah sbb: a. Bila pada 2 x 2 dijumpai nilai Expected (harapan) kurang dari 5, maka yang digunakan adalah “Fisher’s Exact Test” b. Bila tabel 2 x 2, dan tidak ada nilai E < 5, maka uji yang dipakai sebaiknya “Continuity Correction (a)” c. Bila tabelnya lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 3 dsb, maka digunakan uji “Pearson Chi Square” d. Uji “Likelihood Ratio” dan “Linear-by-Linear Assciation”, biasanya digunakan untuk keperluan lebih spesifik, misalnya analisis stratifikasi pada bidang epidemiologi dan juga untuk mengetahui hubungan linier dua variabel katagorik, sehingga kedua jenis ini jarang digunakan. Untuk mengetahui adanya nilai E kurang dari 5, dapat dilihat pada footnote b dibawah kotak Chi-Square Test, dan tertulis diatas nilainya 0 cell (0 %) berarti pada tabel silang diatas tidak ditemukan ada nilai E < 5 126

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data Dengan demikian kita menggunakan uji Chi Square yang sudah dilakukan koreksi (Continuity Correction) dengan p value dapat dilihat pada kolom “Asymp. Sig” dan terlihat p valuenya = 0,011. berarti kesimpulannya ada perbedaan perilaku menyusui eksklusif antara ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa ada hubungan status pekerjaan dengan perilaku menyusui eksklusif. Uji Chi square hanya dapat digunakan untuk mengetahuiada/tidaknya hubungan dua variabel, sehingga uji ini tidak dapat untuk mengetahui derajat/kekuatan hubungan dua variabel. Untuk mengetahui besar/kekuatan hubungan banyak metodenya tergantung latar belakangdisiplin keilmuannya, misal untuk ilmu sosial dengan melihat koefisien Phi, koefisien Contingency dan cramer’s V. sedangkan untuk bidang kesehatan terutama kesehatan masyarakat digunakan nilai OR atau RR. Nilai OR digunakan untuk jenis penelitian Cross Sectional dan Case Control, sedangkan nilai RR digunakan bila jenis penelitiannya Kohort. Pada hasil di atas nilai OR terdapat pada baris Odds ratio yaitu 5,464 (95% CI: 1,627 – 18,357). Sedangkan nilai RR terlihat dari baris For Cohort yaitu bearnya 2,250 (95% CI: 1,209 – 4,189). Pada data ini berasal dari penelitian Cross Sectional maka kita dapat menginterpretasikan nialai OR=5,464 sbb: Ibu yang tidak bekerja mempunyai peluang 5,46 kali untuk menyusui eksklusif dibandingkan ibu yang bekerja.. Pada perintah Crosstab nilai OR akan keluar bila tabel silang 2 x 2, bila tabel silang lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 4 x 2 dsb, maka nilai OR dapat diperoleh dengan analisis regresi logistik sederhana dengan cara membuat “Dummy variable” 127

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data Penyajian dan Interpretasi di Laporan Penelitian: Tabel … Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan dan Perilaku menyusui Jenis Menyusui Total OR P (95% CI) value Pekerjaan Tdk Eksklusif Eksklusif n % n % n% bekerja 17 68,0 8 32,0 25 100 5,464 0,011 Tdk Bekerja 7 28,0 18 72,0 25 100 1,6 – 18,3 Jumlah 26 52,0 24 48,0 50 100 Hasil analisis hubungan antara status pekerjaan dengan perilaku menyusui eksklusif diperoleh bahwa ada sebanyak 8 (32%) ibu yang bekerja menyusui bayi secara eksklusif. Sedangkan diantara ibu yang tidak bekerja, ada 18 (72,0%) yang menyusui secara eksklusif. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,011 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian menyusui eksklusif antara ibu tidak bekerja dengan ibu yang bekerja (ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan perilaku menyusui). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=5,464, artinya ibu tidak bekerja mempunyai peluang 5,46 kali untuk menyusui eksklusif dibanding ibu yang bekerja. 128

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data 10 ANALISIS HUBUNGAN NUMERIK DENGAN NUMERIK UJI KORELASI DAN REGRESI LINIER SEDERHANA Seringkali dalam suatu penelitian kita ingin mengetahui hubungan antara dua variabel yang berjenis numerik, misalnya huubungan berat badan dengan tekanan darah, hubungan umur dengan kadar Hb, dsb. Hubungan antara dua variabel numerik dapat dihasilkan dua jenis, yaitu derajat/keeratan hubungan, digunakan korelasi. Sedangkan bila ingin mengetahui bentuk hubungan antara dua variabel digunakan analisis regresi linier. 1. Korelasi Korelasi di samping dapat untuk mengetahui derajat/keeratan hubungan, korelasi dapat juga untuk mengetahui arah hubungan dua variabel numerik. Misalnya, apakah huubungan berat badan dan tekanan darah mempunyai derajat yang kuat atau lemah, dan juga apakah kedua variabel tersebut berpola positif atau negatif. Secara sederhana atau secara visual hubungan dua variabel dapat dilihat dari diagram tebar/pencar (Scatter Plot). Diagram tebar adalah grafik yang menunjukkan titik-titik perpotongan nilai data dari dua variabel (X dan Y). Pada umumnya dalam grafik, variabel independen (X) diletakkan pada garis horizontal sedangkan variabel dependen (Y) pada garis vertikal. Dari diagram tebar dapat diperoleh informasi tentang pola hubungan antara dua variabel X dan Y. selain memberi informasi pola hubungan dari kedua 129

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data variabel diagram tebar juga dapat menggambarkan keeratan hubungan dari kedua variabel tersebut. Derajat keeratan hubungan (kuat lemahnya hubungan) dapat dilihat dari tebaran datanya, semakin rapat tebarannya semakin kuat hubungannya dan sebaliknya semakin melebar tebarannya menunjukkan hubungannya semakin lemah. Untuk mengetahui lebih tepat besar/ derajat hubungan dua variabel Linier Positif Linier Negatif Tak ada hubungan digunakan Koefisien Korelasi Pearson Product Moment. Koefisien korelasi disimbbolkan dengan r (huruf r kecil). Koefisien korelasi (r) dapat diperoleh dari formula berikut: N (Σ XY) – (ΣX ΣY) r= [NΣX2 – (ΣX)2] [NΣY – (ΣY)2 Nilai korelasi (r) berkisar 0 s.d. 1 atau bila dengan disertai arahnya nilainya antara –1 s.d. +1. r = 0 Æ tidak ada hubungan linier r = -1 Æ hubungan linier negatif sempurna r = +1 Æ hubungan linier positif sempurna Hubungan dua variabel dapat berpola positif maupun negatif. Hubungan positif terjadi bila kenaikan satu diikuti kenaikan variabel yang lain, misalnya semakin bertambah berat badannya (semakin gemuk) semakin tinggi tekanan darahnya. Sedangkan hubungan negatif dapat terjadi bila kenaikan satu variabel diikuti penurunan variabel yang lain, misalnya semakin bertambah umur (semakin tua) semakin rendah kadar Hb-nya. 130

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data Menurut Colton, kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif dapat dibagi dalam 4 area, yaitu: r = 0,00 – 0,25 Æ tidak ada hubungan/hubungan lemah r = 0,00 – 0,25 Æ hubungan sedang r = 0,00 – 0,25 Æ hubungan kuat r = 0,00 – 0,25 Æ hubungan sangat kuat / sempurna Uji Hipotesis Koefisien korelasi yang telah dihasilkan merupakan langkah pertama untuk menjelaskan derajat hubungan derajat hubungan linier anatara dua variabel. Selanjutnya perlu dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui apakah hubungan antara dua variabelteradi secara signifikan atau hanya karena faktor kebetulan dari random sample (by chance). Uji hipotesis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama: membandingkan nilai r hitung dengan r tabel, kedua: menggunakan pengujian dengan pendekatan distribusi t. Pada modul ini kita gunakan pendekatan distribusi t, dengan formula: n–2 t=r 1 – r2 df = n – 2 n = jumlah sampel 2. Regresi Linier Sederhana Seperti sudah diuraikan di depan bahwa analisis hubungzn dua variabel dapat digunakan untuk mengetahui bentuk hubungan dua variabel, yaitu dengan analisis regresi. Analisis regresi merupakan suatu model matematis yang dapat digunakan untuk mengetahui bentuk hubungan antar dua atau lebih variabel. Tujuan 131

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data analisis regresi adalah untuk membuat perkiraan (prediksi) nilai suatu variabel (variabel dependen) melalui variabel yang lain (variabel independen). Sebagai contoh kita ingin menghuubungkan dua variabel numerik berat badan dan tekanan darah. Dalam kasus ini berarti berat badan sebagai variabel independen dan tekanan darah sebagai variabel dependen, sehingga dengan regresi kita dapat memperkirakan besarnya nilai tekanan darah bila diketahui data berat badan. Untuk melakukan prediksi digunakan persamaan garis yang dapat diperoleh dengan berbagai cara/metode. Salah satu cara yang sering digunakan oleh peneliti adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (least square). Metode least square merupakan suatu metode pembuatan garis regresi dengan cara meminimalkan jumlah kuadrat jarak antara nilai Y yang teramati dan Y yang diramalkan oleh garis regresi itu. Secara matematis persamaan garis sbb: Y = a + bx Persamaan di atas merupakan model deterministik yang secara sempurna/tepat dapat digunakan hanya untuk peristiwa alam, misalnya hukum gravitasi bumi, yang ditemukan oleh Issac Newton adalah contoh model deterministik. Variabel kecepatan benda jatuh (variabel dependen) pada keadaan yang ideal adalah fungsi matematik sempurna (bebas dari kesalahan) dari variabel independen berat beda dan gaya gravitasi. Contoh lain misalnya hubungan antar suhu Fahrenheit dengan suhu Celcius dapat dibuat persamaan Y = 32 + 9/5X. variabel suhu Fahrenheit (Y) dapat dihitung/diprediksi secara sempurna/tepat (bebas kesalahan) bila suhu Celcius (X) diketahui. Ketika berhadapan pada kondisis ilmu sosial, hubungan antar variabel ada kemungkinan kesalahan/penyimpangan (tidak eksak), aretinya untuk beberapa nilai X yang sama kemungkinan diperoleh nilai Y yang berbeda. Misalnya hubungan berat badan dengan tekanan darah, tidak setiap orang yang berat badannya sama memiliki tekanan darah yang sama. Oleh karena hubungan X 132 Y = a + bx + e

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data dan Y pada ilmu sosial/kesehatan masyarakat tidaklah eksak, maka persamaan garis yang dibentuk menjadi: Y = Variabel Dependen X = Variabel Independen a = Intercept, perbedaan besarnya rata-rata variabel Y ketika variabel X = 0 b = Slope, perkiraan besarnya perubahan nialia variabel Y bila nilai variabel X berubah satu unit pengukuran e = nilai kesalahan (error) yaitu selisih antara niali Y individual yang teramati dengan nilai Y yang sesungguhnya pada titik X tertentu ΣXY – (ΣXΣY)/n a = Y - bX b= ΣX2 – (ΣX)2/n Kesalahan Standar Estimasi (Standard Error of Estimate/Se) Besarnya kesalahan standar estimasi (Se) menunjukkan ketepatan persamaan estimasi untuk menjelaskan nilai variabel dependen yang sesungguhnya. Semakin kecil nilai Se, makin tinggi ketepatan persamaan estimasi yang dihasilkan untuk menjelaskan niali variabel dependen yang sesungguhnya. Dansebaliknya, semakin besar nilai Se, makin rendah ketepatan persamaan estimasi yang dihasilkan untuk menjelaskan nilai variabel dependen yang sesungguhnya. Untuk mengetahhui besarnya Se dapat dihitung melalui formula sbb: 133

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data Se = ΣY2 - aΣY - bΣXY n-2 Koefisien Determinasi (R2) Ukuran yang penting dan sering digunakan dalam analisisregresi adalah koefisien determinasi atau disimbolkan R2 (R Square). Koefisien determinasi dapat dihitung dengan mengkuadratkan nilai r, atau dengan formula R2=r2. Koeifisien determinasi berguna untuk mengetahui seberapa besar variasi variabel dependen (Y) dapat dijelaskan oleh variabel independen (X). atau dengan kata lain R2 menunjukkan seberapa jauh variabel independen dapat memprediksi variabel dependen.Semakin besar nilai R square semakin baik/semakin tepat variabel independen memprediksi variabel dependen. Besarnya nialai R square antara 0 s.d. 1 atau antara 0% s.d. 100%. 134

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data KASUS : KORELASI DAN REGRESI Sebagai contoh kita akan melakukan analisis korelasi dan regresi menggunakan data ‘ASI.SAV’ dengan mengambil variabel yang bersifat numerik yaitu umur dengan kadar Hb (diambil Hb pengukuran pertama: Hb1). A. Korelasi Untuk mengeluarkan uji korelasi langkahnya adalah sbb: 1. Aktifkan data ‘ASI.SAV’ 2. Dari menu utama SPSS, klik ‘Analyze’, kemudian pilih ‘Correlate’, dan lalu pilih ‘Bivariate’, dan muncullah menu Bivariate Correlations: 3. Sorot variabel ‘Umur dan Hb1, lalu masukkan ke kotak sebelah kanan ‘variables’. 4. Klik ‘OK” dan terlihat hasilnya sbb: 135

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data Correlations Correlations berat badan ibu Pearson Correlation berat berat badan ibu badan bayi 1 .684** Sig. (2-tailed) .000 N 50 50 berat badan bayi Pearson Correlation .684** 1 Sig. (2-tailed) .000 N 50 50 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Tampilan analisis korelasi berupa matrik antar variabel yang di korelasi, informasi yang muncul terdapat tiga baris, baris pertama berisi nilai korelasi (r), baris kedua menapilkan nilai p (P value), dan baris ketiga menampilkan N (jumlah data). Pada hasil di atas diperoleh nilai r = 0,684 dan nilai p = 0,0005. Kesimpulan dari hasil tersebut: hubungan berat badan ibu dengan berat badan bayi menunjukkan hubungan yang kuat dan berpola positif artinya semakin bertambah berat badannya semakin tinggi berat bayinya. Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan yang signifikan antara berat badan ibu dengan berat badan bayi (p = 0,0005). B. Regresi Linier Sederhana Berikut akan dilakukan analisis regresi linier dengan menggunakan variabel ‘berat badan ibu’ dan ‘berat badan bayi’ dari data ASI.SAV. dalam analisis regresi kita harus menentukan variabel dependen dan variabel independennya. Dalam kasus ini berarti berat badan ibu sebagai variabel independen dan berat badan bayi sebagai variabel dependen. Adapun caranya: 1. Pastikan tampilan berada pada data editor ASI.SAV, jika belum aktifkan data tersebut. 2. Dari menu SPSS, Klik ‘Analysis’, pilih ‘Regression’, pilih ‘Linear’ 3. Pada tampilan di atas ada beberpa kotak yang harus diisi. Pada kotak ‘Dependen’ isikan variabel yang kita perlakukan sebagai dependen (dalam 136

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data contoh ini berarti berat badan bayi) dan pada kotak Independent isikan variabel independennnya (dalam contoh ini berarti berat badan ibu), caranya 4. klik ‘berat badan bayi’, masukkan ke kotak Dependent 5. Klik ‘berat badan ibu’, masukkan ke kotak Independent 6. Klik ‘OK’, dan hasilnya sbb: Regression Model Summary Model R R Square Adjusted Std. Error of 1 R Square the Estimate .684a .468 .456 430.715 a. Predictors: (Constant), berat badan ibu 137

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data ANOVAb Model Sum of df Mean Square F Sig. 1 Regression Squares 1 7820261.965 42.154 .000a 7820262 185515.376 Residual 8904738 48 Total 16725000 49 a. Predictors: (Constant), berat badan ibu b. Dependent Variable: berat badan bayi Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) 657.929 391.676 1.680 .099 .684 berat badan ibu 44.383 6.836 6.493 .000 a. Dependent Variable: berat badan bayi Dari hasil di atas dapat diinterpretasikan dengan mengkaji nilai-nilai yang penting dalam regresi linier diantaranya: koefisien determinasi, persamaan garis dan p value. Nilai koefisien determinasi dapat dilihat dari nilai R Square (anda dapat lihat pada tabel ‘Model Summary’) yaitu besarnya 0,468 artinya, persamaan garis regresi yang kita peroleh dapat menerangkan 46,8% variasi berat badan bayi atau persamaan garis yang diperoleh cukup baik untuk menjelaskan variabel berat badan bayi. Selanjutnya pada tabel ANOVAb , diperoleh nilai p (di kolom Sig) sebesar 0,0005, berarti pada alpha 5% kita dapat menyimpulkan bahwa regresi sederhana cocok (fit) dengan data yang ada persamaan garis regresi dapat dilihat pada tabel ‘Coefficienta’ yaitu pada kolom B. Dari hasil diatas didapat nilai konstant (nilai ini merupakan nilai intercept atau nilai a) sebesar 657,93 dan nilai b = 44,38, sehingga persamaan regresinya: Y = a + bX Berat badan bayi = 657,93 + 44,38(berat badan ibu) Dengan persamaan tersebut, berat badan bayi dapat diperkirakan jika kita tahu nilai berat badan ibu. Uji uji statistik untuk koefisien regresi dapat dilihat pada kolom Sig T, dan menghasilkan nilai p=0,0005. Jadi pada alpha 5% kita menolak 138

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data hipotesis nol, berarti ada hubngan linier antara berat badan ibu dengan berat badan bayi. Dari nilai b=44,38 berarti bahwa variabel berat badan bayi akan bertambah sebesar 44,38 gr bila berat badan ibu bertambah setiap satu kilogram. Penyajian dan Interpretasi Tabel … Analisis Korelasi dan regresi berat badan ibu dengan berat badan bayi Variabel R R2 Persamaan garis P value Umur 0,684 0,468 bbayi =657,93 + 44,38*bbibu 0,0005 Hubungan berat badan ibu dengan berat badan bayi menunjukkan hubungan kuat (r=0,684) dan berpola positif artinya semakin bertambah berat badan ibu semakin besar berat badan bayinya. Nilai koefisien dengan determinasi 0,468 artinya , persamaan garis regresi yang kita peroleh dapat menerangkan 46,8,6% variasi berat badan bayi atau persamaan garis yang diperoleh cukup baik untuk menjelaskan variabel berat badan bayi. Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan yang signifikan antara berat badan ibu dengan berat badan bayi (p=0,005). Memprediksi variabel Dependen Dari persamaan garis yang didapat tersebut kita dapat memprediksi variabel dependen (berat badan bayi) dengan variabel independen (berat badan ibu). Misalkan kita ingin mengetahui berat badan bayi jika diketahui berat badan ibu sebesar 60 kg, maka: Berat badan bayi =657,93 + 44,38(berat badan ibu) Berat badan bayi= 657,93 + 44,38(60) 139

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data Berat badan bayi = 3320,73 Ingat prediksi regresi tidak dapat menghasil;kan angka yang tepat seperti di atas, namun perkiraannya tergantung dari nilai ‘Std, Error of The estimate’(SEE) yang besarnya adalah 430,715 (lihat di kotak Model Summary). Dengan demikianvariasi variabel dependen = Z*SEE. Nilai Z dihitung dari tabel Z dengan tingkat kepercyaan 95% dan didapat nilai Z = 1,96, sehingga variasinya 1,96 * 430,715 = ± 844,201 Jadi dengan tingkat kepercayaan 95%, untuk berat badan ibu 60 kg diprediksikan berat badan bayinya adalah diantara 2476,5 gr s.d 4164,9 gr C. Membuat Grafik Prediksi Langkahnya: 1. Klik ‘Graphs, pilih ‘Scatter’ 2. Klik Sampel klik ‘Define’ 3. Pada kotak Y Axis isikan variabel dependennya (masukkan veriabel dependennya (masukkan Hb1) 4. Pada kotak X Axis isikan variabel independennya (masukkan veriabel dependennya (masukkan Umur) 5. Klik ‘OK’ 6. Terlihat di layar grafik scatter plot-nya (garis regresi belum ada?) 7. Untuk mengeluarkan garisnya, klik grafiknya 2 kali 8. klik’Chart’ 9. pada kotak ‘Fit Line, Klik Total 10. klik ‘OK’ maka muncul garis regresi 140

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data 11 ANALISIS MULTIVARIAT Proses analisis multivariat dengan menghubungkan beberapa variabel independen dengan satu variabel dependen pada waktu yang bersamaan. Jumlah sampel dalam analisis multivariat sangat penting diperhatikan, sebaiknya jangan terlalu sedikit, pedoman yang berlaku adalah setiap variabel minimal diperlukan 10 responden. Bila dalam penelitian terdapat 10 variabel, maka diperlukan jumlah sampel minimal = 10 x 10 responden = 100 responden. Dari analisis multivariat kita dapat mengetahui: a. Variabel independen mana yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel dependen? b. Apakah variabel independen berhubungan dengan variabel dependen dipengaruhi variabel lain atau tidak? c. Bentuk hubungan beberapa variabel independen dengan variabel dependen, apakah berhubungan langsung atau pengeruh tidak langsung. Prosedur pengujian tergantung dari jenis data yang diuji apakah katagori atau numerik. Berikut adalah gambaran secara garisbesar beberapa analisis statistik yang dapat digunakan untuk analisis multivariat: Variabel Independen Variabel Dependen Jenis Uji Numerik Numerik Uji Regresi Linier (minimal 1 variabel numerik) Katagori Numerik ANOVA Katagori Katagori Uji Regresi Logistik (dapat dengan numerik) Kontinyu Katagori Uji Diskriminan Numerik/Katgori Numerik waktu Uji Regresi Cox 141

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data Dalam melakukan analisis multivariat kita harus mengetahui terlebih dahulu mengenai konsep konfounding dan Interaksi. a.Konfounding Konfounding merupakan kondisi bias dalam mengestimasi efek pajanan/expose terhadap kejadian penyakit/masalah kesehatan, akibat dari perbandingan yang tidak seimbang antara kelompok expose dengan kelompok non expose. Masalah ini terjadi dikarenakan pada dasarnya sudah ada perbedaan risiko terjadinya penyakit pada kelompok expose dengan kelompok non expose. Artinya risiko terjadinya penyakit pada kedua kelompok itu berbeda meskipun expose dihilangkan pada kedua kelompok tersebut. Satu variabel disebut konfounding bila variabel tersebut merupakan faktor risiko terjadinya penyakit dan memiliki hubungan dengan expose. Seorang ahli statistik menyatkan bahwa suatu variabel dikatakan konfounding jika variabel tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit(outcome) dan berhubungan dengan variabel independen tapi tidak merupakan hasil dari variabel independen. b.Interaksi Interaksi atau efek modifikasi adalah heterogenitas efek dari satu expose Pada tingkat expose yang lain. Jadi efek satu expose pada kejadian penyakit berbeda pada kelompok expose lainnya. Tidak adanya modifikasi efek, berarti efek expose homogen. Modisikasi efek merupakan konsep yang penting dalam analisis karena pada saat analisis kita harus menentukan apakah akan melaporkan efek bersama (yang terkontrol konfounder) atau efek yang terpisah untuk masing-masing strata. Pada analisis multivariat, jika ditemukan adanya interaksi antar variabel expose dengan variabel lainnya, maka nilai koefisien, misalnya OR, harus dilaporkan secarfa terpisah menurut strata dari variabel tersebut. Nilai OR yang tertera pada variabel menjadi tidak berlaku dan nilai OR untuk masing-masing strata harus dihitung 142

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data 12 ANALISIS REGRESI LINIER GANDA Analisis Multiple regression Linear atau sering disebut juga analisis regresi linier ganda merupakan perluasan analiss Simple Linear Regression (regresi linier sederhana). Dalam analisis Simple Linear Regression hanya ada satu variabel independen (variabel bebas) dihubungkan dengan satu variabel dependen (terikat).. Sedangkan pada Multiple regression Linear merupakan analisis hubugan antara beberapa variabel independen dengan satu variabel dependen. Misalkan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tekanan darah, dilakukan analisis dengan melibatkan variabel independen: umur, berat badan, dan jenis kelamin. Dalam regresi linier ganda variabel dependennya harus numerik sedangkan variabel independen boleh semuanya numerik dan boleh juga campuran numerik dan katagorik. Model persamaan regresi linier ganda merupakan perluasan regresi linier sederhana, yaitu: Y = a + b1X1 + b2X2 + …. + bkXk + e 1. Asumsi Regresi Linier Seperti pada umumnya pengujian statistik, dari analisis regresi linier ganda diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih banyak bukan sekedar diskripsi data teramati. Kita tentu ingin menarik inferensi (menggeneralisasi) tentang hubungan variabel-variabel dalam populasi asal dari sampel diambil. Bagaimanakanh hubungan antara umur, berat badan dan jenis kelamin ‘pada semua orang (populasi)’, tidak hanya seperti yang teramati di sejumlah orang pada sampel?. Oleh karena itu agar inferensi kita valid maka dalam analisis regresi dianjurkan untuk mengikuti kaidah-kaidah yang dipersyaratkan dalam analisis regresi. Dengan kata lain, setiap melakukan analisis Multiple regression 143

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data Linear harus memenuhi asumsi/persyaratan yang ditetapkan. Adapun asumsi yang digunakan dalam Multiple regression Lineari sebagai berikut a. Asumsi Eksistensi (Variabel Random) Untuk tiap nilai dari variabel X (variabel independen), variabel Y (dependen) adalah variabel random yang mempunyai mean dan varian tertentu. Asumsi ini berkaitan dengan teknik pengambilan sampel. Untuk memenuhi asumsi ini, sampel yang diambil harus dilakukan secara random. Cara mengetahui asumsi eksistensi dengan cara melakukan analisis deskriptif vareiabel residual dari model, bila residual menunjukkan adanya mean dan sebaran (varian ata satandar deviasi) maka asumsi eksistensi terpenuhi. b. Asumsi Independensi Suatu keadaan dimana masing-masing nilai Y bebas satu sama lain. Jadi nilai dari tiap-tiap individu saling berdiri sendiri. Tidak diperbolehkan nilai observasi yang berbeda yang diukur dari satu individu diukur dua kali. Untuk mengetahui asuamsi ini dilakukan dengan cara mengeluarkan uji Durbin Watson, bila nilai Durbin –2 s.d. +2 berarti asumsi independensi terpenuhi, sebaliknya bila nilai Durbin < -2 atau > +2 berarti asumsi tidak terpenuhi c. Asumsi Linieritas Nilai mean dari variabel Y untuk suatu kombinasi X1, X2, X3, …, Xk terletak pada garis/bidang linier yang dibentuk dari persamaan regresi. Untuk mengetahui asumsi linieritas dapat diketahui dari uji ANOVA (overall F test) bila hasilnya signifilan (p value<alpha) maka moodel berbentuk linier. d. Asumsi Homoscedascity Varian nilai variabel Y sama untuk semua nilai variabel X. Homoscedasticity dapat diketahui dengan melakukan pembuatan plot residual. Bila titik tebaran tidak berpola tertentu dan menyebar merata disekitar garis titik nol maka dapat disebut varian homogen pada setiap nilai X dengan demikian asumsi homoscedasticity terpenuhi. Sebaliknya bila titik tebaran membentuk pola tertentu misalnya mengelompok di bawah atau di atas garis tengah nol, maka diduga variannya terjadi heteroscedasticity. 144

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data e. Asumsi Normalitas Variabel Y mempunyai distribusi normal untuk setiap pengamatan variabel X. dapat diketahui dari Normal P-P Plot residual, bila data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. 2. Kegunaan Analisis Regresi Ganda Tujuan analisis regresi linier ganda adalah untuk menemukan model regresi yang paling sesuai menggambarkan faktor-faktor yang berhubungan dengan variabel dependen. Pada prinsipnya, model regresi ganda dapat berguna untuk dua hal: a. Prediksi, memperkirakan variabel dependen dengan menggunakan informasi yang ada pada sebuah atau beberapa variabel independen. Disini dapat diketahui secara probabilitas nilai variabel dependen bila seseorang/individu mempunyai suatu set variabel dengan independen tertentu. Misalnya kita melakukan analisis variabel independen umur, BB dan jenis kelamin dihubungkan dengan variabel dependen tekanan darah. Dari hasil regresi, seseorang iindividu dapat diperkirakantekanan darahnya pada umur, berat badan dan jenis kelamin tertentu. b. Estimasi, menguantifikasihubungan sebuah atau beberapa variabel independen dengan sebuah variabel dependen. Pada fungsi ini regresi dapat digunakan untuk mengetahui variabel indepeden apa saja yang berhubungan dengan variabel dependen. Selain itu kita juga dapat mengetahui seberapa besar hubungan masing-masing independen terhadap variabel independen lainnya. Dari analisis ini dapat diketahui variabel mana yang paling besar/dominan mempengaruhi variabel dependen, yang ditunjukkan dari koefisien regresi (b) yang sudah distandardisasi yaitu nilai beta. 145

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data 3. Pemodelan Satu hal yang penting dalam regresi ganda adalah bagaimana memilih variabel independen sehingga terbentuk sebuah model yang paling sesuai menjelaskan/ mengambarkan variabel dependen yang sesungguhnya dalam alam (populasi). Dalam pembuatan model seringkali dijumpai pandangan yang kurang tepat yaitu “memasukkan semua/sebanyak mungkin variabel independen ke dalam model”. Alasannya, dengan memasukkan sebanyak mungkin variabel independen ke dalam model, maka variabel dependen diharapkan diprediksi dengan sempurna. Perlu diketahui bahwa penambahan variabel independen tidak selalu meningkatkan kemampuan prediksi variabel independen terhadap variabel dependen, sebab semakin banyak variabel independen (lebih-lebih variabel yang tidak relevan) mengakibatkan makin besarnya nilai standar error (Se). disamping itu, model dengan banyak variabel seringkali malah menyulitkan dalam interpretasi. Berdasarkanpertimbangan tersebut pemilihan variabel independen hendaknya dengan memperhatikan aspek statistik dan substansi. Model yang dihasilkan diharapkan model yang PARSIMONI, artinya variabel yang masuk dalam model sebaiknya yang sedikit jumlahnya, namun cukup baik untuk menjelaskan faktor-faktor penting yang berhubngan dengan variabel dependen. Banyak Kriteria yang dapat digunakan untuk memilih variabel masuk dalam model, salah satu kriteria yang sering digunakan adalah melihat perubahan R2 (R Square). Namun penggunaan kriteria ini perlu hati-hati, karena setiap penambahan satu variabel independen akan meningkatkan R2 walaupun variabel tersebuttidak cukup penting. Oleh karena itu model yang digunakan adalah model dengan nilai R2 yang besar namun variabel independennya dengan jumlah sedikit. Berikut langkah-langkah dalam pemodelan regresi linier ganda: 1). Melakukan analisis bivariat untuk menentukan variabel yang menjadi kandidat model. Masing-masing variabel independen dihubungkan dengan variabel 146

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data dependen (bivariat), bila hasil uji bivariat mempunyai nilai p<0,25, maka variabel tersebut masuk dalam model multivariat. Untuk variabel yang p value-nya > 0,25 namun secara substansi penting, maka variabel tersebut dapat masuk ke multivariat. 2) Lakukan analisis secara bersamaan, lakukan pemilihan variabel yang masuk dalam model. Ada beberapa metode untuk melakukan pemilihan variabel independen dalam analisis multivariat regresi linier ganda, yaitu: a). ENTER, memasukkan semua variabel independen dengan serentak satu langkah, tanpa melewati kriteria kemanaan statistik tertentu. Metode ini yang tepat/sering digunakan, karena dalam pemodelan kita dapat melakukan pertimbangan aspek substansi. b). FORWARD, measukkan satu persatu variabel dari hasil pengkorelasian variabel dan memenuhi kriteria kemaknaan statistik untuk masuk ke dalam model, sampai semua variabel yang memenuhi kriteria tersebut masuk ke dalam model. Variabel yang masuk pertama kali adalah variabel yang mempunyai korelasi parsial terbesar dengan variabel dependen dan yang memenuhi kriteria tertentu untuk dapat masuk model. Korelasi parsial adalah adalah korelasi antara variabel independen dengan dependen, kriteria variabel yang dapat masuk P-in (PIN) adalah 0,005 artinya variabel yang dapat masuk model bila variabel tersebut mempunyai nilai P lebih kecil atau sama dengan 0,05. c). BACKWARD, meamasukkan semua variabel ke dalam model, tetapi kemudian satu persatu variabel independen dikeluarkan dari model berdasarkan kriteria kemaknaan tertentu, variabel yang pertama kali dikeluarkan adalah variabel yang mempunyai korelasi parsial terkecil dengan variabel dependen. Kriteria pengeluaran atau P-out (POUT) adalah 0,10, artinya variabel yang mempunyai nilai P lebih besar atau sama dengan 0,10 dikeluarkan dari model. d). STEPWISE, model ini merupakan kombinasi antara metode backward dan Forward. Seperti halnya forward, metode Stepwise dimulai dari tanpa 147

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data variabel sama sekali di dalam model. Lalu satu variabel hasil pengkorelasian variabel dimasukkan ke dalam model. Lalu satu persatu variabel hasil pengkorelasian dimasukkan ke dalam model dan dikeluartkan dari model dengan kriteria tertentu. Variabel yang pertama masuk sama dengan metode forward yakni variabel yang mempunyai korelasi parsial terbesar. Selanjutnya setelah masuk, variabel pertama ini diperiksa lagi apakah harus dikeluarkan dari model menurut kriteria pengeluaran seperti metode backward. e). REMOVE, mengeluarkan semua variabel independen dengan serentak satu langkah, tanpa melewati kriteria kemaknaan statistik tertentu. 3) Melakukan diagnostik regresi linier, a). Melakukan pengujian terhadap kelima asumsi. b). Melakukan pengujian adanya kolinearitas. Kolinearitas terjadi bila antar variabel independen terjadi saling hubungan yang kuat. Untuk mengetahui adanya kolinearitas dapat dilihat dai nilai koefisien korelasi ®, bila nilai r lebih tinggi dari 0,8 maka terjadi kolinearitas. Selain itu dapat diketahui dari nilai VIF atau tolerance, bila nilai VIF > 10, atau tolerance sekitar 1 (satu) maka model terjadi kolinearitas. 4). Melakukan analisis interaksi. Setelah memperoleh model yang memuat variabel-variabel penting, maka langkah selanjutnya adalah memeriksa adanya interaksi antar variabel independen. Interaksi merupakan keadaan dimana hubungan antara satu variabel independen dengan dependen berbeda menurut tingkat variabel independen yang lain. 5). Penilaian reliabilitas model. Model regresi yang sudah terpilih perlu dicek reliabilitasnya dengan cara membagi (split) sampel ke dalam dua kelompok. Untuk masing-masing sampel dibuat model dengan variabel yang sama, 148

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data kemudian bandingkan antara model 1 dan model 2, bila hasilnya sama/hampir sama maka model regresi reliabel. Bila model reliabel maka seluruh sampel dapat digunakan untuk pembuatan model. 149

SUTANTO PRIYO HASTONO: Analisis Data KASUS: REGRESI LINIER GANDA Sebagai latihan kita melakukan analisis penelitian “faktor-faktor yang berhubungan dengan berat badan bayi”. Gunakan/aktifkan file data LBW.SAV. Variabel independennya meliputi berat badan ibu dlm pounds (BWT), umur ibu(AGE), riwayat hipetensi(HT), riwayat merokok(SMOKE), frekuensi mengalami prematur (PTL) dan frekuensi melakukan ANC (FTV). Variabel dependennya berat badan bayi (BWT). Kode variabel pada file data : LBW.SAV Nama Definisi Operasional Hasil Ukur Id Nomor Identitas Low Kondisi bayi dalam klasifikasi BBLR 0 = ≥ 2500 g 1 = < 2500 g Age Umur ibu tahun Lwt Berat ibu pada saat menstruasi terakhir pounds Race Suku bangsa/ras 1= putih 2= hitam 3 = lainnya Smoke Kebiasaan merokok selama hamil 0 = tidak 1 = ya Ptl Riwayat mengalami prematur 0 = tidak 1 = ya Ht Riwayat menderita hipertensi 0 = tidak 1 = ya Ui Terjadi/mengalami iritability Uterine 0 = tidak 1 = ya Ftv Frekuensi periksa hamil pada trimester pertama 0 ,1, 2 dst.. Bwt Berat badan bayi gram 150


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook